Upload
vivi-awalia
View
212
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sedang dalam proses
Citation preview
JUDUL : REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA MENGGUNAKAN MODEL
POE (PREDICTION, OBSERVATION AND EXPLANATION)
BERBANTUAN ANIMASI FLASH PADA MATERI
PEMANTULAN CAHAYA PADA CERMIN DI KELAS VIII SMP
NEGERI 1 RASAU JAYA
A. LATAR BELAKANG
IPA merupakan upaya manusia untuk memahami alam semesta
melalui pengamatan yang tepat (correct) pada objek, menggunakan langkah-
langkah yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid)
sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth) (Sutrisno, Kresnadi, dan
Kartono, 2007: 1.19). Mata pelajaran IPA di Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dibagi menjadi tiga cabang, salah satunya yaitu mata pelajaran fisika.
Mata pelajaran fisika siswa diharapkan mampu menguasai konsep –
konsep fisika. Selanjutnya, diharapkan siswa dapat mengembalikan dan
mempergunakan untuk menyelesaikan dalam kasus sehari – hari.
Namun, dalam praktiknya, kerap kali ditemukan siswa yang tidak
mudah memahami konsep – konsep fisika. Mereka bahkan sering mengalami
miskonsepsi. Konsepsi yang berbeda itu sering disebut dengan miskonsepsi
(salah konsepsi) atau konsepsi alternatif (Suparno, 2005: viii).
Secara garis besar penyebab miskonsepsi dapat dikelompokkan menjadi
lima kelompok, yaitu siswa, guru, buku teks, konteks dan metode mengajar
(Suparno, 2005: 29). Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri dari
berbagai hal seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan
minat, cara berpikir dan teman lain. Penyebab dari guru dapat berupa
ketidakmampuan guru, penguasaan bahan yang tidak memadai, cara mengajar
yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang
baik. Miskonsepsi yang disebabkan oleh salah mengajar agak sulit dibenahi
karena siswa merasa yakin bahwa yang diajarkan guru itu benar. Penyebab dari
buku terkait pada penjelasan atau uraian yang salah dalam buku tersebut.
Konteks, seperti budaya, agama dan bahasa sehari-hari juga mempengaruhi
miskonsepsi siswa. Sedangkan metode mengajar hanya menekankan pada
kebenaran satu segi sering memunculkan salah pengertian siswa.
Salah satu konsep fisika yang dipelajari oleh siswa SMP khususnya kelas
VIII adalah pemantulan cahaya pada cermin. Pada materi ini, tidak jarang
ditemukan miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Guru IPA SMP Negeri 1 Rasau
Jaya melaporkan masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
memahami konsep – konsep fisika pada materi pemantulan cahaya pada cermin.
Hasil ulangan harian menunjukkan lebih 50% dari 224 siswa belum mencapai
Ketuntasan Belajar Minimal (KKM).
Kiki Zakiayah (2011) menemukan beberapa bentuk miskonsepsi konsep
cermin di kelas VIII SMP Kristen Immanuel Pontianak. Diantaranya (75,63%)
siswa mengalami miskonsepsi tentang hukum pemantulan cahaya, (74,98%)
siswa mengalami miskonsepsi tentang proses pembentukan bayangan pada
cermin datar, (80,74%) siswa mengalami miskonsepsi tentang proses
pembentukan bayangan pada cermin cekung, dan (84,59%) siswa mengalami
miskonsepsi tentang proses pembentukan bayangan pada cermin cembung.
Temuan ini mungkin saja terjadi di kalangan siswa SMP Negeri 1 Rasau Jaya.
Karena memiliki kesamaan keadaan siswa, yaitu dalam setiap kelas terdiri dari
siswa putra dan putri yang memiliki kemampuan berbeda – beda, ada yang
berkemampuan tinggi, sedang dan ada yang rendah. Sehingga harus dilakukan
upaya untuk mengevaluasi kembali hasil belajar siswa agar masalah – masalah
dalam pembelajaran dapat teratasi.
Menurut Suparno (2005: 55), ada tiga langkah yang dapat dilakukan,
yaitu: menggali miskonsepsi siswa, menemukan penyebab miskonsepsi, dan
melakukan remediasi. Khusus miskonsepsi pada cermin, Zakiyah (2011) telah
mengungkapkan miskonsepsi siswa. Langkah berikutnya yang seharusnya dilalui
adalah mencari penyebab miskonsepsi atau melakukan remediasi. Fokus
penelitian yang akan dilakukan ini melakukan remediasi.
Menurut Sutrisno, Kresnadi, dan Kartono, (2007:22), remediasi adalah
kegiatan yang dilaksanakan untuk membetulkan kekeliruan yang dilakukan
siswa . Remediasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi miskonsepsi tersebut
yaitu guru harus menerapkan model pembelajaran yang tepat. Karena selama ini
model pembelajaran yang digunakan guru monoton dan guru berperan sebagai
pusat pembelajaran di kelas, sehingga siswa akan merasa jenuh dengan pola
pembelajaran yang sama dan kebanyakan siswa hanya menghafal materi
sehingga kurang memahami konsep. Hal tersebut akan membuat siswa cepat
lupa dengan materi yang sudah diberikan dan mengurangi motivasi siswa untuk
mempelajari fisika. Selain itu, dalam proses transformasi pengetahuan antara
guru dan siswa terkadang hanya dilakukan secara searah. Hal ini menyebabkan
proses berpikir siswa dalam konstruksi kognitif berkurang. Oleh karena itu, guru
diharapkan bersedia menggunakan model pembelajaran yang bervariasi yang
dapat mengaktifkan siswa.
Model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengatasi konsisi
pembelajaran fisika di atas adalah model pembelajaran POE (predict-observe-
explain). White dan Gunstone (1992) dalam Sholikhan (2011) menjelaskan
bahwa prosedur dalam penerapan model POE (Prediction, Observation and
Explanation) merupakan strategi mengajar yang efisien. Strategi POE
melibatkan siswa memprediksi hasil dari demonstrasi dan mendiskusikan alasan
untuk prediksi mereka, mengamati demonstrasi dan akhirnya menjelaskan
perbedaan antara prediksi dan pengamatan mereka.
Model pembelajaran POE juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa,
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Restami (2013) yang menunjukkan
bahwa model pembelajaran POE dapat meningkatkan pehamaman konsep fisika
siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini juga
didukung oleh hasil penelitian Rahayu (2013) yang menyatakan bahwa model
pembelajaran POE mampu meningkatkan ketuntasan hasil belajar peserta didik
secara individual.
Namun model pembelajaran POE memiliki kelemahan. Salah satunya
yaitu memerlukan persiapan yang lebih matang, terutama berkaitan penyajian
persoalan dan kegiatan eksperimen yang akan dilakukan untuk membuktikan
prediksi yang diajuka siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu media untuk
membuktikan prediksi yang diajukan siswa.
Media pembelajaran merupakan suatu alat yang digunakan untuk
mempermudah penyampaian pesan dalam proses pembelajaran. Dalam remediasi
miskonsepsi materi pemantulan cahaya pada cermin media pembelajaran yang
cocok digunakan adalah animasi flash. Pengguanaan media animasi flash akan
menarik perhatian dan memfokuskan siswa ke pelajaran yang diajarkan sehingga
siswa dapat memahami konsep pemantulan cahaya pada cermin dengan benar.
B. MASALAH PENELITIAN
Masalah dalam penilitian penelitian ini dirumuskan sebagai “Apakah penerapan
permainan teka – teki silang berpengaruh pada miskonsepsi siswa pada Materi
Gerak Lurus di Kelas VIII SMP Negeri 1 Rasau Jaya?”
Adapun sub-sub masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terjadi perubahan konseptual siswa sebelum dan sesudah
diberikan remediasi menggunakan model POE (Prediction, Observation
and Explanation) berbantuan Animasi Flash pada materi Pemantulan
cahaya pada cermin di Kelas VIII SMP Negeri 1 Rasau Jaya?
2. Apakah penggunaan model POE (Prediction, Observation and
Explanation) berbantuan Animasi Flash berpengaruh pada jumlah
miskonsepsi siswa ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas
penggunaan model POE (Prediction, Observation and Explanation)
berbantuan Animasi Flash pada materi Pemantulan cahaya pada cermin di
Kelas VIII SMP Negeri 1 Rasau Jaya.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Siswa
Membantu siswa dalam memahami konsep pemantulan cahaya pada
cermin. Siswa juga dapat mengetahui kesalahan konsep yang dialaminya
pada materi pemantulan cahaya pada cermin
2. Bagi guru
Menjadi alternatif dalam melakukan kegiatan remediasi bagi siswa yang
mengalami miskonsepsi, terutama materi tentang pemantulan cahaya pada
cermin.
3. Memotivasi guru untuk melaksanakan berbagai macam model
pembelajaran untuk mengatasi miskonsepsi siswa.
4. Bagi Mahasiswa Pendidika Fisika FKIP UNTAN
Sebagai bahan penelitian lebih lanjut dalam mengatasi miskonsepsi siswa.