Referat Nyeri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

best

Citation preview

NYERIDEFINISIMenurut International Association for the Study of Pais (IASP), nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik actual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Dalam kenyataan hidup sehari-hari, nyeri diungkapkan sebagai pengalaman, yang dilukiskan dengan ilustrasi. Mendefinisikan nyeri bukan hal yang mudah, sebab nyeri adalah perasaan subjektif sama halnya dengan melihat warna merah, kuning, mencium bau harum, busuk; pengecapan rasa : manis, pahit yang kesemuanya itu merupakan persepsi panca indera dan tidak lazim didefinisikan.1,2 Nyeri merupakan masalah kesehatan yang kompleks, dan merupakan salah satu alasan utama seseorang datang untuk mencari pertolongan medis. Nyeri dapat mengenai semua orang tanpa memandang jenis kelamin, umur, ras, status social, dan pekerjaan. Pada populasi anak-anak dan remaja, sindrom nyeri yang terjadi sangat bervariasi. Nyeri yang terjadi adalah akibat dari penyakit yang diderita seperti kanker, trauma, dan sebagainya. Pada populasi lanjut usia kondisi nyeri kronik meningakat sangap tajam. 1,2

Pada dasarnya nyeri adalah reaksi fisiologis karena reaksi protektif untuk menghindari stimulus yang membahayakan tubuh. Tetapi bila nyeri tetap berlangsung walaupun stimulus penyebab sudah tidak ada, berarti telah terjadi perubahan patofisiologis yang justru merugikan tubuh. Sebagai contoh, nyeri karena pembedahan, masih tetap dirasakan pada masa pasca bedah ketika pembedahan sudah selesai. Nyeri semacam ini tidak saja menimbulkan perasaan tidak nyaman, tetapi juga reaksi stres, yaitu rangkaian reaksi fisik maupun biologis yang dapat menghambat proses penyembuhan. Nyeri patologis atau nyeri klinik inilah yang membutuhkan terapi. Derajat nyeri dapat diukur dengan berbagai cara, misalnya tingkah laku pasien skala verbal dasar / Verbal Rating Scales (VRS), dan yang umum adalah skala analog visual / Visual Analogue Scales (VAS). 1,2,3MEKANISME NYERINyeri terjadi apabila terdapat adanya rangsangan mekanikal, termal atau kimiawi yang melewati ambang rangsang tertentu. Proses rangsangan yang menimbulkan nyeri bersifat destruktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf penghantar impuls nyeri. Serabut saraf ini disebut juga serabut nyeri, sedangkan jaringan tersebut disebut jaringan peka- nyeri. Bagaimana seseorang menghayati nyeri tergantung pada jenis jaringan yang dirangsang, jenis serta sifat rangsangan, serta pada kondisi mental dan fisiknya.1,3,4Reseptor untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor adalah ujung saraf tidak bermielin A delta dan ujung saraf C bermielin. Distribusi nosiseptor bervariasi di seluruh tubuh dengan jumlah terbesar terdapat di kulit. Nosiseptor terletak di jaringan subkutis, otot rangka, dan sendi. Nosiseptor yang terangsang oleh stimulus yang potensial dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Stimulus ini disebut sebagai stimulus noksius. Selanjutnya stimulus noksius ditransmisikan ke sistem syaraf pusat, yang kemudian menimbulkan emosi dan perasaan tidak menyenanggan sehingga timbul rasa nyeri dan reaksi menghindar.Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif terdapat empat proses tersendiri: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. a. Proses transduksi Transduksi nyeri adalah rangsang nyeri (noksius) diubah menjadi depolarisasi membran reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf reseptor nyeri. Rangsangan ini dapat berupa rangsang fisik (tekanan), suhu (panas), atau kimia. Adanya rangsang noksius ini menyebabkan pelepasan asam amino eksitasi glutamat pada saraf afferent nosisepsi terminal menempati reseptor AMPA (alpha-amino-3-hydroxy-5- methyl-D-aspartate), akibat penempatan pada reseptor menyebabkan ion Mg2+ pada saluran Ca2+ terlepas masuk ke dalam sel, demikian juga ion Ca2+, K+, dan H+. Terjadi aktivasi protein kinase c dan menghasilkan NO yang akan memicu pelepasan substansi p dan terjadi hipersensitisasi pada membran kornu dorsalis.Kerusakan jaringan karena trauma, dalam hal ini odontektomi, menyebabkan dikeluarkannya berbagai senyawa biokimiawi antara lain: ion H, K, prostalglandin dari sel yang rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari sel mast, serotonin dari trombosit dan substansi P dari ujung saraf. Senyawa biokimiawi ini berfungsi sebagai mediator yang menyebabkan perubahan potensial nosiseptor sehingga terjadi arus elektrobiokimiawi sepanjang akson.Kemudian terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-mediator ini mempengaruhi juga nosiseptor di luar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator tersebut di atas dan penurunan pH jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi perifer ini mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi sentral yaitu hipereksitabilitas neuron pada korda spinalis, terpengaruhnya neuron simpatis, dan perubahan intraselular yang menyebabkan nyeri dirasakan lebih lama.b. Proses Transmisi Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati kornu dorsalis menuju korteks serebri. Saraf sensoris perifer yang melanjutkan rangsang ke terminal di medula spinalis disebut neuron aferen primer. Jaringan saraf yang naik dari medula spinalis ke batang otak dan talamus disebut neuron penerima kedua. Neuron yang menghubungkan dari talamus ke korteks serebri disebut neuron penerima ketiga. c. Proses Modulasi Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesi endogen yang dihasilkan oleh tubuh dengan impuls nyeri yang masuk ke kornu posterior medula spinalis. Sistem analgesi endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan inpuls nyeri pada kornu posterior medula spinaslis. Proses modulasi ini dapat dihambat oleh golongan opioid.d. Proses Persepsi Proses persepsi merupakan hasil akhir proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.3KLASIFIKASI NYERIBerdasarkan mekanisme terjadinya, nyeri terbagi menjadi nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif disebabkan adanya kerusakan jaringan yang mengakibatkan dilepaskannya bahan kimiawi yang disebut excitatory neurotransmitter seperti histamin dan bradikinin, yang bertanggung jawab terhadap timbulnya rekasi inflamasi. Selanjutnya bradikinin melepaskan prostaglandin dan substansi P, yang merupakan neurotransmitter kuat. 3,4Nyeri nosiseptif dibagi menjadi nyeri viseral dan nyeri somatik. Nyeri viseral terjadi akibat stimulasi nosiseptor yang berada di rongga abdominal dan rongga thoraks. Nyeri somatik terbagi menjadi nyeri somatik dalam dan nyeri kutaneus. Nyeri somatik dalam berasal dari tulang, tendon, saraf dan pembuluh darah, sedang nyeri kutaneus berasal dari kulit dan jaringan bawah kulit. 3,4Nyeri neuropatik berasal dari kerusakan jaringan saraf akibat penyakit atau trauma, disebut nyeri neuropatik perifer apabila disebabkan oleh lesi saraf tepi, dan nyeri sentral apabila disebabkan lesi pada otak, batang otak atau medula spinalis. Berdasarkan waktu durasi nyeri dibagi menjadi :a) Nyeri akut: < 3 bulan, mandadak akibat trauma atau inflamasi, tanda respon simpatis, penderita ansietas sedangkan keluarga suportifb) Nyeri kronik: > 3 bulan , hilang timbul atau terus-menerus, tanda respon parasimpatis, penderita depresi sedangkan keluarga lelah. Tabel 1: Karakteristik Nyeri Akut dan Nyeri KronikKarakteristikNyeri AkutNyeri Kronik

Pereda nyeriSangat diinginkanSangat diinginkan

Ketergantungan terhadap obatjarangSering

Komponen psikologisUmumnya tidak adaSering merupakan masalah utama

Penyebab organikseringTidak ada

Kontribusi lingkungan dan keluargaKecilSignifikan

InsomniaJarangSering

Tujuan pengobatanKesembuhanfungsionalisasi

DepresiJarangSering

Berdasarkan Intensitas nyeri dibagi menjadi :a) Skala visual analog score: 1-10b) Skala wajah wong Baker: Tanpa nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat, tak tertahankanBerdasarkan Lokasi dibagi menjadi :a) Nyeri superfisial: nyeri pada kulit, subkutan, bersifat tajam dan terlokalisirb) Nyeri somatik dalam: nyeri berasal dari otot, tendo, bersifat tumpul dan kurang terlokalisirc) Nyeri visceral: nyeri berasal dari organ internad) Nyeri alih/referred: nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinyae) Nyeri proyeksi: misalnya pada herpes zoster, kerusakan saraf menyebabkan nyeri yang dialihkan ke sepanjang bagian tubuh yang diinervasi oleh saraf yang rusak tersebut.f) Nyeri phantom: persepsi nyeri yang dihubungkan dengan bagian tubuh yang hilang, seperti: amputasi ektremitas.4,5,6MANAJEMEN NYERISaat ini, untuk tujuan terapi, nyeri dibagi atas nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut dikategorikan lagi sebagai berikut. Pertama, nyeri yang muncul pada pasien, di mana sebelumnya tidak ada nyeri kronik. Untuk pasien dengan nyeri akut tipe ini, pengobatan ditujukan terhadap nyeri dan penyebabnya. Kedua, nyeri yang datang tiba-tiba pada pasien yang sebelumnya sudah menderita nyeri kronk akan tetapi nyeri akut tidak berhubungan dengan nyeri kronik, misalnya pasien dengan nyeri kanker yang diderita selama ini, kemudian menderita patah tulang tanpa berhubungan dengan kankernya, dan mengalami nyeri. Pengobatan untuk keadaan ini selain analgerik yang sesuai untuk patah tulangnya, pelu ditambahkan obat untuk nyeri yang lama. Ketiga nyeri akut yang merupakan eksaserbasi nyeri kronik yang selama ini diderita oleh pasien, misalnya seorang pasien dengan nyeri kanker kronik dan mengalami nyeri patah tulang oleh karena metastase. Nyeri akut yang muncul disini menimbulkan kekhawatiran akan memberatnya penyakit. Oleh karena itu kecemasan sangat mempengaruhi intensitas nyeri. Untuk kasus seperti ini, perlu ditambahkan terapi yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan yang dapat berupa dukungan emosiolan dan obat-obatan 4,5Prinsip pengobatan nyeri akut dan berat (VAS 7-10) yaitu pemberian obat yang efek analgetiknya kuat dan cepat dengan dosis optimal. Berbagai macam obat untuk tujuan terapi nyeri akut dan berat saat ini telah tersedia, mulai dari obat non steroid antiinflamasi konvensional, OAINS jenis koksib sampai opioid. Pasien dengan nyeri kronik tidak membutuhkan efek obat yang cepat, dan umumnya tidak mentoleransi efek samping obat. Dalam penanganan pasien nyeri kronik, selain pemberian terapi farmaka perlu dipertimbangkan berbagai modalitas pengobatan nyeri yang sesuai dengan kondisi individual penderita .Modalitas tersebut antara lain modalitas fisik dan modalitas kognitif-behavioral.7Terapi farmaka nyeri neuropatik sampai saat ini banyak obat yang digunakan, seperti antikonvulsan, antidepresan, dan berbagai adjuvant analgerik lainnya (meliala 2000). Depkes RI (2002) dalam buku Pedoman Penggunaan obat opioid dalam penatalaksanaan nyeri menuliskan berbagai adjuvant analgetik yaitu kortikosteroid, antikonvulsan, antidepresan, neuroleptic, anestesi local, hidroksizin, psikostimulan. Perlu diketahui bahwa OAINS dan opioid tidak berefek untuk terapi nyeri neuropatik.6,7PENILAIAN SKALA NYERIDerajat nyeri dapat diukur dengan macam-macam cara: Skala Pendeskripsi Verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan./ Skala Analog Visual (VAS, visual analoque scales). VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka /Keterangan: 0 :Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik 4-6 : Nyeri sedang Secara obyektif mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat Secara obyektif terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi 10 : Nyeri sangat berat : tidak mampu lagi PENGUKURAN SKALA NYERI Face Pain Rating Scale Menurut Wong dan Baker (1998) pengukuran skala nyeri untuk anak usia pra sekolah dan sekolah, pengukuran skala nyeri menggunakan Face Pain Rating Scale yaitu terdiri dari 6 wajah kartun mulai dari wajah yang tersenyum untuk tidak ada nyeri hingga wajah yang menangis untuk nyeri berat./ Word Grapic Rating Scale Menggunakan deskripsi kata untuk menggambarkan intensitas nyeri, biasanya dipakai untuk anak 4-17 tahun. ////// 0 1 2 3 4 5 / Tidak nyeri ringan sedang cukup sangat nyeri nyeri hebat ///////////Skala intensitas nyeri numerik / 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tidak nyeri sedang nyeri Nyeri hebat Skala nyeri menurut bourbanis

PENATALAKSANAAN NYERIPrinsip Umum Penatalaksanaan Nyeri

Sebelum dilakukanya pengobatan terhadap nyeri, seorang dokter harus memahami tata laksana pengelolaan nyeri dengan seksama. Di dalam pengelolaan nyeri ini terdapat prinsip-prinsip umum yaitu :1. Mengawali pemeriksaan dengan seksama2. Menentukan penyebab dan derajat/stadium penyakit dengan tepat3. Komunikasi yang baik dengan penderita dan keluarga4. Mengajak penderita berpartisipasi aktif dalam perawatan5. Meyakinkan penderita bahwa nyerinya dapat ditanggulangi6. Memperhatikan biaya pengobatan dan tindakan7. Merencanakan pengobatan, bila perlu, secara multidisiplin

Tujuan keseluruhan dalam pengobatan nyeri adalah mengurangi nyeri sebesar-besarnya dengan kemungkinan efek samping paling kecil. Terdapat dua metode umum untuk terapi nyeri yaitu pendekatan farmakologik dan non farmakologik. Pendekatan FarmakologikGaris besar strategi terapi farmakologi mengikuti WHO Three-step Analgesic Ladder. Tiga langkah tangga analgesik meurut WHO untuk pengobatan nyeri itu terdiri dari :1. Pada mulanya, langkah pertama, hendaknya menggunakan obat analgesik non opiat.2. Apabila masih tetap nyeri naik ke tangga/langkah kedua, yaitu ditambahkan obat opioid lemah misalnya kodein.3. Apabila ternyata masih belum reda atau menetap maka, sebagai langkah ketiga, disarankan untuk menggunakan opioid keras yaitu morfin.Pada dasarnya prinsip Three Step Analgesic Ladder dapat diterapkan untuk nyeri kronik maupun nyeri akut, yaitu :1. Pada nyeri kronik mengikuti langkah tangga ke atas 1-2-32. Pada nyeri akut, sebaliknya, mengikuti langkah tangga ke bawah 3-2-1

Pada setiap langkah, apabila perlu dapat ditambahkan adjuvan atau obat pembantu. Berbagai obat pembantu (adjuvant) dapat bermanfaat dalam masing-masing taraf penaggulangan nyeri, khususnya untuk lebih meningkatkan efektivitas analgesik, memberantas gejala-gejala yang menyertai, dan kemampuan untuk bertindak sebagai obat tersendiri terhadap tipe-tipe nyeri tertentu.

Obat adalah bentuk pengendalian nyeri yang paling sering digunakan. Terdapat tiga kelompok obat nyeri yaitu analgesik non opioid, analgesik opioid dan antagonis dan agonis-antagonis opioid. Kelompok keempat obat disebut adjuvan atau koanalgesik. Penatalaksanaan farmakologik dengan obat-obat analgesik harus digunakan dengan menerapkan pendekatan bertahap. Ada pula mengatasi nyeri secara terpadu yaitu bila pada proses transduksi diberikan NSAID, bila pada proses transmisi diberikan anestesi lokal, dan bila pada proses modulasi diberikan narkotik.1. Analgesik non-opioid (obat anti inflamasi non steroid/OAINS) Langkah pertama, sering efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai sedang, menggunakan analgesik nonopioid, terutama asetaminofen (tylenol) dan OAINS. Tersedia bermacam-macam OAINS dengan efek antipiretik, analgesik, dan anti inflamasi (kecuali asetaminofen). OAINS yang sering digunakan adalah asam asetil salisilat (aspirin) dan ibuprofen (advil). OAINS sangat efektif untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan, penyakit meradang yang kronik seperti artritis, dan nyeri akibat kanker ringan.

Pembagian Obat Anti Inflamasi Non SteroidOAINS mengahasilkan analgesia dengan bekerja di tempat cedera melalui inhibisi sintesis prostaglandin dari prekursor asam arakidonat. Prostaglandin mensensitisasi nosiseptor dan bekerja secara sinergis dengan produk inflamatorik lain di tempat cedera, misalnya bradikinin dan histamin, untuk menimbulkan hiperalgesia. Dengan demikian, OAINS mengganggu mekanisme transduksi di nosiseptor dengan menghambat sintesis prostaglandin.

Berbeda dengan opioid, OAINS tidak menimbulkan ketergantungan atau toleransi fisik. Semua memiliki ceiling effect yaitu peningkatan dosis melebihi kadar tertentu tidak menambah efek analgesik. Penyulit yang tersering berkaitan dengan pemberian OAINS adalah gangguan saluran cerna, meningkatnya waktu pendarahan, pengelihatan kabur, perubahan minor uji fungsi hati, dan berkurangnya fungsi hati, dan berkurangnya fungsi ginjal.7,8,92. Analgesik opioidOpioid saat ini adalah analgesik paling kuat yang tersedia dan digunakan dalam pengobatan nyeri sedang sampai berat. Obat-obat ini merupakan patokan dalam pengobatan nyeri pasca operasi dan nyeri terkait kanker. Morfin adalah suatu alkaloid yang berasal dari getah tumbuhan opium poppy yang telah dikeringkan dan telah digunakan sejak berabad-abad yang lalu karena efek analgesik, sedatif dan euforiknya. Morfin adalah salah satu obat yang paling luas digunakan untuk mengobati nyeri berat dan masih standar pembanding untuk menilai obat analgesik lain. Berbeda dengan OAINS, yang bekerja di perifer, morfin menimbulkan efek analgesiknya di sentral. Mekanisme pasti kerja opioid telah semakin jelas sejak penemuan resptor-reseptor opioid endogen di sistem limbik, talamus, PAG, substansia gelatinosa, kornu dorsalis dan usus. Opioid endogen seperti morfin menimbulkan efek dengan mengikat reseptor opioid dengan cara serupa dengan opioid endogen (endorfin-enkefalin); yaitu morfin memiliki efek agonis (meningkatkan kerja reseptor). Dengan mengikat reseptor opioid di nukleus modulasi-nyeri di batang otak, morfin menimbulkan efek pada sistem-sistem desenden yang menghambat nyeri. 8Obat-obat golongan opioid memiliki pola efek samping yang sangat mirip termasuk depresi pernafasan, mual, muntah, sedasi, dan konstipasi. Selain itu, semua opioid berpotensi menimbulkan toleransi, ketergantungan dan ketagihan (adiksi). Toleransi adalah kebutuhan fisiologik untuk dosis yang lebih tinggi untuk mempertahankan efek analgesik obat. Toleransi terhadap opioid tersebut diberikan dalam jangka panjang, misalnya pada terapi kanker. Walaupun terdapat toleransi silang yang cukup luas diantara obat-obat opioid, hal tersebut tidaklah komplete. Misalnya codein, tramadol, morfin solutio.7,8

Mekanisme kerja obat untuk nyeri3. Antagonis dan agonis-antagonis opioidAntagonis opioid adalah obat yang melawan efek obat opioid dengan mengikat reseptor opioid dan menghambat pengaktifannya. Nalokson, suatu antagonis opioid murni, menghilangkan analgesia dan efek samping opioid. Nalokson digunakan untuk melawan efek kelebihan dosis narkotik, yaitu yang paling serius adalah depresi nafas dan sedasi.

Obat opioid lain adalah kombinasi agonis dan anatagonis, seperti pentazosin (talwin) dan butorfanol (stadol). Apabila diberikan kepada pasien yang bergantung pada narkotik, maka obat-obat ini dapat memicu gejala-gejala putus obat. Agonis-antagonis opioid adalah analgetik efektif apabila diberikan tersendiri dan lebih kecil kemungkinannya menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan (misalnya depresi pernafasan) dibandingkan dengan antagonis opioid murni.8,94. Adjuvan atau koanalgesikObat adjuvan atau koanalgetik adalah obat yang semula dikembangkan untuk tujuan selain menghilangkan nyeri tetapi kemudian ditemukan memilki sifat analgetik atau efek komplementer dalam penatalaksanaan pasien dengan nyeri. Sebagian dari obat ini sangat efektif dalam mengendalikan nyeri neuropatik yang mungkin tidak berespon terhadap opioid. Anti kejang, seperti karbamazepin atau fenitoin (dilantin), telah terbukti efektif untuk mengatasi nyeri menyayat yang berkaitan dengan kerusakan saraf. Anti kejang ini efektif untuk nyeri neuropatik karena obat golongan ini menstabilkan membran sel saraf dan menekan respon akhir di saraf. 8,9Antidepresan trisiklik, seperti amitriptilin atau imipramin, adalah analgetik yang sangat efektif untuk nyeri neuropatik serta berbagai penyakit lain yang menimbulkan nyeri. Aplikasi-aplikasi spesifik adalah terapi untuk neuralgia pasca herpes, invasi struktur saraf karena karsinoma, nyeri pasca bedah, dan artritis reumatoid. Pada pengobatan untuk nyeri, antidepresan trisiklik tampaknya memiliki efek analgetik yang independen dari aktivitas antidepresan. Obat adjuvan lain yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri adalah hidroksizin (vistaril), yang memiliki efek analgetik pada beberapa penyakit dan efek aditif apabila diberikan bersama morfin; pelemas otot misalnya diazepam (valium), yang digunakan untuk mengobati kejang otot yang berkaitan dengan nyeri; dan steroid misalnya dexametason, yang telah digunakan untuk mengendalikan gejala yang berkaitan dengan kompresi medula spinalis atau metastasis tulang pada pasien kanker.8,9Adjuvan lain untuk analgesia adalah agonis reseptor adrenergik-alfa (misalnya, agonis alfa-2, klonidin), yang sering diberikan secara intraspinal bersama dengan opioid atau anestetik lokal; obat ini juga memiliki efek analgetik apabila diberikan secara sistemis karena memulihkan respons adrenergik simpatis yang berlebihan di reseptor sentral dan perifer. Antagonis alfa-1, prazosin, juga pernah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri yang disebabkan oleh sistem simpatis. Efek samping utama dari obat-obat ini adalah hipotensi dan potensial depresi pernafasan yang diinduksi oleh opioid.8,9,10Pendekatan NonfarmakologikWalaupun obat-obat analgesik sangat mudah diberikan, namun banyak pasien dan dokter kurang puas dengan pemberian jangka panjang untuk nyeri yang tidak terkait keganasan. Situasi ini mendorong dikembangkannya sejumlah metode nonfarmakologik untuk mengatasi nyeri. Metode nonfarmakologik untuk mengendalikan nyeri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu terapi dan modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku. Sebagian dari modalitas ini mungkin berguna walaupun digunakan secara tersendiri atau digunakan sebagai adjuvan dalam penatalaksanaan nyeri.1. Terapi dan Modalitas FisikTerapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup beragam bentuk stimulasi kulit (pijat, stimulasi saraf dengan listrik transkutis, akupuntur, aplikasi panas atau dingin, olahraga). Stimulasi kulit akan merangsang serat-serat non-nosiseptif yang berdiameter besar untuk menutup gerbang bagi serat-serat berdiameter kecil yang menghantarkan nyeri sehingga nyeri dapat dikurangi. Dihipotesiskan bahwa stimulasi kulit juga dapat menyebabkan tubuh mengeluarkan endorfin dan neurotransmiter lainnya yang menghambat nyeri. Salah satu strategi stimulasi kulit tertua dan paling sering digunakan adalah pemijatan atau penggosokan. Pijat dapat dilakukan dengan jumlah tekanan dan stimulasi yang bervariasi terhadap berbagai titik diseluruh tubuh. Pijat akan melemaskan ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi lokal. Pijat punggung memiliki efek relaksasi yang kuat dan apabila dilakukan oleh individu yang penuh perhatian maka akan menghasilkan efek emosional yang positif.Stimulasi saraf dengan listrik melalui kulit (TENS atau TNS) terdiri dari suatu alat yang digerakkan oleh batere yang mengirim impuls listrik lemah melalui elektroda yang diletakkan di tubuh. Elektroda pada umumnya diletakkan diatas atau dekat dengan bagian yang nyeri. TENS digunakan untuk penatalaksanaan nyeri akut dan kronik; nyeri pascaoperasi, nyeri punggung bawah, phantom limb pain, neuralgia perifer dan artritis rematoid.Akupuntur adalah teknik kuno dari cina berupa insersi jarum halus ke dalam berbagai titik akupuntur di seluruh tubuh untuk meredakan nyeri. Metode noninvasif lain untuk merangsang titik-titik pemicu adalah memberi tekanan dengan ibu jari, suatu teknik yang disebut akupresur.Range of motion (ROM) exercise (pasif, dibantu, atau aktif) dapat digunakan untuk melemaskan otot, memperbaiki sirkulasi dan mencegah nyeri yang berkaitan dengan kekakuan dan imobilitas.Aplikasi panas adalah tindakan sederhana yang telah lama dikeketahui sebagai metode yang efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melalui konduksi (botol air panas, bantalan pemanas listrik, lampu, kompres basah panas), konveksi (whirpool, sitz bath, berendam air panas), konversi (ultrasonografi, diatermi). Nyeri akibat memar, spasme otot, dan artritis berespon baik terhadap panas. Karena melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah lokal, panas jangan digunakan setelah cidera traumatik saat masih ada edema dan peradangan. Karena meningkatkan aliran darah, panas mungkin meredekan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi seperti bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal.Berbeda dengan terapi panas, yang efektif untuk nyeri kronik, aplikasi dingin efektif untuk nyeri akut (misalnya trauma akibat luka bakar, tersayat, terkilir). Dingin dapat disalurkan dlam bentuk berendam atau komponen air dingin, kantung es, aquamatic K pads, dan pijat es. Aplikasi dingin mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi edema serta perdarahan. Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri.11,122. Strategi kognitif-perilaku Strategi kognitif-perilaku bermanfaat dalam mengubah persepsi pasien terhadap nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien perasaan yang lebih mampu untuk mengendalikan nyeri. Strategi-strategi ini mencakup relaksasi, penciptaan khayalan (imagery), hipnosis, dan biofeedback. Walaupun sebagian besar metode kognitif-perilaku menekankan salah satu relaksasi atau pengelihatan, pada praktik keduanya tidak dapat dipisahkan.Cara lain untuk menginduksi relaksasi adalah dengan olahraga dan bernafas dalam, meditasi dan mendengarkan musik-musik yang menenangkan. Teknik-teknik relaksasi akan mengurangi rasa cemas, ketegangan otot, dan stress emosi sehingga memutuskan siklus nyeri-stress-nyeri, saat nyeri dan stress saling memperkuat. Teknik-teknik pengalihan mengurangi nyeri dengan memfokuskan perhatian pasien pada stimulus lain dan menjauhi nyeri. Menonton televisi, membaca buku, mendengar musik, dan melakukan percakapan.11,12Penciptaan khayalan dengan tuntutan adalah suatu bentuk pengalihan fasilator yang mendorong pasien untuk mevisualisasikan atau memikirkan pemandangan atau sensasi yang menyenangkan untuk mengalihkan perhatian menjauhi nyeri. Tehnik ini sering dikombinasikan dengan relaksasi. Hipnosis adalah suatu metode kognitif yang bergantung pada bagaimana memfokuskan perhatian pasien menjauhi nyeri; metode ini juga bergantung pada kemampuan ahli terapi untuk menuntun perhatian pasien ke bayangan-bayangan yang paling konstruktif. Umpan-balik hayati adalah suatu teknik yang bergantung pada kemampuan untuk memberikan ukuran-ukuran terhadap parameter fisiologik tertentu kepada pasien sehingga pasien dapat belajar mengendalikan parameter tersebut termasuk suhu kulit, ketegangan otot, kecepatan denyut jantung, tekanan darah dan gelombang otak.11,12DAFTAR PUSTAKA

1. Meliala L, Pinzon R. Breakthrough in Management of Acute Pain. [serial online] Oktober 2007 [cited 2008 February 2008] : [4 screens]. Available from: URL : http://www.dexa-medica.com2. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic Pain. The American Journal of Managed Care. Juni 2006. p256-61.3. Argoff CE. Managing Neuropathic Pain: New Approaches For Today's Clinical Practice. [online] 2002 [cited 2008 February 8] : [31 screens]. Available from: URL : http://www.medscape.com/viewprogram/2361.htm 4. Romanoff ME. Neuropathic Pain. In: Ramamurthy S, Alanmanou E, Rogers JN. Decision Making in Pain Management. 2nd ed. Philadelphia: Mosby, 2006: p86-895. Richeimer S. Understanding neuropathic pain. [online] 2007 [cited 2008 February 8] : [6 screens]. Available from URL : http://www.spineuniverse.com6. Suzuki R, Dickenson A. Neuropathic pain. [serial online] 2003 Maret 3 [cited 2008 February 8]: [3 screens]. Available from: URL: http://www.chemistanddruggist.com7. Beydoun A. Symptomatic treatment of neuropathic pain: a focus on the role of anticonvulsants. [online] April 2001 [cited 2008 Februari 2008] : [20 screens]. Available from: URL : http://www.medscape.com/viewprogram/220.htm 8. Zeltzer L. The use of topical analgesics in the treatment of neuropathic pain:mechanism of action, clinical efficacy, and psychologic correlates. [online] 2004 [cited 2008 Februari 8] : [2 screens]. Available from: URL: http://www.medscape.com9. Meliala L, Suryamiharja A, Purba, JS. 2000. Konsensus Nasional Penanganan Nyeri Neuropatik. Kelompok Studi Nyeri, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia10. Corwin,E.J.1997.Buku Saku Patofisiologi.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta.11. Moeliono, MA. 2008. Modalitas Fisik dalam Penatalaksanaan Nyeri. Bandung.12. Woolf CJ. 2004. Pain : Moving from Symptom Control Toward Mechanism-Specific Pharmacologic Management, Ann Intern Med. 140: 441-451.