Upload
trygen
View
24
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit diabetes militus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang
ditandai dengan adanya konsentrasi gula darah tinggi didalam darah
(hiperglikemi) diakibatkan karena defiensi insulin relatif maupun absolut.
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit
kronik yang serius, penyakit ini sering mengalami komplikasi.1 Salah satu
komplikasi terpenting dalam bidang oftalmologi adalah peningkatan progresifitas
katarak. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi
akibat keduanya.2,3
Katarak dua sampai lima kali lebih sering terjadi pada pasien dengan
diabetes dibanding pasien tanpa diabetes. Data dari Framingham dan studi mata
lainnya menunjukkan tiga sampai empat kali lipat peningkatan prevalensi katarak
pada pasien dengan diabetes di bawah usia 65, dan prevalensi dua kali lipat pada
pasien di atas 65. Wisconsin meneliti kejadian ekstraksi katarak pada orang
dengan diabetes. Kumulatif dari 10 tahun insiden untuk operasi katarak adalah
8,3% pada pasien yang menderita diabetes tipe 1 dan 24,9% pada mereka dari
diabetes tipe 2.4
Studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa katarak merupakan
penyebab paling umum dari gangguan penglihatan pada pasien diabetes terutama
onset lama.4 Katarak diabetik akan menimbulkan gejala seperti melihat jauh
kabur, melihat dekat nyaman, serta melihat bercak selalu mengikuti arah gerak
mata atau pandang berkabut.5 Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat
menjernihkan lensa yang keruh. Penatalaksanaan definitif untuk katarak adalah
ekstraksi lensa.6
Berdasarkan strandar kompetensi dokter Indonesia tahun 2012, Katarak
merupakan kompetensi 2, yaitu dokter umum mampu membuat diagnosis klinik
terhadap penyakit dan menentukan rujukan bagi penanganan pasien selanjutnya.7
Dengan demikian sebagai dokter umum yang bekerja di fasilitas kesehatan
1
layanan primer harus dapat mendiagnosis pasien katarak secara dini agar pasien
mendapatkan penanganan secara tepat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat adanya komplikasi
penyakit diabetes mellitus.2,3
Katarak pada pasien diabetes dapat terjadi dalam tiga bentuk, yaitu :
1. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa
akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila
dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila
terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
2. Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau
bentuk piring sub kapsular.
3. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik
dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.
2.2 Epidemiologi
Katarak 2-5 kali lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes dibanding
pasien tanpa diabetes.Studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa katarak
merupakan penyebab paling umum dari gangguan penglihatan pada pasien
diabetes terutama onset lama. Beberapa studi klinis telah menunjukkan bahwa
angka kejadian katarak terjadi lebih sering dan pada pasien diabetes usia muda
dibandingkan dengan pasien non diabetes.4
Data dari Framingham dan studi mata lainnya menunjukkan tiga sampai
empat kali lipat peningkatan prevalensi katarak pada pasien dengan diabetes di
bawah usia 65, dan prevalensi dua kali lipat pada pasien di atas 65. Risiko
meningkat pada pasien dengan durasi yang lebih lama diabetes dan pada mereka
dengan kontrol metabolik yang buruk. Jenis khusus katarak dikenal sebagai
snowflake katarak-terlihat dominan. Katarak mungkin reversibel pada penderita
diabetes muda dengan perbaikan kontrol metabolik.
3
Wisconsin meneliti kejadian ekstraksi katarak pada orang dengan diabetes.
Kumulatifdari10 tahun insiden untuk operasi katarak adalah 8,3% pada pasien
yang menderita diabetes tipe 1 dan 24,9% pada mereka dari diabetes tipe 2.
Prediktor operasi katarak termasuk usia, tingkat keparahan retinopati diabetes dan
proteinuria dalam penderita diabetes tipe 1 sedangkan usia dan penggunaan
insulin dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2.4
Sebuah studi kohort berbasis populasi dari 2335 orang lebih tua dari 49
tahun yang dilakukan di wilayah Blue Mountains Australia diselidiki hubungan
antara diabetes dan kejadian 5 tahun katarak. Studi menunjukkan insidendua kali
lipat lebih tinggi katarak kortikal pada peserta dengan glukosa puasa terganggu.
Statistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara insiden posterior
subkapsular katarak dan jumlah pasien diabetes baru didiagnosa.4
2.4 Patogenesis
Beberapa pendapat menyatakan bahwa pada keadaan hiperglikemi terdapat
penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa.8 Sorbitol dibentuk dari glukosa
dalam jalur polyol dengan enzim aldose reductase, enzim pertama pada jalur
polyol. Jalur ini tidak hanya terdapat pada lensa, tetapi juga terdapat pada
jaringan lain, termasuk dalam kornea, iris, retina, saraf dan ginjal.
Diketahui bahwa akumulasi dari sorbitol pada jaringan intraselular
menghasilkan perubahan osmotik pada jaringan lensa yang bersifat hidropik yang
akhirnya berdegernerasi dan membentuk gula katarak. Di lensa, sorbitol
diproduksi lebih cepat dibandingan perubahannya menjadi fruktosa oleh enzim
sorbitol dehidrogenase. Peningkatan akumulasi dari sorbitol membuat keadaan
hiperosmotik sehingga cairan masuk karena adanya perbedaan gradien osmotik.
Perubahan tekanan osmotik yang disebabkan oleh akumulasi dari sorbitol
membuat perubahan pada endoplasmik retikulum yang kemudian hal ini
menyebabkan terbentuknya radikal bebas. ER juga menyebabkan fluktuasi dari
kadar glukosa yang menghasilkan reaktif oksigen spesies dan menyebabkan stress
oksidatif yang merusak serat lensa. 4,9
Kemudian perubahan osmotik yang terjadi di lensa, menganggu
permeabilitas membran dari lensa, yang berakibatkan kadar ion kalium , asam
4
amino, dan myoinositol lebih tinggi didalam lensa dibandingkan jaringan
sekitarnya yang berupa cairan intraokular, sehingga terjadi perembesan dari lensa
keluar. Ion Natrium dan klorida dibentuk didalam lensa karena hilangnya kadar
kalium, sehingga terjadi gangguan elektrolit didalam lensa yang menyebabkan
kekeruhan pada lensa. Ini merupakan mekanisme awal yang terjadi akibat dari
kerja aldose reduktase yang membuat kekeruhan pada lensa. 4,9
Katarak yang terjadi pada pasien diabetes melitus dapat terjadi dalam 3 bentuk6 :
1. Pasien dengan dehidrasi berat , asidosis dan hiperglikemia nyata, pada
lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut.
Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa , kekeruhan akan hilang
bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
2. Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol , dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam , bentuk dapat snow flake atau
bentuk piring subkapsular
3. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik
dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik
2.5 Diagnosis
Adapun diagnosis dari katarak diabetik ialah:
1. Anamnesis
a. Melihat jauh kabur
b. Melihat dekat nyaman
c. Melihat bercak selalu mengikuti arah gerak mata/pandang berkabut
2. Pemeriksaan fisik
a. Penurunan visus
b. Presbiopia lebih cepat
c. Miopia
d. Kekeruhan lensa bentuk tebaran salju5,10
5
Gambar 2. Katarak Diabetik8
2.6 Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Pada katarak
diabetik dapat dilakukan operasi, dengan pertimbangan sebelum operasi. Pasien
harus memiliki kontrol gula darah yang baik <200 g/dl, tidak ada infeksi okular
atau periokular dan evaluasi menyeluruh pemeriksaan oftalmologi.10
Indikasi operasi katarak diabetik :11
1. Terdapat penurunan fungsi visual yang bermakna.
2. Katarak mempersulit pemeriksaan terhadap retina, karena pada pasien
diabetes sering menyebabkan retinopati diabetik.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak pada penderta diabetes adalah
ekstraksi lensa. Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga
prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE,
ECCE dan phacoemulsifikasi.6
1. Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi adalah teknik yang lebih banyak digunakan pada
katarak diabetik, dengan cara membongkar dan memindahkan kristal
lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3 mm)
di korena. Getraran ultrasonic akan digunakan untuk menghacurkan
katarak, selanjutnya mesin phaco akan menyedot massa katarak yang telah
hancur sampai bersih. Sebuah lensa intra ocular yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Teknik ini meminimalisir terjadinya
inflamasi pasca operasi dan silindris, rehabilitasi visual yang lebih cepat.
6
2. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa lensa
bersama kapsul. Dan merupakan salah satu metode operasi yang sederhana
dan relative aman. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan
cryphake dan dipindahkan hanya keadaan lensa subluksatio dan dislokasi.
Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis dan
perdarahan.
3. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dengan membuang nukleus
dan korteks lensa melalui kapsula anterior. Pada operasi ECCE, kantong
kapsul ditinggal sebagai tempat untuk menempatkan lensa tanam. Teknik
ini tidak boleh digunakan bila kekuatan zonula lemah atau tidak cukup
kuat untuk membuang nukleus dan korteks lensa.
4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Tindakan ini adalah modfikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular
merupakan salah satu teknik pilihan yang dipakai dalam operasi katarak
dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan dengan
insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat,
astigmatisme yang rendah dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih
baik.
Komplikasi pasca operasi katarak diabetik, yaitu :10
1. Inflamasi
2. Neovaskularisasi iris
3. Sinekia posterior
4. Endoftalmitis
5. Erosi kornea
7
2.7 Prognosis
Prognosis pada katarak diabetika dalah baik jika dilakukan penangan yang
tepat.Studi tentang tindakan operasi katarak pada penderita diabetes melaporkan
hasil perbaikan visual yang baik dan insiden komplikasi yang rendah. Hasil yang
baik ini dipengaruhi oleh manajemen yang baik pada pra operasi, perkembangan
dalam teknik operasi dan apresiasi terhadap pentingnya faktor sistemik seperti
kontrol glikemik dan hipertensi.10
Secara umum, prognosis visual setelahoperasi katarak pada pasien diabetes
adalah menguntungkan. Pasien diabetes dengan sedikit atau tanpa retinopati
memiliki prognosis yang baik sama dengan individu tanpa diabetes. Namun,
dengan adanya retinopati diabetik signifikan, visual acuitypasca operasi mungkin
suboptimal dan hasil operasi mungkin mengecewakan. Kehadiran CSME dan
miskin ketajaman visual pra operasi (mencerminkan maculopathy diabetes,
iskemia dan traksi) telah diakui sebagai faktor risiko untuk miskin ketajaman
visual pasca operasi katarak berikut surgery.10
2.8 Penyakit lain pada mata yang disebabkan oleh diabetes
Retinopati diabetik merupakan kompikasi kronik diabetes melitus berupa mikroangiopati progresif yang ditandai kerusakan mikrovaskular pada retina dengan gejala penurunan atau perubahan penglihatan secara perlahan. Retinopati diabetik memiliki gejala pandangan kabur dan merasakan ada benda yang melayang-layang pada penglihatan (floaters). Melalui funduskopi akan didapatkan tanda-tanda seperti mikroaneurisma, edema makula, perdarahan retina, neovaskularisasi dan proliferasi jaringan fibrosis retina.12
Hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ dan dapat menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan retina itu sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang menimbulkan retinopati diabetik, di antaranya:13,14
1. Akumulasi sorbitolProduksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari
aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerolus dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membran basalis sehingga dapat tertimbun dalam
8
jumlah yang banyak dalam sel. Sorbitol yang bersifat hidrofilik dapat membuat sel menjadi bengkak akibat proses osmotik. Sorbitol juga dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf melalui alur modulasi enzim Na-K-ATPase.
2. Pembentukan protein kinase C (PKC)Pada kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel
vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC dapat mengganggu permeabilitas dan aliran vaskular retina yang meningkatkan komplikasi diabetik.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Sintesis growth factor juga menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraselular termasuk jaringan fibrosa. Akibatnya dapat terjadi penebalan dinding vaskular. Seluruh proses ini menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.
3. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non-
enzimatik yang akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE sinergis dengan efek PKC dalam meningkatkan permeabilltas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses ini akan meningkatakan risiko terjadinya oklusi vaskular retina. AGE terdapat di dalam dan di luar sel, serta berkorelasi dengan kadar glukosa. Kadarnya 10-45 kali lebih tinggi pada pasien DM daripada non-DM dalam 5-20 minggu.
4. Pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS)ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superoksida (O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.
9
Gambar 1. Patofisiologi retinopati diabetik12
2.9 Kesimpulan
Katarak adalah suatu keadaan lensa yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh. Pada dasarnya katarak dapat terjadi karena proses kongenital atau
karena proses degeneratif. Proses degeneratif pada lensa disebut juga katarak
senilis yang dibagi menjadi empat stadium, yaitu katarak insipien, imatur, matur
dan hipermatur. Banyak faktor yang memengaruhi timbulnya katarak dan diabetes
10
merupakan salah satu faktor penyakit sistemik yang mempercepat proses
timbulnya katarak ini.
Dasar patogenesis yang melandasi penurunan visus pada katarak dengan
diabetes adalah teori akumulasi sorbitol yang terbentuk dari aktivasi jalur polyol
pada keadaan hiperglikemia yang akan menarik air ke dalam lensa sehingga
terjadi hidrasi lensa yang merupakan dasar patofisiologi terbentuknya katarak.
Teori kedua adalah teori glikosilasi protein, yaitu adanya AGE akan mengganggu
struktur sitoskeletal yang akan berakibat turunnya kejernihan lensa. Operasi
katarak dengan diabetes bukan suatu kontraindikasi jika terdapat retinopati
diabetik non-proliferatif. Berdasarkan penelitian yang telah ada didapatkan bahwa
teknik fakoemulsifikasi memberikan hasil yang lebih baik dengan komplikasi post
operasi yang lebih kecil. Perlu dijelaskan juga pada pasien mengenai hasil post
operasi yang tidak optimal pada retinopati diabetik lanjut.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Soegondo, Sidartawan, Soewondo, Pradana, Subekti, imam. 1995. Penatalaksanaan diabetes militus terpadu cetakan kelima, 2005. Jakarta: Balai penerbit FKUI. Hal 5
2. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.p.200-211.
3. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologiumum. Ed 17. Jakarta: EGC; 2010.p.169-177
4. Polleisz A and Erfurth US. Diabetic Cataract-Pathogenesis, Epidemiology and Treatment. Volume 2010. Department of Ophthalmology and Optometry, Medical University Vienna. Journal of Ophthalmology, 2010.
5. Dugmore WN, Tun K. 1980. Glucose Tolerance Tests in 200 Patients with Senile Cataract. British Journal of Ophtalmology. 64 : 689-92
6. Klein BK, Klein R, Lee KE, 1998. Diabetes, Cardiovascular Disease, Selected Cardiovascular Risk Factors, and the 5-Year Incidence of Age-Related Cataract and Progression of Lens Opacities : The Beaver Dam Eye Study. American Journal of Ophtalmology. 126 : 782-90
7. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Konsil Kedokteran Indonesia. Jakarta, 2012. Hal 38
8. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Ed 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2011. Hal 204-216.
9. Patel P, jivani N, Malaviya S, Gohil T, Bhalodia Y. Cataract: a secondary diabetic complication. International Current Pharmaceutical Journal 2012; 1(7): 180-185
10. American Academy of Ophtalmology. Fundamentals and Principles of Ophthalmology. Section 2. San Fransisco: AmericansAcademy of Ophtalmology. 2009.
11.
12. Javadi MA, Ghanavati SZ. Cataract in Diabetic Patiens. Journal of
Ophthalmic & Vision Research. 2008;3(1): 52-65.
13. Vaugan G.D, Asbury T, Eva R.P. (2000). Oftalmologi umum. Bab. 20
lensa hal 401-406. Edisi 14. Jakarta
14. Bhavsar AR, Drouilhet JH. Retinopathy diabetic. 2009. Available at: http://emedicine.medscape.com/. Diakses pada [19 Januari 2016].
15. Pandelaki K. Retinopati diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Ed.IV Jilid III. Editor: Sudoyo AW dkk. 2007. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
12
16. Ciulla TA, Amador AG, Zinnan B. Diabetic retinopathy and diabetic macular edema, patophysiology, screening and therapies. 2003. Available at: http://care.diabetesjournals.org/content. Diakses pada [19 Januari 2016]
13