85
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini menjadi dekade tulang dan persendian. Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur. Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma – trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga. Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. 1

Referat fraktur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat fraktur

Citation preview

Page 1: Referat fraktur

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak

dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah

menetapkan dekade ini menjadi dekade tulang dan persendian. Masalah pada

tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur. Fraktur

merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya

disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin pesatnya

kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai

kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan

kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu

lintas. Sementara trauma – trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah

jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga.

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7

juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang

mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni

insiden fraktur ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang

terjadi.

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan.

Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan

trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada

tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila

trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.

Fraktur secara klinis dibedakan atas fraktur tertutup dan fraktur terbuka.

Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan

lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga

timbul komplikasi berupa infeksi. Luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang

yang tajam keluar menembus kulit (from within) atau dari luar oleh karena

tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung (from without). Fraktur

1

Page 2: Referat fraktur

tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar

(terbatas pada fascia).

1.2 Batasan Masalah

            Referat ini membahas tentang definisi, etiologi, fisiologi, epidemiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosa

fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

1.3  Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk:

1. Memahami definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,

penatalaksanaan dan prognosis fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

1.4   Metode Penulisan

Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu

kepada beberapa literatur.

2

Page 3: Referat fraktur

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, Histologi, Fisiologi, dan Biokimia Tulang

Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai lima

fungsi utama, yaitu:

1. Membentuk rangka badan

2. Sebagai tempat melekat otot

3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat

dalam, seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru

4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam

5. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hematopoetik untuk

memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit 1

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas:2

Tulang panjang, yang temasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna.

Tulang panjang (os longum) terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis,

diaphysis, dan metaphysis. Diaphysis atau batang, adalah bagian tengah

tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal

yang memiliki kekuatan yang besar.

Metaphysis adalah bagian tulang yang

melebar di dekat ujung akhir batang.

Daerah ini terutama disusun oleh

trabekular atau sel spongiosa yang

mengandung sel-sel hematopoetik.

Metaphysis juga menopang sendi dan

menyediakan daerah yang cukup luas

untuk perlekatan tendon dan ligamen pada

epiphysis. Epiphysis langsung berbatasan

dengan sendi tulang panjang. Seluruh

tulang dilapisi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum.

3

Page 4: Referat fraktur

Tulang pendek, contohnya antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang

carpal

Tulang pipih, antara lain tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis

Tulang terdiri atas bagian kompak pada bagian luar yang disebut korteks

dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekular dan di luarnya

dilapisi oleh periosteum. Berdasarkan histologisnya maka dikenal:

Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone), tulang ini

pertma-tama terbentuk dari osifikasi endokondral pada perkembangan

embrional dan kemudian secara perlahan-lahan menjadi tulang yang matur

dan pada umur 1 tahun tulang imatur tidak terlihat lagi. Tulang imatur ini

mengandung jaringan kolagen dengan substansi semen dan mineral yang

lebih sedikit dibandingkan dengan tulang matur.

Tulang matur (mature bone, lamellar bone)

o Tulang kortikal (cortical bone, dense bone, compacta bone)

o Tulang trabekular (cansellous bone, trabecular bone, spongiosa)

Secara histolgik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam

jumlah sel, jaringan kolagen, dan mukopolisakarida. Tulang mature ditandai

dengan sistem Harversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi

darah melalui korteks yang tebal. Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih

banyak substansi semen dan mineral dibanding dengan tulang imatur.

Tulang terdiri atas bahan

antar sel dan sel tulang.

Sel tulang ada 3, yaitu

osteoblas, osteosit, dan

osteoklas. Sedang bahan

antar sel terdiri dari bahan

organik (serabut kolagen,

dll) dan bahan anorganik

(kalsium, fosfor, dll).

Osteoblas merupakan

salah satu jenis sel hasil diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting dalam

4

Page 5: Referat fraktur

proses osteogenesis dan osifikasi. Sebagai sel osteoblas dapat memproduksi

substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi di kemudian

hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila

kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Sesaat sesudah

osteoblas dikelilingi oleh substansi organik intraseluler, disebut osteosit dimana

kradaan ini terjadi dalam lakuna.

Osteosit adalah bentuk dewasa dari osteoblas yang berfungsi dalam

recycling garam kalsium dan berpartisipasi dalam reparasi tulang. Osteoklas

adalah sel makrofag yang aktivitasnya meresorpsi jaringan tulang. Kalsium hanya

dapat dikeluarkan dari tulang melalui proses aktivitas osteoklasis yang

mengilangkan matriks organik dan kalsium secara bersamaan dan disebut

deosifikasi. Jadi dalam tulang selalu terjadi perubahan dan pembaharuan.3,4

Tulang dapat dibentuk dengan dua cara: melalui mineralisasi langsung

pada matriks yang disintesis osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau melalui

penimbunan matiks tulang pada matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi

endokondral).

Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode

pertumbuhan tulang berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak

terjadi dalam bentuk perubahan mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang

sebagai suatu organ biokimia utama tulang. Komposisi tulang terdiri atas:

substansi organik (35%), substansi anorganik (45%), air (20%). Substansi organik

terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organik intraseluler atau matriks kolagen

dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%), sedangkan sisanya adalah

asam hialuronat dan kondrotin asam sulfur. Substansi anorganik terutama terdiri

atas kalsium dan fosfor dan sisanya oleh magnesium, sodium, hidroksil, karbonat,

dan fluorida. Enzim tulang adalah alkali fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas

yang kemungkinan besar mempunyai peranan penting dalam produksi organik

matriks sebelum terjadi kalsifikasi.

5

Page 6: Referat fraktur

2.2 Fraktur

2.2.1 Definisi Fraktur

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang

rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial.5

2.2.2 Proses Terjadinya Fraktur

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan,

harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat

menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat

menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing).

Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan

terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.

Trauma bisa bersifat :

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan

terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat

komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

Trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang

lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat

menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan

lunak tetap utuh.

Tekanan pada tulang dapat berupa :

Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik

Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,

dislokasi atau fraktur dislokasi

Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah

misalnya pada badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak

Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan

menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z

Fraktur oleh karena remuk

Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian

tulang

6

Page 7: Referat fraktur

Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang

mempunyai keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang

terjadi dapat berupa fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak

disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya

disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh

darah.

Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka

karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan

menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan

untuk terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat

pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya

kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang

berada pada posisi yang kaku.

2.2.3 Etiologi Fraktur

Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma

tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang.  Dua faktor mempengaruhi

terjadinya fraktur :

Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang,

arah dan kekuatan trauma.

Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma,

kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang.

Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan

untuk menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1)

cedera; (2) stress berulang; (3) fraktur patologis.5

A. Fraktur yang disebabkan oleh cedera 5

Sebagian besar fraktur disebabkan oeh tenaga berlebihan yang tiba-tiba,

dapat secara langsung ataupun tidak langsung.

7

Page 8: Referat fraktur

Dengan tenaga langsung tulang patah pada titik kejadian; jaringan lunak

juga rusak. Pukulan langsung biasanya mematahkan tulang secara

transversal atau membengkokkan tulang melebihi titik tupunya sehingga

terjadi patahan dengan fragmen “butterfly”. Kerusakan pada kulit diluarnya

sering terjadi; jika crush injury terjadi, pola faktur dapat kominutif dengan

kerusakan jaringan lunak ekstensif.

Dengan tenaga tidak langsung, tulang patah jauh dari dimana tenaga

dierikan; kerusakan jaringan lunak pada tempat fraktur jarang terjadi.

Walaupun sebagian besar fraktur disebabkan oleh kombinasi tenaga

(perputaran, pembengkokkan, kompresi, atau tekanan), pola x-ray

menunjukkan mekanisme yang dominan:

Terpelintir mengakibatkan fraktur spiral;

Kompresi mengakibatkan fraktur oblique pendek;

Pembengkokan mengakibatkan fraktur dengan fragmen triangular

“butterfly”;

Tekanan cenderung mematahkan tulang kearah transversal; pada

beberapa situasi tulang dapat avulse menjadi fragmen kecil pada titik

insersi ligament atau tendon.

Deskripsi diatas merupakan deskripsi untuk tulang panjang. Tulang kecil

jika terkena gaya yang cukup, akan terbelah atau hancur menjadi bentuk

yang abnormal.

8

Page 9: Referat fraktur

B. Fatigue atau stress fracture 5

Fraktur ini terjadi pada tulang normal yang menjadi subjek tumpuan berat

berulang, seperti pada atlet, penari, atau anggota militer yang menjalani

program berat. Beban ini menciptakan perubahan bentuk yang memicu

proses normal remodeling—kombinasi dari esorpsi tulang dan pembentukan

tulang baru menurut hukum Wolff. Ketika pajanan terjadap stress dan

perubahan bentuk terjadi berulang dan dalam jangka panjang, resorpsi

terjadi lebih cepat dari pergantian tulang, mengakibatkan daerah tersebut

rentan terjadi fraktur. Masalah yang sama terjadi pada individu dengan

pengobatan yang mengganggu keseimbangan normal resorpsi dan

pergantian tulang; stress fracture meningkat pada penyakit inflamasi kronik

dan pasien dengan pengobatan steroid atau methotrexate.

C. Fraktur patologis 5

Fraktur dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah lemah karena

perubahan strukturnya (seperti pada osteoporosis, osteogenesis imperfekta,

atau Paget’s disease) atau melalui lesi litik (contoh: kista tulang, atau

metastasis).

9

Page 10: Referat fraktur

Fraktur dapat disebabkan oleh trauma minor berulang dibawah ambang

batas cedera yang menyebabkan fraktur, mengakibatkan fraktur stress (fatigue

fracture).2 Fraktur juga dapat disebabkan oleh trauma langsung bertenaga tinggi

seperti pada kecelakaan sepeda motor. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma tidak

langsung dimana gaya ditransmisikan melalui tulang dengan terpuntir atau

tertekuk.6

Cedera bertenaga rendah mengakibatkan cedera jaringan lunak yang

terbatas dan pola fraktur sederhana. Tenaga yang besar mengakibatkan absorpsi

energi yang lebih besar sehingga menyebabkan trauma jaringan lunak yang lebih

berat dan kominutif yang berat. Kombinasi kedua mekanisme ini dapat terjadi.7

Prognosisnya ditentukan oleh derajat keparahan cedera jaringan lunak,

jenis fraktur, yang keduanya bergantung pada jumlah tenaga yang ditangkap

ekstrimitas saat cedera.5

2.2.4 Tipe Fraktur

Fraktur untuk alasan praktis dibagi menjadi beberapa kelompok.5

A. Fraktur komplit

Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Pola fraktur pada rontgen

dapat membantu memprediksi tindakan setelah reduksi: jika fraktur

transversal patahan biasanya akan tetap pada tempatnya setelah reduksi;

jika fraktu oblique atau spiral, tulang cenderung memendek dan kembali

berubah posisi walaupun tulang dibidai. Jika terjadi fraktur impaksi,

fragmen terhimpit bersama dan garis fraktur tidak jelas. Fraktur kominutif

dimana terdapat lebih dari 2 fragmen tulang; karena jeleknya hubungan

antara permukaan tulang, cenderung tidak stabil.

B. Faktur inkomplit

Disini tulang tidak secara total terbagi dan periosteum tetap intak. Pada

fraktur greenstick tulang membengkok; hal ini terjadi pada anak-anak yang

tulangnya lebih lentur dibandingkan dewasa. Anak-anak juga dapat

bertahan terhadap cedera dimana tulang berubah bentuk tanpa terlihat

retakan jelas pada foto rontgen.

10

Page 11: Referat fraktur

2.2.5 Klasifikasi Fraktur2

Klasifikasi etiologis

o Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba

o Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya

akibat kelainan patologis di dalam tulang

o Fraktur stres : terjadi karena adanya trauma yang terus menerus

pada suatu tempat tertentu

Klasifikasi klinis

o Fraktur tertutup (simple fracture) : suatu fraktur yang tidak

mempunyai hubungan dengan dunia luar

o Fraktur terbuka (compound fracture) : fraktur yang mempunyai

hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan

lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without

(dari luar).

Fraktur terbuka dibagi berdasarkan klasifikasi Gustilo-Anderson,

yang pertama kali diajukan pada tahun 1976 dan modifikasi pada

tahun 1984.5

11

Page 12: Referat fraktur

1. Grade I : Luka kecil kurang dari 1cm panjangnya, biasanya karena luka

tusukan dari fragmen tulang yang menembus kulit. Terdapat sedikit kerusakan

jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan

lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple, transversal, oblik pendek

atau sedikit komunitif.

2. Grade II : Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan

yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan

dengan sedikit kontaminasi fraktur.

3. Grade III : Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot,

kulit dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini

biasanya di sebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe 3 di

bagi dalam 3 subtipe:

12

Page 13: Referat fraktur

Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun

terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat

segmental atau komunitif yang hebat

Tipe IIIB: fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan

dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka,

kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat.

Tipe IIIC: fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang

memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan

lunak.10

Gambar Klasifikasi Fraktur Terbuka Berdasarkan Gustilo dan Anderson

13

Page 14: Referat fraktur

o Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) : fraktur yang

disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union,

nonunion, atau infeksi tulang

Klasifikasi radiologis

Klasifikasi ini berdasarkan atas :

o Lokalisasi

Diafisial

Metafisial

Intra-artikuler

Fraktur dengan dislokasi

o Konfigurasi

Fraktur transversal

Fraktur oblik

Fraktur spiral

Fraktur Z

Fraktur segmental

Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen

Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi

Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo

misalnya fraktur epikondilus humeri, fraktur trochanter

major, fraktur patella

Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada

tulang tengkorak

Fraktur impaksi

Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang

berpisah misalnya pada fraktur vertebra, patella, talus,

kalkaneus

Fraktur epifisis

14

Page 15: Referat fraktur

o Menurut eksistensi

Fraktur total

Fraktur tidak total (fraktur crack)

Fraktur buckle atau torus

Fraktur garis rambut

Fraktur green stick

o Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

Tidak bergeser (undisplaced)

Bergeser (displaced) dapat terjadi dalam 6 cara :

Bersampingan

Angulasi

Rotasi

Distraksi

Over-riding

Impaksi

15

Page 16: Referat fraktur

Klasifikasi Nicol

Klasifikasi The American Society of Internal Fixation, yang

dikembangkan oleh Muller et al telah diterima di seluruh dunia; klasifikasi ini

kemudian dimodifikasi oleh Johner dan Wruhs dengan menambahkan mekanisme

cedera, patahan, dan derajat keparahan cedera jaringan lunak. Klasifikasi ini

digunakan untuk reduksi terbuka dengan fiksasi plate and screw.6

2.2.6 Gambaran Klinis Fraktur2

Anamnesis

Biasanya pasien datang dengan suatu trauma, baik yang hebat

maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk

menggunakan anggota gerak. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri

yang terlokalisir dimana nyeri tersebut bertambah bila digerakkan,

pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan

gerak, krepitasi atau dengan gejala-gejala lain.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan awal pasien, perlu diperhatikan adanya :

1. Syok, anemia atau pendarahan

2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang

belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan

abdomen

16

Page 17: Referat fraktur

3. Faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis

Pemeriksaan lokal

1. Inspeksi (Look)

- Ekspresi wajah karena nyeri

- Bandingkan dengan bagian yang sehat

- Perhatikan posisi anggota gerak

- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan

- Perhatikan adanya pembengkakan

- Perhatikan adanya gerakan yang abnormal

- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan

fraktur tertutup atau terbuka

- Ekstravasasi darah subkutan (ekimosis) dalam beberapa jam sampai

beberapa hari

- Perhatikan keadaan vaskular

2. Palpasi (Feel)

Palpasi dilakukan secara hati-hati dikarenakan pasien biasanya mengeluh

sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan :

- Temperatur setempat yang meningkat

- Nyeri tekan nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan

oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

- Krepitasi dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara

hati-hati

- Pemeriksaan vaskular pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri

radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota

gerak yang terkena. Dinilai juga refilling (pengisian) arteri pada kuku,

warna kulit pada bagian distal daerah trauma, dan temperatur kulit.

- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui

adanya perbedaan panjang tungkai

3. Pergerakan (Move)

Dilakukan dengan cara mengajak pasien untuk menggerakan secara

aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami

17

Page 18: Referat fraktur

trauma. Pada pasien dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan

nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar,

disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak

seperti pembuluh darah dan saraf.

Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan

motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia,

aksonotmesis, atau neurotmesis.

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi,

serta ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan

lunak sebelumnya, maka sebaiknya mempergunakan bidai yang bersifat

radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan

radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis :

- Mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

- Konfirmasi adanya fraktur

- Melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta

pergerakannya

- Menentukan teknik pengobatan

- Mnentukan apakah fraktur itu baru atau tidak

- Menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler

- Melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

- Melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan yakni foto polos, CT-

Scan, MRI, tomografi, dan radioisotop scanning. Umumnya dengan foto

polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu ditanyakan apakah

fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan lokasinya,

18

Page 19: Referat fraktur

apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.

Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu

penyembuhan fraktur.

o Foto Polos

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya

fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan

untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur.

Untuk menghindarkan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi

sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan beberapa prinsip dua (rule of 2):

2 posisi proyeksi (minimal AP dan lateral)

2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas

sendi yang mengalami fraktur

2 anggota gerak

2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah

tulang. Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto

pada panggul dan tulang belakang

2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto

pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya

10-14 harikemudian.

o CT-Scan. Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail

mengenai bagian tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi

lapis.

o MRI, dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang,

sendi, dan jaringan lunak. mRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi

cedera tendon,ligamen, otot, tulang rawan dan tulang.

o Radioisotop scanning

o Tomografi

2.2.7 Tatalaksana Fraktur2,5,8,10

19

Page 20: Referat fraktur

Penatalaksanaan awal

Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka

diperlukan :

1. Pertolongan pertama

Pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan adalah

membersihkan jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih,

dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar pasien

merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan

ambulans. Bila terdapat pendarahan dapat dilakukan pertolongan

dengan penekanan setempat.

Penilaian awal (primary survey / survei awal)

Survei awal bertujuan untuk menilai dan memberikan pengobatan

sesuai dengan prioritas berdasarkan trauma yang dialami. Fungsi-

fungsi vital penderita harus dinilai secara tepat dan efisien.

Penanganan penderita harus terdiri atas evaluasi awal yang cepat serta

resusitasi fungsi vital, penangan trauma dan identifikasi keadaan yang

dapat menyebabkan kematian.

A: Aiway (saluran napas), penilaian terhadap patensi jalan napas.

Apabila terdapat obstruksi jalan napas, maka harus segera dibebaskan.

Apabila dicurigai kelaian vertebra servikalis maka dilakukan

pemasangan collar neck.

B: Breathing (pernapasan), perlu diperhatikan dan dilihat secara

keseluruhan daerah thorak untuk menilai ventilasi. Jalan napas yang

bebas bukan berarti ventilasi cukup. Bila ada gangguan atau

instabilitas kardiovaskuler, respirasi, atau gangguan neurologis, kita

harus melakukan ventilasi dengan bantuan alat pernapasan berupa

kantong yang disambung dengan masker atau pipa endotrakeal.

C: Circulation (sirkulasi), sirkulasi adalah kontrol perdarahan

meliputi 2 hal: a) Volume darah dan output jantung; b) perdarahan

baik perdarahan luar maupun perdarahan dalam, perdarahan luar harus

diatasi dengan balut tekan.

20

Page 21: Referat fraktur

D: Disability (evaluasi neurologis), evaluasi neurologis secara cepat

setelah satu survei awal, dengan menilai tingkat kesadaran, besar dan

reaksi pupil. Menggunakan metode AVPU: A (alert / sadar), V

(vokal / adanya respon terhadap stimuli vokal), P (painful, danya

respon terhadap rangsang nyeri), U (unresponsive / tidak ada respon

sama sekali). Hasinya dapat diketahui GCS (glasgow coma scale).

E: Exposure (kontrol lingkungan), untuk melakukan pemeriksaan

secara teliti pakaian penderita perlu dilepas (pada pasien tidak

sadarkan diri), selain itu perlu dihindari terjadinya hipotermi.

2. Penilaian klinis

Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis,

apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/

saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain.

3. Resusitasi

Kebanyakan pasien dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan

syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada

frakturnya sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya

serta obat-obat anti nyeri.

Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur

1. “Do no harm”

Yakni dengan mencegah terjadinya komplikasi iatrogenik. Hal ini bisa

dilakukan dengan pertolongan pertama yang hati-hati, transportasi

pasien ke rumah sakit yang baik, dan mencegah terjadinya infeksi dan

kerusakan jaringan yang lebih parah.

2. Tatalaksana dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat

Keputusan pertama adalah menentukan apakah fraktur tersebut

membutuhkan reduksi dan bila iya maka tentukan tipe reduksi terbaik

21

Page 22: Referat fraktur

apakah terbuka atau tertutup. Kemudian keputusan kedua yakni

mengenai tipe imobilisasi, apakah eksternal atau internal.

3. Pemilihan tatalaksana dengan tujuan yang spesifik

Tujuan spesifik dalam tatalaksana fraktur yaitu :

Untuk mengurangi rasa nyeri

Dikarenakan tulang bersifat relatif tidak sensitif, rasa nyeri

pada fraktur berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak

termasuk periosteum dan endosteum. Rasa nyeri ini dapat

diperberat dengan pergerakan fragmen fraktur yang

berhubungan dengan spasme otot dan pembengkakan yang

progresif. Rasa nyeri pada fraktur dapat berkurang dengan

imobilisasi dan menghindari pembalutan yang terlalu ketat.

Beberapa hari pertama setelah terjadinya fraktur dapat

diberikan analgesik untuk mengurangi nyeri.

Untuk memelihara posisi yang baik dari fragmen fraktur

Reduksi fraktur untuk mendapatkan posisi yang baik, yakni

diindikasikan hanya untuk memperbaiki fungsi dan mencegah

terjadinya artritis degeneratif. Pemeliharan posisi fragmen

fraktur biasanya membutuhkan beberapa derajat imobilisasi,

dengan beberapa metode, termasuk continuous traction,

plaster-of-Paris cast, fiksasi skeletal eksterna, dan fiksasi

skeletal interna, berdasarkan derajat dari kestabilan atau

ketidakstabilan reduksi.

Untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union)

Pada kebanyakan fraktur, proses penyatuan tulang merupakan

proses penyembuhan yang terjadi secara alami. Namun pada

beberapa kasus, misalnya dengan robekan periosteum berat dan

jaringan lunak atau dengan nekrosis avaskular pada satu atau

dua fragmen, proses penyatuan tulang harus dengan

autogenous bone grafts, pada tahap penyembuhan awal atau

lanjut.

Untuk mengembalikan fungsi secara optimal

22

Page 23: Referat fraktur

Saat periode imobilisasi dalam penyembuhan fraktur, diuse

atrophy pada otot regional harus dicegah dengan latihan aktif

statik (isometrik) pada otot tersebut dengan mengkontrol

imobilisasi sendi dan latihan aktif dinamik (isotonik) pada

seluruh otot lainnya di tubuh. Setelah periode imobilisasi,

latihan aktif sebaiknya tetap dilanjutkan.

4. Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami

Jaringan muskuloskeletal bereaksi terhadap suatu fraktur sesuai

dengan hukum alami yang ada.

5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan

Dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang

realistik dan praktis.

6. Seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara individual

Setiap fraktur memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu

dengan mempertimbangkan faktor umur, jenis fraktur, komplikasi

yang terjadi, dan perlu pula dipertimbangkan keadaan ekonomi pasien

secara individual.

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif,

prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu :

Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur

dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal

pengobatan perlu diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur,

menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, dan komplikasi

yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.

Reduction; reduksi fraktur apabila perlu

Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi

yang dapat diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi

anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan

mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta

perubahan osteoartritis di kemudian hari.

23

Page 24: Referat fraktur

Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang

sempurna.

Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari

humerus tidak memerlukan reduksi. Angulasi <5º pada tulang

panjang anggota gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai

10º pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-

kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5 inchi pada

fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun

lokalisasi fraktur.

Retention; imobilisasi fraktur

Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal

mungkin

Penatalaksanaan fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan

splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik

sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multipel

trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah

hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah

dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan “ORIF” maupun

“OREF”.

Tujuan pengobatan fraktur yaitu :

a. REPOSISI

Dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Teknik reposisi

terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan

dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu

dengan reposisi terbuka yang dilakukan pada pasien yang telah mengalami

gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur multipel,

dan fraktur patologis.

b. IMOBILISASI / FIKSASI

24

Page 25: Referat fraktur

Mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai union. Indikasi

dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstable

serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar.

Jenis Fiksasi :

1. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)

• Gips (plester cast)

• Traksi

Jenis traksi :

• Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus

• Skin traksi

Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen

akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila

kelebihan kulit akan lepas

• Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.

Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea,

femur, lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun

komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan

sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf peroneus (kruris) ,

sindroma kompartemen, infeksi tempat masuknya pin.

- Indikasi OREF :

• Fraktur terbuka derajat III

• Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

• Fraktur dengan gangguan neurovaskuler

• Fraktur Kominutif

• Fraktur Pelvis

• Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF

• Non Union

• Trauma multipel

2. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

25

Page 26: Referat fraktur

ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail.

Keuntungan cara ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa

fiksasi luar.

- Indikasi ORIF :

• Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi,

misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.

• Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulsi dan

fraktur dislokasi.

• Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur

Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan

kaki.

• Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik

dengan operasi, misalnya : fraktur femur.

Penatalaksanaan Khusus

I. Penatalaksanaan Fraktur Tertutup

Prinsip tatalaksana untuk fraktur meliputi tindakan manipulasi untuk

memperbaiki posisi fragmen, diikuti pembebatan untuk mempertahankannya

bersama sebelum semua fragmennya menyatu, lalu melakukan tindakan

rehabilitasi guna menjaga fungsi dan pergerakan sendi. Penyembuhan fraktur

dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang sehingga dianjurkan melakukan

aktivitas otot dan penahanan beban lebih awal. Secara umum, komponen

tatalaksana untuk fraktur tertutup meliputi Reduce (Reduksi), Hold

(Mempertahankan), dan Exercise (Latihan).

Permasalahnya adalah bagaimana cara menahan fraktur secara memadai

sambil tetap menggunakan tungkai secukupnya, hal ini menjadi pertentangan

antara “penahanan” lawan “gerakan” yang perlu dicari jalan keluarnya

secepatnya oleh tenaga medis (semisal dengan fiksasi internal), tetapi dia juga

ingin menghindari risiko yang tak perlu, hal ini menjadi pertentangan antara

“kecepatan” dan “keamanan”. Adanya dua konflik ini menggambarkan empat

faktor utama dalam penanganan fraktur (kuartet fraktur).

26

Page 27: Referat fraktur

Perlu digarisbawahi untuk fraktur tertutup adalah hubungan fraktur dengan

jaringan sekitarnya yaitu jaringan lunak di sekitar lokasi fraktur. Tscherne tahun

1984 mencoba mengklasifikasikan fraktur tertutup menjadi :

Grade 0 : fraktur ringan tanpa kerusakan jaringan lunak

Grade 1 : fraktur dengan abrasi superfisial atau memar pada kulit dan jaringan

subkutan

Grade 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio di jaringan lunak bagian

dalam dan terdapat pembengkakan

Grade 3 : fraktur tertutup terberat dengan ancaman terdapat sindrom

kompartemen.

Semakin berat cedera yang terjadi akan lebih membutuhkan bentuk fiksasi

mekanik tertentu.

A. Reduce (Reduksi)

Meski terapi umum dan resusitasi harus selalu didahulukan, tidak boleh ada

keterlambatan dalam menangani fraktur, pembengkakan jaringan lunak

selama 12 jam pertama akan mempersulit reduksi. Akan tetapi, terdapat

beberapa kondisi yang tak memerlukan reduksi, yaitu :

1. Bila pergeseran tidak banyak atau tidak ada

2. Bila pergeseran tidak berarti (semisal fraktur clavicula)

3. Bila reduksi tampaknya tidak berhasil (semisal fraktur kompresi

vertebrae).

Penjajaran (alignment) fragmen lebih penting daripada aposisi, asalkan

diperoleh penjajaran yang normal. Yang menjadi pengecualian adalah fraktur

yang melibatkan permukaan sendi dimana ini harus direduksi sesempurna

mungkin agar tidak menimbulkan arthritis degeneratif.

Sejauh ini sudah diketahui ada dua metode reduksi yaitu :

a) Reduksi Tertutup

Penggunaan anestesi dan relaksasi otot yang tepat, memudahkan proses

reduksi melalui tiga tahap manuver yaitu : (1) bagian distal ditarik ke garis

tulang, (2) sementara fragmen terlepas, fragmen tersebut direposisi

27

Page 28: Referat fraktur

(dengan membalikkan arah kekuatan asal kalau ini dapat diperkirakan), (3)

penjajaran disesuaikan di setiap bidang.

Cara ini efektif bila periosteum dan otot pada satu sisi fraktur tetap utuh,

pengikatan jaringan lunak mencegah reduksi yang berlebihan dan

menstabilkan fraktur setelah direduksi. Beberapa fraktur sulit direduksi

dengan manipulasi (seperti fraktur batang femur) karena tarikan otot

sangat kuat dan membutuhkan traksi yang lama. Reduksi tertutup

digunakan untuk semua fraktur dengan pergeseran minimal, pada fraktur

yang terjadi pada anak-anak dan pada fraktur yang stabil setelah reduksi.

Gambar. Reduksi Tertutup

b) Reduksi Terbuka

Reduksi bedah pada fraktur dilakukan atas indikasi :

1) Bila reduksi tertutup gagal, baik karena kesukaran mengendalikan

fragmen atau karena terdapat jaringan lunak di antara fragmen-fragmen

itu

2) Bila terdapat fragmen artikular yang cukup besar yang perlu

ditempatkan secara tepat

3) Bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah.

Biasanya reduksi terbuka merupakan langkah awal untuk melakukan

fiksasi internal.

28

Page 29: Referat fraktur

B. Hold (Mempertahankan Reduksi)

Kata imobilisasi untuk poin jarang digunakan karena sebenarnya tindakan

yang dilakukan merupakan pencegahan pergeseran. Namun pembatasan

gerakan tertentu diperlukan untuk membantu penyembuhan jaringan lunak

dan memungkinkan gerakan bebas pada bagian yang tidak terkena.

Metode yang tersedia untuk mempertahankan reduksi adalah sebagai berikut.

1) Traksi

2) Pembebatan Gips

3) Pemakaian Penahan Fungsional

4) Fiksasi Internal

5) Fiksasi Eksternal

Otot di sekeliling fraktur kalau utuh bertindak sebagai kompartemen cair;

traksi atau kompresi menciptakan efek hidrolik yang dapat membebat fraktur.

Karenanya metode tertutup cocok untuk fraktur dengan jaringan lunak yang

masih utuh dan cenderung gagal bila digunakan untuk fraktur dengan

kerusakan jaringan lunak yang hebat. Kontraindikasi lain untuk metode non-

operasi adalah fraktur yang sifatnya tidak stabil, fraktur ganda, dan fraktur

pada pasien yang tidak kooperatif.

1. Traksi

Adalah alat imobilisasi yang menggunakan kekuatan tarikan yang

diterapkan pada suatu bagian distal anggota badan dengan tujuan

mengembalikan fragmen tulang ke tempat semula.

Traksi dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :

a) Traksi terus-menerus

Traksi dilakukan pada tungkai di bagian distal femur supaya

melakukan tarikan terus menerus pada poros panjang tulang itu. Cara

ini berguna untuk fraktur batang yang bersifat oblique atau spiral yang

mudah tergeser oleh kontraksi otot.

Traksi tidak dapat menahan fraktur tetap diam, traksi dapat menarik

tulang panjang secara lurus dan mempertahankan panjangnya tetapi

reduksi yang tepat kadang susah dipertahankan. Sementara itu pasien

dapat menggerakkan sendinya dan melatih ototnya.

29

Page 30: Referat fraktur

b) Traksi dengan gaya berat

Digunakan pada cedera tungkai atas. Karenanya bila menggunakan

kain penggendong lengan, berat lengan akan memberikan traksi terus-

menerus pada humerus, untuk kenyamanan dan stabilitas, terutama

pada fraktur melintang.

c) Traksi kulit

Traksi dibebankan pada kulit dan jaringan lunak. Dilakukan bila daya

tarik yang diperlukan kecil (sekitar 4-5 kg). Penggunaannya dengan

ikatan elastoplast ditempelkan pada kulit yang telah dicukur dan

dipertahankan dengan suatu pembalut. Beberapa macam traksi kulit

adalah :

1) Traksi Bucks (digunakan pada fraktur femur, pelvis, dan lutut)

2) Traksi Bryants (untuk dislokasi sendi panggul pada anak)

3) Traksi Russells (untuk fraktur femur)

d) Traksi skeletal

Traksi dibebankan pada tulang pasien dengan menggunakan pin

logam dan atau kawat Kirschner, biasanya di belakang tuberkel tibia

untuk cedera pinggul, paha dan lutut, di sebelah bawah tibia atau pada

kalkaneus untuk fraktur tibia. Kalau digunakan pen, dipasang kait

yang dapat berputar dengan bebas, dan tali dipasang pada kait itu

untuk menerapkan traksi. Dilakukan bila daya tarik yang diperlukan

lebih besar (1/5 dari berat badan) dan untuk jangka waktu lama.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :

a) pada anak-anak, traksi dan pembalut melingkar dapat menghambat

sirkulasi

b) pada orang yang lebih tua, traksi dapat menyebabkan cedera saraf

peroneus communis yang menyebabkan drop-foot.

c) Sindroma kompartemen yang terjadi akibat traksi berlebihan melalui pen

kalkaneus.

30

Page 31: Referat fraktur

Gambar. Jenis-jenis traksi

31

Page 32: Referat fraktur

2. Bebat Gips

Penggunaan gips (plaster of paris) sebagai bebat imobilisasi yang cukup

mudah dan murah untuk dilakukan, dimana pasien juga dapat pulang lebih

cepat. Biasanya digunakan untuk fraktur tungkai distal dan untuk fraktur

pada anak. Meskipun diketahui gips ini membuat pasien kurang nyaman

karena kerasnya gips dalam mengimobilisasi jaringan di bawahnya dan

kecepatan penyatuannya tidaklah lebih baik dibandingkan dengan traksi.

Tehnik pemasangan gips :

Setelah fraktur direduksi, pasang kaus kaki pada tungkai dan tonjolan

tulang dilindungi dengan wol. Gips kemudian dipasang. Sementara gips

mengeras, tenaga medis membentuknya agar tonjolan tulang tidak

tertekan. Pembebatan gips ini tidak boleh dihentikan sebelum fraktur

berkonsolidasi, kalaupun diperlukan perubahan gips, diperlukan

pemeriksaan sinar-X.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut.

a) Cetakan gips yang ketat

Pasien akan mengeluh nyeri yang difus kemudian muncul

pembengkakan. Tungkai harus ditinggikan untuk mengurangi

keluhan. Kalaupun nyeri tetap ada, penanganannya adalah melepas

gips.

b) Luka akibat tekanan

Gips dapat menekan kulit pada tonjolan tulang (patella, tumit, siku)

dan pasien akan mengeluh nyeri lokal di atas tempat tekanan.

c) Abrasi kulit

Terjadi bila pelepasan gips tidak dilakukan dengan benar

32

Page 33: Referat fraktur

Gambar. Pemasangan Gips

3. Pemakaian Penahan Fungsional

Penggunaan alat ini biasanya untuk fraktur femur, tibia, akan tetapi

penahan ini bersifat tidak kaku, sehingga hanya dipakai bila fraktur mulai

menyatu, semisal 3-6 minggu setelah traksi atau pemasangan gips.

Adapun penggunaan alat ini harus memenuhi syarat sebagai berikut.

a) Fraktur dapat dipertahankan dengan baik,

b) Sendi dapat digerakkan,

c) Fraktur menyatu dengan kecepatan normal,

d) Memastikan metode yang dipakai itu aman.

Hal ini cukup berisiko bila pemasangan alat ini tidak oleh tenaga

berpengalaman dikarenakan dapat menyebabkan mal-union pada fraktur

yang lebih besar.

Tehnik pemasangannya adalah dengan menstabilkan frakturnya terlebih

dahulu (dalam gips atau traksi), lalu dipasang alat ini yang dapat menahan

fraktur tapi memungkinkan gerakan sendi, dan selalu dianjurkan

melakukan aktivitas fisik fungsional termasuk penahanan beban.

33

Page 34: Referat fraktur

Gambar. Alat Penahan Fungsional

4. Fiksasi Internal

Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen, paku pengikat, plat

logam dengan sekrup, paku intramedular yang panjang (dengan atau tanpa

sekrup pengunci), atau kombinasinya.

Bila dipasang dengan semestinya, fiksasi internal menahan fraktur dengan

aman sehingga gerakan dapat segera dilakukan. Semakin segera gerakan

dapat dilakukan, semakin rendah pula risiko terjadinya kekakuan dan

edema. Dalam hal kecepatan, pasien dapat meninggalkan rumah sakit

segera setelah luka sembuh, dikarenakan fraktur yang terjadi sudah

dipertahankan dengan jembatan logam.

Bahaya yang mungkin terjadi adalah infeksi yang dapat menyebabkan

sepsis. Risiko infeksi ini tergantung pada kebersihan luka yang dibuat

pada tubuh pasien, keterampilan tenaga medis dalam melakukan

pembedahan dan jaminan asepsis saat di ruang operasi.

Tindakan ini baru bisa dilakukan atas indikasi :

a) Fraktur yang terjadi tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi

b) Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung akan bergeser

setelah direduksi.

c) Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan, terutama fraktur

leher femur

34

Page 35: Referat fraktur

d) Fraktur patologis dimana penyakit yang mendasarinya mencegah

penyembuhan

e) Fraktur multipel

f) Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (pasien lanjut usia,

pasien paraplegia)

Gambar. Fiksasi Internal

Gambar. Tangga Indikasi

Indikasi untuk fiksasi tidak tetap; karena itu, jika ketrampilan operasi atau

daya dukung fasilitas (staff, sterilitas dan perlengkapan) kurang memadai, fiksasi

internal diindikasikan hanya bila alternatifnya tidak dapat diterima (missal pada

35

DASAR KETRAMPILAN

DAPAT diperbaiki

PERLU diperbaiki

HARUS diperbaiki

Page 36: Referat fraktur

fraktur leher femur). Bila tingkat ketrampilan dan fasilitas sedang, fiksasi

diindikasikan bila metode alternaif dapat dilakukan tetapi sukar atau tidak

bijaksanan (missal cedera multiple). Bila ketrampilan dan fasilitas baik, fiksasi

pantas dilakukan jika menghemat waktu, uang atau lama perawatan.

Gambaran beberapa jenis tehnik pemasangan fiksasi internal:

36

A B

C

Page 37: Referat fraktur

Gambar. Jenis Fiksasi Internal

(A) Screws – interfragmentary compression (B) Interlocking nail & screw

(C) Flexible intramedullary nails (D) Tension-band wiring (E) Kirschner wires

(F) Dynamic compression screw & plate (G) Plate & screw

Komplikasi yang sering terjadi akibat fiksasi internal adalah infeksi, non-

union (dikarenakan terdapat gap yang cukup jauh antar sekrup yang

dipasang pada plat logam yang ditanam), kegagalan implan (dikarenakan

buruknya kualitas plat logam yang keropos) dan fraktur kembali

(dikarenakan terlalu cepat melepas plat logam yang dipasang). Waktu

minimal yang dibutuhkan untuk melepas plat logam tersebut adalah

sekitar satu tahun.

5. Fiksasi Eksternal

Fiksasi eksternal ini dilakukan atas indikasi :

a) Fraktur disertai kerusakan pembuluh darah atau saraf

b) Fraktur disertai kerusakan jaringan lunak yang hebat

37

D E

F G

Page 38: Referat fraktur

c) Fraktur dengan keadaan sangat kominutif dan sangat tidak stabil

d) Fraktur disertai dengan keadaan infeksi

Gambar. Alat Fiksasi Eksternal

Laki-laki ini mengalami fraktur kaki dalam kecelakaan ski. Meskipun dilakukan fiksasi

internal, fraktur mengarah pada non-union. (a) osteotomi dan kalotasis pada setengah

bagian proksimal tulang itu memungkinkan dilakukannya secara serentak pemanjangan

TIBIA dan fiksasi kompresi pada fraktur yang tak menyatu (b,c,d) sementara pasien

berjalan dengan fiksator luar (e) tiga bulan kemudian fraktur menyatu dan fiksator luar

dapat dilepas.

Teknik

Prinsip fiksasi eksternal sederhana yaitu tulang ditransfiksikan di atas dan di

bawah fraktur dan sekrup atau kawat transfiksasi bagian proksimal dan distal

dihubungkan satu sama lain dengan batang yang kaku.

Komplikasi fiksasi eksternal adalah sebagai berikut:

- Overdistraksi fragmen sehingga dipertahankan terpisah

- Berkurangnya penyaluran beban melalui tulang, yang menunda

penyembuhan fraktur dan menyebabkan osteoporosis, karena alesan

tersebut sehingga fiksasi luar dilepas setelah 6-8 minggu kemudian diganti

dengan jenis pembebatan yang memungkinkan pembebanan tulang

- Infeksi di tempat pen

38

A ECB D

Page 39: Referat fraktur

C. Exercise

Pengertian Exercise dalam konteks ini adalah suatu tindakan rehabilitatif

guna memperbaiki pergerakan sendi dan kekuatan otot agar bisa kembali

menjalankan fungsi kehidupannya seperti sedia kala.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam poin ini, yaitu:

- Mencegah edema

Alasan mengapa elevasi ini dilakukan guna mengurangi edema yang

terjadi akibat fraktur, adapun edema yang terjadi ini dapat menyebabkan

kekakuan sendi terutama di tangan.

- Peninggian

Tungkai yang cedera perlu ditinggikan, setelah reduksi pada fraktur kaki,

kkaki tempat tidur ditinggikan dan latihan dimulai. Jika kaki digips,

tungkai hanya boleh pada posisi di bawah.jika gips dilepas, kaki dibalut

dan latihan aktif disertai peninggian pengaturan peredaran darah.

- Latihan rehabilitatif aktif,

Latihan rehabilitatif pun dilakukan atas alasan agar membantu

memompa cairan edema yang ada, menstimulasi sirkulasi, mencegah

terjadinya adhesi jaringan lunak, dan dapat mempercepat penyembuhan

fraktur

- Gerakan berbantuan,

Latihan yang dimaksud disini adalah bukan latihan aktif berat,

melainkan latihan aktivitas normal yang tidak memberatkan. Adapun bila

pasien tidak bisa melakukan tindakan rehabilitatif aktif, bisa digunakan

alat rehabilitatif pasif menggunakan mesin yang dinamakan CPM

(Continuous Passive Motions).

Gambar . Alat CPM

39

Page 40: Referat fraktur

- Aktivitas fungsional.

Seiring waktu berjalan, pasien juga harus diajarkan kembali bagaimana

melakukan kegiatan sehari-hari seperti berjalan, mandi, berpakaian, dan

lain-lain. Pasien juga diajarkan agar tidak takut menggunakan anggota

tubuh yang mengalami fraktur. Adapun dukungan keluarga cukup banyak

membantu dalam proses kesembuhan pasien dan perbaikan kualitas hidup

pasien ke depannya.

II. Penatalaksanaan Fraktur Terbuka

Pencegahan infeksi pada fraktur terbuka penting dilakukan yaitu berupa

pembalutan luka dengan segera, profilaksis antibiotika, debridement luka secara

dini, dan stabilisasi fraktur.

Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka: 9

1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.

2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat

menyebabkan kematian.

3. Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah

operasi.

4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik

5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya

6. Stabilisasi fraktur.

7. Biarkan luka tebuka antara 5-7 hari

8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya

9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

A. Penanganan dini

Penanganan dini luka harus tetap ditutup hingga pasien tiba di kamar

bedah. Pemberian antibiotik dilakukan secepat mungkin. Antibiotik yang

diberikan berupa kombinasi benzilpenisilin dan fluloksasilin tiap 6 jam selama 48

jam, sedangkan jika luka terkontaminasi dapat diberikan gentamisin atau

metronidazol selama 4 atau 5 hari.

Pemberian profilaksis tetanus toksoid pada pasien yang telah diimuniasi

dan antiserum manusia pada pasien yang belum diimunisasi.

40

Page 41: Referat fraktur

Gambar. Manajemen fraktur terbuka.

Flow Chart menunjukkan manajemen dari fraktur terbuka tibia.

B. Pembersihan luka

Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl

fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.

C. Debridemen

Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah

tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit,

jaringan subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen-fragmen yang lepas.

Debridement adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati sehingga luka

menjadi bersih. Untuk melakukan debridement yang adekuat, luka lama dapat

diperluas, jika diperlukan dapat membentuk irisan yang berbentuk elips untuk

mengangkat kulit, fasia serta tendon ataupun jaringan yang sudah mati.

Debridement yang adekuat merupakan tahapan yang penting untuk pengelolaan.

Debridement harus dilakukan sistematis, komplit serta berulang. Diperlukan

cairan yang cukup untuk fraktur terbuka, menggunakan cairan normal saline.

Prinsip debridement adalah untuk membersihkan kontaminasi yang

terdapat di sekitar fraktur dengan melakukan pengangkatan terhadap jaringan

41

Fasciotomi mungkin

diperlukan pada setiap

waktu sebelum 5 hari pertama

Pengamatan kembali dan jika perlu penutupan jaringan lunak

Pengamatan keduaDebridemen lebih lanjut

Penutupan jaringan lunak jika memungkinkan

Gabungan penilaian konsultanRencana Manajemen

DebridemenMonitoring Kompartemen

Transfer ke unit Bedah Plastik kecuali jika pasien memiliki cedera multipel

Hari ke 0

Hari ke 2

Hari ke 4

Menerima dari unit orthopedi

Page 42: Referat fraktur

yang non viabel dan material asing, seperti pasir yang melekat pada jaringan

lunak. Dilakukan penilaian pada sekitar jaringan sekitar tulang, cedera pembuluh

darah, tendon, otot, saraf. Debridement jaringan otot dipertimbangkan jika otot

terkontaminasi berat dan kehilangan kontraktilitas. Debridement pada tendon

mempertimbangkan kontraktilitas tendon, sedangkan debridement pada kulit

dilakukan hingga timbul perdarahan. Pada fraktur terbuka grade IIIb dan IIIc

dilakukan serial debridement yang diulang dalarn selang waktu 24-72 jam untuk

tercapainya debridement definitif.

D. Operatif/Pembedahan

Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari bahan asing dan jaringan

mati, serta memberikan persediaan darah yang baik di seluruh bagian tersebut.

Dalam anestesi umum, pakaian pasien dilepas, sementara itu asisten

mempertahankan traksi pada tungkai yang mengalami cedera dan menahannya

agar tetap diam. Pembalut yang sebelumnya digunakan pada luka diganti dengan

bantalan yang steril dan kulit di sekitarnya dibersihkan dan dicukur. Kemudian

bantalan diangkat dan luka diirigasi seluruhnya dengan garam fisiologis. Irigasi

akhir dapat disertai antibiotik seperti basitrasin. Tornikuet tidak digunakan karena

dapat membahayakan sirkulasi dan menyulitkan pengenalan struktur yang mati.

Kulit

Pertahankan kulit semaksimal mungkin, luka dieksisi sedikit mungkin dari

tepi luka. Luka sering diperluas dengan insisi yang terencana untuk

memperoleh daerah terbuka yang memadai. Setelah diperluas, pembalut dan

bahan asing lainnya dapat dilepas.

Fasia

Fasia dibelah secara meluas sehingga sirkulasi tidak terhalang.

Otot

Otot yang mati dapat membahayakan karena otot tersebut dapat menjadi

sumber makanan bagi bakteri. Otot yang mati ini biasanya dapat dikenali

dengan adanya perubahan warna yang keungu-unguan, konsistensi buruk,

tidak dapat berkontraksi jika dirangsang, dan tidak berdarah jika dipotong.

Semua otot mati dan kemampuan hidupnya meragukan sebaiknya dieksisi.

42

Page 43: Referat fraktur

Pembuluh darah

Pembuluh darah yang banyak mengalami perdarahan diikat dengan cermat

tetapi untuk meminimalkan jumlah benang yang tertinggal dalam luka,

pembuluh kecil dijepit dengan gunting tang arteri dan dipilin.

Saraf

Saraf yang terpotong dan baik akan dibiarkan saja. Jika luka bersih dan

ujung saraf dijahit dengan bahan yang tidak dapat diserap untuk memudahkan

pengenalan di hari berikutnya.

Tendon

Biasanya tendon yang terpotong juga dibiarkan saja. Seperti halnya saraf,

penjahitan diperbolehkan hanya kalau luka itu bersih dan diseksi tidak

diperlukan.

Tulang

Permukaan fraktur dibersihkan secara perlahan dan ditempatkan kembali

pada posisi yang benar. Tulang seperti kulit harus diselamatkan, fragmen baru

boleh dibuang bila kecil dan lepas semua sekali.

Sendi

Cedera sendri terbuka diterapi dengan pembersihan luka, penutupan

sinovium dan antibiotika sistemik. Drainase atau irigasi sedang hanya

digunakan jika terjadi kontaminasi hebat.

E. Penutupan luka

Luka kecil tipe 1 dan tidak terkontaminasi yang dibalut dalam beberapa

jam setelah cedera , setelah debridemen dan dapat dijahit (asalkan dapat dilakukan

tanpa tegangan) atau dilakukan pencangkokan kulit. Luka yang lain harus

dibiarkan terbuka hingga bahaya tegangan dan infeksi terlewati. Luka dibalut

sekedarnya dengan kassa steril dan diperiksa setelah 5 hari. Jika bersih, luka

tersebut dijahit atau dilakukan pencangkokan kulit ( penutupan primer tertunda).

Luka tipe III mungkin perlu debridement lebih dari sekali dan memrlukan

bedah plastic untuk penutupan luka, serta penggunaan penutup otot vaskuler.

Idealnya, penutupan luka seharusnya terjadi selama 72 jam, atau lebih cepat.

43

Page 44: Referat fraktur

Penutupan luka hamper selalu membutuhkan cangkok kulit atau penutup lainnya

(penutup bebas, fasciocutenus, dan vaskularisasi).

F. Stabilisasi fraktur

Stabilisasi fraktur diperlukan untuk mengurangi kemungkinan infeksi dan

pemulihan jaringan lunak. Cara fiksasi tergantung derajat kontaminasi, lamanya

dari kejadian hingga operasi, serta kerusakan jaringan lunak. Jika tidak terdapat

kontaminasi nyata dan selang waktunya kurang dari 8 jam, fraktur terbuka dari

semua grade hingga tipe IIIA dapat ditangani seperti luka tertutup, berupa cast

splintage, pemberian paku intramedular atau fiksasi eksternal dapat dilakukan

tergantung karakteristik dari fraktur dan luka. Luka yang sangat parah hampir

akan melibatkan bedah bplastik dan bedah orthopedi. Metode dalam stabilisasi

tergantung luasnya dari penutup jaringan lunak yang membutuhkan pemakaian

penutup, meskipun fiksasi internal dapat mengatasi masalahnya. Pada unit

tertentu, jika pekerja memiliki pengalaman yang banyak dalam penyembuhan

fraktur terbuka yang parah, meskipun luka grade IIIB dapat diatasi dengan

mengunci paku. Plat dan screw dapat digunakan untuk fraktur metafisis atau

artikuler, dengan syarat ahli bedah tersebut berpengalaman dalam

menggunakannya dan keadaannya ideal.

Gambar. Tatalaksana fraktur terbuka

Stabilisasi fraktur sangat menentukan dan biasanya terbaik

dicapai dengan fiksasi eksternal.

44

Page 45: Referat fraktur

G. Perawatan Lanjutan Pasca Tindakan

Tungkai ditinggikan di atas tempat tidur dan sirkulasinya diperhatikan

dengan cermat. Syok mungkin masih membutuhkan terapi. Antibiotik dilanjutkan

jika luka terbuka, kultur sudah didapat dan jika perlu penggantian antibiotik.

Jika luka dibiarkan terbuka, periksa setelah 5-7 hari. Penjahitan primer

tertunda sering aman, atau jika terdapat banyak kehilangan kulit dapat dilakukan

pencangkokan kulit. Jika terus terjadi toksemia atau septicemia meskipun telah

diberi kemoterapi, luka tersebut didrainase (terapi aman satu-satunya jika fraktur

yang tidak ditangani 24 jam setelah cedera).

Gambar. Fraktur terbuka – Infeksi

(a).Fragmen tibia bagian atas telah menembus kulit, namun fraktur tetap diberi

plat. (b).Luka sembuh dengan cepat; fraktur tidak; beberapa bulan kemudian kulit

menjadi merah dan parah (c).Plat dilepas setelah 1 tahun (d)-tulang masih

terinfeksi, fraktur masih belum terkonsolidasi.

H. Sequele pada Fraktur Terbuka

Kulit

Jika terdapat kehilangan kulit atau kontraktur, pencangkokan mungkin

diperlukan. Bila dilakukan operasi perbaikan atau rekonstruksi pada jaringan yang

lebih dalam, pencangkokan kulit dengan ketebalan penuh sangat diperlukan.

Tulang

Infeksi dapat mengakibatkan sekuster dan sinus. Sekuester yang kecil

harus disingkirkan secara dini, tetapi potongan tulang yang besar tidak boleh

dieksisi. Penundaan penyatuan tidak dapat dielakkan setelah infeksi fraktur, tetapi

45

Page 46: Referat fraktur

penyatuan akan terjadi jika infeksi dikendalikan dan terapi dilanjutkan dalam

waktu yang cukup lama.

Sendi

Bila fraktur yang terinfeksi mempunyai hubungan dengan suatu sendi,

prinsip terapinya sama seperti infeksi tulang, yaitu pengobatan, drainase, dan

pembebatan. Sendi itu harus dibebat dalam posisi optimum untuk ankilosis, agar

ini tidak terjadi. Pada fraktur terbuka, meskipun tidak berhubungan dengan sendi,

kekakuan hampIr tidak dapat dihindari. Keadaan ini dapat diminimalkan dengan

latihan aktif yang ditingkatkan secara perlahan atau dengan gerakan pasif yang

terus menerus, bila telah dipastikan bahwa infeksi telah dapat diatasi.

2.2.8 Penyembuhan Fraktur2,5

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.

Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa

jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada

penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses

penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami

kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi

konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang

secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga

merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses

penyembuhan fraktur berbeda pada tulang kortikal pada tulang panjang serta

tulang kanselosa pada metafisis tulang panjang atau tulang-tulang pendek,

sehingga kedua jenis penyembuhan fraktur ini harus dibedakan.

Proses Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:

46

Page 47: Referat fraktur

1. Fase hematoma

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil

yang melewati kanalikuli dalam sistem harvesian mengalami robekan pada

daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur.

Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong

dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi

sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.

Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah

fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu

daerah cincin avaskuler tulang yang matipada sisi sisi fraktur segera

setelah trauma. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi

sampai 2 – 3 minggu.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu

reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel

osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk suatu

kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna

sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan

yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari

diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam

jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi

pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan

yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor

ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan

hematoma suatu daerah fraktur.

Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa

yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus

belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.

47

Page 48: Referat fraktur

Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan

berakhir pada minggu ke 4 – 8.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen

sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas

membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks

interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam

kalsium membentuk suatu tulang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai

woven bone. Pada pemeriksaan radiologis pertama terjadi penyembuhan

fraktur.

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan

diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang

menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara

bertahap. Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 – 8 dan berakhir

pada minggu ke 8 – 12 setelah terjadinya fraktur.

48

Page 49: Referat fraktur

5. Fase remodelling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian

yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis

medularis. Pada fase remodelling ini, perlahan-lahan akan terjadi resorbsi

secara osteoklasik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan

kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat

berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem harvesian dan

kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang

sumsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 – 12 dan

berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur.

WAKTU PENYEMBUHAN FRAKTUR

Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan

dengan beberapa faktor penting pada penderita, antara lain:

1. Umur penderita

Waktu penyembuhan tulang pada anak – anak jauh lebih cepat pada orng

dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis

pada daerah periosteum dan endoestium dan juga berhubungan dengan

proses remodeling tulang pada bayi pada bayi sangat aktif dan makin

berkurang apabila unur bertambah

2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur

Lokalisasi fraktur memegang peranan sangat penting. Fraktur metafisis

penyembuhannya lebih cepat dari pada diafisis. Disamping itu konfigurasi

fraktur seperti fraktur tranversal lebih lambat penyembuhannya dibanding

dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.

49

Page 50: Referat fraktur

3. Pergeseran awal fraktur

Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka

penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang

bergeser. Terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan

menyebabkan kerusakan periosteum yang lebih hebat.

4. Vaskularisasi pada kedua fragmen

Apabila kedua fragmen memiliki vaskularisasi yang baik, maka

penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur

vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian, maka akan

menghambat terjadinya union atau bahkan mungkin terjadi nonunion.

5. Reduksi dan Imobilisasi

Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang

lebih baik dalam  bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan

mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan

mengganggu penyembuhan fraktur.

6. Waktu imobilisasi

Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum

terjadi union, maka kemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat besar.

7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan

lemak.

Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteal, maupun otot

atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua

ujung fraktur.

8. Adanya infeksi

Bila terjadi infeksi didaerah fraktur, misalnya operasi terbuka pada fraktur

tertutup atau fraktur terbuka, maka akan mengganggu terjadinya proses

penyembuhan.

50

Page 51: Referat fraktur

9. Cairan Sinovia

Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan

dalam penyembuhan fraktur.

10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak

Gerakan pasif dan aktif pada anggota gerak akan meningkatkan

vaskularisasi daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan didaerah fraktur

tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.

Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu – 4 bulan. Waktu penyembuhan

pada anak secara kasar setengah waktu penyembuhan daripada orang dewasa.

Perkiraan  penyembuhan fraktur pada orang dewasa dapat di lihat pada table

berikut :

LOKALISASI WAKTU PENYEMBUHAN (minggu)

Phalang / metacarpal/ metatarsal / kosta

Distal radius

Diafisis ulna dan radius

Humerus

Klavicula

Panggul

Femur

Condillus femur / tibia

Tibia / fibula

Vertebra

3 – 6

6

12

10 – 12

6

10 – 12

12 – 16

8 – 10

12 – 16

12

PENILAIAN PEYEMBUHAN FRAKTUR

Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis

dan union secara radiologik. Penilaian secara klinis dilakukan dengan

pemeriksaan daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah

51

Page 52: Referat fraktur

fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan

nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh

penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis

telah terjadi union dari fraktur.

Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan roentgen pada daerah

fraktur dan dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan

adanya trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat

lanjut dapat dilihat adanya medulla atau ruangan dalam daerah fraktur.

Salah satu tanda proses penyembuhan fraktur adalah dengan terbentuknya

kalus yang menyeberangi celah fraktur (bridging callus) untuk menyatukan

kembali fragmen-fragmen tulang yang fraktur). Pembentukan bridging callus

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jarak antara fragmen, stabilitas fraktur,

vaskularisasi, keadaan umum penderita, umur, lokasi fraktur, infeksi dan lain-lain.

Vaskularisasi daerah fraktur dapat berasal dari periosteum, endosteum dan

medulla.

52

Page 53: Referat fraktur

2.2.9 Komplikasi Fraktur

Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat

penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.

a. Komplikasi umum5,6

Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan

gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut dapat terjadi

dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan

terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi

umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau

gas gangren.

b. Komplikasi Lokal5

Komplikasi dini

Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca

trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut

komplikasi lanjut.

• Pada Tulang

1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.

2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi

pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan

non union

Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering

terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga

terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.

• Pada Jaringan lunak

1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial

karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan

melakukan pemasangan elastik.

2. Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh

karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.

53

Page 54: Referat fraktur

• Pada Otot

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut

terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut

yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit

dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau thrombus.

• Pada pembuluh darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.

Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi

dan perdarahan berhenti spontan.

Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.

Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan

mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan

intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri

yang lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh

vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal

lesi.

Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot

pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan

neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat

terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran

darah dan terjadi edema dalam otot.

Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat

menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan

fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur

volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor

(pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis

• Pada saraf

Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis

(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi

nervus.5

54

Page 55: Referat fraktur

Komplikasi lanjut 5,6

Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada

pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau

perpanjangan.

• Delayed union

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal.

Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-

ujung fraktur.

Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila

lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)

• Non union

Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.

Tipe I (hypertrophic non union)

Tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen

fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union

dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.

Tipe II (atrophic non union)

Disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial

sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak

akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.

Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum

yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi

yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi,

infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)

• Mal union

Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.

Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.

• Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan

operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai

non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami

55

Page 56: Referat fraktur

osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan

atropi otot.

• Kekakuan sendi

Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,

sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,

perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek

waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan

periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan

kekakuan sendi menetap.

56

Page 57: Referat fraktur

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah

fraktur. Penyebabnya dapat berupa trauma langsung dan tidak langsung.

Diagnosis frakturdidapatkan dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik serta

penunjang berupa pemeriksaan rafiologis. Tujuan dari tata laksana fraktur adalah

untuk mengurangi resiko infeksi, terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi

anggota gerak. Penatalaksanaan fraktur tertutup dan terbuka berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

57

Page 58: Referat fraktur

1. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.

2. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Struktur dan Fungsi Tulang,

Edisi ke-3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 6-11.

3. Carlos Junqueira, Jose Carniero, Robert Kelley. 1998. Histologi Dasar.

Jakarta : EGC.

4. Ott S. Bone Growth and Remodelling. 2008. Available from:URL:

depts.washington.edu/bonebio/ASBMRed/growth.html. Accessed 5

November 2014.

5. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th

ed. London: Hodder Arnold; 2010.

6. Chapman MW. Chapman’s orthopaedic surgery. 3rd ed. Boston: Lippincott

Williams&wilkins; 2001. p 756-804.

7. Konowalchuk BK, editor. Tibia shaft fractures [online]. 2012. Available

from: http://www.emedicine.medscape.com/article/1249984 Accessed 5

November 2014.

8. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal

system. USA: Williams & Wilkins; 1999. p. 436-8.

9. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Trauma, Fraktur Terbuka,

Edisi ke-3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 317-478.

10. Buckley, R. General Principles of Fracture Care Treatment and

Management. Emedicine Drugs, Desease and Procedures. 2012.

58