Upload
melian-anita
View
91
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Mata adalah salah satu organ paling penting. Tanpa organ ini, banyak hal tidak beres.
Masalahnya, organ ini seringkali tidak dirawat dengan baik. Salah satu masalah yang bisa
muncul karena tak adanya perawatan dan pemeriksaan yang rutin terhadap mata adalah
ambliopia.
Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi yang
koreksi terbaik. Dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan
langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior.
Ambliopia dikenal juga dengan istilah “ mata malas ” (lazy eye), adalah masalah
dalam penglihatan yang memang hanya mengenai 2-3% populasi, tapi apabila dibiarkan akan
sangat merugikan nantinya kehidupan si penderita. Ambliopia tidak dapat sembuh dengan
sendirinya dan ambliopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan penglihatan
permanen. Jika nantinya pada mata yang baiknya itu timbul suatu penyakit atau trauma, maka
penderita akan bergantung pada penglihatan buruk mata yang ambliopia. Oleh itu, ambliopia
harus ditatalaksana secepat yang mungkin.
Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversible dengan deteksi
dini dan intervensi yang tepat. Anak - anak dengan ambliopia atau beresiko ambliopia
hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan
lebih baik. Tapi jika baru terdiagnosis saat remaja atau dewasa, pengobatan yang dibutuhkan
akan memakan waktu lama serta seringkali kurang efektif. 1
1 | P a g e
BAB II
ISI
2.1 DEFINISI
Ambliopia adalah keadaan turunnya visus unilateral atau bilateral walaupun dengan
koreksi terbaik, tanpa kelainan struktur yang tampak pada mata atau lintasan visus bagian
belakang. Kelainan ini dianggap sebagai akibat gangguan perangsangan terhadap
perkembangan fungsi visual pada tahap – tahap awal kehidupan yaitu kurangnya rangsangan
untuk meningkatkan perkembangan penglihatan. Jadi gangguan utamanya pada visus sentral
sedangkan penglihatan perifer normal. Beratnya ambliopia berhubungan dengan lamanya
mengalami kurangnya rangsangan untuk perkembangan penglihatan makula. 2,3
Gambar 1. Anatomi mata
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidens dan prevalensi ambliopia pada anak – anak di Amerika berkisar antara 1 –
3,5 % pada anak yang sehat sampai 4 – 5,3 % pada anak dengan masalah mata. Hampir
seluruh data mengatakan sekitar 2 % dari keseluruhan populasi menderita ambliopia.
Di Indonesia, prevalensi ambliopia pada murid – murid kelas 1 SD di Kotamadya
Bandung pada tahun 1989 adalah sebesar 1,56 %. Pada tahun 2002, hasil penelitian mengenai
ambliopia di Yogyakarta, didapatkan insidens ambliopia pada anak – anak SD di perkotaan
2 | P a g e
adalah sebesar 0,25 % sedangkan di daerah perdesaan sebesar 0,20 %. Penyebab ambliopia
terbanyak menurut studi adalah anisometropia yaitu sebesar 44,4 %. Jenis kelamin dan ras
tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya ambliopia yaitu pada periode kritis dari
perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang perkembangannya terlambat,
prematur dan / atau dijumpai adanya riwayat keluarga yang menderita ambliopia. 2,3
Gambar 2 Fiksasi kedua mata berbeda
2.3 FISIOLOGI PERKEMBANGAN PENGLIHATAN
2.3.1 Perkembangan penglihatan monokular ( menggunakan satu mata )
Pada saat lahir, tajam penglihatan berkisar antara gerakan tangan dan hitung jari. Hal
ini karena pusat penglihatan di otak yang meliputi nukleus genikulatum lateran dan korteks
striata belum matang. Setelah umur 4 – 6 minggu, fiksasi bintik kuning atau fovea sentral
timbul dengan pursuit halus yang akurat. Pada umur 6 bulan respon terhadap stimulus
optokinetik timbul. Perkembangan penglihatan yang cepat terjadi pada 2 – 3 bulan pertama
yang dikenal sebagai periode kritis perkembangan penglihatan. Tajam penglihatan meningkat
lebih lambat setelah periode kritis dan pada saat berumur 3 tahun mencapai 20/30. 3-5
2.3.2 Perkembangan penglihatan binokular ( penglihatan dengan dua mata bersamaan)
Perkembangan penglihata binokular terjadi bersamaan dengan meningkatnya
penglihatan monokular. Kedua saraf dari mata kanan dan kiri akan bergabung memberikan
penglihatan binokular ( penglihatan tunggal dua mata ). Di korteks striata jalur aferen kanan
dan kiri berhubungan dengan sel – sel korteks binokular yang mempunyai respon terhadap
stimuli kedua mata dan sel – sel korteks monokular yang bereaksi terhadap rangsangan hanya
3 | P a g e
satu mata. Sekitar 70 % sel – sel di korteks striata adalah sel – sel binocular yang
berhubungan dengan saraf di otak yang menghasilkan penglihatan tunggal binokular dan
stereopsis ( penglihatan tiga dimensi ). Fusi penglihatan binokular berkembang pada usia 1,5
higga 2 bulan, sementara stereopsis berkembang kemudian pada usia 3 hingga 6 bulan. 3-5
2.3.3 Penglihatan binokular tunggal dan stereopsis
Penglihatan binokular normal adalah proses penyatuan bayangan di retina dari dua
mata ke dalam persepsi penglihatan tunggal tiga dimensi. Syarat penglihatan binokular
tunggal adalah memiliki sumbu mata yang tepat sehingga bayangan yang sama dari masing –
masing mata jatuh pada titik retina yang sefaal, yang akan diteruskan ke sel – sel binokular
korteks yang sama.
Gambar 3. Horopter
4 | P a g e
Gambar 4 : Horopter dan area panum
Objek di depan atau belakang horopter akan merangsang titik retina non
korespondensi. Titik di belakang horopter empiris merangsang retina binasal, dan titik di
depan horopter merangsang retina bitemporal. Ada daerah yang terbatas di depan dan di
belakang garis horopter tempat obyek merangsang titik – titik retina non korespondensi
sehingga masih dapat terjadi fusi menjadi bayangan binokular tunggal. Area ini disebut area
fusi Panum. Obyek dalam area ini akan menghasilkan penglihatan binokular tunggal dengan
penglihatan stereopsis atau tiga dimensi. Fovea atau bintik kuning mempunyai resolusi atau
daya pisah ruang yang tinggi, sehingga perpindahan kecil pada garis horopter pada lapang
pandang sentral dapat terdeteksi, menghasilkan stereopsis derajat tinggi.
2.3.4 Adaptasi sensoris pada gangguan rangsangan penglihatan
Hal ini terjadi karena kedua mata kita terpisah dan masing – masing mata mempunyai
perbedaan penglihatan saat melihat obyek. Perkembangan sistem penglihatan menyesuaikan
dengan kekacauan bayangan retina yang tidak sama dengan menghambat aktivitas dari
korteks dari satu mata. Hambatan korteks ini biasanya melibatkan bagian sentral lapang
pandang dan disebut supresi kortikal. Bayangan yang jatuh dalam lapang supresi kortikal
tidak akan dirasakan dan area ini disebut skotoma supresi. Supresi tergantung pada adanya
penglihatan binokular, dengan satu mata berfiksasi sedang mata satunya supresi. Ketika mata
fiksasi ditutup, skotoma supresi hilang. Supresi korteks menggangu perkembangan sel – sel
kortikal bilateral dan akan menghasilkan penglihatan binokular abnormal tanpa stereopsis
atau stereopsis yang buruk. Jika supresi bergantian antara kedua mata, tajam penglihatan akan
berkembang sama meskipun terpisah tanpa fungsi binokular normal sehingga terjadi
penglihatan bergantian atau alternating. Supresi terus – menerus terhadap aktivitas korteks
pada satu mata akan mengakibatkan gangguan perkembangan penglihatan binokularitas dan
tajam penglihatan yang buruk. 3-5
5 | P a g e
2.4 ETIOLOGI AMBLIOPIA
Ambliopia disebabkan tidak berkembangnya otak yang mengolah data visual, tidak
berkembangnya otak ini biasanya disebabkan tidak adekuatnya rangsang visual pada masa
perkembangan otak.
Bayi yang baru lahir sudah memiliki kemampuan untuk melihat dan selama beberapa
tahun awal masa anak-anak sistem penglihatan ini berkembang dengan pesat seiring dengan
peningkatan tajam penglihatan.4 Periode waktu perkembangan tersebut, yang turut dikenal
sebagai “critical periode” itu adalah berkisar sejak lahir sehingga umur sekitar 6 tahun.
Jika seorang anak tidak mampu menggunakan matanya dengan normal, maka tajam
penglihatannya pun tidak berkembang dengan baik dan bahkan mengalami penurunan. Dalam
kurun waktu 9 tahun awal kehidupan, sistem penglihatan telah berkembang secara maksimal
dan umumnya tidak dapat dirubah lagi.
Dengan demikian, perkembangan penglihatan pada kedua mata sangatlah penting
untuk mencapai tajam penglihatan yang normal. Seseorang yang menderita ambliopia pada
salah satu matanya kemungkinan mengalami dua kali kehilangan penglihatan pada mata
sebelahnya karena trauma. Jika pada suatu masa, tajam penglihatan pada salah satu mata
memburuk akibat kecelakaan atau penyakit, maka sangatlah penting agar mata sebelahnya
memiliki tajam penglihatan yang normal. Oleh sebab itu, ambliopia harus dideteksi dan
diterapi sedini mungkin. Secara umum, ambliopia disebabkan oleh berbagai macam kondisi
yang mempengaruhi perkembangan penglihatan.Umumnya kondisi ini bersifat diturunkan.
2.5 PATOFISIOLOGIS AMBLIOPIA
Pada ambliopia didapati ada kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah
penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi percobaan pada binatang dan
studi klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode kritis yang peka
dalam berkembangnya keadaan ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan perkembangan
sistem penglihatan anak yang peka terhadap masukan abnormal yang diakibatkan oleh
rangsangan deprivasi, strabismus atau kelainan refraksi yang signifikan. Secara umum,
periode kritis untuk ambliopia deprivasi terjadi lebih cepat dibanding strabismus maupun
anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya ambliopia ketika
periode kritis lebih singkat pada rangsang deprivasi dibanding strabismus ataupun
anisometropia. 3-5
6 | P a g e
Periode kritis tersebut adalah :
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 ( 6/60 ) hingga 20/20 ( 6/6 ), yaitu pada
saat lahir sampai usia 3 hingga 5 tahun.
2. Periode yang beresiko ( sangat ) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi, yaitu di
usia beberapa bulan hingga usia 7 – 8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak terjadinya
deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.
Gambar 6 : Penglihatan normal
Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih sangat belum jelas,
studi eksperimental modifikasi pengalaman dalam melihat pada binatang dan percobaan
laboratorium pada manusia dengan ambliopia telah memberi beberapa masukan, pada
binatang percobaan menunjukkan gangguan sistem penglihatan fungsi neuron yang dalam /
besar yang diakibatkan pengalaman melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual primer
dapat kehilangan kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau kedua mata, dan
sel yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan juga terjadi pada
neuron badan genikulatum lateral. Keterlibatan retina masih belum dapat disimpulkan. 3-5
7 | P a g e
Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama interaksi kompetitif
antar jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks untuk berkembang hingga dewasa.
Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tapi mereka harus belajar bagaimana menggunakan
mata mereka. Mereka harus belajar bagaimana untuk fokus dan bagaimana menggunakan
kedua mata bersamaan.
Gambar 7 : One weak eye (Suppression) Gambar 8 : Loss of vision
Penglihatan yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada kedua mata. Bila
bayangan kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak sama pada kedua mata, maka
jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan baik, bahkan dapat memburuk. Bila hal ini
terjadi, otak akan ‘ mematikan ’ mata yang tidak fokus dan orang tersebut akan bergantung
pada satu mata untuk melihat. 3-5
2.6 KLASIFIKASI AMBLIOPIA
Ambliopia diklasifikasikan menjadi beberapa bagian sesuai dengan gangguan atau kelaianan
yang menjadi penyebabnya yaitu:
2.6.1 Ambliopia strabismik ( Ambliopia mata juling )
Ambliopia yang disebabkan oleh adanya juling pada anak sebelum penglihatan
berkembang sempurna. Ambliopia strasbismik merupakan bentuk ambliopia yang paling
sering dan menyebabkan hilangnya penglihatan binokular. Mata juling yang konstan, non
alternan atau tidak bergantian kanan dan kiri merupakan penyebab ambliopia strasbismus 8 | P a g e
yang paling signifikan. Diduga disebabkan karena kompetisi atau terhambatnya interaksi
antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu ( fusi ) dari kedua mata, yang
akhirnya akan terjadi dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama
kelamaan terjadi penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak terfiksasi. Dengan
satu mata yang lurus dan mata lain berdeviasi dapat menimbulkan dua fenomena penglihatan
yang berbeda yaitu konfusi atau kekacauan dan diplopia atau melihat ganda.
Konfusi penglihatan merupakan persepsi yang bersamaan dari dua buah objek yang
berbeda yang diproyeksikan ke area retina koresponden. Secara fisiologis kedua fovea tidak
dapat mempersepsikan objek – objek yang berbeda secara bersamaan. Hal ini menyebabkan
supresi terhadap objek dari mata yang deviasi agar penglihatan tetap tunggal. Pada orang
dewasa, karena saluran visual sudah berkembang, memahami dua tampilan yang berbeda
menghasilkan penglihatan ganda (diplopia) daripada kehilangan penglihatan. Diplopia adalah
penglihatan ganda yang disebabkan oleh jatuhnya bayangan di fovea pada satu mata
sedangkan pada mata yang lain berada di luar fovea. Konfusi ( melihat 2 objek visual yang
berlainan tapi berhimpitan, satu di atas yang lain ) dan diplopia harus dihilangkan dengan
melakukan supresi. 5-7
Gambar 9 . Amblyopia may be caused by any condition that affects normal visual development or use of the eyes.
9 | P a g e
Apabila menyebut ambliopia strabismik langsung mengacu pada esotropia bukan
eksotropia. Tanpa ada gangguan lain esotropia primer yang sering diasosiasikan dengan
ambliopia karena eksotropia sering berlangsung intermiten dan / atau deviasi alternan
dibanding deviasi unilateral konstan. 5-7
Table 1. Jenis Strabismus Primer dan Ada atau tidaknya Ambliopia
Strabismus
Esotropia Primer
Intermiten Tidak ada ambliopia
Alternating Tidak ada ambliopia
Konstan unilateral (sering) Ambliopia
Eksotropia Primer
Intermiten Tidak ada ambliopia
Alternating Tidak ada ambliopia
Konstan unilateral (jarang) Ambliopia
2.6.2 Ambliopia anisometropik
Terbanyak kedua setelah ambliopia strabismik. Terjadi ketika adanya perbedaan
refraksi antara kedua mata yang lama kelamaan bayangan yang jatuh pada salah satu mata
tidak fokus. Perbedaan refraksi mata kiri dan kanan yang besarnya lebih dari 2 D akan
menyebabkan kedua mata sulit untuk menyatukan bayangan karena salah satu bayangannya
lebih kabur. Jika bayangan di fovea pada kedua mata berlainan bentuk dan ukuran yang
disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak sama antara kiri dan kanan, maka terjadi
rintangan untuk fusi. Lebih – lebih pada fovea mata yang ametropik akan menghalangi
pembentukan bayangan.
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan kabur pada
perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat dan sebagian lagi akibat kompetisi
interokular atau inhibisi yang serupa ( tapi tidak harus identik ) dengan yang terjadi pada
ambliopia stabismik.
10 | P a g e
Derajat ringan anisometropia hiperopia atau astigmatisma ( 1 – 2 D ) dapat
menyebabkan ambliopia ringan yang bermakna. Tetapi pada hiperopia yang > 3 D
menimbulkan ambliopia yang berat dengan visus 6/60. Miopia anisometropia ringan ( < - 3
D ) biasanya tidak menyebabkan ambliopia, tetapi miopia tinggi unilateral ( - 6 D ) sering
menyebabkan ambliopia berat. Pada anak –anak ambliopia miopik lebih mudah ditangani
daripada ambliopia hiperopik. Bila gangguan penglihatan amat sangat besar, sering
didapatkan bukti adanya malformasi atau degeneratif pada mata ametropia yang
menyebabkan kerusakan fungsional atau menambah faktor ambliopiogenik. 5-7
2.6.3 Ambliopia ametropik
Ambliopia yang disebabkan kelainan refraksi (miopia, hipermetropia, astigmatisma)
yang begitu besar yang tidak dikoreksi. Visus turun bilateral walaupun sudah di koreksi
maksimal. Hal ini disebabkan oleh kelainan refraksi bilateral yang tinggi pada anak yang
tidak dikoreksi, yaitu hiperopia lebih dari 5 D atau miopia lebih dari 10 D. Jika hiperopianya
hanya 1 – 2 D maka masih bisa dikompensasikan dengan akomodasi, jadi tidak sampai
menyebabkan ambliopia.5-7
2.6.4 Ambliopia deprivasi
Istilah lainnya ambliopia eks-anopsia atau “ disuse ambliopia ” sering masih
digunakan, dimana sering disebabkan oleh karena kelainan kongenital ( bawaan ) pada mata
atau terdapatnya kekeruhan media refraksi ( kornea keruh, katarak, perdarahan vitreus ) dan
ptosis sejak dini, akan menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan bayangan yang
akhirnya menimbulkan ambliopia. Bentuk ambliopia deprivasi ini jarang, tetapi paling
merusak dan sulit untuk di tangani. Bila terjadinya hanya pada satu mata maka ambliopia
yang diderita memiliki pola distorsi monokular, bila kedua mata menderita kelainan, maka
akan timbul ambliopia dengan pola distorsi binokular.
11 | P a g e
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa ( unilateral atau bilateral ) dan
merupakan penyebab hilangnya penglihatan pada 10% anak. Katarak kongenital dapat
disebabkan oleh faktor keturunan dan kelainan metabolik, infeksi saat ibu hamil, misalnya
akibat rubella, sitomegalovirus, varisela, sifilis, toxoplasmosis dan trauma namun penyebab
utama katarak kongenital ini adalah idiopatik.
Pada anak – anak usia di bawah 6 tahun dengan diameter 3 mm atau lebih yang padat
dan berada di tengah – tengah lensa, dapat mengakibatkan ambliopia yang berat. Bila sudah
berusia di atas 6 tahun dan baru menderita katarak tidak akan lebih berbahaya. Hal ini
disebabkan karena perkembangan visual terjadi pada usia di bawah 6 tahun.
Ambliopia oklusi merupakan salah satu penyebab ambliopia deprivasi akibat terapi
oklusi atau patching ( penutup mata ) yang berlebihan. Yang pada umumnya untuk terapi
ambliopia pada strabismus. Hal ini dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan rutin. 5-7
2.7 Manifestasi Klinik
Tanda ambliopia dapat dilihat dari kebiasaan sehari-hari penderita dalam melihat sebuah
objek. Tanda-tanda tersebut meliputi:
Mengkerutkan mata
Memiringkan kepala untuk melihat objek
Duduk terlalu dekat dengan objek
Menutup sebelah mata saat membaca
Mata merasa lelah
Memanfaatkan telunjuk saat membaca
Peka terhaap cahaya
Sering mengeluh sakit kepala
12 | P a g e
Gejala ambliopia meliputi semua kegiatan yang dilakukan penderita untuk melihat sebuah
objek yang dapat ditinjau dan dinilai secara medis. Berikut adalah gejala- gejala dari
ambliopia :
Hilangnya sensitivitas kontras
Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding
Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik
Anisokoria
Tidak mempengaruhi penglihatan mata
Daya akomodasi menurun
ERG dan EEG penderita ambliopia selalu normal yang berarti tidak terdapat kelainan
organik npada retina maupun korteks serebri.
2.8 DIAGNOSIS
Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat di
jelaskan, di mana hal tersebut ada kaitan dengan riwayat atau kondisi yang dapat
menyebabkan ambliopia.
Terdapat kecurigaan ambliopia unilateral:
Fiksasi kedua mata berbeda, atau terdapat perbedaan tajam penglihatan antara kedua
mata sebanyak dua baris optotipe Snellen atau lebih.
Visus tidak berubah meskipun sudah diberikan lensa koreksi.
Perbedaan visus sepenuhnya tidak berhubungan dengan kelainan struktural lintasan
visual.
Adanya efek density filter dan efek crowding phenomenon.
Kadang kala ambliopia sangat ringan sehingga hanya terdapat perubahan visus 1
baris. Karena pada anak – anak pemeriksaan ini sangat sulit, kadang kala diagnosis
13 | P a g e
hanya berdasarkan penemuan kelainan yang berhubungan seperti adanya
anisometropia atau strabismus sudut kecil.6 -10
Terdapat kecurigaan ambliopia bilateral apabila ada kelainan refraksi yang bermakna
diikuti dengan kelainan atau kebiasaan sebagai berikut :
Anak harus maju pada saat melihat TV ataupun di dalam kelas.
Fiksasi di bawah kisaran rata – rata pada tiap mata.
Visus tidak mencapai normal dengan lensa koreksi.
Penurunan visus tidak sepenuhnya berhubungan dengan kelainan struktural
lintasan visual.
Adanya kekeruhan pada kornea atau lensa disertai nistagmus atau mata bergoyang
– goyang tanpa di sadari. 6 -10
2.7.1 Anamnesis
Bila menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan yang harus ditanyakan dan di jawab
dengan lengkap, yaitu :
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? ( seperti strabismus,
anisometropia, dll )
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali di lakukan?
3. Terdiri dari apa aja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Adanya riwayat keluarga yang menderita strabismus atau kelainan mata lainnya, karena
hal tersebut merupakan predisposisi seorang anak menderita ambliopia. Strabismus dijumpai
sekitar 4 % dari keseluruhan populasi. Frekuensi strabismus yang ‘ diwariskan ’ berkisar
antara 22 % - 66 %. Frekuensi esotropia di antara saudara sekandung, dimana pada orang tua
tidak di jumpai kelainan tersebut, adalah 15 %. Jika salah satu orang tuanya esotropia,
frekuensi meningkat hingga 40 %. 6 -10
14 | P a g e
2.8.2 Tajam penglihatan
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang rapat dan
mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam penglihatan yang
dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar kepada kedua fungsi tadi, selalu subnormal.
Telah di ketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang
tersusun linear ( sebaris ) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita lakukan
dengan meletakkan balok di sekitar huruf tunggal ( gambar 1 ). Ini disebut “ Crowding
Phenomenon”.
Gambar 10. Balok interakftif mengelilingi huruf Snellen
Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 ( 6 /6 ) pada huruf isolasi
dapat turun hingga 20/100 ( 6/30 ) bila ada interaksi bentuk ( countour interaction ).
Perbedaan yang besar ini terkadang muncul juga sewaktu pasien yang sedang diobati kontrol,
dimana tajam penglihatannya jauh lebih baik pada huruf isolasi daripada huruf linear. Oleh
karena itu, ambliopia belum dikatakan sembuh hingga tajam penglihatan linear kembali
normal. 6 -10
Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada anak adalah pemeriksaan yang
paling penting. Walaupun untuk mendapatkan hasil pemeriksaan dapat dipercaya sulit pada
pasien anak – anak, tapi untungnya penatalaksanaan ambliopia sangat efektif dan efisien pada
anak – anak. Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan kartu Snellen
standar. Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes “ E ” dan tes “ HOTV”.
Tes lain adalah dengan symbol LEA ( gambar ). Bentuk ini mudah bagi anak usia ± 1 tahun,
dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen. Caranya sama dengan tes HOTV. 6 -10
15 | P a g e
Gambar 11. Simbol LEA Gambar 12. Simbol HOTV
2.8.3 Neutral Density ( ND ) Filter Test
Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional dan organik. Filter
densitas neutral ( Kodak No.96, ND 2.00 dan 0,50 ) dengan densitas yang cukup untuk
menurunkan tajam penglihatan mata normal dari 20/20 ( 6/6 ) menjadi 20/40 ( 6/12 )
ditempatkan di depan mata yang ambliopik. Bila pasien menderita ambliopia, tajam
penglihatan dengan NDF tetap sama dengan visus semula atau sedikit membaik ( gambar )
sedangkan pada mata yang sehat akan memburuk.
Jika ada ambliopia organik, tajam penglihatan menurun dengan nyata ( drastis ) bila
digunakan filter, misalnya 20/100 ( 6/30 ) menjadi hitung jari atau lambaian tangan.
Keuntungan tes ini bisa digunakan untuk screening secara cepat sebelum, dikerjakan terapi
oklusi, apabila penyebab ambliopia tidak jelas. 6 -10
Gambar 13 : Tes filter densiti netral
16 | P a g e
Keterangan :
A. Pada saat mata yang sehat ditutup, filter ditempatkan di depan mata yang ambliopik
selama 1 menit sebelum periksa visusnya.
B. Tanpa filter pasien bisa membaca 20/40.
C. Dengan filter, visus tetap 20/40 ( atau membaik 1 atau 2 baris ) pada ambliopia
fungsional.
D. Filter bisa menurunkan visus 3 baris atau lebih pada kasus – kasus ambliopia organik.
2.8.4 Menentukan Sifat Fiksasi
Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi haruslah ditentukan. Penglihatan sentral terletak
pada foveal; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan untuk melihat adalah daerah retina
parafoveal – hal ini sering dijumpai pada pasien dengan strabismik ambliopia daripada
anisometropik ambliopia. Fiksasi eksentrik ditandai dengan tajam penglihatan 20/200 ( 6/60 )
atau lebih buruk lagi. Tidak cukup kiranya menentukan sifat fiksasi hanya pada posisi refleks
cahaya korneal. Fiksasi didiagnosis dengan menggunakan visuskop dan dapat
didokumentasikan dengan kamera fundus Zeiss. Tes lain dapat dengan tes tutup alternat
untuk fiksasi bilateral. 6 -10
Gambar 14. Visuskop
17 | P a g e
2.8.4.1 Visuskop
Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang memproyeksikan target fiksasi ke
fundus ( gambar ). Mata yang tidak diuji ditutup. Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi
ke dekat macula, dan pasien mengarahkan pandangan ke tanda bintik hitam. ( asterisk / * )
Posisi tanda asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang beberapa kali untuk
menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada fiksasi sentral, tanda asterisk terletak
fovea. Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser sehingga asterisk bergerak ke daerah
ekstrafoveal dari fiksasi retina. 6 -10
Gambar 15. Visuskop
2.8.4.2 Tes Tutup Alternat untuk Fiksasi Eksentrik Bilateral
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan terjadi pada
pasien – pasien dengan ambliopia kongenital kedua belah mata dan hal ini pada penyakit
makula bilateral dalam jangka lama. Misalnya bila kedua mata ekstropia atau esotropia, maka
bila mata kontralateral ditutup, mata yang satunya tetap pada posisi semula, tidak ada usaha
untuk refiksasi bayangan ( gambar ). Tes visuskop akan menunjukkan adanya fiksasi
eksentrik pada kedua belah mata. 6 -10
18 | P a g e
2.9 PENATALAKSANAAN
Ambliopia pada kebanyakan kasus dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu
dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula
peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak menjamin
penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi harus tetap waspada dan bersiap
untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan “ matang ”dengan cara:
Menghilangkan ( bila mungkin ) semua penghalang penglihatan seperti katarak.
Koreksi kelainan refraksi.
Menggunakan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata yang lebih
baik. 8-11
2.8.1 Pengangkatan katarak
Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak perlu tunda
– tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2 – 3 bulan pertama kehidupan, sangat
penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal. Pada kasus katarak
bilateral, interval operasi pada mata yang pertama dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1 – 2
minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat dan akut pada anak dibawah umur 6 tahun
harus diangkat dalam beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila memungkinkan. Yang
mana katarak traumatika itu sangat bersifat ambliopiogenik. Kegagalan dalam menjernihkan
media, memperbaiki optikal dan penggunaan regular mata yang terluka, akan mengakibatkan
ambliopia berat dalam beberapa bulan, selambat – lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun. 8-11
2.8.2 Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat diterapi
dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata ambliopia diberi dengan
koreksi penuh dengan penggunaan siklopegia.
Bila dijumpai miopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila
memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya ( estetika ) buruk. Karena
19 | P a g e
kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung menurun, maka ia tidak
dapat mengkompensasi hiperopia yang tidak dikoreksi seperti pada mata anak normal.
Koreksi afakia pada anak dilakukan segera mungkin untuk menghindarkan terjadinya
deprivasi penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi defisit optikal berat. Ambliopia
anisometropik dan ambliopia isometropik akan sangat membaik walau hanya dengan koreksi
kacamata selama beberapa bulan. 8-11
2.8.3 Oklusi
Merupakan terapi pilihan yang keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan
oklusi penuh waktu ( full time ) atau paruh waktu ( part time ). Terapi oklusi yaitu menutup
mata yang sehat untuk memberikan stimulasi pada mata yang ambliopia. Pada penderita yang
tidak mempunyai fusi binokular, dilakukan oklusi yang agresif sepanjang hari tetapi hal ini
sering menimbulkan reverse ambliopia terutama pada penderita yang berumur kurang dari 4
tahun. Lamanya oklusi dapat menyebabkan stress anak dan orang tua, sehingga tidak
tercapai. Kepatuhan terapi oklusi ambliopia sangat tergantung orang tua. 8-11
2.8.3.1 Oklusi full time
Pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk semua atau setiap saat kecuali 1 jam
waktu berjaga. Arti ini sangat penting dalam penatalaksanaan ambliopia dengan cara
penggunaan mata yang “ rusak ”. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah penutup
adesif ( adhesive patches) yang tersedia secara komersial ( gambar ).
Gambar 16 . Adhesive patch
20 | P a g e
Penutup ( patch ) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka sewaktu
tidur. Kacamata okluder ( spectacle mounted ocluder ) atau lensa kontak opak, atau Annisa’s
Fun Patches ( gambar ) dapat juga menjadi alternative full – time patching bila terjadi iritasi
kulit atau perekat patch – nya kurang lengket. Full – time patching baru dilaksanakan hanya
bila strabismus konstan menghambat penglihatan binokular, karena full – time patching
mempunyai sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal penglihatan binokular.
Ada suatu aturan / standar mengatakan full – time patching diberi selama 1 minggu
untuk setiap tahun usia, misalnya penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun harus
memakai full – time patching selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini untuk
menghindarkan terjadinya ambliopia pada mata yang sehat. 8-11
Gambar17. Patches yang tidak memakai perekat karena dapat disisipkan ke dalam kacamata
2.8.3.2 Oklusi Part - time
Oklusi selama 1 – 6 jam per hari, akan memberikan hasil sama dengan oklusi full –
time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung dari derajat ambliopia. Ambliopia
Treatment Studies ( ATS ) telah membantu dalam penjelasan peranan full – time patching
dibanding part – time. Studi tersebut menunjukan, pasien 3 – 7 tahun dengan ambliopia berat
( tajam penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120 ), full – time patching memberi
efek sama dengan penutupan selama 6 jam per hari.
Dalam studi lain, patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam penglihatan
hampir sama dengan patching 6 jam/hari pada ambliopia sedang ( tajam penglihatan lebih
baik dari 20/100 ) pasien usia 3 – 7 tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan
aktivitas melihat dekat selama 1 jam/hari. Idealnya terapi ambliopia diteruskan sehingga
terjadi fiksasi alternat atau tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20 ( 6/6 ) pada masing
21 | P a g e
– masing mata. Hasil ini tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan
kemajuan, maka penatalaksanaan harus tetap diteruskan. 8-11
2.8.4 Degradasi optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan kualitas
bayangan ( degradasi optikal ) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk dari
mata yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi ( penalization ). Mengaburkan mata yang
dominan sehingga memaksa mata ambliopia untuk fiksasi. Pada keadaan dimana oklusi sulit
untuk dilakukan atau bahkan tidak mungkin, maka terapi penalisasi dapat menjadi alternatif
terapi oklusi.
Siklopegik ( biasanya atropine tetes 1 % atau homatropine tetes 5 % ) diberi satu kali
dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila
melihat dekat – dekat. ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya
dengan patching untuk ambliopia sedang. ATS tersebut dilakukan pada anak usia 3 – 7 tahun.
ATS juga memperlihatkan bahwa pemberian atropine pada akhir minggu memberi perbaikan
tajam penglihatan sama dengan pemberian atropine harian yang dilakukan pada kelompok
anak usia 3 – 7 tahun dengan ambliopia sedang. Pendekatan ini mempunyai beberapa
keuntungan dibanding oklusi, yaitu tidak mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi
kosmetik. Dengan atropinisasi, anak sulit untuk menggagalkan metode ini. Evaluasinya juga
tidak perlu sesering oklusi.
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa positif
dengan ukuran tinggi ( fogging ) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek samping
farmakologik atropine. Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non – oklusi
pada pasien dengan mata yang lurus ( tidak strabismus ) adalah kedua mata dapat
bekerjasama, jadi memungkinkan penglihatan binokular.
Suatu penelitian yang membandigkan terapi oklusi dan penalisasi atropine pada
ambliopia sedang yang berdasarkan umur, penyebab ambliopia, dan kedalaman ambliopia
menyatakan bahwa kedua kelompok memberikan hasil yang baik pada pasien ambliopia yang
berusia kurang dari 3 tahun dibanding usia 7 tahun. 8-11
22 | P a g e
2.9 KOMPLIKASI DARI PENATALAKSANAAN
Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkian untuk terjadinya ambliopia pada
mata yang baik. Oklusi full – time adalah yang paling beresiko tinggi dan harus dipantau
dengan ketat, terutama pada anak balita. Follow – up pertama setelah pemberian oklusi
dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1 minggu per tahun usia pada anak ( misalnya : 4
minggu unutk anak usia 4 tahun ). Oklusi part – time dan degradasi optikal, obervasinya tidak
perlu sesering oklusi full – time , tapi follow – up regular tetap penting.
Hasil akhir terapi ambliopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat,
tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua mata. 1,11-13
Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut :
Derajat ambliopia
Pilihan terapeutik yang digunakan
Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih
Usia pasien
Semakin berat ambliopia, dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan yang lebih
lama. Oklusi full – time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan ambliopia strabismik
berat dalam 1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai
penutup hanya sesuai sekolah dan pada akhir minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun atau
lebih untuk dapat berhasil. 1,11-13
2.10 KEKAMBUHAN
Bila penatalaksanaan ambliopia dihentikan setelah perbaikan penuh atau masih sebagian
tercapai, sekitar setengah dari pasien – pasien akan mengalami kekambuhan, yang selalu
dapat disembuhkan lagi dengan usaha terapeutik baru. Kegagalan dapat dicegah dengan
memakai pengaturan pada penglihatan, seperti patching selama 1 – 3 jam per hari, penalisasi
optikal dengan kacamata, atau penalisasi farmakologik dengan atropine selama 1 atau 2 hari
23 | P a g e
per minggu. Pengaturan ini diteruskan hingga ketajaman penglihatan telah stabil tapa terapi
lain selain kacamata biasa. Keadaan ini perlu dipantau secara periodic sampai usia 8 – 10
tahun. Selama penglihatan tetap stabil, interval kunjungan untuk follow – up dapat dilakukan
tiap 6 bulan. 1,11-13
2.11 PROGNOSIS
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi
pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal
ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang
dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun. 1,11-13
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah sebagai berikut :
Jenis ambliopia : pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan
organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia strabismik
prognosisnya paling baik.
Usia dimana penatalaksanaan dimulai : semakin muda pasien maka prognosis
semakin baik.
Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai : semakin bagus tajam penglihatan awal
pada mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin baik. 1,11-13
BAB III
24 | P a g e
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pada ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau bilateral
disebabkan karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokular abnormal atau
keduanya dimana tidak ditemukan kausa organik pada pemeriksaan fisik mata. Ambliopia
apabila ditemukan pada kanak-kanak maka dapat diatasi dengan menggunakan patching
atau penutup untuk mata yang sehat. Menutup mata yang sehat akan melatih mata malas
tersebut untuk bekerja lebih baik dan memperbaiki daya pandang. Namun apabila
ambliopia ditemukan pada dewasa, umumnya angka keberhasilan akan sangat rendah.
Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan ambliopia yang tidak diterapi dapat
menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yang baiknya itu
timbul suatu penyakit atau trauma, maka penderita akan bergantung pada penglihatan
buruk mata yang ambliopia. Lebih cepat ambliopia atau faktor risiko amblyopia
diketahui, lebih mungkin amblyopia bisa dicegah atau diperbaiki.
Untuk anak-anak, pemeriksaan pertama terhadap kesehatan mata harus dilakukan
ketika anak berumur empat tahun atau ketika mulai memasuki sekolah. Ujian menyeluruh
terhadap mata perlu dilakukan untuk menilai tahap kesehatan mata dan bukan sekadar
menguji tahap kerabunan saja. Pemeriksaan otot-otot mata normal tergantung pada fungsi
dan kesehatan 12 buah otot bola mata. Ada 6 otot pada setiap mata yang, apabila terdapat
gangguan dari salah satu atau beberapa otot mata, dapat menimbulkan gangguan
pergerakan bola mata sehingga koordinasi kedua mata tidak terjadi. Oleh sebab itu,
program skrining penglihatan anak sebaiknya didukung oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
25 | P a g e
1. American Academy of Ophthalmology; Pediatric Ophthalmology; Chapter 5: Amblyopia; Section 6; Basic and Clinical Science Course; 2004 – 2005; p.63 – 70.
2. Lee, J Bailey, G; Thompson. Amblyopia ( Lazy Eye ). July 2010. Diunduh dari : http://www.allaboutvision.com/conditions/amblyopia.htm
3. Amblyopia in Common Eye Conditions Disorders and disease. 2010. Diunduh dari http://www.middleseye.com/eye_condirions.htm
4. Prof.dr. Wasisdi Gunawan. Gangguan Penglihatan Pada anak karena Ambliopia dan penanganannya. Fakultas Kedokteran Universitas gajah Mada. 2007. p 1 – 27.
5. American Academy of Ophthalmology ; International Ophthalmology; Chapter 10: Amblyopia; Section 13; Basic and Clinical Science Course; 2004 – 2005; p111-119
6. Prof. dr. Suhardjo. Ilmu Kesehatan Mata. Oftalmologi Pediatri. Ambliopia. Bagian Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah mada; 2007. p 263 – 270.
7. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. Ambliopia. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p 245 – 253.
8. Edward L. Raab, M.D. Amblyopia; In : William E. Scott, M.D, Denise D, Weingeist L, Orthoptics and Ocular Examination Techniques. Williams & Wilkins, Baltimore. 1983. p 76 – 82.
9. Matthew R. Amblyopia; In: Robinson D. Harley, Pediatric Ophthalmology. W.B Saunders.1983. p 293 – 342.
10. Greenwald, M.J; Parks, M.M; in Duane’s Clinical Ophthalmology; Volume 1; Revised Edition; Lippincott Williams & Wilkins; 2004; Chapter 10 – p.1-19; Chapter 11 p1-8
11. Nurchaliza Hazaria Siregar. Ambliopia. Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2009. p 3 – 24.
12. Rozalina L. amblyopia ( mata malas ). Maret 2009. Diunduh dari : http://www.surabaya-eye-clinic.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=61
13. David D, Karen M. Lazy Eye. 2011. Diunduh dari : http://www.gossage-eye.com/about-your-eyes/lazy-eye
26 | P a g e