23
REFERAT ILMU PENYAKIT DALAM HEPATORENAL SYNDROME Pembimbing : dr. Herjunianto, SpPD , MMRS Kolonel Laut (K) NRP . 11300/P Penyusun : Jesselyn Kristanti 2015.04.2.0077 Achmad Faisal Arganata 2015.04.2.0001 Ade Maulana A. 2015.04.2.0002 Aditya Kurniasari Agustin 2015.04.2.0004 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH 1

Referat Sindroma Hepatorenal.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

REFERATILMU PENYAKIT DALAM

HEPATORENAL SYNDROME

Pembimbing :dr. Herjunianto, SpPD , MMRSKolonel Laut (K) NRP . 11300/P

Penyusun :Jesselyn Kristanti 2015.04.2.0077

Achmad Faisal Arganata 2015.04.2.0001

Ade Maulana A. 2015.04.2.0002

Aditya Kurniasari Agustin 2015.04.2.0004

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA2015

1

Page 2: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Pasien dengan sirosis dan ascites sering berkembang menjadi

gagal ginjal yang bersifat khusus, yang lebih dikenal dengan nama

sindrom hepatorenal (SHR). Sindrom ini disebabkan oleh terjadinya

vasokonstriksi pada sirkulasi dalam ginjal. Gambaran histologi pada

pasien seperti ini biasanya normal, dan ginjal akan kembali menjadi

normal atau mendekati normal fungsinya setelah transplantasi hati.

(Setiawan, 2009)

Di samping perubahan pada fungsi ginjal, pasien dengan SHR juga

menunjukkan kelainan mencolok dari sirkulasi pembuluh nadi sistemik dan

aktivitas sistem vasoaktif endogen, yang mungkin memegang peranan

yang sangat penting untuk timbulnya hipoperfusi ginjal. (Setiawan, 2009)

Pasien penyakit hati yang berat misalnya sirosis hati (SH)

dekompensata, yang sering mengalami gangguan fungsi ginjal ini,

umumnya akan memperburuk prognosis pasien. Gangguan fungsi ginjal

pada pasien SH ini dapat disebabkan adanya gangguan hemodinamik,

terutama vasodilatasi perifer, yang akan diikuti aktivasi hormon

vasokonstriksi, sistem neurohormonal seperti renin aldosteron,

vasopresin, endotelin dan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis.

Gangguan ini akan memicu retensi air dan natrium di ginjal, dan

penurunan laju filtrasi glomerulus ginjal (LFG). Kelainan fungsi ginjal pada

pasien sirosis hepatis ini bersifat fungsional, yaitu tanpa disertai

perubahan morfologis ginjal. (Setiawan, 2009)

Pada stadium awal gangguan fungsi ginjal ini bersifat reversibel,

yaitu dapat membaik dengan intervensi medis. Stadium ekstrim dari

gangguan fungsi ginjal ini adalah sindrom hepatorenal (SHR) yang

umumnya bersifat ireversibel. Sekitar 20 % pasien SH dengan asites

2

Page 3: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

disertai fungsi ginjal normal, akan mengalami SHR setelah 1 tahun, dan

39% setelah 5 tahun perjalanan penyakit. Prognosis SHR umumnya

buruk. Tanpa transplantasi hati atau pengobatan dengan vasokonstriktor

yang tepat rerata angka ketahanan hidup kurang dari 2 minggu.

(Setiawan, 2009)

Insidensi tahunan SHR pada pasien dengan sirosis dan ascites

diperkirakan mencapai 8%. SHR dibagi menjadi 2 tipe, yaitu SHR Tipe 1

dan Tipe 2. Tanpa manajemen yang baik SHR Tipe 1 merupakan

komplikasi dari cirrhosis dengan prognosis yang paling buruk, dimana

rata-rata penderita SHR Tipe 1 hanya dapat bertahan hidup 2 minggu

setelah onset kegagalan ginjal. (Arroyo et al, 2008)

3

Page 4: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiSindroma Hepatorenal (SHR) adalah suatu bentuk gagal ginjal

fungsional tanpa adanya perubahan patologis pada ginjal, yang

terjadi pada sekitar 10% pasien dengan cirrhosis yang sudah lanjut

atau gagal hati akut (Bacon, 2008). Sindroma hepatorenal

merupakan komplikasi serius pada pasien dengan sirosis dan

ascites, yang dikarakteristikkan oleh adanya azotemia yang

memburuk disertai peningkatan retensi natrium dan oliguria tanpa

adanya penyebab spesifik disfungsi renal yang dapat diidentifikasi.

(Chung & Podolsky, 2005)

Sindrom hepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsi ginjal

sekunder pada penyakit hati tingkat berat baik yang akut maupun

kronis. SHR bersifat fungsional dan progresif. SHR merupakan suatu

gangguan fungsi ginjal pre renal, yaitu disebabkan adanya

hipoperfusi ginjal, namun dengan hanya perbaikan volume plasma

saja ternyata tidak dapat memperbaiki gangguan fungsi ginjal ini.

(Setiawan, 2009)

Definisi sindrom hepatorenal yang diusulkan oleh International

Ascites Club adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien

penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal

yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang

nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas sistem vasoaktif endogen.

Pada ginjal terdapat vasokonstriksi yang menyebabkan laju filtrasi

glomerulus rendah, dimana sirkulasi di luar ginjal terdapat

vasodilatasi arteriol yang luas menyebabkan penurunan resistensi

vaskuler sistemik total dan hipotensi. ( Sutadi, 2003)

4

Page 5: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

2.2 EtiologiSHR terjadi hampir secara eksklusif pada pasien dengan ascites.

(Lata, 2012). Pasien dengan cirrhosis dan ascites mengalami

penurunan perfusi ginjal akibat vasokonstriksi pembuluh darah, yang

menjadi faktor predisposisi terjadinya SHR. Tidak terdapat hubungan

yang linear antara keparahan kegagalan liver dengan insidensi SHR,

namun SHR pada umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit

liver dan hipertensi portal tahap lanjut (Turban et al, 2007). Sindroma

ini dapat terjadi secara spontan maupun dicetuskan oleh faktor-faktor

yang menyebabkan hipoperfusi ginjal. Infeksi bakteri, terutama

spontaneous bacterial peritonitis (SBP) merupakan faktor pencetus

yang paling sering ditemukan pada pasien dengan SHR (Arroyo et

al, 2008)

2.3 EpidemiologiInsidensi tahunan SHR diperkirakan mencapai 8%. (Gines et al,

1993 dalam Fisher & Brown, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh

Gines et al, dari 234 penderita penyakit liver dengan ascites dan

cirrhosis, 18% diantaranya mengalami SHR setelah 1 tahun, dan

39% diantaranya mengalami SHR setelah 5 tahun (Turban et al,

2007).

2.4 PatogenesisPatogenesis SHR sampai sekarang belum secara lengkap

diketahui. Hipotesis patogenesis SHR adalah akibat sirosis hati (SH)

atau penyakit hati tingkat berat dan bersama-sama dengan

hipertensi portal akan mengakibatkan terjadinya vasodilatasi arteri

splankhnik. Vasodilatasi ini akan mengakibatkan hipovolemia arterial

sentral, sehingga merangsang aktivasi sistem saraf simpatis, renin

angiotensin aldosteron, dan hormon antidiuretik yang secara

keseluruhan akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah

5

Page 6: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

ginjal. Di ginjal seharusnya akan terjadi mekanisme kompensasi,

namun dengan alasan yang belum jelas justru terjadi

ketidakseimbangan mekanisme kompensasi ini, yaitu meningkatnya

vasokonstriktor disertai penurunan vasodilat

Beberapa studi melaporkan beberapa perubahan biokimiawi pada pasien

sirosis hepatis dengan sindrom hepatorenal sebagai berikut

a. Hati

Penurunan sintesis angiotensinogen dan kininogen

Penurunan pemecahan renin, angiotensin II, aldosteron, endotoksin,

dan vasopresin

b. Plasma

Peningkatan kadar renin, angiotensin II, aldosteron, endotoksin,

noradrenalin, vasopresin, endotelin 2 dan 3, leukotrien C4 dan D4,

kalsitonin peptida dan hormon antidiuretik.

Penurunan kadar kalikrein, bradikinin, dan faktor natriuretik arterial.

c. Urin atau ginjal

Peningkatan renin, angiotensin II, aldosteron, edotelin, tromboksan

A2, leukotrien E4, prostaglandin E2, prostasiklin, bradikinin.

Fakta hasil studi di atas kiranya menunjukkan betapa pada pasien SHR

terjadi vasokonstriksi ginjal dengan segala akibatnya dengan mekanisme

atau patogenesis yang sangat kompleks. Studi lain menyatakan bahwa

terjadi penurunan sintesis nitrit oksida yang merupakan vasodilator kuat,

pada pasien sirosis hepatis dan sindroma hepatorenal.

6

Page 7: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

Gambar 2.1 Pathogenesis Sindroma Hepatorenal

2.5 Patofisiologi Ciri khas dari sindrom hepatorenal adalah adanya

vasokonstriksi dari pembuluh darah ginjal, walaupun

patogenesisnya tidak sepenuhnya dimengerti (Devuni dkk, 2015)

Beberapa mekanisme yang mungkin terkait dan termasuk

hubungan antara sistem hemodinamik, aktivasi dari sistem

vasokonstriktor, dan reduksi dari aktivitas sistem vasodilator. Pola

hemodinamik dari pasien dengan sindrom hepatorenal

dikarakteristikkan dengan peningkatan cardiac output, tekanan

arteri yang rendah dan penurunan resistensi vaskular sistemik.

Vasokonstriksi renal terjadi tanpa adanya pengurangan cardiac

output dan volume darah, yang mana bertentangan dengan

7

Page 8: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

kebanyakan keadaan klinis yang berhubungan dengan hipoperfusi

renal. (Devuni dkk, 2015)

Walupun pola dari peningkatan resistensi vaskuler renal dan

penurunan resistensi perifer adalah karakter dari sindrom

hepatorenal, hal ini juga terjadi pada keadaan yang lain, seperti

pada anafilaksis dan sepsis. Studi doppler pada arteri brachial ,

cerebral media, dan arteri femoralis mengindikasikan bahwa

resistensi ekstrarenal meningkat pada pasien dengan sindrom

hepatorenal dimana sirkulasi splanknik bertanggunng jawab untuk

vasodilatasi arteri dan penurunan resistensi vaskular sistemik total.

(Devuni dkk, 2015)

RAAS dan sistem saraf simpatik adalah sistem yang

dominan untuk vasokonstriksi renal. Aktivitas dari kedua sistem

meningkat pada pasien dengan sirosis dan asites dan efek ini

menjadi berlipat ganda pada sindrom hepatorenal. Sebaliknya,

hubungan terbalik terjadi antara kedua sistem ini dan aliran plasma

renal (RPF) dan laju filtrasi glomerulus (LFG). Endotelin adalah

vasokonstriktor renal lain yang meningkat konsentrasinya pada

sindrom hepatorenal, meskipun perannya pada patogenesis dari

sindroma ini belum diketahui. Adenosin juga memiliki sifat

vasodilator, meskipun dia bertindak sebagai vasokonstriktor pada

paru dan ginjal. Peningkatan level dari adenosin lebih umum pada

pasien dengan peningkatan aktivitas RAAS dan mungkin bersinergi

dengan angiotensin II untuk menghasilkan vasokonstriksi renal

pada sindroma hepatorenal. Efek ini juga dideskripsikan oleh

voskonstriktor renal yang kuat , leukotrien E4. (Devuni dkk, 2015)

Efek vasokonstriksi dari berbagai macam sistem ini

diantagonis oleh faktor vasodilator lokal dari ginjal, yang paling

penting diantaranya adalah prostaglandin. Mungkin bukti paling

kuat yang mendukung perannya adalah ditandai dengan penurunan

aliran plasma ginjal dan laju filtrasi glomerulus ketika pengobatan

8

Page 9: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

nonsteroid yang diketahui mengurangi level prostaglandin secara

signifikan diberikan. (Devuni dkk, 2015)

Nitrit oksida (NO) adalah vasodilator lain yang memerankan

peran penting dalam perfusi renal. Dalam percobaan pada hewan

mendemonstrasikan bahwa produksi NO meningkat pada pasien

dengan sirosis walaupun inhibisi NO tidak menghasilkan

vasokonstriksi renal sebagai kompensasi dari sintesis

prostaglandin. Bagaimanapun ketika produksi NO dan PG

diinhibisi, vasokonstriksi renal yang bermakna terjadi. (Devuni dkk,

2015)

Temuan ini mendemonstrasikan bahwa vasodilatasi renal

memainkan peran yang penting dalam mempertahankan perfusi

ginjal., terutama dengan keberadaan overaktivitas dari

vasokonstriktor renal. Bagaimanapun apakah aktivitas

vasokonstriktor menjadi sistem dominan pada sindrom hepatorenal

ataukah pengurangan aktivitas dari sistem vasodilator yang

berkontribusi masih perlu dibuktikan. (Devuni dkk, 2015)

2.6 KlasifikasiSindroma hepatorenal dibedakan menjadi 2 tipe (Setiawan, 2009)

SHR tipe 1

SHR tipe 1 merupakan manifestasi yang sangat progresif, dimana

terjadi peningkatan serum kreatinin dua kali lipat (nilai awal serum

kreatinin lebih dari 2,5 mg/dl) atau penurunan bersihan kreatinin

50% dari nilai awal hingga mencapai 20 ml/menit dalam waktu

kurang dari 2 minggu. Prognosis umumnya sangat buruk, yaitu

sekitar 80% akan meninggal dalam waktu 2 minggu, dan hanya

10% yang bisa bertahan lebih dari 3 bulan. Penyebab kematian

adalah karena gagal sirkulasi, gagal hati, gagal ginjal, dan

ensefalopati hepatik.

9

Page 10: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

SHR tipe 2

SHR tipe 2 merupakan bentuk kronis SHR, ditandai dengan

penurunan LFG yang lebih lambat. Kondisi klinis pasien biasanya

lebih baik dibanding SHR tipe 1, dengan angka harapan hidup yang

lebih lama. Prognosis SHR tipe 2 umumnya buruk, yaitu angka

harapan hidup 5 bulan sekitar 50% dan 1 tahun sebesar 20%. SHR

tipe 2 dapat berkembang menjadi SHR tipe 1.

2.7 Manifestasi KlinisPada pasien sirosis hati, 80% kasus SHR disertai asites, 75%

disertai ensefalopati hepatik, dan 40% disertai ikterus. Pada pasien

sebelumnya tidak pernah menderita penyakit ginjal.

Faktor resiko terjadinya SHR antara lain : kondisi malnutrisi,

volume hati yang mengecil, infeksi, pendarahan saluran cerna,

adanya varises esofagus, terapi diuretika, gangguan elektrolit, obat-

obatan nefrotoksis, peningkatan tekanan intra abdominal oleh

karena asites yang masif.

Kebanyakan orang yang dengan hepatorenal sindrom (HRS)

mengalami sirosis sebelumnya, dan mungkin memiliki tanda dan

gejala yang sama, yaitu penyakit kuning, perubahan status mental,

bukti penurunan gizi, dan adanya ascites. Secara khusus, terjadinya

asites yang resisten dengan penggunaan obat diuretik adalah

karakteristik dari HRS tipe 2. Oliguria, yang merupakan penurunan

volume urin, dapat terjadi sebagai akibat dari gagal ginjal, namun,

beberapa orang dengan HRS terus menghasilkan jumlah urin secara

normal. (Arroyo et al, 1996)

2.8 DiagnosaMenurut The International Ascites Club, kriteria untuk

menegakkan diagnosis SHR terdiri dari 5 kriteria mayor dan 5 kriteria

10

Page 11: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

tambahan. Diagnosis SHR dapat dibuat bila ditemukan seluruh

kriteria mayor. (Setiawan,2009)

Kriteria Mayor

1. Penyakit hati akut atau kronis dengan kegagalan tingkat lanjut dan

hipertensi portal

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) yang rendah, kreatinin serum >1,5

mg/dl (130 mmol/l) atau bersihan kreatinin <40 ml/menit

3. Tidak ada syok, sepsis, kehilangan cairan, maupun pemakaian

obat-obatan nefrotoksik ( misalnya OAINS atau aminoglikosida)

4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal (penurunan kreatinin serum <1,5

mg/dl atau peningkatan bersihan kreatinin .40 ml/menit) sesudah

pemberian cairan isotonik salin 1,5 liter.

5. Proteinuria <500 mg/hari, tanpa obstruksi saluran kemih atau

penyakit ginjal pada pemeriksaan USG.

Kriteria Tambahan (tidak harus ada untuk menegakkan diagnosis)

1. Volume urin <500 ml/hari

2. Natrium urin <10 mEq/liter

3. Osmolaritas urin > osmolaritas plasma

4. Eritrosit urine <50 per lapangan pandang ( high power field )

5. Natrium serum <130 mEq/liter

SHR perlu dibedakan dengan adanya kondisi penyakit hati bersamaan

dengan penyakit ginjal atau penurunan fungsi ginjal. Pada beberapa

keadaan, diagnosis SHR mungkin dapat dibuat setelah menyingkirkan

(ruled out) Pseudo-hepatorenal Syndrome. Pseudo-hepatorenal

Syndrome adalah suatu keadaan terdapatnya kelainan fungsi ginjal

bersama dengan gangguan fungsi hati yang tidak mempunyai hubungan

satu sama lain.

11

Page 12: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

Beberapa penyebab Pseudo-hepatorenal Syndrome adalah

1. Penyakit kongenital (misalnya penyakit polikista gnjal dan hati)

2. Penyakit metabolik (diabetes melitus, amyloidosis, Penyakit Wilson)

3. Penyakit sistemik (SLE, artitis rematoid, sarkoidosis)

4. Penyakit infeksi (leptospirosis, sepsis, malaria, hepatitis virus, dan

lain-lain)

5. Gangguan sirkulasi ( syok, insufiensi jantung)

6. Intoksikasi ( endotoksin, bahan kimia, gigitan ular, luka bakar, dan

lain-lain)

7. Medikamentosa (metoksifluran, halotan, sulfonamid, parasetamol,

tetrasiklin, iproniazid)

8. Tumor (hipernefroma, metastasis)

9. Eksperimenta (defisiensi kolin, dan lain-lain)

2.9 Diagnosa Banding

Diagnosa sindroma hepatorenal adalah salah satu pengecualian,

dipikirkan setelah penyebab lain dari gagal ginjal akut telah

disisihkan. Glomerulonefritis dan vaskulitis dapat terjadi dan patut

dicurigai pada pasien dengan sedimen sel darah merah pada urin.

Differential diagnosis dari sindroma hepatorenal adalah acute tubular

necrosis dan penyebab pre-renal lainnya (Rose & Runyon, 2006).

A. Acute Tubular Necrosis : Pasien dengan sirosis hepatis

mungkin bisa disertai dengan ATN setelah pengobatan dengan

aminoglikosida, pemberian agen radiokontras, dan sepsis atau

perdarahan. Terjadinya ATN dapat diperkirakan berdasar

riwayat penyakit dan peningkatan progresif dari konsentrasi

kreatinin plasma. Gangguan yang tidak terselesaikan yang

menyebabkan iskemik pre-renal yang berkepanjangan pada

sindroma hepatorenal dapat menyebabkan ATN(Rose &

Runyon, 2006).

12

Page 13: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

B. Penyakit pre-renal : sindroma hepatorenal adalah penyakit pre-

renal, dibuktikan dengan penelitian ginjal yang secara histologi

normal dan sukses ditransplantasikan ke orang dengan hepar

yang normal. Penurunan perfusi renal dapat disebabkan oleh

gangguan atau perdarahan pada GI tract, terapi dengan NSAID

atau diuretik. Diagnosa sindroma hepatorenal membutuhkan

bukti tidak adanya perbaikan renal setelah pemberhentian

nefrotoxin dan pemenuhan kebutuhan cairan (Rose & Runyon,

2006).

2.10 Manajemen / PenatalaksanaanSampai saat ini belum ada pengobatan efektif untuk SHR,

oleh karena itu pencegahan terjadinya SHR harus mendapat

perhatian yang utama. (Setiawan,2009)

Penatalaksanaan umum

SHR sebagian besar dipacu oleh ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit pasien SH. Oleh karena pasien SH sangat sensitif dengan

perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, maka hindari

pemakaian diuretik agresif, parasintesis asites, dan restriksi cairan

yang berlebihan. (Setiawan,2009)

Terapi suportif berupa diet tinggi kalori dan rendah protein

Koreksi keseimbangan asam basa

Hindari pemakaian OAINS

Peritonitis bakterial spontan pada sirosis hepatis harus segera diobati

sedini dan seadekuat mungkin

Pencegahan ensefalopati hepatik juga harus dilakukan dalam rangka

mencegah terjadinya SHR

Hemodialisis belum pernah secara formal diteliti pada pasien SHR,

namun tampaknya tidak cukup efektif dan efek samping tindakan

cukup berat, misalnya hipotensi, koagulopati, sepsis, dan pendarahan

saluran cerna.

13

Page 14: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

Pengobatan medikamentosa (Setiawan,2009)

Vasodilator dopamin secara luas digunakan untuk mengatasi

vasokonstriksi ginjal, namun belum ada bukti pemberian dopamin

ini secara bermakna bermanfaat pada SHR.

Vasokonstriktor

Rasionalisasi penggunaan vasokonstriktor adalah untuk

mengatasi vasodilatasi splanknik ( yang merupakan salah satu

hipotesis terjadinya sindrom hepatorenal). Pemberian

vasokonstriktor akan memberikan dampak positif terutama bila

dikombinasi dengan pemberian infus albumin atau koreksi

albumin serum. Terlipressin merupakan vasokonstriktor yang baik

pada kasus SHR. Oktreotid merupakan vasokonstriktor alternatif

bila terlipressin belum atau tidak tersedia

Tindakan invasive (Setiawan,2009)

Transplantasi hati. Angka harapan hidup SHR tipe 1 umumnya

pendek yaitu dari beberapa hari atau kurang dari 2 minggu,

sehingga transplantasi hati pada SHR tipe 1 sulit dilaksanakan.

Pada SHR tipe 2, transplantasi hati terbukti bermanfaat pada 90%

kasus dengan angka ketahanan hidup yang lebih kurang sama

dengan transplantasi hati pada pasien tanpa SHR

TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt).TIPS dapat

memperbaiki perfusi ginjal dan menurunkan aktivitas aksis RAAS.

Pada pasien SHR yang tanpa transplantasi hati TIPS bermanfaat

pada 75% kasus dengan angka ketahanan hidup SHR tipe 2 lebih

baik dibanding tipe 1 ( 70% vs 20%)

Extracorporeal albumin dialysis. Metode ini adalah modifikasi

dialisis dengan menggunakan albumin untuk mengikat dialisat.

Metode ini dikenal sebagai MARS ( Molecular Absorbent

Recirculating System). Penelitian masih dilakukan terbatas, dan

pada SHR tampaknya cukup bermanfaat dan umumnya digunakan

untuk persiapan transplantasi hati.

14

Page 15: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

2.11 PrognosisBuruk (Charles dkk, 2007).

2.12 PreventifPada pasien dengan spontaneous bacterial peritonitis,

pemberian albumin dapat mencegah disfungsi sirkulasi dan

perkembangan SHR lebih lanjut. Albumin dapat mencegah

kurangnya pengisian arteri dan aktivasi system vasokonstriktor lebih

lanjut selama terjadinya infeksi. Pada pasien dengan acute alcoholic

hepatitis, penggunaan pentoxifylline, yang merupakan inhibitor TNF,

menunjukkan menurunnya angka kejadian dan mortalitas SHR

dibandingkan dengan kelompok control (Charles dkk, 2007).

15

Page 16: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Arroyo V, Fernandez J, Gines P. 2008. Pathogenesis and

Treatment of Hepatorenal Syndrome. Semin Liver Dis

2008;28:81-95.

2. Bacon BR. 2008. Cirrhosis and its complications. Dalam Fauci

AS, et al, Editors. 2008. Harrison’s Principles of Internal

Medicine 17th Edition. The McGraw-Hill Companies, USA.

3. Chung RT, Podolsky DK. Cirrhosis and its complications. Dalam

Kasper DL, et al. 2005, Editors. Harrison’s Principles of Internal

Medicine 16th Edition. The McGraw-Hill Companies, USA.

4. Lata J, 2012. Hepatorenal Syndrome, World Journal of

Gastroenterology, vol.18. pp 4978 – 4984.

5. Turban S et al. 2007. Hepatorenal Syndrome. World J

Gastroenterol 2007;13(30):4046-4055.

6. Fisher EM, Brown DK. 2010. Hepatorenal Syndrome. AACN

Advanced Critical Care;21(2):165-184.

7. Arroyo V, Ginès P, Gerbes AL, et al. (1996). "Definition and

diagnostic criteria of refractory ascites and hepatorenal

syndrome in cirrhosis. International Ascites

Club". Hepatology 23 (1): 164–76.

8. Rose BD, Runyon BA, 2006, Diagnosis and Treatment of

hepatorenal

syndrome,http://www.uptodate.com/contents/hepatorenal-

syndrome#references

9. Charles dkk, 2007. Mini Review: Hepatorenal Syndrome,

Clinical Biochemistry Rev, vol. 28, pp. 14-15

10.Setiawan dan Kusumobroto, 2009, dalam Sudoyo dkk, 2009.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Sindrom Hepatorenal, Edisi V,

16

Page 17: Referat Sindroma Hepatorenal.docx

Pusat Penerbitan Departemen Imu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Pusat.

11.Sutadi SM, 2003. Sindroma hepatorenal, Bagian Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

12.Devuni dkk, 2015. Hepatorenal Syndrome,

emedicine.medscape.com

17