46
KELAINAN REFRAKSI REFERAT Pembimbing: Dr. Fayca Aryono, SpM Dr. Abdul Choliq, SpM Disusun oleh: Putri Humairoh 110 2008 197

REFERAT KELAINAN REFRAKSI.ppt

Embed Size (px)

Citation preview

KELAINAN REFRAKSI

REFERAT

Pembimbing:Dr. Fayca Aryono, SpMDr. Abdul Choliq, SpM

Disusun oleh:Putri Humairoh110 2008 197

I.Anatomi Media Refraksi

I.Anatomi Media Refraksi

• Bagian mata yang termasuk media refraksi:– Kornea– Aqueous humor– Lensa– Corpus vitreus– Panjang bola mata

I.Anatomi Media Refraksi

• Bagian mata yang termasuk media refraksi:– Kornea– Aqueous humor– Lensa– Corpus vitreus– Panjang bola mata

I.Anatomi Media Refraksi• Kornea (Latin cornum=seperti tanduk)

adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu: 1. Epitel 2. Membran Bowman 3. Stroma 4. Membran Descement 5. Endotel

Aqueous humor• Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,

keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor.

• Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior.

• Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (“di dalam mata”). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.

• Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi

Lensa• Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan

yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan bersifat bening.

• Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi

• Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa.

Badan vitreous• Badan vitreous menempati daerah

mata di balakang lensa. • Peranannya mengisi ruang untuk

meneruskan sinar dari lensa ke retina. • Kebeningan badan vitreous disebabkan

tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi

Panjang bola mata• Panjang bola mata menentukan

keseimbangan dalam pembiasan. • Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh

karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada mekula.

• Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma

II. Fisiologi Refraksi• Refraksi adalah perubahan arah dari suatu gelombang

ketika melewati media yang berbeda indeks biasnya• Refraksi pembelokan berkas cahaya terjadi ketika

berkas cahaya berpindah dari satu medium dengan kepadatan tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda

• Sedangkan cagaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari foton yang berjalan menurut cara gelombang. Foto reseptor mata hanya peka terhadap panjang gelombang 400-700 nm

• Berkas-berkas cahaya divergen yang mencapai mata harus difokuskan kembbali ke sebuah titik peka cahaya di retina

• Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas tinggi, cahaya tersebut melambat (begitupun sebaliknya)

II. Fisiologi Media Refraksi• Dua faktor yang berperan penting dalam derajat refraksi:

– Densitas komparatif antara dua media (semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan)

– Sudut jatuhnya berkas di medium kedua (semakin besar sudut semakin besar pembiasan)

• Dua struktur paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa

• Kelengkungan kornea berperan dalam refraksi total karena perbedaan lensa dan cairan. Kemampuan refraksi lensa dapat diubah dengan mekanisme akomodasi

• Pada kornea, cahaya yang masuk akan melewati media refraksi yang berbeda, sehingga cahaya terkumpul dan diteruskan ke lensa lewat pupil yang lebarnya diatur oleh iris.

• Berkas cahaya yang melewati lensa dibiaskan kembali untik mencapai fokus yang maksimak dengan daya akomodasi lensa sehingga fokus berkas dapat jatuh di retina

II. Fisiologi Media Refraksi

III. Kelainan Refraksi

• EmetropiaMata dengan sifat emetrop

adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi normal. Daya bias mata adalah normal, dimana sinar jauh difokuskan sempurna didaerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi

III. Kelainan Refraksi• Ametropia

Dalam bahasa yunani ametros berarti tidak sebanding atau seimbang, ops berarti mata. Dikenal beberapa bentuk:– Ametropia aksial : terjadi akibat sumbu bola mata lebih

panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan didepan atau dibelakang retina

– Ametropia refraktif : terjadi akibat kelainan sistem pembiasan sinar dalam mata. Bila daya bias kuat maka bayangan benda terletak didepan retina (miopia) atau bila daya bias kurang maka bayangan benda akan terletak dibelakang retina (hipermetropia refraktif)

III. Kelainan RefraksiYang termasuk dalam ametropia:•Miopia•Hipermetropia•Astigmatism

III.1. Miopia

• Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.

III.1.a. Jenis Miopia

III.1.b. Klasifikasi Miopia

III.1. Miopia

III.1.c. Manifestasi Klinik Miopia

Manifestasi klinik:• Penglihatan kabur saat

melihat jauh, dan jelas pada jarak tertentu/dekat

• Selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat pada mata

• Gangguan dalam pekerjaan• Nyeri kepala akibat

akomodasi kuat untuk melihat jelas

• Cendrung memicingkan mata bila melihat jauh

• Astenopia konvergensi (kelelahan mata)

III.1.d. Diagnosis Miopia1. Anamnesis2. Pemeriksaan fisik

– Visus dasar utk melihat jauh– Visus dengan pinhole untuk mengetahui

apakah penglihatan yang buram disebabkan kelainan refraksi atau kelainan anatomi

– Metode “trial and error”, snellen chart dan lensa sferis negatif sampai didapatkan visus 6/6

3. Pemeriksaan penunjang– Funduskopi – Auto refraktometer

III.1.e. Tatalaksana Miopia• Koreksi non bedah

– Kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal agar memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi

• Koreksi bedah– Fotorefraktif Keratektomi

(PRK)– Laser in situ Keratomileusis

(LASIK)– Laser Subepitelial

Keratomileusis (LASEK)– Keratomi Radikal

III.1. Miopia

III.1.f. Komplikasi Miopia• Ablasio retina

• Strabismus/ mata juling

III.2. Hipermetropia

• Keadaan mata tak berakomodasi yang memfokuskan bayangan dibelakang retina . Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu atau menurunnya indeks refraksi

• Hipermetropi berdasarkan etiologi: – Hipermetropi aksial– Hipermetropi kurvatur– Hipermetropi refraktif

III.2.b. Bentuk Hipermetropia

III.2.b. Klasifikasi Hipermetropia

III.2. Hipermetropia

III.2.c. Manifestasi Klinik Hipermetropia

Manifestasi klinik:• Gejala subyektif

– Penglihatan kabur bila melihat dekat dan jauh

– Astenopia akomodativa : sakit kepala, mata cepat lelah, cepat mengantuk sesudah membaca dan menullis

• Gejala obyektif– Terjadi strabismus – COA dangkal, karena hipertofi

otot-otot siliaris– Ambliopia pada mata yang

tanpa akomodasi; tidak pernah melihat obyek dengan baik

III.2.d. Diagnosis Hipermetropia1. Anamnesis2. Pemeriksaan fisik

– Visus dasar dengan snellen chart, visus dengan pinhole

– Refraksi subyektif dengan cara trial and error

3. Pemeriksaan penunjang– Funduskopi– Refraktometer

III.2.e. Tatalaksana Hipermetropia

• Non bedah– Koreksi dengan lensa sferis

terbesar yang memberikan visus terbaik dan dapat melihat dekat yanpa kelelahan

– Tidak diperlukan lensa sferis positif pada hipermetropia rinagn, tidak ada astenopia akomodatif, tidak ada strabismus

• Bedah– LASIK (Laser in situ

keratomileusis)– LASEK (Laser sebepithelial

keratomileusis)– PRK

III.2.f. Komplikasi Hipermetropia

• Strabismus (Esotropia)

• Glaukoma sekunder

III.3. Astigmatisme

• Astigmatisme merupakan kondisi dimana sinar cahaya tidak direfraksikan dengan sama pada semua meridian dan berkas cahaya difokuskan pada 2 garis titik yang seling tegak lurus akibat kelainan kelengkungan kornea

III.3. Astigmatisme

III.3.a. Klasifikasi Astigmatisme

• Astigma dapat terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi yang lain termasuk:1. Miopia : bila kurvatura kornea selalu

melengkung atau jika aksis mata lebih panjang dari normal. Bayangan terfokus didepan retina dan menyebabkan objek dari jauh terlihat kabur

2. Hipermetropia : ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis mata lebih pendek dari normal. Bayangan terfokus dibelakang retina dan menyebabkan objek dekat terlihat kabur

III.3.a. Klasifikasi Astigmatisme• Bentuk Astigmatisme:

1. Astigmatisme reguler : astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Dibedakan atas Astigmat ‘with the rule’ dan Astigmat ‘against the rule’

2. Astigmatisme irreguler : Astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian yang saling tegak lurus

III.3.a. Klasifikasi Astigmatisme

• Klasifikasi astigmatisme dilihat dari kondisi optik:1. Simple hypermetropia astigmatism2. Simple myopia astigmatism3. Compound hypermetropia astigmatism4. Compound miopic astigmatism5. Mixed astigmatism

III.3.b. Manifestasi Klinik Astigmatisme

• Manifestasi klinik:1. Distorsi bagian-bagian

lapang pandang2. Tampak garis vertikal,

horizontal atau miring yang tidak jelas

3. Memegang bahan bacaan dari dekat

4. Sakit kepala, mata berair dan cepat lelah

5. Memiringkan kepala agar dapat melihat jelas

III.3.c. Diagnosis Astigmatisme

• Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme• Pemeriksaan Oftalmologia. Visusdengan menggunakan Snellen Chartb. RefraksiPasien diminta untuk memperhatikan kartu

tes astigmatisme dan menentukan garis yang mana yang tampak lebih gelap dari yang lain. untuk pemeriksaan objektif, bisa digunakan keratometer, keratoskop, dan videokeratoskop

c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi

d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, 27 penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect

III.3.d. Penatalaksanaan Astigmatisme

• Penatalaksanaan non bedah: dapat dikoreksi dengan sferis silindris sesuai aksis yang didapatkan, untuk astigmatisme yang kecil tidak perlu dikoreksi. Untuk astigmatisme miopi, diperlukan lensa silinder negatif, untuk astigma hipermetropi diguunakan lensa silinder positif.

• Astigma juga dapat dikoreksi dengan keratektomi, fotorefraktif, dan LASEK

III.4. Presbiopia

• Presbiopia merupakan gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi dan lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa

III.4. Presbiopia

III.4.a. Gejala Klinik Presbiopia

• Keluhan pasien berupa mata lelah,berair, dan sering panas setelah membaca

III.4.b. Penatalaksanaan Presbiopia

• Pada pasien presbiopi, kacamata atau addisi diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya:o +1,0 D untuk usia 40 tahuno +1,5 D untuk usia 45 tahuno +2,0 D untuk usia 50 tahuno +2,5 D untuk usia 55 tahuno +3,0 D untuk usia 60 tahun• Karena jarak baca biasanya 33cm maka addisi

+3,0 dioptri adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang, pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 2001

2. Ilyas sidharta. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Balai penerbit FKUI. Jakarta. 2010

3. Persatuan Dokter Mata Indonesia (PERDAMI). Kelainan Refraksi. Available at http:/www.Perdami.or.id/?Page=news_seminat detail&Id=3. 22 November 2010

4. Vaughan Daniel.MD Asbury Taylor, MD Rordan Eva Paul FRCS. Oftalmologi Umum Edisi 17. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta, 2009

Terima Kasih