Referat Tonsilitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

14

BAB IPENDAHULUAN

Tonsila palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas (virus, bakteri, dan antigen makanan). (Farokah, 2003). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. onsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari kesuluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B danT pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi APCs (sintesis immunoglobulin spesifik). Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa Ig G. (Kartika, 2008)Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun (Farokah, 2003). Gejala tonsilitis akut berupa nyeri tenggorokan yang semakin parah jika penderita menelan dan nyeri sering kali dirasakan ditelinga karena tenggorokan dan telinga memiliki persarafan yang sama. Gejala lainnya berupa demam, tidak enak badan, sakit kepala, muntah (Soepardi, Effiaty Arsyad, dkk, 2007).Berdasarkan data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit tonsilitis akut ini sering terjadi pada anak-anak dan jarang sekali terjadi pada orang dewasa. Tonsilitis akut ini adalah penyakit yang berulang dan biasanya yang paling sering terkena tonsilitis akut pada jenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki. Tonsilitis dapat dibagi menjadi tonsilitis akut dan tonsilitis kronik. Tonsilitis akut adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman terutama Streptokokus hemolitikus (50%) atau virus. Sedangkan tonsilitis kronik dapat disebabkan oleh rangsangan menahun rokok, makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. (Rusmarjano dan Efiaty, 2009)Tonsilitis yang merupakan infeksi pada tonsil merupakan infeksi yang sering mengenai pada usia anak-anak atau remaja sehingga pengetahuan dan pencegahan terhadap tonsilitis ini perlu diketahui agar bisa mencegah perburukan tonsilitis. Untuk itu, faktor predisposisi, patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana patut diketahui dan dipelajari agar komplikasi akibat tonsilitis ini dapat dihindari.

BAB IITINAJAUN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi TonsilTonsila palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer selain tonsil lainnya yaitu tonsil. Tonsila palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di permukaan medial terdapat kripta (Amarudin, 2007). Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas (virus, bakteri, dan antigen makanan). Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen menembus lapisan epitel maka sel-sel fagositik mononuklear pertama-tama akan mengenal dan mengeliminasi antigen (Farokah, 2003).

Gambar 2.1. Tonsil pada cincin WaldeyerTonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingua lis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden.Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal (Wiatrak BJ, 2005). Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

B. Definisi Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring atau Gerlachs tonsil). (Rusmarjano dan Efiaty, 2009)Tonsilitis dapat dibagi menjadi tonsilitis akut dan tonsilitis kronik. Tonsilitis akut adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman terutama Streptokokus hemolitikus (50%) atau virus. Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Pada Tonsilitis Kronis tonsil dapat terlihat normal, namun ada tanda-tanda spesifik untuk menentukan diagnosa seperti plika anterior yang hiperemis, pembesaran kelenjar limfe, dan bertambahnya jumlah kripta pada tonsil Pembagian macam-macam tonsilitis dapat dilihat sebagai berikut: (Rusmarjano dan Efiaty, 2009)1. Tonsilitis Akuta. Tonsilitis viral Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Virus Epstein Barr adalah penyebab paling sering. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus Coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan klien. (Rusmarjano dan Efiaty, 2009)b. Tonsilitis bakterial Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. (Rusmarjano dan Efiaty, 2009)2. Tonsilitis Membranosaa. Tonsilitis difteriTonsilitis difteri merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Corynebacterium diphteriae. Penularannya melalui udara, benda atau makanan yang terkontaminasi. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahun frekuensi tertinggi pada usia 2 sampai 5 tahun. (Rusmarjano dan Efiaty, 2009)b. Tonsilitis septikTonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi. (Rusmarjano dan Efiaty, 2009)c. Angina plaut vincent ( stomatitis ulsero membranosa )Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri Spirochaeta atau Triponema yang didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. (Rusmarjano dan Efiaty, 2009)d. Penyakit kelainan darahTidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu. Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. (Rusmarjano dan Efiaty, 2009)3. Tonsilitis KronikTonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. (Rusmarjano dan Efiaty, 2009)

C. Etiologi Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan (Farokah, 2003). Penyebab tonsilitis adalah infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh infeksi virus (Rusmarjano dan Efiaty, 2009)

D. PatologiAdanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun (Farokah, 2003). Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Tonsil berperan sebagai filter yang menyelimuti bakteri ataupun virus yang masuk dan membentuk antibodi terhadap infeksi. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis. Pada tonsilitis akut dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga sakit menelan dan demam tinggi (390C-400C). Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sakit menelan, tenggorokan akan terasa mengental. (Amiruddin, 2007). Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula. (Rusmarjono dan Efiaty, 2009). Tonsilitis Kronis terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga penyakit pasien menjadi Kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara lain: terapi antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah sehingga terapi medikamentosa kurang optimal, dan jenis kuman yag tidak sama antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil (Kartika, 2008)

E. Gejala klinis Gejala pada tonsillitis akut adalah rasa gatal/ kering ditenggorokan, anoreksia, otalgia, tonsil membengkak. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit menelan, kadang muntah. Pada tonsillitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluarnya nanah pada lekukan tonsil.Tanda klinisnya dijumpai tonsil membengkak dan meradang. Tonsila biasanya bercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat. Eksudat ini mungkin keabu-abuan dan kekuningan. Eksudat ini dapat berkumpul, membentuk membran dan pada beberapa kasus dapat terjadi nekrosis jaringan lokal.Keluhan utama yang paling sering adalah sakit tenggorokan dan infeksi saluran nafas atas. Penyebab utama yang paling banyak pada tonsilitis akut adalah bakteri grup A Streptococcus B hemoliticus, disamping itu penyebab terbanyak biasanya disebabkan oleh virus. F. KomplikasiKomplikasi tonsilitis akut dan kronik diantaranya adalah sebagai berikut :1. Abses peritonsil Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh Streptococcus group A. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi yang berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.2. Otitis media akutInfeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (Eustaochius) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.3. Mastoiditis akutRuptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid.4. LaringitisMerupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupun karena alergi.5. SinusitisMerupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa.6. RhinitisMerupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan nasopharinx. Sama halnya dengan sinusitis, rhinitis bisa berupa penyakit kronis dan akut yang kebanyakan disebabkan oleh virus dan alergi.

G. Pemeriksaan Fisik Dari pemeriksaan fisik dengan inspeksi dapat dijumpai: 1. Tonsil dapat membesar bervariasi. Kadang-kadang tonsil dapat bertemu di tengah. Standar untuk pemeriksaan tonsil berdasarkan pemeriksaan fisik diagnostik diklasifikasikan berdasarkan ratio tonsil terhadap orofaring (dari medial ke lateral) yang diukur antara pilar anterior kanan dan kiri. T0: Tonsil terletak pada fosa tonsil, T1: 25%50%75% (Brodsky, 2006). Sedangkan menurut Thane dan Cody membagi pembesaran tonsil atas T1: batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar anterior uvula. T2: batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-uvula. T3: batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-uvula. T4: batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih (Cody, 1993).

Gambar 2.2. Ukurran pembesaran tonsil2. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil.3. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai keju. 4. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring, merupakan tanda penting untuk menegakkan infeksi kronis pada tonsil.

Gambar 2.3. Gambaran tonsilitis dengan detritus dan pembersaran tonsil

H. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita Tonsilitis: 1. Mikrobiologi Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diukuti Staphylokokus aureus. 2. Histopatologi Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap 480 spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugras abses dan infitrasi limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis (Ugras, 2008).

I. PenatalaksanaanPenatalaksanaan pasien tonsilitis secara umum dapat dilakukan seperti hal berikut :1. Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk intravena.2. Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi).

Penatalaksanaan pasien tonsilitis menurut Mansjoer (2000) adalah :1. Penatalaksanaan tonsilitis akut :a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klidomisin.b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2 sampai 3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3 kali negatif.d. Pemberian antipiretik2. Penatalaksanaan tonsillitis kronika. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur atau hisap.b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.

The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indikators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu: (Rusmarjono dan Efiaty, 2009)1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat.2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil, yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptococcus hemoliticus.7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.8. Otitis media efusa atau otitis media supurataif

Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi dari tonsilektomi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut yakni: (Kartika, 2008)1. Gangguan perdarahan2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat3. Anemia4. Infeksi akut yang berat. Teknik operasi tonsilektomi yang dapat digunakan untuk pengangkatan tonsil yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi. Diseksi dikerjakan dengan menggunakan Boyle-Davis mouth gag, tonsil dijepit dengan forsep dan ditarik ke tengah, lalu dibuat insisi pada membran mukus. Dilakukan diseksi dengan disektor tonsil atau gunting sampai mencapai pole bawah dilanjutkan dengan menggunakan senar untuk menggangkat tonsil.Sedangkan teknik Guilotin sudah banyak ditinggalkan. Hanya dapat dilakukan bila tonsil dapat digerakkan dan bed tonsil tidak cedera oleh infeksi berulang. Elektrokauter: Kedua elektrokauter unipolar dan bipolar dapat digunakan pada tehnik ini. Prosedur ini mengurangi hilangnya perdarahan namun dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.Laser tonsilektomi diindikasikan pada penderita gangguan koagulasi. Laser KTP-512 dan CO2 dapat digunakan namun laser CO2 lebih disukai.tehnik yag dilakukan sama dengan yang dilakukan pada tehik diseksi.

J. Prognosa Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia (Edgren, 2002).

DAFTAR PUSTAKA

Amarudin, T., Chrisanto, A. Kajian Manfaat Tonsilektomi. Dalam: Setiawan, B., Sadana, K., Zahir, S.S., Fadli, S. 2007. Majalah Cermin Dunia Kedokteran No. 155. Grup PT Kalbe Farma Tbk; 61-68. Cody D, 1993. Penyakit Hidung, Telinga, dan Tenggorok. Petrus adrianto, editor. Jakarta ; EGC, hal 37-9.Edgren AL, Davitson T, 2004. Sore Throat. Journal of the American Assosiation, no.13 (April 7) :1664-78. Farokah, Suprihati, Suyitno S, 2003. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Cermin Dunia Kedokteran, 155, hal.16-22.Kartika H, 2008. Tonsilektomi. Welcome & Joining otolaryngology in Indonesian Language, February 23, p.4-36.Rusmarjono dan Efiaty, 2009. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid dalam Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Jakarta: Balai penerbit FKUI. hal: 217-225.Ugras Serdar, Kutluhan Ahmet, 2008. Chronic Tonsilitis Can Be Diagnosed With Histopatologic Findings. Europe Journal General Medical; 5(2):pp.95-103. Wiatrak, B.J., Woolley, A.L., 2005. Pharyngitis and Adenotonsillar Disease. In: Cummings, C.W., Flint, P.W., Harker, L.A., Haughey, B.H., Richardson M.A., Robbins K.T., et al. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery. Volume 4. 4th Edition. Elsevier Mosby Inc.; 4135-4138.

1