Upload
liasalaka
View
249
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
1
Citation preview
DEFINISI
Gangguan afektif bipolar bersifat episode berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu
terjadi peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan
aktivitas (depresi). (1)
Menurut DSM-IV-TR, membutuhkan adanya suatu periode mood abnormal yang
khas dan bertahannya sedikitnya selama 1 minggu dan mencakup diagnosis gangguan
bipolar I yang terpisah satu episode manik dan jenis episode berulang khusus,
berdasarkan gejala episode terkini. Gangguan bipolar I didefinisikan sebagai gangguan
dengan perjalanan klinis satu atau lebih episode manik dan kadang-kadang episode
depresif berat. Gangguan bipolar I sinonim dengan gangguan bipolar yang gejala mania
terjadi selama perjalanan gangguan ini. DSM-IV-TR juga merumuskan kriteria gangguan
bipolar II, yang ditandai dengan episode depresif dan hipomanik selama perjalanan
gangguan. Kekambuhan ditunjukkan oleh perpindahan polaritas dari episode atau
terdapatnya interval diantara episode-episode paling sedikit 2 bulan tanpa adanya gejala
atau episode sempurna. (2)
EPIDEMIOLOGI (2)
Berdasarkan prevalensi, gangguan bipolar I seumur hidup sekitar 0,4-1,6% dan
gangguan bipolar II sekitar 0,5%. Sedangkan gangguan bipolar I atau bipolar II dengan
siklus cepat memiliki prevalensi 5-15% orang dengan gangguan bipolar. Berdasarkan
jenis kelamin, gangguan bipolar I memiliki prevalensi yang sama antara laki-laki dan
perempuan. Episode manik lebih sering terjadi pada laki-laki dan episode depresif lebih
sering pada perempuan. Bila episode manik terjadi pada perempuan, lebih mungkin
terjadinya gambaran campuran dibandingkan laki-laki. Perempuan juga memiliki angka
yang lebih tinggi untuk terjadinya siklus cepat, yaitu mengalami empat atau lebih episode
manik dalam waktu 1 tahun. Sementara berdasarkan usia, awitan gangguan bipolar I
terjadi pada usia dini. Awitan usia berkisar dari masa kanak-kanak (5-6 tahun) sampai 50
tahun atau ada juga pada usia lebih tua namun jarang. Usia rata-rata saat terjadinya
awitan pada usia 30 tahun.
ETIOLOGI (2) (3)
Sejumlah faktor yang berkontribusi terhadap gangguan bipolar, atau penyakit
manic-depressive (MDI), termasuk faktor genetik, biokimia, psikodinamik, dan
lingkungan.
1. Faktor Genetik
Gangguan bipolar, terutama bipolar tipe I (BPI) gangguan, memiliki komponen
genetik utama, dengan keterlibatan ANK3, CACNA1C, dan gen JAM. Bukti
menunjukkan peran genetik pada gangguan bipolar mengambil beberapa bentuk.
Kerabat tingkat pertama dari orang-orang dengan BPI sekitar 7 kali lebih
mungkin untuk mengembangkan BPI daripada populasi umum. Selain itu,
keturunan dari orang tua dengan gangguan bipolar memiliki kesempatan 50%
memiliki gangguan kejiwaan utama lainnya. Studi kembar menunjukkan
konkordansi dari 33-90% untuk BPI pada kembar identik. Sebagai kembar identik
berbagi 100% dari DNA mereka, studi ini juga menunjukkan bahwa faktor
lingkungan yang terlibat, dan tidak ada jaminan bahwa seseorang akan
mengembangkan gangguan bipolar, bahkan jika mereka membawa gen
kerentanan.
Studi Adopsi membuktikan bahwa lingkungan umum bukanlah satu-
satunya faktor yang membuat gangguan bipolar terjadi dalam keluarga. Anak-
anak yang orang tua biologis baik BPI atau gangguan depresi berat juga dapat
meningkatkan risiko gangguan afektif, bahkan jika mereka dibesarkan di rumah
dengan orang tua angkat yang tidak terpengaruh.
2. Faktor Biokimia
Beberapa jalur biokimia mungkin berkontribusi terhadap gangguan
bipolar, yang mengapa mendeteksi satu kelainan tertentu sulit. Sejumlah
neurotransmiter telah dikaitkan dengan gangguan ini, sebagian besar didasarkan
pada respon pasien untuk agen psikoaktif seperti dalam contoh berikut. Tekanan
darah reserpin obat, yang menghabiskannya katekolamin dari terminal saraf,
tercatat kebetulan menyebabkan depresi. Hal ini menyebabkan hipotesis
katekolamin, yang menyatakan bahwa peningkatan epinefrin dan norepinefrin
menyebabkan mania dan penurunan epinefrin dan norepinefrin menyebabkan
depresi.
Obat yang digunakan untuk mengobati depresi dan penyalahgunaan obat
(misalnya, kokain) yang meningkatkan kadar monoamina, termasuk serotonin,
norepinefrin, dopamin atau, bisa semua berpotensi memicu mania, melibatkan
semua neurotransmiter ini dalam etiologi. Obat lain yang memperburuk mania
termasuk L-dopa, yang berimplikasi dopamin dan serotonin reuptake inhibitor-,
yang pada gilirannya melibatkan serotonin. Semakin terbukti dari kontribusi
glutamat baik gangguan bipolar dan depresi berat. Sebuah studi postmortem dari
lobus frontal individu dengan gangguan ini menunjukkan bahwa tingkat glutamat
meningkat. Calcium channel blockers telah digunakan untuk mengobati mania,
yang mungkin juga akibat dari gangguan regulasi kalsium intraseluler dalam
neuron seperti yang disarankan oleh percobaan dan genetik data. Gangguan yang
diusulkan regulasi kalsium dapat disebabkan oleh berbagai penghinaan
neurologis, seperti transmisi glutaminergic berlebihan atau iskemia. Menariknya,
valproate khusus meregulasi ekspresi protein pendamping kalsium, GRP 78, yang
mungkin menjadi salah satu mekanisme utamanya perlindungan selular.
Ketidakseimbangan hormon dan gangguan dari sumbu hipotalamus-hipofisis-
adrenal yang terlibat dalam homeostasis dan respon stres juga dapat berkontribusi
pada gambaran klinis dari gangguan bipolar.
3. Faktor neurofisiologis
Selain studi neuroimaging struktural yang melihat perubahan volumetrik
di daerah otak tanpa aktivitas otak, studi neuroimaging fungsional dilakukan
untuk menemukan daerah otak, atau jaringan kortikal tertentu, yang baik
hypoactive atau hiperaktif pada penyakit tertentu. Misalnya meta-analisis oleh
Houenou dkk menemukan penurunan aktivasi dan pengurangan materi abu-abu di
jaringan otak kortikal-kognitif, yang telah dikaitkan dengan regulasi emosi pada
pasien dengan gangguan bipolar. Peningkatan aktivasi di limbik ventral daerah
otak yang menengahi pengalaman emosi dan generasi tanggapan emosional juga
ditemukan. Hal ini memberikan bukti perubahan fungsional dan anatomi di
gangguan bipolar dalam jaringan otak yang berhubungan dengan pengalaman dan
regulasi emosi.
4. faktor psikodinamik
Banyak praktisi melihat dinamika penyakit manik-depresif sebagai
dihubungkan melalui jalur umum tunggal. Mereka melihat depresi sebagai
manifestasi dari kerugian (yaitu, hilangnya harga diri dan rasa tidak berharga).
Oleh karena itu, mania berfungsi sebagai pertahanan terhadap perasaan depresi.
Melanie Klein adalah salah satu pendukung utama dari formulasi ini.
5. Kelainan Tidur
Insomnia inisial dan terminal, sering terbangun, hipersomnia adalah gejala yang
klasik dan lazim pada depresi dan penurunan kebutuhan tidur merupakan gejala
klasik insomnia. Para peneliti telah lama mengenali bahwa EEG pada banyak
pasien dengan depresi mengalami kelainan. Kelainan yang lazim adalah awitan
tidur yang tertunda, pemendekan latensi Rapid Eye Movement (REM),
peningkatan lama periode REM pertama, serta tidur delta abnormal.
GEJALA KLINIS
Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode
depresi dan episode mania.
Episode manic:
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood
yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau
lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:
a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Cepat dan banyaknya pembicaraan
d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah)
h. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan
yang matang).
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran
psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya
Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa
sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan
produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik
(halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan
hospitalisasi.
Episode Depresi Mayor
Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat symptom atau
tanda yaitu :
a. Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang
b. Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan
c. Sulit atau banyak tidur
d. Agitasi atau retardasi psikomotor
e. Kelelahan atau berkurangnya tenaga
f. Menurunnya harga diri
g. Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya konsentrasi
h. Pesimis
i. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa rencana)
atau tindakan bunuh diri.
Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau mengganggunya fungsi
personal, sosial, pekerjaan.
Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi
yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood
disforik), iritabel, marah, serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis,
ide bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar
dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga
memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai
gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan.
Episode Hipomanik
Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan mood,
ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala (empat gejala bila
mood irritable) yaitu:
a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Meningkatnya pembicaraan
d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor
g. Pikiran menjadi lebih tajam
h. Daya nilai berkurang
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau pembicaraan
aneh) tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal,
sosial, dan pekerjaan. Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh
keluarga.
Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang
paling sering yaitu:
a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
b. Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan
waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak
serasi dengan mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai
skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi
pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan
prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara
Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid
yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang
penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti
psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan
terapi antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis.
a. Kriteria diagnosis
Pembagian menurut DSM-IV:
Gangguan mood bipolar I
Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal
A. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat depresi
mayor sebelumnya.
B. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, skizoafektif,
Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
C. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medic umum
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek
fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode manic sekarang ini
A. Saat ini dalam episode manic
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode manik,
depresi, atau campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham,
atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medik umum.
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek
fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini
A. Saat ini dalam episode campuran
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik, depresi
atau campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizifreniform, Gangguan
waham, atau Gangguan psikotik yang tidak diklasifikasikan
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau
kondisi medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek
fungsi penting lainnya.3,4
Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini
A. Saat ini dalam episode hipomanik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic atau
campuran
C. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna
atau hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang
tidak dapat diklasifikasikan.
Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini
A. Saat ini dalam episode depresi mayor
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan
campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang
tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek
fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat ini
A. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik,
hipomanik, campuran atau episode depresi.
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau
campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang
tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek
fungsi penting lainnya.
Ganggguan Mood Bipolar II
Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu
episode hipomanik.
Gangguan Siklotimia
A. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan
gejala-gejala hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala
depresi yang tidak memenuhi criteria untuk Gangguan depresi mayor.
Untuk anak-anak dan remaja durasinya paling sedikit satu tahun.
B. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari
gejala-gejala pada kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.
C. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran,
selama dua tahun Gangguan tersebut
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih
dengan manic atau episode campuran (diagnosis GB I dan Gangguan
siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi mayor (diagnosis GB II
dengan Gangguan siklotimia dapat ditegakkan)
D. Gejala-gejala pada criteria A bukan skizoafektif dan tidak
bertumpangtindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan
waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medic umum
F. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik
cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan
atau aspek fungsi penting lainnya..
Pembagian menurut PPDGJ III:
F31 Gangguan Afek bipolar
a. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu,
pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan
energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain
berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas
(depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan
sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-
tiba dan berlangsug antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi
cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun
jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam
episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress
atau trauma mental lainnya (adanya stress tidak esensial untuk
penegakan diagnosis).
b. Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30).
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania
(F30); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik , depresif, atau campuran) di masa lampau.
F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala
Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa
gejala psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala
psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan
gejala psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif atau campuran) di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau
Sedang
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi
ringan (F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.
F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala
psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan
Gejala Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3);dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran dimasa lampau.
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik,
dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/hipomania dan depresif yang sama-sama mencolok selama
masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah
berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama
beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-
kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di
masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif
lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT.
TATALAKSANA
Litium (4)
Lihium merupakan galangan alkali paling ringan (golongan Ia); garam dari kation
monovalen ini mempunyai beberapa karakteristik dengan Na+ dan K+. Pada sistem
saraf pusat, kerja selektif lithium adalah menghambat jalur inositol monofosfat,
kemudian mengganggu jalur fosfatdilinositol dan menurunkan aktivasi PKC,
terutama isoform α dan β, dengan cara menurunkan inositol serebral. Dalam sistem
berkala litium merupakan unsur padat yang pertama (nomo atom 3) setelah hydrogen
dan helium yang berbentuk gas. Litium digunakan dalam pengobatan berbentuk
garam, seperti litium karbonat, litium asetat, dan litium sitrat. Di Amerika preparat
standar adlah litium karbonat 300 mg dan litium sitrat yang berbentuk cairan dalam 5
ml mengandung 8,1 mEq litium. Litium yang diberikan secara oral di absorsi diusus
dengan cepat dan sempurna, kadar litium serum mencapai puncak dalam 1,5 – 2 jam
dan dalam 4 – 4,5 jam preparat litium dilepaskan secara lambat. Litium tidak terikat
pada protein plasma dan tidak mempunyai metabolit. Sebagian besar eksresinya
melalui ginjal dan sebagian kecil melalui keringat dan faeces. Distribusi di dalam
tubuh meluas didalam tubuh dengan kecepatan berbeda-beda. Konsentrasinya di
dalam ginjal dantiroid melebihi kadarnya di dalam plasma. Sedangkan di dalam sel
darah merah, cairan spinal dan otak biasanya tidak ada. Waktu paruh pengeluaran
litium kira-kira 24 jam.
Mekanisme kerja litium pada gangguan bipolar dipengaruhi oleh kadar litium
serum. Jika kadar litium serum rendah aktivitasnya akan kurang, jika kadarnya terlalu
tinggi dapat menyebab intoksikasi. Kadar efektif litium bervariasi menurut berbagai
kepustakaan antara 0,4 – 1,4 mEq/ 1. Mengenal bagaiman kerja litium dalam
pengobatan litium belum diketahui secara pasti. Ada bebrapa hipotesa yanag
menerangkan peran litium mengatasi gangguan afektif bipolar berdasarkan percobaan
hewan.
Pada keadaan depresi diperkirakan litium meningkatkan aktivitas serotergenik
seperti halnya obat antidepresan. Kebanyakan obat antidepresan seperti golongan
trisiklik, MAO inhibator berhubungan dengan down regulation dari reseptor B.
Ditunjukkan pada penelitian hewan dan manusia bahwa satu keutuhan sistem
serotonin perlu pada down- regulation dari reseptor B.
Terhadap keadaan manik litium diduga bekerja dalam hal :
1. Memblokir manifestasi tingkah laku dalam perkembangan terhadap
supersensitifitas reseptor DA (dopamine)
2. Meningkatkan aktivitas muskaranik-koligenerik. Hal ini diobservasi oleh
Janowsky dan Davis bahwa physostigmin dapat menghasilkan remisi akut
pada simpton manik.
3. Litium menghamabat proses mediasi second messenger siklus AMP.
4. Litium menghambat fosfoinositol fosfat yang mengarah kepada
penumpukan garam fosfat yang dapata mengakibatkan penghambatan efek
neutrotransmitter.
Farmakologi
Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium diekskresikan dalam bentuk
utuh hanya melalui ginjal.
Indikasi
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi
rumatan gangguan bipolar.
Dosis
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis
hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan
terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi
keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan terapi rumatan. Untuk terapi
rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEq/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak
efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila
dosis 1,5 mEq/L.
Efek samping
Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen,
penambahan berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan
ensefalopati dapat pula terjadi akibat litium. Neurotoksisitas bersifat irreversible.
Akibat intoksikasi litium, deficit neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia,
deficit memori, dan gangguan pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium,
hemodialisis harus segera dilakukan. Litium dapat merusak tubulus ginjal. Factor
resiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya penyakit
fisik yang lainnya. Pasien yang mengkonsumsi litium dapat mengalami poliuri. Oleh
karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak meminum air.
Pemeriksaan laboratorium
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi tiroid,
harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40 tahun,
pemeriksaan EKG harus dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa Setiap Setiap 2-3
bulan dan fungsi tiroid dalam enam bulan pertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal
dan tiroid diperiksa sekali dalam 6-12 bulan atau bila ada indikasi.
Wanita hamil
Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin.
Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini. Wanita
dengan gangguan bipolar yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat
melanjutkan litium selama kehamilan bila ada indikasi klinis. Kadar litium darahnya
harus dipantau dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk memantau janin, harus
dilakukan. Selama kehamilannya, wanita tersebut harus disupervisioleh ahli
kebidanan dan psikiater. Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadap janin dan
efek putus litium terhadap ibu harus didiskusikan.
Valproat (4)
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai
antimania. Valproat tersedia dalam bentuk:
1. Preparat oral;
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan sodium
valproat adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang
dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari.
2. Preparat intravena
3. Preparat supositoria
Farmakologi
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral.
Konsentrasi puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua
jam sedangkan sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas
lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat
bila obat diminum bersamaan dengan makanan. Ikatan valproat dengan protein
meningkat bila diet mengandung rendah lemak dan menurun bila diet mengandung
tinggi lemak.
Dosis
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum
berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk gangguan bipolar II dan siklotimia diperlukan
divalproat dengan konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai
dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga
mencapai konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek samping, misalnya sedasi,
peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila
konsentrasi serum > 100 mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam
plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 mg/mL.
Indikasi
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi
rumatan gangguan bipolar, mania sekunder, gangguan bipolar yang tidak berespons
dengan litium, siklus cepat, gangguan bipolar pada anak dan remaja, serta gangguan
bipolar pada lanjut usia.
Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya
anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim
transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal
pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu.
Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam valproat dan
valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat.
Pemilihan obat mood stabilizer lini pertama pada gangguan bipolar
Meta-analisis yang komprehensif terhadap toksisitas lithium didapatkan bahwa
lithium meningkatkan risiko poliuria, hipotiroidisme, hiperparatiroidisme, dan berat
badan; pada penelitian didapatkan penggunaan lithium didapatkan beberapa pasien yang
mengalami gangguan fungsi renal. Selain itu juga terdapat risiko teratogenik pada bayi.
Namun, masih ada beberapa ketidakpastian risiko untuk perempuan yang ingin hamil,
menunjukkan bahwa pasien, dalam hubungannya dengan dokter , harus menyeimbangkan
risiko tersebut antara bahaya pada bayi dan kesehatan mental ibu sebelum melanjutkan
atau menghentikan pengobatan lithium. (5)
Pada penelitian juga tercatat bahwa toksisitas lithium akut (dosis di atas 1,2 mM)
itu terjadi, terutama pada pasien membuat rentan setelah operasi, gagal ginjal, gagal
jantung, atau bahkan penyakit berat yang mengakibatkan diare dan muntah. Oleh karena
itu, untuk menghindari toksisitas lithium, setiap 3 bulan dianjurkan melakukan
pemeriksaan kadar serum lithium. (5)
Kadar lithium optimal dalam plasma berkisar 0,4-1,0 mM yang direkomendasikan
saat ini dalam mengobati gangguan bipolar. Penelitian terbaru melaporkan bahwa
penggunaan lithium pada akhir-hidup gangguan bipolar tidak hanya efektif dalam
mengobati gejala manik dan depresif, juga memberikan manfaat yang mengurangi
tingkat penurunan kognitif dan bunuh diri. Namun perlu dicermati pula ketika
pemantauan dosis pada pasien yang lebih tua, karena kadar lithium pada plasma dan otak
tidak berkorelasi pada pasien yang lebih tua dengan cara yang sama seperti pada pasien
yang lebih muda. Selain itu, tingkat lithium otak yang lebih tinggi ditemukan berkorelasi
dengan kedua disfungsi lobus frontal dan peningkatan gejala depresi pada orang dewasa
yang lebih tua dengan gangguan bipolar. (5)
Menurut meta-analisis pada efek toksisitas pada valproat didapatkan terjadinya
kenaikan berat badan, penurunan potensi reproduksi, dan peningkatan tiga kali lipat
dalam cacat lahir (spina bifida, anencephaly, cacat jantung, fitur dismorfik, sindrom
valproate, dan kraniofasial, tulang, atau cacat anggota badan). (5) Valproat juga
dikontraindikasikan pada wanita dengan usia subur. Penggunaan valproat dapat
meningkatkan prevalensi terjadinya sindrom polikistik ovarium. (6)
Dalam sebuah tinjauan terbaru survei perawatan obat untuk gangguan mood
selama kehamilan, dilaporkan bahwa penggunaan valproat harus dihindari. Sebaliknya,
lithium risiko terjadinya teratogenik tidak signifikan, sehingga berpotensi cocok untuk
mengobati pasien hamil. Namun lithium kontraindikasi pada pasien dengan kehamilan
trimester awal. (5) (7)
Efek samping lain dari pengobatan dengan valproat, termasuk penurunan IQ pada
anak-anak setelah paparan janin. Ada juga terdapat laporan hepatotoksisitas dan
kerusakan hematopoietik (trombositopenia, disfungsi trombosit, defisiensi faktor XIII,
hipofibrinogenemia, dan kekurangan vitamin faktor tergantung K) setelah pengobatan
dengan valproat. Yang menarik, lithium disarankan untuk digunakan dalam mengobati
defisit hematopoietik melalui peningkatan colony-stimulating factor. Valproat juga
dilaporkan meningkatkan prevalensi penyakit von Wilbrant, kelainan koagulasi yang
mengalami peningkatan kecenderungan perdarahan dalam bentuk mudah memar,
mimisan, dan gusi berdarah, dan peningkatan sembilan kali lipat pada anemia aplastik,
suatu kondisi di mana pasien memiliki sel darah merah yang lebih rendah, sel darah
putih, dan trombosit karena sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel baru yang cukup.
Sehingga pemilihan penggunaan lithium dan valproat harus dipertimbangkan keuntungan
dan kekurangannya. (5)
KESIMPULAN
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai
oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi. Gangguan
mood ini disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik, biologik, dan
psikososial. Dalam perjalanan penyakitnya, gangguan bipolar ini berbeda-beda,
tergantung pada tipe dan waktunya. Onsetnya biasanya pada usia 30 tahun. Wanita dan
pria memiliki kesempatan yang sama. Semakin muda seseorang terkena bipolar, maka
makin besar kemungkinannya untuk mengalami gejala psikotik dan semakin jelas terlihat
hubungan genetiknya. Dalam pemilihan lini pertama terapi pada gangguan bipolar dapat
menggunakan lithium atau valproat yang sudah jelas efektif. Namun pemilihannya dalam
penggunaan lithium ataupun valproat harus diperhatikan keadaan pasien, kelebihan, dan
kekurangannya. Lithium lebih baik digunakan pada pasien yang sedang hamil,
dibandingkan valproat yang efek sampingnya pada janin serta dapat meningkatkan enzim
hati dan anemia aplastik. Penggunaan lithium juga dapat berdampak pada fungsi ginjal
yang terganggu. Sehingga penggunaan obat-obatan, lithium maupun valproat harus
dilakukan pemeriksaan rutin setelah pemberian obat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa.2003. Jakarta : PT NUH, 2003.
2. Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC, 2014.
3. Soreff, Stepen. Bipolar Affective Disorder. Medscape. [Online] Agustus 18, 2014.
[Cited: Oktober 6, 2014.] emedicine.medscape.com.
4. Gilman, Goodman. Manual Farmakologi dan Terapi. Jakarta : EGC, 2011.
5. Therapeutic Potential of Mood Stabilizers Lithium and Valproic Acid : Beyond Bipolar
Disorder. Chiu, Chi-Tso. Maryland : Pharmacological review, 2013, Vol. 65.
6. Polycystic ovary syndrome in women using valproate: A review. Bilo, Leonilda.
Napoly, Italy : Pubmed, 2008.
7. Lithium (Rx). Medscape. [Online] [Cited: Oktober 7, 2014.] emedicine.medscape.com.