Referat Penatalaksanaan Anestesi Dan Reanimasi Pada Praktur Femur

Embed Size (px)

Citation preview

REFERAT PENATALAKSANAAN ANESTESI DAN REANIMASI PADA FRAKTUR FEMUR

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Perawat Magang Anestesi di RS PKU MUHAMMADIYAH Yogyakarta.

Disusun Oleh: RUSMONO, AMK.

Pembimbing dr. H Fauzi AR, Sp.An

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta 2011

1

HALAMAN PENGESAHAN REFERAT PENATALAKSANAAN ANESTESI DAN REANIMASI PADA FRAKTUR FEMUR

Diajukan oleh: RUSMONO, AMK

Telah disetujui oleh Dokter Pembimbing

Dr. H. Fauzi A.R, SpAn Tanggal: .......................

2

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah taala atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini sebagai syarat telah selesainya magang perawat Anestesi di Instalasi Bedah Sentral RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta selama enam bulan. Solawat dan salam tercurah kepada Nabi kita yang mulia Muhammad salallahu alaihi wasallam, keluarganya, sahabatnya beserta umatnya sampai akhir jaman. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya referat ini tidak lain atas dukungan banyak pihak, dengan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya referat ini. Akhirnya penulis berharap semoga referat ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menambah pengetahuan bagi yang membacanya.

Yogyakarta, 20 Oktober 2011 Penulis

Rusmono.

3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................... iii KATA PENGANTAR........................................................................................................... iv DAFTAR IS............................................................................................................................ v BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1 A. Pengertian Anestesi................................................................................................... 2 B. Langkah-Langkah Anetesi dan reanimasi.............................................................. 3 1. Evaluasi pra anestesi dan reanimasi................................................................ 3 2. Persiapan pra anestesi dan reanimasi.............................................................. 4 3. Pilihan anestesi dan reanimasi.......................................................................... 5 4. Standar pemantauan dasar operatif................................................................12 5. Pengelolaan pasca operatif...............................................................................12 BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................15 A. Definisi Fraktur........................................................................................................15 B. Etiologi Fraktur/ mekanisme trauma.....................................................................15 C. Klasifikasi fraktur....................................................................................................17 D. Tanda dan gejala..................................................................................................... 20 BAB III TATALAKSANA ANESTESI DAN REANIMASI PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR..............................................................................................................22A. Evaluasi.....................................................................................................................22 B. Persiapan pra operatif.............................................................................................23

4

C. Premediksi sesuai kebutuhan..................................................................................23 D. Pilihan anestesi dan reanimasi................................................................................24 E. Pemantauan selama anestesi...................................................................................24 F. Terapi cairan...........................................................................................................24 G. Pemulihan anestesi sesuai dengan pilihan anestesi yang diberikan.................. 27 H. Pasca anestesi...........................................................................................................27

BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................................29 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................31

5

BAB I PENDAHULUAN

Anestesi pada semua pasien yang dilakukan operasi itu bertujuan untuk memudahkan operator dalam melakukan operasi dan hasil akhirnya diharapkan tujuan operasi tercapai. Adapun target anestesi itu sendiri yaitu yang lebih dikenal dengan trias anestesia yang meliputi tiga target hipnotik, anelgesia, relaksasi. Tidak terkecuali juga dengan operasi fraktur femur pasien butuh untuk dilakukan tindakan anestesi agar pelaksanaan operasi lebih mudah. Dewasa ini fraktur femur lebih sering terjadi dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia maupun dunia baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan serta kecepatan kendaraan maka kemungkinan terjadinya fraktur akibat kecelakaan lalu lintas menjadi semakin tinggi. Disamping itu fraktur juga bisa disebabkan oleh faktor-faktor lain di antaranya adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga. Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran (twisting), atau penarikan. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Batang femur juga dapat mengalami fraktur oleh trauma langsung pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi fleksi pada saat kecelakaan lalu lintas.

6

A. Pengertian Anestesi. Kata anestesi diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Analgesia ialah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama dan sesudah pembedahan. Definisi anestesiologi berkembang terus sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Adapun dr. Gde Mangku, Sp.An.KIC dalam buku ajar ilmu anestesia dan reanimasi mengatakan ilmu anestesi dan reanimasi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tatalaksana untuk mematikan rasa, baik rasa nyeri, takut dan rasa tidak nyaman dan ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk menjaga/ mempertahankan hidup dan kehidupan pasien selama mengalami kematian akibat obat anestesi. Sementara itu The american Board of Anesthesiology pada tahun 1989 mendefinisikan anestesi dengan semua kegiatan yang meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Menilai, merancang, menyiapkan pasien untuk operasi. 2. Membantu pasien menghilangkan nyeri pada saat pembedahan, persalinan atau pada saat dilakukan tindakan diagnostik teraupetik. 3. Memantau dan memperbaiki homeostatis pasien perioperatif dan pada pasien dalam kondisi kritis. 4. Mendiagnosis dan mengobati sindroma nyeri. 5. Mengelola dan mengajarkan Resusitasi Jantung Paru (RJP). 6. Membuat evaluasi fungsi pernapasan dan mengobati gangguan pernapasan. 7. Mengajarkan, memberi supervisi dan mengadakan evaluasi tentang penampilan personal paramedik dalam bidang anestesi, perawatan pernapasan dan perawatan pasien dalam keadaan kritis. 8. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk menjelaskan dan memperbaiki perawatan pasien terutama tentang fungsi fisiologis dan respon terhadap obat.

7

9. Melibatkan diri dalam administrasi rumah sakit, pendidikan kedokteran dan fasilitas rawat jalan yang diperlukan untuk implementasi pertanggungjawaban.

B. Langkah-langkah anestesi dan reanimasi. Langkah-langkah anestesi dan reanimasi itu terdiri dari: 1. Evaluasi pra anestesi dan reanimasi. Tujuan utama kunjungan pra anestesi adalah: a) Mengetahui status fisik pasien praoperatif. b) Mengetahui dan menganalisis jenis operasi. c) Memilih jenis/ teknik anestesi yang sesuai. d) Meramalkan penyulit yang mungkin terjadi selama operasi dan atau pasca bedah. e) Mempersiapkan obat/alat guna menanggulangi penyulit yang diramalkan.

Tatalaksana evaluasinya meliputi; 1) Anamnesis. Anamnesis dilakukan dengan pasien sendiri atau dengan orang lain (keluarganya/ pengantarnya) meliputi identitas pasien dan anamnesis tentang riwayat kesehatan pasien, dan riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya karena hal ini sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anestesi berikutnya dengan lebih baik.

2) Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda tanda vital, berat dan tinggi badan, status gizi, serta pemeriksaan dari kepala sampai ujung kaki. Misalkan pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.

8

Adapun klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang menurut The American Society of Anesthesiologists (ASA), yaitu: Asa I Asa II Asa III : Pasien sehat organik, fisiologi, psikisatri, biokimia. : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang. : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas. Asa IV : pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat. Asa V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan tanda E (emergency) dibelakang angka, misal ASA 1E 3) Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang meliputi; pemeriksaan laboratorium rutin dan

pemeriksaan laboratorium sesuai penyakit yang dicurigai, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan kardiologi seperti EKG terutama pasien yang beumur diatas 35 tahun.

2. Persiapan pra anestesi dan reanimasi. Adalah langkah lanjutan dari hasil evaluasi pra operatif khususnya anestesi dan animasi baik fisik maupun psikis agar pasien siap dan optimal untuk menjalani prosedur anestesi dan operasi yang meliputi persiapan pasien di rumah atau diruang perawatan yaitu persiapan psikis dengan cara meberikan penjelasan rencana anestesi atau operasi yang di rencanakan, berikan obat sedatif pada pasien yang menderita stress yang berlebihan atau tidak kooferatif atau pasien prdiatrik. Persiapan fisik yang dilakukan seperti memuasakan pasien. Persiapan pasien di ruang instalasi bedah sentral sebelum kamar operasi seperti pemasangan infus bila diperlukan, serta peberian obat premedikasi yang bertujuan untuk: a) Menimbulkan suasana nyaman bagi pasien. b) Memudahkan dan memperlancar induksi.

9

c) Mengurangi dosis anestesia. d) Menekan dan mengurangi sekresi kelenjar. Obat-obatan yang dapat digunakan untuk premedikasi adalah: i. Sedatif. Diazepam Dipenhidramin Prometazin Midazolam ii. Analgesik opiat. Petidin Morfin Fentanil iii. Antikolinergik. Sulfas Atropin . iv. Antiemetik. Ondansentron Metoklopramid v. Profilaksis aspirasi. Cimetidin Ranitidin Antasid 3. Pilihan anestesi dan reanimasi. Pertimbangan anestesia-analgesia yang akan di berikan kepada pasien harus memperhatikan berbagai faktor diantaranya umur, jenis kelamin, status fisik, : dosis disesuaikan. : dosis disesuaikan. : dosis disesuaikan : 4 8 mg IV. : 10 mg IV : 0,1 mg/ kg BB. : 1 2 mg/ kg BB : 0,1 0,2 mg/ kg BB : 1 2 mcg/ kg BB : 5 - 10 mg. : 1 mg/ kg BB : 1 mg/ kg BB. : 0,1 0,2 mg/ kg BB

keterampilan operator dan peralatan yang dipakai, keterampilan pelaksana anestesi dan sarananya, permintaan pasien dan jenis operasi. Adapun jenis operasi ataupun pembedahan menghasilkan pilihan 4 (empat) pilihan masalah atau empat si yaitu:

10

a.

Lokasi operasi misalnya daerah dada ke atas maka anestesia umum jadi pilihan dengan pasilitas ET atau LMA, sedangkan daerah abdominal ke bawah dipilih anestesi regional dengan blok Spinal.

b.

Posisi Operasi, misalya posisi tengkurap dipilih anestesi umum dengan ET dan nafas kendali.

c.

Manipulasi Operasi misalnya laparatomi luas yang dibutuhkan relaksasi lapangan operasi optimal dipilih anestesi umum dengan ET dan nafas kendali.

d.

Durasi operasi misalnya pada craniotomy yang lama, dipilih anestesi umum dengan ET dan nafas kendali.

Dalam praktek anestesi, ada 3 jenis anestesia- anelgesia yang diberikan pada pasien yaitu 1) Anstesia umum. Anestesia umum yaitu suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang di ikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesia Teknik anestesi umum yaitu: a) Anestesia umum intravena (TIVA). Merupakan salah satu teknik anestesia umum yang dilakukan dengan jalan menyuntikan obat anestesia parentral langsung kedalam pembuluh darah vena. Indikasi (Total Intra Vena Anestesia) TIVA untuk operasi kecil dan sedang yang tidak memerlukan relaksasi lapangan optimal dan berlangsung singkat dengan perkecualian operasi di daerah jalan nafas dan intraokuler. Obat-obat anestetika intravena dan kasiat anestesinya: Ketamin HCL Tiopenton Propofol Diazepam : hipnotik dan anelgetik. : hipnotik. : hipnotik. : sedatif dan menurunkan tonus otot.

11

Didobenzperidol Midazolam Petidin Morfin Fentanil/ sufentanil

: sedatif : sedatif. : anelgesik dan sedatif. : anelgesik dan sedatif. : anelgesik dan sedatif

b) Anestesia umum inhalasi. Merupakan salah satu teknik anestesia umum yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anesteaia inhalasi yang berupa gas dan atau ciran yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi lansung ke udara inspirasi. Obat anestesia inhalasi umum yang di gunakan adalah: N2O, Halotan, enfluran, Isofluran, Sevofluran dan Desfluran. Adapun teknik anestesia umum inhalasi yaitu: I. Inhalasi sungkup muka (Face Mask). Pemakaian salah satu kombinasi obat volatil secara inhalasi melalui sungkup muka atau face mask dengan pola nafas spontan. Trias anestesi yang terpenuhi yaitu: hipnotik, anelgesik, dan relaksasi ringan. Indikasi untuk operasi kecil dan sedang didaerah permukaan tubuh kecuali leher ke atas yang belangsung singkat dan posisinya terlentang. II. Inhalasi sungkup laring (LMA). Pemakaian salah satu kombinasi obat volatil secara inhalasi melalui (Laringeal Mask Air way) LMA dengan pola nafas spontan. Trias anestesi yang terpenuhi yaitu: hipnotik, anelgesik, dan relaksasi otot ringan.

12

III. Inhalasi pipa endotrakeal (PET) napas sepontan. Pemakaian salah satu kombinasi obat volatil secara inhalasi melalui PET dengan pola nafas spontan. Trias anestesi yang terpenuhi yaitu: hipnotik, anelgesik, dan relaksasi otot ringan IV. Inhalasi pipa endotrakeal (PET) napas kendali. Pemakaian salah satu kombinasi obat volatil secara inhalasi melalui PET dan pemakaian obat pelumpuh otot, selanjutnya diakukan nafas kendali. Komponen trias anestesi yang terpenuhi yaitu: hipnotik, anelgesik, dan relaksasi otot. Indikasi untuk operasi yang memerlukan relaksasi optimal, operasi dengan posisi khusus dan operasi yang belangsung lama (>1 jam).

Obat pelupuh otot ada 2 jenis yaitu: 1. Pelumpuh otot Golongan Depolarisasi. Termasuk golongan pelumpuh otot depolarisasi ialah

suksinilkolin dan dekametonium. Dampak samping suksinilkolin ialah: a) Nyeri otot pasca pemberian. b) Peningkatan tekanan intraokuler. c) Peningkatan TIK. d) Peningkatan tekanan intragastrik. e) Peningkatan kadar kalium plasma. f) Aritmia jantung.

g) Salivasi. h) Alergi, anafilaksi. 2. Pelumpuh otot Golongan NonDepolarisasi. Pelumpuh otot nondepolarisasi berdasarkan susunan molekul, maka digolongkan menjadi: a) Bensiliso-kuinolium: d-tubokurarin, atracurium.

13

b) Seroid: pankuronium, vekuronium, ropakuronium. c) Eter-fenolik: Gallamin. d) Nortoksiferin: alkuronium.

Termasuk obat jenis ini yaitu: a. Pankuronium bromida, obat ini mulai kerjanya 2-3 menit setelah pemberian dan masa kerjanya 30-45 menit. Dosis dan cara pemberiannya adalah: 1) Untuk intubasi pipa-endotrakhea, 0,1 - 0,15 mg/kgBB, diberikan secara intravena. 2) Untuk relaksasi lapangan operasi, 0,06 - 0,08 mg/kgBB, diberikan secara intravena. 3) Pada bayi dan anak-anak dosis dikurangi. b. Atracurium besilat merupakan obat pelumpuhn otot non depolarisasi yang relatif baru yang mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman leontice

leontopeltalum. Mulai kerjanya 2-3 menit setelah pemberian dan masa kerjanya 15 - 35 menit. Dosis dan cara pemberiannya adalah: 1) Untuk intubasi pipa-endotrakhea, 0,5 0,6 mg/kgBB, diberikan secara intravena. 2) Untuk relaksasi otot pada saat pembedahan, dosisnya 0,5 0,6 mg/kgBB, diberikan secara intravena. Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot adalah cegukan (hiccup), dinding perut kaku dan ada tahanan pada inflasi paru. Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase yang sering digunakan adalah neostigmin (prostigmin) dan edrophonium. Diberikan secara bertahap mulai dosis 0.5 mg intravena, selanjutnya dapat diulang sampai dosis total 5 mg. Neostigmin diberikan bersama-sama dengan sulfas atrropin dengan dosis 1-1,5 mg. Pada

14

keadaan tertentu misalnya: takikardi, atau demam, pemberian sulfas atropin dipisahkan dan diberikan setelah prostigmin.

c) Anestesia imbang. Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obatobatan baik obat anestesia intravena maupun obat anestesia inhalasi atau teknik anestesia umum dengan regional untuk mencapai trias anestesia secara optimal dan berimbang.

2) Anestesia lokal. Anestesia yang dilakukan dengan cara menyuntikan obat anestetika lokal pada darah atau di sekitar lokasi pembedahan yang menyebabkan hambatan konduksi impuls afern yang bersifat temporer

3) Anestesia regional. Anestesi regional adalah penggunaan analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara ( reversible ). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Penderita tetap sadar. Anestesi regional dibagi menjadi 2 yaitu: c. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural dan kaudal. d. Blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksilaris, analgesia regional intravena, dan lain-lain. Analgesia spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Persiapan analgesia spinal pada dasarnya sama seperti persiapan pada anestesi umum. Daerah tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan atau tidak. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini: a. Persetujuan dari pasien (Informed consent).

15

b.

Pemeriksaan fisik. Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-lainnya.

c.

Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan. Hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time) dan PTT ( partial thromboplastie time).

Persiapan analgesia spinal meliputi beberapa hal, antara lain peralatan monitor, peralatan resusitasi atau anestesi umum dan jarum spinal. Jarum spinal dengan ujung tajam (Quicke-Babcock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil( pencil point, whitecare). Tehnik analgesia spinal dapat dilakukan dengan posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat. Tehnik analgesia spinal diantaranya: a. Setelah dimonitor posisikan pasien, misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal kepala. Buat pasien membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain ialah duduk. b. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-L5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4 atau L4-5. c. d. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin dan alkohol. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 12% 2-3ml. e. Cara tusukan median atau paramedian. Pungsi lumbal dilakukan dengan menyuntikan jarum lumbal no.22 (atau lebih halus 23, 25 atau 26) pada bidang median dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang horizontal kearah kranial pada ruang antar vertebra lumbalis yang sudah dipilih. Jarum lumbal akan menembus berturut-turut beberapa ligamen, yang terakhir ditembus ialah duramater-subarachnoid. Setelah stilet dicabut cairan likuor serebrospinalis akan menetes keluar. Selanjutnya

16

disuntikan larutan obat analgesi lokal kedalam ruang subarachnoid tersebut. Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi yang terjadi kemudian. Komplikasi dini berupa gangguan pada sirkulasi, respirasi dan gastrointestinal. Gangguan pada sirkulasi berupa hipotensi karena vasodilatasi akibat blok simpatis, makin tinggi blok makin berat hipotensi. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infus cairan kristaloid secara cepat sebanyak 15 - 20 ml/kgBB dalam 10 menit segera setelah penyuntikan analgesia spinal. Fungsi kandung kemih merupakan bagian yang fungsinya kembali paling akhir pada analgesia spinal, umumnya hanya berlangsung 24 jam. Kerusakan saraf permanen (chronic adhesive arachnoiditis) merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi.

4. Standar pemantauan dasar operatif. Bertujuan untuk meningkatkan kewalitas penatalaksanaan pasien selama operasi berangsung dengan teratur dan kontinyu selama pemberian anestesiaanelgesia, jalan nafas, oksigenasi, ventilasi, dan sirkulasi dan suhu tubuh selalu dievaluasi.

5. Pengelolaan pasca operatif. Pulih dari anestesia umum atau anestesia regional secara rutin dikelola dikamar pulih atau unit perawatan pasca anestesi (Recovery Room, atau Post Anestesia Care Unit). Idealnya pasien bangun dari anestesi secara bertahap, tanpa keluhan. Kenyataannya sering dijumpai hal-hal yang tidak menyenangkan akibat stress pasca bedah atau pasca anestesia yang berupa gangguan napas, kardiovaskuler, gelisah, kesakitan, mual-muntah, menggigil dan kadang-kadang perdarahan. Gangguan pernapasan berupa obstruksi napas parsial (napas bunyi) atau total, tak ada ekspirasi paling sering dialami pada pasien pasca anestesia umum yang belum sadar, karena lidah jatuh menutup faring atau oleh edema laring. Penyebab

17

lain ialah kejang laring (spasme laring) pada pasien menjelang sadar, karena laring terangsang benda asing, darah, ludah sekret atau ketidakmampuanmenelan atau sebelumnya ada kesulitan intubasi trakhea. Lakukanlah manuver tripel pada penyebab obstruksi karena pasien masih dalam anestesi dan lidah menutup faring. Pasang jalan napas mulut-faring, hidungfaring dan tentunya berikan Oksigen 100%. Kalau tidak menolong, pasang

sungkup laring. Obstruksi karena kejang laring atau edema laring selain perlu oksigen 100% bersihkan jalan nafas, berikan preparat kortikosteroid(oradekson) dan kalau tidak berhasil perlu pertimbangan memberikan pelumpuh otot. Obstruksi napas mungkin tidak terjadi, tetapi pasien sianosis (hiperkarbi, hiperkapni, PaCO2 >45 mmHg) atau saturasi Oksigen menurun (Hipoksemi, SaO2 92% 1 Dapat dibangunkan Warna Pucat kehitaman Perlu O2 agar SaO2>90% Aktivitas 4 bergerak Dapat napas dalam Batuk Kardiovaskuler Tekanan berubah