16
BAB I PENDAHULUAN Demam ti foid adala h suat u penyakit infeks i si stemik bersif at akut yang diseb abkan oleh Salmo nella typh i. Penyak it ini ditan dai oleh panas berkep anjang an, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan inv asi bak teri sek ali gus mul tiplikasi ke dal am sel fagosi t mon onu kle ar dar i limpa, kelenjar limfe usus dan Peyer’s patch. Demam tifoid merupakan penyakit endermik di Indonesia. Penyakit ini termasuk  penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Sur vei lan s Dep art eme n Kes eha tan RI, frek wensi kej adi an demam tif oid di Indone si a pada tahun 1990 sebesar 9, 2 dan pada tahun 1994 ter jadi peni ngkatan frek wensi men jadi 15,4 per 10.000 pen dud uk. Dari surve y ber bag ai rumah sak it di Indon esia dari tahun 1981 sampai denga n 1986 memperlih atkan peningka tan jumla h  pend erita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menja di 26.6 06 kasus. Insidens demam tifoid  bervariasi di tiap daerah dan terkait dengan sanitasi lingkungan; di rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000  penduduk. Kemudian Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid pada tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. Tetapi dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tang ga Departemen Kesehata n RI (SKRT DEPKES RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi. Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3- 19 tahun men capai 195 kasus . Ang ka yang kur ang lebih sama jug a dil apo rka n dar i Ameri ka Selatan. Terj adinya penularan salmonel la typhi sebagi an be sar melalui makanan / mi numa n ya ng terce mar oleh kuma n ya ng berasal dari pe nderi ta at au  pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal =  jalur oro-fekal). 1

Referat Tifoid

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 1/16

 

BAB I

PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan,

ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan

invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari limpa,

kelenjar limfe usus dan Peyer’s patch.

Demam tifoid merupakan penyakit endermik di Indonesia. Penyakit ini termasuk 

 penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang

wabah. Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekwensi kejadian demam tifoid diIndonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan

frekwensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di

Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah

 penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus. Insidens demam tifoid

 bervariasi di tiap daerah dan terkait dengan sanitasi lingkungan; di rural (Jawa Barat) 157

kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000

 penduduk. Kemudian Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid pada tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. Tetapi dari hasil Survei Kesehatan Rumah

Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT DEPKES RI) tahun 1995 demam tifoid tidak 

termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.

Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-

19 tahun mencapai 195 kasus. Angka yang kurang lebih sama juga dilaporkan dari

Amerika Selatan. Terjadinya penularan salmonella typhi sebagian besar melalui

makanan / minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau

 pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal =

 jalur oro-fekal).

1

Page 2: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 2/16

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Etiologi

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-

negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif 

anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar 

antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri

  polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang

membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi

  juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensiterhadap multipel antibiotik.

B. Patogenesis

Bakteri salmonella typhi bersama makanan / minuman masuk ke dalam

tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2)

  banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi,

 pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atauantasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih

hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel

mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya

di ileum dan yeyenum.

Setelah berada dalam usus halus, kuman mengadakan invasi ke jaringan

limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrika. Setelah

menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe

masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial system

(RES) terutama hati dan limfa. Di tempat ini, kuman di fagosit oleh sel-sel fagosit

RES dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa

inkubasi, berkisar 5 – 9 hari, kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh

tubuh (bakteremia sekunder), dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama

limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali

dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus. Dalammasa baktremia ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya

2

Page 3: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 3/16

 

sama dengan antigen somatik (lipopolisakarida), yang semula di duga

 bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam tifoid.

Pada penelitian lebih lanjut terutama endotoksin hanya mempunyai

 peranan membantu proses peradangan lokal. Pada keadaan tersebut, kuman ini

 berkembang.

Demam tifoid disebabkan oleh salmonella thyposa dan endotoksinnya

yang merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan

yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah memengaruhi

  pusat termuregulator di hipotalamus yang mengekibatkan timbulnya gejala

demam.

Akhir-akhir ini beberapa peneliti mengajukan patogenesis terjadinya

manifestasi klinis sebagai berikut : makrofag pada penderita akan menghasilkan

substansi aktif yang disebut monokin, selanjutnya monokin ini dapat

menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang sistem imun, instabilasi vaskuler,

depresi sumsum tulang dan panas.

Perubahan histopatologi pada umumnya ditemukan infiltrasi jaringan oleh

makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosit yang sudah terdegenerasi

yang dikenal sebagai sel tifoid. Bila sel-sel ini beragregasi, terbentuklah nodul.

 Nodul ini sering didapatkan dalam usus halus, jaringan limfe mesenterium, limpa,

hati sumsum tulang dan organ-organ yang terinfeksi.

Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi

(minggu pertama), nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi (minggu ketiga) serta

  bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk 

  bulat lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus dan ulkus ini dapat

menyebabkan perdarahan bahkan perforasi. Gambaran tersebut tidak didapatkan

 pada kasus demam tofoid yang menyerang bayi maupun tifoid kongenital.

C. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih

 bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya berpegang pada

gejala atau tanda klinis, akan lebih sulit untuk menegakkan diagnosis demam

3

Page 4: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 4/16

 

tifoid pada anak, terutama pada penderita yang lebih muda, seperti pada tifoid

kongenital ataupun tifoid pada bayi.

Masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7 – 20 hari, dengan masa

inkubasi terpendek 3 hari dan terpanjang 60 hari. Dikatakan bahwa masa inkubasi

mempunyai korelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum/status

gizi serta status imunologis penderita.

Walupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis

 besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan :

Demam satu minggu atau lebih.

Gangguan saluran pencernaan

Gangguan kesadaran

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi

akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,

konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat.

Setelah minggu kedua, gejala/ tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam

remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai

ganguan kesadaran dari yang ringan sampai berat.

Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada

orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise

 pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39 – 41o C) serta dapat pula

 bersifat ireguler terutama pada bayi yang tifoid kongenital.

Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat

dengan tanda-tanda antara lain, lidah tampak kering, diolapisi selaput tebal, di

 bagian belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan.

Bila penyakit makin progresif, akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila

lebih prominen.

Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu

kedua. Merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2 – 4 mm,

 berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan.

Roseola ini merupakan emboli kuman yang didalamnya mengandung

kuman salmonella, dan terutama didapatkan di daerah perut, dada, kadang-kadang

di bokong, ataupun bagian fleksor lengan atas.

4

Page 5: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 5/16

 

Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu

 pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran karena malaria. Pembesaran

limpa pada demam tifoid tidak progresif dengan konsistensi lebih lunak.

Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran

1 – 5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan

 punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak 

Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7 – 10 dan bertahan selama 2 -3 hari.

D. Gambaran Darah Tepi

Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai sedang

dengan peningkatan laju endap darah, gangguan eritrosit normokrom normositer,

yang diduga karena efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus.

Tidak selalu ditemukan leukopenia, diduga leukopenia disebabkan oleh destruksi

leukosit oleh toksin dalam peredaran darah. Sering hitung leukosit dalam batas

normal dan dapat pula leukositosis, terutama bila disertai komplikasi lain.

Trombosit jumlahnya menurun, gambaran hitung jenis didapatkan limfositosis

relatif, aneosinofilia, dapat shift to the left ataupun shift to the right bergantung

 pada perjalanan penyakitnya.

Gambaran sumsum tulang menunjukkan normoseluler, eritroid dan mieloid

sistem normal, jumlah megakariosit dalam batas normal.

E. Diagnosis

Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang

ringan bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun

gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan

saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran. Timbulnya gejala klinis

 biasanya bertahap dengan manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti

nyeri kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen,

  pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status mental. Sembelit dapat

merupakan gangguan gastointestinal awal dan kemudian pada minggu ke-dua

timbul diare. Diare hanya terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi,

sedangkan sembelit lebih jarang terjadi. Dalam waktu seminggu panas dapat

meningkat. Lemah, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri abdomen dan diare,

menjadi berat. Dapat dijumpai depresi mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh5

Page 6: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 6/16

 

tinggi dengan bradikardia lebih sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa.

Rose spots (bercak makulopapular) ukuran 1-6 mm, dapat timbul pada kulit dada

dan abdomen, ditemukan pada 40-80% penderita dan berlangsung singkat (2-3

hari). Jika tidak ada komplikasi dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda klinis

menghilang namun malaise dan letargi menetap sampai 1-2 bulan.

Gambaran klinis lidah tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan gejala

klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam

menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk 

menegakkan diagnosis demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium

yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan

diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, bakteriologis, dan

serologis. Dalam kepustakaan lain disebutkan bahwa pemeriksaan laboratorium

untuk menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam tiga kelompok, yaitu

(1) Isolasi kuman penyebab demam tifoid melalui biakan kuman dari spesimen

 penderita, seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja, cairan duodenum dan rose

spot.

Berkaitan dengan patogenesis, maka kuman lebih mudah ditemukan di

dalam darah dan sumsum tulang di awal penyakit, sedangkan pada stadium

 berikutnya didalam urin dan tinja. Hasil biakan yang positif memastikan

demam tifoid, namun hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena

hasilnya tergantung beberapa faktor. Faktor tersebut adalah (1) jumlah darah

yang diambil, (2) perbandingan volume darah dan media empedu, serta (3)

waktu pengambilan darah. Untuk menetralisir efek bakterisidal oleh antibodi

atau komplemen yang dapat menghambat kuman pertumbuhan kuman, maka

darah harus diencerkan 5-10 kali. Waktu pengambilan darah paling baik 

adalah pada saat demam tinggi atau sebelum pemakaian antibiotik, karena 1-2

hari setelah diberi antibiotik kuman sudah sukar ditemukan di dalam darah.

Biakan darah positif ditemukan pada 75-80% penderita pada minggu

  pertama sakit, sedangkan pada akhir minggu ke-tiga, biakan darah positif 

hanya pada 10% penderita. Setelah minggu ke-empat penyakit, sangat jarang

ditemukan kuman di dalam darah. Bila terjadi relaps, maka biakan darah akan

 positif kembali.

Biakan sumsum tulang sering tetap positif selama perjalanan penyakit

dan menghilang pada fase penyembuhan.6

Page 7: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 7/16

 

Pengobatan antibiotik akan mematikan kuman di dalam darah

 beberapa jam setelah pemberian, sedangkan kuman di dalam sumsum tulang

lebih sukar dimatikan. Oleh karena itu pemeriksaan biakan darah sebaiknya

dilakukan sebelum pemberian antibiotik.

Walaupun metoda biakan kuman S.typhi sebenarnya amat diagnostik 

namun memerlukan waktu 3-5 hari. Biakan kuman ini sulit dilakukan di

tempat pelayanan kesehatan sederhana yang tidak memiliki sarana

laboratorium lengkap.

(2) Uji serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen S.typhi dan

menentukan adanya antigen spesifik dari Salmonella typhi.

Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi

terhadap kuman S.typhi yaitu uji Widal. Uji telah digunakan sejak tahun

1896. Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi

dengan antibodi yang disebut aglutinin. Prinsip uji Widal adalah serum

 penderita dengan pengenceran yang berbeda ditambah dengan antigen dalam

  jumlah yang sama. Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi

aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi

menunjukkan titer antibodi dalam serum.

Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam

serum penderita tersangka demam tifoid yaitu;

1. Aglutinin O (dari tubuh kuman)

2. Aglutinin H (flagel kuman)

3. Aglutinin Vi (simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan

untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar 

kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Pada demam tifoid mula-mula akan terjadi peningkatan titer antibodi O.

Antibodi H timbul lebih lambat, namun akan tetap menetap lama sampai

 beberapa tahun, sedangkan antibodi O lebih cepat hilang. Pada seseorang yang

telah sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan

aglutinin H menetap lebih lama antara 9 bulan – 2 tahun. Antibodi Vi timbul

lebih lambat dan biasanya menghilang setelah penderita sembuh dari sakit.

Pada pengidap S.typhi, antibodi Vi cenderung meningkat. Antigen Vi biasanya7

Page 8: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 8/16

 

tidak dipakai untuk menentukan diagnosis infeksi, tetapi hanya dipakai untuk 

menentukan pengidap S.typhi.

Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin ≥ 1/40 dengan

memakai uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan

waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes

 positif, 96% kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak 

menyingkirkan. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin

sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka

diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan

dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai

  pada deteksi pembawa kuman S. typhi (karier). Banyak peneliti

mengemukanan bahwa uji serologi widal kurang dapat dipercaya sebab dapat

timbul positif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti biakan darah

 positif.

Ada 2 faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu faktor yang berhubungan

dengan penderita dan faktor teknis.

a) Faktor yang berhubungan dengan penderita, yaitu

1. Pengobatan dini dengan antibiotik, pemberian kortikosteroid.

2. Gangguan pembentukan antibodi.

3. Saat pengambilan darah.

4. Daerah endemik atau non endemik.

5. Riwayat vaksinasi.

6. Reaksi anamnesik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan

demam akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi.

 b) Faktor teknik, yaitu

1. Akibat aglutinin silang.

2. Strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

3. Teknik pemeriksaan antar laboratorium.

Beberapa keterbatasan uji Widal ini adalah:

1. Negatif Palsu8

Page 9: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 9/16

 

Pemberian antibiotika yang dilakukan sebelumnya (ini kejadian paling sering

di negara kita, demam –> kasih antibiotika –> nggak sembuh dalam 5 hari –>

tes Widal) menghalangi respon antibodi.

Padahal sebenarnya bisa positif jika dilakukan kultur darah.

2. Positif Palsu

Beberapa jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S. paratyphi A, B, C)

memiliki antigen O dan H juga, sehingga menimbulkan reaksi silang dengan

  jenis bakteri lainnya, dan bisa menimbulkan hasil positif palsu (false

 positive).

Padahal sebenarnya yang positif kuman non S. typhi (bukan tifoid).

(3) Pemeriksaan melacak DNA kuman S.typhi.

Akhir-akhir ini banyak dimunculkan beberapa jenis pemeriksaan

untuk mendeteksi antibodi S. typhi dalam serum, antigen terhadap S. typhi

dalam darah, serum dan urin bahkan DNA S. typhi dalam darah dan feses.

Polimerase chain reaction telah digunakan untuk memperbanyak gen

Salmonella ser. Typhi secara sfesifik pada darah pasien dan hasil dapat

diperoleh hanya dalam beberapa jam. Metode ini spesifik dan lebih sensitif 

dibandingkan dengan biakan darah. Walaupun laporan-laporan pendahuluan

menunjukkan hasil yang baik namun sampai sekarang tidak salah satupun

dipakai secara luas.

F. Dignosis Banding

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis

dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan

  bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

intraseluler seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia,

shigelosis dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat,

sepsis, leukimia, limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai dignosis banding.

G. Penyulit (Komplikasi)

Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5 – 3%, sedangkan

 perdarahan usus pada 1 – 10% kasus dema tifoid anak. Penyulit ini biasanya9

Page 10: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 10/16

 

terjadi pada minggu ke-3 sakit, walau pernah dilaporkan terjadi pada inggu

  pertama. Komplikasi di dahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan

  peningkatan frekuensi nadi. Pada perforasi usus halus ditandai oleh nyeri

abdomen lokal pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri yang

menyelubung. Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan abdomen,

defance muskulare, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda peritonitis yang

lain. Beberapa kasus perforasi usus halus mempunyai manifestasi klinis yang

tidak jelas.

Dilaporkan pada kasus dengan komplikasi neuropsikiatri. Sebagian besar 

  bermanifestasi gangguan kesadaran, disorientasi, delirium, obtundasi, stupor 

  bahkan koma. Beberapa penulis mengaitkan manifestasi klinis neuropsikiatri

dengan prognosis buruk. Penyakit neurologi lain adalah rombosis sereberal,

afasia, ataksia sereberal akut, tuli, mielitis tranversal, neuritis perifer maupun

kranial, meningitis, ensefalomielitis, sindrom Guillain-Barre. Dari berbagai

 penyakit neurologik yang terjadi, jarang dilaporkan gejala sisa yang permanen

(sekuele).

Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa aritmia,

 perubahan ST-T pada EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun nekrosis

  pada jantung. Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam

tifoid ditandai peningkatan kadar transaminase yang tidak mencolok. Ikterus

dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminase, maupun kolesistitis akut

 juga dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronik yang terjadi pada penderita setelah

mengalami demam tifoid dapat dikaitkan dengan adanya batu empedu dan

fenomena pembawa kuman (karies).

Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonella typhi

melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis bahkan pielonefritis

dapat juga merupakan penyulit demam tifoid. Proteinuria transien sering dijumpai,

sedangkan glomerulonefritis yang dapat bermanifestasi sebagai gagal ginjal

maupun sindrom nefrotik mempunyai prognosis buruk. Pneumonia sebagai

komplikasi sering dijumpai pada demam tifoid. Keadaan ini dapat ditimbulkan

oleh kuman Salmonella typhi, namun sering kali sebagai akibat infeksi sekunder 

oleh kuman lain. Penyulit lain yang dapat dijumpai adalah trombositopenia,

koagulasi intrvaskular diseminata, Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), fokal

10

Page 11: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 11/16

 

infeksi di beberapa lokasi sebagai akibat bakteremia misalnya infeksi pada tulang,

otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan persendian.

Relaps yang didapat pada 5-10% kasus demam tifoid saat era pre

antibiotik, sekarang lebih jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam timbul

kembali dua minggu setelah penghentian antiboitik. Namun pernah juga

dilaporkan relaps timbul saat stadium konvalsens, saat pasien tidak demam akan

tetapi gejala lain masih jelas dan masih dalam pengobatan antibiotik. Pada

umumnya relaps lebih ringan dibandingkan gejala demam tifoid sebelumnya dan

lebih singkat.

H. Penatalaksanaan

Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dirumah dengan tirah

  baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta

 pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat dirumah sakit

agar pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi

kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan

antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi

Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan bakteriemia.

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain :

Kloramfenikol

Meskipun telah dilaporkan adanya resistensi kuman Salmonella terhadap

Kloramfenikol di berbagai daerah, Kloramfenikol tetap digunakan sebagai obat

  pilihan pada kasus demam tifoid. Sejak ditemukannya obat ini oleh Burkoder 

sampai saat ini belum ada obat antimikroba lain yang dapat menurunkan demam

lebih cepat disamping harganya murah dan terjangkau oleh penderita. Kekurangan

kloramfenikol antara lain ialah reaksi hipersensitifitas, reaksi toksik, grey

syndrome, kolaps, dan tidak bermanfaat untuk pengobatan karier.

Dalam pemberian kloramfenikol tidak terdapat keseragaman dosis. Dosis

yang dianjurkan ialah 50 – 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari. Untuk 

neonatus, penggunaan obat ini sebaiknya dihindari, dan bila terpaksa, dosis tidak 

 boleh melebihi 25 mg/kgBB/hari, selama 10 hari.

Tiamfenikol11

Page 12: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 12/16

 

Tiamfenikol mempunyai efek yang sama dengan Kloramfenikol karena

susunan kimianya hampir sama dan hanya berbeda pada gugusan R-nya. Dengan

 pemberian Tiamfenikol, demam turun setelah 5 – 6 hari. Komplikasi hematologi

 pada penggunaan Tiamfenikol jarang dilaporkan.

Dosis oral dianjurkan 50 – 100 mg/kgBB/hsri, selama 10 – 14 hari.

Kotrimoksasol

Pendapat mengenai Efektifitas kotrimksasol terhadap demam tifoid masih

kontroversial. Kelebihan kotrimoksasol antara lain dapat digunakan untuk kasus

yang resisten terhadap kloamfenikol, penyerapan di usus cukup baik, dan

kemungkinan timbulnya kakambuhan pengobatan pengobatan lebih kecil

dibandingkan kloramfenikol. Kelemahannya ialah dapat terjadi skin rash (1 – 

15%), sindrom Steven Johnson, agranulositosis, trombositopenia, anemia

megaloblastik, hemolisis eritrosit terutama pada penderita G6PD,

Dosis oral yang dianjurkan adalah 30 – 40 mg/kgBB/hari. Sulfametoksazol

dan 6 – 8 mg/kgBB/hari untuk Trimetoprim, diberikan dalam 2 kali pemberian,

selama 10 – 14 hari.

Ampisilin dan Amoksisilin

Merupakan derivat Penisilin yang digunakan pada pengobatan demam

tifoid, terutama pada kasus yang resisten terhadap Kloramfenikol. Pernah

dilaporkan adanya Salmonella yang resisten terhadap Ampisilin di Thailand.

Ampisilin umumnya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkan

dengan Kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurang

toksik. Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3 – 18%), dan diare (11%).

Ampisilin mempunyai daya antibakteri yang sama dengan Ampisilin,

terapi penyerapan peroral lebih baik sehingga kadar oabat yang tercapai 2 kali

lebih tinggi, dan lebih sedikit timbulnya kekambuhan (2 – 5%) dan karier (0 – 

5%).

Dosis yang dianjurkan adalah :

Ampisilin 100 – 200 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari.

Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari.

Pengobatan demam tifoid yang menggunakan obat kombinasi tidak 

memberikan keuntungan yang lebih baik bila diberikan obat tunggal.12

Page 13: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 13/16

 

Seftriakson

Dosis yang dianjurkan adalah 50 – 100 mg/kgBB/hari, tunggal atau dalam

2 dosis iv.

Sefotaksim

Dosis yang dianjurkan adalah 150 – 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3- 4

dosis iv.

Siprofloksasin

Dosis yang dianjurkan adalah 2 x 200 – 400 mg oral pada anak berumur 

lebih dari 10 tahun.

I. Prognosis

Prognosis demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan

kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Dinegara maju, dengan

terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang,

angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan,

dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau

  perdarahan hebat, meningitis, endokarditis dan pneumonia, mengakibatkan

morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S. ser.

Typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya manjadi karier kronis. Risiko menjadi

karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi

 pada 1 – 5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris

lebih tinggi pada karier kronis dibanding dengan populasi umum. Walaupun karier 

urin kronis juga dapat terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu

dengan skistosomiasis.

J. Pencegahan

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka

setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka

konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57ºC

untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi.13

Page 14: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 14/16

 

Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57ºC beberapa menit dan secara

merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas

suatu negara/daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan

 pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene

 pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.

K. Vaksin Demam Tifoid

Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid,

yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari

Salmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S.

  paratyphi B yang dimatikan (TAB Vaccine) telah puluhan tahun digunakan

dengan cara pemberian suntikan subcutan; namun vaksin ini hanya memberikan

daya kekebalan yang terbatas, disamping efek samping lokal pada tempat suntikan

yang cukup sering. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang

dilemahkan (Ty-21a) diberikan peroral tiga kali dengan interval pemberian selang

sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin ini diberikan pada anak 

 berumur diatas 2 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas 2

tahun. Pada penelitian dilapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbanding

terbalik dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari

Salmonella typhi diberikan secara suntikan intramuskular memberikan

 perlindungan 60-70% selama 3 tahun.

14

Page 15: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 15/16

 

BAB III

KESIMPULAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella typhi. Bakteri salmonella typhi bersama makanan / minuman

masuk ke dalam tubuh melalui mulut.

Walupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis besar gejala-gejala

yang timbul adalah :

• Demam satu minggu atau lebih.

• Gangguan saluran pencernaan.

• Gangguan kesadaran.

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam tiga

kelompok, yaitu:

• Isolasi kuman penyebab demam tifoid melalui biakan kuman dari spesimen

 penderita, seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja, cairan duodenum dan rose

spot.

• Uji serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen S.typhi dan menentukan

adanya antigen spesifik dari Salmonella typhi.

• Pemeriksaan melacak DNA kuman S.typhi.

Kloramfenikol digunakan sebagai obat pilihan pada kasus demam tifoid.

Pencegahannya adalah higiene pribadi yang baik dan Imunisasi serta vaksinasi aktif dapat

membantu menekan angka kejadian demam tifoid.

15

Page 16: Referat Tifoid

5/7/2018 Referat Tifoid - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-tifoid 16/16

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, Poorwo, SS, dkk ; penyunting : Buku ajar Infeksi dan Pediatri Tropis;

Edisi kedua; Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Jakarta : 2010.

2. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia:

A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15- Jakarta: EGC, 1999.

3. Aru W, Sudoyo, dkk ; editor ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid III, edisi IV;

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta : 2007

4. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics

Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 20035. Rampengan. T H : Penyakit infeksi Tropis pada Anak ; edisi 2. Jakarta : EGC

2007.

16