32
REFERAT -II RADIOFARMAKA PENCITRAAN JANTUNG DENGAN SPECT Oleh: Andika Hananto Gunawan, dr. Pembimbing: Budi Darmawan, dr., SpKN. DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN NUKLIR DAN PENCITRAAN MOLEKULER RUMAH SAKIT UMUM DR. HASAN SADIKIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG

Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

  • Upload
    andikhg

  • View
    163

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

REFERAT -II

RADIOFARMAKA PENCITRAAN JANTUNG DENGAN SPECTOleh:Andika Hananto Gunawan, dr.

Pembimbing:Budi Darmawan, dr., SpKN.

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN NUKLIR DAN PENCITRAAN MOLEKULERRUMAH SAKIT UMUM DR. HASAN SADIKIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARANBANDUNG

Page 2: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

ii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ...................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

Anatomi Arteria Koronaria dan Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner ............. 6

BAB II : RADIOFARMAKA PENCITRAAN JANTUNG DENGAN SPECT ............ 6

Radiofarmaka Pencitraan Perfusi Miokard dengan SPECT ................................... 7

Tl-201 Thallous Klorida ................................................................................. 8

Radiofarmaka untuk Pemeriksaan Perfusi Miokard Berlabel Tc-99m .......... 10

- Tc-99m Sestamibi .................................................................................... 11

- Tc-99m Tetrofosmin ................................................................................ 12

- Tc-99m Teboroxime ................................................................................ 13

- Tc-99m N-NOET .................................................................................... 13

Radiofarmaka Pencitraan SPECT Memori Iskemia (Ischemic MemoryImaging)

dengan I-123 IPPA dan I-123 BMIPP ................................................................... 14

Radiofarmaka SPECT untuk Menilai Persarafan Simpatis Jantung

dengan MIBG ......................................................................................................... 18

Radiofarmaka untuk Pemeriksaan Multiple Gated Equilibrium

Blood Pool Imaging (MUGA) ............................................................................... 22

Page 3: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

iii

Radiofarmaka SPECT untuk Deteksi Apoptosis

dengan Tc-99m Annexin-V ..................................................................................... 24

BAB III : PENUTUP ......................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 28

Page 4: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

1

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini kemajuan dalam bidang instrumentasi pencitraan kedokteran disertai pengembangan

radiofarmaka telah merevolusi kedokteran nuklir, khususnya kardiologi nuklir. Penilaian perfusi,

fungsi serta metabolisme miokard menggunakan radiofarmaka telah menjadi metoda yang mapan.

Beberapa radiofarmaka untuk pencitraan miokard telah tersedia, namun setiap senyawa radiofarmaka

ini tentunya memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, dan pemilihan agen/bahan radiofarmaka

yang sesuai bergantung pada sang dokter.1

Penyakit jantung koroner (PJK), stroke, serta gagal jantung kongestif (congestive heart

failure/CHF) merupakan tiga penyebab mayor dari kematian oleh karena penyakit kardiovaskuler.

Prosedur pencitraan nuklir di bidang kardiologi dewasa ini diarahkan kepada deteksi PJK dan gagal

jantung berdasarkan atas penilaian aliran darah miokardium (MBF: myocardial blood flow) serta

metabolisme substrat menggunakan radiofarmaka baik untuk modalitas SPECT maupun PET.1

Dalam beberapa dekade terakhir, penggunaan pencitraan perfusi miokard kualitatif

menggunakan SPECT telah diperluas mencakup kombinasi dari evaluasi perfusi, cadangan perfusi,

dan fungsi ventrikel, serta pencitraan dengan MIBG juga telah dikembangkan untuk memberikan

visualisasi ujung saraf simpatis, yang padanya biasanya terjadi perubahan pada pasien-pasien dengan

diabetes mellitus dan kardiomiopati. Makin lama tampaknya strategi pencitraan diarahkan dari terapi

kepada penekanan pada prevensi penyakit. Berbagai kemajuan dalam biologi molekular akan

memegang peran kunci dalam pendekatan antardisiplin ilmu dalam memahami lebih dalam asal

penyakit, patogenesis, serta proses penyakit jantung, dan nantinya menyentuh evaluasi atas intervensi

penyakit. Kemajuan-kemajuan biologi molekuler tersebut di antaranya adalah strategi pencitraan baru

bagi PJK, plak koroner yang rentan, aterotrombosis, angiogenesis, gagal jantung, apoptosis,

transplantasi sel punca, serta terapi gen.1

Tujuan utama dari teknik pencitraan molekuler sendiri adalah (a) deteksi dini penyakit, (b)

monitor terapi yang objektif, dan (c) prognostikasi progresi penyakit yang lebih baik.1

Page 5: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

2

Anatomi Arteria Koronaria dan Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner

Otot jantung diperdarahi oleh arteria koronaria. Arteria koronaria (kanan dan kiri) muncul

dari sinus koronarius kanan dan kiri aorta. Arteria koronaria utama kiri (left main coronary artery)

bercabang menjadi dua arteria: left anterior descending artery/LAD dan left circumflex artery/LCx.

Arteria koronaria kanan bercabang menjadi posterior descending artery/PDA dan suatu cabang

ventrikel kiri posterior (arteria nodalis dan arteria marginalis kanan). LAD nantinya akan

beranastomosis dengan PDA. LAD menyuplai darah bagi dua-pertiga bagian anterior septum

interventrikuler, apeks, serta dinding anterior ventrikel kanan dan kiri. LCx memiliki cabang utama,

yaitu arteria marginalis kiri, dan pada sekitar 10-15% populasi, LCx beranastomosis pula dengan

RCA membentuk pangkal dari PDA. Secara umum, LCx menyuplai dinding posterior atrium kiri dan

bagian superior dari ventrikel kiri. PDA menyuplai sepertiga posterior septum interventrikuler dan

nodus atrioventrikuler/AV. Arteria nodalis menyuplai atrium kiri dan nodus sinosurikuler/SA,

sedangkan arteria marginalis kanan menyuplai sebagian ventrikel kanan, dinding ventrikel kiri bagian

inferior, serta PDA. Arteria koronaria dan cabang-cabangnya bercabang-cabang lagi menjadi arteria-

arteria kecil kemudian arteriol-arteriol, kemudian akhirnya berakhir menjadi end arteries yang

menyuplai jaringan miokard.1,2

Gambar 1. Jantung dengan arteriakoronaria kanan dan kiri (Vallabhajosula,Molecular Imaging – Radiopharmaceuti-cals for PET and SPECT, 2009)

Page 6: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

3

Penyakit jantung koroner dapat berujung pada iskemia miokard, infark miokard, gagal

jantung maupun kematian mendadak. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen otot

jantung menyebabkan iskemia miokard. Peningkatan kebutuhan oksigen dapat terjadi oleh karena

peningkatan denyut jantung atau fenomena fisiologis lain seperti peningkatan kontraksi ventrikel kiri,

tekanan dinding sistolik, kadar katekolamin, ataupun metabolisme miokard. Penurunan suplai terjadi

terutama karena spasme atau obstruksi koroner dan dalam penyakit jantung koroner biasanya iskemia

miokard terjadi sebagai akibat spasme maupun obstruksi ini. Secara klinis, iskemia miokard ini tampil

sebagai nyeri dada atau angina pektoris, dengan ataupun tanpa gambaran perubahan segmen ST pada

EKG.1

Patofisiologi penyakit jantung koroner tak dapat dipisahkan dari aterosklerosis (Yunani:

athere = akumulasi fokal; sclerosis = penebalan/pengerasan tunica intima), yang melibatkan interaksi

yang kompleks antara sel-sel endotel, sel otot polos arteri, trombosit, serta lekosit. Inflamasi vaskuler,

penimbunan lemak, kalsium serta debris seluler di dalam tunika intima menyebabkan pembentukan

plak. Plak ini berkontribusi pada remodeling vaskuler, obstruksi lumen pembuluh, abnormalitas aliran

darah, dan penurunan suplai ke otot miokard.3

Proses paling awal dari aterosklerosis adalah timbulnya “lintasan lipid” dalam tunika intima

dinding pembuluh, dan terutama mengandung makrofag pengangkut lipid, limfosit T, dan sel-sel otot

polos. Jalur atau lintasan ini dapat dijumpai baik di aorta maupun arteria koronaria pada usia yang

sangat belia. Lintasan lipid ini dapat berlanjut membentuk plak fibrosa, akibat akumulasi lipid secara

progresif yang disertai proliferasi sel-sel otot polos. Proliferasi sel-sel otot polos di dalam tunika

intima membuat penonjolan pada lesi aterosklerosis, permukaannya dapat meninggi beberapa

milimeter dari dinding sekitarnya. Sejumlah faktor molekuler seperti faktor pertumbuhan (seperti

platelet-derived growth factor/PDGF), eikosanoid (ester-ester kolesterol terhidrolisa), sitokin (contoh:

faktor nekrosis tumor, interleukin-1, serta interferon), serta nitric oxide/NO berperan penting dalam

proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos.1

Proses awal aterosklerosis tadi kemudian berlanjut dengan adanya disfungsi endotel. Plak

fibrosa yang terbentuk disusul oleh proses remodeling dan penyempitan progresif vaskuler serta aliran

darah abnormal. Ruptur dari lapisan protektif fibrosa ini akibat kelemahan atau pengikisan terhadap

Page 7: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

4

endotel yang melingkupinya akan berakibat lepasnya material trombogenik dari plak ke aliran

sirkulasi darah. Hal ini akan membentuk lesi yang lanjut atau komplikata. Sel-sel inflamasi akan

bergerak untuk melokalisasi bagian sisi-sisi plak yang rentan tersebut. Suatu ruptur plak akan

mengakibatkan adanya pembentukan/formasi trombus, oklusi pembuluh darah parsial atau komplit,

atau organisasi trombus di dalam plak sehingga menyebabkan progresi lesi aterosklerosis lebih lanjut.

Ringkasan proses terjadinya aterosklerosis ini dapat dilihat pada Tabel 1.1,2

Tabel 1. Tipe-tipe lesi atherosklerotik. (dikutip dari Elgazzar, The PathophysiologicBasis of Nuclear Medicine, Second Edition, 2006, adaptasi dari Committee on VascularLesions of the Council on Atherosclerosis, American Heart Association)

Marcello Malpighi (1628-1694), seorang dokter berkebangsaan Italia menjelaskan adanya

lapisan dalam pembuluh darah yang disebut “endotelium vaskuler”. Pada seseorang dengan berat

tubuh 70 kg, endotel tersebut menyelubungi area seluas 700 m2 dan beratnya sekitar 1 hingga 1,5 kg.

Sisi dalam sel-sel endotel merupakan organ vasoaktif, yang mengatur tonus vaskuler melalui produksi

beberapa jenis zat/faktor. Sel-sel endotel mensekresi vasodilator (endothelium-derived relaxing

factor/EDRF, nitric oxide/NO, bradikinin. Prostasiklin, substansi P, histamin dan serotonin) dan

vasokonstriktor (endotelin-1/ET-1, endotelium 1, 2, dan 3, angiotensin II, tromboksan A2,

prostaglandin/PGH2) yang poten. Pada kondisi vascular bed yang normal dan sehat, vasodilatasi lebih

dominan daripada vasokonstriksi. Namun perubahan-perubahan dalam keseimbangan oksigen

miokard akan berujung pada perubahan-perubahan mendadak pada resistensi vaskuler.1

4

endotel yang melingkupinya akan berakibat lepasnya material trombogenik dari plak ke aliran

sirkulasi darah. Hal ini akan membentuk lesi yang lanjut atau komplikata. Sel-sel inflamasi akan

bergerak untuk melokalisasi bagian sisi-sisi plak yang rentan tersebut. Suatu ruptur plak akan

mengakibatkan adanya pembentukan/formasi trombus, oklusi pembuluh darah parsial atau komplit,

atau organisasi trombus di dalam plak sehingga menyebabkan progresi lesi aterosklerosis lebih lanjut.

Ringkasan proses terjadinya aterosklerosis ini dapat dilihat pada Tabel 1.1,2

Tabel 1. Tipe-tipe lesi atherosklerotik. (dikutip dari Elgazzar, The PathophysiologicBasis of Nuclear Medicine, Second Edition, 2006, adaptasi dari Committee on VascularLesions of the Council on Atherosclerosis, American Heart Association)

Marcello Malpighi (1628-1694), seorang dokter berkebangsaan Italia menjelaskan adanya

lapisan dalam pembuluh darah yang disebut “endotelium vaskuler”. Pada seseorang dengan berat

tubuh 70 kg, endotel tersebut menyelubungi area seluas 700 m2 dan beratnya sekitar 1 hingga 1,5 kg.

Sisi dalam sel-sel endotel merupakan organ vasoaktif, yang mengatur tonus vaskuler melalui produksi

beberapa jenis zat/faktor. Sel-sel endotel mensekresi vasodilator (endothelium-derived relaxing

factor/EDRF, nitric oxide/NO, bradikinin. Prostasiklin, substansi P, histamin dan serotonin) dan

vasokonstriktor (endotelin-1/ET-1, endotelium 1, 2, dan 3, angiotensin II, tromboksan A2,

prostaglandin/PGH2) yang poten. Pada kondisi vascular bed yang normal dan sehat, vasodilatasi lebih

dominan daripada vasokonstriksi. Namun perubahan-perubahan dalam keseimbangan oksigen

miokard akan berujung pada perubahan-perubahan mendadak pada resistensi vaskuler.1

4

endotel yang melingkupinya akan berakibat lepasnya material trombogenik dari plak ke aliran

sirkulasi darah. Hal ini akan membentuk lesi yang lanjut atau komplikata. Sel-sel inflamasi akan

bergerak untuk melokalisasi bagian sisi-sisi plak yang rentan tersebut. Suatu ruptur plak akan

mengakibatkan adanya pembentukan/formasi trombus, oklusi pembuluh darah parsial atau komplit,

atau organisasi trombus di dalam plak sehingga menyebabkan progresi lesi aterosklerosis lebih lanjut.

Ringkasan proses terjadinya aterosklerosis ini dapat dilihat pada Tabel 1.1,2

Tabel 1. Tipe-tipe lesi atherosklerotik. (dikutip dari Elgazzar, The PathophysiologicBasis of Nuclear Medicine, Second Edition, 2006, adaptasi dari Committee on VascularLesions of the Council on Atherosclerosis, American Heart Association)

Marcello Malpighi (1628-1694), seorang dokter berkebangsaan Italia menjelaskan adanya

lapisan dalam pembuluh darah yang disebut “endotelium vaskuler”. Pada seseorang dengan berat

tubuh 70 kg, endotel tersebut menyelubungi area seluas 700 m2 dan beratnya sekitar 1 hingga 1,5 kg.

Sisi dalam sel-sel endotel merupakan organ vasoaktif, yang mengatur tonus vaskuler melalui produksi

beberapa jenis zat/faktor. Sel-sel endotel mensekresi vasodilator (endothelium-derived relaxing

factor/EDRF, nitric oxide/NO, bradikinin. Prostasiklin, substansi P, histamin dan serotonin) dan

vasokonstriktor (endotelin-1/ET-1, endotelium 1, 2, dan 3, angiotensin II, tromboksan A2,

prostaglandin/PGH2) yang poten. Pada kondisi vascular bed yang normal dan sehat, vasodilatasi lebih

dominan daripada vasokonstriksi. Namun perubahan-perubahan dalam keseimbangan oksigen

miokard akan berujung pada perubahan-perubahan mendadak pada resistensi vaskuler.1

Page 8: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

5

Nitric oxide/NO, prostaglandin, karbondioksida, adenosin serta ion hidrogen merupakan

beberapa mediator penting yang bertanggung jawab dalam menjaga tonus vaskuler. NO merupakan

endothelium-derived relaxing factor/EDRF terpenting. Dalam kondisi normal, NO dilepaskan secara

kontinyu, membantu menjaga status vasodilator, mencegah agregasi dan adhesi trombosit serta

menghambat proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos vaskuler. Pada disfungsi endotel, terjadi

hilangnya bioavailibilitas NO, baik karena sintesis yang berkurang maupun metabolisme NO yang

meningkat. Berbagai faktor risiko seperti merokok, diabetes mellitus, dislipidemia, hipertensi, usia

lanjut, menopause serta hiperhomosistinemia, mengakibatkan gangguan vasodilatasi endothelium

dependent, mutasi RNA messenger (mRNA) enzim nitric oxide synthetase serta destabilisasi

pascatranskripsi mRNA. Penurunan kadar NO berakibat meningkatnya adhesi dan faktor jaringan,

serta menurunnya aktivator plasminogen dan trombomodulin, pada gilirannya mengakibatkan

peningkatan pembentukan trombus dari trombosit.1

Inflamasi juga berimbas pada patogenesis PJK. Inflamasi merupakan respons yang umum sel-

sel endotel terhadap berbagai faktor yang menyerang tunika intima. Kenaikan kadar marker inflamasi,

khususnya C-reactive protein (CRP) secara tak langsung mendukung anggapan ini. Pada kasus

angina tidak stabil, kadar CRP terbukti merupakan prediktor kuat akan mortalitas dan risiko terjadinya

cardiac event dalam jangka pendek. Demikian pula infeksi kronis seperti Chlamydia pneumoniae dan

sitomegalovirus (CMV) berkaitan dengan aterosklerosis; kadar antibodi antiklamidia misalnya

terbukti berkaitan dengan risiko coronary event pada masa mendatang.3

Otot jantung sendiri memiliki dua sifat penting, yakni eksitabilitas listrik dan kontraktilitas.

Kemampuan sel otot miokard untuk berkontraksi dan membangkitkan daya yang perlu untuk menjaga

sirkulasi darah dicapai melalui fungsi kontraksi yang unik dalam dua protein sarkomer (aktin dan

miosin) yang tersusun secara anyaman miokard yang bercabang (syncitium). Untuk keperluan

pengaturan kontraksi, otot jantung diinervasi oleh saraf autonom, yang terdiri atas saraf simpatis yang

keluar dari ganglia servikalis dan ganglia torakalis superior (T1-T4), serta saraf parasimpatis dari

cabang nervus vagus. Kedua persarafan ini bekerja sama secara antagonistis dalam menentukan

kontraksi otot jantung agar homeostasis tubuh terjaga. Otot jantung juga memiliki suplai fosfat

berenergi tinggi yang diperlukan untuk kontraksi.1

Page 9: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

6

BAB II

RADIOFARMAKA PENCITRAAN JANTUNG DENGAN SPECT

Radiofarmaka Pencitraan Perfusi Miokard dengan SPECT

Pencitraan perfusi miokard merupakan metoda noninvasif yang sudah mapan untuk menilai

aliran darah koroner, juga untuk mengidentifikasi abnormalitas dalam aliran darah arteria koronaria

dan menentukan relevansi fisiologisnya dalam fungsi dan viabilitas miokard. Pencitraan perfusi

miokard membutuhkan injeksi radiofarmaka secara intravena diikuti pencitraan ambilan regional

miokard. Paling sering pencitraan didapatkan dengan teknik tomografik (yaitu dengan SPECT: single-

photon emission computerized tomography) dengan “dipagari” (gated) menggunakan sinkronisasi

EKG. Dengan menggunakan uji stress dengan latihan fisik atau dengan bahan farmakologi, pencitraan

perfusi miokard mampu mengungkap adanya defek perfusi miokard yang tidak dtemukan pada saat

istirahat. Dalam tulisan ini, metode akuisisi pencitraan perfusi miokard sendiri tidak akan dibahas

secara sangat detil.

Radiofarmaka untuk perfusi miokard harus bersifat mendekati sifat ideal yang diperlukan

sebagai berikut:

sanggup melacak aliran darah miokard hingga seluruh jangkauan fisiologis

diambil (di-uptake) dengan cepat ( dengan kata lain: memiliki laju ekstraksi miokard yang

tinggi)

seluruhnya terekstraksi dari pembuluh darah (koefisien ekstraksi tinggi)

menunjukkan hubungan linier antara ambilan miokard dan aliran darah

tertahan di miokard untuk periode waktu yang cukup untuk pencitraan

ambilan tidak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan kondisi metabolik ataupun hipoksia

menunjukkan ambilan ekstrakardial yang rendah

menunjukkan redistribusi miokard

mudah pelabelannya

setelah dilabel menunjukkan stabilitas senyawa.4

Page 10: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

7

Radiofarmaka yang paling sering dipakai untuk pencitraan perfusi miokard adalah Tl-201

thallous klorida, Tc-99m sestamibi, serta Tc-99m tetrofosmin. Tentu saja dari ketiga radiofarmaka ini

tidak ada satupun yang ideal, masing-masing memiliki kelebihan maupun kekurangan.

Tl-201 Thallous Klorida

Tl-201 merupakan radiofarmaka pertama yang dipakai secara luas untuk sidik perfusi

miokard. Sejak akhir 1970-an, Tl-201 digunakan untuk pencitraan planar untuk mendeteksi penyakir

jantung koroner. Pada tahun 1980-an, Tl-201 merupakan bahan radiofarmaka yang paling umum

digunakan untuk pencitraan perfusi miokard dengan SPECT.5

Tl-201 adalah suatu analog kalium yang diproduksi lewat siklotron, dengan metoda peluruhan

berupa penangkapan elektron menjadi unsur stabil 201Hg sambil melepaskan terutama sinar X

berenergi 75-80 keV serta foton gamma berenergi 137 dan 167 keV yang dipakai untuk pencitraan

(rerata abundance/persentase emisi per-disintegrasi inti masing-masing berturut-turut sebesar 94,5%,

3%, dan 10%). Tl-201 yang memiliki waktu paruh fisik 73,1 jam ini di-uptake secara aktif oleh

pompa enzim Na+, K+-adenosin-trifosfatase di membran sel pada saat first pass melalui pembuluh

darah koroner. Tl-201 memiliki koefisien ekstraksi miokard sebesar 85-90%, jadi paling tinggi bila

dibandingkan dua radiofarmaka berlabel Tc-99m, yakni Tc-99m sestamibi dan Tc-99m tetrofosmin.

Konsentrasi puncak pada miokard dicapai pada 5 menit pascainjeksi (lihat juga perbandingan ambilan

beberapa radiofarmaka untuk perfusi miokard pada Gambar 2). Radiofarmaka ini dibersihkan cepat

dari darah (92% dalam 5 menit; T1/2=40 jam bagi sisa 8% tadi). Bahan ini tidak terkonsentrasi dalam

sistem hepatobilier.6,7,8

Karena terkonsentrasi terutama di ruang intrasel, Tl-201 memiliki waktu paruh biologis yang

panjang (yaitu 2,4 hari). Ekskresinya lewat urin dan feses dalam jumlah/porsi seimbang. Waktu

paruhnya yang panjang dan energi fotonnya yang rendah membawa dampak penting bagi pemilihan

agen ini untuk pemeriksaan pencitraan. Waktu paruh sepanjang ini membawa konsekuensi keharusan

pemberian agen ini hanya dalam dosis rendah agar tak menimbulkan paparan radiasi yang terlampau

besar, sementara energi foton yang rendah memaksa waktu pencitraan yang lebih lama dan timbulnya

Page 11: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

8

lebih banyak atenuasi citra yang membuat kualitas citra menjadi buruk, khususnya pada pasien yang

obese.8

Ada sifat khusus Tl-201 yang tak dimiliki oleh radiofarmaka untuk pencitraan perfusi

miokard berlabel Tc-99m, yakni sifat redistribusinya. Tl-201 tidak tetap tinggal di dalam sel-sel

miokard setelah fase awal ekstraksi, melainkan secara kontinyu bertukar tempat dengan Tl-201 dari

sirkulasi sistemik.6 Kemampuan redistribusi Tl-201 ini, yang tidak dimiliki oleh radiofarmaka lain

dari golongan berlabel Tc-99m, menjadikan pencitraan perfusi miokard menggunakan Tl-201 ini

sebagai baku emas bagi penilaian viabilitas jaringan miokard dengan SPECT.8

Gambar 2. Hubungan antara aliran darah miokard dengan persen aktivitas farmaka baik untukPET maupun SPECT (dari Salerno dan Beller, Noninvasive Assessment of Myocardial Perfusion,Circ Cardiovasc Imaging. 2009;2:412-424)

Tl-201 tidak terperangkap secara permanen di jaringan miokard, melainkan terjadi pertukaran

yang kontinyu antara rongga ekstrasel dan intrasel, juga antara rongga ekstrasel dan intravaskuler.

Fenomena ini disebut redistribusi. Jumlah dan kecepatan pertukaran ini bervariasi dan bergantung

pada tingkat aliran darah pada area yang diinginkan (region of interest) yang akan menyebabkan

perbedaan resolusi dari perfusi pada uji stress dalam 20 atau 30 menit bila perfusi ke daerah iskemik

intak. Untuk alasan ini, pencitraan sebaiknya dimulai dalam 10 hingga 15 menit setelah injeksi pada

saat puncak uji stress (dosis pemberiannya hingga 148 MBq atau hingga 4 mCi). Rangkaian

Page 12: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

9

pencitraan kedua berguna untuk mencitrakan redistribusi Tl-201, yaitu ekuilibrium yang

sesungguhnya, yang merupakan gambaran perfusi saat istirahat dan viabilitas. Serial/rangkaian

pencitraan kedua ini baik dikerjakan 2 hingga 4 jam pasca-injeksi pertama tadi. Pada beberapa pasien

dengan iskemia miokard yang berat, redistribusi bisa sangat lambat dan mencapai lebih dari 4 jam.

Bagi individu yang demikian ini, injeksi kedua dari radiofarmaka dengan dosis rendah (1-2 mCi) pada

saat istirahat dapat mempertinggi sensitivitas deteksi viabilitas, lalu dicitra keesokan harinya.7

Ada pula protokol penggunaan isotop ganda (dual isotope) pada hari yang sama, yakni

menggunakan Tl-201 dan Tc-99m sestamibi. Akuisisi pencitraannya dapat secara terpisah ataupun

secara simultan. Untuk pencitraan yang terpisah, mula-mula disuntikkan 111-148 MBq (3-4 mCi) Tl-

201, dengan posisi pasien tegak untuk mengurangi ambilan pada paru. Pencitraan SPECT diambil 10-

15 menit setelahnya. Setelah citra saat istirahat telah selesai, pasien menjalani uji stress dengan beban

fisik atau dengan beban farmakologi. Selanjutnya pada saat puncak pembebanan 555 MBq-1,11 GBq

(atau 15-30 mCi) Tc-99m sestamibi disuntikkan, lalu akuisisi SPECT dimulai 15 menit setelah

injeksi. Untuk uji viabilitas, pasien bisa diberi injeksi kedua thalium lalu dicitra kembali keesokan

paginya (alternatifnya, injeksi kedua thalium dapat diberikan malam hari sebelum pencitraan

keesokan paginya).8

Keuntungan protokol akuisisi terpisah dengan dual isotop ini antara lain pendeknya durasi

pemeriksaan (<2 jam), kontras pada daerah defek tampak optimal tercitra, tidak bermaknanya

pengaruh /kontribusi Tl-201 pada window Tc-99m (tidak seperti apabila memakai isotop yang sama

pada hari yang sama), masalah saling kontaminasi menjadi minimal, citra saat istirahat benar-benar

terpercaya sehingga memungkinkan evaluasi yang lebih baik atas adanya defek reversibel, uji

viabilitas juga lebih terpercaya, dosimetrinya mudah, kenyamanan pasien terjaga, serta sensitivitas

dan spesifisitasnya yang tinggi (hingga 90%).8

Adapun beberapa kekurangan protokol ini adalah: perbandingan citra stress dan saat istirahat

didapat dari dua isotop dengan karakteristik yang berbeda, ada variabilitas dalam faktor atenuasi,

perbedaan dalam resolusi citra, scatter Compton dari Tl-201 lebih besar daripada Tc-99m, ketebalan

dinding miokard pada citra dengan Tl-201 lebih besar daripada Tc-99m akibat lebih tingginya scatter

(lihat contoh pada Gambar ), evaluasi TID (transient ischemic dilation) kurang optimal karena rongga

Page 13: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

10

ventrikel kiri lebih besar pada citra Tc-99m, sulit menilai defek reversibel yang minimal, serta

rendahnya energi foton dari Tl-201 tidak ideal untuk pasien obese.8

Untuk protokol uji Tl-201 saat istirahat dan Tc-99m sestamibi saat stress, 111 MBq (3 mCi)

Tl-201 disuntikkan pada saat istirahat. Uji pembebanan dikerjakan dalam 30 menit pasca-penyuntikan

Tl-201. Saat puncak pembebanan, 925 MBq Tc-99m sestamibi diinjeksikan, dan pencitraan SPECT

dikerjakan dalam 30 menit setelahnya.8

Keuntungan protokol akuisisi dual isotop yang simultan ini adalah sebagai berikut: tidak perlu

2 sesi pencitraan yang terpisah, mengurangi waktu akuisisi kamera, durasi pemeriksaan yang singkat,

artefak akibat gerakan lebih sedikit daripada dengan akuisisi terpisah antara saat istirahat dan dengan

stress, serta pencatatan yang tepat antara citra dari Tl-201 dan citra dari Tc-99m.8

Kelemahan protokol terakhir meliputi adanya scatter yang saling memasuki window energi

(cross talk) dan adanya downscatter, adanya kontribusi scatter dan foton primer dari Tl-201 yang

memasuki window dari Tc-99m atau sebaliknya menyebabkan turunnya kualitas citra, resolusi citra,

serta kuantitasi/perhitungan. Karena masalah downscatter ini maka protokol yang terakhir ini tidak

dianjurkan.8

Radiofarmaka untuk Pemeriksaan Perfusi Miokard Berlabel Tc-99m

Technetium-99m didapatkan dari elusi generator Molibdenum-99m. Metoda peluruhannya

adalah transisi isomerik, dengan waktu paruh fisik selama 6 jam, relatif pendek sehingga

memungkinkan pemberian dosis cukup besar (10 hingga 15 kali lebih besar daripada Tl-201). Emisi

sinar gammanya berenergi 141 kEV, suatu tingkat energi yang optimal untuk pencitraan dengan

kamera gamma. Tc-99m bebas tidak terekstraksi secara selektif di miokard, sehingga untuk bisa

menggambarkan aliran darah koroner Tc-99m harus digabungkan terlebih dahulu dengan senyawa

lain (mis. sestamibi atau tetrofosmin) yang terkonsentrasi secara selektif di miokard.

Page 14: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

11

(Dikutip dari: Nuclear Cardiology – Technical Application, McGraw Hill Company, 2009)

Tc-99m Sestamibi

Sestamibi merupakan bahan yang mengandung tetrakis (2-methoxy isobutyl isonitrile) dan

stannous klorida (pH sekitar 5,5). Penyiapannya memerlukan penambahan radioaktif natrium

pertechnetat Tc-99m. Campuran ini digoncang dengan cukup keras, kemudian dididihkan selama 10

menit, lalu didinginkan pada suhu ruangan selama 15 menit. Setelah penyiapan ini, senyawa harus

digunakan dalam 6 jam.

Sestamibi adalah radiofarmaka kationik yang akan berdifusi ke dalam sel tanpa ada ambilan

aktif. Koefisien ekstraksinya sebesar 65%, nyata lebih rendah daripada thallium. Sestamibi

terkonsentrasi di dalam mitokondria sel miokard melalui interaksi elektrostatis akibat lebih

rendahnya elektronegativitas potensial membran. Bahan ini dibersihkan dengan cepat dari darah (T1/2-

nya 4,3 menit pada uji saat istirahat dan 1,6 menit saat uji latihan). Aliran sestamibi ke intrasel terjadi

permanen dan redistribusinya dapat diabaikan (sangat kecil). Sebagai konsekuensinya, diperlukan

adanya injeksi dan pencitraan yang terpisah antara uji rest dan stress untuk deteksi reversibilitas defek

perfusi. Jalur ekskresi utama sestamibi adalah lewat sistem hepatobilier, dan pada pemberian

sestamibi ada uptake yang nyata di hepar. Pada 5 menit pasca-injeksi pasien uji saat istirahat, 1,2%

Tabel 2. Perbandingan Radiofarmaka untuk Pencitraan Perfusi Miokard

Karakteristik Tl-201 Tc-99m-setamibi Tc-99m-tetrofosmin

Mekanisme ambilan Na/K-ATP-ase Pasif oleh mitokondria Pasif oleh mitokondria

Bersihan Sedang Lambat Lambat

Fraksi Ekstraksi 0.85 0.55–0.65 0.54

Redistribusi Ya Minimal Parsial

Pengukuran aliranperfusi

Baik Cukup Cukup

Citra Gated Buruk–Cukup Baik sekali Baik sekali

Energi foton 70 keV 140 keV 140 keV

Waktu paruh 73 jam 6 jam 6 jam

Mekanisme bersihan Renal Hepatik Hepatik

Page 15: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

12

dosis pemberian berada di jantung sedangkan 20% dosis pemberian berada di hepar. Konsentrasi

tinggi radiofarmaka ini di hepar mengakibatkan citra SPECT yang dominan di hepar dengan resolusi

jantung yang berkompromi dengannya. Makanan atau minuman berlemak dibutuhkan untuk

mempercepat bersihan sestamibi dari sistem hepatobilier, dan cairan tambahan dapat membantu

meningkatkan mobilitas radioaktivitas di sistem gastrointestinal agar dijauhkan dari area jantung.

Namun demikian, dapat terjadi adanya aktivitas yang sangat tinggi di kolon beberapa jam berikutnya,

khususnya pada pasien dengan fleksura lienalis letak tinggi, yang juga dapat mempengaruhi citra

miokard. Karenanya, pencitraan paling baik dikerjakan setelah periode tunggu yang singkat yang

memungkinkan bersihan di sistem hepatobilier tapi juga sebelum terjadinya akumulasi di kolon

khususnya kolon transversum. Biasanya pencitraan ini berkisar mulai 10 hingga 20 menit setelah

injeksi pada saat puncak latihan dan 45 hingga 60 menit setelah injeksi farmaka pada uji stress dengan

farmakologi.

Tc-99m Tetrofosmin

Tetrofosmin merupakan senyawa nonradioaktif yang terdiri dari tetrofosmin [6,9-bis(2-

ethoxyethyl)-3,12-dioxa6,9-diphosphatetradecane] dengan stannous klorida. Radioaktif natrium

pertechnetat Tc-99m ditambahkan, campuran ini dicampur pelan selama 10 detik, lalu diinkubasi

dalam suhu kamar selama 15 menit. Penggunaan senyawa kation lipofilik ini harus dalam 12 jam

pasca-penyiapan.

Tetrofosmin memiliki koefisien ekstraksi sebesar 54%, lebih rendah daripada sestamibi.

Bahan ini terkonsentrasi di miokardium, dengan 1,2% dosis injeksi tampak dalam 5 menit. Aktivitas

latar belakang dalam darah, hepar, dan paru terukur kurang dari 5% dari dosis yang diberikan pada 10

menit pasca-injeksi. Beberapa penelitian menyampaikan bahwa tetrofosmin memiliki bersihan

hepatobilier yang lebih cepat daripada sestamibi sehingga memungkinkan pencitraan yang lebih

segera setelah injeksi dan mengurangi efek radiasi akibat ambilan di hepar. Biasanya pencitraan baik

dimulai 10 menit pasca-injeksi radiofarmaka pada uji stress dengan latihan fisik, dan 30 hingga 45

menit pasca-injeksi radiofarmaka pada uji saat istirahat atau pada uji stress dengan bahan

farmakologi.

Page 16: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

13

Tc-99m Teboroxime

Tc-99m teboroxime adalah senyawa lipofilik netral dari kelompok asam boronat yang

digabungkan dengan tehnesium oxime. Ambilan senyawa ini tidak tergantung pada mekanisme

enzimatik ataupun transpor aktif apapun. Ekstraksi miokardium mencapai 90% (lebih tinggi daripada

ketiga senyawa yang telah dibahas di atas), namun diikuti oleh bersihan dari miokardium yang cepat

pula. Pada satu menit pasca-injeksi, hubungan antara retensi Tc-99m teboroxime di miokard terhadap

yang berada di pembuluh darah merupakan kurva aliran linear dengan kisaran yang lebar, namun

hanya dalam 5 menit retensi radiofarmaka ini berubah menjadi rendah pada kecepatan sedang hingga

tinggi. Ini disebabkan oleh tingginya laju bersihan di miokard. Hal ini menjadikan waktu pencitraan

yang sempit. Bila digunakan, radiofarmaka ini harus diberikan dalam dua injeksi terpisah, untuk uji

saat istirahat dan uji dengan beban/stress. Sebenarnya ada bukti yang menunjukkan bahwa laju

bersihan Tc-99m teboroxime yang dihasilkan oleh gambaran redistribusi saat stress dapat

membedakan iskemia dari infark miokard, demikian pula pada citra uji stress dan saat istirahat.8

Karena adanya keharusan akuisisi pencitraan yang sangat cepat dan segera, penggunaan

bahan ini secara luas tidak pernah terjadi, meskipun ada beberapa contoh citra dengan kualitas yang

bagus didapatkan dengan radiofarmaka ini. Produksi Tc-99m teboroxime secara komersil sudah

dihentikan lebih dari sepuluh tahun lalu.2

Tc-99m N-NOET

Tc-99m N-NOET [bis(N-ethoxy,N-ethyldithiocarbamato)nitrido technetium(V)] merupakan

senyawa lipofilik netral dengan biodistribusi yang selektif di miokard. Ambilan di miokard

proporsional dengan aliran darah koroner. Fraksi ekstraksi miokard lintas pertama (first pass) bahan

ini tinggi, sekitar 75–85%. Farmaka ini terredistribusi seperti halnya Tl-201 sehingga memungkinkan

pencitraan awal (uji stress) dan akhir (uji saat istirahat). Bersihan di paru berlangsung cepat. Kualitas

citra baik karena pengaruh latar belakang yang rendah. Namun bahan ini masih digunakan terbatas

untuk penelitian, penggunaan rutinnya di Amerika Serikat belum mendapat persetujuan dari FDA.2,8

Page 17: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

14

Radiofarmaka Pencitraan SPECT Memori Iskemia (Ischemic MemoryImaging) dengan I-123

IPPA dan I-123 BMIPP

Jantung merupakan organ yang pada dasarnya bersifat aerob, yang secara kontinyu

membutuhkan dan menghasilkan komponen berenergi tinggi ATP (adenosin trifosfat) untuk

memenuhi kebutuhannya akan energi untuk berkontraksi dan menjaga keseimbangan ion. Produksi

ATP disesuaikan dengan beban kerja jantung. Laju pemecahan ATP seimbang dengan

sintesis/pembentukannya. Siklus ini bergantung pada konsumsi energi otot miokard, dan dapat

terganggu selama stres hemodinamik atau stres yang dipicu katekolamin. Produksi ATP sendiri

bergantung pada kadar arterial dari bahan-bahan metabolik, oksigen dan neurohormon. Dari antara

berbagai bahan metabolik yang tersedia dalam darah untuk konsumsi sel miokard, asam lemak bebas

rantai panjang dan glukosa dipakai untuk sekitar 90% produksi ATP dalam jantung. Asam lemak

bebas rantai panjang secara cepat dimetabolisme lewat oksidasi-β dalam mitokondria dan bertanggung

jawab atas 65-70% produksi ATP, sementara glikolisis atas 20-25% sisanya. Oksidasi asam lemak

memakai oksigen lebih banyak permolnya daripada glukosa. Walaupun kebutuhan ini mudah

dipenuhi saat kondisi aerob, akan menjadi masalah pada saat suplai oksigen berkurang.9

Pada kondisi anaerob, oksidasi asam lemak terhenti dan produksi energi bergantung pada

glikolisis dan mobilisasi glikogen. Serupa dengan hal ini, iskemia mengganggu metabolisme energi

miokard dengan melambatkan metabolisme aerob dan meningkatkan metabolisme anaerob, suatu

proses terbalik yang dikenal sebagai efek Pasteur. Maka, glukosa mengambil peran sentral bagi

produksi energi jantung saat iskemia.10

Karena pergeseran oksidasi asam lemak digolongkan sebagai indikator yang sensitif bagi

adanya iskemia miokard, maka beberapa analog asam lemak berlabel radioaktif telah diperkenalkan

untuk evaluasi fungsi sel miosit dalam kondisi normal dan sakit. Penggunaan analog asam lemak

seperti ini memungkinkan analisis metabolisme jantung dan identifikasi kejadian iskemik yang terjadi

sebelumnya, sehingga diistilahkan sebagai ‘memori iskemia’. Beberapa radiofarmaka dari asam

lemak yang dilabel dengan radionuklida iodine yang memancarkan foton (misalnya I-123 dengan

emisi γ berenergi 159 keV), yang berefek minimal pada struktur dan fungsi biokimiawi analog asam

Page 18: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

15

lemak, berlainan dengan radioaktif lain seperti technetium-99m. Dua radiofarmaka yang paling

banyak dipelajari adalah I-123 iodophenilpentadecanoic acid (I-123 IPPA) dan I-123 β-methyl-p-

iodophenyl-pentadecanoic acid (I-123 BMIPP).

IPPA adalah asam lemak sintetis berantai lurus dengan ujung terminal yang disubstitusi

dengan fenil agar stabil berikatan dengan radioiodin. Setelah penyuntikan radiofarmaka, 4 hingga 5%

dosis akan terlokalisir di dalam miokard. Biodistribusi, kinetika dan katabolisme IPPA adalah melalui

oksidasi-β seperti asam lemak rantai panjang yang tak difenilasi, yang menunjukkan ambilan dan

bersihan yang cepat dari miokard. Pada umumnya, asam lemak bebas beredar dalam aliran plasma

darah dalam kondisi terikat dengan albumin, dan melintasi membran sel dengan difusi pasif. Sekali

berada di dalam sel, asam lemak dapat berdifusi balik (keluar sel) atau diaktivasi oleh enzim sintetase

asil-koenzim A. Bila aktivasi tadi terjadi, asam lemak akan terperangkap dalam sel, entah mereka

masuk dalam oksidasi-β, ataukah digabungkan dalam pool lemak intrasel. Iskemia miokard akan

menghambat oksidasi beta asam lemak sehingga akan menurunkan ambilan asam lemak namun juga

memperlambat bersihan radiofarmaka dari asam lemak pada area yang mengalami iskemia ini. Pada

daerah infark miokard akan tampak daerah dengan ambilan awal yang sangat rendah, dan tidak ada

perbedaan bermakna dalam hal metabolisme seiring waktu.10

BMIPP merupakan asam lemak yang memiliki cabang rantai metil yang akan diambil masuk

ke miosit melalui salah satu protein transporter yang disebut translokase asam lemak (FAT/free acid

translocase, dikenal pula sebagai CD36), yang bertanggung jawab atas ambilan 50-80% asam lemak

total yang diambil oleh jantung. Akibat rantainya yang bercabang, BMIPP mengalami oksidasi dan

bersihan yang lebih lambat dikarenakan akan dikorporasikan/digabung ke dalam pool lemak endogen.

Retensi yang lama dalam sel akan berguna bagi pencitraan. BMIPP biasanya diberikan pada saat

puasa dan pencitraan dikerjakan 20-30 menit pascainjeksi farmaka. BMIPP merupakan indikator yang

sangat sensitif untuk menunjukkan adanya perubahan metabolik pada miokard yang mengalami

iskemia. Area dengan penurunan ambilan menunjukkan adanya iskemia namun masih viabel, dan area

ini akan menunjukkan ketidaksesuaian ambilan (mismatch) dengan ambilan FDG pada pemeriksaan

PET.9

Page 19: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

16

Ambilan BMIPP dari plasma memasuki sel-sel miosit juga terjadi lewat protein transporter

CD36 yang ada di membran sarkolema. Sekali BMIPP masuk ke dalam sel, ia akan entah berdifusi

balik ke plasma, terakumulasi di dalam pool lipid, atau dalam jumlah terbatas mengalami oksidasi α

dan β. Konversi enzimatik BMIPP menjadi BMIPP-CoA atau triasigliserol dalam miosit merupakan

proses yang irreversibel dan tergantung pada ATP. Konversi semacam ini akan mencegah difusi balik

BMIPP ke plasma dan membuat BMIPP cukup lama ter-retensi di dalam sel. Retensi yang lama

BMIPP dalam miokard disertai oleh bersihan yang cepat dari darah dan turunnya ambilan di hepar

dan paru menghasilkan visualisasi dan citra SPECT miokard yang baik. Ambilan BMIPP oleh miosit

mencerminkan aktivasi asam lemak oleh koenzim A dan secara tak langsung menggambarkan

produksi ATP sel dari metabolisme asam lemak. Jadi dalam kondisi adanya iskemia miokard,

berkurangnya produksi ATP yang diakibatkan berkurangnya metabolisme asam lemak dicerminkan

oleh ambilan BMIPP miokard yang menurun.

Kawai dkk. (2001) meneliti penggunaan SPECT dengan BMIPP atas 87 pasien dengan

keluhan nyeri dada yang akut dibandingkan dengan SPECT saat istirahat menggunakan Tc-99m

tetrofosmin dan angiografi koronaria. Analisis data hasil penelitian menunjukkan bahwa SPECT

BMIPP dapat secara spesifik mengidentifikasi lesi iskemia pada saat sebelumnya oleh karena stenosis

ataupun spasme koroner pada pasien dengan nyeri dada akut (BMIPP vs tetrofosmin: sensitivitas =

74% vs 38%; spesifitas= 92% vs 96%). Sebagai implikasi klinisnya, dikatakan bahwa pada pasien

dengan nyeri dada yang akut, terutama pada pasien yang hasil uji perfusi saat istirahatnya normal

namun tak bisa atau dikontraindikasikan menjalani uji stress, BMIPP sangat berguna untuk

mengidentifikasi adanya iskemia yang ditunjukkan sebagai area-area dengan utilisasi/ambilan asam

lemak yang menurun. Contoh citra dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.11

Peneliti lain, Kontos dkk. (2010), mengadakan penelitian melibatkan 507 pasien dari 50

senter. Pasien yang dilibatkan merupakan pasien yang pernah mendatangi instalasi gawat darurat

dengan keluhan nyeri dada. Pasien dicitra dengan SPECT dalam 30 jam setelah gejala berakhir setelah

menerima injeksi 5 mCi BMIPP, hasilnya diinterpretasi secara semikuantitatif oleh 3 pembaca secara

blinded. Diagnosis klinis didasarkan atas gejala, EKG awal, dan kadar troponin serum, sedangkan

diagnosis akhir didasarkan atas seluruh data yang diperoleh (meliputi pula angiografi dan

Page 20: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

17

pemeriksaan SPECT saat stress), namun tidak termasuk data pembacaan citra BMIPP. Sensitivitas

dari pemeriksaan SPECT BMIPP yang didapatkan dari masing-masing pembaca citra adalah 71%,

74%, dan 69%, sedangkan spesifisitas sebesar 67%, 54%, dan 70%. Pada kesimpulan akhir, peneliti

tersebut menambahkan bahwa tambahan data dari SPECT BMIPP atas informasi klinis yang ada

memberikan nilai tambah bagi diagnosis awal sindroma koroner akut, dan berpotensi memungkinkan

pembedaan ada atau tidak adanya sindroma koroner akut dibuat lebih awal.12

Gambar 3 (kiri). Angiogram koroner (A) dan citraTetrofosmin dan BMIPP dari wanita 65 tahun denganangina saat aktivitas.Angiogram menunjukkan stenosisberat pada LAD, sedangkan pada citra tetrofosmin saatmulai dirawat tidak tampak adanya perfusi yangabnormal. Citra BMIPP yang diambil pada hariberikutnya menunjukkan ambilan yang sangat menurunpada area apeks dan anteroseptal.

Gambar 4 (kanan). Angiogram koroner (A) dan citraTetrofosmin dan BMIPP (B) dari wanita 48 tahun denganangina saat istirahat pada pagi hari. Angiogram diambilpada tujuh hari setelah awal nyeri dada, menunjukkan takada stenosis koroner bermakna, namun setelah injeksiergonovine maleate pada arteria koronaria kanan, timbulspasme menyeluruh/total, disertai nyeri dada hebat danperubahan gambaran EKG. Setelah ISDN diberikan,spasme menghilang sempurna. Citra serial SPECTperfusi dengan tetrofosmin saat istirahat pada saat pasienmasuk dirawat di RS menunjukkan tak adanya defekperfusi yang signifikan. Citra BMIPP pada hari keduaperawatan menunjukkan adanya penurunan ambilan padaarea inferior.

Page 21: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

18

Radiofarmaka SPECT untuk Menilai Persarafan Simpatis Jantung dengan MIBG

Jantung adalah organ yang kaya akan saraf autonom, simpatis maupun parasimpatis, yang

terlibat dalam pengaturan frekuensi dan kontraktilitas jantung. Kedua persarafan ini bekerja dalam

keseimbangan yang kompleks guna menjaga frekuensi denyut jantung dan tekanan darah dalam

kisaran yang sempit. Disfungsi autonom jantung akan mengganggu kemampuan jantung dalam

merespons kebutuhan kerja jantung, dan sering menghasilkan gejala klinis dan keterbatasan aktivitas

pasien. Disregulasi simpatis merupakan komponen menonjol dari patofisiologi gagal jantung.2 13

Pada kondisi disfungsi kronis ventrikel kiri, hal mana terdapat dalam kondisi gagal jantung

kiri, ada penurunan ambilan norepinefrin prasinaps yang bermakna dan densitas/kerapatan

adrenoseptor-β pascasinaps. Gagal jantung sendiri merupakan kondisi hiperadrenergik yang ditandai

oleh kenaikan kadar norepinefrin plasma yang menyebabkan lepasnya reseptor adrenergik-β. Hal ini

berkontribusi pada gangguan progresif fungsi sistolik ventrikel kiri dengan adanya gangguan

transduksi sinyal pascasinaps. Gangguan tonus simpatis pada gagal jantung secara langsung berkaitan

dengan progresi penyakit, prognosis, serta risiko kematian mendadak.13

Penggunaan I-123 metaiodobenzylguanidine (MIBG) untuk pencitraan jantung pertama kali

dilaporkan oleh Wieland dkk. pada tahun 1981. MIBG merupakan analog dari guanidin dan memiliki

perangai yang mirip dengan norepinefrin, suatu neurotransmiter sistem adrenergik di jantung. MIBG

berkompetisi dengan norepinefrin untuk diambil kembali (reuptake) di vesikel prasinaps. Berlainan

dengan norepinefrin, MIBG teretensi pada akhiran saraf simpatis dan sebagian besar tak dimetabolisir

(lihat Gambar 5) sehingga dapat untuk dicitrakan. Untuk pencitraan persarafan jantung, MIBG

dilabeli dengan Iodine-123. Iodine-123 sendiri merupakan radionuklida yang meluruh dengan

mekanisme penangkapan elektron (waktu paruh 13,22 jam) menjadi unsur tellurium-123 yang stabil

(waktu paruh 1,2x1013 tahun), sambil memancarkan sinar gamma berenergi 159 kEV.13

Page 22: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

19

Gambar 5. Farmakodinamik norepinefrin/NE(gambar atas) dan MIBG (gambar bawah).Berlainan dengan NE, MIBG tetap tinggal padaakhiran saraf simpatis jantung tanpa berikatandengan reseptor simpatis (dikutip dari IntegratingCardiology for Nuclear Medicine Physicians.Movahed A, Gnanasegaran G, Buscombe JR, HallM (eds). 2009)

Protokol yang saat ini dipakai untuk pencitraan MIBG didesain untuk memperoleh informasi

yang komprehensif mengenai kondisi aktivasi fungsional dan distribusi anatomik inervasi saraf

simpatis. Protokol pencitraan lengkap meliputi pencitraan planar dan SPECT yang diambil 15 hingga

30 menit (citra awal) dan pencitraan 3 hingga 4 jam (citra akhir) setelah injeksi intravena 111 hingga

370 MBq (3 hingga 10 mCi) I-123 MIBG. Sementara orang memandang dengan citra 4 jam setelah

penyuntikan saja kita bisa menginterpretasi dan menganalisis hasilnya karena sudah mencerminkan

ambilan neuron yang aktual (sedangkan citra awal menggambarkan ambilan interstisial), namun

beberapa penelitian dari Jepang menunjukkan bahwa bersihan radiofarmaka antara citra awal dan

akhir memberikan informasi tambahan yang berharga.13

Pasien diminta berbaring pada posisi telentang/supine sedikitnya 5 menit. Citra planar awal

diambil beberapa menit setelahnya, jadi sebaiknya penyuntikan radiofarmaka dilakukan saat pasien

sudah berbaring di bawah kamera, atau bila tidak pada waktu yang mendekati pencitraan. Citra planar

diambil dari anterior selama 10 menit menggunakan window energi 159 keV ± 20%. Pasien

diposisikan sedemikian hingga seluruh jantung dan sebanyak mungkin citra toraks terliput. Posisi

19

Gambar 5. Farmakodinamik norepinefrin/NE(gambar atas) dan MIBG (gambar bawah).Berlainan dengan NE, MIBG tetap tinggal padaakhiran saraf simpatis jantung tanpa berikatandengan reseptor simpatis (dikutip dari IntegratingCardiology for Nuclear Medicine Physicians.Movahed A, Gnanasegaran G, Buscombe JR, HallM (eds). 2009)

Protokol yang saat ini dipakai untuk pencitraan MIBG didesain untuk memperoleh informasi

yang komprehensif mengenai kondisi aktivasi fungsional dan distribusi anatomik inervasi saraf

simpatis. Protokol pencitraan lengkap meliputi pencitraan planar dan SPECT yang diambil 15 hingga

30 menit (citra awal) dan pencitraan 3 hingga 4 jam (citra akhir) setelah injeksi intravena 111 hingga

370 MBq (3 hingga 10 mCi) I-123 MIBG. Sementara orang memandang dengan citra 4 jam setelah

penyuntikan saja kita bisa menginterpretasi dan menganalisis hasilnya karena sudah mencerminkan

ambilan neuron yang aktual (sedangkan citra awal menggambarkan ambilan interstisial), namun

beberapa penelitian dari Jepang menunjukkan bahwa bersihan radiofarmaka antara citra awal dan

akhir memberikan informasi tambahan yang berharga.13

Pasien diminta berbaring pada posisi telentang/supine sedikitnya 5 menit. Citra planar awal

diambil beberapa menit setelahnya, jadi sebaiknya penyuntikan radiofarmaka dilakukan saat pasien

sudah berbaring di bawah kamera, atau bila tidak pada waktu yang mendekati pencitraan. Citra planar

diambil dari anterior selama 10 menit menggunakan window energi 159 keV ± 20%. Pasien

diposisikan sedemikian hingga seluruh jantung dan sebanyak mungkin citra toraks terliput. Posisi

19

Gambar 5. Farmakodinamik norepinefrin/NE(gambar atas) dan MIBG (gambar bawah).Berlainan dengan NE, MIBG tetap tinggal padaakhiran saraf simpatis jantung tanpa berikatandengan reseptor simpatis (dikutip dari IntegratingCardiology for Nuclear Medicine Physicians.Movahed A, Gnanasegaran G, Buscombe JR, HallM (eds). 2009)

Protokol yang saat ini dipakai untuk pencitraan MIBG didesain untuk memperoleh informasi

yang komprehensif mengenai kondisi aktivasi fungsional dan distribusi anatomik inervasi saraf

simpatis. Protokol pencitraan lengkap meliputi pencitraan planar dan SPECT yang diambil 15 hingga

30 menit (citra awal) dan pencitraan 3 hingga 4 jam (citra akhir) setelah injeksi intravena 111 hingga

370 MBq (3 hingga 10 mCi) I-123 MIBG. Sementara orang memandang dengan citra 4 jam setelah

penyuntikan saja kita bisa menginterpretasi dan menganalisis hasilnya karena sudah mencerminkan

ambilan neuron yang aktual (sedangkan citra awal menggambarkan ambilan interstisial), namun

beberapa penelitian dari Jepang menunjukkan bahwa bersihan radiofarmaka antara citra awal dan

akhir memberikan informasi tambahan yang berharga.13

Pasien diminta berbaring pada posisi telentang/supine sedikitnya 5 menit. Citra planar awal

diambil beberapa menit setelahnya, jadi sebaiknya penyuntikan radiofarmaka dilakukan saat pasien

sudah berbaring di bawah kamera, atau bila tidak pada waktu yang mendekati pencitraan. Citra planar

diambil dari anterior selama 10 menit menggunakan window energi 159 keV ± 20%. Pasien

diposisikan sedemikian hingga seluruh jantung dan sebanyak mungkin citra toraks terliput. Posisi

Page 23: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

20

jantung sebaiknya tidak terlalu ke pinggir atau terlalu ke tengah lapang pencitraan, dan penggunaan

marker radioaktif untuk penentuan batas yang konsisten sebaiknya dipakai agar hasil citra awal dan

akhir konsisten. Citra SPECT sendiri diambil menggunakan window energi 159 keV ± 20% dengan

akuisisi sirkular 180⁰ dari 45o RAO hingga 45o LPO menggunakan total 60 perhentian/frame (30

frame per-orang apabila memakai kamera dual-headed), dengan 30 detik per-frame-nya.13

Karena pencitraan MIBG melibatkan penggunaan isotop radioaktif iodium, maka walaupun

secara umum tidak ada kesepakatan mengenai penggunaan bahan-bahan penyekat iodium pada tiroid,

seperti kalium iodida, kalium perklorat, ataupun larutan Lugol, bahan-bahan ini dapat dipakai. Dari

sejarahnya bahan-bahan ini dipakai untuk menghindarkan paparan atas tiroid dari I-124 dan I-125

bebas yang berasal dari ketidakmurnian radiofarmaka. Dengan metode modern, produksi

radiofarmaka menghasilkan jumlah iodium bebas menjadi minimal, juga pada penggunaan I-123.

Maka penggunaan bahan-bahan penyekat tadi diserahkan kepada kebijakan lokal dan institusional. Di

Amerika Serikat banyak dipakai larutan SSKI (saturated solution of kalium/potassium iodide) dalam

bentuk tetes oral yang dilarutkan dalam air minum atau jus buah, diberikan 2 kali perhari selama

empat hari (=8 dosis pemberian), dimulai sore hari pada hari sebelum pemeriksaan dikerjakan.13

Dari citra planar, ambilan dan distribusi radioaktivitas di jantung dinilai secara visual.

Ambilan MIBG kemudian dihitung secara semikuantitatif setelah daerah jantung dan mediastinum

ditandai. Nilai kisaran normal bagi nisbah jantung/mediatinum (H/M Ratio) adalah antara 1,9 dan 2,8,

dengan rerata sebesar 2,2. Pasien dikatakan dengan prognosis buruk biasanya bila nilai nisbah

jantung/mediastinumnya kurang dari 1,2. Nilai nisbah ini dapat membaik setelah keberhasilan terapi

gagal jantung, dan dengan demikian menunjukkan prognosis yang membaik pula. Contoh

perbandingan dua pasien dengan nisbah janting/mediastinum yang normal dan abnormal dapat dilihat

pada Gambar 6.13

Beberapa masalah yang dapat mempengaruhi penentuan nisbah H/M antara lain rendahnya

ambilan di miokard dan adanya radioaktivitas yang cukup tinggi dari latar yang berdekatan (seperti

dari paru ataupun hepar). Nilai nisbah H/M normal tidaklah menyingkirkan adanya kelainan jantung

yang berat, karena pasien bisa saja memiliki kelainan regional yang cukup besar namun dengan

nisbah H/M normal. Beberapa faktor di luar jantung yang mempengaruhi hasil citra MIBG antara lain

Page 24: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

21

penyakit diabetes mellitus, penggunaan obat-obat yang mempengaruhi saraf autonom sendiri

(misalnya antidepresan, obat neuropsikiatri, antiaritmia simpatomimetik, obat antihipertensi semisal

penyekat kalsium, penghambat enzim konversi angiotensin, ataupun penghambat beta), penggunaan

alat picu jantung, dan riwayat transplantasi jantung.13

Gambar 6. Penghitungan AktivitasmIBG pada jantung

A. Penghitungan nisbah metaiodo-benzylguanidine (MIBG) jantungterhadap mediastinum (heart-to-mediastinum ratio/HMR) dan lajubersihan pada citra anterior thoraks.Regions of interest (ROI) digambar diatas jantung dan mediastinum.

B. Aktivitas normal MIBG di jantungpada pasien dengan HMR sebesar 1.80.

C. Aktivitas MIBG yang sangatmenurun di jantung pada pasien denganHMR sebesar 1.10. (dari Carrio I, CowieMR, Yamazaki J, Udelzon J, Camici PG.J.Am. Coll. Cardiol. Img. 2010;3;92-100)

Dengan membandingkan aktivitas pada citra awal dan akhir, laju bersihan MIBG dapat

dihitung, sehingga memberikan suatu parameter yang mencerminkan retensi norepinefrin oleh saraf

simpatis (Gambar ). Laju bersihan ini didefinisikan sebagai persentase kerapatan cacahan di jantung

setelah disubstraksi/dikurangi aktivitas latar di mediastinum, setelah koreksi peluruhan. Ogita dkk.

(2001), lewat penelitiannya menentukan nilai normal laju bersihan ini pada subjek kontrol sebesar

9,6% ± 8,5%. Pada penelitian tersebut, pada pasien gagal jantung dengan laju bersihan MIBG lebih

daripada 27% (>2 SD dari rerata normal) didapati mortalitasnya meningkat secara dramatis bila

dibandingkan dengan pasien dengan nilai laju bersihan MIBG yang lebih rendah.14

Penggunaan analisis citra SPECT I-123 MIBG makin terpakai. Ada simpulan yang

mengatakan bahwa tampaknya denervasi regional bisa saja hanya merupakan suatu tanda utama dari

penyakit jantung, namun juga bisa merupakan area kelistrikan yang supersensitif, yang dapat memicu

potensi aritmia jantung yang letal.15 Contoh citra MIBG dapat dilihat pada Gambar 7.

Page 25: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

22

Gambar 7. Contoh citra MIBG pasien dengan risiko rendah dan tinggi. (A) Citra MIBG pada pasien denganrisiko rendah, dengan nilai HMR 1,70. Perhatikan aktivitas MIBG jantung pada citra planar akhir dan distribusiregional yang normal pada citra SPECT (B) Citra MIBG pada pasien dengan risiko tinggi, dengan nilai HMR1,10. Perhatikan sangat rendahnya aktivitas di jantung pada citra planar maupun SPECT (dikutip dari Carrio I,Cowie MR, Yamasaki J, Udelson J, Camici PG. Cardiac Sympathetic Imaging with mIBG in Heart Failure, J.Am. Coll. Cardiol. Img. 2010; 3; 92-100)

Radiofarmaka untuk Pemeriksaan Multiple Gated Equilibrium Blood Pool Imaging (MUGA)

Fungsi ventrikel jantung dapat dinilai dengan dua metode penggunaan radionuklida. Metode

pertama adalah yang dikenal dengan angiokardiografi radionuklida lintas pertama (first-pass

radionuclide angiography) yang menilai transit awal radionuklida yang diberikan secara bolus

intravena saat radionuklida (radiofarmaka) ini melintasi sirkulasi sentral (sekitar jantung). Metode ini

menggunakan pengamatan hanya 15-30 detik pertama saat radiofarmaka mulai disuntikkan. Metode

kedua, yang lebih luas dipakai dewasa ini, adalah equilibrium radionuclide angiocardiography

(ERNA), yang disebut pula sebagai radionuclide angiography/RVG, MUGA (multiple gated

equilibrium blood pool imaging). Karena pemeriksaan lintas pertama menggunakan kamera gamma

planar, maka tidak akan dibahas dalam tulisan ini.16

Pemeriksaan fungsi ventrikel dengan MUGA dewasa ini biasanya menggunakan

radiofarmaka dari pelabelan sel darah merah (RBC – red blood cells) pasien sendiri dengan Tc-99m.

Bentuk tereduksi technetium diperlukan untuk pelabelan ini, dan hal ini dapat dicapai dengan

pemberian ion stannous (stannous pyrophosphate). Perlu diingat bahwa dosis optimal stannous perlu

dijaga, karena bila terlampau rendah akan menjadikan terlalu banyak Tc bebas, namun bila trelalu

tinggi akan membuat Tc-99m tereduksi sebelum masuk ke dalam eritrosit, menghasilkan kualitas

pelabelan yang buruk. Ada tiga metode pelabelan RBC dengan Tc-99m:

Page 26: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

23

Pelabelan in vivo: merupakan pelabelan yang paling sederhana dan paling lazim dipakai. Dalam

teknik ini, injeksi stannous pirofosfat dimasukkan secara intravena sebanyak 10-20 μg/kg BB

(atau kira-kira 2-3 mg). Ion stannous akan berdifusi secara pasif melalui membran RBC. Setelah

15-30 menit, 15-25 mCi Tc-99m pertechnetat disuntikkan secara intravena. Segera setelah masuk

ke RBC, Tc-99m tereduksi akan terikat pada rantai beta hemoglobin. Efisiensi pelabelan dari

teknik ini berkisar 85-95%.

Pelabelan in vivo yang dimodifikasi: merupakan kombinasi antara pelabelan in vivo dan in vitro.

Caranya, stannous pirofosfat disuntikkan dahulu secara intravena. Lalu 30 menit kemudian 5 mL

darah diambil dengan siring/semprit berpelindung Pb, yang sebelumnya sudah diisi dengan 15-25

mCiTc-99m pertechnetat dan 1 mL larutan dekstrosa-asam sitrat sebagai antikoagulan. Darah ini

disuntikkan kembali ke dalam pembuluh vena pasien setelah diinkubasi selama 10 menit.

Efisiensi pelabelan teknik ini berkisar 92-95%.

Pelabelan secara in vitro: merupakan pelabelan yang paling kompleks dari antara ketiga teknik.

Caranya, 10-20 mL darah pasien diambil menggunakan syringe. Stannous sitrat ditambahkan

untuk memberikan ion stannous dan antikoagulan. Setelah digoyang-goyang perlahan selama 5

menit, darah tersebut disentrifugasi. Cairan plasma (supernatan) dibuang, sedangkan RBC

dicampur dengan 15-25 mCi Tc-99m pertechnetat. Sebelum diinjeksikan kembali ke tubuh

pasien, pencampuran yang baik dikerjakan dengan kembali digoyang-goyang perlahan. Untuk

pelaksanaan, tentu saja teknik ini mengharuskan sterilitas alat dan cara. Efisiensi pelabelan

teknik ini lebih dari 95%.16

Pencitraan jantung MUGA awalnya dilakukan dengan menggunakan kamera gamma planar,

dan sejak tahun 1980-an dikembangkan pemeriksaan tomografik MUGA menggunakan kamera

SPECT. Pemeriksaan tomografik ini memiliki keunggulan daripada yang planar dalam

kemampuannya mengevaluasi gerakan dinding regional jantung tanpa adanya keterbatasan akibat

gambaran ruang-ruang jantung yang saling tumpang-tindih.16

Akuisisi pencitraan idealnya menggunakan kamera gamma dengan medan pandang yang

sempit (SFOV – small field of view), yang akan menghasilkan citra beresolusi tinggi. Kamera gamma

Page 27: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

24

dengan SFOV ini dapat diposisikan sangat dekat dengan dinding dada pasien. Kamera dengan large

field of view selain akan menghasilkan resolusi yang lebih rendah, juga memerlukan zoom.16

Sudut arah kamera dibuat agar sedapat mungkin kedua ventrikel tampak terpisah sempurna.

Posisi ini disebut best septal view dan diperoleh biasanya dengan detektor ditempatkan pada sudut 30-

60° oblik anterior kiri bagi kebanyakan pasien. Namun perlu diingat bahwa posisi jantung bervariasi

pada setiap orang sehingga untuk mendapatkan citra terbaik kadangkala perlu diambil data dari citra

beberapa proyeksi (multiple views) dengan beberapa posisi detektor, yaitu oblik anterior kanan,

anterior, oblik anterior kiri, serta lateral kiri.16

Parameter utama yang didapat dan diharapkan dari pemeriksaan MUGA adalah fraksi ejeksi

ventrikel kiri. Fraksi ejeksi (FE) ini dapat diperkirakan dengan menggambar daerah batas-batas kolom

ventrikel kiri jantung pada saat akhir sistolik dan akhir diastolik. Dengan menggunakan perangkat

lunak, komputer akan menghitung perbedaan cacahan dari tiap fase siklus jantung, lalu menghitung

fraksi ejeksi ventrikel kiri dengan rumus umum seperti berikut:16

(Cacahan saat akhir diastolik – cacahan saat akhir sistolik)FE ventrikel kiri = --------------------------------------------------------------------------------

Cacahan saat akhir diastolik

Aplikasi klinis pemeriksaan MUGA antara lain untuk membantu dan mendukung diagnosis

serta menentukan prognosis pasien dengan CAD, menentukan adanya gagal jantung kongestif sebagai

kausa kardiak dari sesak nafas, membantu menentukan adanya kardiomiopati hipertrofik ataupun

restriktif, serta memonitor kardiotoksisitas obat tertentu, seperti doxorubicin (Adriamycin).16

Radiofarmaka SPECT untuk Deteksi Apoptosis dengan Tc-99m Annexin-V

Apoptosis (istilah dari bahasa Yunani, yang harafiah merujuk pada peristiwa gugurnya

kelopak bunga atau daun dari pohonnya) merupakan proses penghancuran diri sel yang sangat tertata,

yang memainkan peran dalam menjaga homeostasis jaringan pada suatu organisme. Banyak penelitian

dewasa ini yang telah mengungkap bahwa apoptosis merupakan program bunuh diri yang utama pada

sebagian besar atau bahkan semua sel, dan bisa dipicu oleh berbagai sinyal baik ekstrinsik ataupun

intrinsik.

Page 28: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

25

Apoptosis diketahui terkait pada hilangnya kardiomiosit baik secara akut maupun kronik

dalam infark miokard, penyakit jantung iskemik, cedera miokard saat reperfusi, berbagai bentuk

kardiomiopati, serta gagal jantung akut maupun kronik. Penelitian pada hewan maupun manusia

menunjukkan bahwa apoptosis terdeteksi pada area perbatasan otot miokard yang mengalami infark,

hal ini mengkonfirmasi peran penting apoptosis pada hilangnya kardiomiosit secara akut pada saat

infark miokard.

Dalam kondisi gagal jantung, apoptosis berkontribusi pada penurunan fungsi ventrikel.

Hilang atau matinya kardiomiosit dalam miokard akan mengakibatkan beban berlebih pada otot

jantung, dan berakibat remodelling struktur jantung (digantikan oleh jaringan parut) dan penurunan

fungsi jantung. Apoptosis sel otot jantung ini telah ditengarai sebagai satu proses inti dari progresi

kegagalan jantung. Karena apoptosis terdiri atas kaskade dari kejadian-kejadian yang terprogram, ia

dapat pada suatu tahap reversibel, dan intervensi yang tepat waktu seharusnya dapat menunda

berkembangnya kardiomiopati.

Aktivasi caspase 3, suatu penanda apoptosis, akan mengubah jenis fosfolipid di dalam kedua

lapisan lipid sarkolema (membran sel), mengakibatkan eksternalisasi fosfatidilserin (PS: phosphatidyl

serine) ke permukaan luar membran sel (lihat gambar ). Eksternalisasi PS ini berhasil dideteksi secara

noninvasif dengan pencitraan radionuklida menggunakan annexin-A5 berlabel Tc-99m.

Gambar 7. Apoptosis mengakibatkan eksternalisasi fosfatidilserin (PS) yang nantinyadideteksi dengan protein yang berafinitas tinggi terhadapnya, mis. Annexin-V

Annexin-V merupakan protein manusia dengan berat molekul 36 kd, yang memiliki afinitas

tinggi terhadap membran sel yang mengikat PS. Secara in vitro telah dikembangkan metoda deteksi

25

Apoptosis diketahui terkait pada hilangnya kardiomiosit baik secara akut maupun kronik

dalam infark miokard, penyakit jantung iskemik, cedera miokard saat reperfusi, berbagai bentuk

kardiomiopati, serta gagal jantung akut maupun kronik. Penelitian pada hewan maupun manusia

menunjukkan bahwa apoptosis terdeteksi pada area perbatasan otot miokard yang mengalami infark,

hal ini mengkonfirmasi peran penting apoptosis pada hilangnya kardiomiosit secara akut pada saat

infark miokard.

Dalam kondisi gagal jantung, apoptosis berkontribusi pada penurunan fungsi ventrikel.

Hilang atau matinya kardiomiosit dalam miokard akan mengakibatkan beban berlebih pada otot

jantung, dan berakibat remodelling struktur jantung (digantikan oleh jaringan parut) dan penurunan

fungsi jantung. Apoptosis sel otot jantung ini telah ditengarai sebagai satu proses inti dari progresi

kegagalan jantung. Karena apoptosis terdiri atas kaskade dari kejadian-kejadian yang terprogram, ia

dapat pada suatu tahap reversibel, dan intervensi yang tepat waktu seharusnya dapat menunda

berkembangnya kardiomiopati.

Aktivasi caspase 3, suatu penanda apoptosis, akan mengubah jenis fosfolipid di dalam kedua

lapisan lipid sarkolema (membran sel), mengakibatkan eksternalisasi fosfatidilserin (PS: phosphatidyl

serine) ke permukaan luar membran sel (lihat gambar ). Eksternalisasi PS ini berhasil dideteksi secara

noninvasif dengan pencitraan radionuklida menggunakan annexin-A5 berlabel Tc-99m.

Gambar 7. Apoptosis mengakibatkan eksternalisasi fosfatidilserin (PS) yang nantinyadideteksi dengan protein yang berafinitas tinggi terhadapnya, mis. Annexin-V

Annexin-V merupakan protein manusia dengan berat molekul 36 kd, yang memiliki afinitas

tinggi terhadap membran sel yang mengikat PS. Secara in vitro telah dikembangkan metoda deteksi

25

Apoptosis diketahui terkait pada hilangnya kardiomiosit baik secara akut maupun kronik

dalam infark miokard, penyakit jantung iskemik, cedera miokard saat reperfusi, berbagai bentuk

kardiomiopati, serta gagal jantung akut maupun kronik. Penelitian pada hewan maupun manusia

menunjukkan bahwa apoptosis terdeteksi pada area perbatasan otot miokard yang mengalami infark,

hal ini mengkonfirmasi peran penting apoptosis pada hilangnya kardiomiosit secara akut pada saat

infark miokard.

Dalam kondisi gagal jantung, apoptosis berkontribusi pada penurunan fungsi ventrikel.

Hilang atau matinya kardiomiosit dalam miokard akan mengakibatkan beban berlebih pada otot

jantung, dan berakibat remodelling struktur jantung (digantikan oleh jaringan parut) dan penurunan

fungsi jantung. Apoptosis sel otot jantung ini telah ditengarai sebagai satu proses inti dari progresi

kegagalan jantung. Karena apoptosis terdiri atas kaskade dari kejadian-kejadian yang terprogram, ia

dapat pada suatu tahap reversibel, dan intervensi yang tepat waktu seharusnya dapat menunda

berkembangnya kardiomiopati.

Aktivasi caspase 3, suatu penanda apoptosis, akan mengubah jenis fosfolipid di dalam kedua

lapisan lipid sarkolema (membran sel), mengakibatkan eksternalisasi fosfatidilserin (PS: phosphatidyl

serine) ke permukaan luar membran sel (lihat gambar ). Eksternalisasi PS ini berhasil dideteksi secara

noninvasif dengan pencitraan radionuklida menggunakan annexin-A5 berlabel Tc-99m.

Gambar 7. Apoptosis mengakibatkan eksternalisasi fosfatidilserin (PS) yang nantinyadideteksi dengan protein yang berafinitas tinggi terhadapnya, mis. Annexin-V

Annexin-V merupakan protein manusia dengan berat molekul 36 kd, yang memiliki afinitas

tinggi terhadap membran sel yang mengikat PS. Secara in vitro telah dikembangkan metoda deteksi

Page 29: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

26

apoptosis menggunakan annexin-V untuk sel-sel hematopoietik, neuron, fibroblas, endotel, otot polos,

karsinoma, limfoma, dan lain-lain.

Leo Hofstra, dkk. (2000)17 meneliti pencitraan apoptosis dengan SPECT menggunakan

radiofarmaka Tc-99m Annexin-V. Tujuh pasien dengan kejadian pertama kali infark miokard akut

(diagnosis didasarkan dari gambaran khas infark pada EKG dan dikonfirmasi dengan kenaikan enzim

jantung) yang dalam kurun 6 jam pertama serangan mulai menjalani reperfusi (enam pasien dengan

PTCA primer, satu pasien lain dengan PTCA setelah kegagalan trombolisis). Satu orang sehat

dilibatkan sebagai subjek kontrol. Tc-99m Annexin-V dengan dosis sebesar 584 MBq diberikan

secara intravena 2 jam setelah tindakan reperfusi selesai, lalu citra diambil sekitar 3 jam (citra awal)

dan sekitar 20 jam (citra akhir) pasca-injeksi. Citra akhir ini diambil untuk menentukan intensitas dan

lokasi ambilan di jantung. Pada saat kontrol rutin setelah kepulangan pasien dari rumah sakit, enam

pasien menjalani pencitraan perfusi miokard dengan Tc-99m tetrofosmin atau sestamibi, dan pada

saat yang berlainan dicitra lagi dengan Tc-99m Annexin-V seperti sebelumnya. Subjek kontrol juga

menjalani seluruh serial pencitraan. Hasilnya, pada seluruh pasien, citra perfusi miokard pasca-

kepulangan pasien menunjukkan adanya defek yang sesuai dengan area ambilan Annexin-V yang

meningkat, sementara pada subjek kontrol tak tampak ambilan annexin pada area jantung dan citra

perfusi miokard tampak normal (contoh citra dua orang pasien ditampilkan pada Gambar 8 dan 9).

Gambar 8 (atas) dan 9 (bawah). CitraSPECT Tc-99m Annexin-V beberapa jamsetelah reperfusi (gambar-gambar A)menunjukkan ambilan yang sesuai denganarea defek perfusi 6-8 minggu pasca-pulang rawat (gambar-gambar B)Dikutip dari: Leo Hofstra, et al.Visualisation of cell death in vivo inpatients with acute myocardial infarction.Lancet2000;356:209–212

Page 30: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

27

BAB III

PENUTUP

Dewasa ini telah dikembangkan berbagai radiofarmaka untuk membantu memahami fisiologi

fungsi tubuh maupun patofisiologi berbagai penyakit. Pada bab sebelumnya telah diuraikan jenis-jenis

radiofarmaka yang digunakan dalam pencitraan SPECT untuk menunjang pemahaman molekular

maupun klinis penyakit jantung. Dengan memahami sifat-sifat radiofarmaka, baik sifat fisik maupun

perangai biologisnya, diharapkan penggunaannya dalam pencitraan kedokteran nuklir, khususnya

dalam pencitraan SPECT, akan menuntun para klinisi agar dapat mendiagnosis dan menerapi pasien

dengan kelainan jantung secara lebih baik.

Page 31: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Vallabhajosula S. Molecular Imaging in Cardiology. in Molecular Imaging -Radiopharmaceuticals for PET and SPECT. Springer 2009, Berlin Heidelberg. P.299-323

2. Machac J. Basis of Cardiac Imaging 2: Myocardial Perfusion, Metabolism, Infarction,and Receptor Imaging in Coronary Artery Disease and Congestive Heart Failure.in ThePathophysiologic Basis of Nuclear Medicine. Elgazzar A (ed.). 2006, Second Edition.P.352-366

3. Mahmood S. Pathophysiology of Coronary Artery Disease. in Integrating Cardiology forNuclear Medicine Physicians. Movahed A, Gnanasegaran G, Buscombe JR, Hall M(eds). 2009, Springer-Verlag Berlin Heidelberg. P.23-30

4. Athar H, Heller GV. Chapter 3 - Basic Principles of Flow Tracers. in Nuclear Cardiology– Technical Applications. Heller GV, Mann A, Hendel RC (eds.). 2009, The MacGraw-Hills Companies, P.49-57

5. Pagnanelli RA, Basso DA. Myocardial Perfusion Imaging withThalium-201. J Nucl MedTechnol 2010; 38:1–3

6. GA Beller, and SR Bergmann. Myocardial Perfusion Imaging Agents: SPECT and PET.J Nucl Cardiol 2004;11:71-86

7. Baggish AL, Boucher CA. Radiopharmaceutical Agents for Myocardial PerfusionImaging. Circulation.2008;118:1668-1674

8. Hussain SS. Myocardial Perfusion Imaging Protocols: Is There an Ideal Protocol? J NuclMed Technol 2007; 35:3–9

9. Aras O, Dilsizian V. Targeting Memory Ischemic. Current Opinion inBiotechnology2007,18:46–51

10. Gnanasegaran G, Ahmed A, Croasdale J, and Buscombe JR. Chapter 19 – Planar andSPECT Radiopharmmaceuticals in Nuclear Cardiology: Current Status and Limitations.in Integrated Cardiology for Nuclear Medicine Physicians. Movahed A, GnanasegaranG, Buscombe JR, Hall M (eds). 2009, Springer-Verlag Berlin Heidelberg. P.221-9

11. Kawai Y, Tsukamoto E, Nozaki Y, Morita K, Sakurai M, Tamaki N. Significance ofReduced Uptake of Iodinated Fatty Acid Analogue for the Evaluation of Patients WithAcute Chest Pain. J Am Coll Cardiol 2002;38:1888–94

12. Kontos M, et al. Iodofiltic Acid I-123 (BMIPP) Fatty Acid Imaging Improves InitialDiagnosis in Emergency Department Patients With SuspectedAcute CoronarySyndromes – A Multicenter Trial. J Am Coll Cardiol 2010;56:290–9

13. Travin MI. Chapter 6 - Cardiac Neuronal Imaging withI-123-mIBG. in Nuclear CardiologyTechnical Application. Heller GV, Mann A, Hendel RC (eds.). 2009, The MacGraw-Hills Companies, P.85-93

14. Ogita H, Shimonagata T, Fukunami M, et al. Prognostic Significance of Cardiac I-123-metaiodobenzylguanidine Imaging for Mortality and Morbidity in Patients with ChronicHeart Failure: A Prospective Study. Heart2001;86:656–660

Page 32: Referat II - Radiofarmaka Pencitraan Jantung Dengan SPECT - Andika Hananto Gunawan

29

15. Luisi AJ, Suzuki G, deKemp R, et al. Regional 11C-hydroxyephedrine Retention inHibernating Myocardium: Chronic inhomogeneity of sympathetic innervation in theabsence of infarction. J Nucl Med. 2005;46:1368–1374

16. Kumar R. Chapter 29 – Multiple Gated Equilibrium Blood Pool Imaging (MUGA). inIntegrating Cardiology for Nuclear Medicine Physicians. Movahed A, Gnanasegaran G,Buscombe JR, Hall M (eds). 2009, Springer-Verlag Berlin Heidelberg. P.343-353

17. Leo Hofstra, et al. Visualisation of cell death in vivo in patients with acute myocardialinfarction. Lancet2000;356:209–212