20
PITIRIASIS ROSEA Indah Wulandari , S.Ked Pembimbing Prof Dr. dr. H. M. Athuf Thaha, Sp. KK (K), FINSDV, FAADV Dr. Nopriyati, Sp.KK Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Dermatologi dan Venereologi FK UNSRI / RSUPMH Palembang 2015 PENDAHULUAN Pitiriasis Rosea (PR) adalah penyakit kulit dengan lesi primer berupa eritema dan skuama halus yang disebut sebagai Herald patch. 1 Pitiriasis rosea pertama kali ditemukan oleh Gibert pada tahun 1860. Kata pityriasis bearti sisik dan rosea berarti merah muda. 1 Pitiriasis rosea merupakan erupsi kulit yang dapat sembuh sendiri, berupa plak berbentuk oval, soliter dan berskuama pada trunkus dan umumnya tanpa gejala. Lesi awal muncul dalam beberapa hari sampai pekan kemudian diikuti lesi lebih kecil terletak di sepanjang tepi lesi (christmas tree pattern). 1 Pitiriasis rosea biasanya terjadi pada remaja dan dewasa muda diduga disebabkan virus exanthem yang terkait dengan pengaktifan Human Herpes Virus 7 (HHV-7) dan kadang-kadang Human Herpes Virus 6 (HHV-6). Human Herpes Virus 2-5 adalah penyebab rubeola. Pengobatan difokuskan pada pruritus. Satu studi menunjukkan bahwa acyclovir dosis tinggi selama 1 pekan yang dimulai di awal perjalanan penyakit mempercepat pemulihan PR. 2 Angka kejadian PR pada wanita lebih sering dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1. 3 Pitiriasis rosea didahului gejala prodromal (lemas, mual, tidak nafsu makan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar 1

Refraat Indah Fix

  • Upload
    indah

  • View
    223

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bbbb

Citation preview

Page 1: Refraat Indah Fix

PITIRIASIS ROSEAIndah Wulandari , S.Ked

Pembimbing Prof Dr. dr. H. M. Athuf Thaha, Sp. KK (K), FINSDV, FAADVDr. Nopriyati, Sp.KK

Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Dermatologi dan VenereologiFK UNSRI / RSUPMH Palembang

2015

PENDAHULUAN

Pitiriasis Rosea (PR) adalah penyakit kulit dengan lesi primer berupa eritema dan skuama

halus yang disebut sebagai Herald patch.1 Pitiriasis rosea pertama kali ditemukan oleh Gibert

pada tahun 1860. Kata pityriasis bearti sisik dan rosea berarti merah muda.1 Pitiriasis rosea

merupakan erupsi kulit yang dapat sembuh sendiri, berupa plak berbentuk oval, soliter dan

berskuama pada trunkus dan umumnya tanpa gejala. Lesi awal muncul dalam beberapa hari

sampai pekan kemudian diikuti lesi lebih kecil terletak di sepanjang tepi lesi (christmas tree

pattern).1

Pitiriasis rosea biasanya terjadi pada remaja dan dewasa muda diduga disebabkan virus

exanthem yang terkait dengan pengaktifan Human Herpes Virus 7 (HHV-7) dan kadang-kadang

Human Herpes Virus 6 (HHV-6). Human Herpes Virus 2-5 adalah penyebab rubeola. Pengobatan

difokuskan pada pruritus. Satu studi menunjukkan bahwa acyclovir dosis tinggi selama 1 pekan

yang dimulai di awal perjalanan penyakit mempercepat pemulihan PR.2 Angka kejadian PR pada

wanita lebih sering dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.3

Pitiriasis rosea didahului gejala prodromal (lemas, mual, tidak nafsu makan, demam, nyeri

sendi, pembesaran kelenjar limfe), kemudian muncul gatal dan lesi di kulit. Penyakit-penyakit

dapat memberikan gambaran seperti PR adalah dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan

sebagainya.1

Refrat ini akan membahas definisi, epidemiologi, etiologi dan patogenesis, gejala klinis,

pemeriksaan fisik, diagnosis banding, diagnosis, pemeriksaan penunjang hingga penatalaksanaan

serta prognosisnya yang bertujuan menambah khasanah pengetahuan kita tentang PR.

DEFINISI

Pitiriasis rosea adalah peradangan kulit berupa eksantema yang ditandai dengan lesi

makula-papula berwarna kemerahan (salmon colored ) berbentuk oval, circinate tertutup skuama

1

Page 2: Refraat Indah Fix

collarette, soliter yang kemudian menjadi konfluen1 dan jika lesi digosok menurut aksis

panjangnya, skuama cenderung terlipat melewati garis gosokan ( hanging curtain sign ).1

EPIDEMIOLOGI

Pitiriasis rosea dilaporkan dalam semua ras di seluruh dunia, terlepas dari iklim.1 Rerata

insiden tahunan di salah satu pusat dilaporkan sebesar 0,16% (158,9 kasus per 100.000 orang-

tahun). Pitiriasis rosea biasanya lebih sering terjadi pada musim semi dan musim gugur, tetapi

belum ada penelitian mengenai hal tersebut. Pengelompokan kasus dapat terjadi dan telah

digunakan untuk mendukung etiologi infeksi PR, meskipun tidak terdapat pada setiap komunitas.

Penelitian menunjukkan perempuan lebih dominan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan

1,5:1,7. Pitiriasis rosea paling sering terjadi usia 10-35 tahun dan jarang terjadi sebelum usia 2

tahun maupun setelah usia 65 tahun. 2

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Pitiriasis rosea disebabkan agen infeksi, berdasarkan (1) kemiripan ruam untuk virus

exanthems yang dikenal; (2) rekurensi langka PR yang menyarankan kekebalan seumur hidup

setelah satu episode; (3) terjadinya variasi musiman pada beberapa penelitian; (4)

pengelompokan di beberapa komunitas; dan (5) munculnya gejala seperti flu pada sebagian

pasien. Sejumlah penelitian selama 50 tahun terakhir telah dieksplorasi dengan berbagai patogen

sebagai kemungkinan penyebab PR. Patogen ini termasuk bakteri, jamur, dan, terutama, virus.

Studi yang dilakukan oleh Drago, dkk pada tahun 1997, mengenai etiologi PR baru-baru ini dan

studi patogen telah difokuskan pada dua virus dimana: (1) HHV-7 dan (2) HHV-6. Evaluasi kritis

dari medis dan literatur ilmiah tentang PR mengungkapkan tidak adanya bukti bahwa PR

berkaitan dengan patogen selain HHV-7 dan HHV-6.4

Pitiriasis rosea lebih banyak terjadi pada ras kulit hitam dibandingkan kulit putih. Menurut

suatu penelitian PR berkaitan dengan gen Human Leucocytes Antigen DQB1 (HLA-DQB1) pada

ras kulit hitam dimana ukuran lesi lebih kecil dan berbentuk papul (mikropapul), berupa urtikaria

maupun vesikular. Lesi pada kulit hitam cenderung lebih gatal dan menetap disebut reaksi

ekzema.3,5,6

Penyebab pasti PR masih belum jelas, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa

PR dapat disebabkan oleh agen infeksi dimana lesi menyerupai virus eksantema dan dipengaruhi

musim. Penyakit ini jarang berulang yang menggambarkan bahwa respon imun bertahan lama

2

Page 3: Refraat Indah Fix

setelah episode pertama, dapat terjadi secara berkelompok pada beberapa komunitas, dan tampak

seperti gejala flu.7,8

Beberapa penelitian telah mengeksplor patogen penyebab PR diantaranya adalah bakteri,

fungi, dan virus dalam 50 tahun terakhir. Pada pemeriksaan lesi PR, 71% ditemukan

penyebabnya merupakan virus herpes sehingga penelitian telah berfokus pada virus HHV-7 dan

HHV-6 dimulai dari penelitian Drago dkk pada tahun 1997. 3,8

HHV-7 dan HHV-6 termasuk dalam genus Roseolavirus subfamili Betaherpesvirinae dan

menetap pada penjamu dalam bentuk laten di monosit dan sel progenitor sumsum tulang. HHV-6

dan HHV-7 dapat menyebabkan apoptosis pada sel T CD4 dan meningkatkan aktivitas natural

killer pada sel T, menekan proliferasi sel mononuklear, dan menginduksi sitokin (Shabazz, 2008).

HHV-6 ditemukan oleh Gallo dkk., pada tahun 1986 yang diisolasi dari limfosit darah perifer dan

HHV-7 ditemukan oleh June dkk., pada tahun 1990. Peneliti menemukan efek sitopatik pada sel

T CD4+. HHV-6 dan HHV-7 berhubungan erat, dimana 20%-75% asam nukleat keduanya

ditemukan homolog. Infeksi awal HHV-6 paling sering pada anak umur 3 sampai 6 bulan dan

HHV-7 pada anak umur 18 tahun sampai 3 tahun. Infeksi primer HHV-6 dan HHV-7 cenderung

asimtomatik dan dapat menyebabkan roseola dengan karakteristik makula eritem numular atau

papul pada kepala dan leher melalui saluran pernafasan. Virus ini menyebabkan infeksi primer

yang menetap selama beberapa tahun sampai penjamu mengalami penurunan imunitas sehingga

terjadilah reaktivasi virus. 8

Penelitian mengenai hubungan antara pitiriasis rosea dan HHV adalah oleh Broccolo dkk.,

pada tahun 2005 dengan tehnik kuantitatif dan sensitivitas, menunjukkan bahwa DNA HHV-7

dan DNA HHV-6 terdapat pada sel plasma atau serum pasien PR. RNA HHV-7 beserta protein

dan RNA HHV-6 beserta protein terdeteksi pada leukosit perivaskular dan perifolikular di area

lesi PR yang tidak terdapat pada kulit normal atau kulit pada penyakit inflamasi lainnya.

Peningkatan antibodi IgM HHV-7 dan HHV-6 ditemukan pada pasien PR tetapi tidak ditemukan

peningkatan IgG sedangkan pada infeksi virus peningkatan IgM tidak spesifik. DNA HHV-7 dan

HHV-6 ditemukan pada saliva pasien pitiriasis rosea. 8

Data tersebut menunjukkan bahwa PR adalah virus eksantema yang berkaitan dengan

reaktivasi sistemik dari HHV-7 atau HHV-6. Pasien tampak viremia dengan gejala flu-like.8 Pada

pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), DNA HHV-7 ditemukan di kulit pada lesi (93%),

di kulit tanpa lesi (86%), saliva (100%), darah perifer sel mononuklear (83%), dan serum (100%),

3

Page 4: Refraat Indah Fix

sedangkan DNA HHV-6 ditemukan pada kulit dengan lesi (86%), kulit tanpa lesi (79%), saliva

(80%), darah perifer sel mononuklear (83%), dan serum (88%).9

HHV-7 dan HHV-6 tidak menginfeksi keratinosit, tapi menginfeksi sel T CD4+ dalam

darah dan menetap dalam bentuk laten. Pitiriasis rosea merepresentasikan reaktivasi virus di

dalam sel T CD4+ seperti penyakit roseola yang disebabkan infeksi primer baik oleh HHV-6

maupun HHV-7. Pemahaman mengenai pengaruh HHV-6 dan HHV-7, mekanisme reaktivasi,

karakteristik distribusi lesi dan gambaran lesi pada patogenesis PR sebenarnya belum dapat

dijelaskan. 3,8

Erupsi yang menyerupai PR dapat disebabkan reaksi penggunaan obat captopril, klonidin,

asiklovir, lisinopril, metronidazol, lithium, interferon, ketotifen, arseniks, emas, timah,

methoxypromazin, tripelenamin, hidroklorid, atau barbiturat. Eksaserbasi akibat terapi oral

steroid dan akibat transplantasi sumsum tulang telah dilaporkan pada beberapa penelitian

berkaitan dengan menurunnya imunitas.3

GEJALA KLINIS

Pitiriasis rosea klasik digambarkan dengan timbulnya satu lesi kulit di trunkus beberapa

hari-minggu kemudian timbul berbagai lesi kecil. Gatal-gatal hebat di 25 % pasien dengan atau

tanpa komplikasi PR, sedikit sampai sedang pada 50% , dan tidak ada di 25 %, diikuti gejala

seperti flu, malaise, sakit kepala, mual , kehilangan nafsu makan , demam, dan arthralgia. 1

Lesi Kulit

Lesi kulit utama adalah Herald patch (Gambar 1), terlihat pada 50 % -90 % dari kasus,

berbatas tegas; 2- 4 cm; oval atau bulat; berwarna seperti ikan salmon, eritematosa, atau

hiperpigmentasi (terutama pada individu dengan kulit yang lebih gelap). Lesi tertutup skuama

kolaret yaitu skuama yang terletak di sisi dalam tepi lesi dengan bagian perifer menempel dan

bagian dalam menggantung.

4

skuama

Page 5: Refraat Indah Fix

Gambar 1. plak primer tipikal ( herald patch ) menunjukkan bentuk lonjong dengan skuama halus di tepi bagian dalam plak1

Gambar 2. Diagram skematik plak primer ( herald patch ) dan distribusi tipikal plak sekunder sepanjang garis kulit pada trunkus dalam susunan Christmas tree1

Lesi berupa plak yang teriritasi menjadi papulovesikular ecyzematous (Gambar 2). Plak

utama biasanya terletak pada trunk di daerah yang tertutup oleh pakaian, tetapi kadang-kadang

ada pada leher atau ekstremitas proksimal. Lokalisasi di wajah atau penis jarang terjadi. Tempat

timbulnya dari lesi primer tidak berbeda antara pria dan wanita.

5

Herald patch

Page 6: Refraat Indah Fix

Gambar 3. Distribusi tipikal plak sekunder pada punggung seperti gambaran Chritsmas tree 1

Gambar 4. Distribusi tipikal plak sekunder pada dada orang kulit hitam tubuh gambaran Chritsmas tree1

Gambar 5. Plak primer dan sekunder papulovesikel pada pitiriasis rosea vesikuler , gambaran Christmas tree1

Interval munculnya plak utama dan erupsi sekunder biasanya terjadi dalam 2 minggu

dari plak utama, tetapi bisa muncul bersamaan. Lesi sekunder muncul dengan interval beberapa

hari dan mencapai maksimum di sekitar 10 hari dan lesi baru terus bertambah dalam beberapa

minggu. Erupsi sekunder terlokalisir terutama di trunkus dan wilayah yang berdekatan dengan

leher dan ekstremitas proksimal (Gambar 3) dan paling sering pada permukaan perut, anterior

dada sebagai serta ke belakang (Gambar 4 dan Gambar 5). 6

Page 7: Refraat Indah Fix

Ada dua tipe utama lesi sekunder yaitu, bentuk lesi serupa dengan lesi primer, lesi

terdistribusi dalam pola “christmas tree”, lesi berukuran kecil, eritem, dan biasanya berupa papul

tidak bersisik yang semakin banyak. Lesi sekunder biasanya berbentuk bulat sampai oval, diskret

sampai konfluen, berwarna pink dan ditutupi skuama tipis, kering, cenderung hiperpigmentasi.

Lesi memiliki tepi licin dengan skuama kolaret. 3,5,8. Perbedaan antara Fizpatrick edisi 7 dan 8

terdapat pada tempat predileksi erupsi sekunder yang menjelaskan bahwa tempat predileksi

erupsi sekunder pada PR terdapat wajah dan kulit kepala biasanya mengenai anak-anak kulit

hitam di telapak tangan, axilla,soles, vulva dan pangkal paha sedangkan pada edisi 7 tidak

dijelaskan secara spesifik mengenai anak kulit hitam dan telapak tangan.

Gambaran klinis dapat berbeda seperti yang dijelaskan sebelumnya pada 20% pasien

pitiriasis rosea. Lesi primer dapat timbul dalam jumlah banyak dan berdekatan. Lesi primer dapat

merupakan lesi satu-satunya dengan lokasi di muka dan kepala sering terjadi pada anak berkulit

hitam. Lesi dapat juga terlokalisasi pada telapak tangan, telapak kaki, aksila, vulva, dan genital,

serta dapat juga terlokalisasi di satu sisi tubuh (James, 2011; Blauvelt, 2012). Lesi juga dapat

timbul pada lengan bawah sebanyak 12% dan kaki bagian bawah sebanyak 6%. Lesi pada oral

jarang terjadi dan dapat terdiri dari patch merah dengan deskuamasi atau bula. 5,8

Morfologi lesi sekunder dapat atipikal sehingga sulit mendiagnosis PR. Ditemukan

makula tidak bersisik, papul berbentuk folikuler, dan lesi tipikal mirip psoriasis(Gambar 5). Pada

beberapa pasien dengan lesi PR juga terdapat vesikel, papul folikuler, dan purpura.8

Makula dan patch eritema, bula pada lidah dan pipi, atau lesi yang menyerupai ulkus

aftosa serta distrofi kuku jarang ditemukan sedangkan limfadenopati dapat terjadi pada pasien

PR, terutama pada fase awal penyakit dan berhubungan dengan gejala flu-like.7,8 Morfologi lesi

sekunder mungkin atipikal, dan diagnosis PR bisa lebih sulit . Lesi pada telapak tangan dan kaki

pada pasien mensimulasikan erupsi eczematous luas. jenis vesikular dari PR (Gambar 1) jarang

mempengaruhi anak-anak dan dewasa muda . Urtikaria , pustular , purpura (Gambar 1 dan

Gambar 5), dan eritema varian multiforme seperti PR. Beberapa pasien memiliki lesi campuran

berupa vesikel atipika, papula folikuler dan purpura.

PEMERIKSAAN FISIK

7

Page 8: Refraat Indah Fix

Beberapa kasus dapat terjadi enantem dengan makula hemoragik dan patch, bula di

lidah dan pipi, atau lesi yang menyerupai bisul aphthous serta kuku distrofi, serta limfadenopati

pada awal penyakit. Dalam kasus PR klasik, kebanyakan pasien tidak memerlukan biopsi kulit

karena diagnosis yang sederhana atas dasar klinis dan temuan histologis yang spesifik. Temuan

histopatologis khas pada PR, yaitu focal parakeratosis, lapisan sel granular berkurang atau tidak

ada, acanthosis ringan, spongiosis ringan, dermal papillary edema, sebuah interstitial dermal

perivaskular dan dangkal menyusup limfosit dan histiosit, dan fokal ekstravasasi eritrosit dapat

diamati pada lesi primer maupun sekunder.

DIAGNOSIS

Diagnosa PR ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Anamnesa harus

bisa memberikan informasi mengenai munculnya erupsi kulit pertama kali dan pengobatan apa

saja yang sudah dilakukan oleh pasien. Informasi mengenai gejala prodormal atau infeksi traktus

respiratorius bagian atas harus bisa dididapatkan. Pada pemeriksaan fisik harus didapatkan

adanya erupsi kulit berupa papiloeritroskuamosa. Pada pemeriksaan klinis minimal terdapat dua

lesi dari tiga kriteria, makula berbentuk oval atau sirkuler, berwarna merah muda, skuama

menutupi hampir semua lesi dan terdapatnya koleret pada tepi lesi dengan bagian tengah yang

lebih tenang, lesi terdistribusi dalam pola “christmas tree”.1

DIAGNOSIS BANDING

Pitiriasis rosea memiliki beberapa diagnosis banding, yaitu sifilis sekunder, tinea korporis,

dermatitis numuler, psoriasis gutata, lichen planus, erupsi kulit mirip PR. Berikut ini akan

dijelaskan diagnosis banding dari PR :

a.Sifilis sekunder

Sifilis sekunder adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan

lanjutan dari sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan timbulnya chancre. Gejala klinisnya

berupa lesi kulit dan lesi mukosa. Lesi kulitnya non purpura, makula, papul, pustul atau

kombinasi, walaupun umumnya makulopapular lebih sering muncul disebut makula sifilitika.1

Perbedaan PR dengan sifilis adalah riwayat primary chancre (makula eritem yang berkembang

menjadi papul dan pecah sehingga mengalami ulserasi di tengah berupa tidak ada herald patch,

limfadenopati, lesi melibatkan telapak tangan dan telapak kaki, dari tes laboratorium VDRL

positif. 8

8

Page 9: Refraat Indah Fix

b. Tinea korporis

Tinea korporis adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit Trichophyton rubrum

pada daerah muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala klinisnya adalah gatal, eritema yang

berbentuk cincin dengan pinggir berskuama dan penyembuhan di bagian tengah. Perbedaan

dengan PR adalah pada tinea korporis, skuama berada di tepi, plak tidak berbentuk oval, dari

pemeriksaan penunjang didapatkan hifa panjang pada pemeriksaan KOH 10%.8

c.Dermatitis numularis

Dermatitis numularis adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada dewasa yang ditandai

dengan plak berbatas tegas yang berbentuk koin (numuler) dan dapat ditutupi oleh krusta. Kulit

sekitarnya normal, predileksinya di ekstensor. Perbedaan dengan PR adalah pada dermatitis

numularis, lesi berbentuk bulat, tidak oval, papul berukuran milier dan didominasi vesikel serta

tidak berskuama.1

d. Psoriasis gutata

Psoriasis gutata adalah jenis psoriasis yang ditandai dengan erupsi papul di trunkus bagian

superior dan ekstremitas bagian proksimal. Perbedaan dengan PR adalah pada psoriasis gutata,

aksis panjang lesi tidak sejajar dengan garis kulit, skuama tebal.1

e.Lichen planus

Lichen planus dapat menyerupai PR papular. Lesinya memiliki lebih banyak papul dan

berwarna violet/lembayung, ditemukan di membran mukosa mulut dan bibir.

f. Erupsi kulit drug induce

Captopril paling sering menimbulkan kelainan ini. Setelah diketahui macam-macam obat

yang bisa menginduksi timbulnya erupsi kulit mirip PR, kasusnya sudah berkurang sekarang.

Gambaran klinisnya ialah lesinya tampak lebih besar dengan skuama yang menutupi hampir

seluruh lesi, sedikit yang ditemukan adanya Herald patch, umumnya sering didapatkan adanya

lesi pada mulut berupa hiperpigmentasi post inflamasi dan berhubungan dengan AIDS.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Penegakkan diagnosis PR tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang tetapi untuk

menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan darah rutin pada PR umumnya normal dan tidak

dianjurkan, namun peningkatan leukositosis, neutrofilia, basofilia, dan sedikit peningkatan laju

endap darah dan protein total kadang terjadi. 8

9

Page 10: Refraat Indah Fix

Penemuan histopatologi pada pitiriasis rosea tidak spesifik sehingga tidak digunakan

sebagai penegakkan diagnosis. Dapat dilakukan RPR ( Rapid Plasma Reagin ) dan FTA-Abs

(Fluoresent Treponemal Antibody Absorbed ) untuk skrining sifilis.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada PR meliputi penatalaksanaan umum dan khusus sedangkan untuk

penatalaksanaan khusus terbagi menjadi dua, yaitu penatalaksanaan topikal dan penatalaksanaan

sistemik. Berikut ini akan dijelaskan mengenai penatalaksanaan PR :

UMUM

Pitiriasis Rosea bersifat self limited disease (dapat sembuh sendiri ), maka diperlukan

penjelasan kepada pasien PR akan sembuh dalam waktu yang lama, lesi kedua rata-rata

berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap selama sekitar 2 minggu,3 dan berangsur

hilang sekitar 2 minggu. Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa PR berlangsung hingga 3-4

bulan. Penatalaksanaan yang penting pada PR adalah dengan mencegah bertambah hebatnya

gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat

menyebabkan lesi menjadi bertambah berat.

KHUSUS

Pengobatan topical untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin

losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi yang luas dan gatal yang hebat

dapat diberikan glukokortikoid topikal kerja menengah (bethametasone dipropionate 0,025%

ointment 2 kali sehari).1 Pengobatan sistemik diberikan antihistamin oral yang bermanfaat untuk

mengurangi rasa gatal. Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan

kortikosteroid sistemik atau pemberian triamsinolon diasetat atau asetonid 20-40 mg yang

diberikan secara intramuskuler. Penggunaan eritromisin masih menjadi kontroversial. Eritromisin

oral pernah dilaporkan cukup berhasil pada penderita PR yang diberikan selama 2 minggu.

Penelitian menyebutkan bahwa 73% dari 90 penderita PR yang mendapat eritromisin oral

mengalami kemajuan dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga mempunyai efek sebagai anti

inflamasi, namun dari penelitian di Tehran Iran yang dilakukan oleh Abbas Rasi et al

menunjukkan tidak ada perbedaan perbaikan lesi pada pasien yang menggunakan eritromisin oral

dengan pemberian plasebo. Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis

yang dapat diberikan 5x800mg selama 1 minggu.1 Pemakaian sinar radiasi ultraviolet B atau sinar

10

Page 11: Refraat Indah Fix

matahari alami dapat mengurangi rasa gatal dan menguranngu lesi.1 Penggunaan sinar B lebih

ditujukan pada penderita dengan lesi yang luas, karena radiasi sinar ultraviolet B (UVB) dapat

menimbulkan hiperpigmentasi post inflamasi.1

PROGNOSIS

Prognosis pada penderita PR adalah baik karena penyakit ini bersifat self limited disease

sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 3-8 minggu.

PERBEDAAN FITZPATRICK EDISI 7 DAN EDISI 8 1,8

Edisi 7 Edisi 8Epidemiologi Pitiriasis Rosea(PR) dilaporkan dalam semua

ras di seluruh dunia, terlepas dari iklim .1

Insiden tahunan rata-rata di salah satu pusat dilaporkan menjadi 0,16% (158,9 kasus per 100.000 orang-tahun).Kebanyakan penelitian telah menunjukkan perempuan sedikit dominan sekitar 1,5: 1.7. PR yang paling umum terjadi antara usia 10 dan 35 years.

Pitiriasis Rosea(PR) dilaporkan dalam semua ras di seluruh dunia, terlepas dari iklim .1

Insiden tahunan rata-rata di salah satu pusat dilaporkan menjadi 0,16% (158,9 kasus per 100.000 orang-tahun).Kebanyakan penelitian telah menunjukkan perempuan sedikit dominan sekitar 1,5: 1.7. PR yang paling umum terjadi antara usia 10 dan 35 years.

Etiologi HHV 6 dan HHV 7 HHV 6 dan HHV 7Patogenesis Belum diketahui Belum diketahuiManifestasi Klinis

Herald patch, Christmas tree, Truncal lessions, flu, malaise, sakit kepala, mual, kehilngan nafsu makan , demam dan arthlagia

Herald patch, Christmas tree, Truncal lessions, flu, malaise, sakit kepala, mual, kehilngan nafsu makan, demam dan arthlagia

Predileksi Erupsi sekunder pada wajah biasanya mengenai anak-anak di kulit kepala, axilla,soles, vulva dan pangkal paha.

Erupsi sekunder pada wajah dan kulit kepala biasanya mengenai anak-anak kulit hitam di telapak tangan, axilla,soles, vulva dan pangkal paha.

Diagnosis Banding

Sifilis, tinea corporis, dermatitis numuler, psoriasis guttate, pitiriasis lichen chronic, pitiriasis erupsi obat

Sifilis, tinea corporis, dermatitis numuler, psoriasis guttate, pitiriasis lichen chronic, pitiriasis erupsi obat

Prognosis Bisa berulang. Bisa berulang.Pengobatan Edukasi, steroid topikal untuk obat gatal,

acyclovir 800mg 1x sehari jika onset cepat dan disertai gejala flu atau lesi kulit luas untuk mempercepat penyembuhan, fototerapi

Edukasi, steroid topikal untuk obat gatal, acyclovir 800mg 1x sehari jika onset cepat dan disertai gejala flu atau lesi kulit luas untuk mempercepat penyembuhan, fototerapi

Prevention Belum ada data Belum ada data

KESIMPULAN

Pitiriasis rosea adalah kelainan kulit yang termasuk dalam golongan dermatosis

papuloeritroskuamosa yang sering ditemukan, sifatnya akut, self limiting disease, tidak menular,

dan biasanya didapatkan pada anak-anak dan dewasa muda. Etiologinya masih belum diketahui.

Erupsi kulit pada PR memiliki ciri khas tertentu, dimana lesi primernya ialah lesi soliter berupa

makula eritem atau papul eritem yang nantinya akan membesar hingga kira-kira berukuran 2-10

cm berbentuk oval, berwarna kemerahan dengan skuama tipis dan bisa terdapat koleret di 11

Page 12: Refraat Indah Fix

tepinya. Lesi primer ini disebut sebagai Herald patch. Satu sampai dua minggu setelah lesi

primer timbul akan diikuti dengan munculnya lesi-lesi lain berupa makula berbentuk oval hingga

plak berukuran 0,5-2 cm berwarna kemerahan atau dapat juga berupa hiperpigmentasi pada

orang-orang yang berkulit gelap, dengan koleret dari skuama di bagian tepinya. Predileksi tempat

yang paling banyak ditemukan yaitu pada batang tubuh sedangkan erupsi sekunder pada wajah

dan kulit kepala biasanya mengenai anak-anak kulit hitam di telapak tangan, axilla, soles, vulva

dan pangkal paha.

DAFTAR PUSTAKA

12

Page 13: Refraat Indah Fix

1. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 362-265.

2. Drago F, Vecchio F, Rebora A: Use of high-dose acyclovir in pityriasis rosea. J Am Acad Dermatol 54:82, 2006

3. Sterling, J.C. 2010. Viral Infection: Pityriasis Rosea. Dalam: Burns, Tony, Nel Cox, et al. Rook’s Textbook of Dermatology. UK: Blackwell Publishing. Hal 33.

4. Drago F, Broccolo F, Rebora A: Pityriasis rosea: an update with a critical appraisal of its possible herpesviral etiology. J Am Acad Dermatol 61:303, 2009

5. Wood, Gary S, dan George Reizner. 2008. Other Papulosquamos Disease: Pityriasis Rosea. Dalam: Bolognia, Jean L, Joseph L Jorizzo, dan Ronald P Rapini. Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier.

6. Zawar, Vijay. 2010. Giant Pityriasis Rosea. Indian Journal of Dermatology. 55 (2), 192-194.

7. James, et al. 2011. Pityriasis Rosea. Dalam: James, William D, Timothy G dan Dirk M. Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology. USA: Saunder. Hal. 204-205.

8. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2012; 458-463.

9. Watanabe, Takahiro, Tatsuyoshi Kawamura, Sharon E Jacob, et al. 2002. Pityriasis Rosea is Associated with Systemic Active Infection with Both Human Herpesvirus-7 and Human Herpesvirus-6. Journal of Investigative Dermatology. 119, 793–797.

10. McPhee, S J, Maxine A P. 2009. Current Medical Diagnosis and Treatment forty eighth edition. Mc Graw Hill Companies:USA.

13