9
Nama : Siti Rahmah Raudatina NIM : B1A014081 Kelas : Ganjil RESUME BAB I Karakteristik Ilmu Hukum PENGERTIAN ILMU Kata “ilmu” sering disalahartikan dengan “ilmu pengetahuan” yang bahasa Inggrisnya science. Namun suatu pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui prinsip-prinsip dan prosedur formulasi masalah dan hipotesis dan tidak diverifikasi oleh data hasil observasi dan eksperimen bukanlah ilmu pengetahuan. Dengan demikian, yang disebut ilmu pengetahuan hanya bertalian dengan dunia yang kasatmata atau dapat diindra yang bahasa akademisnya bersifat empiris. Ilmu pengetahuan yang pertama berkembang pesat dan mencapai tingkat bergengsi adalah ilmu pengetahuan alamiah. Pada era sebelum Isaac Newton (1642-1727) seseorang dipandang bergengsi kalau ia dapat menulis puisi, menciptakan musik atau melahirkan karya seni yang memang benar-benar merupakan masterpiece. Para seniman dan filsuf memang mempunyai posisi yang tinggi dalam strata social pada saat itu. Abad XVII merupakan awal kebangkitan studi-studi tentang dunia alamiah dengan cara yang baru yang tidak lagi menggunakan metode metafisika seperti diajarkan oleh para filsuf. Francis Bacon (1561-1626) mengkritisi pengaruh Aristoteles dengan mengatakan bahwa Aristoteles hanya berteori tanpa melakukan pengumpulan data mentah dan mengolah data tersebut sedangkan bagi Bacon, pengolahan data mentah itulah yang merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Oleh karena itulah , kemudian ia mulai menyusun metode untuk pengumpulan data mentah dan pengolahan data.

Resume PIH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas semester 1

Citation preview

Nama: Siti Rahmah RaudatinaNIM: B1A014081Kelas: GanjilRESUMEBAB IKarakteristik Ilmu Hukum

PENGERTIAN ILMUKata ilmu sering disalahartikan dengan ilmu pengetahuan yang bahasa Inggrisnya science. Namun suatu pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui prinsip-prinsip dan prosedur formulasi masalah dan hipotesis dan tidak diverifikasi oleh data hasil observasi dan eksperimen bukanlah ilmu pengetahuan. Dengan demikian, yang disebut ilmu pengetahuan hanya bertalian dengan dunia yang kasatmata atau dapat diindra yang bahasa akademisnya bersifat empiris.Ilmu pengetahuan yang pertama berkembang pesat dan mencapai tingkat bergengsi adalah ilmu pengetahuan alamiah. Pada era sebelum Isaac Newton (1642-1727) seseorang dipandang bergengsi kalau ia dapat menulis puisi, menciptakan musik atau melahirkan karya seni yang memang benar-benar merupakan masterpiece. Para seniman dan filsuf memang mempunyai posisi yang tinggi dalam strata social pada saat itu.Abad XVII merupakan awal kebangkitan studi-studi tentang dunia alamiah dengan cara yang baru yang tidak lagi menggunakan metode metafisika seperti diajarkan oleh para filsuf. Francis Bacon (1561-1626) mengkritisi pengaruh Aristoteles dengan mengatakan bahwa Aristoteles hanya berteori tanpa melakukan pengumpulan data mentah dan mengolah data tersebut sedangkan bagi Bacon, pengolahan data mentah itulah yang merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Oleh karena itulah , kemudian ia mulai menyusun metode untuk pengumpulan data mentah dan pengolahan data. Data yang dikumpulkan itu diperoleh lewat observasi bukan melalui olah pikir. Metode inilah metode induksi yang merupakan cirri khas ilmu pengetahuan. Pernyataan-pernyataan ilmiah harus didasarkan atas bukti-bukti eksperimental atau yang dapat diamati atau singkatnya atas dasar fakta bukan atas dasar mereka yang memiliki otoritas, atau atas dasar emosi, spekulasi, tradisi, kebiasaan atau apa saja yang tidak berdasar atas fakta.Ilmu pengetahuan secara umum dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok ilmu alamiah yang mempelajari fenomena alam termasuk kehidupan biologis atau ilmu kehayatan (life sciences) dan kelompok ilmu social yang mempelajari perilaku manusia dan masyarakat.Ahli matematika dan filsuf Perancis bernama Auguste Comte (1798-1857) membedakan tiga tahap besar evolusi pemikiran manusia. Tahap pertama adalah tahap teologis uang merujuk pada kausa yang sifatnya supranatural dan campur tangan sesuatu yang ilahi. Tahap kedua adalah tahap metafisika yang mengandalkan kekuatan nalar. Tahap ketiga yaitu tahap positif yakni tahap yang menolak semua pemikiran yang ada dalam filsafat dan membatasi diri kepada observasi empiris dan hubungan di antara fakta melalui metode yang digunakan dalam ilmu alamiah.John Stuart Mill percaya bahwa ada hukum kausalitas yang mengatur manusia dalam hidup bermasyarakat sama halnya dengan dunia fisika. Dalam bukunya A system of Logic (1843), ia menerapkan metode ilmiah kepada studi social.Alhasil, kata science dalam bahasa Inggris tidak lagi sama artinya dengan bahasa asalnya, yaitu bahasa Latin scientia yang artinya pengetahuan (knowledge) yang dalam bahasa Yunani disebut episteme.Kosakata ilmu dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab merujuk kepada suatu kepandaian tertentu yang dimiliki oleh seseorang. Selanjutnya, kata ilmu menjadi bidang studi tertentu yang artinya kurang lebih pengetahuan yang memunculkan istilah-istilah ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu hayat, ilmu alam dan lain-lain. Seyogyanya, kalau istilah ilmu dalam bahasa Indonesia dikembalikan kepada makna yang asli dalam bahasa Latin, yaitu scientia atau pengetahuan.

PENGELOMPOKAN ILMUIlmu dalam arti scientia ada yang bebas nilai dan ada yang membawa atau sarat nilai. Ilmu yang bebas nilai bersifat deskriptif sedangkan ilmu yang membawa atau sarat nilai bersifat preskriptif. Ilmu yang bersifat deskriptif mempunyai bidang kajian yang bersifat kasatmata atau empiris. Kebenaran dalam kerangka ilmu yang bersifat deskriptif adalah kebenaran korespondensi. Menurut kebenaran korespondensi, suatu pernyataan adalah benar bila dan hanya bila apa yang dinyatakan sesuai dengan realita. Para pemikir modern yang menganut pandangan empirisisme berpendapat bahwa kebenaran adalah suatu yang diperoleh berdasarkan pengalaman. Oleh karena itulah, kemudian kebenaran korespondensi cocok untuk ilmu empiris. Berbeda halnya dengan ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu yang bersifat perspektif ini bersifat menganjurkan bukan mengemukakan apa adanya. Oleh karena itu, dalam berbagai perbincangan ilmu yang bersifat preskriptif adakalanya disebut juga ilmu normatif. Ilmu ini berkaitan dengan dengan pengambilan keputusan. Putusan tersebut berupa anjuran atau sesuatu yang seyogyanya dilakukan.

EKSISTENSI ILMU HUKUM Dengan berpegang kepada pengertian ilmu dalam bahasa Latin scientia bukan bahasa Inggris science, pengetahuan mengenai hukum tidak perlu ragu untuk menyebutnya sebagai ilmu hukum yang dalam bahasa Latin disebut sebagai scientia iuris. Dari kata ius itulah kemudian muncul istilah iustitia yang memang artinya keadilanSebagai suatu ilmu, ilmu hukum masuk ke dalam bilangan ilmu yang bersifat preskriptif , artinya ilmu yang membawa atau sarat nilai. Ilmu hokum bukan termasuk ke dalam bilangan ilmu empiris. Dengan memahami karakteristik keilmuan hukum ini adalah tidak tepat kalau ilmu hukum dikategorikan sebagai bagian dari ilmu sosial. Ilmu sosial bebas nilai. Di samping itu, sosial mempelajari perilaku (behavior). Ilmu hukum, sebaliknya bukan mempelajari perilaku, melainkan mempelajari tindakan atau perbuatan (act) yang berkaitan dengan norma dan prinsip hukum.

SEJARAH TIMBULNYA ILMU HUKUMTimbulnya ilmu hukum tidak dapat dipisahkan dari tradisi peradaban barat. Dalam peradaban Barat hukum dipandang sebagai prinsip sentral kehidupan. Peradaban Barat bersumber kepada peradaban Yunani. Oleh orang Yunani, dunia dapat diterangkan melalui hukum alam . Dijadikannya hukum sebagai prinsip sentral dalam kehidupan adalah tidak lama setelah tahun 1.200 SM, yaitu bermula sejak Dorian yang dating dari Utara menduduki pusat kekuasaan Mysia. Menurut telaah Surya Prakash Sinha, ada empat tahap perkembangan pikiran Yunani, yaitu pikiran herois , pikiran visioner, pikiran teoretis, dan pikiran rasional. Pikiran herois mendasarkan pemikiran pada pengalaman-pengalaman konkret secara fisik. Pikiran visioner terjadi seiring dengan pembentukan polis. Pikiran teoretis didorong oleh timbulnya Athena sebagai metropolis. Pikiran rasional merujuk kepada tertib akal sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles. Dalam pikiran rasional dikonsepsikan adanya logos, arte dan metron.Dengan ketiga hal tersebut, manusia memiliki kemampuan untuk berpikir, kebebasan memilih dan kemampuan untuk membuat putusan. Di sinilah mulai timbul individualism. Konsep sekuensi politis dari individualism ini adalah adanya independensi negara yang warganya memiliki hak-hak secara hukum dan politik yang tertuang di dalam the rule of law. Oleh karena itulah, hukum menjadi prinsip sentral dalam organisasi sosial.Apa yang dikemukakan oleh Surya Prakash Sinha ini merupakan kebenaran sejarah yang dapat dilacak dan dibuktikan berbeda dengan teori perjanjian masyarakat yang bersifat spekulatif yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes, John Locke dan Jean Jacques Rousseau. Oleh karena itu, studi yang dilakukan oleh Surya Prakash Sinha ini mempunyai arti penting dalam pembahasan epistemologi hukum.Di samping diketemukannya karya Iustinianus sekitar tahun 1080, terdapat dua unsure lagi yang perlu dalam studi hukum secara sistematis pertama kali. Pertama, adalah penggunaan metode analisis dan sintetis yang diterapkan kepada naskah-naskah hukum. Metode ini pada saat ini biasanya disebut sebagai metode skolastik. Kedua , adalah adanya pengajaran di universitas yang menggunakan metode itu. Tidak dapat disangkal bahwa hukum Romawi memberikan khazanah hukum kepada semua negara Eropa termasuk Inggris. Adapun metode skolastik sampai saat ini masih digunakan.

Naskah Iustinianus terdiri dari empat bagian, yaitu Caudex, yaitu aturan-aturan dan putusan-putusan yang dibuat oleh para kaisar sebelum Iustinianus; Novell , yaitu aturan-aturan hukum yang diundangkan oleh Kaisar Iustinianus sendiri; Instituti, suatu buku ajar kecil yang dimaksudkan untuk pengantar bagi mereka yang baru belajar hukum; dan Digesta, yang merupakan sekumpulan besar pendapat para yuris Romawi mengenai ribuan proposisi hukum yang berkaitan dengan hukum perdata, hukum pidana , hukum tata negara dan cabang-cabang hukum yang mengatur warga negara Romawi.Dari sejarah perkembangan ilmu hukum dapat dikemukakan tiga hal. Pertama, ilmu hukum lahir sebagai suatu ilmu terapan. Kedua, ilmu hukum mempelajari aturan-aturan yang ditetapkan oleh penguasa, putusan-putusan yang diambil dari sengketa yang timbul, dan doktrin-doktrin yang dikembangkan oleh ahli hukum. Ketiga, metode yang digunakan di dalam ilmu hukum adalah penalaran. Cara menggunakan metode yang demikian juga dengan dialectica. Oleh karena itulah metode yang digunakan dalam keilmuan hukum juga bukan scientific method seperti yang digunakan dalam ilmu alamiah dan ilmu sosial.

RUANG LINGKUP ILMU HUKUMMenurut Jan Gijssels dan Mark van Hoecke terdapat tiga tingkatan ilmu hukum, yaitu dogmatika hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Menurut pandangan yang tradisional, dogmatika hukum merupakan bagian yang terutama dalam ilmu hukum.Dilihat daru sudut bidang kajiannya, dogmatika hukum adalah ilmu hukum yang bertalian dengan praktik hukum. Akan tetapi tidak berarti dogmatika hukum tidak menghasilkan perkembangan hukum.Menurut Mauwissen, dogmatika hukum pertama kali bersifat deskriptif-analitis. Dalam hal ini yang harus dilakukan adalah memberikan deskripsi dan analisis terhadap isi dan struktur hukum yang berlaku. Karakter dogmatika hukum berikutnya adalah sistematis. Dalam hal ini dilakukan sistematisasi gejala-gejala hukum yang telah dideskripsikan dan telah dianalisis. Selanjutnya, dogmatika hukum bersifat hermeneutis. Meuwissen mengemukakan perlunya interpretasi terhadap hukum yang berlaku. Kegiatan interpretasi ini dilakukan dalam rangka mendapatkan pengertian yang lebih jelas atau lebih dalam. Karakter keempat dogmatika hukum adalah normatif. Oleh karena itulah, Meuwissen secara tegas menyatakan bahwa dogmatika hukum tidak bebas nilai. Menurutnya pula ilmu hukum dogmatis membantu memberikan pertimbangan dan putusan dalam merealisasi tujuan hukum yaitu keadilan dan kebebasan. Dan yang terakhir adalah dogmatika hukum bersifat praktis. Dalam hal inilah hukum dideskripsikan , dianalisis disistematisasi dan ditafsirkan untuk diterapkan.Mengenai ruang lingkup teori hukum, perlu dikemukakan kembali pandangan Jan Gijssels dan Mark van Hoecke, kedua sarjana dari Antwerpen Belgia itu menyatakan bahwa perkembangan teori hukum tidak dapat dilepaskan dari perkembangan ilmu hukum pada umumnya terutama sejak abad XIX. Sampai abad XIX perkembangan ilmu hukum berupa perkembangan dogmatika dan filsafat hukum, Selanjutnya, kedua penulis itu menyatakan bahwa titik tanjak dalam meneliti hukum pada kegiatan teori hukum adalah dari dalam, bukan kepentingan masyarakat. Dengan demikian, teori hukum mempelajari hukum dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam dan lebih baik mengenai hukum, bahkan pemahaman yang lebih baik dalam hubungan kemasyarakatan.Tugas teori hukum adalah: pertama, memberikan landasan teoretis baik dalam pembuatan hukum maupun dalam penerapan hukum; dan kedua, mengemukakan metode yang tepat dalam penerapan hukum. Adapun dalam filsafat hukum dipelajari gagasan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang merupakan pancaran dari moral. Kedua hal tersebut diperlukan dalam: (1) membangun argumentasi oleh para pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bersengketa; (2) dasar pemikiran pengambilan keputusan oleh penyelenggara negara, yaitu legislative, eksekutif, dan yudisial, (3) landasan membangun konsep hukum.

ILMU HUKUM MERUPAKAN DISIPLIN BERSIFAT SUI GENERISStudi hukum yang masuk ke dalam bilangan ilmu hukum empiris menurut Meuwissen adalah sosiologi hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum, dan psikologi hukum. Menurut pendapat penulis, istilah ilmu hukum empiris merupakan sesuatu yang bersifat contradiction in terminis karena telah dikemukakan bahwa ilmu hukum bukan merupakan suatu pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat empiris. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa ilmu empiris bersifat bebas nilai. Objek kajian humaniora tidak dapat dibantah, bersifat sarat nilai. Oleh karena itulah, metode untuk ilmu empiris tidak dapat diterapkan bagi studi humaniora. Meuwissen berendapat bahwa gejala perasaan dan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan emosi tidak bisa dijadikan objek penelitian empiris, karena hal itu akan menggusur unsur spesifik dari manusia. Ilmu empiris tidak akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kajian-kajian pada ruang lingkup humaniora. Argumen kedua dalam menolak ilmu hukum diklasifikasi sebagai studi yang bersifat empiris adalah studi hukum tidak dapat menjelaskan isi hukum. Di samping itu, tidak dapat diingkari bahwa ilmu empiris tidak dapat menjelaskan makna di belakang fakta yang dapat diamati.Menurut Scholten, ilmu hukum berbeda dengan ilmu deskriptif. Menurutnya, ilmu hukum berurusan dengan preskripsi hukum, putusan yang bersifat hukum, dan materi yang diolah dari kebiasaan-kebiasaan. Argumentasi yang dikemukakan oleh Paul Scholten menunjukkan secara jelas bahwa ilmu hukum mempunyai karakter preskriptif dan sekaligus sebagai ilmu terapan.Ilmu hukum merupakan studi tentang hukum, ilmu hukum tidak dapat diklasifikasikan ke dalam ilmu sosial yang bidang kajiannya kebenaran empiris.Merupakan tugas ilmu hukum untuk membahas hukum dari semua aspek. Oleh karena itu , tidaklah tepat mengklasifikasikan ilmu hukum ke dalam ilmu sosial maupun humaniora. Dalam hal demikian, sangat berguna untuk menengok kepada pandangan Meuwissen tentang ilmu hukum. Meskipun ia membuat klasifikasi ilmu hukum dogmatic dan ilmu hukum empiris, Meuwissen menempatkan ilmu hukum dogmatic sebagai sesuatu yang bersifat sui generis, artinya tidak ada bentuk ilmu lain yang dapat dibandingkan dengan ilmu hukum. Tidak dapat disangkal bahwa ilmu hukun bukan bagian dari ilmu sosial maupun humaniora melainkan ilmu tersendiri.

UPAYA MENGEMPIRISKAN ILMU HUKUMMenurut Meuwissen, para pengikut ilmu hukum empiris sangat meragukan apa yang dikemukakan oleh penganut ilmu hukum dogmattik. Mereka berpendapat bahwa ilmu hukum dogmatik sebagai suatu seni, menurut mereka ilmu hukum dogmatic bukanlah ilmu.Ilmu hukum empiris memisahkan secara tajam antara fakta dan norma, antara pernyataan yang bersifat deskriptif dan normatif. Dengan demikian, ilmu hukum empiris bersifat bebas nilai dan netral. Ilmu hukum empiris tidak berurusan dengan penerapan hukum. Di sinilah letak kelemahan ilmu hukum empiris. Menurut pengikut ilmu hukum empiris, pertimbangan-pertimbangan mengenai isi hukum dan praksis hukum dalam arti luas bersifat pribadi dan oleh karenanya untuk hal-hal itu tidak dapat dikembangkan kriteria yang berlaku bersifat inter-subjektif. Ilmu hukum empiris hanya sampai memberikan suatu deskripsi dari gejala hukum.Penganut ilmu hukum empiris berpendapat bahwa keberatan terhadap ilmu empiris telah runtuh. Namun apakah benar pandangan tersebut? Perlu diperhatikan hal-hal berikut ini. Pertama, apabila ilmu hukum dimasukkan ke dalam ilmu empiris, pengertian hukum harus dapat dioperasionalkan. Kedua, adanya model-model yang ditawarkan dalam kerangka rasionalitas instrumental sama sekali tidak memberikan refleksi mengenai tujuan. Di sinilah letak gagalnya ilmu hukum empiris. Hakikat kerja yuridis adalah ex ante. Oleh karena itulah, karakter ilmu hukum bersifat preskriptif dan terapan.