38
BAB I PENDAHULUAN Mata adalah salah satu organ paling penting. Tanpa organ ini, banyak hal tidak beres. Masalahnya, organ ini seringkali tidak dirawat dengan baik. Salah satu masalah yang bisa muncul karena tak adanya perawatan dan pemeriksaan yang rutin terhadap mata adalah ambliopia. Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi yang koreksi terbaik. Dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior. Ambliopia dikenal juga dengan istilah “ mata malas ” (lazy eye), adalah masalah dalam penglihatan yang memang hanya mengenai 2-3% populasi, tapi apabila dibiarkan akan sangat merugikan nantinya kehidupan si penderita. Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan ambliopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yang baiknya itu timbul suatu penyakit atau trauma, maka penderita akan bergantung pada penglihatan buruk mata yang ambliopia. Oleh itu, ambliopia harus ditatalaksana secepat yang mungkin. Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversible dengan deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak - anak dengan ambliopia atau beresiko ambliopia hendaknya 1 | Page

refrat mata ambliop_TJ.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: refrat mata ambliop_TJ.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Mata adalah salah satu organ paling penting. Tanpa organ ini, banyak hal tidak beres.

Masalahnya, organ ini seringkali tidak dirawat dengan baik. Salah satu masalah yang bisa

muncul karena tak adanya perawatan dan pemeriksaan yang rutin terhadap mata adalah

ambliopia.

Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi yang

koreksi terbaik. Dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan

langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior.

Ambliopia dikenal juga dengan istilah “ mata malas ” (lazy eye), adalah masalah

dalam penglihatan yang memang hanya mengenai 2-3% populasi, tapi apabila dibiarkan akan

sangat merugikan nantinya kehidupan si penderita. Ambliopia tidak dapat sembuh dengan

sendirinya dan ambliopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan penglihatan

permanen. Jika nantinya pada mata yang baiknya itu timbul suatu penyakit atau trauma, maka

penderita akan bergantung pada penglihatan buruk mata yang ambliopia. Oleh itu, ambliopia

harus ditatalaksana secepat yang mungkin.

Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversible dengan deteksi

dini dan intervensi yang tepat. Anak - anak dengan ambliopia atau beresiko ambliopia

hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan

lebih baik. Tapi jika baru terdiagnosis saat remaja atau dewasa, pengobatan yang dibutuhkan

akan memakan waktu lama serta seringkali kurang efektif. 1

1 | P a g e

Page 2: refrat mata ambliop_TJ.doc

BAB II

ISI

2.1 DEFINISI

Ambliopia adalah keadaan turunnya visus unilateral atau bilateral walaupun dengan

koreksi terbaik, tanpa kelainan struktur yang tampak pada mata atau lintasan visus bagian

belakang. Kelainan ini dianggap sebagai akibat gangguan perangsangan terhadap

perkembangan fungsi visual pada tahap – tahap awal kehidupan yaitu kurangnya rangsangan

untuk meningkatkan perkembangan penglihatan. Jadi gangguan utamanya pada visus sentral

sedangkan penglihatan perifer normal. Beratnya ambliopia berhubungan dengan lamanya

mengalami kurangnya rangsangan untuk perkembangan penglihatan makula. 2,3

Gambar 1. Anatomi mata

2.2 EPIDEMIOLOGI

Insidens dan prevalensi ambliopia pada anak – anak di Amerika berkisar antara 1 –

3,5 % pada anak yang sehat sampai 4 – 5,3 % pada anak dengan masalah mata. Hampir

seluruh data mengatakan sekitar 2 % dari keseluruhan populasi menderita ambliopia.

Di Indonesia, prevalensi ambliopia pada murid – murid kelas 1 SD di Kotamadya

Bandung pada tahun 1989 adalah sebesar 1,56 %. Pada tahun 2002, hasil penelitian mengenai

ambliopia di Yogyakarta, didapatkan insidens ambliopia pada anak – anak SD di perkotaan

2 | P a g e

Page 3: refrat mata ambliop_TJ.doc

adalah sebesar 0,25 % sedangkan di daerah perdesaan sebesar 0,20 %. Penyebab ambliopia

terbanyak menurut studi adalah anisometropia yaitu sebesar 44,4 %. Jenis kelamin dan ras

tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya ambliopia yaitu pada periode kritis dari

perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang perkembangannya terlambat,

prematur dan / atau dijumpai adanya riwayat keluarga yang menderita ambliopia. 2,3

Gambar 2 Fiksasi kedua mata berbeda

2.3 FISIOLOGI PERKEMBANGAN PENGLIHATAN

2.3.1 Perkembangan penglihatan monokular ( menggunakan satu mata )

Pada saat lahir, tajam penglihatan berkisar antara gerakan tangan dan hitung jari. Hal

ini karena pusat penglihatan di otak yang meliputi nukleus genikulatum lateran dan korteks

striata belum matang. Setelah umur 4 – 6 minggu, fiksasi bintik kuning atau fovea sentral

timbul dengan pursuit halus yang akurat. Pada umur 6 bulan respon terhadap stimulus

optokinetik timbul. Perkembangan penglihatan yang cepat terjadi pada 2 – 3 bulan pertama

yang dikenal sebagai periode kritis perkembangan penglihatan. Tajam penglihatan meningkat

lebih lambat setelah periode kritis dan pada saat berumur 3 tahun mencapai 20/30. 3-5

2.3.2 Perkembangan penglihatan binokular ( penglihatan dengan dua mata bersamaan)

Perkembangan penglihata binokular terjadi bersamaan dengan meningkatnya

penglihatan monokular. Kedua saraf dari mata kanan dan kiri akan bergabung memberikan

penglihatan binokular ( penglihatan tunggal dua mata ). Di korteks striata jalur aferen kanan

dan kiri berhubungan dengan sel – sel korteks binokular yang mempunyai respon terhadap

stimuli kedua mata dan sel – sel korteks monokular yang bereaksi terhadap rangsangan hanya

3 | P a g e

Page 4: refrat mata ambliop_TJ.doc

satu mata. Sekitar 70 % sel – sel di korteks striata adalah sel – sel binocular yang

berhubungan dengan saraf di otak yang menghasilkan penglihatan tunggal binokular dan

stereopsis ( penglihatan tiga dimensi ). Fusi penglihatan binokular berkembang pada usia 1,5

higga 2 bulan, sementara stereopsis berkembang kemudian pada usia 3 hingga 6 bulan. 3-5

2.3.3 Penglihatan binokular tunggal dan stereopsis

Penglihatan binokular normal adalah proses penyatuan bayangan di retina dari dua

mata ke dalam persepsi penglihatan tunggal tiga dimensi. Syarat penglihatan binokular

tunggal adalah memiliki sumbu mata yang tepat sehingga bayangan yang sama dari masing –

masing mata jatuh pada titik retina yang sefaal, yang akan diteruskan ke sel – sel binokular

korteks yang sama.

Gambar 3. Horopter

4 | P a g e

Page 5: refrat mata ambliop_TJ.doc

Gambar 4 : Horopter dan area panum

Objek di depan atau belakang horopter akan merangsang titik retina non

korespondensi. Titik di belakang horopter empiris merangsang retina binasal, dan titik di

depan horopter merangsang retina bitemporal. Ada daerah yang terbatas di depan dan di

belakang garis horopter tempat obyek merangsang titik – titik retina non korespondensi

sehingga masih dapat terjadi fusi menjadi bayangan binokular tunggal. Area ini disebut area

fusi Panum. Obyek dalam area ini akan menghasilkan penglihatan binokular tunggal dengan

penglihatan stereopsis atau tiga dimensi. Fovea atau bintik kuning mempunyai resolusi atau

daya pisah ruang yang tinggi, sehingga perpindahan kecil pada garis horopter pada lapang

pandang sentral dapat terdeteksi, menghasilkan stereopsis derajat tinggi.

2.3.4 Adaptasi sensoris pada gangguan rangsangan penglihatan

Hal ini terjadi karena kedua mata kita terpisah dan masing – masing mata mempunyai

perbedaan penglihatan saat melihat obyek. Perkembangan sistem penglihatan menyesuaikan

dengan kekacauan bayangan retina yang tidak sama dengan menghambat aktivitas dari

korteks dari satu mata. Hambatan korteks ini biasanya melibatkan bagian sentral lapang

pandang dan disebut supresi kortikal. Bayangan yang jatuh dalam lapang supresi kortikal

tidak akan dirasakan dan area ini disebut skotoma supresi. Supresi tergantung pada adanya

penglihatan binokular, dengan satu mata berfiksasi sedang mata satunya supresi. Ketika mata

fiksasi ditutup, skotoma supresi hilang. Supresi korteks menggangu perkembangan sel – sel

kortikal bilateral dan akan menghasilkan penglihatan binokular abnormal tanpa stereopsis

atau stereopsis yang buruk. Jika supresi bergantian antara kedua mata, tajam penglihatan akan

berkembang sama meskipun terpisah tanpa fungsi binokular normal sehingga terjadi

penglihatan bergantian atau alternating. Supresi terus – menerus terhadap aktivitas korteks

pada satu mata akan mengakibatkan gangguan perkembangan penglihatan binokularitas dan

tajam penglihatan yang buruk. 3-5

5 | P a g e

Page 6: refrat mata ambliop_TJ.doc

2.4 ETIOLOGI AMBLIOPIA

Ambliopia disebabkan tidak berkembangnya otak yang mengolah data visual, tidak

berkembangnya otak ini biasanya disebabkan tidak adekuatnya rangsang visual pada masa

perkembangan otak.

Bayi yang baru lahir sudah memiliki kemampuan untuk melihat dan selama beberapa

tahun awal masa anak-anak sistem penglihatan ini berkembang dengan pesat seiring dengan

peningkatan tajam penglihatan.4 Periode waktu perkembangan tersebut, yang turut dikenal

sebagai “critical periode” itu adalah berkisar sejak lahir sehingga umur sekitar 6 tahun.

Jika seorang anak tidak mampu menggunakan matanya dengan normal, maka tajam

penglihatannya pun tidak berkembang dengan baik dan bahkan mengalami penurunan. Dalam

kurun waktu 9 tahun awal kehidupan, sistem penglihatan telah berkembang secara maksimal

dan umumnya tidak dapat dirubah lagi.

Dengan demikian, perkembangan penglihatan pada kedua mata sangatlah penting

untuk mencapai tajam penglihatan yang normal. Seseorang yang menderita ambliopia pada

salah satu matanya kemungkinan mengalami dua kali kehilangan penglihatan pada mata

sebelahnya karena trauma. Jika pada suatu masa, tajam penglihatan pada salah satu mata

memburuk akibat kecelakaan atau penyakit, maka sangatlah penting agar mata sebelahnya

memiliki tajam penglihatan yang normal. Oleh sebab itu, ambliopia harus dideteksi dan

diterapi sedini mungkin. Secara umum, ambliopia disebabkan oleh berbagai macam kondisi

yang mempengaruhi perkembangan penglihatan.Umumnya kondisi ini bersifat diturunkan.

2.5 PATOFISIOLOGIS AMBLIOPIA

Pada ambliopia didapati ada kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah

penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi percobaan pada binatang dan

studi klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode kritis yang peka

dalam berkembangnya keadaan ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan perkembangan

sistem penglihatan anak yang peka terhadap masukan abnormal yang diakibatkan oleh

rangsangan deprivasi, strabismus atau kelainan refraksi yang signifikan. Secara umum,

periode kritis untuk ambliopia deprivasi terjadi lebih cepat dibanding strabismus maupun

anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya ambliopia ketika

periode kritis lebih singkat pada rangsang deprivasi dibanding strabismus ataupun

anisometropia. 3-5

6 | P a g e

Page 7: refrat mata ambliop_TJ.doc

Periode kritis tersebut adalah :

1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 ( 6/60 ) hingga 20/20 ( 6/6 ), yaitu pada

saat lahir sampai usia 3 hingga 5 tahun.

2. Periode yang beresiko ( sangat ) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi, yaitu di

usia beberapa bulan hingga usia 7 – 8 tahun.

3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak terjadinya

deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.

Gambar 6 : Penglihatan normal

Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih sangat belum jelas,

studi eksperimental modifikasi pengalaman dalam melihat pada binatang dan percobaan

laboratorium pada manusia dengan ambliopia telah memberi beberapa masukan, pada

binatang percobaan menunjukkan gangguan sistem penglihatan fungsi neuron yang dalam /

besar yang diakibatkan pengalaman melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual primer

dapat kehilangan kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau kedua mata, dan

sel yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan juga terjadi pada

neuron badan genikulatum lateral. Keterlibatan retina masih belum dapat disimpulkan. 3-5

7 | P a g e

Page 8: refrat mata ambliop_TJ.doc

Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama interaksi kompetitif

antar jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks untuk berkembang hingga dewasa.

Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tapi mereka harus belajar bagaimana menggunakan

mata mereka. Mereka harus belajar bagaimana untuk fokus dan bagaimana menggunakan

kedua mata bersamaan.

Gambar 7 : One weak eye (Suppression) Gambar 8 : Loss of vision

Penglihatan yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada kedua mata. Bila

bayangan kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak sama pada kedua mata, maka

jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan baik, bahkan dapat memburuk. Bila hal ini

terjadi, otak akan ‘ mematikan ’ mata yang tidak fokus dan orang tersebut akan bergantung

pada satu mata untuk melihat. 3-5

2.6 KLASIFIKASI AMBLIOPIA

Ambliopia diklasifikasikan menjadi beberapa bagian sesuai dengan gangguan atau kelaianan

yang menjadi penyebabnya yaitu:

2.6.1 Ambliopia strabismik ( Ambliopia mata juling )

Ambliopia yang disebabkan oleh adanya juling pada anak sebelum penglihatan

berkembang sempurna. Ambliopia strasbismik merupakan bentuk ambliopia yang paling

sering dan menyebabkan hilangnya penglihatan binokular. Mata juling yang konstan, non

alternan atau tidak bergantian kanan dan kiri merupakan penyebab ambliopia strasbismus 8 | P a g e

Page 9: refrat mata ambliop_TJ.doc

yang paling signifikan. Diduga disebabkan karena kompetisi atau terhambatnya interaksi

antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu ( fusi ) dari kedua mata, yang

akhirnya akan terjadi dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama

kelamaan terjadi penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak terfiksasi. Dengan

satu mata yang lurus dan mata lain berdeviasi dapat menimbulkan dua fenomena penglihatan

yang berbeda yaitu konfusi atau kekacauan dan diplopia atau melihat ganda.

Konfusi penglihatan merupakan persepsi yang bersamaan dari dua buah objek yang

berbeda yang diproyeksikan ke area retina koresponden. Secara fisiologis kedua fovea tidak

dapat mempersepsikan objek – objek yang berbeda secara bersamaan. Hal ini menyebabkan

supresi terhadap objek dari mata yang deviasi agar penglihatan tetap tunggal. Pada orang

dewasa, karena saluran visual sudah berkembang, memahami dua tampilan yang berbeda

menghasilkan penglihatan ganda (diplopia) daripada kehilangan penglihatan. Diplopia adalah

penglihatan ganda yang disebabkan oleh jatuhnya bayangan di fovea pada satu mata

sedangkan pada mata yang lain berada di luar fovea. Konfusi ( melihat 2 objek visual yang

berlainan tapi berhimpitan, satu di atas yang lain ) dan diplopia harus dihilangkan dengan

melakukan supresi. 5-7

Gambar 9 . Amblyopia may be caused by any condition that affects normal visual development or use of the eyes.

9 | P a g e

Page 10: refrat mata ambliop_TJ.doc

Apabila menyebut ambliopia strabismik langsung mengacu pada esotropia bukan

eksotropia. Tanpa ada gangguan lain esotropia primer yang sering diasosiasikan dengan

ambliopia karena eksotropia sering berlangsung intermiten dan / atau deviasi alternan

dibanding deviasi unilateral konstan. 5-7

Table 1. Jenis Strabismus Primer dan Ada atau tidaknya Ambliopia

Strabismus

Esotropia Primer

Intermiten Tidak ada ambliopia

Alternating Tidak ada ambliopia

Konstan unilateral (sering) Ambliopia

Eksotropia Primer

Intermiten Tidak ada ambliopia

Alternating Tidak ada ambliopia

Konstan unilateral (jarang) Ambliopia

2.6.2 Ambliopia anisometropik

Terbanyak kedua setelah ambliopia strabismik. Terjadi ketika adanya perbedaan

refraksi antara kedua mata yang lama kelamaan bayangan yang jatuh pada salah satu mata

tidak fokus. Perbedaan refraksi mata kiri dan kanan yang besarnya lebih dari 2 D akan

menyebabkan kedua mata sulit untuk menyatukan bayangan karena salah satu bayangannya

lebih kabur. Jika bayangan di fovea pada kedua mata berlainan bentuk dan ukuran yang

disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak sama antara kiri dan kanan, maka terjadi

rintangan untuk fusi. Lebih – lebih pada fovea mata yang ametropik akan menghalangi

pembentukan bayangan.

Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan kabur pada

perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat dan sebagian lagi akibat kompetisi

interokular atau inhibisi yang serupa ( tapi tidak harus identik ) dengan yang terjadi pada

ambliopia stabismik.

10 | P a g e

Page 11: refrat mata ambliop_TJ.doc

Derajat ringan anisometropia hiperopia atau astigmatisma ( 1 – 2 D ) dapat

menyebabkan ambliopia ringan yang bermakna. Tetapi pada hiperopia yang > 3 D

menimbulkan ambliopia yang berat dengan visus 6/60. Miopia anisometropia ringan ( < - 3

D ) biasanya tidak menyebabkan ambliopia, tetapi miopia tinggi unilateral ( - 6 D ) sering

menyebabkan ambliopia berat. Pada anak –anak ambliopia miopik lebih mudah ditangani

daripada ambliopia hiperopik. Bila gangguan penglihatan amat sangat besar, sering

didapatkan bukti adanya malformasi atau degeneratif pada mata ametropia yang

menyebabkan kerusakan fungsional atau menambah faktor ambliopiogenik. 5-7

2.6.3 Ambliopia ametropik

Ambliopia yang disebabkan kelainan refraksi (miopia, hipermetropia, astigmatisma)

yang begitu besar yang tidak dikoreksi. Visus turun bilateral walaupun sudah di koreksi

maksimal. Hal ini disebabkan oleh kelainan refraksi bilateral yang tinggi pada anak yang

tidak dikoreksi, yaitu hiperopia lebih dari 5 D atau miopia lebih dari 10 D. Jika hiperopianya

hanya 1 – 2 D maka masih bisa dikompensasikan dengan akomodasi, jadi tidak sampai

menyebabkan ambliopia.5-7

2.6.4 Ambliopia deprivasi

Istilah lainnya ambliopia eks-anopsia atau “ disuse ambliopia ” sering masih

digunakan, dimana sering disebabkan oleh karena kelainan kongenital ( bawaan ) pada mata

atau terdapatnya kekeruhan media refraksi ( kornea keruh, katarak, perdarahan vitreus ) dan

ptosis sejak dini, akan menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan bayangan yang

akhirnya menimbulkan ambliopia. Bentuk ambliopia deprivasi ini jarang, tetapi paling

merusak dan sulit untuk di tangani. Bila terjadinya hanya pada satu mata maka ambliopia

yang diderita memiliki pola distorsi monokular, bila kedua mata menderita kelainan, maka

akan timbul ambliopia dengan pola distorsi binokular.

11 | P a g e

Page 12: refrat mata ambliop_TJ.doc

Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa ( unilateral atau bilateral ) dan

merupakan penyebab hilangnya penglihatan pada 10% anak. Katarak kongenital dapat

disebabkan oleh faktor keturunan dan kelainan metabolik, infeksi saat ibu hamil, misalnya

akibat rubella, sitomegalovirus, varisela, sifilis, toxoplasmosis dan trauma namun penyebab

utama katarak kongenital ini adalah idiopatik.

Pada anak – anak usia di bawah 6 tahun dengan diameter 3 mm atau lebih yang padat

dan berada di tengah – tengah lensa, dapat mengakibatkan ambliopia yang berat. Bila sudah

berusia di atas 6 tahun dan baru menderita katarak tidak akan lebih berbahaya. Hal ini

disebabkan karena perkembangan visual terjadi pada usia di bawah 6 tahun.

Ambliopia oklusi merupakan salah satu penyebab ambliopia deprivasi akibat terapi

oklusi atau patching ( penutup mata ) yang berlebihan. Yang pada umumnya untuk terapi

ambliopia pada strabismus. Hal ini dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan rutin. 5-7

2.7 Manifestasi Klinik

Tanda ambliopia dapat dilihat dari kebiasaan sehari-hari penderita dalam melihat sebuah

objek. Tanda-tanda tersebut meliputi:

Mengkerutkan mata

Memiringkan kepala untuk melihat objek

Duduk terlalu dekat dengan objek

Menutup sebelah mata saat membaca

Mata merasa lelah

Memanfaatkan telunjuk saat membaca

Peka terhaap cahaya

Sering mengeluh sakit kepala

12 | P a g e

Page 13: refrat mata ambliop_TJ.doc

Gejala ambliopia meliputi semua kegiatan yang dilakukan penderita untuk melihat sebuah

objek yang dapat ditinjau dan dinilai secara medis. Berikut adalah gejala- gejala dari

ambliopia :

Hilangnya sensitivitas kontras

Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding

Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik

Anisokoria

Tidak mempengaruhi penglihatan mata

Daya akomodasi menurun

ERG dan EEG penderita ambliopia selalu normal yang berarti tidak terdapat kelainan

organik npada retina maupun korteks serebri.

2.8 DIAGNOSIS

Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat di

jelaskan, di mana hal tersebut ada kaitan dengan riwayat atau kondisi yang dapat

menyebabkan ambliopia.

Terdapat kecurigaan ambliopia unilateral:

Fiksasi kedua mata berbeda, atau terdapat perbedaan tajam penglihatan antara kedua

mata sebanyak dua baris optotipe Snellen atau lebih.

Visus tidak berubah meskipun sudah diberikan lensa koreksi.

Perbedaan visus sepenuhnya tidak berhubungan dengan kelainan struktural lintasan

visual.

Adanya efek density filter dan efek crowding phenomenon.

Kadang kala ambliopia sangat ringan sehingga hanya terdapat perubahan visus 1

baris. Karena pada anak – anak pemeriksaan ini sangat sulit, kadang kala diagnosis

13 | P a g e

Page 14: refrat mata ambliop_TJ.doc

hanya berdasarkan penemuan kelainan yang berhubungan seperti adanya

anisometropia atau strabismus sudut kecil.6 -10

Terdapat kecurigaan ambliopia bilateral apabila ada kelainan refraksi yang bermakna

diikuti dengan kelainan atau kebiasaan sebagai berikut :

Anak harus maju pada saat melihat TV ataupun di dalam kelas.

Fiksasi di bawah kisaran rata – rata pada tiap mata.

Visus tidak mencapai normal dengan lensa koreksi.

Penurunan visus tidak sepenuhnya berhubungan dengan kelainan struktural

lintasan visual.

Adanya kekeruhan pada kornea atau lensa disertai nistagmus atau mata bergoyang

– goyang tanpa di sadari. 6 -10

2.7.1 Anamnesis

Bila menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan yang harus ditanyakan dan di jawab

dengan lengkap, yaitu :

1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? ( seperti strabismus,

anisometropia, dll )

2. Kapan penatalaksanaan pertama kali di lakukan?

3. Terdiri dari apa aja penatalaksanaan itu?

4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?

Adanya riwayat keluarga yang menderita strabismus atau kelainan mata lainnya, karena

hal tersebut merupakan predisposisi seorang anak menderita ambliopia. Strabismus dijumpai

sekitar 4 % dari keseluruhan populasi. Frekuensi strabismus yang ‘ diwariskan ’ berkisar

antara 22 % - 66 %. Frekuensi esotropia di antara saudara sekandung, dimana pada orang tua

tidak di jumpai kelainan tersebut, adalah 15 %. Jika salah satu orang tuanya esotropia,

frekuensi meningkat hingga 40 %. 6 -10

14 | P a g e

Page 15: refrat mata ambliop_TJ.doc

2.8.2 Tajam penglihatan

Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang rapat dan

mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam penglihatan yang

dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar kepada kedua fungsi tadi, selalu subnormal.

Telah di ketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang

tersusun linear ( sebaris ) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita lakukan

dengan meletakkan balok di sekitar huruf tunggal ( gambar 1 ). Ini disebut “ Crowding

Phenomenon”.

Gambar 10. Balok interakftif mengelilingi huruf Snellen

Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 ( 6 /6 ) pada huruf isolasi

dapat turun hingga 20/100 ( 6/30 ) bila ada interaksi bentuk ( countour interaction ).

Perbedaan yang besar ini terkadang muncul juga sewaktu pasien yang sedang diobati kontrol,

dimana tajam penglihatannya jauh lebih baik pada huruf isolasi daripada huruf linear. Oleh

karena itu, ambliopia belum dikatakan sembuh hingga tajam penglihatan linear kembali

normal. 6 -10

Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada anak adalah pemeriksaan yang

paling penting. Walaupun untuk mendapatkan hasil pemeriksaan dapat dipercaya sulit pada

pasien anak – anak, tapi untungnya penatalaksanaan ambliopia sangat efektif dan efisien pada

anak – anak. Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan kartu Snellen

standar. Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes “ E ” dan tes “ HOTV”.

Tes lain adalah dengan symbol LEA ( gambar ). Bentuk ini mudah bagi anak usia ± 1 tahun,

dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen. Caranya sama dengan tes HOTV. 6 -10

15 | P a g e

Page 16: refrat mata ambliop_TJ.doc

Gambar 11. Simbol LEA Gambar 12. Simbol HOTV

2.8.3 Neutral Density ( ND ) Filter Test

Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional dan organik. Filter

densitas neutral ( Kodak No.96, ND 2.00 dan 0,50 ) dengan densitas yang cukup untuk

menurunkan tajam penglihatan mata normal dari 20/20 ( 6/6 ) menjadi 20/40 ( 6/12 )

ditempatkan di depan mata yang ambliopik. Bila pasien menderita ambliopia, tajam

penglihatan dengan NDF tetap sama dengan visus semula atau sedikit membaik ( gambar )

sedangkan pada mata yang sehat akan memburuk.

Jika ada ambliopia organik, tajam penglihatan menurun dengan nyata ( drastis ) bila

digunakan filter, misalnya 20/100 ( 6/30 ) menjadi hitung jari atau lambaian tangan.

Keuntungan tes ini bisa digunakan untuk screening secara cepat sebelum, dikerjakan terapi

oklusi, apabila penyebab ambliopia tidak jelas. 6 -10

Gambar 13 : Tes filter densiti netral

16 | P a g e

Page 17: refrat mata ambliop_TJ.doc

Keterangan :

A. Pada saat mata yang sehat ditutup, filter ditempatkan di depan mata yang ambliopik

selama 1 menit sebelum periksa visusnya.

B. Tanpa filter pasien bisa membaca 20/40.

C. Dengan filter, visus tetap 20/40 ( atau membaik 1 atau 2 baris ) pada ambliopia

fungsional.

D. Filter bisa menurunkan visus 3 baris atau lebih pada kasus – kasus ambliopia organik.

2.8.4 Menentukan Sifat Fiksasi

Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi haruslah ditentukan. Penglihatan sentral terletak

pada foveal; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan untuk melihat adalah daerah retina

parafoveal – hal ini sering dijumpai pada pasien dengan strabismik ambliopia daripada

anisometropik ambliopia. Fiksasi eksentrik ditandai dengan tajam penglihatan 20/200 ( 6/60 )

atau lebih buruk lagi. Tidak cukup kiranya menentukan sifat fiksasi hanya pada posisi refleks

cahaya korneal. Fiksasi didiagnosis dengan menggunakan visuskop dan dapat

didokumentasikan dengan kamera fundus Zeiss. Tes lain dapat dengan tes tutup alternat

untuk fiksasi bilateral. 6 -10

Gambar 14. Visuskop

17 | P a g e

Page 18: refrat mata ambliop_TJ.doc

2.8.4.1 Visuskop

Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang memproyeksikan target fiksasi ke

fundus ( gambar ). Mata yang tidak diuji ditutup. Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi

ke dekat macula, dan pasien mengarahkan pandangan ke tanda bintik hitam. ( asterisk / * )

Posisi tanda asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang beberapa kali untuk

menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada fiksasi sentral, tanda asterisk terletak

fovea. Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser sehingga asterisk bergerak ke daerah

ekstrafoveal dari fiksasi retina. 6 -10

Gambar 15. Visuskop

2.8.4.2 Tes Tutup Alternat untuk Fiksasi Eksentrik Bilateral

Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan terjadi pada

pasien – pasien dengan ambliopia kongenital kedua belah mata dan hal ini pada penyakit

makula bilateral dalam jangka lama. Misalnya bila kedua mata ekstropia atau esotropia, maka

bila mata kontralateral ditutup, mata yang satunya tetap pada posisi semula, tidak ada usaha

untuk refiksasi bayangan ( gambar ). Tes visuskop akan menunjukkan adanya fiksasi

eksentrik pada kedua belah mata. 6 -10

18 | P a g e

Page 19: refrat mata ambliop_TJ.doc

2.9 PENATALAKSANAAN

Ambliopia pada kebanyakan kasus dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu

dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula

peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak menjamin

penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi harus tetap waspada dan bersiap

untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan “ matang ”dengan cara:

Menghilangkan ( bila mungkin ) semua penghalang penglihatan seperti katarak.

Koreksi kelainan refraksi.

Menggunakan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata yang lebih

baik. 8-11

2.8.1 Pengangkatan katarak

Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak perlu tunda

– tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2 – 3 bulan pertama kehidupan, sangat

penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal. Pada kasus katarak

bilateral, interval operasi pada mata yang pertama dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1 – 2

minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat dan akut pada anak dibawah umur 6 tahun

harus diangkat dalam beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila memungkinkan. Yang

mana katarak traumatika itu sangat bersifat ambliopiogenik. Kegagalan dalam menjernihkan

media, memperbaiki optikal dan penggunaan regular mata yang terluka, akan mengakibatkan

ambliopia berat dalam beberapa bulan, selambat – lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun. 8-11

2.8.2 Koreksi Refraksi

Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat diterapi

dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata ambliopia diberi dengan

koreksi penuh dengan penggunaan siklopegia.

Bila dijumpai miopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila

memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya ( estetika ) buruk. Karena

19 | P a g e

Page 20: refrat mata ambliop_TJ.doc

kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung menurun, maka ia tidak

dapat mengkompensasi hiperopia yang tidak dikoreksi seperti pada mata anak normal.

Koreksi afakia pada anak dilakukan segera mungkin untuk menghindarkan terjadinya

deprivasi penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi defisit optikal berat. Ambliopia

anisometropik dan ambliopia isometropik akan sangat membaik walau hanya dengan koreksi

kacamata selama beberapa bulan. 8-11

2.8.3 Oklusi

Merupakan terapi pilihan yang keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan

oklusi penuh waktu ( full time ) atau paruh waktu ( part time ). Terapi oklusi yaitu menutup

mata yang sehat untuk memberikan stimulasi pada mata yang ambliopia. Pada penderita yang

tidak mempunyai fusi binokular, dilakukan oklusi yang agresif sepanjang hari tetapi hal ini

sering menimbulkan reverse ambliopia terutama pada penderita yang berumur kurang dari 4

tahun. Lamanya oklusi dapat menyebabkan stress anak dan orang tua, sehingga tidak

tercapai. Kepatuhan terapi oklusi ambliopia sangat tergantung orang tua. 8-11

2.8.3.1 Oklusi full time

Pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk semua atau setiap saat kecuali 1 jam

waktu berjaga. Arti ini sangat penting dalam penatalaksanaan ambliopia dengan cara

penggunaan mata yang “ rusak ”. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah penutup

adesif ( adhesive patches) yang tersedia secara komersial ( gambar ).

Gambar 16 . Adhesive patch

20 | P a g e

Page 21: refrat mata ambliop_TJ.doc

Penutup ( patch ) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka sewaktu

tidur. Kacamata okluder ( spectacle mounted ocluder ) atau lensa kontak opak, atau Annisa’s

Fun Patches ( gambar ) dapat juga menjadi alternative full – time patching bila terjadi iritasi

kulit atau perekat patch – nya kurang lengket. Full – time patching baru dilaksanakan hanya

bila strabismus konstan menghambat penglihatan binokular, karena full – time patching

mempunyai sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal penglihatan binokular.

Ada suatu aturan / standar mengatakan full – time patching diberi selama 1 minggu

untuk setiap tahun usia, misalnya penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun harus

memakai full – time patching selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini untuk

menghindarkan terjadinya ambliopia pada mata yang sehat. 8-11

Gambar17. Patches yang tidak memakai perekat karena dapat disisipkan ke dalam kacamata

2.8.3.2 Oklusi Part - time

Oklusi selama 1 – 6 jam per hari, akan memberikan hasil sama dengan oklusi full –

time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung dari derajat ambliopia. Ambliopia

Treatment Studies ( ATS ) telah membantu dalam penjelasan peranan full – time patching

dibanding part – time. Studi tersebut menunjukan, pasien 3 – 7 tahun dengan ambliopia berat

( tajam penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120 ), full – time patching memberi

efek sama dengan penutupan selama 6 jam per hari.

Dalam studi lain, patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam penglihatan

hampir sama dengan patching 6 jam/hari pada ambliopia sedang ( tajam penglihatan lebih

baik dari 20/100 ) pasien usia 3 – 7 tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan

aktivitas melihat dekat selama 1 jam/hari. Idealnya terapi ambliopia diteruskan sehingga

terjadi fiksasi alternat atau tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20 ( 6/6 ) pada masing

21 | P a g e

Page 22: refrat mata ambliop_TJ.doc

– masing mata. Hasil ini tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan

kemajuan, maka penatalaksanaan harus tetap diteruskan. 8-11

2.8.4 Degradasi optikal

Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan kualitas

bayangan ( degradasi optikal ) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk dari

mata yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi ( penalization ). Mengaburkan mata yang

dominan sehingga memaksa mata ambliopia untuk fiksasi. Pada keadaan dimana oklusi sulit

untuk dilakukan atau bahkan tidak mungkin, maka terapi penalisasi dapat menjadi alternatif

terapi oklusi.

Siklopegik ( biasanya atropine tetes 1 % atau homatropine tetes 5 % ) diberi satu kali

dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila

melihat dekat – dekat. ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya

dengan patching untuk ambliopia sedang. ATS tersebut dilakukan pada anak usia 3 – 7 tahun.

ATS juga memperlihatkan bahwa pemberian atropine pada akhir minggu memberi perbaikan

tajam penglihatan sama dengan pemberian atropine harian yang dilakukan pada kelompok

anak usia 3 – 7 tahun dengan ambliopia sedang. Pendekatan ini mempunyai beberapa

keuntungan dibanding oklusi, yaitu tidak mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi

kosmetik. Dengan atropinisasi, anak sulit untuk menggagalkan metode ini. Evaluasinya juga

tidak perlu sesering oklusi.

Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa positif

dengan ukuran tinggi ( fogging ) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek samping

farmakologik atropine. Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non – oklusi

pada pasien dengan mata yang lurus ( tidak strabismus ) adalah kedua mata dapat

bekerjasama, jadi memungkinkan penglihatan binokular.

Suatu penelitian yang membandigkan terapi oklusi dan penalisasi atropine pada

ambliopia sedang yang berdasarkan umur, penyebab ambliopia, dan kedalaman ambliopia

menyatakan bahwa kedua kelompok memberikan hasil yang baik pada pasien ambliopia yang

berusia kurang dari 3 tahun dibanding usia 7 tahun. 8-11

22 | P a g e

Page 23: refrat mata ambliop_TJ.doc

2.9 KOMPLIKASI DARI PENATALAKSANAAN

Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkian untuk terjadinya ambliopia pada

mata yang baik. Oklusi full – time adalah yang paling beresiko tinggi dan harus dipantau

dengan ketat, terutama pada anak balita. Follow – up pertama setelah pemberian oklusi

dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1 minggu per tahun usia pada anak ( misalnya : 4

minggu unutk anak usia 4 tahun ). Oklusi part – time dan degradasi optikal, obervasinya tidak

perlu sesering oklusi full – time , tapi follow – up regular tetap penting.

Hasil akhir terapi ambliopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat,

tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua mata. 1,11-13

Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut :

Derajat ambliopia

Pilihan terapeutik yang digunakan

Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih

Usia pasien

Semakin berat ambliopia, dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan yang lebih

lama. Oklusi full – time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan ambliopia strabismik

berat dalam 1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai

penutup hanya sesuai sekolah dan pada akhir minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun atau

lebih untuk dapat berhasil. 1,11-13

2.10 KEKAMBUHAN

Bila penatalaksanaan ambliopia dihentikan setelah perbaikan penuh atau masih sebagian

tercapai, sekitar setengah dari pasien – pasien akan mengalami kekambuhan, yang selalu

dapat disembuhkan lagi dengan usaha terapeutik baru. Kegagalan dapat dicegah dengan

memakai pengaturan pada penglihatan, seperti patching selama 1 – 3 jam per hari, penalisasi

optikal dengan kacamata, atau penalisasi farmakologik dengan atropine selama 1 atau 2 hari

23 | P a g e

Page 24: refrat mata ambliop_TJ.doc

per minggu. Pengaturan ini diteruskan hingga ketajaman penglihatan telah stabil tapa terapi

lain selain kacamata biasa. Keadaan ini perlu dipantau secara periodic sampai usia 8 – 10

tahun. Selama penglihatan tetap stabil, interval kunjungan untuk follow – up dapat dilakukan

tiap 6 bulan. 1,11-13

2.11 PROGNOSIS

Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi

pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal

ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang

dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun. 1,11-13

Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah sebagai berikut :

Jenis ambliopia : pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan

organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia strabismik

prognosisnya paling baik.

Usia dimana penatalaksanaan dimulai : semakin muda pasien maka prognosis

semakin baik.

Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai : semakin bagus tajam penglihatan awal

pada mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin baik. 1,11-13

BAB III

24 | P a g e

Page 25: refrat mata ambliop_TJ.doc

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pada ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau bilateral

disebabkan karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokular abnormal atau

keduanya dimana tidak ditemukan kausa organik pada pemeriksaan fisik mata. Ambliopia

apabila ditemukan pada kanak-kanak maka dapat diatasi dengan menggunakan patching

atau penutup untuk mata yang sehat. Menutup mata yang sehat akan melatih mata malas

tersebut untuk bekerja lebih baik dan memperbaiki daya pandang. Namun apabila

ambliopia ditemukan pada dewasa, umumnya angka keberhasilan akan sangat rendah.

Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan ambliopia yang tidak diterapi dapat

menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yang baiknya itu

timbul suatu penyakit atau trauma, maka penderita akan bergantung pada penglihatan

buruk mata yang ambliopia. Lebih cepat ambliopia atau faktor risiko amblyopia

diketahui, lebih mungkin amblyopia bisa dicegah atau diperbaiki.

Untuk anak-anak, pemeriksaan pertama terhadap kesehatan mata harus dilakukan

ketika anak berumur empat tahun atau ketika mulai memasuki sekolah. Ujian menyeluruh

terhadap mata perlu dilakukan untuk menilai tahap kesehatan mata dan bukan sekadar

menguji tahap kerabunan saja. Pemeriksaan otot-otot mata normal tergantung pada fungsi

dan kesehatan 12 buah otot bola mata. Ada 6 otot pada setiap mata yang, apabila terdapat

gangguan dari salah satu atau beberapa otot mata, dapat menimbulkan gangguan

pergerakan bola mata sehingga koordinasi kedua mata tidak terjadi. Oleh sebab itu,

program skrining penglihatan anak sebaiknya didukung oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

25 | P a g e

Page 26: refrat mata ambliop_TJ.doc

1. American Academy of Ophthalmology; Pediatric Ophthalmology; Chapter 5: Amblyopia; Section 6; Basic and Clinical Science Course; 2004 – 2005; p.63 – 70.

2. Lee, J Bailey, G; Thompson. Amblyopia ( Lazy Eye ). July 2010. Diunduh dari : http://www.allaboutvision.com/conditions/amblyopia.htm

3. Amblyopia in Common Eye Conditions Disorders and disease. 2010. Diunduh dari http://www.middleseye.com/eye_condirions.htm

4. Prof.dr. Wasisdi Gunawan. Gangguan Penglihatan Pada anak karena Ambliopia dan penanganannya. Fakultas Kedokteran Universitas gajah Mada. 2007. p 1 – 27.

5. American Academy of Ophthalmology ; International Ophthalmology; Chapter 10: Amblyopia; Section 13; Basic and Clinical Science Course; 2004 – 2005; p111-119

6. Prof. dr. Suhardjo. Ilmu Kesehatan Mata. Oftalmologi Pediatri. Ambliopia. Bagian Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah mada; 2007. p 263 – 270.

7. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. Ambliopia. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p 245 – 253.

8. Edward L. Raab, M.D. Amblyopia; In : William E. Scott, M.D, Denise D, Weingeist L, Orthoptics and Ocular Examination Techniques. Williams & Wilkins, Baltimore. 1983. p 76 – 82.

9. Matthew R. Amblyopia; In: Robinson D. Harley, Pediatric Ophthalmology. W.B Saunders.1983. p 293 – 342.

10. Greenwald, M.J; Parks, M.M; in Duane’s Clinical Ophthalmology; Volume 1; Revised Edition; Lippincott Williams & Wilkins; 2004; Chapter 10 – p.1-19; Chapter 11 p1-8

11. Nurchaliza Hazaria Siregar. Ambliopia. Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2009. p 3 – 24.

12. Rozalina L. amblyopia ( mata malas ). Maret 2009. Diunduh dari : http://www.surabaya-eye-clinic.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=61

13. David D, Karen M. Lazy Eye. 2011. Diunduh dari : http://www.gossage-eye.com/about-your-eyes/lazy-eye

26 | P a g e