55
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan rakyat. Hal ini berpengaruh pada demografi dan transisi epidemiologi dimana pola penyakit yang semula berupa penyakit infeksi menjadi penyakit kronik degeneratif. Penyakit degeneratif semakin berkembang dan terkadang tidak terkontrol sehingga menyebabkan disfungsi organ-organ atau alat gerak, misalnya pada stroke. Stroke jika tidak ditangani maka akan terjadi hal yang lebih buruk atau menimbulkan kecacatan bahkan kematian. Hal yang lebih buruk bukan saja dengan kondisi kesehatan, akan tetapi juga memperburuk kondisi spiritual, sosial, atau bahkan ekonomi. Pada kenyataannya, penanggulangan penyandang cacat ini masih bukan suatu prioritas kesehatan.Perlu diketahui bahwa prevalensi kecacatan menurut WHO adalah 7·10 % dari populasi, sedangkan prevalensi di lndonesia sebesar 39 %. Berdasarkan pengertian rehabilitasi yang menekankan kepada fungsional, maka rehabilitasi medis tidak bisa terlepas dari cabang ilmu lain seperti : Neuromuskular, Muskuloskeletal, Psikologi, 1

Rehabilitasi medis dan sosial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

diskusi topik khusus

Citation preview

Page 1: Rehabilitasi medis dan sosial

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan berdampak pada meningkatnya

kesejahteraan rakyat. Hal ini berpengaruh pada demografi dan transisi

epidemiologi dimana pola penyakit yang semula berupa penyakit infeksi

menjadi penyakit kronik degeneratif. Penyakit degeneratif semakin

berkembang dan terkadang tidak terkontrol sehingga menyebabkan disfungsi

organ-organ atau alat gerak, misalnya pada stroke. Stroke jika tidak ditangani

maka akan terjadi hal yang lebih buruk atau menimbulkan kecacatan bahkan

kematian. Hal yang lebih buruk bukan saja dengan kondisi kesehatan, akan

tetapi juga memperburuk kondisi spiritual, sosial, atau bahkan ekonomi. Pada

kenyataannya, penanggulangan penyandang cacat ini masih bukan suatu

prioritas kesehatan.Perlu diketahui bahwa prevalensi kecacatan menurut

WHO adalah 7·10 % dari populasi, sedangkan prevalensi di lndonesia

sebesar 39 %.

Berdasarkan pengertian rehabilitasi yang menekankan kepada

fungsional, maka rehabilitasi medis tidak bisa terlepas dari cabang ilmu lain

seperti : Neuromuskular, Muskuloskeletal, Psikologi, Anatomi, Kenisiologi,

Fisiologi, Etika Profesi, dan lain-lain. Dokter spesialis rehabilitasi medis

adalah orang yang pada umumnya pertama dikunjungi oleh pasien. Biasanya,

dokter akan mengirim pasien ke fisioterapis atau okupasi terapis untuk

tindakan pemulihan lebih lanjut.

Pelayanan Rehabilitasi Medik ini sifatnya komprehensif mulai dari

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Paradigma Pelayanan

Rehabilitasi Medik yang dianut saat ini dititik beratkan pada strategi

rehabilitasi pencegahan (prevention rehabilitation strategy), artinya

pencegahan ketidakmampuan (disabilitas) harus dilakukan sejak dini.

Apabila tidak dapat dicegah, tetap diupayakan mencapai tingkat

kemandirian seoptimal mungkin, sesuai dengan potensi yang dimiliki.

1

Page 2: Rehabilitasi medis dan sosial

Untuk memberikan pelayanan Rehabilitasi Medik ini DEPKES

pada tahun 1997 telah menyusun Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di

Rumah Sakit kelas A, B, dan C , tetapi dengan adanya kemajuan IPTEK di

bidang kesehatan, kebijakan desentralisasi, perubahan kebutuhan layanan

dsb, maka pedoman ini perlu disempurnakan, sehingga dapat menjadi

acuan dalam melaksanakan pelayanan rehabilitasi medik yang bermutu dan

yang berorientasi pada patient safety.

1.2 Ruang Lingkup Bahasan

Pembahasan pada makalah ini berkenaan dengan materi kedokteran

komunitas, khususnya mengenai rehabilitasi medis dan sosial di rumah sakit

maupun di pelayanan kesehatan primer disertai dengan contoh studi kasus

rehabilitasi medis.

1.3 Tujuan Penulisan

Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan

klinik Kedokteran Komunitas di UPTD PKM Perawatan Kota Bengkulu, serta

diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu sumber informasi yang dapat

menambah pengetahuan pembaca, khususnya mengenai Rehabilitasi Medik

dan sosial.

2

Page 3: Rehabilitasi medis dan sosial

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rehabilitasi Medik

2.1.1 Definisi

Menurut kamus kedokteran Dorland edisi 29, definisi rehabilitasi

adalah pemulihan ke bentuk atau fungsi yang normal setelah terjadi luka

atau sakit, atau pemulihan pasien yang sakit atau cedera pada tingkat

fungsional optimal di rumah dan masyarakat, dalam hubungan dengan

aktivitas fisik, psikososial, kejuruan dan rekreasi. Jika seseorang

mengalami luka, sakit, atau cedera maka tahap yang harus dilewati adalah

penyembuhan terlebih dulu. Setelah penyembuhan atau pengobatan

dijalani maka masuk ke tahap pemulihan. Tahap pemulihan inilah yang

disebut dengan rehabilitasi. Jadi, rehabilitasi medis adalah cabang ilmu

kedokteran yang menekankan pada pemulihan fungsional pasien agar

aktivitas fisik, psikososial, kejuruan, dan rekreasinya bisa kembali normal.

Menurut WHO, rehabilitasi medik adalah ilmu pengetahuan

kedokteran yang mempelajari masalah atau semua tindakan yang ditujukan

untuk mengurangi atau menghilangkan dampak keadaan sakit, nyeri, Cacat

dan atau halangan serta meningkatkan kemampuan pasien mencapai

integrasi sosial.

Menurut Depkes, rehabilitasi adalah proses pemulihan untuk

memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atau usaha

mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan

untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada

padanya (Depkes RI, 1983). Sehingga pelayanan rehabilitasi medik

merupakan pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik dan fungsi yang

diakibatkan oleh keadaan/kondisi sakit, penyakit atau cedera melalui

paduan intervensi medik, keterapian fisik dan atau rehabilitatif untuk

mencapai kemampuan fungsi yang optimal (Menkes RI, 2008).

3

Page 4: Rehabilitasi medis dan sosial

Ilmu Rehabilitasi Medik (disebut juga sebagai ilmu kedokteran

fisik dan rehabilitasi) adalah ilmu yang mengkhususkan diri dalam

pelayanan masyarakat sejak bayi, anak, remaja, dewasa sampai usia tua,

yang memerlukan asuhan rehabilitasi medis. Dimana pelayanan yang

diberikan adalah untuk mencegah terjadinya kecacatan yang mungkin

terjadi akibat penyakit yang diderita serta mengembalikan kemampuan

penderita seoptimal mungkin sesuai kemampuan yang ada pada penderita.

2.1.2 Sejarah

Rehabilitasi Medik adalah spesialisasi yang relatif baru. Di antara

pelopor awal termasuk Dr Frank Krusen yang mengembangkan

Departemen Kedokteran Fisik di Mayo Clinic pada tahun 1936.

Rehabilitasi Medik diakui sebagai spesialisasi medis oleh American Board

of Medis Spesialisasi dan American Medical Association pada tahun 1947.

Bidang ini diperluas dengan cepat karena sebagian besar untuk Perang

Dunia II, ketika banyak tentara dengan cacat parah kembali ke Amerika

Serikat dan dokter diperlukan untuk mengobati dan mengelola kondisi

kelemahan kronis.

Polio epidemi di awal 1950-an juga membantu membangun nilai

physiatrists dalam pengelolaan gangguan neuromuskuler. Kemajuan yang

memungkinkan kelangsungan hidup lebih lama dari gangguan beragam

seperti cedera tulang belakang dan Stroke menyebabkan peran yang lebih

besar dari physiatrists dalam mengelola kondisi kronis ini. Dasar

penelitian khusus ini yang masih berkembang.

Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi di Indonesia dikenal sejak

tahun 1947, saat Prof. Dr. R. Soeharso mendirikan Pusat Rehabilitasi

untuk penderita disabilitas, yaitu penderita buta, tuli dan cacat mental di

Surakarta. Karena tuntutan kebutuhan yang meningkat, maka pada tahun

1973, Menteri Kesehatan mendirikan Pelayanan Rehabilitasi di RS.

Dr.Kariadi Semarang, yang merupakan suatu pilot project yang disebut

Preventive Rehabilitation Unit (PRU). Keberadaan PRU menunjukkan

keberhasilan dalam peningkatan pelayanan kesehatan, mempersingkat

4

Page 5: Rehabilitasi medis dan sosial

masa perawatan di RS, dan mengurangi beban kerja Pusat Rehabilitasi di

Surakarta.

Melalui SK Menteri Kesehatan No.134/Yan.Kes/SK/IV/1978 pada

masa PELITA II, diputuskan untuk mendirikan PRU di seluruh RS

pemerintah baik tipe A, B dan C. Istilah PRU kemudian berubah menjadi

Unit Rehabilitasi Medik (URM). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa

pemerintah Menteri Kesehatan menaruh perhatian untuk memajukan

Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi.

Dalam rangka meningkatkan Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi,

Menteri Kesehatan mulai mengirim Dokter umum dari Indonesia untuk

mengikuti pendidikan menjadi Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

di Department Physical Medicine and Rehabilitation, Universitas Santo

Tomas di Manila, Filipina. Ada 12 Dokter Indonesia yang berhasil

menjadi spesialis KF & R dari Universitas tersebut. Beberapa lulusan

tersebut mulai mendirikan Organisasi Spesialis Rehabilitasi Medik

Indonesia yang diberi nama IDARI (Ikatan Dokter Rehabilitasi Medik

Indonesia) pada bulan Februari 1982, pada saat  seminar untuk

mengembangkan sumber daya manusia di bidang Rehabilitasi Medik di

Jakarta. Ketua IDARI pertama adalah Dr. A. R. Nasution yang dilantik

oleh Dr. I. G. Brataranuh, Dirjen Pelayanan Kesehatan Departemen

Kesehatan. Setelah itu mulailah dibicarakan mengenai pelaksanaan

penerimaan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu

Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.

Konggres Nasional IDARI pertama diadakan pada tahun 1988 di

Jakarta, dan Prof.Dr.H.Soelarto Reksoprodjo, SpB, SpOT, FICS terpilih

sebagai Ketua IDARI. Terjadi kemajuan baik di bidang Organisasi

maupun Edukasi. IDARI mulai memiliki perwakilan di CHS di bidang

pendidikan, dengan anggota : Prof.Dr.H.Soelarto Reksoprodjo, SpB,

SpOT, FICS, dr. Bayu Santoso, Sp. RM, dan dr. Angela BM Tulaar, Sp.

RM, berdasarkan SK No.265/PB/A.4/10/90.

Konggres Nasional IDARI ke Dua di adakan pada tahun 1991 di

Semarang, dan Prof. dr. H. Soelarto Reksoprodjo, Sp. B, Sp. OT, FICS

5

Page 6: Rehabilitasi medis dan sosial

terpilih sebagai Ketua IDARI. Pada Konas tersebut IDARI berubah nama

menjadi PERDOSRI, demikian pula dengan symbol IDARI berubah

sebagai karya Dr. Herman Sukarman. Konggres Nasional III diadakan

pada tahun 1994 di Surabaya, dan Dr. Bayu Santoso, SpRM terpilih

sebagai Ketua Perdosri. Organisasi terus berkembang dan menunjukan

eksitensi. Musyawarah Keraja Nasional (MUKERNAS) selalu diadakan di

antara 2 KONAS.

Konggres Nasional IV diadakan pada tahun 1998 di Jakarta, dan

Alm. dr. Thamrinsyam Hamid, Sp. RM terpilih sebagai Ketua. Konggres

Nasional V diadakan pada tahun 2001 di Semarang, dan dr. Siti Annisa

Nuhonni, Sp. RM terpilih sebagai ketau PB PERDOSRI dan dr. Angela

BM Tulaar, Sp. RM sebagai ketua Kolegium periode 2001-2004. Setelah

KONAS V, Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) diadakan setiap tahun. PIT

pertama diadakan pada tahun 2002 di Jakarta. Setiap PIT selalu diadakan

presentasi makalah bebas dan kompetisi Penelitian akhir Residen.

Konggres Nasional VI diadakan pada tahun 2004 di Bali 3rd ARMA

Conference . Pada KONAS VI, dr. Siti Annisa Nuhonni, Sp. RM terpilih

kembali sebagai ketua PB PERDOSRI. Konggres Nasional VII diadakan

pada tahun 2007 di Manado bersamaan dengan PIT ke VII dan 4 th  ARMA,

dan Dr. A. Peni Kusumastuti, Sp. RM sebagai Ketua PB PERDOSRI.

Kongres Nasional VIII diadakan pada tahun 2010 di Bandung bersamaan

dengan PIT IX, dan dr. Luh Karunia Wahyuni, Sp. KFR sebagai ketua PB

PERDOSRI.

2.1.3 Tujuan Rehabilitasi

1. Mengatasi keadaan/ kondisi sakit melalui paduan intervensi medik,

keterapian fisik, keteknisian medik dan tenaga lain yang terkait.

2. Mencegah komplikasi akibat tirah baring dan atau dampak

penyakitnya yang mungkin membawa kecacatan.

3. Memaksimalkan kemampuan fungsi, meningkatkan aktifitas dan

partisipasi pada difabel (sebutan bagi seseorang yang mempunyai

keterbatasan fungsional).

6

Page 7: Rehabilitasi medis dan sosial

4. Mempertahankan kualitas hidup dan mengupayakan kehidupan

yang berkualitas.

2.1.4 Filosofi

Pelayanan Rehabilitasi Medik dilakukan dengan menjunjung

filosofi-filosofi berikut:

a. Rehabilitasi merupakan ‘jembatan’ yang menjangkau perbedaan antara

kondisi tidak berguna-berguna, kehilangan harapan-berpengharapan 

(Rehabilitation is a bridge spanning the gap between uselessness-

usefulness, hopelessness – hopefulness).

b. Rehabilitasi tidak hanya memperpanjang usia tetapi juga menambah

makna/kualitas dalam hidup (rehabilitation is not only to add years to

life but also add life to years).

2.1.5 Gangguan Fungsi

Menurut WHO tingkatan gangguan fungsi dapat dikategorikan

sebagai berikut:

1. Impairment, yaitu keadaan kehilangan atau ketidaknormalan dari

kondisi psikologis, fisiologis, atau struktur anatomi atau fungsi.

2. Disability, yaitu segala restriksi atau kekurangan kemampuan untuk

melakukan aktivitas dalam lingkup wajar bagi manusia yang

diakibatkan impairment.

3. Handicap, yaitu hambatan dalam individu yang diakibatkan oleh

impairment dan disability yang membatasi pemenuhan peran wajar

seseorang sesuai dengan faktor umur, seks, sosial, dan budaya.

Bertitik tolak dari kerangka pemikiran upaya rehabilitasi fisik

tersebut maka penanganan bersifat komprehensif, sehingga layanan

rehabilitasi dapat diartikan sebagai upaya terkoordinasi yang bersifat

medik, sosial, edukasi dan kekaryaan untuk melatih seseorang kearah

tercapainya kemampuan fungsional semaksimal mungkin, dan menjadikan

individu sebagai anggota masyarakat yang berswasembada dan berguna.

Upaya rehabilitasi fisik merupakan upaya medik untuk mencegah

7

Page 8: Rehabilitasi medis dan sosial

terjadinya impairment, disability, dan handicap dengan memanfaatkan

kemampuan yang ada.

2.1.6 Pelayanan Rehabiltasi di Indonesia

Untuk memberikan pelayanan Rehabilitasi Medik secara merata

di lndonesia dibuat strategi melalui pelayanan berjenjang di Rumah

Sakit, Puskesmas serta di masyarakat yaitu dengan program

Rehabilitasi Bersumber daya Masyarakat (RBM). Strategi ini

dikembangkan sesuai dengan kebijakan, standar, pedoman, SOP yang

tersedia.

1. Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit

Upaya pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit

dikembangkan ke arah peningkatan mutu (pelayanan

spesialis/subspesialis), jangkauan pelayanan serta sistem rujukan

dengan tujuan pasien memperoleh pelayanan secara terpadu dan

paripurna.

Peningkatan mutu ini ditunjukkan dengan diikutsertakannya

pelayanan Rehabilitasi Medik pada kegiatan Akreditasi, serta

pemenuhan secara bertahap dari SDM, fasilitas/sarana yang sesuai

standar.

2. Pelayanan Rehabilitasi Medik Di Puskesmas

Upaya pelayanan Rehabilitasi Medik di Puskesmas ditujukan

untuk memberikan pelayanan Rehabilitasi Medik Dasar. Selain itu

dapat memberikan pembinaan kepada masyarakat melalui

program RBM (termasuk individu difabel) serta melaksanakan

rujukan sesuai ketentuan yang berlaku.

3. Rehabilitasi Bersumber daya Masyarakat (RBM)

Rehabilitasi Bersumber daya/Berbasis Masyarakat adalah suatu

strategi dalam pembangunan masyarakat agar lebih berperan

aktif dalam upaya mengatasi masalah kecacatan melalui

rehabilitasi, persamaan kesempatan, integrasi sosial dari semua

individu difabel dalam aspek kehidupan dan penghidupan.

8

Page 9: Rehabilitasi medis dan sosial

Pengembangan RBM ini merupakan upaya terobosan dalam

menyelesaikan masalah kecacatan yang belum terjangkau oleh

pelayanan Rumah Sakit ataupun yang sudah dilayani tetapi masih

memerlukan kelanjutan yang bisa ditangani oleh keluarga atau

masyarakat.

Secara operasional RBM adalah upaya rehabilitasi sederhana

dan pencegahan kecacatan yang dilaksanakan di dalam keluarga dan

masyarakat melalui perubahan perilaku individu difabel, keluarga dan

masyarakat agar lebih berperan aktif secara optimal dalam

memandirikan individu difabel dengan menggunakan sumber daya

dan sumber dana yang ada di masyarakat.

Pembinaan program RBM dilakukan oleh Puskesmas atau rumah

sakit sesuai aturan yang berlaku.

2.1.7 Pelayanan dalam Rehabilitasi Medik

1. Pelayanan Fisioterapi

Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada

individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan

memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan

menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan

(fisik, elektroterapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi dan

komunikasi.

2. Pelayanan Terapi Wicara

Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada

individu dan atau kelompok untuk memulihkan dan mengupayakan

kompensasi atau adaptasi fungsi komunikasi, bicara dan menelan

dengan melalui pelatihan remediasi, stimulasi dan fasilitasi (fisik,

elektroterapeutis, dan mekanis).

3. Pelayanan Terapi Okupasi

Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada

individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara,

memulihkan fungsi dan atau mengupayakan kompensasi/adaptasi

9

Page 10: Rehabilitasi medis dan sosial

untuk aktifitas seharti-hari (Activity Day Life), produktifitas dan waktu

luang melalui pelatihan remediasi, stimulasi dan fasilitasi.

4. Pelayanan Ortotis-Prostetis

Adalah salah satu bentuk pelayanan keteknisian medik yang

ditujukan kepada individu untuk merancang, membuat dan mengepas

alat bantu guna pemeliharaan dan pemulihan fungsi, atau pengganti

anggota gerak.

2.1.8 Prinsip Rehabilitasi

Menurut Harsono (1996), ada beberapa prinsip rehabilitasi, yaitu:

1. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan segera sejak dokter

melihat penderita untuk pertama kalinya.

2. Tidak ada seorang pun yang boleh berbaring lebih lama dari yang

diperlukan, karena dapat mengakibatkan komplikasi.

3. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang

penderita.

4. Faktor yang terpenting adalah kontinuitas perawatan.

5. Perhatian untuk rehabilitasi diutamakan kepada sisa kemampuan

yang masih dapat diperbaiki dengan latihan.

6. Fungsi lain rehabilitasi adalah pencegahan serangan berulang.

7. Penderita merupakan subjek rehabilitasi, bukan sekedar objek.

a) Prinsip - prinsip dasar kegiatan rehabilitasi anak

Ada beberapa prinsip dasar kegiatan rehabilitasi anak

berkebutuhan khusus, diantaranya:

1. Ditinjau dari tujuan rehabilitasi

Tujuan rehabilitasi bagi anak berkebutuhan khusus adalah agar

mereka mampu mengikuti pendidikan dengan baik, atau agar

mereka mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam

kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan rehabilitasi

tersebut, prinsip dasar kegiatan rehabilitasi adalah:

a. Prinsip menyeluruh

10

Page 11: Rehabilitasi medis dan sosial

Kegiatan rehabilitasi dilakukan secara menyeluruh atau

lengkap, baik pada aspek fisik, psikis, sosial maupun keterampilan

(Total Care Concept Rehabilitation). Seorang anak yang

mengalami amputasi, sedini mungkin ditangani bidang rehabilitasi

medik, tidakterbatasi kepada mempercepat penyembuhan luka,

penguatan otot, tetapi juga pembuatan kaki palsu, mempersiapkan

mental agar yang bersangkutan menerima alat tersebut, melatih

keterampilan sesuai dengan kemampuan yang ada, dan lain

sebagainya.

b. Prinsip pelayanan segera atau pelayanan dini

Pelayanan rehabilitasi dilakukan mulai sejak usia dini atau

segera setelah diketahui kebutuhan rehabilitasi yang diperlukan

masing-masing anak.

c. Prinsip prioritas

Kondisi kesehatan atau kecacatan yang menimbulkan rasa

sakit dapat mengganggu setiap aktivitas anak, maka kegiatan

rehabilitasi medik bagi anak yang memerlukan, perlu didahulukan

atau mendahului kegiatan rehabilitasi yang lain. pada kasus-kasus

tertentu yang memerlukan pelayanan segera, perlu memperoleh

prioritas dalam rehabilitasi.

d. Kegiatan berpusat pada anak

Kegiatan rehabilitasi yang dilakukan lebih banyak

memberikan kesempatan kepada anak/peserta didik untuk mencoba

sendiri, memecahkan masalahnya sendiri serta melakukan latihan

sendiri, sudah tentu setelah mereka memperoleh penjelasan

secukupnya dari provider.

e. Prinsip konsisten

Setiap kegiatan rehabilitasi didasarkan pada program yang

telah disiapkan sebelumnya, dan dievaluasisetiap kemajuan yang

dicapai anak/peserta didik secara konsisten.

f. Prinsip efektivitas dan penghargaan

11

Page 12: Rehabilitasi medis dan sosial

Memberikan pujian dan penghargaan atas keberhasilan dan

kemajuan kemampuan anak/peserta didik.

g. Prinsip pentahapan

Artinya bahwa kegiatan rehabilitasi dimulai dari kegiatan

yang minimal (kecil, sederhana, mudah) sampai pada yang

maksimal (luas, besar, sukar), baik yang berhubungan dengan

bentuk, sifat maupun hasil yang diharapkan.

h. Prinsip kesinambungan, berulang dan terus-menerus

Artinya kegiatan terapi agar mencapai hasil maksimal perlu

dilakukan berkesinambungan, berulang-ulang, terus-menerus. Jadi,

tidak berhenti sebelum terlihat hasilnya yang lebih baik, menjadi

bertambah meningkat kemampuannya, menjadi berkurang

kesulitan dan hambatannya, dan sebagainya.

i. Prinsip terintegrasi

Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi tidak selalu terpisah

dengan kegiatan proses belajar mengajar dalam suatu bidang studi

tertentu, misalnya keterampilan, olahraga, PMP, agama, kesenian,

dan sebagainya.

2. Ditinjau dari jenis dan macam kelainan

a. Orientasi pada pengembalian fungsi

Kegiatan rehabilitasi dilakukan dengan berorientasi pada

pengembalian fungsi. Setiap anak berkelainan memiliki dampak

primer tertentu sesuai dengan jenis kecacatannya. Dampak primer

tersebut sedapat mungkin dikembalikan fungsinya, dan jika tidak

mungkin dialihkan pada fungsi organ tubuh yang lain/keterampilan

tertentu yang dapat menggantikan fungsi organ yang berkelainan.

b. Pinsip individualisasi

Kegiatan rehabilitasi berorientasi pada ketidakmampuan

dan kemampuan setiap anak/peserta didik. Pelaksanaan kegiatan

rehabilitasi diperlukan pendekatan individual.

c. Orientasi pada jenis kecacatan dan kasus

12

Page 13: Rehabilitasi medis dan sosial

Ada kegiatan rehabilitasi yang dapat dilakukan secara

kelompok berdasarkan atas jenis kecacatan, macam kasus, tingkat

kelas, kelompok usia, dan sebagainya. MisaInya: semua anak

tunanetra memerlukan latihan orientasi dan mobilitas, semua anak

tunarungu memerlukan latihan komunikasi, semua anak tuna

grahita dan tunadaksa memerlukan latihan ADL, dan sebagainya.

3. Ditinjau dari kemampuan pelaksana (provider)

a. Prinsip kerja tim

Pekerjaan rehabilitasi dilakukan oleh suatu tim yang

masing-masing bekerja sesuai dengan profesi dan kemampuannya.

Kerjasama yang baik antar anggota tim rehabilitasi akan sangat

menentukan keberhasilan program rehabilitasi.

b. Prinsip kerja atas dasar profesi

Tidak semua anggota tim rehabilitasi memiliki profesi yang

sama, itulah sebabnya bekerja atas dasar profesi akan lebih mampu

mengurangi resiko kesalahan,di samping itu juga akan

memperbesar efektivitas kerja.Sebelum kegiatan rehabilitasi

dimulai, terlebih dahulu dipahami batas-batas kewenangan masing-

masing dan disusun pembagian tugas secara tertulis atas dasar

kesepakatan pihak-pihak yang tergabung dalam tim rehabilitasi

yang ada di sekolah masing-masing.

Tindakan konsultatif dan penyelenggaraan pertemuan tim

rehabilitasi secara periodik perlu ditempuh di setiap sekolah, demi

kelancaran kegiatan rehabilitasi dan menghindari kesalahan dalam

memberikan pelayanan rehabilitasi yang dapat menimbulkan

parahnya permasalahan atau kecacatan yang disandang oleh

anak/peserta didik yang memperoleh pelayanan.

Seluruh program rehabilitasi berada di bawah tanggung

jawab ketua tim yang dibantu oleh tiga ahli di bidang medik, sosial

psikologis dan keterampilan. Dalam pelaksanaannya dapat

dilakukan oleh beberapa pelaksana rehabilitasi sesuai dengan

kemampuan dan kewenangannya.Tindakan rujukan ke ahlinya

13

Page 14: Rehabilitasi medis dan sosial

perlu dilakukan oleh para guru dan petugas rehabilitasi lainnya,

agar anak segera terpecahkan permasalahannya.Dalam hal ini perlu

disertai administrasi seperlunya (buku rujukan).

4. Ditinjau dari tempat, waktu dan sarana rehabilitasi

a. Prinsip integritas

Kegiatan rehabilitasi pada dasarnya dapat dilakukan secara

bersama-sama, kecuali rehabilitasi keterampilan sebaiknya

dilakukan setelah anak/peserta didik selesai mengikuti rehabilitasi

medik dan sosial.Misalnya anak tunanetra untuk mengikuti latihan

keterampilan massage, sebaiknya setelah menguasai orientasi

mobilitas, tidak sakit, dan setelah memiliki motivasi untuk bekerja

bidang keahlian massage.Pinsip ini juga menggariskan bahwa

pelaksanaan rehabilitasi juga dapat dilakukan bersama-sama saat

penyampaian materi bidang studi tertentu di sekolah.

b. Prinsip keluwesan tempat dan waktu

Tempat pelaksanaan rehabilitasi dapat dilakukan dimana

saja dan kapan saja, terkecuali pada kasus-kasus tertentu. Misalnya

operasi ortopedi harus dilakukan di rumah sakit.

c. Prinsip kesederhanaan

Sarana rehabilitasi diutamakan yang sederhana, mudah

didapat, murah harganya dan disesuaikan dengan kemampuan

lembaga/sekolah, kecuali pada kasus-kasus tertentu, seperti alat

bantu untuk mendengar, alat bantu untuk melihat, prothese, dan

sebagainya.

d. Prinsip keterlibatan orangtua dan masyarakat

Artinya kegiatan rehabilitasi perlu menyertakan orangtua

atau pembina asrama atau masyarakat, baik dalam melakukan

pelatihan, pengawasan dan pembinaan anak, mengingat jumlah

waktu anak kesehariannya lebih banyak di rumah atau di asrama.

14

Page 15: Rehabilitasi medis dan sosial

2.1.9 Ruang Lingkup Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit

Bagian ini akan menjelaskan tentang ruang lingkup rehabilitasi

medis. Rephauge (dalam sidiarto 1980) pada seminar internasional I

rehabilitasi medis  mengatakan bahwa rehabilitasi medis merupakan dasar

dan penunjang bentuk rehabilitasi lainnya, seperti rehabilitasi sosial,

karya, dan pendidikan. Jika ruang lingkup rehabilitasi medis dipandang

sebagai suatu ilmu, maka banyak yang perlu dipelajari dan berhubungan

langsung dengan rehabilitasi medis. Beradasarkan pengertian rehabilitasi

yang menekankan kepada fungsional, maka rehabilitasi medis tidak bisa

terlepas dari cabang ilmu lain seperti : Neuromuskular, Muskuloskeletal,

Psikologi, Anatomi, Kenisiologi, Fisiologi, Etika Profesi, dan lain-lain.

Sedangkan, jika ditinjau dari sudut pandang keprofesian,

rehabilitasi medis memiliki komponen yang terdiri dari berbagai macam

profesi. Dokter spesialis rehabilitasi medis adalah orang yang pada

umumnya pertama dikunjungi oleh pasien. Biasanya, dokter akan

mengirim pasien ke fisioterapis atau okupasi terapis untuk tindakan

pemulihan lebih lanjut. Tugas fisioterapis disini adalah mengukur

pergerakan sendi, kekuatan otot, fungsi paru dan jantung, dan mengukur

sejauh mana pasien bisa melakukan aktivitas serta pekerjaannya sehari-

hari (fremgen dan frucht 2002). Kesemuanya itu dilatih dan dibantu

pemulihannya oleh fisioterapis. Sedangkan okupasi terapis bertugas untuk

mendampingi pasien untuk mengembangkan, meningkatkan, dan

memulihkan kemampuan yang sangat penting untuk menunjang hidupnya.

Namun, okupasi terapis lebih menekankan kepada pelatihan pasien untuk

hidup mandiri dan produktif dengan tujuan mencapai hidup yang sejahtera.

Berbeda dengan fisioterapis dan okupasi terapis, ortosis dan prostesis

membantu pasien dengan menyediakan alat-alat penunjang pasien untuk

hidup mandiri dan produktif. Ortosis adalah orang yang membuat alat

bantu untuk beraktivitas, sedangkan prostesis menyediakan alat yang

merupakan suatu pengganti organ, misalnya kaki palsu.

Pada kenyataannya, banyak sekali perangkat rehabilitasi medis

yang ikut berperan dalam rehabilitasi pasien, misalnya psikolog untuk

15

Page 16: Rehabilitasi medis dan sosial

memotivasi dan melatih pasien retardasi mental, perawat, dan paramedis

lainnya. Itu semua tergantung kebutuhan pada masing-masing pasien.

Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit meliputi seluruh

upaya kesehatan pada umumnya, yaitu upaya promotif, preventif, kuratif,

dan rehabilitatif.

1. Upaya Promotif

Penyuluhan, informasi dan edukasi tentang hidup sehat dan aktivitas

yang tepat untuk mencegah kondisi sakit.

2. Upaya preventif

Edukasi dan penanganan yang tepat pada kondisi sakit atau penyakit

untuk mencegah dan atau meminimalkan gangguan fungsi atau risiko

kecacatan.

3. Upaya kuratif

Penanganan melalui paduan intervensi medik, keterapian fisik, dan

upaya rehabilitatif untuk mengatasi penyakit atau kondisi sakit untuk

mengembalikan dan mempertahankan kemampuan fungsi.

4. Upaya rehabilitatif

Penanganan melalui paduan intervensi medik, keterapian fisik,

keteknisan medik dan upaya rehabilitatif lainnya melalui pendekatan

psiko-sosio-edukasi-okupasi-vokasional untuk mengatasi penyakit atau

kondisi sakit yang bertujuan mengembalikan dan mempertahankan

kemampuan fungsi, meningkatkan aktivitas dan peran serta/partisipasi

di masyarakat.

2.1.10 Bentuk Pelayanan

Beberapa bentuk Pelayanan Rehabilitasi Medik, antara lain:

1. Mengembalikan fungsi pasien pasca stroke.

2. Mencegah kontraktur dan mengembalikan fungsi pasien pasca

operasi dan patah tulang.

16

Page 17: Rehabilitasi medis dan sosial

3. Senam nafas sehat, senam hamil.

4. Memberikan alat bantu jalan, ortesa, protesa, splint, korset, dan

lain-lain.

5. Melatih bicara dan gerak motorik anak dengan CP, autism,

keterlambatan perkembangan.

6. Mengurangi nyeri, kaku diberbagai bagian tubuh

2.1.11 Tim Rehabilitasi

Tim rehabilitasi medik dilakukan oleh tim yang terdiri dari

berbagai disiplin ilmu, diantaranya:

1. Dokter rehabilitasi medik sebagai ketua tim yang menyusun program

rehabilitasi.

2. Perawat rehabilitasi, melakukan positioning yang benar, untuk

mencegah komplikasi serta memperpendek masa pemulihan.Latihan

buang air besar/kecil, aktivitas sehari-hari, transfer, mobilisasi bersama

fisioterapis dan terapi okupasi dilakukan di bangsal.

3. Fisioterapist, memeriksa dan mengevaluasi gangguan motorik dan

sensorik yang mempengaruhi fungsi dan menyesuaikan program

fisioterapi secara individu sesuai keadaan pasien.

4. Okupational Terapist, memeriksa, mengevaluasi dan menyusun

program yang berhubungan dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari

(AKS) misalnya cara makan, menulis, berpakaian, membersihkan diri

sendiri, dan lain-lain.

5. Pekerja sosial medik, mengadakan penilaian terhadap kebutuhan

penderita dan keluarganya selama dirawat, di rumah dan di masyarakat

serta sumber daya yang dipunyainya.

6. Speech therapist (terapi wicara) yaitu mengevaluasi masalah-masalah

komunikasi.

7. Psikologi, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas,

termasuk keluarganya.

8. Ortotik-prostetik, mengevaluasi dan mengadakan alat-alat bantu yang

telah disesuaikan guna memperbaiki aktivitas.

17

Page 18: Rehabilitasi medis dan sosial

9. Penderita dan keluarga, melengkapi tim rehabilitasi. Diskusi yang

memadai mengenai penyakit dan defisit neurologis adalah penting

untuk mengetahui gangguan fungsional yang sebenarnya.

10. Rohaniawan.

2.1.12 Kode Etik dalam Pelayanan Rehabilitasi

Tujuan adanya kode etik adalah mengatur tingkah laku para

pendukung profesi dalam rehabilitasi. Kode etik dalam rehabilitasi

menyangkut masalah-masalah kewajiban tenaga rehabilitasi terhadap :

a. Individu dan keluarga yang direhabilitasi

b. Masyarakat atau pihak yang berkepentingan dalam proses rehabilitasi

c. Teman sejawat antar profesi

d. Tanggung jawab profesional dan Keterbukaan pribadi

Ada delapan syarat sebagai pegangan untuk dijadikan kode etik

dalam pelayanan rehabilitasi, yaitu:

a. Memegang teguh rahasia klien dan rahasia-rahasia lain yang

berhubungan dengan klien.

b. Menghormati klien karena klien punya harga diri dan merupakan

pribadi yang berbeda dengan pribadi yang lain.

c. Mengikutsertakan klien dalam masalahnya.

d. Menerima klien sebagaimana keberadaannya.

e. Menempatkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadi.

f. Tidak membedakan pelayanan klien atas dasar syarat dan status

tertentu.

g. Memperlihatkan sikap merendahkan diri, sederhana, sabar, tertib,

percaya diri, tidak mengenal putus asa, kreatif, lugas dan berani

berkata benar.

h. Tidak egois, tetap berusaha memahami kliennya, kesulitan klien,

kelebihan dan kekurangannya.

18

Page 19: Rehabilitasi medis dan sosial

2.2 Rehabilitasi Sosial

2.2.1 Definisi

Pengertian rehabilitasi sosial (Depsos:2002) adalah suatu rangkaian

kegiatan professional dalam upaya mengembalikan dan meningkatkan

kemampuan warga masyarakat baik perorangan, keluarga, maupun

kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial agar dapat

melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar, dan dapat menempuh

kehidupan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.

Sedangkan menurut The National Council On Rehabilitation

(1942), rehabilitasi sosial adalah perbaikan atau pemulihan menuju

penyempurnaan ketidakberfungsian fisik, mental, sosial dan ekonomi

sesuai kapasitas potensi mereka.

Pengertian rehabilitasi sosial yang dikutip oleh Zaenudin (1994)

dari pendapat LE.Hinsie &Canbell, bahwa rehabilitasi sosial adalah segala

tindakan fisik, penyesuaian psikologis dan penyesuaian diri secara

maksimal untuk mempersiapkan klien secara fisik, mental, sosial dan

vokasional bagi kehidupan sesuai dengan kemampuan. Dimana pada

prosesnya diarahkan untuk: (1) Mencapai perbaikan penyesuaian klien

sebesar-besarnya, (2) Kesempatan vokasional sehingga dapat bekerja

dengan kapasitas maksimal, (3) Penyesuaian diri dalam lingkungan

perorangan dan sosial secara memuaskan sehingga dapat berfungsi sebagai

anggota masyarakat.

2.2.2 Tujuan

Tujuan rehabilitasi sosial adalah untuk memulihkan kembali rasa

harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa

depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya, dan

memulihkan kembali kemauan dan kemampuan agar dapat melaksanakan

fungsi sosialnya secara wajar.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan-kegiatan yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Pencegahan

19

Page 20: Rehabilitasi medis dan sosial

Artinya mencegah timbulnya masalah sosial penyandang cacat,

baik masalah yang datang dari penca itu sendiri maupun masalah dari

lingkungannya.

b. Tahap Rehabilitasi

a. Rehabilitasi diberikan melalui bimbingan sosial dan pembinaan

mental, bimbingan keterampilan.

b. Bimbingan sosial diberikan baik secara individu maupun

kelompok. Usaha rehabilitasi ini untuk meningkatkan kesadaran

individu terhadap fungsi sosialnya dan menggali potensi positif

seperti bakat, minat, hobi, sehingga timbul kesadaran akan harga

diri serta tanggung jawab sosial secara mantap.

c. Bimbingan keterampilan diberikan agar individu mampu

menyadari akan keterampilan yang dimiliki dan jenis-jenis

keterampilan yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Lebih lanjut

agar individu dapat mandiri dalam hidup bermasyarakat dan

berguna bagi nusa dan bangsa.

d. Bimbingan dan penyuluhan diberikan terhadap keluarga dan

lingkungan sosial dimana penca berada. Bimbingan dan

penyuluhan dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan

tanggung jawab sosial keluarga dan lingkungan sosial, agar benar

benar memahami akan tujuan program rehabilitasi dan kondisi

klien sehingga mampu berpartisipasi dalam memecahkan

permasalahan klien.

2.2.3 Resosialisasi

Resosialisasi adalah segala upaya yang bertujuan untuk

menyiapkan penca agar mampu berintegrasi dalam kehidupan masyarakat.

Resosialisasi merupakan proses penyaluran dan merupakan usaha

penempatan para penca setelah mendapat bimbingan dan penyuluhan

sesuai dengan situasi dan kondisi individu yang bersangkutan.

Resosialisasi merupakan penentuan apakah individu penca betul-betul

sudah siap baik fisik, mental, emosi, dan sosialnya dalam berintegrasi

20

Page 21: Rehabilitasi medis dan sosial

dengan masyarakat, dan dari kegiatan resosialisasi akan dapat diketahui

apakah masyarakat sudah siap menerima kehadiran dari penca.

2.2.4 Pembinaan Tindak Lanjut (after care)

Pembinaan tindak lanjut diberikan agar keberhasilan klien dalam

proses rehabilitasi dan telah disalurkan dapat lebih dimantapkan, dari

pembinaan tindak lanjut juga akan diketahui apakah klien dapat

menyesuaikan diri dan dapat diterima di masyarakat.

Tujuan dari pembinaan tindak lanjut adalah memelihara,

memantapkan, dan meningkatkan kemampuan sosial ekonomi dan

mengembangkan rasa tanggung jawab serta kesadaran hidup

bermasyarakat. Oleh karena itu, kegiatan tindak lanjut sangat penting,

karena di samping klien termonitoring kegiatannya juga dapat diketahui

keberhasilan dari program rehabilitasi yang telah diberikan.

Usaha rehabilitasi sosial (Depsos 1988:9) menurut pendekatan

pelayanan sosial dilaksanakan melalui tiga sistem, yaitu:

a. Sistem Panti

Pusat/panti/sasana rehabilitasi sosial dibangun dan dilengkapi

dengan berbagai peralatan dan fasilitas untuk menyelenggarakan program

dan kegiatan rehabilitasi sosial guna membimbing penca kearah kehidupan

yang produktif serta memberikan kemungkinan-kemungkinan yang lebih

luas agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

b. Sistem Non Panti yang Berbasis Masyarakat

Pada dasarnya konsep layanan rehabilitasi sosial non panti ini

berorientasikan kepada masyarakat sebagai basis pelayanannya

(community-based social rehabilitation), artinya menggunakan masyarakat

sebagai wadah atau pangkalan untuk menyelenggarakan pelayanan

rehabilitasi, yang pelaksanaannya terutama dilakukan dengan bantuan

tenaga sosial sukarela yang berasal dari masyarakat desa (LKMD).

Fungsi rehabilitasi sosial non panti adalah meningkatkan usaha-

usaha ke arah penyebaran pelayanan rehabilitasi sosial yang berbasis

masyarakat, meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan

21

Page 22: Rehabilitasi medis dan sosial

bidang kesejahteraan sosial yang semakin merata, meningkatkan integrasi

para penca.

c. Lingkungan Pondok Sosial

Lingkungan pondok sosial adalah usaha rehabilitasi secara

komprehensif dan integratif bagi penyandang permasalahan sosial

termasuk penca di suatu perkampungan sosial dalam rangka

refungsionalisasi dan pengembangan baik fisik, mental, maupun sosialnya.

Tujuan dikembangkannya lingkungan pondok sosial adalah:

memberi kesempatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan fungsi

sosial para penyandang permasalahan sosial, yang semula tidak

berkesempatan dan berkemampuan melaksanakan fungsi sosialnya

sebagaimana mestinya,baik untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri,

keluarga, dan kelayakan pergaulan dalam masyarakat.

Dengan demikian penanganan masalah sosial penca merupakan

serangkaian kegiatan dalam rehabilitasi medis, vokasional, dan rehabilitasi

sosial dimana satu dan lainnya saling keterkaitan, baik yang bersifat

pencegahan, pembinaan, bimbingan dan penyuluhan, penyantunan sosial

dan pengembangan sebagai upaya mempersiapkan pengentasan para penca

sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan

masyarakat.

22

Page 23: Rehabilitasi medis dan sosial

BAB III

LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK

3.1 Kasus

3.1.1 Anamnesis (alloanamnesis keluarga penderita)

a. Keluhan utama

Kelemahan anggota gerak kanan

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Kelemahan anggota gerak kanan dialami penderita sejak 2 minggu

yang lalu (10 Juni 2014). Kelemahan anggota gerak kanan terjadi secara

tiba- tiba saat penderita sedang bangun tidur di pagi hari. Kelemahan

anggota gerak kanan disertai dengan mulut mencong ke kanan dan

gangguan bicara. Penderita tidak mengalami penurunan kesadaran,

gangguan menelan tidak ada, muntah tidak ada, kejang tidak ada dan sakit

kepala tidak ada. Penderita kemudian dibawa ke RSUP Prof Kandou dan

dirawat selama 7 hari. Saat pemeriksaan, penderita tampak lemah anggota

gerak kanan dan mengalami gangguan berbicara. Penderita duduk di kursi

roda dan dalam beraktivitas membutuhkan bantuan orang lain. Menurut

keluarga penderita, sejak sakit penderita tampak lebih pendiam dan kurang

berinteraksi dengan keluarga. Buang air kecil biasa via pampers, buang air

besar biasa via pampers.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Penderita mengalami hipertensi ± sejak 30 tahun yang lalu, tidak

terkontrol. Keluarga dan penderita lupa nama obat yang diminum. Riwayat

penyakit jantung ± sejak 10 tahun yang lalu, tidak terkontrol. Keluarga dan

penderita lupa nama obat yang diminum. Sebelumnya penderita tidak

pernah mengalami stroke. Riwayat diabetes melitus, kolesterol, asam urat,

dan penyakit ginjal sebelumnya tidak dialami penderita.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Hanya penderita yang mengalami sakit seperti ini.

e. Riwayat Kebiasaan

23

Page 24: Rehabilitasi medis dan sosial

Penderita biasanya melakukan aktifitas bercocok tanam. Penderita

tidak memiliki kebiasaan merokok dan tidak minum minuman beralkohol.

f. Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita seorang pensiunan, mempunyai 7 orang anak dan sudah

menikah, tidak ada tanggungan lagi. Saat ini penderita tinggal bersama

suaminya dan 1 orang anak beserta menantu dan cucunya di sebuah rumah

permanen, atap seng, dinding beton, berlantai beton, tidak bertingkat, dan

memiliki 5 buah kamar. Kamar mandi dan Water Closed (WC) berada di

dalam rumah, dengan menggunakan kloset jongkok. Sumber penerangan

menggunakan listrik, dan sumber air minum menggunakan air bor. Untuk

biaya pengobatan penderita saat ini ditanggung oleh askes.

3.1.2 Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalis

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Glasgow Coma Scale (GCS) : E4M6V5

Tanda Vital : Tekanan Darah : 150 / 90 mmHg

Nadi : 84 x / menit

Respirasi : 20 x / menit

Suhu : 36,00 C

Kepala : Normosefal

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,Pupil

bulat isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+

Normal

Telinga : Sekret tidak ada

Hidung : Septum tidak ada deviasi, sekret tidak ada

Mulut : Bibir tidak sianosis, deviasi lidahke kanan

Leher               : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax : Bentuk simetris, retraksi tidak ada

Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

24

Page 25: Rehabilitasi medis dan sosial

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas-batas jantung normal

Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal.

bising (-)

Pulmo : Inspeksi : pergerakan simetris

Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan

kiri

Perkusi : sonor kanan sama dengan kiri

Auskultasi : suara pernapasan vesikuler, ronkhi

(-/-), wheezing(-/-)

Abdomen : Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar/lien

tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas     : Akral hangat, edema (-)

b. Status Neurologis

Pemeriksaan nervus cranialis :

Nervus Tes Dekstra Sinistra

N. I (N.

Olfaktorius)

Sensorik

- Tes penciuman

Normal Normal

N. II (N. Optikus)

Sensorik

- Tes ketajaman

penglihatan

- Tes lapang pandang

normal

normal

normal

normal

N. III (N.

Okulomotorius)

N. IV (N.

Motorik

- Ptosis Tidak ada Tidak ada

25

Page 26: Rehabilitasi medis dan sosial

Troklearis)

N. VI (N.

Abdusen)

- Posisi bola mata

- Pupil

- Gerakan bola mata

normal

Refleks Cahaya

(positif) bulat,

isokor

normal

normal

Refleks Cahaya

(positif) bulat,

isokor

Normal

N. V (N.

Trigeminus)

Motorik

- Menggerakkan

rahang

- Kontraksi m.

Maseter dan m.

Temporalis

Sensorik

- Rasa Raba

- Refleks Kornea

normal

normal

normal

normal

normal

normal

normal

normal

N. VII (N.

Fasialis)

Motorik

- Angkat alis

- Memejamkan mata

- Memperlihatkan

gigi

Sensorik

- Pengecapan (2/3

anterior lidah)

menurun

normal

menurun

normal

normal

normal

normal

normal

N. VIII (N.

Vestibulo-

Koklearis)

Sensorik

- Tes pendengaran

- Romberg Test

normal

Tidak dievaluasi

26

Page 27: Rehabilitasi medis dan sosial

N. IX

(N.

Glosofaringeus)

N. X (N. Vagus)

Motorik

Letak uvula

Sensorik

- Pengecapan (1/3

posterior lidah)

tengah

normal

N. XI

(N.Aksesorius)

Motorik

- Otot Sternokleido-

mastoideus

- Otot Trapezius

normal

normal

normal

normal

N. XII (N.

Hipoglosus)

Motorik

- Menjulurkan lidah deviasi ke kanan

c. Status Motorik dan Sensorik

StatusEkstremitas Superior Ekstremitas Inferior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Gerakan Menurun Normal Menurun Normal

Kekuatan otot 1/1/1/1 5/5/5/5 1/1/1/1 5/5/5/5

Tonus otot

Atrofi otot

Meningkat

(-)

Normal

(-)

Meningkat

(-)

Normal

(-)

Refleks fisiologis Meningkat (+)Normal Meningkat (+)Normal

Refleks patologis (-) (-) (-) (-)

Sensibilitas :

27

Page 28: Rehabilitasi medis dan sosial

Protopatik

Propioseptif

(+)Normal

(+)Normal

(+)Normal

(+)Normal

(+)Normal

(+)Normal

(+)Normal

(+)Normal

d. Status Otonom :

Buang air kecil biasa via pampers, buang air besar biasa via

pampers.

Indeks Barthel

Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai

Bladder Kontinensia, tanpa memakai alat bantu.

Kadang-kadang ngompol.

Inkontinensia urin.

10

5

0

5

Bowel/BAB Kontinensia, supositoria memakai alat bantu.

Dibantu.

Inkontinensia alvi.

10

5

0

5

Toileting Tanpa dibantu (buka/pakai baju, bersihkan dubur tidak

mengotori baju), boleh berpegangan pada dinding,

benda, memakai bad pan. Dibantu hanya salah satu

kegiatan diatas.

Dibantu.

10

5

5

Kebersihan

diri

Tanpa dibantu cuci muka, menyisir rambut, hias, gosok

gigi, termasuk persiapan alat-alat tersebut.

Dibantu.

5

0

5

Berpakaian Tanpa dibantu/dibantu sebagian.

Dibantu.

10

510

28

Page 29: Rehabilitasi medis dan sosial

Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai

Makan Tanpa dibantu.

Memakai alat-alat makan dibantu sebagian.

Dibantu.

10

5

0

5

Transfer/

berpindah

Tanpa dibantu berpindah.

Bantuan minor secara fisik atau verbal.

Bantuan mayor secara fisik, tetapi dapat duduk tanpa

dibantu.

Tidak dapat duduk / berpindah.

15

10

5

0

5

Mobilitas Berjalan 16m di tempat datar, boleh dengan alat bantu

kecuali rolling walker, berjalan tanpa dibantu.

Menguasai alat bantunya, memakai kursi roda dengan

dibantu.

Immobile.

15

10

5

10

Naik turun

tangga

Tanpa dibantu.

Dibantu secara fisik / verbal.

Tidak dapat.

10

5

0

0

Mandi Tanpa dibantu.

Dibantu.

5

00

Total 100 50

Nilai Interpretasi

0-20 Disabilitas Total

25-45 Disabilitas Berat

50-75 Disabilitas Sedang

80-90 Disabilitas Ringan

100 Mandiri

Interpretasi : 50 (Disabilitas Sedang)

29

Page 30: Rehabilitasi medis dan sosial

3.1.3 Resume

Perempuan, 76 tahun dengan kelemahan anggota gerak kanan yang

terjadi secara tiba-tiba sejak 2 minggu yang lalu saat penderita bangun

tidur di pagi hari.Riwayat penyakit dahulu, hipertensi ± sejak 30 tahun

yang lalu, tidak terkontrol.Penyakit jantung ± sejak 10 tahun yang lalu,

tidak terkontrol.Mulut mencong ke kanan (+), gangguan bicara (+). Pada

pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah : 150 / 90 mmHg, nadi 84 kali

/ menit, respirasi 20 kali / menit, suhu 36º C. Pada pemeriksaan nervus

cranialis didapatkan kesan paresis N. VII dan XII sentral dextra. Pada

pemeriksaan motorik, kekuatan otot ekstremitas superiordekstra 1/1/1/1

danekstremitas inferiordekstra 1/1/1/1, tonus otot meningkatpada

ekstremitas superior dan inferior dextra. Indeks Barthel :50 (disabilitas

sedang).

3.1.4 Diagnosis

Diagnosis Klinik : Hemiperesis dextra, Paresis N.VII perifer dextra

Disartria

Diagnosis Topis : Lesi subkortikal

Diagnosis Etiologis : Stroke iskemik

Diagnosis Fungsional : Impairment : Kelemahan anggota gerak kanan

Disability : Gangguan dalam melakukan

aktivitas sehari-hari.

Handicap : tidak dapat melakukan kegiatan

sosial (bekerja dan beribadah)

3.1.5 Problem Rehabilitasi Medik

a. Kelemahan anggota gerak kanan.

b. Gangguan transfer dan ambulasi.

c. Gangguan mobilisasi.

d. Gangguan bicara.

e. Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (AKS).

30

Page 31: Rehabilitasi medis dan sosial

f. Penderita tampak lebih pendiam dan kurang berinteraksi dengan

keluarga.

g. Kecemasan keluarga akan kondisi pasien

3.1.6 Penatalaksanaan

1. Fisioterapi

Evaluasi :

Kontak dan pemahaman baik.

Kelemahan extremitas superior dan inferior dekstra, dengan

kekuatan otot 1/1/1/1 dan 1/1/1/1.

Program :

Infra red ekstremitas superior dan inferior dextra.

Latihan lingkup gerak sendi (LGS) pasif untuk ekstremitas

superior dan inferior dextra.

Latihan peningkatan kekuatan otot-otot ekstremitas superior dan

inferior dextra.

Streching ekstremitas superior dan inferior dextra

2. Terapi Okupasi

Evaluasi :

Kontak dan pemahaman baik.

Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, seperti

toileting(memegang gayung), kebersihan diri (memegang sikat

gigi),feeding (memegang sendok serta gelas), berpakaian

(memakai baju, mengancing baju, melepaskan baju), ambulasi dan

naik turun tangga.

Program :

Latihan peningkatan aktivitas sehari-hari dengan ketrampilan.

3. Terapi Wicara

Evaluasi :

Kontak dan pemahaman baik.

31

Page 32: Rehabilitasi medis dan sosial

Bicara pelo (+)

Program :

Masase otot bicara.

Latihan bicara dan artikulasi.

4. Ortotik Prostetik

Evaluasi :

Kontak dan pemahaman baik.

Kelemahan extremitas superior dan inferior dekstra, dengan

kekuatan otot 1/1/1/1 dan 1/1/1/1.

Program :

Saat ini penderita menggunakanwheel chair

Rencana ankle foot orthosis (AFO)

Rencana arm sling

5. Psikologi

Evaluasi :

Kontak dan pemahaman baik.

Penderita tampak lebih pendiam dan kurang berinteraksi dengan

keluarga.

Keluarga pasien cemas dengan kondisi pasien

Program :

Memberikan dukungan mental pada penderita dan keluarga tentang

penyakit penderita dan prognosisnya.

6. Sosial Medik

Evaluasi :

Penderita seorang pensiunan, mempunyai 7 orang anak dan sudah

menikah, tidak ada tanggungan lagi. Tinggal di sebuah rumah

permanen bersama suaminya dan 1 orang anak beserta menantu

dan cucunya. Kamar mandi dan water closed (WC) terletak di

32

Page 33: Rehabilitasi medis dan sosial

dalam rumah, kloset jongkok. Biaya pengobatan penderita saat ini

ditanggung oleh ASKES.

Program :

Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita untuk

berobat dan berlatih secara teratur.

Mengadakan edukasi dan evaluasi terhadap lingkungan rumah.

Modifikasi kloset jongkok menjadi kloset duduk.

3.1.7 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

3.2 Pembahasan Program Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke

Perhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi potensi perkembangan

pasien dengan rehabilitasi yang intensif. Tujuan dari rehabilitasi harus

realistis dan fleksibel sebab status neurologis dari pasien dan derajat kelainan

biasanya berubah seiring waktu. Hal terbaik didapatkan jika pasien dan

keluarga berpartisipasi dalam mencapai tujuan rehabilitasi.

a. Fase awal

Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan

melindungi fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah

keadaan umum memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat

dikerjakan adalah proper bed positioning, latihan lingkup gerak sendi,

stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah

emosional.

b. Fase lanjutan

Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam

mobilisasi dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada

waktu penderita secara medik telah stabil.Biasanya penderita dengan stroke

trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah

33

Page 34: Rehabilitasi medis dan sosial

stroke. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15

hari setelah stroke. Program pada fase ini meliputi :

1. Fisioterapi

Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan

2 kebawah).

Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan

otot.

Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif

tergantung dari kekuatan otot.

Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.

Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.

Latihan mobilisasi.

2. Okupasi Terapi

Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam

aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi

neurologis pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat

bantu yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara

mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan

pemakaian alat-alat yang disesuaikan.

3. Terapi Bicara

Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi.

Ini dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:

Latihan pernapasan ( pre speech training ) berupa latihan napas,

menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.

Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan

mengucapkan kata-kata.

Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi

mengucapkan kata-kata.

Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.

4. Ortotik Prostetik

Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti

dalam membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering

34

Page 35: Rehabilitasi medis dan sosial

digunakan antara lain: arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short

leg brace, cock-up splint, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot

orthotic (KAFO).

5. Psikologi

Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan

melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase

penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase

tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat,

berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah

lewat.Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat

menerima rehabilitasi.

6. Sosial Medik dan Vokasional

Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara

keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan

lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita.

35

Page 36: Rehabilitasi medis dan sosial

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad Toha Muslim. 1996. Peranan Rehabilitasi Medis dalam Pelayanan

Kesehatan. Bandung. FK UNPAD.

2. Ahsani, E.2010.Rehabilitasi Medik.http://noteskedokteran.blogspot.com

diakses 26 November 2013 pukul 13.00 WIB

3. Opitz, JL., Folz, T.J., Gelfman, R., Peters, D.J.1997. The history of physical

medicine and rehabilitation as recorded in the diary of Dr.Frank Krusen : Part

1.Gathering momentum (the years before 1942).

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9111468

4. Keputusan Menteri Kesehatan No: 378/Menkes/SK/IV/2008 tentang Pedoman

Pelayanan Rehabilitasi Medis

5. Ridwan, dr. 2011. Rehabilitasi Medis. www.google.com.

36