Upload
vudat
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI
TAHUN 2015-2019
BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI 2014
LAMPIRAN KEPUTUSAN
KEPALA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI
Nomor : 565/BPKIMI/KEP/12/2014
Tanggal : 31 Desember 2014
RENCANA STRATEGIS
BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2015 - 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kondisi Umum
B. Potensi dan Permasalahan
BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN BPKIMI
A. Visi
B. Misi
C. Tujuan
D. Sasaran Strategis
BAB III
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
A. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Perindustrian
B. Arah Kebijakan dan Strategi BPKIMI
C. Kerangka Regulasi
D. Kerangka Kelembagaan
BAB IV
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
A. Target Kinerja
B. Kerangka Pendanaan
BAB IV PENUTUP
KEPUTUSAN
KEPALA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI NOMOR : 565/BPKMI/KEP/12/2014
T E N T A N G RENCANA STRATEGIS
BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2015 - 2019
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan
Menteri Perindustrian Nomor 150/M-IND/PER/12/2011 tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah di Lingkungan Kementerian Perindustrian, perlu
menetapkan Keputusan Kepala Badan Pengkajian Kebijakan
Iklim dan Mutu Industri Tahun 2015 – 2019;
Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014;
2. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M-IND/
PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Perindustrian;
3. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 150/M-lND/
PER/12/2011 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Akntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan
Kementerian Perindustrian;
M E M U T U S K A N
Menetapkan : Keputusan Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim Dan Mutu
Industri Tentang Rencana Strategis Badan Pengkajian Kebijakan
Iklim Dan Mutu Industri Tahun 2015 - 2019.
Pasal 1
1) Rencana Strategis Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu
Industri Tahun 2015 – 2019 yang selanjutnya disebut Renstra
BPKIMI merupakan dokumen perencanaan BPKIMI untuk
periode 5 (lima) tahun terhitung mulai Tahun 2015 sampai
dengan Tahun 2019;
2) Renstra BPKIMI Tahun 2015-2019 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang tidak
terpisahkan dari peraturan Kepala Badan ini.
Pasal 2
Renstra BPKIMI Tahun 2015-2019 berisi visi, misi, tujuan,
sasaran strategis, arah kebijakan, strategi, kerangka regulasi,
kerangka kelembagaan, program, kegiatan, indikator kinerja,
target kinerja dan pendanaan yang disusun berdasarkan
Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2015-2019.
Pasal 3
Peraturan Kepala BPKIMI ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal : 31 Desember 2014
Kepala BPKIMI,
Arryanto Sagala
Tembusan :
1. Para Kepala Satker di Lingkungan BPKIMI;
2. Para Kepala Bagian di Lingkungan Sekretariat BPKIMI;
3. Pertinggal.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Kata Pengantar i
KATA PENGANTAR
Rencana Strategis (Renstra) Badan Pengkajian Kebijakan Iklim Dan Mutu Industri
(BPKIMI) tahun 2015-2019 disusun untuk memenuhi amanat Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional dimana Pimpinan Kementerian/Lembaga
diamanatkan untuk menyiapkan rancangan rencana strategis Kementerian/Lembaga
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Arah kebijakan di dalam Renstra BPKIMI mengacu pada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian,
RPJMN tahun 2015 – 2019, dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun
2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dengan fokus pada peningkatan nilai tambah di
dalam negeri melalui pengelolaan sumber daya industri yang berkelanjutan, serta
peningkatan daya saing dan produktivitas industri nasional.
Dalam rangka menjamin keberhasilan pelaksanaan dan terwujudnya pencapaian
Renstra BPKIMI 2015-2019 maka akan dilakukan evaluasi terhadap Renstra BPKIMI setiap
tahun dengan memperhatikan kebutuhan serta perubahan lingkungan strategis. Bila
diperlukan, Renstra BPKIMI akan disempurnakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku
tanpa mengubah visi dan misi BPKIMI periode 2015-2019.
Renstra BPKIMI 2015-2019 diharapkan mampu meningkatkan keterpaduan,
keteraturan, keterkendalian serta menjadi pedoman dalam perencanaan program dan
kegiatan di seluruh Satuan kerja di lingkungan BPKIMI dalam rangka mencapai kinerja
yang tinggi sebagaimana yang digariskan pada indikator kinerja dari masing-masing unit
kerja di lingkungan BPKIMI.
Jakarta, 31 Desember 2014
Kepala BPKIMI,
Arryanto Sagala
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Daftar Isi ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. v
Bab I. Pendahuluan ................................................................................................ 1
I.1 KONDISI UMUM .................................................................................. 1
A. PENCAPAIAN PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN
2010 – 2014 ....................................................................................... 3
B. PENCAPAIAN PROGRAM PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM, DAN MUTU
INDUSTRI TAHUN 2010 – 2014 ............................................................... 6
I.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN .......................................................... 19
A. Potensi ........................................................................................... 20
B. Permasalahan .................................................................................. 26
BAB II. VISI, MISI DAN TUJUAN BPKIMI ................................................................ 36
II.1 VISI BPKIMI ...................................................................................... 36
II.2 MISI BPKIMI ...................................................................................... 36
II.3 TUJUAN BPKIMI ................................................................................ 37
II.4 SASARAN STRATEGIS BPKIMI .............................................................. 38
A. PERSPEKTIF PEMANGKU KEPENTINGAN .............................................. 38
B. PERSPEKTIF PROSES INTERNAL ......................................................... 38
C. PERSPEKTIF PEMBELAJARAN ORGANISASI ........................................... 39
BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA
KELEMBAGAAN .................................................................................................. 44
III.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN ........... 44
A. INDUSTRI PRIORITAS ........................................................................ 44
B. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI ........................................... 44
C. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI .......................... 46
III.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPKIMI .............................................. 48
III.3 KERANGKA REGULASI ....................................................................... 49
III.4 KERANGKA KELEMBAGAAN ................................................................ 51
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Daftar Isi iii
A. STRUKTUR ORGANISASI BPKIMI ......................................................... 51
BAB IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ..................................... 55
IV.1 TARGET KINERJA .............................................................................. 55
IV.2 KERANGKA PENDANAAN ................................................................... 57
BAB V. PENUTUP ................................................................................................ 58
LAMPIRAN .......................................................................................................... 61
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Daftar Tabel iv
DAFTAR TABEL
Tabel I-1 Capaian Sasaran Strategis Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi
Industri Tahun 2010 - 2014 ........................................................................................ 4
Tabel I-2 Capaian Sasaran Strategis Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi
Industri Tahun 2010 - 2014 ........................................................................................ 7
Tabel I-3 Perkembangan Impor Produk Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2010 – 2014 ...... 8
Tabel I-4 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Efektifitas Kebijakan Iklim Usaha Tahun 2010 -
2014 ..................................................................................................................... 9
Tabel I-5 Capaian Sasaran Strategis Memfasilitasi Penerapan, Pengembangan, dan Penggunaan
Kekayaan Intelektual Tahun 2010 - 2014 ..................................................................... 12
Tabel I-6 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Peran Standisasi Tahun 2010 - 2014 ......... 15
Tabel I-7 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau ................ 17
Tabel I-8 Kompetensi Inti Balai Besar ....................................................................... 21
Tabel I-9 Fokus Baristand Industri ........................................................................... 21
Tabel I-10 Jumlah SDM BPKIMI ............................................................................... 22
Tabel I-11 Keunggulan Komparatif Sumber Daya Alam Indonesia .................................. 24
Tabel II-2 Sasaran Strategis Dan Kinerja Sasaran Strategis BPKIMI 2015 – 2019 .................... 41
Tabel III-1 Sasaran Penambahan Kebutuhan Standardisasi Industri ............................... 46
Tabel III-2 Sasaran Pengembangan Industri Hijau Tahun 2015 - 2019 ................................. 47
Tabel III-3 Matriks Kerangka Regulasi Kementerian Perindustrian ..................................... 50
Tabel III-4 Matriks Kerangka Regulasi ......................................................................... 53
Tabel IV-1 Sasaran dan Indikator Kinerja Program Pengembangan Teknologi, Standardisasi,
dan Industri Hijau ................................................................................................. 55
Tabel IV-2 Kebutuhan Pendanaan BPKIMI Tahun 2015 – 2019 ....................................... 57
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Daftar Gambar v
DAFTAR GAMBAR
Gambar I-1 Skema Garansi ...................................................................................... 32
Gambar I-2 Skema Penjaminan................................................................................. 32
Gambar II-1 Peta Strategis Tahun 2015 – 2019 .............................................................. 40
Gambar III-1 Bagan Struktur Organisasi ...................................................................... 53
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 1
BAB I. PENDAHULUAN
I.1 KONDISI UMUM
Pembangunan Indonesia saat ini diarahkan untuk mewujudkan Trisakti, yakni berdaulat
dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Trisakti menjadi basis dalam pembangunan karakter kebangsaan dan landasan kebijakan nasional
masa depan yang dirumuskan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas atau Nawa Cita. Kementerian
Perindustrian dalam menjalankan tupoksinya harus dapat menjabarkan agenda prioritas
mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik pada program-program nyata untuk mencapai kemandirian dalam perekonomian
diwujudkan dalam pembangunan demokrasi ekonomi dan peningkatan daya saing.
Dalam Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 pun telah ditetapkan bahwa visi pembangunan
nasional adalah untuk mewujudkan Indonesia Yang Mandiri, Maju, Adil Dan Makmur.
Di dalamnya disebutkan bahwa struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan sektor
industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas,
kelautan, dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan
berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif yang menerapkan praktik terbaik dan
ketatakelolaan yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh. Pembangunan industri
diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya saing dengan struktur industri yang sehat dan
berkeadilan.
Berdasarkan arah kebijakan pembangunan RPJPN tersebut di atas, maka pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 – 2014 ditetapkan visi
pembangunan industri nasional yaitu Memantapkan Daya Saing Basis Industri Manufaktur yang
Berkelanjutan serta Terbangunnya Pilar Industri Andalan Masa Depan dengan fokus prioritas
pembangunan industri pada 3 (tiga) hal sebagai berikut:
1) Fokus Prioritas Penumbuhan Populasi Usaha Industri dengan hasil peningkatan jumlah
populasi usaha industri dengan postur yang lebih sehat;
2) Fokus Prioritas Penguatan Struktur Industri dengan hasil yang diharapkan adalah semakin
terintegrasinya IKM dalam gugus (cluster) industri, tumbuh dan berkembangnya gugus
(cluster) industri demi penguatan daya saing di pasar global;
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 2
3) Fokus Prioritas Peningkatan Produktivitas Usaha Industri dengan hasil yang diharapkan dari
pelaksanaan fokus ini adalah meningkatnya nilai tambah produk melalui penerapan iptek.
Dalam rangka mewujudkan visi pembangunan industri tersebut, BPKIMI telah
melaksanakan serangkaian program dan kegiatan sebagaimana yang tertuang pada Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Perindustrian tahun 2010 – 2014. Program Pengkajian Kebijakan,
Iklim dan Mutu Industri yang telah dilaksanakan BPKIMI selama periode tahun 2010 – 2014 terdiri
dari kegiatan sebagai berikut:
1) Kegiatan Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri yang dilaksanakan melalui
kegiatan-kegiatan: (i) Peningkatan Standardisasi Industri; (ii) Penerapan standardisasi dan
peningkatan mutu produk industri.
2) Kegiatan Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri yang dilaksanakan melalui
kegiatan-kegiatan: (i) Peningkatan Iklim Usaha Industri; (ii) Peningkatan Investasi Industri;
(ii) Pemodelan dan analisis industri; (iv) Terbangunnya sistem informasi industri yang
terintegrasi dan handal.
3) Kegiatan Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup yang dilaksanakan melalui
kegiatan-kegiatan: : (i) Penyusunan kebijakan, pedoman, standar dan sistem informasi
industri hijau; (ii) Pelaksanaan pilot project pengembangan energi baru terbarukan (EBT),
pelatihan teknik produksi bersih dan konservasi energi sektor industri.
4) Kegiatan Pengkajian Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual yang dilaksanakan melalui
kegiatan-kegiatan: (i) Pengembangan dan penerapan kebijakan teknologi; (ii)
Meningkatkan kesipterapan hasil litbang; dan (iii) Peningkatan Peran Pusat Manajemen
HKI; (iv) Pembinaan dan Penerapan HKI
5) Kegiatan Penyusunan dan Evaluasi Program Kebijakan Iklim, dan Mutu Industri yang
dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: (i) Peningkatan sarana dan prasarana
kelembagaan litbang; dan (ii) Penyediaan sistem informasi kelitbangan; (iii) Peningkatan
tertib administrasi dan pengeloaan keuangan; (iv) Perencanaan program/kegiatan,
monitoring, evaluasi, dan pelaporan; (v) Peningkatan kerja sama teknis dalam dan luar
negeri.
6) Kegiatan Pelayanan Teknis Sertifikasi Industri yang dilaksanakan melalui kegiatan-
kegiatan: (i) Pelayanan jasa pelayanan teknis; (ii) Peningkatan kerja sama dengan dunia
usaha
7) Penelitian dan Pengembangan Teknologi yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan:
(i) Peningkatan hasil litbang yang berkualitas; (ii) Peningkatan jumlah kerja sama litbang.
8) Riset dan Standardisasi yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: (i) Peningkatan hasil
litbang yang berkualitas; (ii) Peningkatan jumlah kerja sama litbang.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 3
Program dan kegiatan tersebut di atas merupakan penjabaran dari program prioritas
BPKIMI, kontrak kinerja Kepala BPKMI, dan program prioritas Kementerian Perindustrian. Untuk
mengukur tingkat keberhasilan dari pelaksanaan program dan kegiatan, di dalam Renstra
Kementerian Perindustrian juga telah ditetapkan sasaran-sasaran strategis beserta indikator
kinerja utama (IKU) yang bersifat kuantitatif dari masing-masing sasaran strategis.
A. PENCAPAIAN PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010
– 2014
Berdasarkan RPJMN tahun 2010 – 2014, Kementerian Perindustrian mendapatkan
tugas untuk melaksanakan program-program prioritas nasional sebagai berikut:
1) Prioritas Nasional (PN) 5 yaitu bidang Ketahanan Pangan melalui Program Revitalasi
Industri Pupuk dan Industri Gula;
2) Prioritas Nasional (PN) 7 yaitu bidang Iklim Investasi dan Iklim Usaha melalui Program
Fasilitasi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK);
3) Prioritas Nasional (PN) 8 yaitu bidang Energi melalui Program Pengembangan Klaster
Industri Berbasis Migas, Kondensat;
4) Prioritas Nasional (PN) 13 yaitu bidang Perekonomian Lainnya melalui Program
Pengembangan Klaster Industri Berbasis Pertanian, oleochemical.
Selanjutnya, menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor
41/M-IND/PER/3/2010 tentang Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama Kementerian
Perindustrian dan Unit Eselon I Kementerian Perindustrian sebagaimana yang telah diubah
oleh Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 114/M-IND/PER/12/2013
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/3/2010
tentang Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama Kementerian Perindustrian dan Unit
Eselon I Kementerian Perindustrian, dalam Rencana Strategis Kementerian Perindustrian
tahun 2010 – 2014 telah ditetapkan 7(tujuh) sasaran strategis dalam perspektif pemangku
kepentingan (stakeholders) adalah :
1. Nilai Tambah Industri
2. Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri
3. Meningkatnya Produktivitas SDM Industri
4. Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri
5. Kuat, Lengkap, dan Dalamnya Struktur Industri
6. Tersebarnya Pembangunan Industri
7. Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB Industri
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 4
BPKIMI mendapatkan tugas untuk melaksanakan sasaran strategis pada Tingginya
Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri. Inovasi dimaksud adalah
kreativitas untuk menciptakan produk baru sebagai hasil penelitian dan pengembangan
teknologi terapan, dan penelitian dari berbagai sektor lainnya. Indikator Kinerja Utama
(IKU) dari sasaran strategis ini adalah sebagai berikut:
1) Jumlah hasil penelitian dan pengembangan (litbang) yang siap diterapkan, diukur melalui
penghitungan jumlah hasil penelitian dan pengembangan (khusus yang dikerjakan oleh
Balai Besar dan Baristand Industri).
2) Jumlah hasil litbang yang telah diimplementasikan, diukur melalui penghitungan jumlah
teknologi sebagai hasil penelitian yang sudah diterapkan dan dimanfaatkan industri atau
IKM dan telah masuk dalam skala pabrik/manufaktur.
Adapun target dan capaian BPKIMI dalam kurun waktu 2010-2014 adalah :
Tabel I-1 Capaian Sasaran Strategis Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri Tahun 2010 - 2014
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan 2010 2011 2012 2013 2014
T R T R T R T R T R
Tingginya kemampuan Inovasi dan penguasaan teknologi industri
Jumlah hasil litbang yang siap diterapkan
Hasil litbang
200 157 168 186 194 200 87 96 30 49
Jumlah hasil litbang yang telah diimplementasikan
Hasil litbang
50 50 50 25 32 33 45 42 10 37
Pada pencapaian jumlah hasil litbang yang siap diterapkan periode tahun 2010 – 2012
mengalami peningkatan realisasi, namun pada tahun 2013-2014 menunjukan penurunan
bila dibandingkan tahun sebelumnya. Walaupun demikian, bila di lihat pada tahun 2010
tidak tercapainya target pada pada tahun tersebut dikarenakan terbatasnya sarana
prasarana, kurang tenaga fungsional peneliti muda, dan apabila merujuk pada Permenperin
Nomor 41/M-IND/PER/3/2010 tentang Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama (IKU)
Kementerian Perindustrian dan Unit Eselon I Kementerian Perindustrian yaitu target jumlah
Hasil Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri Terapan Inovatif sebesar 250
penelitian adalah merupakan jumlah hasil penelitian BPKIMI dan Direktorat Jenderal
lainnya. Sehingga pada tahun 2012, atas hal tersebut target untuk IKU ini diturunkan dan
mampu mencapai target yang diharapkan. Sedangkan untuk tahun 2013, berhubung
terbatasnya alokasi anggaran untuk penelitian di balai litbang Kementerian Perindustrian,
maka terjadi penurunan target kembali. Meskipun anggaran kurang namun jumlah hasil
penelitian mampu melampaui target yang diharapkan.
Penurunan jumlah litbang yang siap diterapkan pada tahun 2013-2014 ini karena
adanya perbedaan penetapan kriteria penelitian yang dianggap siap diterapkan, ketika
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 5
dalam penyusunan Renstra penelitian yang siap diterapkan adalah seluruh penelitian yang
dilaksanakan pada saat tahun anggaran berjalan, namun pada tahun 2013-2014 agar lebih
berorientasi outcome maka yang dimaksudkan dengan Hasil Litbang yang Siap Diterapkan
adalah hasil litbang dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, telah diuji coba, diakui oleh pihak
eksternal, ada hasil nyata yang dapat dilihat pada waktu didiseminasikan. Dengan
bertambahnya kriteria penelitian hasil litbang yang siap diterapkan menyebabkan
meningkatnya litbang dari segi kualitas, namun menurunnya jumlahnya secara kuantitas.
Sedangkan untuk jumlah hasil litbang yang telah diimplementasikan 2010 – 2014,
pada periode tahun 2010-2011 terdapat penurunan realisasi hasil litbang yang telah
diimplementasikan, namun dalam periode 2011 – 2013 terjadi peningkatan jumlah realisasi
meskipun target tidak terpenuhi, kecuali di tahun 2012 dan tahun 2014 mengalami
penurunan kembali. Beberapa faktor yang mendorong capaian hasil litbang yang
diimplementasikan, adalah:
1. Beberapa hasil litbang kualitasnya sudah meningkat sesuai dengan kebutuhan industri,
sehingga industri/perusahaan tertarik untuk mengaplikasikan litbang tersebut. Untuk
lebih meningkatkan kualitas litbang diperlukan dukungan sarana yang memadai;
2. Hasil litbang yang diciptakan sudah mempunyai nilai ekonomis sehingga dapat
dikomersialisasikan;
3. Beberapa hasil litbang masih memerlukan penelitian pengembangan, analisa kelayakan
industri, dan kajian teknis bagaimana proses produksi secara massal dilaksanakan di
pabrik/perusahaan pendukung;
4. Beberapa hasil litbang telah membuat MoU dalam proses pengembangan penelitian ke
tahap berikutnya.
Upaya pengembangan kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri tidak
lepas dari upaya pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan dukungan sarana
prasarana litbang. Tatangan yang dihadapi dalam mengembangkan tingginya kemampuan
inovasi dan penguasaan teknologi industri adalah :
- Keterbatasan sumber daya litbang (SDM, sarana, dan prasarana litbang);
- Masih terbatasnya pemanfaatan hasil litbang di lingkungan masyarakat industri, bila
dibandingkan jumlah litbang yang potensial untuk diterapkan. Hal ini antara lain
disebabkan oleh banyak pelaku industri yang masih sangat tergantung dengan teknologi
dari luar negeri; masih terbatasnya akses terhadap sumber-sumber informasi, teknologi,
dan pelayanan litbang teknologi; serta hasil litbang belum dapat menjawab kebutuhan
industri dalam menyelesaikan permasalahan yang ada;
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 6
- Minimnya hasil litbang yang dapat dimanfaatkan oleh mayarakat industri karena
umumnya masih dalam bentuk prototype atau uji coba, sehingga menyebabkan
kontribusi litbang terhadap pembangunan ekonomi masih kurang;
- Masih terbatasnya dukungan peralatan laboratorium dari segi kapasitas dan usia
peralatan yang rata-rata relatif sudah tua atau rusak. Sementara itu, dalam beberapa
kasus terdapat bantuan peralatan baru namun terhambat pada kemampuan operasional
teknis atau daya listrik pada satker tertentu;
- Masih kurangnya pelatihan di bidang teknologi yang sesuai dengan kebutuhan satker
BPKIMI dalam meningkatkan kompetensi SDM Peneliti di Balai;
- Terbatasnya penyediaan anggaran Litbang karena untuk menyelesaikan
program/kegiatan prioritas lainnya.
Tindak lanjut yang dilakukan untuk pengembangan kemampuan inovasi dan
penguasaan teknologi industri antara lain : lebih realistis dalam penentuan target hasil
teknologi; mempertajam fokus litbang lindustri yang berorientasi pada pemetaan
kebutuhan usaha; meningkatkan kapasitas dan kapabilitas litbang industri dengan
memperkuat SDM, kelembagaan intermediasi, dan sarana litbang; meningkatkan
Komersialisasi Hasil Riset Teknologi; dan meningkatkan kompetensi profesional peneliti.
B. PENCAPAIAN PROGRAM PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM, DAN MUTU INDUSTRI
TAHUN 2010 – 2014
Selain Program Prioritas pada Program Pengkajian Kebijakan Iklim, Dan Mutu Industri
seperti dijelaskan sebelumnya, terdapat hasil capaian kinerja yang telah dilaksanakan dari
masing-masing sasaran strategis kegiatan, antara lain sebagai berikut :
1. Berkembangnya Litbang Sektor Industri Di Instansi dan Industri
Indikator kinerja Kerjasama Litbang Instansi dengan Industri peningkatan
kemampuan teknologi oleh dunia industri perlu dilakukan dalam upaya membangun
industri berbasis ilmu pengetahuan (IPTEK) yang berdaya saing dan menghasilkan inovasi
teknologi yang efektif dan efisien sehingga dapat memberikan kontribusi yang cukup tinggi
terhadap sektor industri. Untuk memperoleh pembelajaran teknologi guna mencari inovasi
baik dalam bentuk produk barang maupun jasa perlu melakukan kerjasama litbang Instansi
dengan industri.
Kerjasama litbang tersebut meliputi kerja sama dengan industri dan akademisi. Bila
dibandingkan dengan capaian kerjasama litbang Instansi dengan industri tahun 2010-2013
mengalami peningkatan, namun pada tahun 2014 mengalami penurunan.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 7
Tabel I-2 Capaian Sasaran Strategis Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri Tahun 2010 - 2014
Sasaran Strategis Indikator Kinerja
Utama Satuan
2010 2011 2012 2013 2014
T R T R T R T R T R
Berkembangnya R & D sektor industri di instansi dan industri
Kerjasama R & D instansi dengan industri
kerjasama 16 18 16 54 62 81 60 71 50 62
Penurunan pertumbuhan kerja sama industri disebabkan, antara lain :
- kurang terbangunnya jejaring kerja sama litbang dengan pihak terkait, seperti:
Kemenristek, LIPI, Perguruan Tinggi, Litbang Industri,dsb;
- minimnya hasil litbang yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat industri karena
umumnya masih dalam bentuk prototype atau uji coba;
- dalam penentuan kegiatan litbang belum berorientasi pada kebutuhan pasar/industri;
- hasil litbang belum tersosialisakan dengan baik pada masyarakat/industri;
- kerja sama atau kolaborasi litbang antar lembaga litbang pemerintah, Perguruan
Tinggi, dan Industri relatif masih rendah jika dibandingkan Negara lain;
- masih kurangnya pelatihan di bidang teknologi yang sesuai dengan kebutuhan satker
BPKIMI dalam meningkatkan kompetensi SDM Peneliti di Balai;
Langkah-langkah yang telah dilakukan, antara lain :
- perlu ditingkatkannya lagi usulan program dan kegiatan penelitian Balai Besar dan
Baristand Industri agar menghasilkan penelitian yang aplikatif, mempunyai kajian
tekno ekonomi, memiliki potensi untuk mendapat pengakuan HKI, termasuk penelitian
lebih lanjut yang diprakarsai dan dikerjakan secara bersama-sama oleh Balai Besar
Baristand Industri bersama industri/dunia usaha. Diharapkan kerja sama tersebut dapat
menghasilkan teknologi di bidang proses/produk/peralatan yang dibiayai bersama atau
dibiayai oleh dunia usaha yang sifatnya operasional;
- mempertajam fokus litbang industri yang berorientasi pada pemetaan kebutuhan
usaha;
- meningkatkan kapasitas dan kapabilitas litbang industri dengan memperkuat SDM,
kelembagaan intermediasi, dan sarana litbang;
- meningkatkan networking (jejaring) dengan lembaga/institusi dalam dan luar negeri
serta pelaku industri;
- memperkuat kompetensi inti Balai dan memperkuat peemasaran bersama Balai;
- meningkatkan Komersialisasi Hasil Riset Teknologi;
- meningkatkan kompetensi profesional peneliti.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 8
2. Meningkatnya Efektivitas Kebijakan Iklim Usaha
Impor sektor industri pengolahan nonmigas selama periode tahun 2010 – 2014
mencapai US$ 549,53 miliar, atau 76,31 persen dari total impor nasional yang sebesarUS$
720,1 miliar. Dengan demikian, maka defisit neraca perdagangan sektor industri pengolahan
nonmigas selama tahun 2010 – 2014 mencapai -US$ 51,48 miliar, perkembangan impor
produk industri pengolahan nonmigas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel I-3 Perkembangan Impor Produk Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2010 – 2014
US$ Juta
No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014* TOTAL
1 Besi Baja, Mesin-Mesin dan Otomotif 43.218,60 52.471,70 62.624,60 54.638,60 20.045,10 232.998,60
2 Elektronika 14.176,20 16.116,60 16.702,50 16.564,50 6.819,60 70.379,40
3 Kimia Dasar 11.431,50 15.413,30 16.077,10 16.387,90 6.959,20 66.269,00
4 Tekstil 5.031,20 6.735,20 6.805,50 7.116,20 3.023,40 28.711,50
5 Makanan dan Minuman 4.514,20 6.851,90 6.158,40 5.801,30 2.376,60 25.702,40
6 Alat-alat listrik 3.142,80 3.769,10 4.190,60 4.124,30 1.498,30 16.725,10
7 Pulp dan Kertas 2.731,80 3.262,60 3.019,90 3.200,60 1.273,90 13.488,80
8 Pupuk 1.509,20 2.707,00 2.918,40 1.941,60 719,4 9.795,60
9 Makanan Ternak 1.871,60 2.220,50 2.799,70 3.044,50 1.159,20 11.095,50
10 Barang-barang kimia lainnya 2.199,30 2.592,30 2.753,60 2.945,70 1.164,60 11.655,50
11 Plastik 0,00 0,00 0,00 0,00 953,6 953,60
12 Pengolahan Tembaga, Timah dll 1.822,10 2.195,10 2.377,40 2.141,40 900,8 9.436,80
13 Pengolahan Aluminium 1.398,20 1.936,60 1.973,10 1.838,90 0,00 7.146,80
TOTAL 12 BESAR INDUSTRI 93.046,70 116.271,90 128.400,80 119.745,50 46.893,70 504.358,60
TOTAL IMPOR INDUSTRI 101.115,40 126.099,50 139.734,10 131.402,90 51.184,90 549.536,80
TOTAL IMPOR NASIONAL 135.663,30 177.435,50 191.670,90 141.101,00 74.241,00 720.111,70
KONTRIBUSI IMPOR IND. NON MIGAS 74,53% 71,07% 72,90% 93,13% 68,94% 76,31%
Sumber : BPS, diolah Kementerian Perindustrian Ket. : * data s.d bulan Mei 2014
Berdasarkan berbagai kondisi makro perekonomian Indonesia diatas, terlihat
terjadinya penurunan kontribusi industri non-migas terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian bisa dikatakan industri belum tumbuh seperti yang diharapkan. Berbagai
masalah baik yang secara umum menghambat pertumbuhan industri maupun yang secara
khusus dihadapi oleh beberapa sektor industri masih perlu dicari solusinya. Dalam rangka
menekan laju impor tersebut pemerintah mendorong pengembangan industri subtitusi
impor dan mempercepat hilirisasi industri berbasis sumber daya alam.
Selain itu, permasalahan yang dihadapi sektor industri terdiri dari permasalahan
internal dan eksternal. Permasalahan internal antara lain, besarnya impor bahan
baku/penolong yang menunjukkan masih lemahnya struktur industri nasional, kemampuan
penguasaan teknologi yang rendah, produktivitas industri yang masih rendah. Sedangkan
permasalahan eksternal adalah terbatasnya infrastruktur, birokrasi yang belum mendukung
dunia bisnis, masalah perburuhan, masalah kepastian hukum, suku bunga perbankan yang
masih tinggi dan kebijakan pemerintah lainnya yang belum mendukung iklim usaha industri.
Faktor lain yang juga sangat menentukan dalam upaya pengembangan industri,
antara lain tersedianya berbagai infrastruktur penunjang dan kebijakan insentif / fasilitas
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 9
pengembangan industri. Fasilitas fiskal dan nonfiskal sangat diperlukan industri untuk
menarik investasi baik investasi baru ataupun perluasan bagi perusahaan Penanaman Modal
Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), meningkatkan daya saing
industri nasional dan memperkuat serta memperdalam struktur industri nasional.
Disamping kriteria tersebut, Fasilitas Nonfiskal dapat diberikan oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah kepada Perusahaan Industri yang melakukan kegiatan Industri strategis
dan kegiatan industri hijau.
Saat ini beberapa bentuk insentif fiskal yang diberikan pemerintah kepada industri
dalam negeri adalah: Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP); Pengurangan PPh
Badan/Tax Allowance (PP 52/2011); Pembebasan PPh Badan/Tax Holiday (PMK 192/2014 jo
PMK 130/2011); dan Pembebasan tarif bea masuk untuk barang dan bahan dalam rangka
investasi baru dan/atau perluasan (PMK 176/2009 jo PMK 76/2012).
Adapun Sasaran Strategis yang dilaksanakan selama 5(lima) tahun adalah :
Tabel I-4 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Efektifitas Kebijakan Iklim Usaha Tahun 2010 - 2014
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama
Satuan 2010 2011 2012 2013 2014
T R T R T R T R T R
Meningkatnya efektifitas kebijakan iklim usaha
Rekomendasi Kebijakan Perpajakan dan Tarif perkomoditi industri
Rekomendasi Kebijakan
30 48 30 48 30 65 30 75 30 35
Rekomendasi Kebijakan Nonfiskal dan Moneter perkomoditi industri
Rekomendasi Kebijakan
3 3 3 3 1 1 4 5 3 5
a. Indikator Kinerja II.1 :Rekomendasi Kebijakan Perpajakan dan Tarif perkomoditi
industri
Dalam rangka meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan mendorong
pertumbuhan sektor riil terutama untuk memenuhi penyediaan barang/jasa bagi
kebutuhan/ kepentingan umum telah dilaksanakan berbagai koordinasi dengan
instansi terkait untuk merumuskan kebijakan yang tepat berupa pemberian fasilitas
dalam bentuk insentif fiskal dan nonfiskal. Pemerintah melalui berbagai
Kementerian/lembaga telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan dalam
rangka pembentukan kebijakan pendukung iklim usaha nasional, baik berupa Insentif
(insentif fiskal dan nonfiskal), disinsentif, perlindungan industri dalam negeri, maupun
kebijakan lain.
Pada capaian kinerja TA. 2010-2014, sasaran strategis Rekomendasi Kebijakan
Perpajakan dan Tarif perkomoditi industri capaiannya melampaui dari target yang
telah ditetapkan, hal tersebut menandakan bahwa betapa pentingnya kebijakan
terkait perpajakan dan tarif pada sektor industri guna menunjang produktivias dan
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 10
kinerja industri nasional, terutama untuk meningkatkan daya saing industri nasional
di tingkat internasional.
Pada tahun 2010, terdapat 48(empat puluh delapan) rekomendasi perpajakan
dan tarif yang dikeluarkan oleh Pusat PKIUI, rekomendasi tersebut melebihi dari
target yang telah ditetapkan yaitu sebanyak 30 rekomendasi, hal tersebut meliputi
rekomendasi atas tax allowance dan BMDTP. Demikian juga hal serupa juga terjadi
pada tahun 2011. Tahun 2012, terdapat peningkatan yang sangat signifikan pada
rekomendasi BMDTP. Peningkatan yang cukup signifikan khususnya pada
rekomendasi BMDTP, disebabkan karena terdapat sektor baru yang dimasukan
kedalam kelompok industri yang dapat memanfaatkan fasilitas BMDTP, pada
umumnya produk yang dapat dimasukan kedalam kelompok industri yang dapat
memanfaatkan fasilitas BMDTP adalah sektor industri yang menghasilkan bahan
baku bagi komoditi lain atau intermediate goods. Sektor industri yang mendapatkan
fasilitas BMDTP antara lain : industri komponen kendaraan bermotor, elektronika,
perkapalan, alat besar, turbin, pembuatan alat tulis, serat optik, pembuatan karpet,
smart card, tinta toner, resin sintetis, kemasan plastik, dan alat besar.
Untuk meningkatkan minat investor baru agar berinvestasi di Indonesia pada 5
(lima)sektor industri pionir maka diterbitkanlah PMK 130/2011 yang ditetapkan pada
15 Agustus 2011 tentang pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak
pengasilan badan atau yang biasa disebut dengan fasilitas tax holiday. Dengan adanya
fasilitas tersebut turut berkontribusi dalam peningkatan jumlah rekomendasi
kebijakan yang terjadi pada tahun 2012. Pada tahun 2012 terdapat 2(dua) perusahaan
yang mendapatkan fasilitas tersebut, yaitu perusahaan yang bergerak di bidang
Industri Oleokimia dan Industri Petrokimia (Butadiene). Sedangkan, pada tahun 2014
terdapat tambahan 1(satu) perusahaan yang juga bergerak di bidang Industri
Oleokimia yang mendapatkan fasilitas tax holiday. Sampai dengan akhir tahun 2014
terdapat 11(sebelas) perusahaan yang telah menyampaikan usulannya untuk
mendapatkan fasilitas tax holiday melalui Kementerian Perindustrian, 3(tiga)
perusahaan diantaranya telah diputuskan mendapatkan fasilitas tersebut, 6(enam)
perusahaan telah diusulkan ke Kementerian Keuangan, 1(satu) perusahaan masih
dalam pembahasan internal di Kementerian Perindustrian karena masih ada
beberapa kelengkapan yang belum disampaikan, dan 1(satu) perusahaan disepakati
tidak diteruskan usulannya ke Kementerian Keuangan karena tidak memenuhi
beberapa persyaratan sebagaimana diatur dalam PMK 130/2011.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 11
b. Indikator Kinerja II.2 : Rekomendasi Kebijakan Nonfiskal dan Moneter per
komoditi industri
Capaian Rekomendasi Kebijakan Nonfiskal dan Moneter Sektor Industri tahun
2010-2014 pada umumnya telah mencapai target. Pada TA. 2010 -2011 terdapat
3(tiga) rekomendasi yang dihasilkan, sedangkan TA. 2011 terdapat 1(satu)
rekomendasi, TA. 2013 terdapat 5(lima) rekomendasi, dan TA. 2014 5(lima
rekomendasi).
Rekomendasi yang dihasilkan, antara lain yang terkait Pengembangan
Kawasan Industri; supply chain untuk komoditi tertentu; Perencanaan Kebijakan Daya
Saing Produk Industri Melalui Penetapan Tarif Bea Masuk; Petunjuk Pelaksana
Pengamanan Objek Vital Nasional Sektor Industri; Rekomendasi kebijakan terkait
implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015; Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) tentang Bentuk dan Tata Cara Pemberian Fasilitas Nonfiskal;
Rekomendasi untuk rancangan Perpres; Rekomendasi untuk diterbitkannya
Peraturan Menteri; Rekomendasi Kebijakan untuk Rancangan Undang-undang, dan
rekomendasi lainnya.
3. Meningkatnya penerapan, pengembangan, dan penggunaan Kekayaan Intelektual
Terkait dengan hasil penelitian dan pengembangan (litbang), teknologi litbang
memerlukan perlindungan hukum yang memadai untuk mendapatkan kepastian
perlindungan atas hak kekayaan intelektual pada saat diterapkan di industri. Yang sering
menjadi hambatan untuk memperoleh pengakuan atas HKI antara lain disebabkan belum
cukup pemahaman tentang paten drafting dan pengurusan paten di lingkungan para
peneliti dan perekayasa.
Pencapaian peningkatan inovasi di para peneliti dan perekayasa serta masyarakat
industri masih rendah karena kesadaran industri, lembaga Litbang dan Perguruan Tinggi di
dalam negeri belum mengetahui dan menyadari tentang konsep HKI yang sebenarnya
memiliki nilai ekonomi bagi para penemu dibidang teknologi (paten). Disamping itu, masih
banyaknya pelanggaran HKI berupa pelanggaran hak cipta dan pemalsuan hasil karya para
peneliti mengakibatkan keinginan para inventor untuk mempatenkan hasil karyanya sangat
rendah.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 12
Tabel I-5 Capaian Sasaran Strategis Memfasilitasi Penerapan, Pengembangan, dan Penggunaan Kekayaan Intelektual Tahun 2010 - 2014
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan 2010 2011 2012 2013 2014
T R T R T R T R T R
Meningkatnya penerapan, pengembangan dan penggunaan Kekayaan intelektual
Fasilitasi perlindungan HKI Jumlah 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5
Persentase pengaduan pelanggaran HKI yang dapat ditangani
Persentase 60,00 60,00 65,00 65,00 70,00 66,67 75,00 75,00 80,00 70,00
Hasil litbang yang dipatenkan
Jumlah 5 4 5 0 5 3 5 0 5 5
Adapun indikator kinerja yang terkait dengan memfasilitasi penerapan,
pengembangan, dan penggunaan kekayaan intelektual antara lain :
a. Indikator Kinerja 3.1 : Fasilitasi perlindungan HKI
Realisasi Hasil Litbang yang didaftarkan pada tahun 2011-2014 sesuai target
yang ditetapkan BPKIMI yaitu dari 5 (lima) hasil litbang setiap tahunnya. Bentuk
bimbingan dan penerapan HKI pada litbang Balai Besar dan Baristand Industri dilakukan
melalui fasilitasi untuk pendaftaran paten kepada Balai Besar dan Baristand.
Hanya tahun 2010 yang realisasi tidak optimal, yaitu 4 (empat) hasil litbang yang
telah mengajukan permohonan Paten dari 5 (lima) yang ditargetkan.
Kendala yang dialami untuk meningkatkan pendaftaran paten adalah masih
terbatas pengetahuan dan informasi mengenai pentingnya perlindungan produk HKI di
Balai Besar dan Baristand Industri, minimnya pengetahuan inventor terhadap penulisan
deskripsi aplikasi paten oleh karena itu dengan diadakannya Pelatihan Patent Drafting
diharapkan pengetahuan para peneliti mengenai penulisan deskripsi paten meningkat.
Untuk Tahun Anggaran 2011-2014, BPKIMI tetap akan memfasilitasi 5(lima) hasil litbang
yang berpotensi untuk diajukan menjadi permohonan paten.
b. Indikator Kinerja 3.2 : Persentase Pengaduan Pelanggaran HKI yang Dapat Ditangani
TA. 2010-2011 dan 2013 realisasi mencapai target, namun pada TA.2012 dan
2014 persentase pengaduan pelanggaran HKI yang dapat ditangani tidak mencapai target.
Kegiatan ini meliputi terfasilitasinya proses penerapan, pengembangan, dan penggunaan
kekayaan intelektual dengan indikator persentase pengaduan pelanggaran HKI yang
tertangani berdasarkan pengumpulan data dari Biro Hukum dan Kerjasama maupun
Direktorat Teknis yang berkaitan langsung dengan industri binaannya.
Pada umumnya, pengaduan pelanggaran HKI banyak terdapat pada Industri
besar dimana produk mereka diduplikasi dan diproduksi oleh industri- industri kecil tanpa
ijin, dengan harapan melalui produk palsu yang dijual tersebut dapat meningkatkan
pendapatan.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 13
Kendala yang dialami untuk dapat merealisasikan indikator ini adalah
Kemenperin dalam hal ini hanya bertindak sebagai fasilitasi/advokasi sedangkan
kewenangan berada pada instansi lain, seperti: Ditjen HKI, Pengadilan, Polri. Sedangkan,
koordinasi penyelesaian permasalahan dengan pihak terkait mengalami banyak
hambatan mengingat banyak kasus yang terjadi di seluruh sektor yang harus diselesaikan.
c. Indikator Kinerja 3.3 : Hasil litbang yang dipatenkan
Salah satu indikator dalam mengukur daya saing suatu bangsa menurut World
Competitiveness Report (WCG) adalah inovasi. Dalam bidang inovasi menurut WCG, pada
tahun 2010, Indonesia menempati peringkat ke-36 dari 134 negara. Berdasarkan data
tahun 2010 dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan
HAM, menunjukkan share inventor dalam negeri untuk jumlah aplikasi hak kekayaan
intelektual dalam bidang teknologi, hanya 13,5% (untuk paten) dan 26% (untuk desain
industri), sedangkan secara Negara menurut World Intellectual Property Organization
(WIPO) tahun 2010, share Indonesia dalam jumlah paten di dunia hanya sebesar 0,01%,
kalah dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 0,22% atau bahkan China yang
mencapai 7,28%.
Sudah selayaknya lembaga litbang dan pendidikan di lingkungan Kementerian
Perindustrian melalui para peneliti/inventor berkontribusi besar dan nyata melalui aplikasi
teknologi yang dapat memberi solusi pada permasalahan bangsa dan masyarakat.
Namun, kenyataannya sebagian dari riset yang selama ini dilakukan pada umumnya belum
berorientasikan paten. Hampir semuanya hanya berujung kepada laporan penelitian tanpa
adanya tindak lanjut. Padahal penemuan produk yang sifatnya potensial akan dapat
diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh industri sehingga dapat diserap oleh pasar.
Kendala Tahun 2010-2014 karena kewenangan penetapan paten adalah
Kemenhunkam dan proses penetapan paten butuh waktu panjang; pengusulan
paten/investor kurang memahami ketentuan usulan paten; beberapa usulan paten tidak
memenuhi kualifikasi yang ditetapkan.
Menyikapi kondisi tersebut, maka diperlukan strategi dalam mempercepat
inovasi di dalam negeri, salah satunya dengan memanfaatkan data informasi paten dari
dalam maupun luar negeri sebagai basis penelusuran data dalam memodifikasi dan
mengembangkan invensi-invensi baru oleh para peneliti atau inventor dalam negeri.
Tindak lanjut untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan diadakannya
Pelatihan Patent Drafting yang diharapkan pengetahuan para peneliti mengenai penulisan
deskripsi paten meningkat.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 14
4. Meningkatnya Peran Standardisasi
Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan, memelihara,
memberlakukan, dan mengawasi standar bidang industri yang dilaksanakan secara tertib
dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Hingga saat ini, SNI bidang
industri memiliki SNI terbanyak dari seluruh SNI secara nasional. Perumusan SNI dilakukan
oleh Komite Teknis/Sub Komite Teknis di lingkungan Kementerian Perindustrian yang
mencakup berbagai produk/komoditi. Setiap tahun Komite Teknis/Sub Komite Teknis
membuat Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) yang disesuaikan dengan
kebutuhan industri maupun kebutuhan pasar.
Untuk kepentingan keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan dan
tumbuhan; pelestarian fungsi lingkungan hidup; persaingan usaha yang sehat; peningkatan
daya saing; dan/atau peningkatan efisiensi dan kinerja industri, maka pemerintah dapat
memberlakukan SNI secara wajib.
Sampai saat ini telah diberlakukan 98(sembilan puluh delapan)SNI bidang industri
secara wajib yang meliputi komoditi agro, makanan, minuman, kimia, logam, tekstil dan
aneka, permesinan, alat transportasi darat, elektronika. Dalam rangka menindaklanjuti
kerjasama perdagangan secara internasional (WTO) maka Indonesia juga harus mengikuti
aturan yang berlaku terkait bidang standardisasi misalnya seperti melakukan notifikasi jika
Indonesia akan memberlakukan SNI secara wajib sesuai dengan mekanisme Technical
Barriers to Trade (TBT) – WTO. Selain itu, dalam kerjasama regional seperti ASEAN, standar
juga telah menjadi perhatian utama dengan dibentuknya ASEAN Consultative Committee on
Standards and Quality (ACCSQ). Dari data yang ada dengan diberlakukannya SNI secara
wajib, dapat dilihat dampak secara ekonomi di mana terjadi penurunan nilai impor terhadap
produk yang SNI-nya diberlakukan secara wajib.
Dalam pelaksanaan regulasi teknis, banyak negara melakukan tehnik-tehnik yang
secara tidak langsung mempersulit pelaku usaha untuk memasukkan produknya ke negara
tersebut. Sebagai contoh, Uni Eropa dengan notified body, setiap produk yang tertuang
dalam regulasi teknis di Uni Eropa harus dilakukan pengujian dan sertifikasi di lembaga yang
terdaftar dalam notified body tersebut. Hal serupa dilakukan pula di US, Jepang, China, India
dan negara lainnya.
Mengingat standar saat ini digunakan sebagai barrier didalam mekanisme
perdagangan, maka untuk mengatasi keberagaman skema sertifikasi, ditetapkanlah ISO
17067:2013 (Conformity Assesment – Fundamentals of Product Certification and Guidelines for
Product Certification Scheme) mengenai skema sertifikasi yang memperkenankan regulator
untuk menyusun skema sertifikasi terkait dengan standar yang ditetapkan menjadi regulasi
teknis.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 15
Dalam pelaksanaan penerapan SNI/ST secara wajib bidang industri, Menteri
Perindustrian menunjuk LPK (LSPro dan Laboratorium Uji) yang diperkenankan untuk
memproses SPPT SNI/ST yang tentunya telah dilakukan evaluasi baik secara administrasi
maupun kompetensi oleh BPPI cq. BPKIMI sesuai prosedur kerja yang telah ditetapkan
melalui Peraturan Ka. BPPI Nomor 422 Tahun 2010 tentang Penunjukan, Pengawasan, dan
Pelaporan Kinerja Lembaga Penilaian Kesesuaian. Skema sertifikasi yang nantinya telah
dirumuskan oleh regulator menjadi bagian dari penilaian kelayakan penunjukan LPK.
Tabel I-6 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Peran Standisasi Tahun 2010 - 2014
Sasaran Strategis Indikator
Kinerja Utama Satuan
2010 2011 2012 2013 2014
T R T R T R T R T R
Meningkatnya Peran Standisasi
Rancangan SNI yang Diusulkan
Jumlah 100 96 100 134 100 106 150 92 100 132
Permen SNI wajib
Jumlah 5 2 5 7 5 43 5 34 5 32
a. Indikator Kinerja 4.1 : Rancangan SNI yang Diusulkan
Selama TA. 2010-2014 jumlah RSNI yang ditargetkan adalah 500 RSNI dan yang
dapat terealisasi sebesar 560(lima ratus enanm puluh) RSNI. Pada tahun 2014 telah
disusun 132 (seratus tiga puluh dua) RSNI untuk kelompok industri : permesinan;
karet; selang karet; pulp; kertas; kendaraan bermotor; tekstil; metoda uji; makanan;
baja; lampu pijar; sel dan baterai sekunder; peralatan listrik. Setiap tahun pada
umumnya realisasi melebihi target, kecuali pada TA. 2010 dan 2013.
Adapun kendala-kendala yang sering dihadapi adalah proses perumusan SNI
dilakukan oleh Panitia Teknis yang ada di Direktorat, dalam proses tersebut sering
terjadi rapat teknis/rapat konsensus yang menumpuk di akhir tahun, sehingga
mengakibatkan kesulitan dalam pengalokasian sumber daya manusia dan waktu
untuk penyelenggaraan rapat teknis/rapat konsensus yang efektif. Selain itu
rendahnya pastisipasi anggota Panitia Teknis (PT)/Sub Panitia Teknis (SPT) sehingga
tidak memenuhi kuorum yaitu 2/3 dari jumlah semua anggota, hal ini dapat
menyebabkan tidak tercapainya konsensus sehingga rapat konsensus harus diulang
kembali.
b. Indikator Kinerja 4.2 : Permen SNI wajib
Hingga tahun 2014 Kementerian Perindustrian telah menerbitkan Permenperin
untuk penetapan 98(sembilan puluh delapan) SNI wajib. Indikator Permen SNI wajib
yang dihasilkan dalam hal ini adalah Peraturan Menteri Perindustrian tentang
Penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) dalam rangka pemberlakuan dan
pengawasan SNI secara wajib. Ketika suatu SNI diberlakukan secara wajib, maka
diperlukan LPK yang terdiri dari Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 16
Laboratorium uji yang cukup dan mampu untuk melakukan kegiatan penilaian
kesesuaian terhadap SNI tersebut.
Selama lima tahun terakhir, jumlah Permen yang ditargetkan sebanyak 25 (dua
puluh lima) Permen dan dapat direalisasikan realisasi sebesar 118(seratus delapan
belas) Permen. Pada tahun 2010, jumlah Permen yang dihasilkan tidak mencapai
target karena terdapat 58(lima puluh delapan) produk industri yang SNI-nya
diberlakukan secara wajib disatukan menjadi 1 Permen Penunjukan LPK yaitu
Permenperin nomor 109/M-IND/PER/10/2010 tentang Penunjukan LPK dalam rangka
Pemberlakuan dan Pengawasan SNI atas 58(lima puluh delapan) produk industri
secara wajib. Pada tahun berikutnya, terjadi perubahan indikator, Permen yang
dihasilkan merupakan representasi dari setiap SNI produk industri secara wajib.
5. Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau
Dalam beberapa dekade terakhir, aktivitas produksi di Indonesia kurang
memperhatikan efektivitas penggunaan Sumber Daya alam(SDA) sehingga terjadi
degradasi kualitas lingkungan sebagai akibat pemanfaatan sumber daya alam yang tidak
efisien dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri. Apalagi dengan
kondisi semakin terbatasnya sumber daya alam terutama SDA yang tidak terbarukan, krisis
energi dan menurunnya daya dukung lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
maka tuntutan untuk mendukung beralihnya sektor industri nasional dari Business as Usual
(BAU) menjadi industri yang berwawasan lingkungan telah menjadi isu penting dan mutlak
untuk segera dilaksanakan guna tercapainya efisiensi produksi serta menghasilkan produk
yang ramah lingkungan, yaitu melalui pengembangan industri hijau.
Terkait hal tersebut, saat ini Kementerian Perindustrian sedang berupaya
mengembangkan industri hijau. Salah satu bentuk keseriusan tersebut adalah dengan
menetapkan industri hijau sebagai salah satu tujuan pembangunan industri sebagaimana
telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Industri Hijau saat ini telah menjadi icon yang harus dipahami dan dilaksanakan
industri nasional. Industri Hijau dapat didefinisikan sebagai industri yang dalam proses
produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya
secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat. Secara
umum Industri Hijau memiliki karakteristik sebagai berikut : menggunakan bahan kimia
yang ramah lingkungan menerapkan Reduce, Reuse, Recycle dan Recovery pada proses
produksi; menggunakan intensitas energi yang rendah, menggunakan intensitas air yang
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 17
rendah, menggunakan SDM yang kompeten, melakukan minimisasi limbah dan,
menggunakan teknologi rendah karbon.
Capaian Sasaran Strategis kegiatan meningkatkan Pengembangan Industri Hijau,
dapat dilihat pada table berikut :
Tabel I-7 Capaian Sasaran Strategis Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau Tahun 2010 - 2014
Sasaran Strategis Indikator Kinerja
Utama Satuan
2010 2011 2012 2013 2014
T R T R T R T R T R
Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau
Kebijakan yang mendukung pengembangan industri hijau
Jumlah
1 1 1 1 1 5 2 4 5 9
Industri yang menerapkan industri hijau
Jumlah
68 68 68 35 35 53 53 74 60 113
a. Indikator Kinerja 5.1 : Kebijakan yang mendukung pengembangan industri hijau
Transformasi industri nasional menuju Industri Hijau haruslah ditunjang dengan
pembangunan infrastruktur yang memadai dan juga pemberian fasilitas
pendukungnya. Beberapa infrastruktur dan fasilitas yang dibutuhkan antara lain:
Standar Industri Hijau, pedoman terkait industri hijau, insentif, sumber daya manusia,
dan sistem informasi. Sejak tahun 2011, Kemenperin telah menyusun 5 (lima) draft
Standar Industri Hijau yaitu untuk komoditi Ubin Keramik Berglazir, Tekstil (untuk
proses Printing, Dying dan Finishing), Peleburan Billet Baja, Pulp, dan Semen. Pada
tahun 2014, Kemenperin telah menyusun draft awal Standar Industri Hijau untuk
komoditi baterai kering, Lampu Hemat nergi (LHE) dan Susu Bubuk. Untuk
mensertifikasi pemenuhan terhadap Standar Industri Hijau, perlu dibentuk Lembaga
Sertifikasi Industri Hijau (LSIH). Sebagai kelengkapan perangkat LSIH, Kementerian
Perindustrian telah menyusun Pedoman Umum Pembentukan LSIH, Standar
Kompetensi Auditor Industri Hijau, dan Standard Operation Procedure (SOP)
Sertifikasi Industri Hijau.
Selain merumuskan kebijakan pendukung dan pedoman-pedoman teknis,
Kementerian Perindustrian juga mendukung upaya peningkatan kompetensi Sumber
Daya Manusia di Sektor Industri melalui kegiatan-kegiatan penambahan kapasitas
antara lain seperti Pelatihan tentang Energy Management System ISO 50001 dan
National Expert untuk Industri Pulp & Kertas, Tekstil, Kimia, dan Makanan & Minuman
dan Bimbingan Teknis Pengurangan emisi GRK di Sektor Industri.
Untuk lebih merangsang perusahaan industri dalam menerapkan prinsip
Industri Hijau, Kementerian Perindustrian juga telah menyusun rekomendasi
kebijakan terkait pemberian insentif baik fiskal maupun nonfiskal. Kebijakan
pemberian insentif tersebut bersifat multistakeholder dan melibatkan Bank Indonesia,
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 18
Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian
PPN/Bappenas dan stakeholder terkait lainnya.
Pada Indikator ini realisasi Kebijakan yang mendukung pengembangan industri
hijau, antara lain:
1) Standard Industri Hijau (SIH)
SIH merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan dan
penerapan industri hijau. SIH memuat spesifikasi teknis dan manajemen
pengusahaan, seperti efisiensi dan efektivitas penggunaan bahan baku, bahan
penolong, energi dan air; optimasi kinerja proses produksi; produk yang ramah
lingkungan, dan lain-lain. SIH disusun dan dirumuskan menurut
kelompok/komoditi industri.
2) Lembaga Sertifikasi Industri Hijau
Untuk mendukung penerapan SIH, akan dibentuk LSIH yang bertugas melakukan
pemeriksaan dan penilaian pemenuhan SIH oleh industri. LSIH adalah suatu
lembaga penyelenggara penilai standar industri hijau yang dibentuk oleh
Kementerian Perindustrian yang memiliki organisasi dan pengelolaan secara
mandiri untuk melaksanakan penilaian dan sertifikasi industri hijau. LSIH
merupakan lembaga yang terakreditasi yang ditunjuk oleh Menteri untuk
melakukan sertifikasi industri hijau.
3) Insentif Industri Hijau
Pemerintah perlu memberikan insentif sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
pelaku industri dalam upayanya menerapkan industri hijau, sehingga perlu
dilakukan identifikasi kebutuhan insentif yang sesuai dengan karakteristik masing-
masing industri, sehingga dapat dirumuskan kebutuhan insentif yang tepat.
Amanat atau ruang bagi pemerintah untuk memberikan insentif bagi
pengembangan industri hijau telah dijabarkan dalam UU Nomor 3 Tahun 2014
tentang Perindustrian. UU ini menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintahan
Daerah memberikan fasilitas yang diperlukan dalam pembangunan dan
pengembangan industri diantaranya industri yang: (1) menjaga kelestarian
lingkungan hidup; dan (2) mewujudkan industri hijau.
b. Indikator Kinerja 5.2 : Meningkatnya Industri yang Menerapkan Industri Hijau
Penghargaan industri hijau merupakan salah satu bentuk insentif nonfiskal dan
sarana awal dalam rangka sosialisasi prinsip-prinsip industri hijau. Aspek-aspek
penilaian yang digunakan dalam Penghargaan Industri Hijau merupakan adopsi dari
ruang lingkup Standar Industri Hijau yang diatur secara legal dan telah dicantumkan
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 19
pula dalam Undang-undang nomor 3 tentang Perindustrian Pasal 79 ayat (2). Standar
Industri Hijau paling sedikit memuat ketentuan mengenai bahan baku, bahan
penolong, dan energi; proses produksi; produk; manajemen pengusahaan; dan
pengelolaan limbah.
Selama lima tahun penyelenggaraannya, terjadi peningkatan jumlah peserta
yang juga diiringi dengan peningkatan jumlah perusahaan dan jumlah sektor industri
yang mendapatkan Penghargaan Industri Hijau. Peningkatan jumlah peserta
menunjukkan bahwa sosialisasi yang telah dilakukan di tingkat daerah berjalan
dengan baik. Peningkatan jumlah penerima penghargaan juga mengindikasikan
bahwa pembinaan yang dilakukan terhadap perusahaan industri telah mampu
mentranformasi pola pikir perusahaan industri dari Business as Usual menjadi Industri
Hijau.
Adapun permasalahan dan kendala yang dialami dalam meningkatkan Industri
yang Menerapkan Industri Hijau, adalah sebagai berikut :
1. Belum tersosialisasi dan dipahaminya konsep Industri Hijau dengan baik oleh
semua unit internal di Kementerian Perindustrian ;
2. Masih terbatasnya sosialisasi yang dilakukan terkait penghargaan industri hijau
dan penyusunan Standar Industri Hijau;
3. Masih terbatasnya jumlah industri yang ikut dalam penganugerahan industri hijau
tahun 2013, terutama untuk industri kecil dan menengah;
4. Beberapa kriteria dan indikator Pedoman Penilaian Penganugerahan
Penghargaan Industri Hijau kurang jelas dan detil, sehingga dapat menyebabkan
Tim Teknis multitafsir dalam menterjemahkannya pada saat penilaian;
5. Penerapan Standar Industri Hijau masih menunggu kelengkapan infrastruktur
pendukung seperti Lembaga Sertifikasi, Auditor Industri Hijau dan kebijakan
terkait lainnya;
6. Terbatasnya anggaran salah satu penyebab lambatnya penyiapan infrastruktur
pendukung untuk penerapan Standar Industri Hijau.
I.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN
Berikut ini hasil identifikasi potensi dan permasalahan serta tindak lanjut yang diperlukan
untuk mengatasi permasalahan dan memanfaatkan potensi yang ada dalam rangka mewujudkan
visi BPKIMI tahun 2015 – 2019:
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 20
A. Potensi
1. Kelembagaan
Jika dilihat dari aspek kelembagaan, BPKIMI dapat dikatakan cukup memadai dalam
melaksanakan tupoksi dan pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan. Aspek
kelembagaan ini menjadi suatu potensi yang perlu dikembangkan secara berkelanjutan
untuk memperkuat perannya sebagai pusat rujukan kebijakan industri baik secara nasional
maupun internasional.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No.105/M-IND/PER/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Badan Pengkajian Kebijakan Iklim
dan Mutu Industri (BPKIMI) terdiri atas 5 (lima) unit setingkat eselon II di pusat, 11 (sebelas)
Balai Besar dan 11 (sebelas) Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand Industri) yang
tersebar di 15 provinsi di Indonesia.
BPKIMI mempunyai peran yang sangat vital dalam upaya pengembangan industri
nasional, melalui kebijakan-kebijakan pengembangan industri. Hal ini didukung oleh pusat-
pusat yang mencakup semua aspek keindustrian, yaitu :
Pusat Standardisasi berperan dalam perumusan, penyiapan penerapan, pengembangan,
dan kerja sama di bidang standardisasi industri;
Pusat Pengkajian Kebijakan Dan Iklim Usaha Industri berperan dalam pengkajian dan
perumusan kebijakan iklim usaha industri yang mencakup fasilitas (insentif fiskal dan
nonfiskal), kebijakan-kebijakan sektor industri, juga aspek perpajakan dan tarif;
Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup berperan dalam pengkajian dan
perumusan kebijakan terkait industri hijau dan lingkungan hidup;
Pusat Pengkajian Teknologi dan HKI yang berperan dalam pengkajian dan perumusan
terkait teknologi industri dan hak kekayaan intelektual.
Di samping pusat-pusat tersebut, 11 unit Balai Besar dan 11 Balai Riset dan
Standardisasi Industri (Baristand Industri) mempunyai peranan yang penting sebagai unit
pelayanan teknis dan perwakilan Kementerian Perindustrian di daerah. Beberapa Balai
Besar dan Baristand ada yang telah memiliki status Badan Layanan Umum (BLU). Dengan
berstatus BLU, Balai-Balai tersebut dapat secara cepat memberikan pelayanan teknis
kepada masyarakat dan mengelola aset dan keuangannya secara optimal. Masing-masing
unit tersebut memiliki kompetensi masing-masing seperti tercantum pada Tabel 1.8.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 21
Tabel I-8 Kompetensi Inti Balai Besar
Balai Besar Kompetensi Inti
1. Tekstil (BBT), Bandung Desain Struktur dan Permukaan Tekstil
2. Bahan dan Barang Teknik (B4T), Bandung
Quality Assurance untuk teknologi pengelasan bawah air, instrumentasi virtual & material teknik/maju berbasis polimer
3. Logam dan Mesin (BBLM), Bandung
Desain Proses dan Produk engineering (fokus: peralatan energi dan tooling)
4. Keramik (BBK), Bandung Material Engineering for Electric & Structural Ceramic
5. Pulp dan Kertas (BBPK), Bandung Bioengineering untuk pulp dan kertas
6. Industri Agro (BBIA), Bogor Komponen aktif bahan alami komoditas agro
7. Kimia dan Kemasan (BBKK), Jakarta
Fine Chemical & Degradable Packaging Design
8. Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI), Semarang
Teknologi terapan untuk pengendalian buangan industri
9. Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP), Yogyakarta
Desain bahan dan konstruksi sepatu
10. Kerajinan dan Batik (BBKB), Yogyakarta
Desain dan bahan baku baru untuk produk-produk kerajinan dan batik
11. Industri Hasil Perkebunan (BBIHP), Makassar
Proses produksi dan teknologi terapan untuk pengolahan kakao
Fokus Baristand Industri yang berada di bawah pembinaan BPKIMI dapat
dilihat pada Tabel 1.9.
Tabel I-9 Fokus Baristand Industri
Baristand Fokus
1. Aceh Rempah dan minyak atsiri
2. Medan Mesin dan peralatan pabrik
3. Padang Makanan tradisional
4. Palembang Karet komponen teknis
5. Lampung Tepung industri agro
6. Surabaya Mesin listrik & peralatan listrik
7. Banjarbaru Teknologi pengolahan kayu, rotan, dan bambu
8. Samarinda Hasil perikanan dan perkebunan
9. Pontianak Bahan baku kosmetik alami dan pangan semi basah
10. Manado Teknologi pengolahan palma
11. Ambon Teknologi pengolahan hasil laut
Selain itu, terdapat Lembaga Sertifikasi dan laboratorium yang diakreditasi KAN serta
lembaga diklat sebagai lembaga pendukung dalam pengembangan industri nasional.
Adanya lembaga-lembaga tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas produk
industri dan juga SDM industri.
2. Sumber Daya Manusia (SDM)
Dalam rangka mewujudkan industri yang berdaya saing dan inovatif yang berbasis
Riset dan Teknologi, mutlak diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang handal,
berkualitas dan kompeten sebagai aset strategis. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 22
BPKIMI memiliki 28 unit kerja yang terdiri dari 5 (lima) Unit di Pusat, 11 (sebelas) Balai Besar
dan 11 (sebelas) Balai Riset dan Standardisasi dan 1 (satu) Balai Sertifikasi Industri yang
tersebar di berbagai propinsi dengan dukungan SDM berjumlah 2.426 orang pegawai,
dengan rincian sebagai berikut :
Tabel I-10 Jumlah SDM BPKIMI
NO UNIT KERJA JUMLAH
I PUSAT
1 Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri 1
2 Sekretariat 60
3 Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup 29
4 Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri 28
5 Pusat Pengkajian Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual 31
6 Pusat Standardisasi 38
JUMLAH 187
II BALAI BESAR
1 Balai Besar Kimia dan Kemasan 155
2 Balai Besar Industri Agro 163
3 Balai Besar Bahan dan Barang Teknik 157
4 Balai Besar Keramik 122
5 Balai Besar Logam dan Mesin 146
6 Balai Besar Pulp dan Kertas 109
7 Balai Besar Tekstil 119
8 Balai Besar Kerajinan dan Batik 153
9 Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik 149
10 Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri 118
11 Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 90
JUMLAH 1481
III BARISTAND INDUSTRI
1 Baristand Industri Aceh 62
2 Baristand Industri Medan 101
3 Baristand Industri Padang 54
4 Baristand Industri Palembang 72
5 Baristand Industri Lampung 49
6 Baristand Industri Surabaya 87
7 Baristand Industri Banjarbaru 69
8 Baristand Industri Pontianak 53
9 Baristand Industri Samarinda 52
10 Baristand Industri Manado 72
11 Baristand Industri Ambon 69
JUMLAH 740
1 Balai Sertifikasi Industri 18
TOTAL 2426
Untuk mendukung pelaksanaan litbang yang kreatif dan inovatif memerlukan SDM
yang berpendidikan formal minimal strata dua (S-2). Saat ini SDM litbang industri terdiri dari
711 orang (29,3 %) memiliki latar belakang pendidikan SLTA dan hanya sebanyak 380 orang
(15,66 %) memiliki tingkat pendidikan formal master atau S-2 dan 32 orang (1,3 %) memiliki
tingkat pendidikan formal doktor atau S-3.
3. Jejaring Kerja
Di bidang litbang, telah dibangun berbagai kerja sama litbang yang melibatkan unsur
Academic, Bussiness, dan Government (ABG). Beberapa di antaranya adalah kerja sama
litbang dengan beberapa perguruan tinggi/institusi litbang baik di lingkungan Kementerian
maupun Non-Kementerian
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 23
4. Tersedianya infrastruktur teknologi yang beragam di berbagai lembaga litbang dan
industri
Secara umum, Infrastruktur teknologi di Indonesia tersebar di berbagai lembaga yang
melakukan kegiatan litbang dan berkaitan dengan mutu serta standardisasi produk, yaitu
lembaga/institusi litbang Kementerian dan Non Kementerian maupun institusi litbang
swasta, perguruan tinggi, serta balitbang daerah. Sebagian besar instrumen penelitian
berada di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Infrastruktur litbang di lingkungan Balai
Litbang Kementerian Perindustrian meliputi:
1) Sarana dan prasarana laboratorium yang mencakup: laboratorium proses,
laboratorium material, laboratorium uji, laboratorium kalibrasi;
2) Sarana dan prasarana perbengkelan dan Rancang Bangun dan Perekayasaan Industri
(RBPI);
3) Sarana dan Prasarana difusi alih teknologi, antara lain pilot plant, pusat inovasi,
inkubator teknologi; dan
4) Sarana publikasi, antara lain: jurnal dan majalah ilmiah yang terakreditasi.
5. Ketersediaan SDA yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri
Indonesia adalah negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam, baik yang
terbarukan (hasil bumi) maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral).
Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia harus dapat dikelola seoptimal
mungkin, dengan meningkatkan industri pengolahan yang memberikan nilai tambah tinggi
dan mengurangi ekspor bahan mentah.
Sampai tahun 2010, Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia
untuk berbagai komoditas, antara lain kelapa sawit (penghasil dan eksportir terbesar di
dunia), kakao (produsen terbesar ke-dua di dunia), timah (produsen terbesar kedua di
dunia), nikel (cadangan terbesar ke empat di dunia), dan bauksit (cadangan terbesar ke tujuh
di dunia) serta komoditas unggulan lainnya seperti besi baja, tembaga, karet, dan perikanan.
Indonesia juga memiliki cadangan energi yang sangat besar seperti misalnya batubara,
panas bumi, gas alam, dan air yang sebagian besar dimanfaatkan untuk mendukung industri
andalan seperti tekstil, perkapalan, peralatan transportasi, dan makanan-minuman.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 24
Tabel I-11 Keunggulan Komparatif Sumber Daya Alam Indonesia
6. Infrastruktur litbang dan Standardisasi BPKIMI
Sarana dan prasarana laboratorium, perbengkelan dan Rancang Bangun dan
Perekayasaan Industri (RBPI); sarana dan Prasarana difusi alih teknologi, sarana publikasi,
antara lain: jurnal dan majalah ilmiah yang terakreditasi.
Dalam rangka pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai regulasi
teknis, diperlukan kemampuan kesiapan infrastruktur Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK)
baik laboratorium uji maupun kemampuan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang
memadai guna mendukung kelancaran pelaksanaan SPPT SNI. Hingga saat ini, LSPro dan
laboratorium uji yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian dalam rangka
pemberlakukan SNI Secara Wajib telah berjumlah 33 LSPro yang terdiri dari 28 LSPro
pemerintah dan 5 LsPro swasta; serta 117 laboratorium uji yang terdiri dari 10 laboratorium
swasta, 24 perusahaan/industri, 29 laboratorium pemerintah, 50 laboratorium luar negeri,
dan 6 laboratorium BUMN.
NO NAMA SDA TAK
TERBARUKAN/ TERBARUKAN
POTENSI
1 Industri Hilir Kelapa Sawit SDA terbarukan • Indonesia merupakan negara produsen Minyak Mentah Sawit (CPO & CPKO) terbesar di dunia
• Produksi CPO sebesar 20,91 juta ton pada tahun 2009.
2 Industri Hilir Kakao SDA terbarukan • Indonesia merupakan produsen No.2 di Dunia dengan total produksi pada tahun 2009 mencapai 803.000 ton dan diperkirakan pada tahun 2014 Indonesia dengan produksi biji kakao diatas 1 juta ton/Tahun Sentra produksi biji kakao berkembang di
Indonesia seperti Sulawesi dengan luas areal tanaman 857.757 Ha (60,18%), Sumatera
286.121 Ha (20,08%), Kalimantan 47.826 Ha (3,36%), Jawa 82.623 Ha (5,08%),
NTT+NTB+Bali 62.507 Ha (4,39%), Maluku+Papua 86.266 Ha (6,05%).
3 Industri Hilir Karet SDA terbarukan • Produksi karet alam pada tahun 2009 mencapai 2,52 juta ton.
4 Industri Logam Hulu SDA tidak terbarukan
• Produksi bauksit sebesar 15 Juta Mton/tahun (ke-7 di dunia)
• Produksi tembaga sebesar 2,8 juta Mton/tahun (konsentrat)
• Produksi bijih nikel 3,27 juta ton (ke-4 di dunia)
• Produksi bijih besi sebesar 8,6 juta ton • Produksi pasir besi sebesar 1,9 juta ton
5 Industri Rumput Laut SDA terbarukan • Potensi lahan yang tersedia di Indonesia cukup besar yaitu lebih dari 1,38 Juta hektar dan baru termanfaatkan sekitar 222.000 hektar
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 25
7. Adanya program pemerintah yang fokus pada peningkatan kemampuan teknologi
untuk meningkatkan daya saing produk
Industri nasional dituntut agar memiliki daya saing yang cukup tinggi dalam era
persaingan global dewasa ini yang cenderung semakin tajam. Menurut Laporan World
Economic Forum (WEF) Tahun 2013, potret daya saing Indonesia mengalami kenaikan
dibanding tahun 2012 lalu dari posisi 50 menjadi posisi 38 dari 148 negara. Indeks daya saing
menurut WEF tersebut dibentuk oleh 3 unsur utama, yaitu persyaratan dasar (Kelembagaan,
Infrastruktur, Ekonomi Makro, serta Kesehatan dan Pendidikan Dasar), penopang efisiensi
(Pendidikan Tinggi, Efisiensi Pasar, Penerapan Teknologi), faktor inovasi dan kecanggihan.
Sementara peringkat Indonesia untuk aspek kesiapan teknologi, atau technological
readiness (unsur penopang efisiensi) pada tahun 2013, yang merupakan indikator
kemampuan dalam mengadopsi teknologi yang telah ada untuk meningkatkan
produktivitas industri dinilai masih rendah yaitu berada di peringkat 75 walaupun telah
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012 yang berada pada peringkat 85.
Sedangkan peringkat Indonesia untuk aspek inovasi, atau innovation (faktor inovasi
dan kecanggihan) pada tahun 2013 yang merupakan indikator kemampuan inovasi
teknologi berada pada peringkat 33, meningkat dari peringkat 39 tahun 2012. Hal ini
menunjukkan bahwa pada dasarnya kemampuan inovasi teknologi nasional sudah cukup
berkembang, namun dalam rangka penerapan masih dirasakan kurang. Untuk itu perlu
diupayakan agar lebih memperbanyak sosialisasi berbagai hasil riset yang dilakukan kepada
dunia usaha baik sejak awal penelitian maupun melakukan penelitian bersama yang bersifat
simbiosis mutualistik.
Program peningkatan kemampuan teknologi industri diarahkan untuk
memecahkan permasalahan di sektor industri nasional, yaitu ketertinggalan kemampuan
teknologi. Program dimaksud dilakukan melalui kegiatan pengembangan kemampuan
inovasi khususnya di bidang teknologi industri, yaitu kegiatan penelitian dan
pengembangan teknologi proses maupun teknologi produk, antara lain: design, engineering,
plant construction, and equipment fabrication.
Selain itu, salah satu upaya pemerintah dalam mendukung produk domestik adalah
dengan mengembangkan budaya cinta terhadap produk dalam negeri. Untuk mendukung
upaya tersebut, Kementerian Perindustrian sebagai pembina industri senantiasa
memberikan dukungan kepada industri dengan tujuan untuk meningkatkan semangat para
pelaku usaha agar selalu berinovasi dan mengembangkan teknologi dalam rangka
meningkatkan mutu produk dan daya saing industri nasional.
Besarnya perhatian Pemerintah di dalam mendorong tumbuhnya inovasi hasil litbang
dalam negeri diantaranya dapat dilihat pada Undang-undang No. 3 Tahun 2014 tentang
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 26
Perindustrian, yaitu bagi perusahaan industri yang memanfaatkan hasil inovasi litbang
dalam negeri (apakah itu hasil temuan dari Perguruan Tinggi, lembaga litbang pemerintah,
ataupun unit litbang industri), secara selektif dengan menggunakan kriteria tertentu akan
diberikan penjaminan risiko. Hal ini merupakan suatu lengkah terobosan yang cukup
strategis, sehingga nantinya kita bisa berharap gap antara tingkat kemampuan
menghasilkan inovasi di Indonesia, yang menurut penilaian World Economic Forum, masih
lebih baik dibandingkan tingkat kesiapan penerapan teknologi, secara bertahap dapat terus
berkurang.
Bentuk dukungan Pemerintah lainnya dalam Pengembangan Teknologi salah satunya
berupa penghargaan Rintisan Teknologi Industri (RINTEK). Pemberian penghargaan
Rintisan Teknologi Industri diberikan kepada perusahaan yang telah menghasilkan invensi
dan inovasi teknologi. Kementerian Perindustrian secara terus menerus mendorong industri
agar terus melakukan upaya pengembangan atau perekayasaan teknologi sehingga
ketergantungan Indonesia pada teknologi impor dapat diminimalkan.
B. Permasalahan
1. Keterbatasan Sumber Daya Litbang
Saat ini, pembiayaan riset dari APBN masih dikisaran 0,08% dari PDB, jauh lebih
rendah dari Malaysia (0,7%), India (0,85%), dan Cina (1,6%). Kecilnya anggaran dalam
pengembangan Iptek mengakibatkan program riset menjadi tidak fokus dan hasil yang
diperoleh kurang konkrit serta sulit untuk diimplementasikan. Perlu upaya untuk
memanfaatkan menggunakan dana alokasi pendidikan yang sekarang ini dikelola oleh
Kementerian Keuangan. Dana ini dapat diusahakan untuk mendukung peningkatan dana
riset pemerintah.
Sebagaimana disadari bahwa untuk mewujudkan industri yang berdaya saing dan
inovatif yang berbasis Ristek, mutlak diperlukan SDM yang handal, berkualitas, dan
kompeten. Peran strategis SDM yang diharapkan belum dapat dilaksanakan secara optimal
dalam proses peningkatan daya saing industri nasional karena masih terdapat kendala dan
masalah SDM.
Kendala SDM yang dimaksud antara lain kurangnya kuantitas dan kualitas SDM
litbang, kurangnya kompetensi para pejabat struktural dan fungsional dalam penyusunan
konsepsi kebijakan industri, penyusunan perencanaan/program, kerja sama/kemitraan
internal dan eksternal, pengembangan kompetensi lembaga sertifikasi, keterampilan
teknis, serta kemampuan manajerial. SDM yang diharapkan harus memiliki kualitas yang
cukup tinggi dalam arti mampu melaksanakan program pembangunan secara inovatif,
kreatif, serta produktif dengan semangat kerja dan disiplin tinggi serta memiliki
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 27
kemampuan manajerial, kewirausahaan, dan kepemimpinan yang merupakan persyaratan
agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja.
Meskipun secara kuantitas SDM di lingkungan BPKIMI cukup banyak SDM litbang
yang sudah memasuki periode usia pensiun (usia diatas 50 tahun) memiliki porsi yang cukup
besar yaitu sebanyak 1.011 orang (41,7 %) sedangkan SDM litbang usia produktif yaitu yang
berusia antara 35-45 tahun sebanyak 438 orang (18 %) dan antara 46-50 tahun sebanyak 266
orang (10.9 %). Selain itu, 1.710 orang (70,5 %) SDM litbang merupakan tenaga fungsional
umum, sedangkan persentasi jumlah tenaga fungsional khusus sebanyak 716 orang (29,5
%) yang diantaranya terdiri dari tenaga fungsional peneliti sebanyak 281 orang (39,24 %)
dan tenaga fungsional perekayasa sebanyak 53 orang (7,4 %). Hal tersebut merupakan
jumlah yang sangat minim untuk institusi litbang seperti BPKIMI.
Disisi lain, prasarana dan sarana untuk mendukung kegiatan kelitbangan terutama di
lingkungan Kementerian Perindustrian masih rendah. Selama kurun 5 (lima) tahun
belakangan ini, pengadaan alat laboratorium uji lebih banyak difokuskan untuk mendukung
kelancaran kegiatan pengujian dalam rangka penerapan SNI wajib, sementara untuk
mendukung kegiatan litbang masih sangat rendah.
2. Kurangnya sinergi program kerja sama litbang
Saat ini belum ada sinergi program kerja sama litbang antara balai-balai industri
dengan perguruan tinggi, dunia usaha, dan lembaga riset dalam menghasilkan produk
litbang yang aplikatif dan terintegrasi. Padahal, pengalaman negara maju menunjukkan
bahwa kekuatan ekonomi merupakan hasil dari kemampuan penguasaan teknologi dan
inovasi. Untuk meningkatkan penguasaan teknologi dan inovasi diperlukan mekanisme
intermediasi Iptek yang bertujuan untuk menjembatani interaksi antara penelitian yang
dilakukan dengan kebutuhan dari Industri sebagai pengguna. Sementara itu, sebagian
besar industri dalam negeri belum memandang bahwa kegiatan kelitbangan merupakan
bagian yang sangat penting/strategis dalam pengembangan usahanya, apalagi investasi
yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan litbang juga cukup besar.
Seringkali masalah yang dihadapi oleh litbang industri tidak dapat ditangani secara
individu oleh litbang industri yang ada. Kerja sama antara Peneliti atau antara Lembaga
Litbang dapat diwujudkan dalam rangka berbagi sumber daya berupa peneliti maupun
fasilitas dan peralatan litbang, atau bahkan dana litbang. Namun dalam kenyataannya,
kegiatan kelitbangan di dalam negeri belum mampu dikoordinasikan dengan baik, sehingga
banyak kegiatan litbang yang dilaksanakan sifatnya mengulang, tetapi hasilnya tidak
maksimal. Kolaborasi antar lembaga litbang Pemerintah dan dunia usaha belum menjadi
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 28
suatu kebutuhan nasional. Yang terjadi selama ini lebih banyak melalui pendekatan
konvensional atau dengan kata lain belum terprogramkan secara nasional.
Kesenjangan-kesenjangan terjadi karena tidak seimbangnya antara sisi penyediaan
dengan sisi penggunaan teknologi, efektivitas mekanisme/saluran transaksi antara
penyedia dan pengguna teknologi, serta permodalan dan mekanisme pengelolaan risiko
sehingga mengakibatkan kurang responsifnya sektor produksi terhadap hasil litbang yang
dihasilkan oleh perguruan tinggi dan/atau lembaga litbang. Kelemahan-kelemahan tersebut
menghambat interaksi yang efektif antara penyedia dan pengguna teknologi sekaligus juga
mempengaruhi kemampuan penyedia teknologi dalam mengembangkan teknologi yang
relevan dan berkualitas.
Untuk itu sinergi antara peneliti dengan industri ini dibutuhkan dalam bentuk
kerjasama A-B-G (Academic, Bussiness, Government) agar perkembangan teknologi bisa
segera dimanfaatkan oleh industri dan masyarakat.
3. Kebijakan yang ada belum mendukung penuh pengembangan litbang
Kegiatan Litbang di Indonesia baik yang dilakukan oleh pihak swasta maupun
pemerintah masih relatif kecil. Menurut data dari World Development Indicator (WDI) alokasi
dana litbang di Indonesia hanya sebesar 0,08% dari Gross Domestic Product (GDP). Adapun
alokasi dana litbang dari pihak swasta di Indonesia hanya sebesar 0,02% dari GDP.
Alokasi dana litbang oleh pihak swasta tersebut sebagian besar dikelola secara
mandiri tanpa melibatkan litbang pemerintah atau perguruan tinggi. Pengelolaan mandiri
tersebut tentunya sangat disayangkan karena tidak dapat memberikan pertambahan nilai
bagi kemajuan litbang di Indonesia.
Untuk bisa bersaing di abad teknologi dengan semakin derasnya arus impor produk
barang dan jasa yang berpotensi mengancam kondisi neraca perdagangan dan neraca
pembayaran maka sudah seharusnya dilakukan sinergi antara pihak swasta dan pemerintah
khususnya di bidang litbang. Pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh litbang yang kuat
tentunya akan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi bagi bangsa Indonesia dibandingkan
hanya mengandalkan ekspor bahan baku mentah serta tenaga kerja murah dengan tingkat
pendidikan yang relatif rendah. Selain itu perlu diperkuat pula oleh instrumen
perlindungan, berupa kebijakan bagi pengembangan, ketahanan maupun daya saing
industri di dalam negeri
Rendahnya belanja litbang dari pihak swasta dibandingkan belanja litbang milik
pemerintah ataupun perguruan tinggi di Indonesia terkait dengan budaya dan sudut
pandang serta kepentingan yang berbeda. Untuk itu perlu ada insentif yang lebih menarik
dari pemerintah bagi pihak swasta sehingga bisa mendorong kegiatan dan belanja litbang.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 29
Selain itu pemberian insentif dalam bentuk royalti kepada unit litbang dan peneliti
yang hasil temuannya dimanfaatkan secara komersial di industri, pun perlu dilakukan.
Pemerintah pun belum mengarahkan kebijakan untuk relokasi unit litbang milik
perusahaan industri PMA melalui skema insentif pajak (double tax deductable) terutama bagi
industri yang berorientasi ekspor dan sifat siklus umur teknologinya singkat atau berubah
cepat.
4. Minimnya hasil Litbang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha
Hasil litbang dalam bentuk teknologi proses/produk yang diciptakan selama ini belum
mampu memenuhi kebutuhan dunia industri, terutama untuk industri yang membutuhkan
teknologi tinggi dan madya, yang banyak dibutuhkan oleh industri berskala besar dan
menengah. Hal ini disebabkan hasil litbang yang diciptakan masih dalam bentuk prototype
atau uji coba yang pada umumnya belum dapat dikomersialisasikan atau belum mempunyai
nilai ekonomis. Sementara untuk dapat dikomersialisasikan membutuhkan uji coba secara
teknis-ekonomis yang membutuhkan biaya yang cukup besar.
Minimnya pemanfaatan hasil litbang juga disebabkan belum optimalnya mekanisme
intermediasi yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia hasil litbang dengan
kebutuhan pengguna. Hal ini dapat dilihat dari belum tertatanya infrastruktur litbang,
antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil litbang menjadi preskripsi
teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi. Di samping itu, masalah
tersebut dapat dilihat dari belum efektifnya sistem komunikasi antara lembaga litbang dan
pihak industri, yang antara lain berakibat pada minimnya keberadaan industri kecil
menengah berbasis teknologi.
5. Belum berkembangnya budaya Litbang Industri di kalangan masyarakat
Pada umumnya budaya bangsa Indonesia masih belum mencerminkan nilai-nilai iptek
yang mempunyai penalaran obyektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir
masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka mencipta daripada sekedar
memakai, lebih suka membuat daripada sekedar membeli, serta lebih suka belajar dan
berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada.
Di sisi lain masyarakat pada umumnya belum termotivasi untuk terjun ke dunia
kelitbangan karena pekerjaan di bidang kelitbangan dipandang belum menjanjikan
dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang lain. Di sisi lain, kebutuhan akan teknologi baru
dan maju tidaklah menjadi kendala karena mudah diperoleh dari berbagai sumber di luar
negeri.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 30
6. Manajemen keuangan yang kurang akomodatif terhadap tuntutan kegiatan litbang.
Manajemen keuangan yang dianut selama ini dirasakan kurang akomodatif untuk
mendukung tumbuh dan berkembangnya lembaga litbang, apalagi anggaran yang
dialokasikan masih jauh dari apa yang diharapkan.
Pada umumnya lembaga litbang dikelola oleh Pemerintah dimana struktur
kelembagaannya mengikuti sistem organisasi dan tata kelola induknya, yaitu Kementerian
maupun Lembaganya. Seringkali sistem organisasi dan tata kelola tersebut tidak cocok
untuk diterapkan di lembaga litbang. Sebagai contoh, penerimaan lembaga litbang dari
industri ketika melakukan layanan teknis atau penyebarluasan hasil litbang harus masuk ke
Pemerintah dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sehingga lembaga
litbang tersebut tidak memiliki lagi dana di akhir tahun untuk melaksanakan kegiatan
litbang dan layanan teknis ke industri, sampai dana tersebut turun kembali di tahun
berikutnya setelah melalui proses panjang, sementara industri tidak mau tahu dan akhirnya
mengeluh lembaga litbang tersebut lamban dalam memberikan pelayanan.
Di sisi lain, unit layanan teknis dituntut untuk mampu memberikan layanan publik
secara prima, sementara sistem penganggaran PNBP tidak memungkinkan unit layanan
bergerak secara leluasa (kecuali melalui mekanisme Badan Layanan Umum – BLU),
sehingga penerimaan yang seharusnya dapat ditarik menjelang akhir tahun terpaksa harus
ditolak.
7. Lemahnya penguasaan teknologi oleh sektor industri yang menyebabkan daya saing
produk industri lemah dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat
Rendahnya kemampuan lembaga litbang dalam negeri dalam menciptakan inovasi
teknologi pada umumnya dipengaruhi oleh terbatasnya jumlah SDM litbang yang
berkualitas/profesional, belum memadainya sarana dan prasarana untuk menunjang
kegiatan penelitian dan pengembangan, di samping anggaran yang dialokasikan sangat
terbatas.
Perlu dilakukan Peningkatan transfer teknologi melalui proyek putar kunci (turn key
project) apabila belum tersedia teknologi yang diperlukan di dalam negeri. Hal tersebut juga
untuk meningkatkan kemampuan akuisisi teknologi dari luar negeri, teknologi dari luar
negeri yang diadakan sendiri oleh industri dalam negeri ternyata belum disertai dengan cara
akuisisi yang tepat (mencari, menilai dan mengadakan negosiasi dengan pemasok
teknologi, memperoleh teknologi yang sesuai kebutuhan) sehingga biaya yang ditanggung
masih besar dan ketergantungan yang masih terus menerus pada pemasok teknologi dari
luar negeri. Selain itu pihak pemilik teknologi di luar negeri pada umumnya memberlakukan
teknologi sebagai komoditi yang memiliki nilai strategis sehingga bersikap kurang terbuka
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 31
untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada industri dalam negeri guna
menggali, meningkatkan kompetensi, dan akuisisi teknologi dari luar di atas sehingga
kemampuan akuisisi teknologi dari luar masih rendah.
8. Belum adanya pemberian jaminan risiko terhadap pemanfaatan hasil litbang dalam
negeri
Penjaminan resiko terhadap pemanfaatan teknologi yang dikembangkan
berdasarkan hasil litbang dalam negeri melalui kerja sama dengan lembaga penjamin resiko
dalam negeri sampai saat ini belum dikembangkan di Indonesia. Oleh karena itu, UU No. 3
Tahun 2014 tentang Perindustrian, mengatur mengenai kewajiban Pemerintah melakukan
Penjaminan Risiko atas Pemanfaatan Teknologi Industri yang dikembangkan di dalam
negeri oleh lembaga penelitian dan pengembangan, perusahaan, dan/atau perguruan tinggi
(lembaga litbang pemerintah kementerian/non kementerian, BUMN/BUMD, dan/atau
Perguruan Tinggi Negeri).
Penjaminan Risiko atas Pemanfaatan Teknologi Industri tersebut diberikan kepada
Industri yang memanfaatkan Teknologi Industri hasil penelitian dan pengembangan yang
belum teruji, yaitu teknologi industri yang bersifat pionir dan sudah teruji secara
teknis/laboratorium, namum belum teruji secara komersial.
Hal ini diberikan dalam rangka memperkuat daya saing Industri nasional dalam
meningkatkan kemampuan Industri dalam menghadapi pasar domestik maupun
internasional melalui peningkatan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas serta keunggulan
produk Industri nasional; meningkatkan kemandirian industri dalam negeri, dan pelestarian
fungsi lingkungan.
Adapun Penjaminan Risiko atas Pemanfaatan Teknologi Industri merupakan jaminan
kelayakan teknologi sebagai upaya dan komitmen dari penjamin untuk melakukan mitigasi
risiko atas pemanfaatan teknologi industri. Selain itu penjaminan Risiko hanya diberikan
pada hal-hal yang terkait dengan efisiensi dan efektivitas teknologi.
Penjaminan risiko tersebut diberikan dalam bentuk garansi dan dapat diberikan
dalam hal terjadi kegagalan penerapan teknologi industri. Apabila terjadi kegagalan
penerapan teknologi dilakukan audit forensik oleh lembaga independen. Untuk penjaminan
risiko tersebut, pemerintah akan mengalokasikan anggaran yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau sumber lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 32
Adapun skema garansi sebagai berikut :
Gambar I-1 Skema Garansi
Gambar I-2 Skema Penjaminan
9. Belum dilakukan audit teknologi terhadap teknologi yang dinilai tidak layak untuk
industri
Teknologi yang dinilai tidak layak untuk industri adalah antara lain, teknologi yang
boros energi, beresiko pada keselamatan dan keamanan, serta berdampak negatif pada
lingkungan. Audit Teknologi merupakan suatu cara untuk melaksanakan identifikasi
kekuatan dan kelemahan aset teknologi dalam rangka pelaksanaan manajemen teknologi
• Pihak terjamin tidak mempunyai hak untuk memnyampaikan klaim kepada penjamin
Terjamin
(Industri Pemanfaat Teknologi)
Dijamin
(Penghasil teknologi dari dalam negeri (lembaga penelitian,
perusahaan, perguruan tinggi, dan sebagainya) yang
teknologinya belum teruji)
S J
Gagal Memenuhi K w b
h
K
Penerusan Klaim
b y K
h K w b
v
L w
D
D
L /L
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 33
sehingga manfaat teknologi dapat dirasakan sebagai faktor yang penting dalam
meningkatkan mutu kehidupan umat manusia dan meningkatkan daya saing.
Walaupun audit teknologi dinilai penting oleh berbagai pihak, pelaksanaannya masih
bersifat sporadis dan kasuistis, terutama jika terjadi masalah dalam penerapan teknologi
atau terjadinya kegagalan audit atau terjadinya kegagalan teknologi (bersifat investigatif).
Audit teknologi akan lebih bermanfaat jika dilakukan sebagai upaya preventif bagi
perlindungan publik dan upaya motivatif bagi peningkatan daya saing. Pentingnya peranan
Audit Teknologi Industri khususnya bagi perusahaan atau industri-industri yang sarat
teknologi sehingga dapat diperoleh manfaat yang berdaya guna tinggi. Mendorong
terjadinya transfer teknologi dari perusahaan atau tenaga kerja asing yang beroperasi di
dalam negeri.
10. Belum dipahaminya persepsi Industri Hijau antar pemangku kepentingan terkait
Kondisi saat ini konsep industri hijau dianggap merupakan suatu konsep yang baru
dan masih belum diketahui secara luas oleh sesama aparat pemerintah, pelaku industri, dan
masyarakat. Mengingat internalisasi industri hijau ke dalam tupoksi Kementerian
Perindustrian baru dimulai sejak tahun 2010, maka diperlukan persamaan persepsi tentang
industri hijau, kriteria, upaya/program untuk mencapainya, dan manfaat penerapan industri
hijau.
Selain itu, mayoritas industri yang belum menerapkan standar industri hijau dalam
kegiatan produksinya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh belum tersedia infrastruktur yang
dapat mendukung penerapan industri hijau, terbatasnya SDM yang kompeten dalam
penerapan industri hijau., dibutuhkannya teknologi dan litbang yang dapat diterapkan
sesuai kebutuhan industri nasional untuk pengembangan industri hijau, belum adanya
insentif yang mendukung pengembangan industri hijau., perlu adanya kerjasama yang
intensif dengan berbagai negara, organisasi internasional dan lembaga pendanaan untuk
mendapatkan akses bantuan teknologi dan pendanaan.
11. Belum tersedianya data produk industri berbasis HKI yang akurat
Belum optimalnya pembinaan, penerapan, dan pengembangan produk industri
berbasis HKI, serta advokasi layanan aspek hukum yang implementatif secara baik, benar,
dan tepat sasaran, mengakibatkan kurang tersedianya informasi dan data yang akurat
dalam rangka proses pembuatan dan/atau penyusunan perencanaan serta perlindungan
maupun pengelolaan HKI yang dapat memberikan manfaat di sektor industri. Selain itu,
kontribusi hasil kekayaan intelektual berupa desain, paten dan merk dalam produk industri
untuk meningkatkan nilai tambah belum optimal.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 34
Dengan ketersedian informasi dan data HKI yang up to date, perlindungan dan
pengelolaan produk industri berbasis HKI dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan
promosi dan informasi hasil invensi dan inovasi milik masyarakat industri dan/ lembaga
Litbang ke calon penggunanya. Diharapkan dengan tersedianya data produk tersebut dapat
mendorong produk berbasis HKI untuk meningkatkan kontribusi hasil kekayaan intelektual
dalam meningkatkan nilai tambah.
12. Ketersediaan dan kapasitas infrastruktur standardisasi laboratorium penguji untuk
mendukung penerapan SNI dengan semua parameter masih terbatas
Salah satu kendala dalam mendukung penerapan SNI terutama SNI yang
diberlakukan secara wajib selama ini adalah terbatasnya kemampuan dan jumlah
laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh KAN, baik yang dimiliki oleh pemerintah
maupun swasta. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut Menteri Perindustrian telah
menunjuk LSPro dan laboratorium uji sesuai kompetensinya untuk mendukung penerapan
97 SNI wajib, baik yang telah terakreditasi oleh KAN maupun yang belum. Khusus bagi yang
belum terakreditasi KAN, laboratorium uji diharuskan dalam kurun waktu 2 tahun sudah
terakreditasi. Disadari bahwa untuk mendapat akreditasi dari KAN bukanlah hal yang
mudah karena membutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana beserta tenaga analisnya
yang cukup memadai.
Pada umumnya persebaran laboraorium uji belum merata atau lebih banyak berada
di Pulau Jawa, sementara pelanggan yang dihadapi berada di berbagai wilayah. Selama ini
permasalahan yang sering dialami adalah kapasitas pengujian di laboratorium uji baik
mengenai parameter yang diuji maupun kemampuan kuantitas melayani pengujian belum
memadai.
Di samping keterbatasan infrastruktur, permasalahan lain adalah terbatasnya jumlah
personel sertifikasi yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan. Tenaga personel yang ada
pada umumnya PNS yang berlatar pengalaman non teknis dan kurang memiliki kompetensi
di bidang produk dan proses produksi termasuk di dalamnya sistem pengendalian dan
kepastian mutu.
13. Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap mutu
Kesadaran masyarakat terhadap mutu masih sangat rendah terutama bagi
masyarakat golongan menengah ke bawah. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena daya beli
masyarakat atau konsumen Indonesia masih rendah mengingat mereka selalu
memperhatikan produk dengan harga murah meskipun berkualitas rendah.
Selama ini telah banyak kasus yang terjadi terkait dengan masalah produk yang tidak
memenuhi standar atau tidak berkualitas, sehingga menyebabkan banyaknya kejadian yang
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab I Pendahuluan 35
tidak diinginkan atau musibah yang dialami oleh konsumen tingkat bawah terutama produk
makanan dan mainan anak.
Untuk mengatasi konsumen dari produk-produk yang membahayakan kesehatan,
keselamatan dan keamanan serta lingkungan, Pemerintah c.q Kementerian Perindustrian
saat ini baru mampu memberlakukan 97 SNI secara wajib karena berbagai kendala yang
dihadapi, seperti ketidaktersediaannya SNI yang harmonis dengan standar internasional,
terbatasnya kemampuan dan kompetensi laboratorium uji maupun rendahnya kemampuan
industri dalam negeri guna menerapkan ketentuan SNI.
14. Masih banyak SNI yang belum harmonis dengan standar internasional dalam
mendukung perdagangan bebas;
SNI di bidang Industri saat ini tercatat 4188 judul atau hampir 70% dari total SNI yang
telah ditetapkan oleh BSN, namun hanya sebagian kecil yang harmonis dengan standar
internasional. Banyak SNI yang tidak harmonis dengan standar internasional disebabkan
pada saat penetapan SNI masih banyak mengadopsi Standar Industri Indonesia (SII) yang
lama dan kemungkinan besar sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi atau kebutuhan pasar. Meskipun telah dilakukan peninjauan
dan revisi terhadap SNI tersebut, namun belum dilakukan secara menyeluruh.
Mengingat banyaknya SNI di bidang Industri yang tidak harmonis dengan standar
internasional, maka pemanfaatan SNI sebagai salah satu instrumen technical barrier untuk
menghadang produk impor sangat sulit.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 36
BAB II. VISI, MISI DAN TUJUAN BPKIMI
II.1 VISI BPKIMI
Kementerian Perindustrian sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perindustrian dituntut untuk melakukan
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan perindustrian.
Apabila keseluruhan hal tersebut dapat terpenuhi, maka berarti Kementerian
Perindustrian telah mampu berperan dalam mendukung pencapaian visi, misi, sasaran, dan target
pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan pada RPJMN 2015 – 2019, serta mendukung
pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara sesuai dengan amanat UUD 1945, yaitu mewujudkan
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Oleh karena itu, visi Kementerian Perindustrian
tahun 2015 – 2019 adalah:
“Indonesia Menjadi Negara Industri Tangguh Pada Tahun 2035”
Penjelasan Visi:
Visi pembangunan Industri Nasional pada tahun 2035 adalah menjadi Negara Industri
Tangguh yang bercirikan:
1. Struktur industri nasional yang kuat, dalam, sehat dan berkeadilan;
2. Industri yang berdaya saing tinggi di tingkat global;
3. Industri yang berbasis inovasi dan teknologi.
Oleh karena itu, visi BPKIMI tahun 2015 – 2019 adalah:
“Menjadi lembaga penyedia rumusan kebijakan yang visioner dan pelayanan teknis
teknologis terkini yang mampu menjadi katalis peningkatan produktivitas dan daya
saing sektor industri di tingkat nasional maupun global”
II.2 MISI BPKIMI
Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, diperlukan tindakan nyata dalam bentuk 3 (tiga)
misi sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Perindustrian sebagai berikut:
1. Mengembangkan Perwilayahan Industri guna Penyebaran dan Pemerataan Industri;
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 37
2. Meningkatkan nilai tambah didalam negeri melalui pengelolaan sumber daya industri
yang berkelanjutan;
3. Meningkatkan daya saing dan Produktivitas.
Misi merupakan langkah utama sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian
Perindustrian, oleh karena itu ada 3 (tiga) Misi atau langkah utama yang kesemuanya dimaksudkan
untuk mencapai Visi “Indonesia Menjadi Negara Industri Tangguh Pada Tahun 2035”.
Untuk mendukung misi tersebut di atas, tindakan nyata yang akan dilakukan BPKIMI dalam
bentuk 5 (lima) misi sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai berikut:
1. Mengembangkan kebijakan dan iklim usaha industri yang kondusif;
2. Meningkatkan peran standardisasi sebagai referensi pasar;
3. Mendorong pengembangan teknologi industri yang maju dan berdaya saing termasuk di
dalamnya perlindungan HKI;
4. Mendorong pengembangan industri yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
(industri hijau);
5. Meningkatkan penguasaan teknologi dan penggunaan SDA lokal melalui kegiatan
litbang dan pelayanan jasa teknis.
II.3 TUJUAN BPKIMI
Untuk mewujudkan Visi dan melaksanakan Misi di atas, BPKIMI menetapkan tujuan yang
akan dicapai dalam 5 (lima) tahun ke depan sesuai dengan Peta Strategis Kementerian
Perindustrian yaitu Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing. Ukuran keberhasilan
pencapaian tujuan tersebut akan dijelaskan dalam bagian Sasaran Strategis BPKIMI.
Adapun, tujuan BPKIMI adalah :
1. Mewujudkan kebijakan di bidang inovasi teknologi, standardisasi, iklim usaha, industri
hijau dan kelitbangan dalam rangka mendorong daya saing industri nasional;
2. Mendorong peningkatan pelayanan teknis teknologis dan fokus pada pemecahan
masalah yang dihadapi sektor industri;
3. Meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi maju dalam rangka meningkatkan
produktivitas dan daya saing industri
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 38
II.4 SASARAN STRATEGIS BPKIMI
Dalam mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan upaya-upaya sistematis yang dijabarkan
ke dalam sasaran-sasaran strategis yang mengakomodasi Perspektif Pemangku kepentingan,
Perspektif Proses Internal, dan Perspektif Proses Internal, dan Perspektif Pembelajaran
Organisasi. Sasaran strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis Kementerian Perindustrian
untuk periode tahun 2015 – 2019 adalah sebagai berikut:
A. PERSPEKTIF PEMANGKU KEPENTINGAN
Kementerian Perindustrian memiliki Sasaran Strategis :
1. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Pertumbuhan Industri;
2. Sasaran Strategis 2: Meningkatnya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri;
3. Sasaran Strategis 3: Meningkatnya investasi di sektor industri;
4. Sasaran Strategis 4: Meningkatnya Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Industri;
5. Sasaran Strategis 5: Meningkatnya Penyebaran dan Pemerataan Industri;
6. Sasaran Strategis 6: Kuatnya Struktur Industri;
Dari Sasaran Strategis Kementerian Perindustrian tersebut, BPKIMI memiliki
Indikator Kinerja Utama (IKU) yang meliputi Sasaran Strategis :
1. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya investasi di sektor industri, dengan indikator
kinerja sasaran strategis yaitu:
1) Pertumbuhan Industri Pionir dan Industri Prioritas
2. Sasaran Strategis 2: Kuatnya Struktur Industri, dengan indikator kinerja sasaran
strategis yaitu:
1) Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dan/atau PTC Diberlakukan Secara
Wajib;
B. PERSPEKTIF PROSES INTERNAL
1. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri dan Penerapan
HKI, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:
1) Pertumbuhan Pengembangan Teknologi Industri
2) Pertumbuhan Penerapan Inovasi Teknologi Industri
3) Pertumbuhan Penerapan HKI di Sektor Industri
2. Sasaran Strategis 2: Meningkatnya Industri yang Menerapkan Prinsip-Prinsip
Industri Hijau, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 39
1) Pertumbuhan Industri yang Menerapkan Konservasi Energi
2) Jumlah Kebijakan dan Infrastruktur Industri Hijau
3. Sasaran Strategis 3: Meningkatnya Kualitas Layanan Publik Kepada Pelaku Usaha
Industri dan Masyarakat, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:
1) Indeks kepuasan pelanggan.
C. PERSPEKTIF PEMBELAJARAN ORGANISASI
1. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Fasilitasi Kelembagaan Teknologi, Industri
Hijau, Sarana dan Prasarana dan SDM dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing
Industri, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:
1) Peningkatan paket peralatan Laboratorium dan Sarana Pendukung Balai.
2) Peningkatan Kompetensi SDM BPKIMI.
2. Sasaran Strategis 2: Terwujudnya Kebijakan dan Program BPKIMI yang Berkualitas
dan Berkelanjutan, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:
1) Tingkat Persetujuan Rencana Kegiatan;
2) Tingkat Kesesuaian Realisasi Anggaran dengan Target yang Ditetapkan pada Awal
Tahun Anggaran;
3) Tingkat Kesesuaian Realisasi Fisik dengan Target yang Ditetapkan pada Awal
Tahun Anggaran
3. Sasaran Strategis 4: Sistem Tata Kelola Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN)
yang Transparan dan Akuntabel, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:
1) Penyelesaian Temuan Tertib Pengelolaan Anggaran
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 40
Ga
mb
ar
II-1
Pe
ta S
tra
teg
is T
ah
un
20
15 –
20
19
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 41
Tabel II-1 Indikator Kinerja Utama, Sasaran Strategis Dan Kinerja Sasaran Strategis BPKIMI 2015 – 2019
Kode SS
Sasaran Strategis (SS)
Penjelasan SS Kode IKSS
Indikator Kinerja Sasaran Strategis
(IKSS) Penjelasan IKSS Satuan
Target Satker
2015 2016 2017 2018 2019 PKIUI Puskajitek
&HKI PPIHLH Pustand Sekretariat Balai
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
PERSPEKTIF PEMANGKU KEPENTINGAN
S1 Meningkatnya investasi di sektor industri
Upaya meningkatkan investasi di industri pengolahan non-migas melalui pemberian fasilitasi, promosi investasi industri, serta pemberian insentif bagi investasi di bidang industri.
S1.1 Pertumbuhan Industri Pionir dan Industri Prioritas
Merupakan data pertumbuhan industri pionir, dihitung dari jumlah investasi sektor industri yang mengajukan permohonan fasilitas fiskal (tax holiday & tax allowance)
Persen 5,20 5,85 6,49 7,13 7,75 •
S2 Kuatnya struktur industri
Memperkuat struktur industri pengolahan non-migas dengan menumbuhkan industri hulu dan antara yang berbasis sumber daya alam diantaranya melalui penerapan inovasi teknologi industri
S2.1
Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dan/atau PTC Diberlakukan Secara Wajib
Merupakan penurunan nilai impor dari produk industri yang SNI, ST dan/atau PTC telah diberlakukan secara wajib (98 komoditi industri)
Persen 5 10 15 20 30 •
PERSPEKTIF PROSES INTERNAL
T1 Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri dan Penerapan HKI
Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri dan Penerapan HKI pada Satker di lingkungan BPPI
T1.1 Pertumbuhan Pengembangan Teknologi Industri
Merupakan pertumbuhan pengembangan teknologi industri yang dilihat dari Pelaksanaan litbang dan aplikasi hasil litbang berdasarkan program prioritas dan intermediasi hasil litbang
Persen 10 20 35 50 60 • •
T1.2 Pertumbuhan Penerapan Inovasi Teknologi Industri
Merupakan pertumbuhan penerapan inovasi teknologi industri yang dilihat dari teknologi hasil litbang yang diterapkan di industri
Persen 10 20 35 50 60 • •
T1.3 Pertumbuhan Penerapan HKI di Sektor Industri
Merupakan pertumbuhan penerapan HKI di sektor industri yang dilihat dari fasilitasi pendaftaran paten hasil litbang teknologi Balai Besar/Baristand
Persen 10 20 35 50 60 •
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 42
Kode SS
Sasaran Strategis (SS)
Penjelasan SS Kode IKSS
Indikator Kinerja Sasaran Strategis
(IKSS)
Penjelasan IKSS Satuan Target Satker
2015 2016 2017 2018 2019 PKIUI Puskajitek
&HKI PPIHLH Pustand Sekretariat Balai
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
T2 Meningkatnya Industri yang Menerapkan Prinsip-Prinsip Industri Hijau
Meningkatkan kesadaran industri untuk menerapkan prinsip-prinsip industri hijau
T2.1 Pertumbuhan Industri yang Menerapkan Konservasi Energi
Perbandingan antara jumlah industri yang telah menerapkan konservasi energi pada tahun berjalan dibandingkan dengan baseline data tahun sebelumnya
Persen 20 40 60 80 20 •
T2.2 Jumlah Kebijakan dan Infrastruktur Industri Hijau
Jumlah kebijakan dan/atau infrastruktur industri
Kebijakan dan Infrastr
uktur
15 33 54 75 15 •
T3 Meningkatnya Kualitas Layanan Publik Kepada Pelaku Usaha Industri dan Masyarakat
Citra Positif Kementerian Perindustrian
T3.1 Indeks kepuasan pelanggan
Hasil penilaian kepuasan masyarakat melalui survey yang dilakukan oleh setiap satuan kerja yang memberikan pelayanan publik.
(Indeks dalam skala 1-5)
Indeks kepuas
an (skala
4)
3,5 3,5 3,6 3,7 3,8 •
PERSPEKTIF PEMBELAJARAN ORGANISASI
L1 Meningkatnya Fasilitasi Kelembagaan Teknologi, Industri Hijau, Sarana dan Prasarana dan SDM dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing Industri
Meningkatkan kapabilitas dan fasilitas Satker, serta meningkatkan kompetensi SDM
L1.1 Peningkatan paket peralatan Laboratorium dan Sarana Pendukung Balai
Merupakan jumlah paket peralatan laboratorium dan sarana pendukung Balai (gedung) yang dibeli/dibangun untuk mendukung pelayanan jasa teknis pada Balai Besar dan Baristand.
Paket Peralat
an
10 22 22 22 22 •
L2.2 Peningkatan Kompetensi SDM BPKIMI.
Merupakan jumlah SDM BPKIMI yang melanjutkan pendidikan ke jenjang S3, mengikuti pelatihan dan naik pangkat
Orang 275 275 275 275 275
•
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab II Visi, Misi, dan Tujuan BPKIMI 43
Kode SS
Sasaran Strategis (SS)
Penjelasan SS Kode IKSS
Indikator Kinerja Sasaran Strategis
(IKSS) Penjelasan IKSS Satuan
Target
Satker
2015 2015 2015 2015 2015 PKIUI Puskajitek
&HKI PPIHLH Pustand Sekretariat Balai
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
L2
Terwujudnya Kebijakan dan Program BPKIMI yang Berkualitas dan Berkelanjutan
Mengarahkan kebijakan dan Program BPKIMI yang berkualitas dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan industri
L2.1 Tingkat Persetujuan Rencana Kegiatan
Persentase persetujuan Rencana program dan anggaran yang disetujui Kemenkeu
Persen 90 90 90 90 90 •
L2.2 Tingkat Kesesuaian Realisasi Anggaran dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun Anggaran
Persentase kesesuaian antara realisasi Anggaran dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun Anggaran
Persen 90 90 90 90 90 • • • • • •
L2.3 Tingkat Kesesuaian Realisasi Fisik dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun Anggaran
Persentase kesesuaian antara realisasi fisik dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun Anggaran
Persen 92 93 94 95 95 • • • • • •
L3 Sistem Tata Kelola Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) yang Transparan dan Akuntabel
Penigkatan tata kelola keuangan dan BMN yang sesuai dengan aturan berlaku dan akutanbel
L3.1 Penyelesaian Temuan Tertib Pengelolaan Anggaran
Persentase antara temuan dengan penyelesaian temuan
Persen 75 76 78 79 80 •
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 44
BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA
REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
III.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
A. INDUSTRI PRIORITAS
Pembangunan industri prioritas periode tahun 2015-2019 dilaksanakan dengan
mengacu pada rencana aksi yang telah diamanatkan oleh Rencana Induk Pembangunan
Industri Nasional (RIPIN) dengan menetapkan 10 (sepuluh) industri prioritas yang akan
dikembangkan. Kesepuluh industri prioritas tersebut dikelompokkan kedalam 6 (enam)
industri andalan, 1 (satu) industri pendukung, dan 3 (tiga) industri hulu dengan rincian
sebagai berikut:
1. Industri Pangan;
2. Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan;
3. Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka;
4. Industri Alat Transportasi;
5. Industri Elektronika dan Telematika (ICT);
6. Industri Pembangkit Energi;
7. Industri Barang Modal, Komponen, dan Bahan Penolong;
8. Industri Hulu Agro;
9. Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam; dan
10. Industri Kimia Dasar (Hulu dan Antara).
B. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
Sumber daya industri adalah sumber daya yang digunakan untuk melakukan
pembangunan industri yang meliputi: (a) pembangunan sumber daya manusia; (b)
pemanfaatan sumber daya alam; (c) pengembangan dan pemanfaatan Teknologi Industri;
(d) pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi; dan (e) penyediaan sumber
pembiayaan. Sasaran Pembangunan Industri Nasional yang akan didukung oleh BPKIMI
Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri serta pengembangan dan
pemanfaatan kreativitas dan inovasi.
Industri Andalan
Industri Pendukung
Industri Hulu
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 45
Pengembangan, penguasaan dan pemanfaatan teknologi industri bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian industri
nasional. Penguasaan teknologi dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan kebutuhan industri dalam negeri agar dapat bersaing di pasar dalam
negeri dan pasar global.
Pengembangan, penguasaan, dan pemanfaatan teknologi industri dilakukan melalui:
a. Peningkatan sinergi program kerjasama litbang antara balai-balai industri dengan
lembaga riset pemerintah, lembaga riset swasta, perguruan tinggi, dunia usaha dan
lembaga riset untuk menghasilkan produk litbang yang aplikatif dan terintegrasi;
b. Implementasi pengembangan teknologi baru melalui pilot plant atau yang sejenis;
c. Pemberian jaminan resiko terhadap pemanfaatan teknologi yang dikembangkan
berdasarkan hasil litbang dalam negeri;
d. Pemberian insentif bagi industri yang melaksanakan kegiatan litbang dalam
pengembangan industri dalam negeri;
e. Pemberian insentif dalam bentuk royalti kepada unit litbang dan peneliti yang hasil
temuannya dimanfaatkan secara komersial di industri;
f. Peningkatan transfer teknologi melalui proyek putar kunci (turn key project) apabila
belum tersedia teknologi yang diperlukan di dalam negeri;
g. Mendorong relokasi unit litbang milik perusahaan industri PMA melalui skema insentif
pajak (double tax deductable) terutama bagi industri yang berorientasi ekspor dan sifat
siklus umur teknologinya singkat atau berubah cepat;
h. Meningkatkan kontribusi hasil kekayaan intelektual berupa desain, paten dan merk
dalam produk industri untuk meningkatkan nilai tambah;
i. Melakukan audit teknologi terhadap teknologi yang dinilai tidak layak untuk industri
antara lain boros energi, beresiko pada keselamatan dan keamanan, serta berdampak
negatif pada lingkungan;
j. Mendorong tumbuhnya pusat-pusat inovasi (center of excellence) pada wilayah pusat
pertumbuhan industri;
k. Mendorong terjadinya transfer teknologi dari perusahaan atau tenaga kerja asing yang
beroperasi di dalam negeri.
l. Pemberian penghargaan bagi rintisan, pengembangan, dan penerapan teknologi
industri.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 46
C. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI
Dalam rangka mewujudkan pembangunan industri nasional yang berdaya saing
perlu didukung melalui penyediaan sarana dan prasarana industri yang memadai meliputi
standardisasi industri, infrastruktur industri (kawasan industri) dan sistem informasi
industri. BPKIMI dalam hal ini dapat berperan dalam Standardisasi Industri.
Standardisasi industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dalam
rangka penguasaan pasar dalam negeri maupun ekspor. Standardisasi industri juga dapat
dimanfaatkan untuk melindungi keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan,
dan tumbuhan, pelestarian fungsi lingkungan hidup, pengembangan produk industri hijau
serta mewujudkan persaingan usaha yang sehat.
Pengembangan Standardisasi industri meliputi perencanaan, pembinaan,
pengembangan dan Pengawasan untuk Standar Nasional Indonesia (SNI), Spesifikasi
Teknis (ST) dan Pedoman Tata Cara (PTC). Sasaran pengembangan standardisasi tahun
2015 – 2019 adalah sebagai berikut:
Tabel III-1 Sasaran Penambahan Kebutuhan Standardisasi Industri
No Uraian Target 2015-
2019
1 Tersusunnya Rancangan SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau Pedoman Tata Cara sesuai kebutuhan industri prioritas (judul)
500
2 Diberlakukannya SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau Pedoman Tata Cara secara wajib untuk kelompok industri prioritas (regulasi)
50
3 Terbentuknya Lembaga sertifikasi produk untuk pelaksanaan penilaian kesesuaian (unit)
10
4 Tersedianya Laboratorium penguji, lembaga inspeksi, laboratorium kalibrasi untuk pelaksanaan penilaian kesesuaian (unit)
15
5 Meningkatnya jumlah auditor/ asesor, petugas penguji, petugas inspeksi, dan petugas kalibrasi untuk pelaksanaan penilaian kesesuaian (orang)
500
6 Meningkatnya jumlah Petugas Pengawas Standar Industri (PPSI) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Industri (PPNS-I) untuk pelaksanaan pengawasan penerapan SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau Pedoman Tata Cara (orang)
500
Pengembangan standardisasi industri yang akan dilakukan meliputi:
1) Pengembangan standardisasi industri dalam rangka peningkatan kemampuan daya
saing industri melalui: Perumusan standar; Penerapan standar; Pengembangan standar;
Pemberlakuan standar; Pemberian fasilitas bagi perusahaan Industri kecil dan Industri
menengah baik fiskal maupun non fiskal.
2) Pengembangan infrastruktur untuk menjamin kesesuaian mutu produk industri dengan
kebutuhan dan permintaan pasar meliputi : Pengembangan Lembaga Penilai
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 47
Kesesuaian; Pengembangan pengawasan standar; Penyediaan dan pengembangan
laboratorium pengujian standar Industri di wilayah pusat pertumbuhan Industri;
Peningkatan kompetensi komite teknis, auditor/asesor, petugas penguji, petugas
inspeksi, petugas kalibrasi, PPSI dan PPNS-I; Peningkatan kerjasama antarnegara dalam
rangka saling pengakuan terhadap hasil pengujian laboratorium dan sertifikasi produk.
D. PEMBANGUNAN INDUSTRI HIJAU
Pembangunan Industri Hijau bertujuan untuk mewujudkan Industri yang berkelanjutan
dalam rangka efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan
sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelangsungan dan kelestarian
fungsi lingkungan hidup dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Industri hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi
dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan
pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat
bagi masyarakat. Lingkup pembangunan industri hijau meliputi standarisasi industri hijau dan
pemberian fasilitas untuk industri hijau.
Penerapan industri hijau dilaksanakan dengan pemenuhan terhadap Standar Industri Hijau
(SIH) yang secara bertahap dapat diberlakukan secara wajib. Pemenuhan terhadap Standar
Industri Hijau oleh perusahaan industri dibuktikan dengan diterbitkannya sertifikat industri hijau
yang sertifikasinya dilakukan melalui suatu rangkaian proses pemeriksaan dan pengujian oleh
Lembaga Sertifikasi Industri Hijau (LSIH) yang terakreditasi. Proses pemeriksaan dan pengujian
dalam rangka pemberian sertifikat industri hijau dilaksanakan oleh auditor industri hijau yang
wajib memiliki sertifikasi kompetensi auditor industri hijau.
Untuk mendorong percepatan terwujudnya Industri Hijau, pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah dapat memberikan fasilitas kepada perusahaan industri baik fiskal maupun
non fiskal. Strategi pengembangan Industri Hijau akan dilakukan yaitu: mengembangkan industri
yang sudah ada menuju industri hijau danmembangun industri baru dengan menerapkan prinsip-
prinsip industri hijau.
Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2015-2019 dalam mewujudkan industri hijau adalah
sebagai berikut:
Tabel III-2 Sasaran Pengembangan Industri Hijau Tahun 2015 - 2019
NO URAIAN 2015-2019
1 Tersusunnya standar industri hijau (jenis industri) 50
2 Terakreditasinya lembaga sertifikasi (unit) 25
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 48
NO URAIAN 2015-2019
3 Tersertifikasi auditor industri hijau (orang) 100
4 Bantuan prasarana industri hijau pada sentra IKM (unit) 50
5 Bantuan fasilitasi untuk sertifikasi industri hijau (kegiatan) 20
Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas, maka akan dilakukan beberapa hal
sebagai berikut:
1) Penetapan standar industri hijau, meliputi antara lain: melakukan benchmarking standar
industri hijau di beberapa Negara; menetapkan Panduan Umum penyusunan Standar Industri
Hijau dengan memperhatikan sistem standardisasi nasional dan/atau sistem standar lain yang
berlaku; melakukan penyusunan Standar Industri Hijau berdasarkan kelompok Industri sesuai
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia; menetapkan Standar Industri Hijau;
memberlakukan Standar Industri Hijau secara wajib yang dilakukan secara bertahap;
melakukan pengawasan terhadap perusahaan industri yang Standar Industri Hijaunya
diberlakukan secara wajib; menetapkan Peraturan Menteri mengenai pengawasan terhadap
Perusahaan Industri yang Standar Industri Hijaunya diberlakukan secara wajib; melakukan
Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan negara yang telah menerapkan standar industri
hijau atau standar lainnya yang sejenis.
2) Pembangunan dan pengembangan lembaga sertifikasi industri hijau yang terakreditasi serta
peningkatan kompetensi auditor industri hijau, meliputi antara lain: menyusun Pedoman
Umum Pembentukan Lembaga Sertifikasi; menyusun Standar Kompetensi Auditor Industri
Hijau; menyusun Standard Operating Procedure (SOP) Sertifikasi Industri Hijau; menyusun
Modul Pelatihan Industri Hijau; menunjuk Lembaga Sertifikasi Industri Hijau yang terakreditasi;
menetapkan Pedoman Akreditasi terhadap Lembaga Sertifikasi Industri Hijau; melakukan
Pengawasan terhadap Lembaga Sertifikasi Industri Hijau; melakukan pelatihan auditor industri
hijau.
3) Pemberian fasilitas untuk industri hijau, meliputi: Fasilitas fiskal yang diberikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan Fasilitas non-fiskal.
III.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPKIMI
Arah kebijakan dan strategi BPKIMI dalam mendukung visi dan misi pembangunan industri
adalah :
1. Peningkatan kemampuan penguasaan teknologi maju;
2. Peningkatan fasilitasi penerapan teknologi dan perlindungan HKI;
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 49
3. Peningkatan kualitas hasil litbang industri;
4. Pengembangan kebijakan regulasi teknis dan kemampuan pelayanan teknis SNI lingkup
industri;
5. Pengembangan kebijakan menuju iklim usaha kondusif dan Kebijakan Industri Nasional (KIN)
yang efektif;
6. Peningkatan fasilitasi pengembangan industri hijau;
7. Peningkatan pemanfaatan SDA lokal di industri.
Kebijakan BPKIMI dalam mendukung visi dan misi pembangunan industri adalah :
1. Peningkatan kemampuan penguasaan teknologi maju;
2. Peningkatan fasilitas penerapan teknologi dan perlindungan HKI;
3. Peningkatan kualitas hasil litbang industri;
4. Peningkatan pengembangan kebijakan regulasi teknis dan kemampuan pelayanan teknis
SNI lingkup industri;
5. Peningkatan pengembangan kebijakan menuju usaha yang kondusif dan KIN yang efektif;
6. Peningkatan fasilitas pengembangan industri hijau;
7. Peningkatan pemanfaatan SDA lokal di industri;
Strategi BPKIMI dalam mendukung visi dan misi pembangunan industri adalah :
1. Mengembangkan jejaring dengan instituisi kebijakan litbang dan teknologi terkemuka
melalui organiasi internasional, kerangka kerjasama perdagangan bebas dan kemitraan
dengan akademisi;
2. Mendorong pengembangan kerjasama dengan dunia usaha untuk mengembangkan
teknologi dan memanfaatkan potensi bahan baku lokal;
3. Mengembangkan bank data yang lengkap dan mutakhir;
4. Meningkatkan kompentensi SDM BPKIMI sesuai perkembangan IPTEK Industri;
5. Mengembangkan kapasitas kelembagaan litbang dan LPK.
III.3 KERANGKA REGULASI
Dalam rangka menciptakan iklim usaha di bidang industri, maka kerangka regulasi
merupakan instrumen yang penting dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 50
dalam pembangunan industri nasional. Adapun beberapa regulasi yang disusun dan ditetapkan
selama periode 2015 – 2019 sebagai berikut:
Tabel III-3 Matriks Kerangka Regulasi Kementerian Perindustrian
No Arah Kerangka Regulasi dan/atau Kebutuhan
Regulasi
Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi Eksisting, Kajian dan Penelitian
Unit Penanggungjawab
Unit Terkait/Instansi Target Penyele-
saian
1. RPP tentang Pembangunan Sumber Daya Industri
Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
BPKIMI Kementerian ESDM, Kehutanan, Pertanian, KKP, Kumham, Setneg, dan Pemda
Desember
2014
2. RPP tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri
Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
BPKIMI BSN, Kemendagri, BPS, Kemendag, Kemen PU, Kemenhub, Pemda, Kumham, dan Setneg
Desember
2014
3. RPerpres tentang Pengadaan Teknologi Industri Melalui Proyek Putar Kunci
Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
BPKIMI Kemen Ristek, Kemenkeu, Kumham dan Setneg
Juni 2015
4. RPermen tentang Perusahaan Industri Tertentu dan Perusahaan Kawasan Industri yang Wajib Melakukan Manajemen Energi dan Manajemen Air
Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
BPKIMI Kemen ESDM, Kemen PU, Kemen LH, Kemenristek
Desember
2015
5. RPermen tentang Pengadaan Teknologi Industri Melalui Penelitian dan Pengembangan, Kontrak Penelitian dan Pengembangan, Usaha Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian Bersama, Pengalihan Hak Melalui Lisensi, dan/atau Akuisisi Teknologi Serta Audit Teknologi Industri
Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
BPKIMI Kemeristek, BPPT, LIPI, Kemenkeu
Desember
2015
6. RPermen tentang Tata Cara Memperoleh Sertifikat Industri Hijau
Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
BPKIMI Kemen LH, BSN, KADIN
Desember
2015
7. RPermen tentang Penetapan Tindakan Pengamanan Berupa Non tariff
Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
BPKIMI Kemenkeu, Kemendag, BKPM
Desember
2015
8. RPerPres tentang Penetapan Kondisi dalam rangka Penyelamatan Perekonomian Nasional
Peraturan Pelaksana Undang-undang No. 3 Tahun 2014Pasal 46 ayat (2)
BPKIMI Bank Indonesia;BKF; Kemenkeu;Kemenko Perekonomian; Pusat Investasi Pemerintah (PIP);Setditjen di lingkungan Kemenperin; danBHO Kemenperin
November
2014
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 51
No Arah Kerangka Regulasi dan/atau Kebutuhan
Regulasi
Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi Eksisting, Kajian dan Penelitian
Unit Penanggungjawab
Unit Terkait/Instansi Target Penyele-
saian
9 Rancangan Peraturan Menteri terkait Tata Cara dan Mekanisme Pemberian Penjaminan Risiko atas Pemanfaatan Teknologi Industri
Peraturan Pelaksanaan dari RPP tentang Sumber Daya Industri
BPKIMI Kemenristek, Kemenkeu, Ditjen Teknis Kemenperin
Tahun 2015-
2016
10 Rancangan Peraturan Menteri terkait Audit Teknologi Industri, Kelembagaan audit teknologi dan Penyusunan Standar teknologi industri
Amanat UU No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian pasal 41 ayat 4
BPKIMI Kemenristek, BPPT, KemenLH, Ditjen Teknis Kemenperin
Tahun 2015-
2019
11 Revisi PP PNBP Kemenperin No. 47 Tahun 2011 terkait Royalti bagi inventor
Amanat UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian pasal 38 serta dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil penelitlian serta meningkatkan paten dalam negeri, maka perlu diterbitkan Permen ini
BPKIMI Kemenkeu, Kemenkum dan HAM , Ditjen Teknis Kemenperin
Tahun 2015-
2016
12 Konsep Permen Tata laksana pembelian paten dari inventor
Amanat UU no. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian ayat 3 serta dalam rangka meningkatkan daya saing khususnya industri kecil dan menengah, maka perlu diterbitkan Permen ini
BPKIMI Kemenkeu, Kemenkum dan HAM , Ditjen Teknis Kemenperin, Balai Besar, Baristand, LIPI dan Kemenristek
Tahun 2016-
2017
13 Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) Dalam Rangka Pemberlakuan dan Pengawasan SNI, ST dan/atau PTC (Barang dan/atau Jasa Industri tertentu) secara wajib
Pelaksanaan Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pemberlakuan SNI, ST dan PTC terhadap barang dan/atau jasa industri secara wajib untuk barang dan/atau jasa industri tertentu.
BPKIMI Lembaga Penilaian Kesesuaian.
Tahun 2015-
2019
III.4 KERANGKA KELEMBAGAAN
A. STRUKTUR ORGANISASI BPKIMI
Kementerian Perindustrian menghadapi berbagai permasalahan terkait dengan
struktur organisasi yang ada saat ini. Permasalahan tersebut antara lain:
1. Pemberlakuan Undang – Undang nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian membawa
konsekuensi terhadap struktur organisasi Kementerian Perindustrian karena dalam
Undang – Undang nomor 3 tahun 2014 diamanatkan peranan Pemerintah yang lebih
besar dan langsung dalam mendukung pembinaan dan pengembangan industri. Hal ini
berakibat perlu dilakukan perubahan organisasi dan tugas dan fungsi dari Kementerian
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 52
Perindustrian agar sejalan dengan Undang – Undang nomor 3 tahun 2014 tentang
Perindustrian.
2. Adanya dinamika perkembangan ekonomi global, perubahan lingkungan strategis,
serta perubahan kebijakan dalam otonomi daerah
3. Organisasi Kementerian Perindustrian belum sepadan dengan volume dan beban
tugas, sehingga beberapa fungsi pada unit-unit tertentu tidak terselenggara secara
optimal;
4. Masih adanya tumpang tindih antara unit yang satu dengan yang lainnya, sehingga
terjadi inefisiensi dan kondisi ini dapat menimbulkan persoalan manakala dikaitkan
dengan sistem penganggaran yang berbasis kinerja/tugas organisasi;
5. Nomenklatur atau penamaan jabatan yang tidak sesuai dengan isi/tugas pokok
jabatan, sehingga perlu penyesuaian berdasarkan ruang lingkupnya.
Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, maka diperlukan penguatan dan
penajaman fungsi organisasi Kementerian Perindustrian. Penguatan dan penajaman fungsi
dilakukan dengan menata kembali organisasi Kementerian Perindustrian untuk mencapai
disain organisasi yang ideal dan tepat.
Adapun, penataan organisasi Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri
dengan melakukan perubahan nomenklatur menjadi Badan Pengembangan Teknologi dan
Standardisasi Industri sehingga Balai Besar Litbang dan Balai Standardisasi sepenuhnya
berada dibawah lingkup Badan Pengembangan Teknologi dan Standardisasi Industri.
Struktur organisasi BPKIMI akan disesuaikan dengan struktur organisasi Kementerian
Perindustrian yang baru. BPKIMI telah mengajukan usulan tugas dan fungsi Badan
Pengembangan Teknologi Dan Standardisasi Industri, sebagai berikut :
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 53
Gambar III-1 Bagan Struktur Organisasi
Tabel III-4 Matriks Kerangka Regulasi
Usulan
Kedudukan Tugas pokok Fungsi
Badan Pengembangan Teknologi dan Standardisasi Industri adalah unsur pendorong percepatan pengembangan industri berbasis teknologi, standardisasi, industri hijau dan iklim usaha industri, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perindustrian. Usulan Badan Pengembangan Teknologi dan Standardisasi Industri dipimpin oleh Kepala Badan
Badan Pengembangan Teknologi dan Standardisasi Industri mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan penerapan teknologi, standardisasi, industri hijau, dan iklim usaha industri guna mensinergikan dan mempercepat pembangunan industri nasional.
a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program Penelitian, Pengkajian, Pengembangan dan Perekayasaan serta Penerapan dalam bidang Teknologi, Standardisasi, Industri Hijau dan iklim usaha industri sebagai langkah Penerapan RIPIN
BADAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DAN STANDARDISASI
INDUSTRI
PUSAT PENGKAJIAN KEBIJAKAN DAN IKLIM
USAHA INDUSTRI
PUSAT PENGEMBANGAN
INDUSTRI HIJAU
PUSAT PENGKAJIAN TEKNOLOGI DAN HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL
BALAI SERTIFIKASI INDUSTRI
SEKRETARIS
BARISTAND
INDUSTRI
BALAI BESAR
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
PUSAT STANDARDISASI
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan 54
Usulan
Kedudukan Tugas pokok Fungsi
b. Pelaksanaan Penelitian, Pengkajian, Pengembangan, Perekayasaan serta Penerapan Rencana Kebijakan Makro Jangka Menengah dan Jangka Panjang dalam bidang Pengembangan Teknologi Industri, Standardisasi, Industri hijau dan Iklim Usaha Industri;
c. Pelaksanaan perumusan, penetapan, penerapan, pemeliharaan, pemberlakuan, dan pemantauan serta pengawasan standard dan SNI bidang Industri untuk dilaksanakan secara tertib melalui kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan.
d. Pelaksanaan Pengkajian, Perumusan, Penerapan, Pemberlakuan, dan Pemantauan serta Pengawasan Industri Hijau guna peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan Industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
e. Pemantauan, Evaluasi, Pelaporan dan Tindak lanjut pasca Evaluasi terhadap Hasil Penelitian, Pengkajian, Pengembangan dan Perekayasaan serta Penerapan dalam bidang Teknologi, Standardisasi, Industri Hijau dan iklim usaha industri sebagai langkah Penerapan rencana Induk Pengembangan Industri Nasional
f. Pelaksanaan Administrasi Badan Pengembangan Teknologi dan Standardisasi Industri
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab IV Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan 55
BAB IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA
PENDANAAN
IV.1 TARGET KINERJA
Untuk mencapai sasaran strategis yang telah ditetapkan untuk tahun 2015-2019,
BPKIMI akan melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan arah kebijakan dan
strategi Kementerian Perindustrian yang dijabarkan dalam Program Pengembangan
Teknologi, Standardisasi, Dan Industri Hijau yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi,
produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian industri nasional. Adapun sasaran-
sasaran program dan indikator yang ingin dicapai dari pelaksanaan program ini adalah
sebagai berikut:
Tabel IV-1 Sasaran dan Indikator Kinerja Program Pengembangan Teknologi, Standardisasi, dan Industri
Hijau
No. Sasaran Program /Indikator
Satuan Target
2015 2016 2017 2018 2019
1 Meningkatnya investasi sektor industri Persen 5.85 6.49 7.13 7.75 8.37
- Pertumbuhan industri pionir maupun industri strategis
Persen 7.14 7.69 8.33 8.41 8.55
2 Meningkatnya penguasaan pangsa pasar dalam negeri
Persen 5 5 5 5 5
- Rasio penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan secara wajib terhadap tahun sebelumnya
Persen 5 5 5 5 5
3 Meningkatnya penguasaan teknologi industri dan Penerapan HKI
Persen 10 20 35 50 60
- Pertumbuhan pengembangan teknologi industri
Persen 10 20 35 50 60
- Pertumbuhan penerapan inovasi teknologi industri
Persen 10 20 35 50 60
- Pertumbuhan penerapan HKI di Sektor Industri
Persen 10 20 35 50 60
4 Meningkatnya industri yang memenuhi standar industri hijau
Persen 3.6 11.5 18.9 38.3 59.9
- Pertumbuhan konservasi energi sektor industri
Persen 7.1 12 25 57.6 88.9
- Pertumbuhan infrastruktur industri hijau Persen 0 11 12.8 19 30.9
5 Meningkatnya layanan jasa teknis kepada industri
Persen 4 5 7 9 11
- Peningkatan kepuasan pelanggan Indeks 2.9 3 3.1 3.3 3.5
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab IV Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan 56
No. Sasaran Program /Indikator
Satuan Target
2015 2016 2017 2018 2019
- Pertumbuhan infrastruktur pelayanan teknis
Persen 5 7 10 13 15
- % pertumbuhan PNBP/BLU Persen 2.5 3.0 4.5 5.5 7.0
6 Meningkatnya fasilitasi kelembagaan teknologi, industri hijau, sarana dan prasarana dan SDM litbang
Persen 10 11 13 16 19
- Peningkatan kompetensi SDM litbang Persen 18 18 23 28 35
- Tersedianya dukungan manajemen yang memadai
Persen 2 3 3 3 3
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan melalui program ini adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan kebijakan dan fasilitasi dalam meningkatkan iklim usaha industri
Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah
tumbuhnya industri pionir maupun industri strategis; dan harmonisasi kebijakan sektor
industri.
2. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi dan HKI
Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah
pengembangan teknologi industri, penerapan teknologi di industri, dan penerapan HKI
di industri.
3. Pengembangan standardisasi industri
Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah penuruna
produk industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan secara wajib.
4. Pengembangan Industri Hijau
Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah Standar
Industri Hijau, lembaga sertifikasi industri hijau, dan pelatihan-pelatihan bagi auditor
industri hijau yang tersertifikasi.
5. Penyusunan dan Evaluasi Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri
Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah tersusunnya
perencanaan program dan anggaran, laporan evaluasi pelaksanaan program dan
kegiatan, pengembangan SDM serta layanan manajemen dalam mendukung
pelaksanaan Program Pengembangan Teknologi, Standardisasi, dan Industri Hijau.
6. Penelitian, Pengembangan Teknologi dan Perekayasaan Industri
Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah hasil
penelitian dan rekayasa industri dan layanan jasa teknis industri.
7. Riset dan Standardisasi Industri
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab IV Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan 57
Sasaran kegiatan /output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah hasil
penelitian dan rekayasa industri dan layanan jasa teknis industri.
IV.2 KERANGKA PENDANAAN
Dalam rangka mencapaia sasaran strategis BPKIMI tahun 2015- 2019, dibutuhkan
pendanaan bagi program dan kegiatan sebagaimana yang dijabarkan di atas. Kebutuhan
pendanaan BPKIMI untuk tahun 2015 – 2019 adalah sebagai berikut :
Tabel IV-2 Kebutuhan Pendanaan BPKIMI Tahun 2015 – 2019
Dalam Rp Juta
PROGRAM 2015 2016 2017 2018 2019
Program Pengembangan Teknologi, Standardisasi, Dan Industri Hijau
1.105.183 1.307.618 1.584.111 1.545.382 1.502.806
Adapun Rincian kinerja dan kebutuhan pendanaan untuk masing-masing program
dan kegiatan disajikan pada matriks kinerja dan pendanaan sebagaimana terdapat pada
lampiran renstra ini.
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab IV Penutup 58
BAB V. PENUTUP
Rencana strategis (renstra) BPKIMI tahun 2015 – 2019 disusun dengan mengacu pada
RPJPN 2005-2025, RPJMN III (2015-2019), Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang
Perindustrian, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015 – 2035, Kebijakan Industri
Nasional 2015-2019, dan Renstra Kementerian Perindustrian, yang merupakan pedoman
pelaksanaan tugas dan fungsi BPKIMI dalam mewujudkan visi menjadi lembaga penyedia
rumusan kebijakan yang visioner dan pelayanan teknis teknologis terkini yang mampu menjadi
katalis peningkatan produktivitas dan daya saing sektor industri di tingkat nasional maupun
global.
Visi pembangunan industri tersebut kemudian dijabarkan ke dalam 5 (lima) misi sesuai
dengan tugas dan fungsinya sebagai berikut:
1. Mengembangkan kebijakan dan iklim usaha industri yang kondusif;
2. Meningkatkan peran standardisasi sebagai referensi pasar;
3. Mendorong pengembangan teknologi industri yang maju dan berdaya saing termasuk di
dalamnya perlindungan HKI;
4. Mendorong pengembangan industri yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
(industri hijau);
5. Meningkatkan penguasaan teknologi dan penggunaan SDA lokal melalui kegiatan litbang
dan pelayanan jasa teknis.
Selanjutnya berdasarkan visi dan misi tersebut maka ditetapkan tujuan yang ingin
dicapai oleh BPKIMI, yaitu: 1) mewujudkan kebijakan di bidang inovasi teknologi, standardisasi,
iklim usaha, industri hijau dan kelitbangan dalam rangka mendorong daya saing industri
nasional; 2) mendorong peningkatan pelayanan teknis teknologis dan fokus pada pemecahan
masalah yang dihadapi sektor industri;3)meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi
maju dalam rangka meningkatkan produktivitas dan daya saing industri.
Dalam rangka mencapai tersebut, BPKIMI telah menetapkan Indikator Kinerja Utama
(IKU) dengan sasaran-sasaran strategis yang dibagi ke dalam 3 (tiga) perspektif yaitu:
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab IV Penutup 59
1. Perspektif pemangku kepentingan;
a. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya investasi di sektor industri, dengan indikator kinerja
sasaran strategis yaitu : Pertumbuhan Industri Pionir dan Industri Prioritas;
b. Sasaran Strategis 2: Kuatnya Struktur Industri, dengan indikator kinerja sasaran strategis
yaitu:1)Peningkatan penguasaan teknologi industri;2)Laju pertumbuhanindustri yang
menerapkan prinsip-prinsip industri hijau;3)Penurunan impor produk industri yang SNI,
ST dan/atau PTC diberlakukan secara wajib;
2. Perspektif proses internal
a. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri dan Penerapan HKI,
dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu: 1)Pertumbuhan Pengembangan
Teknologi Industr; 2)Pertumbuhan Penerapan Inovasi Teknologi Industri;
3)Pertumbuhan Penerapan HKI di Sektor Industri;
b. Sasaran Strategis 2: Meningkatnya Industri yang Menerapkan Prinsip-Prinsip Industri
Hijau dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:1) Pertumbuhan Industri yang
Menerapkan Konservasi Energi; 2) Jumlah Kebijakan dan Infrastruktur Industri Hijau;
c. Sasaran Strategis 3: Meningkatnya Kualitas Layanan Publik Kepada Pelaku Usaha
Industri dan Masyarakat, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu: 1) Indeks
kepuasan pelanggan;
3. Perspektif pembelajaran organisasi.
a. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Fasilitasi Kelembagaan Teknologi, Industri Hijau,
Sarana dan Prasarana dan SDM dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing Industri,,
dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu: 1) Peningkatan paket peralatan
Laboratorium dan Sarana Pendukung Balai; 2)Peningkatan Kompetensi SDM BPKIMI
b. Sasaran Strategis 3: Terwujudnya Kebijakan dan Program BPKIMI yang Berkualitas dan
Berkelanjutan, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu, dengan indikator kinerja
sasaran strategis yaitu:1) Tingkat Persetujuan Rencana Kegiatan; 2)Tingkat Kesesuaian
Realisasi Anggaran dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun Anggaran; 3)
Tingkat Kesesuaian Realisasi Fisik dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun
Anggaran;
c. Sasaran Strategis 4: Sistem Tata Kelola Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) yang
Transparan dan Akuntabel, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu: 1)
Penyelesaian Temuan Tertib Pengelolaan Anggaran;
Rencana Strategis BPKIMI Tahun 2015-2019
Bab IV Penutup 60
Dalam rangka menjabarkan arah kebijakan BPKIMI tersebut telah ditetapkan Program,
Kegiatan, Sasaran, dan Target yang akan dilaksanakan dan dicapai selama 5 (lima) tahun dari
2015-2019. Penetapan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah monitoring dan evaluasi
pencapaian keberhasilan dari target yang telah ditetapkan, sehingga dapat secara cepat
diambil langkah-langkah koreksi dan perbaikan.
Renstra BPKIMI bersifat dinamis dan adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis
terutama terkait dengan perubahan reorganisasi dan peneapan aturan-aturan baru seiring
dengan implementasi UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. keberhasilan pelaksanaan
Renstra BPKIMI memerlukan prasyarat: (1) Konsistensi aktivitas program/kegiatan dengan
Renstra; (2) Koordinasi yang lebih intensif antara birokrat, akademisi dan industri; (3)
Kolaborasi yang lebih sinergis antara Pusat dan Daerah; (4) Membangun jejaring kerja antara
peneliti di lembaga litbang lainnya dan di Perguruan Tinggi; (5) Ketersediaan sarana dan
prasarana litbang; (6) Dukungan SDM litbang yang kompeten dan berintegritas.
Untuk itu, seluruh satuan kerja di lingkungan BPKIMI diharapkan dapat secara konsisten
melaksanakan kegiatan yang mengacu pada Renstra BPKIMI Tahun 2015 – 2019.