26
REFERAT DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA TUBERKULOSIS PARU ANAK Oleh: Wan Adi Surya Perdana - 105070106111010 Tarbiyah Catur Sugiarti - 105070106111011 Pembimbing: dr. M. Fahrul Udin, SpA, M.Biomed LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

Referat Tb Paru

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Tb Paru

REFERAT

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA TUBERKULOSIS PARU ANAK

Oleh:

Wan Adi Surya Perdana - 105070106111010

Tarbiyah Catur Sugiarti - 105070106111011

Pembimbing:

dr. M. Fahrul Udin, SpA, M.Biomed

LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SAIFUL ANWAR

MALANG

2015

Page 2: Referat Tb Paru

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang mengakibatkan kematian

tertinggi kedua di seluruh dunia. Organisasi kesehatan dunia (World Health

Organization) memperkirakan pada tahun 2013 insiden penyakit TB di

seluruh dunia mencapai 9 juta penderita dan mengakibatkan 1,5 juta

kematian, 360.000 kematian (WHO, 2014). Penyakit TBC merupakan

masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Menurut hasil Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 1995) penyakit TBC merupakan

penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit

saluran pernafasan pada semua kelompok umur (Litbang, 2010).

Estimasi WHO tahun 2009, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah

583.000 orang pertahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang

per tahun. Jumlah kasus TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat Pendidikan di

Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1.086 penderita TB dengan

angka kematian 0-14,1% pada kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan

(42,9%). Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara

berkembang karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-

50% dari jumlah populasi (Kartasasmita dan Basir, 2010).

Dengan meningkatnya kejadian TBC pada orang dewasa, maka jumlah

anak yang terinfeksi TBC akan meningkat dan jumlah anak dengan penyakit

TBC juga meningkat. Tuberkulosis primer pada anak kurang membahayakan

masyarakat karena kebanyakan tidak menular, tetapi bagi anak itu sendiri

cukup berbahaya oleh karena dapat timbul TBC ekstra thorakal yang sering

kali menjadi sebab kematian atau menimbulkan cacat, Misal pada TBC

Meningitis (Vandana, 2015).

Diagnosis yang paling tepat untuk TBC adalah bila ditemukan basil TBC

dari bahan – bahan seperti sputum, bilasan lambung, biopsy dan lain – lain,

tetapi hal ini sulit didapat pada anak. Sebagian besar diagnosis TBC anak

didasarkan atas gambaran klinik, gambaran radiologis dan uji tuberkulin.

Oleh karena itu kami menulis referat ini untuk membahas mengenai

diagnosis dan tatalaksana tuberkulosis paru pada anak.

Page 3: Referat Tb Paru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.2 Definisi dan Etiologi

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang bersifat sistemik dan

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang mayoritas (> 95%)

menyerang paru. Penularan tuberkulosis anak sebagian besar melalui udara

sehingga fokus primer berada di paru dengan kelenjar getah bening

membengkak serta jaringan paru mudah terinfeksi kuman tuberkulosis.

(Behrman, Robert, and Ann, 2000; Widiyanto, 2009).

Ciri - ciri Mycobacterium tuberculosis ialah bakteri berbentuk batang,

gram positif lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, dengan ukuran panjang 1 – 4

μm dan tebal 0.3 – 0.6 μm, tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan

pemanasan sinar matahari dan ultra violet. Dinding sel kaya lipid

menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibodi dan komplemen

(Behrman, Robert, and Ann, 2000).

Tanda khas Mycobacterium tuberculosis adalah sifatnya yang tahan

terhadap asam. Bakteri ini bersifatnya aerob obligat, sebagian besar kuman

terdiri dari asam lemak, sehingga membuat kuman lebih tahan terhadap

asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya

sel epiteloid dan tuberkel. Selain itu kuman terdiri dari protein yang

menyebabkan nekrosis jaringan (Behrman, Robert, and Ann, 2000).

Kuman dapat tahan hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam

keadaan udara kering maupun dalam keadaan dingin, hal ini terjadi karena

kuman berada dalam sifat dormant. Tetapi dalam cairan mati pada suhu 60

ºC dalam waktu 15 – 20 menit. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai

parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula

memfagositasi malah kemudian disenangi karena banyak mengandung lipid

(Behrman, Robert, and Ann, 2000).

1.3 Epidemiologi

WHO memperkirakan pada tahun 2013 insiden penyakit TB di seluruh

dunia mencapai 9 juta penderita dan mengakibatkan 1,5 juta kematian,

360.000 kematian diantaranya diasosiasikan berkaitan dengan penyakit

Page 4: Referat Tb Paru

Human Immunodeficiency Virus (HIV) (WHO, 2014). Angka infeksi tertinggi

terdapat di Asia Tenggara, China, India, Afrika, dan Amerika Latin.

Tuberkulosis terutama menginfeksi pada orang dengan status nutrisi jelek,

lingkungan padat penduduk, tingkat kesehatan rendah, dan daerah urban

(Vandana, 2015).

Estimasi WHO tahun 2009, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah

583.000 orang pertahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang

per tahun. Jumlah kasus TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat Pendidikan di

Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1.086 penderita TB dengan

angka kematian 0-14,1% pada kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan

(42,9%). Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara

berkembang karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-

50% dari jumlah populasi (Kartasasmita dan Basir, 2010).

Tuberkulosis masih merupakan penyakit yang sangat luas didapatkan di

Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, baik pada anak

maupun pada orang dewasa yang juga dapat menjadi sumber infeksi.

Menurut penyelidikan WHO dan Unicef di daerah Yogyakarta 0.6 %

penduduk menderita tuberkulosis dengan basil tuberkulosis positif dalam

dahaknya, dengan perbedaan prevalensi antara di kota dengan di desa

masing – masing 0.5 – 0.85 % dan 0.3 – 0.4 %. Uji tuberkulin (uji Mantoux)

pada 50 % penduduk menunjukan hasil positif dengan hasil terbanyak pada

usia 15 tahun ke atas. Di Indonesia penyakit ini merupakan penyakit infeksi

terpenting setelah eradikasi malaria, merupakan penyakit nomor satu dan

sebagai penyebab kematian nomor tiga (Litbang, 2010).

1.4 Klasifikasi

1. Klasifikasi berdasarkan status bakteriologis

a. Bakteriologis terkonfirmasi

Seorang pasien TB dengan spesimen biologi positif baik pemeriksaan

mikroskop BTA, kultur atau tes diagnostik cepat (seperti Xpert MTB/

RIF).

b. Diagnosa klinis

Seorang pasien yang tidak memenuhi kriteria bakteriologi tetapi telah

didiagnosis dengan TB aktif oleh dokter dan dokter telah memutuskan

untuk memberikan pasien pengobatan TB. Ini mencakup kasus yang di

Page 5: Referat Tb Paru

diagnosis berdasarkan kelainan CXR, dan kasus ekstra-paru tanpa

konfirmasi laboratorium.

2. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi

a. TB paru

Mengacu pada kasus tuberkulosis yang melibatkan parenkim paru.

Seorang pasien dengan TB paru dan ekstra-paru harus

diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.

b. TB ekstra paru

Mengacu pada kasus tuberkulosis yang melibatkan organ

selain paru-paru (misalnya, laring, pleura, kelenjar getah bening,

abdomen, genito-urinaria, kulit, sendi dan tulang, meninges). Diagnosis

histologi TB ekstra paru melalui biopsi dari lokasi yang tepat akan

dijadikan diagnosis klinis dari TB.

Laring TB, meskipun kemungkinan BTA positif, dianggap sebagai

ekstra kasus paru dengan tidak adanya infiltrat di paru pada CXR.

3. klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

a. Kasus baru

Seorang pasien yang tidak pernah mendapatkan pengobatan untuk TB

atau yang telah mendapatkan Obat TB selama kurang dari satu (<1)

bulan. Terapi pencegahan isoniazid atau rejimen pencegahan lainnya

tidak dianggap sebagai pengobatan TB sebelumnya.

b. Kasus pengobatan kembali

Seorang pasien yang sebelumnya telah mendapat pengobatan TB

setidaknya satu (1) bulan lalu.

4. Klasifikasi berdasarkan resistensi obat

a. Monoresistant-TB

Resistensi terhadap satu obat anti TB lini pertama saja.

b. Polydrug resistant-TB

Resistensi terhadap lebih dari satu obat TB lini pertama (Selain dari

Isoniazid dan Rifampisin).

c. Multi Drug Resistant TB

Resistensi terhadap setidaknya baik Isoniazid dan

Rifampisin.

Page 6: Referat Tb Paru

d. Extensively drug resistantb TB (XDR-TB)

Resistensi terhadap fluoroquinolone dan setidaknya salah satu dari

tiga dari obat lini kedua obat suntik (kapreomisin,

Kanamisin dan Amikacin), di samping resistensi multidrug.

e. Rifampisin Resistant TB

Resistensi terhadap Rifampisin terdeteksi menggunakan

metode fenotipik atau genotipe, dengan atau tanpa resistensi

terhadap obat anti TB lainnya.

1.5 Faktor Resiko

Mereka yang paling beresiko terpajan adalah mereka yang tinggal

berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif. Mereka mencangkup para

gelandangan yang tinggal di tempat penampungan dimana terdapat

tuberkulosis, serta anggota keluarga pasien. Terutama pada negara–negara

berkembang (Behrman, Robert, and Ann, 2000).

Yang juga beresiko terpajan atau terjangkit tuberkulosis adalah para

pekerja kesehatan yang merawat pasien tuberkulosis, dan mereka yang

menggunakan fasilitas klinik perawatan atau rumah sakit yang juga

digunakan oleh para penderita tuberkulosis. Di antara mereka yang terpajan

ke basil, individu yang sistem imunnya tidak adekuat misalnya mereka yang

kekurangan gizi, orang berusia lanjut atau bayi. individu yang mendapat obat

immunosupressan dan mereka yang mengidap virus immunodefisiensi

manusia (HIV) kemungkinan besar akan terinfeksi (Behrman, Robert, and

Ann, 2000).

Berikut beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya infeksi

tuberkulosis pada anak (Islamiyati, 2009; Kuswantoro, 2002; Simbolon,

2007; Rakhmawati, 2008 ; Sholehah, 2008):

Riwayat kontak

Sumber penularan tuberkulosis anak adalah orang dewasa yang sudah

menderita tuberkulosis aktif (tuberkulosis positif) sedangkan anak-anak

masih sangat rentan tertular tuberkulosis dari orang dewasa karena daya

tahan dan kekebalan tubuh anak yang lemah.

Status gizi

Pada anak status gizi sangatlah penting, anak yang memiliki gizi baik

tidak mudah terkena infeksi karena tubuh memiliki kemampuan yang

Page 7: Referat Tb Paru

cukup untuk mempertahankan diri (daya tahan tubuh meningkat)

sedangkan bagi anak yang memiliki gizi buruk akan sangat mudah

terkena infeksi karena reaksi kekebalan tubuh menurun yang berarti

kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap serangan infeksi

menurun.

Umur

Penyakit tuberkulosis sering ditemukan pada usia muda atau produktif

karena sejak lama seseorang tersebut sudah tertular kuman

Mycobacterium tuberculosis yang mengakibatkan kondisi tubuhnya

menurun.

Jenis kelamin

Menurut penelitian Islamiyati cenderung lebih banyak pada anak

perempuan , perbandingannya 1:4 (laki-laki : perempuan) karena pada

anak laki-laki porsi makan lebih besar sehingga cenderung memiliki

status gizi lebih baik yang memungkinkan memiliki pertahanan tubuh

lebih baik dalam melawan penyakit.

Status imunisasi

Pemberian imunisasi BCG pada bayi dapat memberikan perlindungan

terhadap penyakit tuberkulosis karena dengan imunisasi BCG ini akan

memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis sehingga

anak tersebut tidak mudah terkena penyakit tuberkulosis.

Faktor toksik

Faktor toksik yang dapat mempengaruhi yaitu asap rokok karena asap

rokok dapat menurunkan respon terhadap antigen sehingga benda asing

yang masuk dalam paru tidak langsung bisa dikenali atau dilawan oleh

tubuh.

Kondisi rumah

Kondisi rumah ikut berpengaruh karena pada kondisi rumah yang buruk

atau tidak layak untuk dihuni akan mempermudah terkena penyakit

tuberkulosis.

Kepadatan hunian

Merupakan proses penularan penyakit karena jika semakin padat maka

perpindahan penyakit (khusus penyakit menular) melalui udara akan

semakin mudah dan cepat, apalagi jika dalam satu rumah terdapat

anggota keluarga yang terkena tuberkulosis.

Page 8: Referat Tb Paru

1.6 Patogenesis

Masuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan

penyakit. Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil

tuberkulosis serta daya tahan tubuh manusia. Infeksi primer biasanya terjadi

dalam paru. Ghon dan Kudlich menemukan bahwa 95.93 % dari 2.114 kasus

mereka mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini disebabkan

penularan sebagian besar melalui udara dan mungkin juga jaringan paru

mudah terpapar infeksi tuberkulosis, karena memiliki kandungan oksigen

yang sangat tinggi (Alatas, 1997).

Lokasi fokus primer pada 2.114 kasus Ghon dan Kudlich ialah (Alatas,

1997):

Paru 95.93 %

Usus 1.14 %

Kulit 0.14 %

Hidung 0.09 %

Tonsil 0.09 %

Telinga tengah 0.09 %

Kelenjar parotis 0.09 %

Konjungtiva 0.05 %

Tidak diketahui 2.41 %

Penularan kuman terjadi melalui udara. Hal ini disebabkan kuman

dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara.

Partikel infeksi ini dapat menetap 1 – 2 jam, tergantung pada ada tidaknya

sinar ultra violet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana

lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhari – hari sampai berbulan –

bulan. Ia akan menempel pada jalan nafas atau paru – paru. Partikel dapat

masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikro. Apabila bakteri dalam

jumlah bermakna berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem

pernafasan dan berhasil menempati saluran nafas bawah, maka penderita

akan mencetuskan sistem imun dan peradangan yang kuat. Karena respon

yang hebat ini, yang terutama diperantarai oleh sel T, maka hanya sekitar 5

% orang yang terpajan basil tersebut menderita tuberkulosis aktif. Yang

Page 9: Referat Tb Paru

bersifat menular bagi orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi

tuberkulosis aktif dan hanya pada masa infeksi aktif (Vandana, 2015).

Respon imun terhadap tuberkulosis

Penyakit TB dapat terjadi di bagian tubuh manapun, tetapi pada

umumnya terjadi di paru, mulai infiltrasi yang paling ringan hingga bentuk

kronik, kavitas dan kerusakan paru yang berat. Manifestasi klinis yang

berbeda-beda ini merupakan refleksi keseimbangan antara virulensi kuman

dan pertahanan pejamu. Kualitas mekanisme pertahanan tubuh yang ada

sangat menentukan hasil keseimbangan tersebut (Kusuma, 2013).

Segera setelah terjadi infeksi, kuman Mtb mempunyai beberapa

kemungkinan. Kemungkinan pertama, Mtb akan difagositir oleh sel makrofag

alveolar secara efektif dan berhasil membunuh semua kuman Mtb.

Kemungkinan kedua, Mtb akan difagositir oleh sel makrofag dan tetap

bertahan hidup dalam fagosom. Respon makrofag terhadap infeksi awal ini

merupakan respon imun innate yang utama. Selanjutnya rekrutmen sel-sel

dendritik merupakan respon imun seluler termasuk didalamnya keterlibatan

sel TCD4+ dan CD8+ dengan kemungkinan terbentuknya granuloma. Pada

umumnya sebagian besar individu mampu bertahan agar tidak sakit tetapi

tidak mampu mengeleminasi kuman, sehingga kuman tetap berada didalam

granuloma yang kelak dapat menimbulkan infeksi laten TB, dengan uji

tuberkulin positif sebagai satu-satunya manifestasi klinis. Kemungkinan

ketiga, terjadi multiplikasi dan pertumbuhan kuman Mtb, sehingga muncul

manifestasi klinis sebagai TB primer. Pada sebagian kecil kasus, melalui

mekanisme yang belum jelas, kuman yang persisten tetap berada dalam

tubuh, dapat melakukan reaktivasi menjadi penyakit TB aktif setelah

beberapa tahun sampai puluhan tahun setelah infeksi awal (reaktivasi TB,

kemungkinan keempat) (Kusuma, 2013).

1.7 Diagnosa

Banyak orang yang menderita tuberkulosis paru dibanding dengan

tuberkulosis organ yang lain. Hal ini dikarenakan penyebaran melalui udara

yang dihirup mengandung kuman tuberkulosis yang berkembang menjadi

kompleks pimer dan disusul infeksi. Hal ini sangat sering terjadi tetapi gejala

pada umunya tidak khas. Satu-satunya bukti dengan menggunakan uji

Page 10: Referat Tb Paru

tuberculin cara Mantoux dengan ditemukannya basil tuberkulosis

(Misnadiarly, 2006; Pusponegoro., dkk, 2005).

Diagnosis tuberkulosis anak didasarkan pada gambaran klinis,

gambaran radiologis dan uji tuberculin. Anak dicurigai menderita tuberkulosis

apabila terdapat keadaan atau gejala sebagai berikut (Widiyanto, 2009;

Wirawan dan I Ketut, 2008):

Anak dicurigai menderita tuberkulosis bila :

· Kontak erat dengan penderita tuberkulosis BTA positif

· Ada reaksi kemerahan setelah suntik BCG dalam 3-7 hari

· Terdapat gejala umum tuberkulosis.

Gejala umum yang dicurigai anak menderita tuberkulosis:

· Berat badan turun 3 bulan secara berturut-turut tanpa sebab yang jelas

dan tidak naik dalam 1 bulan walaupun sudah dengan penanganan gizi

yang baik

· Nafsu makan tidak ada (anoreksia)

· Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus,

malaria, ISPA)

· Pembesaran kelenjar limfe tanpa disertai nyeri

· Batuk lebih dari 30 hari dan nyeri dada

· Diare persisten yang tidak kunjung sembuh.

Uji tuberkulin

Tuberkulin test positif (indurasi lebih dari 10 mm), meragukan bila indurasi

5-9 mm, negative bila kurang dari 5 mm. Uji tuberculin positif

menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis dan mungkin tuberkulosis aktif

pada anak (Pusponegoro., dkk, 2005; Wirawan dan I Ketut, 2008).

Reaksi cepat BCG

Setelah mendapatkan penyuntikan BCG ada reaksi cepat (indurasi lebih

dari 5 mm) dalam 3-7 hari curigai terkena infeksi tuberkulosis

(Pusponegoro., dkk, 2005; Wirawan dan I Ketut, 2008).

Foto rontgen paru

Sebagian foto tidak menunjukkan gambaran yang khas untuk tuberkulosis

(Pusponegoro., dkk, 2005).

Pemeriksaan patologi anatomi

Page 11: Referat Tb Paru

Pada pemeriksaan ini dilakukan biopsi kelenjar, kulit, jaringan lain yang

dicurigai terkena infeksi tuberkulosis, biasannya ditemukan tuberkel dan

basil tahan asam (Pusponegoro., dkk, 2005).

Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan langsung BTA secara mikroskopis dari dahak

(Pusponegoro., dkk, 2005).

Diagnosis Tuberkulosis pada anak bila:

Skor TB ≥ 6 atau,

BTA lambung positif atau

Biopsi kelenjar limfe positif TB

1.8 Tatalaksana Tuberkulosis

Pengobatan secara umum dilakukan dengan meningkatkan gizi anak

untuk daya tahan tubuh dan istirahat. Hal yang perlu diperhatikan dalam

pemberian obat tuberkulosis pada anak yaitu pemberian obat tahap intensif

atau lanjutan diberikan setiap hari, dosis obat disesuaikan dengan berat

badan anak, pengobatan tidak boleh terputus dijalan (DEPKES, 2006;

Wirawan dan I Ketut, 2008).

Page 12: Referat Tb Paru

Untuk terapi tuberkulosis terdiri dari dua fase yaitu fase intensif (awal)

dengan panduan 3-5 OAT selama 2 bulan awal dan fase lanjutan dengan

panduan 2 OAT (INH-Rifampisin) hingga 6-12 bulan. Fase intensif (awal)

pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk

mencegah terjadinya resistensi obat, bila pengobatan fase intensif diberikan

secara tepat biasannya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu 2 minggu, sebagian besar pasien tuberkulosis BTA positif menjadi

BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan sedangkan untuk fase lanjutan pasien

mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih

lama, tahap ini penting untuk membunuh kuman persister sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan (DEPKES 2006; Pusponegoro., dkk,

2005).

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang biasa digunakan yaitu Isoniazid,

Rifampisin, Piranizamid, Etambutol dan Streptomisin. Terapi OAT untuk

tuberkulosis paru yaitu INH, Rifampisisn, Pirazinamid selama 2 bulan fase

intensif dilanjutkan INH dan Rifampisin hingga 6 bulan terapi (2HRZ-4HR).

Efek samping OAT jarang dijumpai pada anak jika dosis dan cara

pemberiannya benar. Efek samping yang biasa muncul yaitu

hepatotoksisitas dengan gejala ikterik, keluhan ini biasa muncul pada fase

intensif (DEPKES 2006; Pusponegoro., dkk, 2005).

Page 13: Referat Tb Paru

Cara pengobatan INH diberikan selama 6 bulan, Rifampisin selama 6

bulan, Piranizamid selama 2 bulan pertama. Pada kasus-kasus berat dapat

ditambahkan Etambutol selama 2 bulan pertama (DEPKES, 2006).

Untuk mengurangi angka drop out dibuat dalam bentuk FCD (Fixed

Dose Combination) untuk 2 bulan pertama digunakan FDC yang berisi

Rifampisin/Isoniazid/Piranizamid dengan dosis 75 mg/50mg/150mg

sedangkan untuk 4 bulan berikutnya digunakan FDC yang berisi

Rifampisin/Isoniazid dengan dosis 75 mg/50mg (DEPKES, 2006).

Page 14: Referat Tb Paru

Untuk kategori anak (2RHZ/4RH), prinsip dasar pengobatan tuberkulosis

minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak

diberikan setiap hari baik pada fase intensif (awal) maupun fase lanjutan,

dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak (DEPKES, 2006).

Pada sebagian besar kasus tuberkulosis anak pengobatan selama 6

bulan cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik

klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada tuberkulosis

anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan.

Bila dijumpai perbaikian klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik

tidak menunjukkan perubahan yang berarti maka OAT dihentikan (DEPKES,

2006).

1.9 Komplikasi dan Prognosis

Tuberkulosis primer cenderung sembuh sendiri, tetapi sebagian akan

menyebar lebih lanjut dan dapat menimbulkan komplikasi. Tuberkulosis

dapat meluas dalam jaringan paru sendiri. Selain itu basil tuberkulosis dalam

aliran darah dapat mati, tetapi dapat pula berkembang terus, hal ini

tergantung keadaan penderita dan virulensi kuman. Melalui aliran darah basil

tuberkulosis dapat mencapai anggota tubuh lain seperti selaput otak, otak,

tulang, hati, ginjal dan lain – lain. Dalam anggota tubuh tersebut basil

tuberkulosis dapat segera menimbulkan penyakit, tetapi dapat pula menjadi

tenang dahulu dan setelah beberapa waktu menimbulkan penyakit atau

dapat pula tidak pernah menimbulkan penyakit sama sekali (Price and

Wilson, 2006).

Sebagian besar komplikasi tuberkulosis primer terjadi dalam 12 bulan

setelah terjadinya penyakit. Penyebaran hematogen atau millier dan

meningitis biasanya terjadi dalam 4 bulan, tetapi jarang sekali sebelum 3 – 4

minggu setelah terjadinya kompleks primer. Efusi plura dapat terjadi 6 – 12

bulan setelah terbentuknya kompleks primer (Price and Wilson, 2006).

Page 15: Referat Tb Paru

Komplikasi pada tulang dan kenjar getah bening dapat terjadi akibat

penyebaran hematogen, hingga dapat terjadi dalam 6 bulan setelah

terbentuknya kompleks primer, tetapi komplikasi ini dapat juga terjadi setelah

6 – 18 bulan (Price and Wilson, 2006).

Komplikasi pada traktus urogenitalis dapat terjadi setelah bertahun –

tahun. Pembesaran kelenjar getah bening yang terkena infeksi dapat

menyebabkan atelektasis karena menekan bronkus hingga tampak sebagai

perselubungan segmen atau lobus (Price and Wilson, 2006).

Selain oleh tekanan kelenjar gatah bening yang membesar, atelektasis

dapat terjadi karena kontraksi bronkus pada tuberkulosis dinding bronkus,

tuberkuloma dalam lapisan otot bronkus atau oleh gumpalan keju di dalam

lumen bronkus. Pembesaran kelenjar getah bening yang terkena infeksi

selain menyebabkan atelektasis karena penekanan, dapat juga menembus

bronkus kemudian pecah dan menyebabkan penyebaran bronkogen. Lesi

tuberkulosis biasanya sembuh sebagai proses resolusi, fibosis dan atau

kalsifikasi. (Price and Wilson, 2006).

Untuk prognosis anak dengan TBC dipengaruhi oleh banyak faktor

seperti umur anak, berapa lama setelah mendapat infeksi, luasnya lesi,

keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosa dini, pengobatan

adekuat, kepatuhan minum obat, dan adanya infeksi lain seperti morbilli,

pertusis, diare yang berulang dan lain – lain.

1.10 Pencegahan dan Edukasi

Pencegahan tuberkulosis anak dapat dilakukan dengan Imunisasi BCG

(dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi tuberkulosis,

perbaikan lingkungan (dicari sumber penularannya), makanan bergizi (bila

anak dengan gizi kurang akan mudah terinfeksi kuman tuberkulosis,

sedangkan anak dengan gizi baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh

sehingga anak tersebut tidak mudah terinfeksi kuman tuberkulosis),

kemoprofilaksis (kemoprofilaksis primer untuk anak yang belum pernah

terinfeksi tuberkulosis dengan tujuan untuk mencegah anak dengan kontak

tuberkulosis dan uji tuberculin negatif sedangkan kemoprofilaksis sekunder

untuk anak yang sudah terinfeksi kuman tuberkulosis diberikan dengan

tujuan mencegah berkembangnya infeksi menjadi penyakit). Sebagai

Page 16: Referat Tb Paru

kemoprofilaksis biasanya dipakai INH dengan dosis 10 mg/kgBB/hari selama

1 tahun (DEPKES, 2006; Leksana 2005).

Edukasi sangat penting dianjurkan untuk diberitahukan kepada keluarga

dengan penderita TBC aktif di dalamnya. Pentingnya sirkulasi udara yang

baik, usaha menutup mulut pada saat batuk atau bersin, kebersihan dari

bahan – bahan pribadi dari penderita sangat banyak membantu mengurangi

penularan dari TBC.

Edukasi tentang kepatuhan penderita dalam menjalanan terapinya juga

perlu untuk disampaikan, untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Juga

bagi ibu – ibu yang tidak mau mengimunisasikan anaknya dengan alasan

takut anaknya menjadi panas juga perlu untuk dijelaskan lebih jauh mengapa

imunisasi diperlukan, dan resiko yang akan diterima bila anak tidak

diimunisasikan.

Page 17: Referat Tb Paru

BAB III

KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum. Tuberkulosis

adalah penyakit menular bersifat sistemik yang mayoritas (> 95%) menyerang

paru. Di Indonesia penyakit ini merupakan penyakit infeksi terpenting setelah

eradikasi malaria, merupakan penyakit nomor satu dan sebagai penyebab

kematian nomor tiga.

Diagnosis yang paling tepat untuk TBC adalah bila ditemukan basil TBC dari

bahan – bahan seperti sputum, bilasan lambung, biopsy dan lain – lain, tetapi hal

ini pada anak sulit didapat. Oleh karena itu, sebagian besar diagnosis TBC anak

didasarkan atas gambaran klinik, gambaran radiologis dan uji tuberkulosis. Anak

dicurigai menderita tuberkulosis apabila anak kontak erat dengan penderita

tuberkulosis BTA positif, ada reaksi kemerahan setelah suntik BCG dalam 3-7

hari dan terdapat gejala umum tuberkulosis.

Pengobatan secara umum dilakukan dengan meningkatkan gizi anak untuk

daya tahan tubuh dan istirahat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian

obat tuberkulosis pada anak yaitu pemberian obat tahap intensif atau lanjutan

diberikan setiap hari, dosis obat disesuaikan dengan berat badan anak,

pengobatan tidak boleh terputus dijalan. Untuk terapi tuberkulosis terdiri dari dua

fase yaitu fase intensif (awal) dengan panduan 3-5 OAT selama 2 bulan awal dan

fase lanjutan dengan panduan 2 OAT (INH-Rifampisin) hingga 6-12 bulan.

Untuk prognosis anak dengan TBC dipengaruhi oleh banyak faktor seperti

umur anak, berapa lama setelah mendapat infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi,

keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosa dini, pengobatan adekuat,

kepatuhan minum obat, dan adanya infeksi lain seperti morbilli, pertusis, diare

yang berulang dan lain – lain.

Edukasi sangat penting dianjurkan untuk diberitahukan kepada keluarga

dengan penderita TBC aktif di dalamnya. Pentingnya sirkulasi udara yang baik,

usaha menutup mulut pada saat batuk atau bersin, kebersihan dari bahan –

bahan pribadi dari penderita sangat banyak membantu mengurangi penularan

dari TBC.

Page 18: Referat Tb Paru

Edukasi tentang kepatuhan penderita dalam menjalanan terapinya juga perlu

untuk disampaikan, untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Juga bagi ibu –

ibu yang tidak mau mengimunisasikan anaknya dengan alasan takut anaknya

menjadi panas juga perlu untuk dijelaskan lebih jauh mengapa imunisasi

diperlukan, dan resiko yang akan diterima bila anak tidak diimunisasikan.

Page 19: Referat Tb Paru

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Dr. Husein et al : Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2, Jakarta;

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1997, hal 573 – 761.

Behrman R.E, Robert Kliegman dan Ann M.Arvin. Tuberkulosis. Di dalam :

Wahab A.S (ed bahasa Indonesia). Ilmu Kesehatan Anak . Jakarta: EGC;

2000. Hlm.1028-1042

Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2006; Available

from : http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf

diakses 10 Mei 2015

http://www.litbang.kemkes.go.id/surkesnas\ di akses tanggal 10 Mei 2015

Islamiyati dan Martini Fairus. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

tuberkulosis paru pada balita di poliklinik anak RSU A.Yani Metro tahun

2009. Jurnal kesehatan Metro Sai Wawai 2009; 11:63-70

Kartasasmita CB, Basir D. Tuberkulosis. Dalam: Nastiti N. Rahajoe BS,

Darmawan Budi Setyanto, ed. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama.

Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010:162-168.

Kusuma HC. Imunologi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Dalam: Nastiti N.

Rahajoe BS, Darmawan Budi Setyanto, ed. Buku Ajar Respirologi Anak.

Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2013:178-193.

Kuswantoro. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru primer

pada anak balita. (Tesis) .Universitas Diponegoro; 2002

Leksana. Pulmonologi. Di dalam : Mirzanie Hanifah (ed). Buku saku Anak

Pediatricia. Jakarta: Tosca Enterprise; 2005. Hlm.25-40

Misnadiarly. Penyakit Infeksi TB Paru dan Ekstra Paru: Mengenal,

mencegah,menanggulangi TBC Paru, ekstra paru, anak, pada kehamilan .

Edisi Ke -1. Jakarta : Pustaka, Populer Obor; 2006

Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. 2006: Patofisiologi Klinik, edisi ke 6,

Tuberkulosis,

Pusponegoro H.D, Sri Rejeki S.H, Dody F, Bambang T.A, Antonius H.P,

M.Sholeh K, dan K.Rusmil. Standar pelayanan medis kesehatan anak.

Edisi Ke-1. Jakarta: IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia); 2005

Page 20: Referat Tb Paru

Rakhmawati W. Hubungan status gizi, imunisasi dan riwayat kontak dengan

kejadian TB pada anak. (Tesis) . Universitas Padjadjaran; 2008

Sholehah, Alfian Yusuf, Lettizya dan Abidin Ja’far. Faktor-faktor yang

berhubungan dengan terjadinya tuberculosis pada anak di wilayah kerja

puskesmas perawatan simpang empat batulicin kabupaten tanah bamboo.

Jurnal Al Ulum 2008; 36:30-33

Simbolon demsa. Faktor risiko tuberculosis paru dikabupaten Rejang Lebong.

Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 2007; 2:112-119

Vandana, Batra. 2015. Pediatric Tuberculosis.

http://emedicine.medscape.com/article/969401-overview#aw2aab6b4

diakses 15 Mei 2015

Widiyanto S. TBC (Tuberculosis). Di dalam : Wijaya Desy (ed). Mengenal 10

Penyakit Mematikan. Yogyakarta : Pustaka Insan Madani; 2009. Hlm.113-

121

Wirawan A dan I Ketut. Profil penderita tuberkulosis anak di puskesmas Derek

tahun 2004-2005. Jurnal cermin dunia kedokteran 2008; 35:127-132

World Health Organization. Global tuberculosis control 2010. Available at

http://www.who.int/tb/publications/global_report/2010/en/index.html.

Accessed 10 Mei 2015.

World Health Organization. Global tuberculosis report 2014. World Health

Organization, Geneva, Switzerland.

http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/. Diakses pada 10 Mei,

2015.

World Health Organization. Laboratory XDR-TB definitions. Geneva: Meeting of

the global XDR TB task force 2006. World Health Organization. Available at

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/index.html. Accessed

10 Mei 2015.