64
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Mata adalah jendela dunia. Tak dapat dipungkiri bahwa mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia dikarenakan 83 persen informasi dari luar datang melalui mata. Mata yang membuat manusia dapat melihat, membantu dalam berkomunikasi antar sesama dan menjalani kehidupan sehari-hari sehingga kualitas mata akan berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Dengan peran yang sangat penting itu, tak heran jika mata mendapatkan perhatian khusus salah satunya dalam bidang kesehatan. Permasalahan terkait kesehatan mata di Indonesia cukup banyak dimulai dari kelainan kongenital pada mata, infeksi/peradangan pada mata hingga tingginya angka kebutaan di Indonesia. Salah satu penyakit mata tersering pada kornea adalah keratitis, dan pada sklera adalah episkleritis. Keratitis atau peradangan pada kornea adalah permasalahan mata yang cukup sering dijumpai mengingat lapisan kornea merupakan lapisan yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar sehingga rentan terjadinya trauma ataupun infeksi. Hampir seluruh kasus keratitis akan mengganggu kemampuan penglihatan seseorang yang pada 1

referat kelainan pada kornea dan sklera

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mohon sherr

Citation preview

Page 1: referat kelainan pada kornea dan sklera

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Mata adalah jendela dunia. Tak dapat dipungkiri bahwa mata adalah salah

satu indera yang penting bagi manusia dikarenakan 83 persen informasi dari luar

datang melalui mata. Mata yang membuat manusia dapat melihat, membantu

dalam berkomunikasi antar sesama dan menjalani kehidupan sehari-hari sehingga

kualitas mata akan berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Dengan peran

yang sangat penting itu, tak heran jika mata mendapatkan perhatian khusus salah

satunya dalam bidang kesehatan.

Permasalahan terkait kesehatan mata di Indonesia cukup banyak dimulai dari

kelainan kongenital pada mata, infeksi/peradangan pada mata hingga tingginya

angka kebutaan di Indonesia. Salah satu penyakit mata tersering pada kornea

adalah keratitis, dan pada sklera adalah episkleritis. Keratitis atau peradangan

pada kornea adalah permasalahan mata yang cukup sering dijumpai mengingat

lapisan kornea merupakan lapisan yang berhubungan langsung dengan lingkungan

luar sehingga rentan terjadinya trauma ataupun infeksi. Hampir seluruh kasus

keratitis akan mengganggu kemampuan penglihatan seseorang yang pada

akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. Karena itu penting sebagai

dokter umum untuk dapat mengenali dan menanggulangi kasus keratitis (sejauh

kemampuan dokter umum) yang terjadi di masyarakat baik sebagai dokter

keluarga ataupun dokter yang bekerja di strata pelayanan primer. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini, penulis membuat pembahasan kasus referat ini mengenai

gangguan kornea dan sklera.

B. Tujuan & manfaat referat

Setelah mempelajari referat ini diharapkan dapat mengetahui tinjauan

pustaka dari penyakit yang ada pada sklera dan kornea dengan gejala mata merah

1

Page 2: referat kelainan pada kornea dan sklera

dengan visus normal ataupun turun. Sehingga nantinya jika menemui kasus di

tempat praktek dapat melakukan tata laksana yang baik mengenai penyakit

tersebut dan penyakit mata lainnya.

2

Page 3: referat kelainan pada kornea dan sklera

BAB II

KELAINAN PADA KORNEA

A. Anatomi dan fisiologi kornea

Kornea memiliki paling tidak 2 fungsi yaitu sebagai membran protektif dan

sebagai “jendela” bagi cahaya untuk masuk ke dalam retina. Epitel pada kornea

menjadi barrier efektif dalam masuknya mikroorganisme ke dalam mata. Fungsi

kornea sebagai “jendela” ditunjang oleh 3 karakteristik yaitu strukur yang

uniform, avaskular dan keadaan yang relatif dehidrasi dari stroma kornea.

Keadaan yang relatif dehidrasi ini sangat bergantung pada endotel sehingga

kerusakan pada endotel kornea akan menyebabkan kornea menjadi edema dan

hilangnya trasparansi. Kornea bersifat avaskular sehingga nutrisi didapatkan

dengan cara difusi dari pembuluh darah perifer di dalam limbus dan dari humour

akueus di bagian tengah.

B. Histologi kornea

Kornea merupakan bagian tunika fibrosa yang

transparan, avaskular, dan kaya akan ujung-ujung

saraf. Tebal kornea rata-rata adalah 550 µm, dengan

diameter rata-rata horizontal 11,75 mm dan vertikal

10.6 mm. Kornea berasal dari penonjolan tunika

fibrosa ke sebelah depan mata. Secara histologi

kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu:

1. Epitel kornea

Merupakan lanjutan dari konjungtiva,

disusun oleh epitel gepeng berlapis tanpa lapisan

tanduk. Lapisan ini merupakan lapisan kornea

terluar yang langsung kontak dengan dunia luar.

3

Gambar I.1 Histologi Kornea

Page 4: referat kelainan pada kornea dan sklera

Epitel kornea terdiri atas 5 lapis sel epitel bertanduk yang saling tumpang

tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal terlihat

mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan

semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel

basal di sampingya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan

makula okluden dan ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan

glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang

melekat erat kepadanya. Epitel kornea ini mengandung banyak ujung-ujung

serat saraf bebas. Sel-sel yang terletak di permukaan cepat menjadi haus dan

digantikan oleh sel-sel yang dibawahnya. Bila terjadi gangguan akan

mengakibatkan erosi rekuren. Cedera pada epitel hanya menyebabkan edema

lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah

beregenerasi.

2. Membran Bowman

Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel komea yang

merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari

bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu

dengan lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedangkan di

bagian perifer serat kolagen ini bercabang dan terbentuknya kembali serat

kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit

merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat

4

Gambar I.2 Epitel Kornea

Page 5: referat kelainan pada kornea dan sklera

kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen

dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma.

Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal

40 μm. Lebih kompak dan elastis daripada membran Bowman. Juga lebih

resisten terhadap trauma dan proses patologik lainnyadibandingkan dengan

bagian-bagian kornea yang lain.

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40

pm. Endotel melekat spada membran descement melalui hemidesmosom dan

zonula okluden. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme

dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik, pada endotel jauh lebih berat daripada

cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan

hilangnya sifat transparan.

Gambar I.3 Anatomi Mata

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,

dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan

sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama

5

Page 6: referat kelainan pada kornea dan sklera

terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan

kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh

karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan

penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak

segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.

Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma

kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi

pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.

Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit

polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak

sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan

permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah

ulkus kornea.

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea

baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.

Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra

superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif,

regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang

terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan

dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.

C. Kelainan Kornea

1. Kelainan ukuran

Ukuran diameter kornea normal adalah 11-12 mm.

a. Makrokornea, ukuran kornea lebih besar daripada normal (>12 mm).

b. Mikrokornea, ukuran kornea lebih kecil daripada normal.

2. Kelainan kecembungan kornea

Ukuran kecembungan dan jari-jari kornea normalnya adalah 7,8 mm

• Kurvatura menonjol

a. Keratokonus, permukaan seperti kerucut

b. Keratoglobus, penonjolan seluruh permukaan kornea

6

Page 7: referat kelainan pada kornea dan sklera

(A) (B)

Gambar I.4 (A) Keratokonus (B) Keratoglobus

c. Keratektasia, peregangan & penipisan kornea & sclera, peningkatan

TIO dalam waktu yang lama

d. Stafiloma, penonjolan setempat kornea akibat tukak kornea perforasi

atau kornea yang menipis dengan terdapat jaringan uvea dibelakang

atau di dalamnya.

e. Descemetokel, penonjolan membran Descemet

(A) (B) (C)

Gambar I.5 (A) Keratektasia, (B) Stafiloma, (C) Descemetokel

Kornea lebih datar

1. Kornea plana, kornea datar

2. Ptisis bulbi, Kornea mengkerut kurvatura cekung kedalam

7

Page 8: referat kelainan pada kornea dan sklera

(A) (B)

Gambar I.6 (A) Kornea Plana (B) Ptisis Bulbi

3. Kekeruhan kornea

Sikatriks, jaringan parut pada kornea yang mengakibatkan permukaan kornea

irreguler sehingga memberikan uji plasido positif, dan mungkin terdapat dalam

beberapa bentuk, yaitu:

a. Nebula, kabut halus pada kornea yang sukar terlihat

b. Makula, kekeruhan kornea yang berbatas tegas

c. Leukoma, kekeruhan berwarna putih padat

d. Leukoma adheren, kekeruhan atau sikatriks kornea dengan menempelnya

iris di dataran belakang

e. Keratitik presipitat, endapan sel radang di dataran belakang atau endotel

kornea

Gambar I.7 Makula & Leukoma

D. Keratitis

8

Makula Leukoma

Page 9: referat kelainan pada kornea dan sklera

Definisi

Keratitis adalah infeksi pada kornea. Gejala patognomik dari keratitis ialah

terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan kornea, dan

menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis.

Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan

jaringan parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula, dan leukoma.

Klasifikasi

Keratitis diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis

superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau Bowman dan keratitis profunda

atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai

lapisan stroma. Pada keratitis epitelial dan keratitis stromal, tes fluoresin (+),

sedangkan pada keratitis subepitelial dan keratitis profunda, tes fluoresin (-).

Menurut tempatnya, keratitis diklasifikasikan sebagai berikut:

I. Keratitis Superfisial

1. Keratitis epitelial

a. Keratitis punctata superfisialis

b. Herpes simpleks

c. Herpes zoster

2. Keratitis subepitelial

a. Keratitis nummularis

b. Keratitis disiformis

3. Keratitis stromal

a. Keratitis neuroparalitik

9

Page 10: referat kelainan pada kornea dan sklera

b. Keratitis et lagoftalmus

II. Keratitis Profunda

1. Keratitis interstisial

2. Keratitis sklerotikans

3. Keratitis disiformis

Morfologi keratitis

Keratitis epitelial

Perubahan epitel kornea bervariasi mulai dari edema ringan dan

vakuolisasi sampai erosi, pembentukan filament, keratinisasi parsial,

dan lain-lain. Lokasi lesi juga bervariasi. Semua bentuk keratitis epitel

ini memiliki pengaruh besar dalam menegakkan diagnosis.

Pemeriksaan slitlamp dengan atau tanpa pewarnaan fluoresens menjadi keharusan

dari pemeriksaan mata luar.

Keratitis Subepitel

Ada beberapa tipe lesi subepitel yang penting untuk diketahui.

Contoh: infiltrat subepitel dari epidemik keratoconjungtivitis, yang

disebabkan oleh adenoviruses 8 dan 19.

Keratitis Stroma

Respon stroma kornea terhadap penyakit berupa infiltrate

(representasi dari akumulasi sel-sel radang), edema (manifestasi dari

penebalan konea, opasifikasi atau scarring), nekrosis atau melting

yang mengakibatkan penipisan kornea, perforasi kornea, dan

vaskularisasi kornea.

Keratitis Endotel

10

Gambar I.10 keratitis stromal

Gambar I.9 keratitis subepitel

Gambar I.8 keratitis epitel filamen

Page 11: referat kelainan pada kornea dan sklera

Disfungsi endotel kornea menyebabkan edema kornea, yang pada awalnya

melibatkan stroma kemudian epitel. Selama kornea belum terlalu edema,

morfologi abnormalitas endotel dapat terlihat dengan slitlamp. Sel-sel inflamasi

pada endotel (presipitat kornea) tidak selalu menjadi tanda penyakit kornea karena

dapat berupa manifestasi klinis dari uveitis anterior yang dapat diikuti ataupun

tidak diikuti keratitis stroma.

Gambar I.11 Jenis-jenis keratitis Epitelial sesuai derajat keseringannya

11

Page 12: referat kelainan pada kornea dan sklera

(vaughan, Asbury. 2010)

Keratitis Bakteri

Beragam jenis ulkus yang disebabkan bakteri yang berbeda memiliki bentuk

yang sama, dan hanya bervariasi derajat keparahannya, terutama pada bakteri

opurtunistik seperti streptokokus α hemolitikus, Staphylococcus aureus,

Staphylococcus epidermidis, nocardia, dan M fortuitum-chelonei, yang

menyebabkan ulkus yang cenderung menyebar perlahan dan superfisial.

Streptococcus pneumoniae (pneumococcal) Corneal Ulcer

Ulkus kornea karena pneumokokus biasanya timbul 24-48 jam setelah

inokulasi pada kornea yang tidak intak. Ulkus biasanya berwarna keabu-abuan,

berbatas tegas, dan cenderung menyebar secara acak dari fokus infeksi ke arah

sentral kornea. Dinamakan acute serpiginous ulcer karena ulserasi aktif diikuti

oleh jejak ulkus yang menyembuh. Pada awalnya lapis superfisial saja yang

terkena kemudian menuju lapis dalam kornea. Kornea di sekitar ulkus biasanya

tetap jernih. Hipopion tidak selalu menyertai ulkus. Hasil dari kerokan ulkus

memperlihatkan bakteri kokus Gram-positif: lancet-shaped dengan kapsul.

Lesi kornea Pseudomonas aeruginosa

Ulkus kornea Pseudomonas dimulai dengan infiltrate berwarna kuning atau

keabu-abuan pada epitel kornea yang tidak intak. Ulkus kornea yang disebabkan

12

Page 13: referat kelainan pada kornea dan sklera

Pseudomonas sering disertai rasa sakit. Lesi cenderung menyebar dengan cepat ke

semua arah karena enzim proteolitik yang diproduksi oleh Pseudomonas. Pada

awalnya hanya mengenai kornea superficial, namun dengan cepat akan menyebar

ke seluruh kornea yang dapat menyebabkan perforasi kornea dan infeksi

intraocular berat. Perforasi berhubungan dengan IL-12 yang dilepaskan pada saat

inflamasi. Sering terdapat hipopion yang membesar seiring dengan perluasan

ulkus. Infiltrat dan eksudat berwarna hijau kebiruan karena pigmen yang

diproduksi oleh Pseudomonas, warna tersebut merupakan patognomonic untuk

infeksi P aeruginosa. Ulkus kornea karena Pseudomonas biasanya berhubungan

dengan pemakaian lensa kontak lunak – terutama jenis pemakaian jangka panjang.

Selain itu juga berhubungan dengan pemakian larutan fluoresens dan tetes mata

yang terkontaminasi. Hasil kerokan pada lesi memperlihatkan batang Gram-

negatif tipis.

Lesi kornea Moraxella liquefaciens

M. liquefaciens (diplobacillus of Petit) menyebabkan ulkus berbentuk oval

yang biasanya terletak di inferior kornea kemudian menginfeksi stroma bagian

dalam dalam periode beberapa hari. Biasanya tidak disertai hipopion atau disertai

namun hanya berupa hipopion kecil berjumlah satu, kornea di sekitar ulkus

biasanya jernih. Ulkus M liquefaciens sering terjadi pada pasien dengan

alkoholisme, diabetes, dan keadaan imunosupresi.Hasil kerokan memperlihatkan

nakteri batang Gram-negatif, besar, dan square-ended diplobacilli.

Lesi kornea Group A Streptococcus

Ulkus yang disebabkan Streptokokus beta- hemolitikus grup A tidak

memiliki ciri khusus. Sekitar stroma kornea terdapat infiltrat dan edema, terdapat

juga hipopion. Hasil kerokan lesi didapatkan kokus gram positif dalam bentuk

rantai.

Lesi kornea Mycobacterium fortuitum-chelonei & Nocardia

Ulkus karena M fortuitum-chelonei dan nocardia jarang terjadi. Biasanya

menyertai trauma dan terdapat riwayat kontak dengan tanah. Pada dasar ulkus

13

Page 14: referat kelainan pada kornea dan sklera

terdapat garis radier yang terlihat seperti kaca depan mobil yang pecah. Hipopion

dapat menyertai atau tidak. Hasil kerokan lesi memperlihatkan acid-fast slender

rods (M fortuitum-chelonei) atau bentuk filamen gram-positif (nocardia).

Keratitis Jamur

Umum terjadi pada petani dengan riwayat trauma atau kontak

benda organik seperti pohon atau daun, semakin sering pada

populasi urban sejak penggunaan kortikosteroid dalam bidang mata

diperkenalkan. Biasanya infeksi ini terjadi akibat jumlah inokulasi

yang cukup banyak. Jamur dapat menyebabkan nekrosis stromal

yang berat dan dapat masuk ke dalam bilik depan dengan melakukan penetrasi ke

dalam membran Descement. Ketika sampai di bilik depan, proses infeksi akan

sulit untuk dikendalikan. Organisme yang biasa ditemukan pada keratitis jamur

adalah jamur berfilamen (Aspergillus, Fusarium sp) dan Candida albicans.

Infeksi candida sering terjadi pada pasien dengan gangguan sistem imun.

Penampakan klinis : penderita keratitis jamur bisanya mengeluhkan sensasi

benda asing, fotofobia, penglihatan yang kabur dan abnormal sekret. Progresi

panyakit lebih lambat dan lebih tidak sakit daripada keratitis karena bakteri.

Penggunaan topikal steroid akan meningkatkan replikasi jamur dan invasi kornea.

Tanda yang dapat ditemukan antara lain adalah keratitis dengan filamen

berwarna keabuan yang menginfiltrasi stroma dengan tekstur kering dan tepi yang

tidak rata, lesi satelit, plak endothelial dan hipopion. Pada keratitis candida

biasaya ditandai dengan lesi berwarna putih kekuningan.

Infeksi fungal memilki infiltrat abu-abu dengan tepi yang tidak beraturan,

sering ditemukan hipopion, tanda inflamasi, ulserasi yang superfisial, dan lesi

satelit.

Kebanyakan infeksi kornea karena jamur disebabkan oleh oppurtunistik

sepert kandida, fusarium, aspergillus, penicilium, cephalosporium dan lainnya.

Tidak ada penampakan spesifik yang dapat membantu membedakan ulkus jamur

yang satu dengan yang lain.

14

Gambar I.12 keratitis jamur

Page 15: referat kelainan pada kornea dan sklera

Keratitis Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa yang hidup bebas, menempati air

yang tercemar bakteri dan material organic. Infeksi kornea oleh

achantamuba biasanya berhubungan dengan pemakian lensa kontak

lunak yang berulang, termasuk lensa hidrogel silikon atau lensa kontak

keras. Keratitis karena Acanthamoeba juga dapat dialami bukan pemakai

lensa kontak yang mengalami kontak mata dengan tanah atau air yang

tercemar.

Gejala awal berupa rasa sakit yang sangat dan tidak sebanding dengan

tampilan klinisnya, merah, dan fotofobia. Karakteristiknya adalah ulkus kornea

dengan cincin pada stroma, dan infiltrat perineural.

Dianosis Acanthamoeba cukup sulit karena gejala yang mirip dengan

keratitis herpes simpleks.Hilangnya sensasi kornea juga merupakan gejala yang

mirip dengan keratitis herpes simpleks. Diagnosis ditegakkan dengan media agar

non-nutrien dengan biakan E. coli. Spesimen lebih baik diambil dengan metode

biopsi kornea daripada kerokan kornea, jika pasien adalah pemakai lensa kontak,

tempat dan cairan lensa juga perlu dikultur jika bentuk diagnosis Acanthamoeba

(trofozoit atau kista) tidak ditemukan pada kerokan.biopsi kornea.

Pengobatan untuk keratitis Acanthamoeba adalah propamidine isethionate

(1% solution) topikal intensif dan polyhexamethylene biguanide (0.01–0.02%

solution) atau tetes mata mengandung neomisin. Sama seperti bakteri,

Acanthamoeba juga dapat resisten terhadap obat yang digunakan, penyulit lain

adalah kemampuan organisme ini untuk membentuk kista di dalam stroma kornea,

jadi memerlukan pengobatan dengan waktu yang lebih lama. Kortikosteroid

topikal digunakan untuk mengontrol reaksi inflamasi pada kornea.

Keratitis Virus

Keratitis Herpes Simpleks (HSV).

15

Gambar I.13 keratitis Acanthamoeba

Page 16: referat kelainan pada kornea dan sklera

HSV adalah virus DNA yang hanya menginfeksi manusia, sekitar 90 persen

dari populasi seropositif terhadap antibodi HSV-1, walaupun sebagian besar

bersifat subklinis. HSV-1 biasanya menginfeksi bagian di atas pinggang dan

HSV-2 pada bagian bawah pinggang. HSV-2 dapat ditransmisikan ke

mata melalui sekret genital yang terinfeksi dan persalinan pervaginam.

Infeksi primer terjadi pada masak kanak-kanak muda melalui droplet atau

inokulasi langsung. Infeksi jenis ini jarang terjadi di awal kelahiran karena

proteksi dari antibodi si ibu. Rekuren mengandung arti bahwa selama ini HSV

berada pada tubuh manusia di akson saraf sensorik hingga ke gangglion dari saraf

tersebut (periode laten). Periode laten dapat kembali dan menyebabkan reaktivasi

dari virus, berreplikasi dan berjalan ke bawah melalui akson ke targer jaringan

sehingga menyebabkan kambuhnya penyakit.

Infeksi okular primer biasanya terjadi pada umur 6 bulan hingga 5 tahun dan

biasanya dihubungkan dengan simptom umum dari penyakit virusnya.

Blefarokonjungtivitis biasanya jinak, self-limited dan hanya bermanifestasi pada

anak-anak.

Tanda : vesikel pada kulit melibatkan alis dan area periorbital. Kondisi akut,

unilateral, konjungtivitis folikuler berhubungan dengan limphadenopathy

preauriculer.

Pada kondisi ini tujuan pengobatan adalah untuk mencegah terjadinya

keratitis dengan asiklovir salep mata lima kali dalam sehari selam tiga minggu.

Epitelial keratitis dapat terjadi di segala usia, sakit ringan, mata berair dan

penglihatan kabur. Tanda yang muncul secara kronologis opaknya sel epitelial

yang tersusun dalam coarse punctate atau stellalte pattern, deskuamasi sentral

yang menghasilkan lesi garis linear bercabang (dendritik) dengan akhir terminal

bulb, berkurangnya sensasi kornea, infiltrat pada anterior stromal, perluasan

sentrifugal progresif yang dapat menghasilkan konfigurasi amoeboid, dalam masa

pemulihan pada epitel dapat terjadi bentuk garis lurus yang persisten yang

mencerminkan arah dari sel pemulihan epitel. Diagnosis banding dari lesi

dendritik adalah keratitis Herpes Zoster, abrasi kornea dalam pemulihan, keratitis

16

Gambar I.14 keratitis herpes simpleks

Page 17: referat kelainan pada kornea dan sklera

anthamena dan keropathi toksik sekunder akibat pemakaian obat topikal. Untuk

tata laksana dapat dilakukan secara topikal asiklovir 3% salep digunakan 5 kali

sehari, dapat juga menggunakan ganciklovir ataupun triflourotimidin. Lakukan

juga tindakan debridement untuk lesi dendritik dan menghilangkan virus yang ada

untuk pasien dengan alergi antiviral dan ketidaktersediaan obat. Caranya adalah

dengan mengusapkan permukaan kornea dengan spons selulosa 2mm dimulai dari

tepi lesi hingga dendrit yang terlihat. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan virus

dan mencegah epitel yang sehat dari dari infeksi dan stimulus antigenik yang

dapat mengakibatkan inflamasi stroma. Penggunaan terapi sistemik profilaksis

dapat menurunkan kambuhnya keratitis epitelial dan stromal sebanyak 45% per

tahun. Efek ini menghilang ketika penghentian obat dilakukan.

Keratitis disciformis

Etiologi pasti tidak diketahui dan masih kontroversial.

Dapat saja infeksi dari keratosit atau hipersensitivitas terhapat

antigen virus.

Keratitis stromal nekrotik

Disebabkan oleh invasi aktif virus dan nekrosis jaringan, dapat disertai

dengan penyakit epitelial ataupun tidak (epitelial intak). Tanda yang dapat

ditemukan antara lain adalah stroma nekrotik kekejuan, dapat berhubungan

dengan anterior uveitis, jika tidak tertangani dengan baik dapat menjadi jaringan

parut, vaskularisasi, keropati lipid dan bahkan perforasi. Tata laksana dengan agen

antiviral untuk meredakan penyakit epitelial yang aktif, mencegah iflamasi

stromal.

Herpes Zoster Oftalmikus

Secara morfologi sama dengan penyakit herpes simpleks

namun beda dari segi antigen dan klinis. Zoster lebih sering

menginfeksi pasien usia lanjut. Kerusakan mata akibat penyakit

ini dapat dikarenakan oleh dua hal yaitu invasi virus langsung dan

iflamasi sekunder akibat mekanisme autoimun. Risiko

17

Gambar I.16 keratitis numular

Gambar I.15 keratitis disciform

Page 18: referat kelainan pada kornea dan sklera

keterlibatan mata sebesar 15% dari total kasus herpes zoster, meningkat bila

dijumpai keterlibatan nervus ekternal nasal, keterlibatan nervus maksilaris, dan

peningkatan usia. Herpes zoster oftalmikus dibagi menjadi 3 fase yakni:

1. Fase akut, ditandai dengan penyakit seperti infuenza, demam, malaise, sakit

kepala hingga seminggu sebelum tanda kemerahan muncul, neuralgia

preherpetik, kemerahan pada kulit, timbulnya keratitis dalam 2 hari setelah

kemerahan muncul, keratitis nummular yang mucul sekitar 10 hari setelah

kemerahan muncul, dan keratitis disciform yang dapat terjadi setelah tiga

minggu.

2. Fase kronik, ditandai dengan keratitis nummular selama berbulan-bulan,

keratitis disciform dengan jaringan parut, keratitis neutrofik yang dapat

menyebabkan infeksi bakteri sekunderdan keratitis plak mukus yang dapat

timbul setelah bulan ketiga hingga keenam.

3. fase relapse, dapat dijumpai bahkan hingga sepuluh tahun setelah fase akut.

Hal ini dapat diakibatkan oleh penghentian tiba-tiba dari steroid topikal. Lesi

yang paling umum adalah episkleritis, skeleritis, iritis, glaukoma, keratitis

numular, disciform atau plak mukus.

Keratitis Thygeson superfisial punctata

Jarang terjadi, etiologi tidak diketahui. Gejala iritasi okular dan mata berair.

Manifestasi Klinik

Gejala patognomik dari keratitis adalah terdapatnya infitrat di kornea.

Infiltrat dapat ada di segala lapisan kornea. Tanda subyektif lain yang dapat

mendukung keratitis adalah fotofobia, lakrimasi, blefarospasme dan gangguan

visus. Injeksi perikornea di limbus merupakan tanda objektif yang dapat timbul

pada keratitis, selain dapat pula terjadinya edema kornea. Dibawah ini adalah

penjabaran gejala dan penatalaksanaan dari klasifikasi jenis keratitis diatas.

Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah:

1. Keratitis punctata superfisialis

18

Page 19: referat kelainan pada kornea dan sklera

Merupakan suatu peradangan akut yang mengenai satu atau kedua mata,

dapat dimulai dari konjungtivitis kataral, disertai infeksi dari traktus

respiratorius. Tampak infiltrat yang berupa titik-titik pada kedua permukaan

membran Bowman. Tes fluoresin (-), karena letaknya terjadi di subepitelial.

Penyebabnya belum diketahui dengan jelas, diduga diakibatkan infeksi virus,

bakteri, parasit, neurotropik, dan nutrisional.

Pengobatan secara lokal diberikan sulfas atropin 1% 3 kali sehari 1 tetes,

salep antibiotika atau sulfa untuk mencegah infeksi sekunder, mata ditutup

dengan perban.

2. Keratitis flikten

Merupakan radang kornea akibat dari reaksi imun yang mungkin sel

mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Pada mata

terdapat flikten yaitu berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan

yang terdapat pada lapisan superfisial kornea dan menonjol di atas permukaan

kornea.

3. Keratitis sika

Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar

lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva, yang dapat disebabkan

karena:

- Defisiensi komponen lemak, seperti pada blefaritis kronik, distikiasis, dan

akibat pembedahan kelopak mata.

- Defisiensi kelenjar air mata, seperti pada sjogren syndrome, sindrom relay

day dan sarkoidosis

19

Page 20: referat kelainan pada kornea dan sklera

- Defisiensi komponen musin, seperti pada avitaminosis A, trauma kimia,

Steven-johnson syndrome

- Akibat penguapan yang berlebihan

- Akibat sikatrik di kornea

Gambaran klinis berupa sekret mukous, adanya tanda-tanda konjungtivitis

dengan xerosis. Pada kornea terdapat infiltrat kecil-kecil, letak epitelial

sehingga akan didapatkan tes fluoresin (+). Keluhan penderita tergantung dari

kelainan kornea yang terjadi. Apabila belum ada kerusakan kornea maka

keluhan penderita adalah mata terasa pedih, kering, dan rasa seperti ada pasir,

keluhan-keluhan yang lazim disebut syndrom dry eye. Apabila terjadi

kerusakan pada kornea, keluhan-keluhan ditambah dengan silau, sakit, berair,

dan kabur. Pada tingkat dry-eye, kejernihan permukaan konjungtiva dan kornea

hilang, tes Schimmer berkurang, tear-film kornea mudah pecah, (tear break-up

time) berkurang, dan sukar menggerakkan bola mata. Kelainan kornea dapat

berupa erosi kornea, keratitis filamentosa, atau punctata. Pada kerusakan

kornea dapat terjadi ulkus kornea dengan segala komplikasinya.

Tes pemeriksaan untuk keratitis sika:

- Tes Schimmer. Apabila resapan air pada kertas Schimmer kurang dari 10

mm dalam 5 menit dianggap abnormal.

- Tes zat warna Rose Bengal konjunctiva. Pada pemeriksaan ini terlihat

konjunctiva berwarna titik merah karena jaringan konjunctiva yang mati

menyerap zat warna.

20

Page 21: referat kelainan pada kornea dan sklera

- Tear film break-up time. Waktu antara kedip lengkap sampai timbulnya

bercak kering sesudah mata dibuka minimal terjadi sesudah 15-20 detik,

tidak pernah kurang dari 10 detik.

Pengobatan dari keratitis sika tergantung dari penyebab penyakitnya.

Pemberian air mata tiruan apabila yang berkurang adalah komponen air.

Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang.

Penutupan punctum lacrima bila terjadi penguapan yang berlebihan.

komplikasi keratitis sika adalah ulkus kornea, kornea tipis, infeksi

sekunder oleh bakteri, serta kekeruhan dan neovaskularisasi kornea.

4. Keratitis lepra

Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf,

disebut juga keratitis neuroparalitik. Morbus hansen atau lepra menyerang

dan menimbulkan kerusakan kornea melalui 4 cara:

- Gangguan trofik pada kornea yang disebabkan kerusakan saraf kornea oleh

mikobakterium lepra.

- Terjadinya ektropion dan lagoftalmus serta anestesi kornea sehingga

menyebabkan exposure keratitis.

- Pada daerah yang endemik sering disertai adanya penyakit trakoma yang

menyebabkan entropion dan trikiasis.

- Apabila terjadi denervasi kelenjar lakrimal, akan menyebabkan sindrom

dry-eye.

Penderita mengeluhkan adanya pembengkakan yang kemerahan pada

palpebra serta tanda-tanda lain pada bagian tubuh di luar mata. Terdapat

keratitis avaskular berupa lesi pungtata berwarna putih seperti kapur yang

21

Page 22: referat kelainan pada kornea dan sklera

secara perlahan batasnya akan mengabur dan sekelilingnya menjadi seperti

berkabut. Lesi ini akan menyatu dengan lesi disebelahnya dan menyebabkan

kekeruhan subepitelial seperti nebula. Dalam nebula ini terdapat sebaran

seperti deposit kalsium dan sering disertai destruksi membran Bowman. Pada

fase yang lanjut terjadi neovaskularisasi superfisial yang disebut pannus

lepromatosa.

Pengobatan terhadap mikobakterium lepra diberikan dapsone dan

rifampisin. Apabila terdapat deformitas palpebra yang akan mengakibatkan

kerusakan kornea dilakukan koreksi pembedahan.

5. Keratitis nummularis

Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multipel

dan banyak didapatkan pada petani. Penyebabnya diduga diakibatkan oleh

virus. Pada kornea terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial dan di tengahnya

lebih jernih, seperti halo. Diduga halo ini terjadi karena resorpsi dari infiltrat

yang dimulai di tengah. Tes fluoresin (-).

Gambar I.17 Keratitis numularis

Pengobatan tidak ada yang spesifik, obat-obat hanya mencegah infeksi

sekunder. Lokal diberikan sulfas atropin 1% 3 kali sehari 1 tetes, salep

22

Page 23: referat kelainan pada kornea dan sklera

antibiotika atau sulfa untuk mencegah infeksi sekunder, mata ditutup dengan

perban.

Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain:

1. Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis kongenital

Keratitis interstisial luetik adalah suatu reaksi imunologis terhadap

treponema pallidum karena kuman ini tidak dijumpai di kornea pada fase

akut. Merupakan manifestasi lanjut dari sifilis kongenital. Didapatkan pada

anak berusia 5-15 tahun. Penderita mengeluh sakit, silau, dan kabur pada fase

akut. Terdapat infiltrat stroma berupa bercak-bercak yang dapat mengenai

seluruh kornea dan menyebabkan kekeruhan seperti kaca susu. Pembuluh

darah dari a.siliaris anterior memasuki stroma pada seluruh kuadran dengan

arah radial menuju kebagian sentral kornea yang keruh. Tepi kornea merah

sedang di bagian tengah merah keabu-abuan, disebut bercak Salmon. Dalam

beberapa minggu proses peradangan menjadi tenang, kornea berangsur-

angsur menjadi bening kembali. Pada pemeriksaan selalu ditemukan

kekeruhan yang radial di kornea karena proses beningnya kembali kornea

berlangsung lama. Pada fase peradangan aktif, dapat terjadi uveitis anterior

dan koroiditis disertai kekeruhan badan kaca.

Pengobatan mata ditujukan untuk uveitis yang dapat menyebabkan

perlekatan iris dengan pemberian tetes mata kortikosteroid dan sulfas atropin

atau skopolamin.

2. Keratitis sklerotikans

Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang pada

sklera (skleritis). Perkembangan kekeruhan kornea ini biasanya terjadi akibat

23

Page 24: referat kelainan pada kornea dan sklera

proses yang berulang-ulang yang selalu memberikan sisa-sisa baru sehingga

defek makin luas bahkan dapat mengenai seluruh kornea. Keluhan dari

keratitis sklerotikans adalah mata terasa sakit, fotofobia dan timbul skleritis.

Tidak ada pengobatan spesifik. Pemberian kortikosteroid dan anti radang

non steroid ditujukan terhadap skleritisnya, apabila ada iritis selain

kortikosteroid dapat diberikan tetes mata atropin.

E. ULKUS KORNEA

Definisi

Ulkus kornea adalah luka terbuka pada lapisan kornea yang paling luar.

Ulkus kornea merupakan keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya

infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung dimana diskontinuitas jaringan

kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma, dan disertai hiperemi perikornea.

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.

Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini

menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil

dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi

bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma

maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya

sikatrik.

Etiologi

Predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,

pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.

24

Page 25: referat kelainan pada kornea dan sklera

Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu

rusaknya sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti :

- Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,

sumbatan saluranlakrimal) dsb.

- Oleh karena faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosio kornea) karena

trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka.

- Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : edema kornea kronik,

exposure-keratitis (pada lagoftalmus, bius umum, koma); keratitis karena

defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.

- Kelainan-kelainan sistemik : malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-

Johnson, sindrom defisiensi immun.

- Obat-obatan yang menurunkan mekanisme immun misalnya : kortikosteroid,

IDU (Idoxyuridine), anestetik lokal dan golongan imunosupresif.

Ulkus kornea dapat disebabkan oleh :

- Bakteri : kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah

streptokok pneumoniae sedangkan bakteri yang lain menimbulkan ulkus

kornea melalui faktor-faktor pencetus di atas.

- Virus : herpes simpleks, zoster, vaksinia, variola.

- Jamur : Golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium.

- Reaksi hipersensitivitas : terhadap stafilokokus (ulkus marginal), TBC

(keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin).

Berdasarkan penyebabnya, ulkus kornea disebabkan terutama oleh golongan

bakteri dan diikuti jamur. Jenis bakteri yang dominan adalah basil gram negatif,

kemudian diikuti oleh coccus gram negatif.

25

Page 26: referat kelainan pada kornea dan sklera

Faktor resiko terbentuknya ulkus antara lain adalah cedera mata, benda asing

di mata, iritasi akibat lensa kontak.

Klasifikasi

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis

b. Ulkus kornea fungi

c. Ulkus kornea virus

d. Ulkus kornea acanthamoeba

2. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus marginal

b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

c. Ulkus cincin (ring ulcer)

1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis

- Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah

tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan

berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar

ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang

dihasilkan oleh streptokok pneumonia.

- Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik

kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.

Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai

26

Page 27: referat kelainan pada kornea dan sklera

edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus

seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.

- Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral

kornea. Ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.

Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu

48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran

yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini

seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

- Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang

dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga

memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus

terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan.

Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung

dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan

hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang

terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.

b. Ulkus kornea fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai

beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur

ini. Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan

yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran

seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal

penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit

disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan

27

Page 28: referat kelainan pada kornea dan sklera

bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.

Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi

siliar disertai hipopion.

c. Ulkus kornea virus

- Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit

dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya

gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra,

konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel

dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda

dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu

kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa

sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi

sekunder.

- Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus

herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini

dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu

dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau

bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian

menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit

herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan

benjolan diujungnya

d. Ulkus kornea acanthamoeba

28

Page 29: referat kelainan pada kornea dan sklera

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,

kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,

cincin stroma, dan infiltrat perineural.

2. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus marginal

Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk

ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilokokus,

toksin atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar

gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple

dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus

eritromatosis dan lain-lain.

b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah

sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai

sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah

teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya

menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh

permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada

bagian yang sentral.

c. Ulkus cincin (ring ulcer)

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang

berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau

dalam, kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-

kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang

29

Page 30: referat kelainan pada kornea dan sklera

sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan

penyakitnya menahun.

Manifestasi Klinis

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

Gejala Subjektif

Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva

Sekret mukopurulen

Merasa ada benda asing di mata

Pandangan kabur

Mata berair

Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

Silau

Nyeri

Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat

pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel

kornea.

Gejala Objektif

Injeksi siliar

Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

Hipopion

Penegakan Diagnosa

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.

Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan

adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang

bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering

30

Page 31: referat kelainan pada kornea dan sklera

kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien

seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,

virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat

penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi

imunosupresi khusus.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi

siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus

berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :

Ketajaman penglihatan

Tes refraksi

Tes air mata

Pemeriksaan slit-lamp

Keratometri (pengukuran kornea)

Respon reflek pupil

Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)

Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura

dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH,

gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai

dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar

sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

Gambar I.19 Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

31

Gambar I.18 Kornea ulcer dengan fluoresensi

Page 32: referat kelainan pada kornea dan sklera

Gambar I.20 (a) Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar I.20 (b) Pewarnaan gram ulkus kornea

herpes simplex herpes zoster

Gambar I.21 (a) Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar I.21 ( b) Pewarnaan gram ulkus kornea

Bakteri akantamoeba

PENATALAKSANAAN

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh

spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan

pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang

mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi

peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien

tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat

sistemik.

a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah

1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya

2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

32

Page 33: referat kelainan pada kornea dan sklera

3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin

dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih

4. Berikan analgetik jika nyeri

b. Penatalaksanaan medis

1. Pengobatan konstitusi

Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan

umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki

dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat,

pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks

dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen,

yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid

0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya

cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan

sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan

bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.

2. Pengobatan lokal

Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.

Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.

Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada

hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.

Infeksi pada mata harus diberikan :

Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,

Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.

Efek kerja sulfas atropine :

- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

33

Page 34: referat kelainan pada kornea dan sklera

Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya

akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan

lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga

sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah

pembentukan sinekia posterior yang baru

Skopolamin sebagai midriatika.

Analgetik.

Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,

atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.

Antibiotik

Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang

berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi

subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan

salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat

menimbulkan erosi kornea kembali.

Anti jamur

Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya

preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang

dihadapi bisa dibagi :

1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal

amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin

> 10 mg/ml, golongan Imidazole

2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,

Natamicin, Imidazol

3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai

jenis anti biotik

Anti Viral

34

Page 35: referat kelainan pada kornea dan sklera

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan

streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum

luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.

Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,

interferon inducer.

Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat

menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik

terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan

pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :

1. Kauterisasi

a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni

trikloralasetat

b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau

termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang

mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna

keputih-putihan.

2. Pengerokan epitel yang sakit

Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak

menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama

dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka

cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan

konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus

dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk

mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat

dilepaskan kembali.

Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan

berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan

jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan

terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :

35

Page 36: referat kelainan pada kornea dan sklera

Iridektomi dari iris yang prolaps

Iris reposisi

Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva

Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat

Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama,

kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai

akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara

sistemik.

Gambar I.22 Ulkus kornea perforasi,jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi perforasi.

3. Keratoplasti

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan

diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang

mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran

tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :

1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita

2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.

3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Gambar I.23 Keratoplasti

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering timbul berupa:

36

Page 37: referat kelainan pada kornea dan sklera

Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat

Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis

Prolaps iris

Sikatrik kornea

Katarak

Glaukoma sekunder

BAB III

KELAINAN PADA SKLERA

A. Anatomi & Histologi Sklera

Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar yang

hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih

serta berbatasan dengan kornea disebelah anterior dan duramater nervus optikus di

posterior. Pita-pita kolagen dan jaringan elastin membentang di sepanjang

foramen sklera posterior, membentuk lamina kribrosa, yang diantaranya dilalui

oleh berkas akson nervus optikus. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh

sebuah lapisan tipis jaringan elastis halus, episklera, yang mengandung banyak

37

Page 38: referat kelainan pada kornea dan sklera

pembuluh darah yang mendarahi sklera. Lapisan berpigmen coklat pada

permukaan dalam sklera adalah lamina fusca, yang membentuk lapisan luar ruang

suprakoroid.

Pada tempat insersi muskuli rekti, tebal sklera sekitar 0,3 mm. Ditempat lain

tebalnya sekitar 0,6. Disekitar nervus opticus, sklera ditembus oleh arteria ciliaris

posterior longus dan brevis, dan nerves ciliaris longus dan brevis. Arteria ciliaris

posterior longus dan nervus ciliaris longus melintas dari nervus optikus ciliare di

sebuah lekukan dangkal pada permukaan dalam sklera di meridian jam 3 dan jam

9. Sedikit posterior dari ekuator, empat vena vorticosa mengalirkan darah keluar

dari koroid melalui sklera, biasanya satu disetiap kuadran. Sekitar 4 mm di

sebelah posterior limbus, sedikit anterior dari insersi tiap-tiap muskulus rektus,

empat arteria dan vena siliaris anterior menembus sklera. Persarafan sklera berasal

dari saraf-saraf siliaris.

Secara histologi, sklera terdiri atas banyak pita padat yang sejajar dan berkas-

berkas jaringan kolagen teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal 10-16

πm dan lebar 100-140 µm. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur

kornea. Alasan transparannya kornea dan opaknya sklera adalah deturgesensi

relatif kornea.

38

Page 39: referat kelainan pada kornea dan sklera

Gambar II.1 Gambaran Anatomi dan Histologi Sklera

B. Kelainan sklera

Sklera biru

Sklera normalnya berwarna putih dan opak sehingga struktur uvea

didalamnya tidak tampak. Perubahan-perubahan struktur pada serat kolagen sklera

dan penipisan sklera dapat menyebabkan pigmen uvea dibawahnya terlihat,

membuat sklera berwarna kebiruan. Sklera biru terjadi pula pada beberapa

kelainan yang menimbulkan gangguan jaringan ikat seperti, osteogenesis

imperfekta, sindroma Ehlers-Danlos, pseudoxantoma elastikum, dan sindrom

marfan. Sklera biru kadang-kadang juga tampak pada neonatus normaldanpada

pasien keratokonus atau keratoglobus.

Ektasia sklera

Peningkatan tekanan intraokuler pada awal kehiudpan secara terus menerus,

seperti yang terjadi pada glaukoma kogenital, dapat menyebabkan peregangan dan

penipisan sklera. Ektasia sklera dapat juga terjadi sebagai suatu anomali kogenital

39

Page 40: referat kelainan pada kornea dan sklera

disekitar diskus atau melibatkan area makula. Atau terjadi setelah peradangan atau

trauma sklera.

Stafiloma

Terjadi akibat penonjolan uvea ke sklera yang mengalami ektasia, biasanya

terletak di anterior, ekuator, atau posterior. Stafiloma anterior biasanya terletak di

atas korpus siliaris, atau diantar korpus siliaris dan limbus (stafiloma

interkalarius). Stafiloma ekuatorial terletak diekuator dan dan stafiloma posterior

terletak di posterior ekuator, paling sering terlihat di caput nervi optikus. Biasanya

pada pasien stafiloma posterior memiliki visus yang buruk dan miopia tinggi dan

menimbulkan atrofi koroid dan mungkin disertai dengan neovaskularisasi

subretina.

C. Peradangan sklera

1. Episkleritis

Merupakan peradangan jaringan ikat vaskuler yang terletak antara

konjungtiva dan permukaan sklera. Radang episklera disebabkan, oleh reaksi

hipersensitivita terhadap penyakit sistemik seperti TB, reumatoid arthritis, lues,

SLE, dll. Merupakan suatu reaksi toksik, alergi atau merupakan bagian

daripada infeksi. Dapat juga terjadi secara spontan dan idiopatik.

Episkleritis umumnya unilateral, dengan gejala mata kering, dengan rasa

sakit yang ringan, mengganjal dengan konjungtiva yang kemotik. Gambaran

peradangannya adalah berupa benjolan dengan batas tegas yang berwarna

merah atau ungu di bawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas

atau ditekan pada kelopak diatas benjolan, akan memberikan rasa sakit, rasa

sakit akan menjalar ke sekitar mata. Pada episkleritis bila dilakukan

pengangkatan konjungtiva di atasnya, maka akan mudah terangkat atau dilepas

dari pembuluh darah yang meradang. Perjalanan penyakit mulai dengan

episode akut dan terdapat riwayat berulang dan dapat berminggu-minggu atau

beberapa bulan.

Mata merah disebabkan melebarnya pembuluh darah di bawah

konjungtiva. Pembuluh darah ini mengecil bila diberi fenil 2,5% topikal.

Pengobatan yang diberikan pada episkleritis adalah vasokontriktor. Pada

40

Page 41: referat kelainan pada kornea dan sklera

keadaan yang berat diberikan kortikosteroid tetes mata, sistemik dan salisilat.

Episkleritis dapat sembuh sempurna atau bersifat residif yang dapat menyerang

tempat yang sama ataupun berbeda-beda dengan lama sakit umumnya

berlangsung 4-5 minggu. Komplikasi skleritis.

2. Skleritis

Skleritis (peradangan sklera itu sendiri) didefinisikan sebagai gangguan

granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan

kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis. Jarang terjadi, dapat

terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak, dan

dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan.

Etiologi, murni diperantarai oleh proses imunologi yakni terjadi reaksi

tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III (kompleks imun) dan disertai

penyakit sistemik.

Penyakit autoimun: Artritis rheumatoid, Poliarteritis nodosa, Polikondritis

berulang, Kolitis ulseratif, Granulomatosa wegener, Lupus eritromatosus

sistemik, Pioderma gangrenosum, Nefropati iga, Arthritis psoriatika

Penyakit granulomatosa: Tuberkulosis, Sifilis, Sarkoidosis, Lepra,

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (jarang)

Gangguan metabolik: Gout, Tirotoksikosis, Penyakit jantung rematik aktif

Infeksi: Onkoserkiasis, Toksoplasmosis, Herpes Zoster, Herpes Simpleks,

Infeksi oleh pseudomonas, Aspergillus, Streptococcus, Staphylococcus

Lain-lain: Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka bakar asam atau

basa), Mekanis (cedera tembus), Limfoma, Rosasea, Pasca ekstraksi katarak

Patofisiologi

Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi

sel T dan makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis.

Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan

menyebabkan penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata.2 Inflamasi

41

Page 42: referat kelainan pada kornea dan sklera

yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun sistemik

dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit autoimun

secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa

disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular

(reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi

hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun

aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks

imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi

kapiler dan venula post kapiler dan respon imun sel perantara.

Gejala dan tanda

Perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis, dan dagu

yang kadang-kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya yang sering

kambuh. Mata merah, berair, fotofobia, visus turun. Tanda klinis yang utama

skleritis adalah bola mata yang berwarna ungu gelap akibat dilatasi pleksus

vaskuler profunda di sklera dan episklera, yang mungkin nodular, sektoral atau

divus. Slitlamp dengan filter bebas merah akan menegaskan kelainan vaskuler

yang terjadi. Biasanya timbul didaerah-daerah avaskuler akibat vaskulitis

oklusif dan ini mengisyaratkan prognosis yang buruk. Penipisan sklera sering

mengikuti proses peradangan. Nekrosis sklera pada ketiadaan peradangan

dinyatakan sebagai skleromalasia perforans dan nyaris hanya dijumpai pada

pasien rheumatoid arthritis.

Terapi awal skleritis adalah dengan obat anti inflamasi nonsteroid sistemik.

Obat pilihan yaitu, indometasin 75 mg perhari, ibuprofin 600 mg perhari. Jika

tidak ada perubahan dalam 1-2 minggu diberikan prednisone oral 0,5-1,5

mg/kg/hari. Kadang diperlukan terapi pulsasi IV dengan methylprednisone 1

g. Dapat digunakan obat imunosupresif dan cyclophospamide jika curiga

terjadi perforasi

2. Degenerasi Hialin

Kelianan yang cukup sering ditemukan pada sklera orang berusia >60 th.

Bermanifestasi, kelabu translusen, bundar dan kecil yang biasanya bergaris

tengah 2-3 mm. Dan terletak anterior terhadap insersio otot rektus. Tidak

menimbulkan gejala dan komplikasi.

42

Page 43: referat kelainan pada kornea dan sklera

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Keratitis adalah infeksi pada kornea. Gejala patognomik dari keratitis ialah

terdapatnya infiltrat di kornea. Dapat mengenai lapisan epitel, membran

Bowman, dan stroma.

2. Tes fluoresin pada keratitis dapat (+) atau (-), tergantung letaknya. Pada

keratitis epitelial dan keratitis stromal, tes fluoresin (+), sedangkan pada

keratitis subepitelial dan keratitis profunda, tes fluoresin (-).

3. Ulkus kornea merupakan keadaan patologik kornea yang ditandai oleh

adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung dimana

diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma.

4. Adanya ulkus kornea dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin (+)

sebagai daerah yang  berwarna kehijauan pada kornea.

5. Tidak terlalu bnayak kasus yang terjadi akibat sklera, hanya saja kita perlu

tahu bahwasanya kelainan yang terjadi pada sklera merupakan jenik

kelainan yang mengakibatkan mata merah dengan visus normal.

B. Saran

Penulis berpesan, agar apa yang penulis tuangkan semoga mempunyai

manfaat bagi diri penulis sendiri, maupun bagi para pembaca. Penulis sadar, apa

yang penulis tuangkan adalam refrat ini khususnya mengenai penyakit yang ada

pada sklera atupun kornea masih memiliki banyak sekali kekurangan. Baik dari

segi penulisan, bahasa penulisan dan juga tinjauan pustakanya yang masih

memiliki kekurangan.

43

Page 44: referat kelainan pada kornea dan sklera

DAFTAR PUSTAKA

Handout dr. Tetri. Kelainan pada kornea & sklera. FK unswagati. Cirebon. 2011

Handout. Tim Lab Ilmu Penyakit Mata FKUP RS Mata Cicendo. Ilmu penyakit

Mata. FK UNPAD. Bandung. 1990

Ilyas, Sidarta. Ilmu penyakit Mata. Edisi ketiga. FKUI. Jakarta. 2009. Hal (118-

120) (147-167)

Lia S, Etika P, Rahmi S. Skleritis. http://yayanakhyar.files.wordpress.com/

[diakses 10 Juni 2011]

Vaughan, Asburi. Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC. Jakarta. 2010. Hal (7-10),

(125-149), (165-167)

44