24
Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................... .................................................i LEMBAR PENGESAHAN............................................... ............................................ii KATAPENGANTAR............................................ .......................................................ii i DAFTARISI................................................ ......................................................... .........iv BAB I PENDAHULUAN.............................................. ......................................................... ..1 BAB II SINDROM HEPATORENAL 2.1 Definisi ................................................ ......................................................... ...........2 2.2Epidemiologi.......................................... ......................................................... ..........2 2.3 Patofisiologi............................................ ......................................................... .........2 BAB III DIAGNOSIS SINDROM HEPATORENAL Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan Antariksa Periode 3 September – 10 November 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 0

Referat Sindroma Hepatorenal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sindroma hepatorenal

Citation preview

Page 1: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................ii

KATAPENGANTAR...................................................................................................iii

DAFTARISI..................................................................................................................iv

BAB I

PENDAHULUAN.........................................................................................................1

BAB II

SINDROM HEPATORENAL

2.1 Definisi ....................................................................................................................2

2.2Epidemiologi.............................................................................................................2

2.3 Patofisiologi..............................................................................................................2

BAB III

DIAGNOSIS SINDROM HEPATORENAL

3.1 Gambaran Klinis......................................................................................................6

3.2 Diagnosis..................................................................................................................7

BAB IV

PENATALAKSANAAN SINDROM HEPATORENAL

4.1 Penatalaksanaan Umum ..........................................................................................8

4.2 Penatalaksanaan Medikamentosa.............................................................................8

4.3TindakanInvasif………………………………….………………………………..10

PENCEGAHAN……………………………………………………………………...11

PROGNOSIS…………………………………………………………………………12

BAB V

KESIMPULAN............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................14

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 0

Page 2: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma Hepatorenal merupakan sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit

hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan

fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktivitas faktor vasoaktif

endogen.1,2

Pada SHR kelainan yang dijumpai pada ginjal hanya berupa kegagalan fungsi tanpa

ditandai dengan kelainan anatomi. Hal ini dapat dibuktikan bila ginjal tersebut

ditansplantasikan pada penderita lain yang tidak didapati kelainan hati, maka fungsi ginjal

tersebut akan kembali normal atau penderita yang mengalami SHR dilakukan transpalantasi

hati maka fungsi ginjalnya akan kembali normal.

SHR dilaporkan pertama sekali oleh Austin Flint dan Frerichs (1863), yang masing-

masing melaporkan timbulnya oligura pada pasien-pasien sirosis dengan asites, mereka tidak

menemukan adanya perubahan histologi ginjal yang nyata pada pemeriksaan post mortem.

Pierre Vesin salah satu peneliti tentang aspek klinis fungsi ginjal pada sirosis, mengusulkan

definisi SHR dengan nama terminal “fungtional renal failure”. Beliau menekankan gagal

ginjal pada SHR tidak berhubungan dengan kerusakan struktur ginjal dan berkembangnya

sindroma ini merupakan keadaan terminal dan irreversible pada sirosis dengan asites. Pada

tahun 1956, Hecker dan Sherlock melaporkan sembilan pasien penyakit hati bersamaan

dengan gagal ginjal yang ditandai dengan proteinuria dan ekskresi NA+ yang rendah.6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 1

Page 3: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

BAB II

SINDROMA HEPATORENAL

2.1 DEFINISI

Definisi Sindroma Hepatorenal yang diusulkan oleh International Ascites Club

(1994) adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan kegagalan

hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas

yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktivitas faktor vasoaktif endogen. Pada ginjal terdapat

vasokonstriksi yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah, dimana sirkulasi diluar

ginjal terdapat vasodilatasi arteriol yang luas menyebabkan penurunan resistensi vaskuler

sistemik total dan hipotensi. 1,2,5

2.2 EPIDEMIOLOGI

Sekitar 20% pasien sirosis hepatis dengan asites disertai fungsi ginjal yang normal

akan mengalami sindrom hepatorenal (SHR) setelah 1 tahun dan 39% setelah 5 tahun

perjalanan penyakit.3 Gines dkk melaporkan kemungkinan insiden SHR pada pasien sirosis

hepatis mencapai 18% pada tahun pertama dan akan meningkat hingga 39% pada tahun ke

lima.1,5Pasien dengan peritonitis bakterial spontan memiliki kesempatan sepertiga untuk men-

galami perkembangan menjadi SHR. 2

2.3 PATOFISIOLOGI

Ada dua jenis teori yang dianut untuk menerangkan hipoperfusi ginjal yang timbul

pada penderita SHR. Teori pertama, menjelaskan hipoperfusi ginjal berhubungan dengan

penyakit hati itu sendiri tanpa ada patogenetik yang berhubungan dengan gangguan sistem

hemodinamik. Teori ini berdasarkan hubungan langsung hati – ginjal, yang didukung oleh

dua mekanisme yang berbeda yang mana penyakit hati dapat menyebabkan vasokonstriksi

ginjal dengan penurunan pembentukan atau pelepasan vasodilator yang dihasilkan hati yang

dapat menyebabkan pengurangan perfusi ginjal dan pada percobaan binatang diperlihatkan

bahwa hati mengatur fungsi ginjal melalui refleks hepatorenal. Teori kedua menerangkan

bahwa hipoperfusi ginjal berhubungan dengan perubahan patogenetik dalam sistem

hemodinamik dan SHR adalah bentuk terakhir dari pengurangan pengisian arteri pada sirosis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 2

Page 4: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

Hipotesis ini menerangkan bahwa kekurangan pengisian sirkulasi arteri menyebabkan

hipoperfusi yang bukan sebagai akibat penurunan volume vaskuler, tetapi vasodilatasi

arteriolar yang luar biasa terjadi terutama pada sirkulasi splanik. Hal ini dapat menyebabkan

aktifasi yang progresif dari mediator baroreseptor sistem vasokonstriktor (Gambar1), yang

mana dapat menimbulkan vasokonstruksi tidak hanya pada sirkulasi ginjal tetapi juga pada

pembuluh darah yang lain. Splanik dapat bebas dari efek vasokonstriktor dan vasodilasi dapat

bertahan, kemungkinan karena adanya rangsangan vasodilator lokal yang sangat kuat.

Timbulnya hipoperfusi ginjal menyebabkan SHR dapat terjadi sebagai akibat aktifitas yang

maksimal vasokonstriktor sistemik yang tidak dapat dihalangi oleh vasodilator, penurunan

aktifitas vasodilator atau peningkatan produksi vasokonstriktor ginjal atau keduanya.1,2,5

Gambar 1 : Patofisiologi sindroma hepatorenal.

Faktor-faktor vasoaktif yang berperan dalam pengaturan perfusi ke ginjal pada

penderita sindrom hepatorenal, yaitu :

Vasokonstriktor

Angiotension II

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 3

Page 5: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

Norepineprine

Neuropeptide Y

Endothelin

Adenosine

Cysteinyl leukotrines

F2-isoprostanes

Vasodilators :

Prostaglandins

Nitric oxide

Natriuretic peptides

Kallikrein – kinin system

Pada sirosis hati, awalnya terjadi bendungan di sistem vena porta akibat penyempitan

pembuluh darah di dalam hati. Tekanan hidrostatik di kapiler meningkat dan jumlah cairan

yang berlebihan akan difiltrasi ke dalam rongga abdomen yang disebut dengan asites. Karena

sinusoid hati memiliki permeabilitas yang tinggi terhadap protein, protein plasma juga

berpindah ke dalam ruang ekstrasel. Selain itu, protein plasma yang dihasilkan di parenkim

hati juga lebih sedikit. Akibatnya, terjadi hipoproteinemia yang menyebabkan filtrasi cairan

plasma meningkat dan mendorong terjadinya edema perifer. Pembentukan asites dan edema

perifer terjadi dengan menggunakan volume plasma yang bersirkulasi, akibatnya terjadi

hipovolemia.7

Dalam perjalanan penyakit yang lebih lanjut terjadi vasodilatasi perifer. Mediator

vasodilatasi (misal, substansi P) dihasilkan di usus dan endotoksin yang dilepaskan oleh

bakteri umumnya didetoksifikasi di hati. Pada sirosis hati, kerusakan parenkim hati dan

peningkatan jumlah darah sirkulasi portal secara langsung akan menuju ke sirkulasi sistemik,

sehingga mediator tersebut dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Mediator memiliki efek

vasodilatasi secara langsung, sedangkan endotoksin memiliki efek vasodilatasi dengan

merangsang sintase nitrat oksida (iNOS). Hal ini dapat menurunkan tekanan darah sehingga

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 4

Page 6: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

menyebabkan rangsangan persarafan simpatis yang hebat. Keadaan ini menyebabkan

penurunan dari perfusi ginjal sehingga menurunkan GFR. Aliran darah ginjal yang menurun

akan mendorong pelepasan renin dan pembentukan angiotensisn II, ADH serta aldosterone.

ADH dan aldosterone akan meningkatkan reabsorbsi air dan NaCl di tubulus, dan ginjal akan

mengeluarkan urine yang sedikit dengan konsentrasi yang sangat pekat (oliguria).

Inaktivasi mediator hepatik yang tidak total, yang memiliki efek vasokonstriktor

langsung terhadap ginjal (misal,leukotriene) juga berperan pada vasokonstriksi ginjal.

Iskemia ginjal biasanya merangsang pelepasan Prostaglandin yang memiliki efek

vasodilatasi sehingga mencegah penurunan fungsi ginjal lebih lanjut. Jika terdapat

kekurangan pembentukan Prostaglandin (misal, akibat penghambatan Postaglandin),

mekanisme kompensasi tersebut terhambat dan terjadinya gagal ginjal menjadi lebih cepat.

Penurunan kemampuan tubuh untuk mensintesa Prostaglandin juga ditemukan pada

Sindroma Hepatorenal.

Vasokonstriksi ginjal dapat juga dicetuskan oleh Ensefalopati hepatikum. Penurunan

aktivitas metabolik di hati menyebabkan perubahan konsentrasi asam amino dan

meningkatkan konsentrasi NH4+ di dalam darah dan otak. Keadaan ini menyebabkan

pembengkakan sel glia dan menimbulkan gangguan yang hebat pada metabolism transmitter

di otak, melalui perangsangan sistem saraf simpatis, menyebabkan kontriksi pembuluh darah

ginjal.

Oleh karena aktivitas sintesis di hati terganggu, kininogen yang dihasilkan menjadi

lebih sedikit sehingga jumlah kinin yang bersifat vasodilatasi menjadi lebih sedikit dan

produksi kinin yang bersifat vasodilatasi menjadi berkurang, mendorong terjadinya

vasokonstriksi di ginjal.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 5

Page 7: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

Gambar Patofisiologi Sindroma Hepatorenal.7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 6

Page 8: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

BAB III

DIAGNOSIS SINDROMA HEPATORENAL

3.1 GAMBARAN KLINIS

Mekanisme klinis penderita SHR ditandai dengan kombinasi antara gagal ginjal,

gangguan sirkulasi dan gagal hati. Gagal ginjal dapat timbul secara perlahan atau progresif

dan biasanya diikuti dengan retensi natrium dan air yang menimbulkan ascites, edema dan

hyponatremia, yang ditandai oleh ekskresi natrium urin yang rendah dan pengurangan

kemampuan buang air (oliguri –anuria ). Gangguan sirkulasi sistemik yang berat ditandai

dengan tekanan arteri yang rendah, peningkatan cardiac output, dan penurunan total tahanan

pembuluh darah sistemik.1,2,3

Secara klinis Sindroma Hepatorenal dapat dibedakan atas 2 tipe yaitu :

1. Sindroma Hepatorenal tipe I

Tipe I ditandai oleh peningkatan yang cepat dan progresif dari BUN (Blood urea

nitrogen) dan kreatinin serum yaitu nilai kreatinin >2,5 mg/dl atau penurunan

kreatinin klirens dalam 24 jam sampai 50%, keadaan ini timbul dalam beberapa hari

hingga 2 minggu. Gagal ginjal sering dihubungkan dengan penurunan yang progresif

jumlah urin, retensi natrium dan hiponatremi . Penderita dengan tipe ini biasanya

dalam kondisi klinik yang sangat berat dengan tanda gagal hati lanjut seperti ikterus,

ensefalopati atau koagulopati. Tipe ini umum pada sirosis alkoholik berhubungan

dengan hepatitis alkoholik, tetapi dapat juga timbul pada sirosis non alkoholik. Kira-

kira setengah kasus SHR tipe ini timbul spontan tanpa ada faktor presipitasi yang

diketahui, kadang-kadang pada sebagian penderita terjadi hubungan sebab akibat yang

erat dengan beberapa komplikasi atau intervensi terapi (seperti infeksi bakteri,

perdarahan gastrointestinal, parasintesis). Spontaneus bacterial peritonitis (SBP)

adalah penyebab umum dari penurunan fungsi ginjal pada sirosis. Kira-kira 35%

penderita sirosis dengan SBP timbul SHR tipe I. SHR Tipe I adalah komplikasi

dengan prognosis yang sangat buruk pada penderita sirosis, dengan mortalitas

mencapai 95%.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 7

Page 9: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

2. Sindroma Hepatorenal Tipe II

Tipe II SHR ini ditandai dengan penurunan yang sedang dan stabil dari laju

filtrasi glomerulus (BUN dibawah 50 mg/dl dan kreatinin serum < 2 mg / dl). Tidak

seperti tipe I SHR, tipe II SHR biasanya terjadi pada penderita dengan fungsi hati

relatif baik. Biasanya terjadi pada penderita dengan ascites resisten diuretic.

3.2 DIAGNOSIS

Kriteria diagnostik berdasarkan International Ascites Club’s Diagnostic Criteria of

Hepatorenal Syndrome.1,2,8,9

Kriteria Mayor diagnostik SHR berdasarkan International Axcites Club 4

1. Penyakit hati akut atau kronik dengan gagal hati lanjut dan hipertensi portal.

2. GFR rendah, keratin serum >1,5 mg/dl atau kreatinin klirens 24 jam < 40

ml/mnt.

3. Tidak ada syok,infeksi bakteri yang sedang berlangsung, kehilangan cairan dan

mendapat obat nefrotoksik.

4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan pemberian plasma ekspander 1,5 ltr

dan diuretik (penurunan kreatinin serum menjadi < 1,5 mg/dl atau

peningkatan kreatinin klirens menjadi > 40 ml/mnt)

5. Proteinuria < 0,5 g/hari dan tidak dijumpai obstruktif uropati atau penyakit

parenkim ginjal secara ultrasonografi.

Kriteria tambahan :

1. Volume urin < 500 ml / hari

2. Natrium urin < 10 meg/liter

3. Osmolalitas urin > osmolalitas plasma

4. Eritrosit urin < 50 /lpb

5. Natrium serum <130 meg / liter

Semua kriteria mayor harus dijumpai dalam menegakkan diagnosis Sindroma Hepatorenal,

sedangkan kriteria tambahan merupakan pendukung untuk diagnosis tersebut.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 8

Page 10: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

BAB IV

PENATALAKSANAAN SINDROMA HEPATORENAL

Sampai saat ini belum ada pengobatan efektif untuk SHR oleh karena itu

pencegahannya terjadinya SHR harus mendapatkan perhatian yang utama.

4.1· Penatalaksanaan Umum

SHR sebagian besar dipacu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien sirosis

hati. Oleh karena pasien sirosis hati sangat sensitif dengan perubahan keseimbangan cairan

dan elektrolit maka hindari pemakaian diuretic agresif, parasentesis asites, dan retraksi cairan

yang berlebihan. Terapi suportif berupa :

- Diet tinggi kalori dan rendah protein

- Koreksi keseimbangan asam basa

- Hindari pemakaian OAINS

- Peritonitis bakterial spontan pada sirosis hati harus segera diobati sedini dan

seadekuat mungkin

- Hemodialisis belum pernah secara formal diteliti pada pasien SHR, namun tampaknya

tidak cukup efektif dan efek samping tindakan cukup berat misalnya hipotensi, sepsis,

dan pendarahan saluran cerna.

4.2· Pengobatan medikamentosa

a.Vasodilator

Obat-obatan dengan aktifitas vasodilator terutama PGs telah dipakai pada penderita dengan

SHR dalam usaha untuk menurunkan resistensi vaskuler ginjal. Pemberian PGs intra vena

atau pengobatan dengan misoprostol (analog PGs oral aktif) pada penderita sirosis hati

dengan SHR tidak diikuti dengan perbaikan fungsi renal. Dopamin pada dosis nonpressor

juga digunakan dalam usaha menimbulkan vasodilatasi renal pada penderita SHR. Infus

dopamin selama 24 jam hanya menyebabkan peningkatan yang ringan pada aliran darah

ginjal tanpa perubahan yang berarti dalam laju filtrasi glomerulus. Pemberian antagonis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 9

Page 11: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

endotelin spesifik dapat segera berhubungan dengan perbaikan fungsi ginjal pada pasien

dengan SHR.

b.Vasokonstriktor

Hipoperfusi ginjal pada SHR pada penderita sirosis berhubungan dengan pengurangan

pengisian sirkulasi arteri. Rasionalisasi penggunaan Vasokonstriktor adalah untuk mengatasi

vasodilatasi splanik (yang merupakan salah satu hipotesis terjadinya sindroma hepatorenal).

Vasokonstriktor telah digunakan dalam usaha memperbaiki perfusi ginjal dengan menaikkan

resistensi vaskuler sistemik dan menekan aktifitas vasokonstriktor sistemik.

Pemberian Terlipressin berdampak positif terutama bila dikombinasikan dengan pemberian

infuse albumin atau koreksi albumin serum merupakan vasokonstriktor yang baik pada kasus

SHR.

Penelitian Guevara dkk menunjukkan bahwa pemberian kombinasi ornipressin dengan

penambahan volume plasma dengan albumin memperbaiki fungsi ginjal dan menormalkan

perubahan hemodinamik pada pasien sirosis dengan SHR. Tiga hari pengobatan dengan

ornipressin dan albumin dapat menormalkan aktifitas yang berlebihan dari rennin –

angiotensin dan sistem saraf simpatis, peningkatan kadar natriuetik peptida arteri, dan hanya

memperbaiki sedikit fungsi ginjal. Pemberian ornipressin dan albumin selama 15 hari,

perbaikan fungsi ginjal dijumpai dengan peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi

glomerulus. Terapi ini dapat digunakan dengan kewaspadaan yang tinggi. Pada beberapa

pasien hal ini tidak dilanjutkan karena komplikasi iskemik.

Pada beberapa penelitian pemberian Midodrine dan Octreotide pada 13 penderita SHR tipe I,

setelah 20 hari pengobatan didapatkan penurunan aktifitas plasma renin, vasopressin dan

glukagon. 1 penderita bertahan hidup sampai 472 hari, 1 penderita dilakukan transplantasi

hati, dan yang lain meninggal setelah 75 hari karena gagal hati.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 10

Page 12: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

4.3· Tindakan invasif

a. Peritoneovenous shunt

Peritoneovenous shunt telah digunakan pada masa lalu untuk penatalaksanaan pasien-pasien

SHR dengan sirosis. Pemasangan shunt menyebabkan cairan ascites mengalir terus menerus

dari rongga peritoneum ke sirkulasi sistemik yang berperan dalam meningkatkan curah

jantung (cardiac output) dan penambahan volume intravaskuler. Efek hemodinamik dari

peritoneovenous shunt dihubungkan dengan penekanan yang nyata dari aktifitas sistem

vasokonstriktor, peningkatan ekskresi natrium, dan pada beberapa kasus dapat memperbaiki

aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, hal inilah yang menyebabkan rasionalisasi

tindakan pada penderita SHR.

b. Portosystemic shunt

Akhir-akhir ini telah diperkenalkan suatu metode non bedah untuk kompresi portal yaitu

Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS). Keuntungan metode ini dibanding

dengan operasi portocaval shunt adalah penurunan mortalitas akibat operasi. Komplikasi

yang paling sering pada pasien yang mendapat pengobatan dengan TIPS adalah hepatic

encephalophaty dan obstruksi dari stent. TIPS bermanfaat pada 75% kasus, dengan angka

ketahanan hidup SHR tipe 2 lebih baik dibandingkan SHR tipe 1. Beberapa laporan yang

melibatkan sejumlah pasien cenderung memperlihatkan bahwa prosedur ini meningkatkan

fungsi ginjal pada pasien sirosis hati dengan SHR yang tidak dapat lagi untuk dilakukan

transplantasi hati. Penelitian diatas menunjukkan bahwa TIPS memberikan banyak

keuntungan pada penatalaksanaan SHR. Walaupun demikian, penggunaan TIPS masih

memerlukan penelitian kontrol untuk dapat direkomendasikan. Guevara dkk melakukan TIPS

pada 7 penderita SHR tipe 1 dan menyimpulkan TIPS dapat memperbaiki fungsi ginjal,

menurunkan aktifitas renin angiotension dan sistem saraf simpatis.

c.Dialisis

Hemodialisis atau peritoneal dialisis telah dipergunakan pada penatalaksanaan penderita

dengan SHR, dan pada beberapa kasus dilaporkan dapat meningkatkan fungsi ginjal.

Walupun tidak terdapat penelitian kontrol yang mengevaluasi efektifitas dari dialisis pada

kasus ini, tetapi pada laporan penelitian tanpa kontrol menunjukkan efektifitas yang buruk,

karena banyaknya pasien yang meninggal selama pengobatan dan terdapat insiden efek

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 11

Page 13: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

samping yang cukup tinggi. Pada beberapa pusat penelitian, hemodialisis masih tetap

digunakan untuk pengobatan pasien dengan SHR yang sedang menunggu transplantasi hati.

d. Transplantasi Hati

Transplantasi hati ini secara teori adalah terapi yang tepat untuk penderita SHR, yang dapat

menyembuhkan baik penyakit hati maupun disfungsi ginjalnya. Tindakan transplantasi ini

merupakan masalah utama mengingat prognosis buruk dari SHR dan daftar tunggu yang lama

untuk tindakan tersebut di pusat transplantasi. Segera setelah transplantasi hati, kegagalan

fungsi ginjal dapat diamati selama 48 jam sampai 72 jam pertama. Setelah itu laju filtrasi

glomerulus mulai mengalami perbaikan.

Angka harapan hidup pada SHR tipe 1 umumnya pendek, sehingaa transplantasi hati pada

SHR tipe 1 sulit dilaksanaakan. Pada SHR tipe 2 transplantasi hati terbukti bermanfaat pada

90% kasus dengan angka ketahanan hidup yang lebih kurang sama dengan transplantasi pada

pasin tanpa SHR.

PENCEGAHAN

Resiko SHR dapat dikurangi dengan pemakaian terapi diuretik secara berhati-hati dan

pemantauan ketat, penemuan dini setiap komplikasi seperti ketidakseimbangan elektrolit,

perdarahan atau infeksi. Obat nefrotoksik dihindari. Resiko perburukan ginjal setelah

parasintesis volume besar dikurangi dengan pemberian albumin rendah garam.

Resiko serangan ulangan peritonitis bakterial spontan dikurangi dengan pemberian

antibiotik profilaksis. Bila pasien SBP mendapat terapi antibiotika, pemberian albumin akan

mengurangi frekuensi disfungsi ginjal. Pencegahan infeksi bakteri : infeksi bakteri terjadi

pada hampir 50% pasien dengan perdarahan varises dan antibiotika profilaksis memperbaiki

survival sekitar 10%. Ekspansi volume : untuk mencegah terjadinya gagal ginjal pada pasien

SBP, direkomendasikan pemberian ekspansi volume plasma dengan albumin 20% (1-1,5

gram/kgBB selama 1-3 hari) pada saat diagnosis untuk mencegah disfungsi sirkulasi,

gangguan ginjal, dan mortalitas. Pemakaian diuretik dengan bijaksana : mengidentifikasi

dosis efektif terendah diuretik untuk setiap individu pasien adalah sangat penting karena

gangguan fungsi ginjal akibat diuretik terjadi pada sekitar 20% pasien asites sehingga terjadi

penurunan volume intravaskular. Menghindari pemakaian obat nefrotoksik : pasien dengan

sirosis dan asites merupakan predisposisi mendapat aminoglikosida dengan gagal ginjal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 12

Page 14: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

terjadi sekitar 33%. Penyebab penting lain kegagalan ginjal adalah pemakaian NSAIDs. Obat

ini menghambat pembentukan prostaglandin intra renal yang mengakibatkan penurunan nyata

fungsi ginjal dan eksresi Na+/H2O2 pada pasien sirosis dengan asites.

PROGNOSIS

SHR merupakan komplikasi terminal penyakit hati yang sudah lanjut atau berat,

sehingga prognosis penyakit ini buruk dengan angka kematian lebih dari 90%.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 13

Page 15: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

BAB V

KESIMPULAN

SHR adalah komplikasi dari penyakit hati yang lanjut yang ditandai tidak hanya gagal

ginjal, tapi juga gangguan sistem hemodinamik dan aktifitas sistem vasoaktif endogen.

Patogenesis SHR belum diketahui pasti, tetapi diduga gangguan keseimbangan antara faktor

vasokonstriktor dan vasodilator, serta sistem persarafan simpatis. Diagnosa SHR berdasarkan

International Ascites Club’s Diagnostic Criteria of Hepatorenal Syndrome. Pilihan

pengobatan yang baik adalah transplantasi hati. Pengobatan pendukung hanya diberikan jika

fungsi hati dapat kembali normal atau sebagai jembatan untuk menunggu tindakan

transplantasi hati.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 14

Page 16: Referat Sindroma Hepatorenal

Referat Sindroma Hepatorenal Nurul Hidayah (030.07.197)

DAFTAR PUSTAKA

1. Platt JF,Ellis JH, Rubin JM et al. Renal Duplex Doppler Ultrasonography: A

Noninvasive Predictor Of Kidney Dysfunction and Hepatorenal Failure in Liver

Disease. Hepatology 1994;20:362-9.

2. Gines P, Arroyo V. Hepatorenal Syndrome.J Am Soc Nephrol 1999;10:1833-9

3. Setiawan, P. B, Hernomo K. Sindrom Hepatorenal. Dalam: ed. Sudoyo, Ari Wdkk.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbi-tan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas In-donesia; 2006.

Hal 452 – 454

4. Steven Silbernagl, Florian Lang. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC. Edisi

Pertama, Jakarta, 2007

5. Dagher L, Moore K. The Hepatorenal Syndrome. Gut 2001;49:729-737

6. Arroyo V, Gines P,Gerbes Al et al. Defenition and Diagnostic criteria of Refractory

ascites and Hepatorenal Syndrome in Cirrhosis Hepatology 1996;23:164-76

7. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.2007.Balai Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

8. Emedicine. Hepatorenal Syndrome. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/178208, update 4th jan 2012

9. CJASN. Hepatorenal Syndrome : Pathophisiology and Management. Available at

http://cjasn.asnjournals.org/content/1/5/1066.full ,update 5th Oct 2012.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan AntariksaPeriode 3 September – 10 November 2012Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 15