39
6.1. Mempergunakan Lampu Kepala 6.2. Pemeriksaan Telinga 6.3. Pemeriksaan Tes Garpu Tala 6.4. Pemeriksaan Rinoskopi Anterior 6.5. Pemeriksaan Rinoskopi Posterior 6.6. Pemeriksaan Transiluminasi (Diaphonoscopia) 6.7. Pemeriksaan Mulut, Tonsil, Faring 6.8. Pemeriksaan Laringoskopi Indirekta DAFTAR KETRAMPILAN 1 PEMERIKSAAN TELINGA HIDUNG & TENGGOROK VI

Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

6.1. Mempergunakan Lampu Kepala

6.2. Pemeriksaan Telinga

6.3. Pemeriksaan Tes Garpu Tala

6.4. Pemeriksaan Rinoskopi Anterior

6.5. Pemeriksaan Rinoskopi Posterior

6.6. Pemeriksaan Transiluminasi (Diaphonoscopia)

6.7. Pemeriksaan Mulut, Tonsil, Faring

6.8. Pemeriksaan Laringoskopi Indirekta

DAFTAR KETRAMPILAN

1

PEMERIKSAAN TELINGA HIDUNG & TENGGOROK

VI

Page 2: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

MEMPERGUNAKAN LAMPU KEPALA

VI.1

I. DESKRIPSI MODUL

Latar Belakang Memasang lampu kepala merupakan keterampilan klinik yang wajib dimiliki oleh setiap dokter oleh karena lampu kepala merupakan salah satu alat penting pada pemeriksaan dan melakukan tindakan di bidang THT.Mengatur fokus cahaya merupakan hal yang penting untuk melihat obyek secara jelas

Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu melakukan mempergunakan lampu kepala untuk memeriksa telinga, hidung dan tenggorok dengan benar meliputi :

1. Cara memasang lampu kepala. 2. Cara memfokuskan cahaya

Metode a. Kuliah b. Democ. Latihan sendiri

Peralatan 1. Lampu kepala2. Sumber energi listrik (AC dan Adaptor atau baterai)

Tutor 1. dr. H. Lukmantya, Sp.THT-KL (K)2. dr. J. Bambang Soemantri, Sp.THT-KL (K)3. dr. Soehartono, Sp.THT-KL4. dr. Dyah Indrasworo, Sp.THT-KL

II. PROSEDUR

Cara memasang lampu kepala.

- Lampu kepala dikenakan pada kepala dengan menyesuaikan ukuran sabuk lampu kepala dengan ukuran lingkar kepala pemeriksa.

- Posisikan tabung lampu pada bidang pandang, diantara kedua mata. Khusus pada pemeriksaan telinga, posisi tabung diletakkan sedekat mungkin pada mata yang digunakan pemeriksa untuk melihat.

- Mengunci sabuk lampu kepala.

Cara memfokuskan cahaya

- Menyalakan lampu DC dengan kekuatan 6 volt.- Meletakkan telapak tangan kiri pada jarak 30 cm

didepan mata.- Mengatur diameter proyeksi cahaya kurang lebih 1 cm. - Mengatur proyeksi tabung pada telapak tangan kiri

medial dari proyeksi cahaya dan saling bersinggungan.

2

Page 3: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

III. CHECK LIST

MEMPERGUNAKAN LAMPU KEPALA

VI.1

Nama :NIM :Kelompok :Tanggal :

JENIS KEGIATANPenilaianI II III

1. Mengenakan lampu kepala pada kepala dengan menyesuaikan ukuran sabuk lampu kepala dengan ukuran lingkar kepala pemeriksa.

2. Memposisikan tabung lampu pada bidang pandang, diantara kedua mata. ( Khusus pada pemeriksaan telinga, posisi tabung diletakkan sedekat mungkin dengan mata yang digunakan pemeriksa untuk melihat ).

3. Mengunci sabuk lampu kepala.

4. Menyalakan lampu DC dengan kekuatan 6 volt.

5. Meletakkan telapak tangan kiri pada jarak 30 cm didepan mata.

6. Mengatur diameter proyeksi cahaya kurang lebih 1 cm

7. Menempatkan proyeksi tabung pada telapak tangan medial dari proyeksi cahaya dan saling bersinggungan.

Keterangan:

√ = dikerjakan dengan benar X = dikerjakan tetapi kurang/ tidak benar - = tidak dikerjakan

TANGGAL: …………………………………..

(………………………………………………..) Instruktur

3

Page 4: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

PEMERIKSAAN TELINGA

VI.2

I. DESKRIPSI MODUL

Latar Belakang Memeriksa telinga merupakan ketrampilan klinik yang wajib dimiliki oleh setiap dokter untuk dapat mengetahui anatomi dan kelainan yang ada pada telinga.

Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan telinga, dengan benar meliputi :

1. Pemeriksaan aurikulum dan sekitarnya. 2. Pemeriksaan meatus akustikus eksternus3. Pemeriksaan membrana timpani

Metode a. Kuliah b. Democ. Latihan antar teman

Peralatan 1. Lampu kepala Van Hasselt 2. Otoskop3. Spikulum telinga4. Alat penghisap5. Pengait tajam6. Pengait cincin7. Pemilin kapas8. Pinset telinga9. Balon politser

Tutor 1. dr. H. Lukmantya, Sp.THT-KL (K)2. dr. J. Bambang Soemantri, Sp.THT-KL (K)3. dr. Soehartono, Sp.THT-KL4. dr. Dyah Indrasworo, Sp.THT-KL

4

Page 5: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

II. PROSEDUR

Pendahuluan a. Cara duduk- Penderita duduk didepan pemeriksa- Lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri

penderita- Kepala diatur p;osisinya dengan ujung jari- Waktu memeriksa telinga yang kontralateral, hanya

posisi kepala penderita yang diubahKaki, lutut penderita dan pemeriksa tetap pada keadaan semula

Pemeriksaan aurikel Daun telinga / Aurikel terdiri dari : - Bagian yang bertulang rawan :

- Heliks dan antiheliks- Tragus dan antitragus- Konka- Sulkus retroaurikalis

- Bagian yang tidak bertulang rawan :- Lobulus

Pemeriksaan liang telinga luar

Memeriksa liang telinga luar - Apakah terdapat nyeri tekan tragus/ nyeri tarik daun

telinga- Luruskan liang telinga dengan cara :

Kanan : Aurikel dipegang dengan jari I dan II sedangkan jari III, IV, V pada planum mastoid. Aurikel ditarik ke arah posterosuperior untuk meluruskan MAEKiri : Aurikel dipegang dengan jari I dan II. Jari III, IV dan V didepan aurikel. Aurikel ditarik ke arah postero superiorBila perlu gunakan spekulum telinga yang sesuai, masukan dengan gerakan memutar.

- Untuk pemeriksaan lebih jelas, dapat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan otoskop yang dilengkapi lensa pembesar.

MAE berbentuk tabung yang terdiri dari dua bagian- Bagian lateral adalah pars kartilagenus

o Merupakan lanjutan dari aurikulumo Mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar

seruminaliso Kulit melekat erat dengan perikondrium

- Bagian medial adalah pars osseus- Merupakan bagian dari tulang temporal- Tidak berambut- Ada penyempitan yaitu ismus MAE- Tidak mobil terhadap sekitarnya

5

Page 6: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

Pemeriksaan Membrana timpani

Memeriksa membran timpani dengan menyinari liang telinga luar. Bila terhalang oleh serumen/sekret, perlu dibersihkan lebih dulu dengan menghisap dengan kapas atau suction apparatus atau kait serumen ataupun irigasi telinga.Membran yang membatasi telinga luar dengan telinga dalam Posisi

Membentuk sudut 45˚ dengan bidang horisontal dan sagital

Tepi bawah terletak 6 mm lebih medial dari tepi atas Pada bayi < 1 tahun letaknya lebih horisontal dan

frontal Warna

- Putih mengkilat seperti mutiara Ukuran

- Ukuran tinggi 9 – 10 mm, lebar 8 – 9 mm Bentuk

- Bentuk sedikit lonjong yang condong ke anteriorBagian-bagian membran timpani :a. Pars tensa

Manubrium mallei, umbo, prosesus brevis, reflek cahaya, plika anterior, plika posterior

b. Pars flasida (membrana Schrapnelli)Histologi : Pars Tensa terdiri dari tiga lapisan :

- Lapisan lateral : kulit tipis lanjutan kulit MAE- Lapisan medial : mukosa lanjutan dari mukosa yang

melapisi kavum timpani- Lapisan tengah : lamina propia terletak diantara

kedua lapisan di atas Pars flasida tidak mempunyai lamina propia.

6

Page 7: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

III. CHECK LIST

PEMERIKSAAN TELINGA VI.2

Nama :NIM :Kelompok :Tanggal :

JENIS KEGIATANPenilaianI II III

1. Meminta penderita duduk didepan pemeriksa

2. Memposisikan lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri penderita

3. Memegang kepala dengan ujung jari

4. Memeriksa telinga kanan: aurikulum dipegang dengan jari I dan II sedangkan jari III, IV, V pada planum mastoid. Aurikulum ditarik ke arah posterosuperior untuk meluruskan MAE

5. Memeriksa aurikulum, MAE dan membrana timpani

6. Memeriksa telinga kiri: Aurikulum dipegang dengan jari I dan II. Jari III, IV dan V didepan aurikulum. Aurikulum ditarik ke arah postero superior

7. Memeriksa aurikuel, MAE dan membrana timpani

8. Memilih spekulum telinga yang sesuai dengan besar lumen MAE, memasukkan ke MAE dengan gerakan memutar

9. Menyalakan lampu otoskop

10 Memasukkan spekulum telinga otoskop pada MAE

11 Memeriksa membrana timpani

12 Melilitkan kapas pada pelilit kapas

Keterangan:

√ = dikerjakan dengan benar X = dikerjakan tetapi kurang/ tidak benar - = tidak dikerjakan

TANGGAL: …………………………………..

(………………………………………………..) Instruktur

7

Page 8: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

PEMERIKSAAN TES GARPU TALA

VI.3

I. DESKRIPSI MODUL

Latar Belakang Pemeriksaan tes garpu tala merupakan ketrampilan klinik yang wajib dimiliki oleh setiap dokter oleh karena dapat mengetahui gangguan fungsi pendengaran

Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tes garpu tala gengan benar meliputi;

1. Tes batas atas dan batas bawah2. Tes Rinne3. Tes Weber4. Tes Schwabach

Metode a. Kuliah b. Democ. Latihan antar teman

Peralatan Garpu tala 1 set

Tutor 1. dr. H. Lukmantya, Sp.THT-KL (K)2. dr. J. Bambang Soemantri, Sp.THT-KL (K)3. dr. Soehartono, Sp.THT-KL4. dr. Dyah Indrasworo, Sp.THT-KL

II. PROSEDUR

Pendahuluan Tes-tes ini memiliki tujuan khusus yang berbeda dan saling melengkapi:1. Tes batas atas dan batas bawah

Tujuan : menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melewati hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas ambang normal. Telinga pemeriksa yang pendengarannya normal sebagai patokan.

2. Tes RinneTujuan : membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita.

3. Tes WeberTujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.

4. Tes SchwabachTujuan : membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksa.

Pemeriksaan tes batas atas dan batas bawah

Semua garpu tala (dapat dimulai dari frekuensi terendah berturutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya) dibunyikan satu persatu, dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan dengan lunak

8

Page 9: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

(dipetik dengan ujung jari/kuku, didengarkan terlebih dulu oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai intensitas bunyi yang terendah bagi orang normal/nilai ambang normal), kemudian diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan ujung garpu tala didepan MAE pada jarak 1 – 2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan MAE kanan dan kiriInterpretasi : Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi Tuli konduksi : batas bawah naik (frekuensi rendah tak

terdengar) Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak

terdengar)Kesalahan : garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat mendeteksi pada frekuensi mana penderita tak mendengar.

Pemeriksaan tes Rinne

Cara Pemeriksaan:- Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan

tangkainya tegak lurus pada planum mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar garpu tala di depan MAE disebut Rinne positif, bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.

- Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz cukup keras, kemudian diletakkan pada planum mastoid, sehingga penderita mendengar bunyi. Pada saat penderita tidak mendengar, harus memberi isyarat; pemeriksa segera memindahkan ujung garpu tala didepan liang telinga ipsilateral. Bila penderita mendengar lagi maka disebut Rinne positif, bila penderita tidak mendengar disebut Rinne negatif.Interpretasi :

Normal : Rinne positif Tuli konduksi : Rinne negatif Tuli sensori neural : Rinne positif

Kadang-kadang terjadi false Rinne (pseudo positif atau pseudo negatif) terjadi bila stimulus bunyi ditangkap oleh telinga yang tidak di tes, hal ini dapat terjadi bila telinga yang tidak di tes pendengarannya jauh lebih baik daripada yang di tes.Kesalahan : garpu tala tidak diletakkan dengan baik pada mastoid

atau miring, terkena rambut, jaringan lemak tebal sehingga penderita tidak mendengar atau getaran terhenti karena kaki garpu tala tersentuh aurikel.

Penderita terlambat memberi isyarat waktu garpu tala sudah tak terdengar lagi, sehingga waktu dipindahkan di depan MAE getaran garpu tala sudah berhenti.

9

Page 10: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

Pemeriksaan tes Weber

Cara : Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian

tangkainya diletakkan tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada bidang yang menghubungkan liang telinga kanan dan kiri.

Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Bila mendengar/mendengar lebih keras pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Bila kedua telinga tak mendengar atau mendengar sama keras berarti tak ada lateralisasi.

Interpretasi : Normal : tidak ada lateralisasi Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang tuli Tuli sensori neural : mendengar lebih keras pada telinga

yang sehatKarena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari satu.Contoh lateralisasi ke kanan, dapat diinterpretasikan :a. Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal.b. Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih

berat.c. Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal.d. Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih

berat.e. Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri.

Pemeriksaan tes Scwabach

Cara :Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita. Bila penderita masih mendengar maka Schwabach memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat 2 kemungkinan yaitu Schwabach memendek atau normal.Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu baru ke pemeriksa.Garpu tala 512 Hz dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka secepatnya garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar berarti sama-sama normal, bila pemeriksa masih mendengar berarti Shwabach penderita memendek.Interpretasi :

Normal : Schwabach normal Pada Tuli konduksi : Schwabach memanjang Pada Tuli sensori neural : Schwabach memendek

Kesalahan : garpu tala tidak tegak dengan baik, kakinya tersentuh

hingga bunyi menghilang isyarat menghilangnya bunyi tidak segera diberikan oleh

penderita.

1

Page 11: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

III. CHECK LIST

PEMERIKSAAN TES GARPU TALA

VI.3

Nama :NIM :Kelompok :Tanggal :

JENIS KEGIATANPenilaianI II III

1. Membunyikan semua garpu tala (dapat dimulai dari frekuensi terendah berturutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya) satu persatu, dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan dengan lunak (dipetik dengan ujung jari/kuku)

2. Pemeriksa mendengarkan terlebih dulu sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai intensitas bunyi yang terendah bagi orang normal/nilai ambang normal),

3. Pemeriksa memperdengarkan pada penderita dengan meletakkan garpu tala didekat MAE pada jarak 1 – 2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan MAE kanan dan kiri

4. Pemeriksa membunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, dengan meletakkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar, kemudian cepat memindahkan ke depan MAE penderita.

5. Pemeriksa membunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, kemudian diletakkan pada planum mastoid, kemudian segera dipindah di depan MAE, dan menanyakan pada penderita mana yang lebih keras.

6. Pemeriksa membunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz , kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada bidang yang menghubungkan liang telinga kanan dan kiri.

7. Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras.

8. Pemeriksa membunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz n kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita.

9. Pemeriksa membunyikan garpu tala 512 Hz kemudian diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka secepatnya garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa

Keterangan: √ = dikerjakan dengan benar

X = dikerjakan tetapi kurang/ tidak benar - = tidak dikerjakan

1

TANGGAL:

(………………………………………..) Instruktur

Page 12: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

PEMERIKSAAN RINOSKOPI ANTERIOR

VI.4

I. DESKRIPSI MODUL

Latar Belakang Pemeriksaan rinoskopi anterior merupakan ketrampilan klinik yang wajib dimiliki oleh setiap dokter untuk dapat mengetahui anatomi dan kelainan yang ada pada kavum nasi.

Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan rinoskopi anterior untuk memeriksa hidung dengan benar meliputi:

1. Cara mempergunakan spekulum hidung2. Memeriksa vestibulum nasi3. Memeriksa kavum nasi bagian bawah4. Memeriksa fenomena palatum mole5. Memeriksa kavum nasi bagian atas6. Memeriksa septum nasi

Metode a. Kuliah b. Democ. Latihan antar teman

Peralatan 1. Lampu kepala2. Sumber energi listrik (AC dengan Adaptor atau baterai)3. Spekulum hidung

Tutor 1. dr. H. Lukmantya, Sp.THT-KL (K)2. dr. J. Bambang Soemantri, Sp.THT-KL (K)3. dr. Soehartono, Sp.THT-KL4. dr. Dyah Indrasworo, Sp.THT-KL

II. PROSEDUR

Mempergunakan speculum hidung

- Memegang spekulum dengan tangan kiri (Posisi spekulum horisontal, tangkai lateral, mulutnya

medial).- Memasukkan spekulum.

Mulut spekulum dalam keadaan tertutup dimasukkan lobang hidung, spekulum dibuka pelan-pelan secukupnya. Arah pandangan disesuaikan.

- Mengeluarkan spekulum :Mulut spekulum ditutup tidak 100 % baru dikeluarkan.

1

Page 13: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

Memeriksa vestibulum nasi dan sekitarnya

Pemeriksaan pendahuluan, perhatikan :- Bibir atas : maserasi, lebar lobang hidung.- Pinggir-pinggir lobang hidung : crustae, merah.- Dorong ujung hidung ke atas dengan ibu jari untuk

memeriksa vestibulum nasi

Pemeriksaan dengan spekulum : - Bagian lateral dengan mengarahkan spekulum ke

lateral, bagian medial dengan mengarahkan ke medial, bagian atas dengan mengarahkan ke atas, dan bagian bawah dengan mengarahkan kebawah.

- Perhatikan : apakah ada sekret , krustae, bisul-bisul, raghade/ pecah pecah.

Memeriksa kavum nasi bagian bawah :

Arahkan cahaya lampu ke kavum nasi sehingga sejajar dengan konka inferior. Perhatikan : - Warna mucosa : hiperemia, pucat , biru/livide.- Besarnya lumen cavum nasi dan isinya.- Lantai kavum nasi.- Septum nasi : deviasi (kearah mana, bentuk

krista/spina/seperti huruf S).

Memeriksa fenomena palatum mole

Cahaya lampu diarahkan ke dinding belakang nasofaring, pada keadaan yang normal nasofaring kelihatan terang, karena cahaya lampu tegak lurus pada dinding belakang nasofaring.

Penderita disuruh mengucapkan huruf iiii- Fenomea palatum mole dikatakan positif, jika

pada waktu mengucapkan iii palatum mole bergerak ke atas.Terlihat benda gelap bergerak ke atas (gelap karena cahaya lampu tidak tegak lurus pada palatum mole), atau dinding nasofaring yang terang benderang itu mengecil dari arah bawah

- Selesai mengucapkan huruf iii, palatum molle bergerak kebawah.

- Fenomena palatum mole dikatakan negatif, jika waktu mengucapkan iii, palatum mole tidak bergerak ke atas, daerah nasofaring yang terang tidak mengecil.

- Fenomena palatum mole negatif bila ada :- Paralise palatum mole ( post difteri )- Spasme palatum mole (abses peritonsiler)- Sikatrik yang menyebabkan palatum mole kaku

(post TE dengan sluder).- Tumor nasofaring : karsinoma nasofaring, abses

nasofaring, adenoid yang besar

Memeriksa cavum nasi bagian atas

Arahkan cahaya lampu ke cavum nasi bagian atas (kepala ditengadahkan ).

Perhatikan : - Kaput dari konka media - Meatus medius (sekret,polip)- Septum :

- mukosa- posisi (deviasi).- fisura olfaktoria

1

Page 14: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

Memeriksa septum nasi :

Deviasi septum nasi, kearah mana, bentuk krista/spina/seperti huruf S

1

Page 15: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

III. CHECK LIST

PEMERIKSAAN RINOSKOPI ANTERIOR

VI.4

Nama :NIM :Kelompok :Tanggal :

JENIS KEGIATANPenilaianI II III

1. Memegang spekulum dengan tangan kiri

2. Memeriksa vestibulum nasi

3. Memasukkan spekulum hidung

4. Memeriksa cavum nasi bagian bawah

5. Memeriksa fenomena palatum mole

6. Memeriksa cavum nasi bagian atas

7. Memeriksa septum nasi

8. Mengeluarkan spekulum hidung

Keterangan:

√ = dikerjakan dengan benar X = dikerjakan tetapi kurang/ tidak benar - = tidak dikerjakan

TANGGAL: …………………………………..

(………………………………………………..) Instruktur

1

Page 16: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

PEMERIKSAAN RINOSKOPI POSTERIOR

VI.5

I. DESKRIPSI MODUL

Latar Belakang Pemeriksaan rinoskopi posterior merupakan ketrampilan klinik yang wajib dimiliki oleh setiap dokter untuk dapat mengetahui anatomi dan kelainan yang ada pada rongga hidung posterior dan nasofaring.Ide pemeriksaan rinoskopi posterior adalah menyinari rongga hidung dan dinding-dinding nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang ditempatkan dalam orofaring, dibelakang palatum mole.

Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan rinoskopi posterior dengan benar meliputi :

1. Menempatkan cermin rinoskopi posterior menyinarinya.

2. Melakukan pemeriksaan.

Metode a. Kuliah b. Democ. Latihan antar teman

Peralatan 1. Lampu kepala2. Sumber energi listrik (AC dengan Adaptor atau baterai)3. Spatula

Tutor 1. dr. H. Lukmantya, Sp.THT-KL (K)2. dr. J. Bambang Soemantri, Sp.THT-KL (K)3. dr. Soehartono, Sp.THT-KL4. dr. Dyah Indrasworo, Sp.THT-KL

1

Page 17: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

II. PROSEDUR

Pendahuluan Syarat yang harus dipenuhi : Harus ada tempat yang cukup luas untuk

menempatkan cermin di orofaring. Untuk itu maka lidah ditekan dengan spatula.Menekan lidah:

Hendaknya lidah ditekan dengan tenaga yang optimal.- Terlalu kuat timbul rasa sakit- Kurang kuat faring tidak kelihatan- Terlalu jauh refleks muntah

Ujung spatula dapat bergeser bila kepala penderita bergerak. Hendaknya ujung spatula tetap tinggal ditempat yang optimal itu. Fiksasi spatula dilaksanakan sebagai berikut :

a. Memegang spatula - ibu jari dibawah- Jari II & III diatas- Jari IV diatas dagu- Jari V dibawah dagu

b. Mengadakan koordinasi antara tangan kiri, tangan kanan, kepala, arah cahaya lampu dan mata melihat bayangan di cermin.

Harus ada jalan yang lebar antara palatum molle dan dinding belakang faring, agar cahaya yang dipantulkan oleh cermin, dapat masuk kedalam nasofaring dan rongga hidung.

Untuk keperluan itu penderita harus bernafas melalui hidung. (Akibatnya : palatum mole akan bergerak ke arah anterior, untuk memberi jalan udara dari kavum nasi ke paru-paru dan sebaliknya).

Kesulitan dari pihak penderita :a. Bernafas melalui hidung dengan mulut yang terbukab. Reflex yang kuat ( berikan tetrakain )

Kesulitan dari pihak alat – alat : a. Cermin yang terlau panas : sakitb. Cermin terlalu dingin : kaburc. Cermin menyentuh faring : reflex muntahd. Spatula dari logam : rasa logam di lidah menimbulkan

reflex muntah.

Menempatkan Cermin Rinoskopi posterior.

1. Pegang cermin dengan tangan kanan2. Punggung cermin dihangatkan3. Temperatur cermin ditest dengan meletakkan ke

lengan kiri bawah ( panasnya harus sedikit lebih dari 37º C ).

4. Tangkai cermin dipegang seperti memegang pensil, kaca mengarah ke atas.

5. Mulut dibuka lebar – lebar6. Lidah tetap didalam mulut, tidak boleh digerak –

gerakkan dan tidak boleh kaku.7. Penderita disuruh bernafas melalui hidung8. Ujung spatula diletakkan pada punggung lidah, dimuka

uvula.9. Lidah ditekan kebawah, hingga diperoleh tempat yang

cukup luas untuk menempatkan cermin. Karena di median terdapat uvula, maka tempat yang cukup luas itu

1

Page 18: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

lebih mudah diperoleh bila lidah ditekan tidak di medial tetapi paramedian, lebih mudah menekan paramedian kanan dari penderita

10. Masukkan cermin kedalam orofaring sedekat mungkin dengan dinding belakang faring, di bawah palatum mole.

11. Cermin disinariCatatan :

Pada penderita yang sangat sensitif pemeriksaan baru dapat dimulai 5 menit setelah kedalam faring diberikan tetracain 1% (10 tetes).

Melakukan pemeriksaan

1. Pemeriksaan septum nasi (margo post), koane kanan dan muara tuba kanan

2. Idem kiri3. Memeriksa atap nasofaring4. Memeriksa cauda konka inferior

1

Page 19: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

III. CHECK LIST

PEMERIKSAAN RINOSKOPI POSTERIOR

VI.5

Nama :NIM :Kelompok :Tanggal :

JENIS KEGIATANPenilaianI II III

1. Memegang cermin dengan tangan kanan

2. Menghangatkan punggung cermin

3. Mengkontrol temperatur cermin dengan meletakkan ke lengan kiri bawah ( panasnya harus lebih sedikit dari 37º C ).

4. Memegang tangkai cermin seperti memegang pensil, cermin mengarah ke atas

5. Meminta penderita untuk membuka mulut lebar – lebar.

6. Meminta penderita supaya lidah tetap didalam mulut, tidak boleh digerak – gerakkan dan tidak boleh kaku.

7. Meminta penderita bernafas melalui hidung

8. Meletakkan ujung spatula pada punggung lidah, dimuka uvula, ditempat optimal.

9. Menekan lidah kebawah, hingga diperoleh tempat yang cukup luas untuk menempatkan cermin.

10 Memasukkan cermin kedalam orofaring di bawah palatum mole.

11 Menyinari cermin

12 Memeriksa septum nasi (margo post), koane kanan dan tuba kanan

13 Memeriksa septum nasi (margo post), koane kiri dan tuba kiri

14 Memeriksa atap nasofaring

15 Memeriksa kauda konka inferior

Keterangan:

√ = dikerjakan dengan benar X = dikerjakan tetapi kurang/ tidak benar - = tidak dikerjakanTANGGAL: …………………………………..

(………………………………………………..) Instruktur

1

Page 20: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI (Diaphanoscopia)

VI.6

I. DESKRIPSI MODUL

Latar Belakang Pemeriksaan transiluminasi merupakan ketrampilan klinik yang wajib dimiliki oleh setiap dokter untuk dapat mengetahui anatomi dan kelainan yang ada pada sinus maksilaris dan frontalis.

Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan transiluminasi dengan benar, meliputi:

a. Pemeriksaan sinus frontalisb. Pemeriksaan sinus maksilaris

Metode a. Kuliah b. Democ. Latihan antar teman

Peralatan a. Kamar gelap.b. Lampu listrik 6 volt bertangkai panjang (Heyman)

Tutor 1. dr. H. Lukmantya, Sp.THT-KL (K) 2. dr. J. Bambang Soemantri, Sp.THT-KL (K) 3. dr. Soehartono, Sp.THT-KL 4. dr. Dyah Indrasworo, Sp.THT-KL

II. PROSEDUR

Pendahuluan Transiluminasi dikerjakan dalam kamar gelap.Alat : lampu listrik 6 volt bertangkai panjang (Heyman)Pemeriksaan hanya mempunyai nilai bila ada perbedaan antara Ki dan KaBila kedua – duanya sinus terang, maka pada pria mungkin berarti bahwa sinus normal, tetapi pada wanita masih ada kemungkinan bahwa kedua sinus berisi cairan.

Pemeriksaan Sinus Frontalis

- Lampu ditempatkan pada lantai sin. front- Cahaya diarahkan kemedio-superior- Cahaya yang memancar kedepan, ditutup

dengan tangan kiri.Hasilnya : lihat dinding depan sinus frontalis : terang, suram atau gelap

2

Page 21: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

Pemeriksaan Sinus Maksilaris

Cara 1 :- mulut dibuka lebar – lebar- lampu ditempatkan pada margo inferior orbita, cahaya

kearah inferior- cahaya yang memancar kedepan ditutup dengan tangan

kiriHasilnya : dinilai palatum durum homolateral apakah terang, suram atau gelap

Cara 2 :- mulut dibuka- ke dalam mulut dimasukakan lampu, yang mana telah

disarungkan suatu tabung gelas (tabung reaksi)- mulut ditutup rapat- cahaya yang memancar dari mulut dan bibir atas ditutup

dengan tangan kiriHasilnya : dinilai dinding depan sinus maksilaris apakah terang, suram atau gelap

2

Page 22: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

III. CHECK LIST

PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI (Diaphanoscopia)

VI.6

Nama :NIM :Kelompok :Tanggal :

JENIS KEGIATANPenilaianI II III

1. Menempatkan lampu pada lantai sinus frontalis

2. Mengarahkan cahaya ke mediosuperior

3. Menutup cahaya yang memancar kedepan dengan tangan kiri.Menilai pancaran cahaya di dinding depan sinus frontalis

4. Meminta penderita membuka mulut lebar – lebar

5. Menempatkan lampu pada margo inferior orbita, cahaya kearah inferior

6. Menutup cahaya yang memancar kedepan dengan tangan kiri.Menilai pancaran cahaya di palatum durum

7. Memasukkan lampu ke dalam mulut, yang telah disarungkan suatu tabung gelas (tabung reaksi) atau kantong plastik

8. Meminta penderita untuk menutup mulut rapat – rapat

9. Menutup cahaya yang memancar dari mulut dan bibir atas dengan tangan kiri. Menilai pancaran cahaya di dinding depan sinus maksilaris

Keterangan:

√ = dikerjakan dengan benar X = dikerjakan tetapi kurang/ tidak benar - = tidak dikerjakan

TANGGAL: …………………………………..

(………………………………………………..) Instruktur

2

Page 23: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

PEMERIKSAAN MULUT, TONSIL, FARING

VI.7

I. DESKRIPSI MODUL

Latar Belakang Memeriksa mulut, tonsil, faring merupakan ketrampilan klinik yang wajib dimiliki oleh setiap dokter untuk dapat mengetahui anatomi dan kelainan yang ada pada mulut, tonsil dan faring.Pemeriksaan menggunakan lampu kepala dan spatula lidah

Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan mulut, tonsil dan faring dengan benar, meliputi:

a. Pemeriksaan mulutb. Pemeriksaan tonsil, faring

Metode a. Kuliah b. Democ. Latihan antar teman

Peralatan a. Lampu kepalab. Sumber energi listrik (AC dengan adaptor atau

baterai)c. Spatula

Tutor 1. dr. H. Lukmantya, Sp.THT-KL (K) 2. dr. J. Bambang Soemantri, Sp.THT-KL (K) 3. dr. Soehartono, Sp.THT-KL 4. dr. Dyah Indrasworo, Sp.THT-KL

2

Page 24: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

II. PROSEDUR

Pemeriksaan Mulut MulutInspeksi perhatikan:- Trismus- Ptialismus - Gerakan bibir dan sudut mulut (N. VII)

mukosa dan gingiva : ulkus- Gigi – gigi dan geraham – geraham :

- Sinusitis oleh caries P2.M1. M2. M3 (atas)- Dentitis dificilis M3 (sakit leher, trismus)

- Lidah : parese N. XII, atrofi, aptae, tumor maligna- Palatum durum : bengkak o.k. tumor sin.maksilarisPalpasi : jangan lupa palpasi lidah bila ada ulkus pada lidah (kemungkinan carsinoma)Perkusi : pada gigi dan geraham (sakit)

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

Mulut buka lebar – lebar, lidah ditekan didalam, dilunakkan, lidah ditekan kebawah, dibagian medial.Penderita disuruh bernapas biasa :

- tidak boleh menahan napas- tidak boleh bernafas dengan keras

Memeriksa tonsil dan faringMemeriksa mobilitas tonsil

Lidah ditekan anterior dari tonsil, hingga kelihatan pole bawah tonsil, spatula II (posisi ujungnya vertikal) menekan jaringan peritonsil, sedikit lateral dari arcus anterior.- tumor tonsil : fiksasi- tonsilitis kronik : tonsil mobilitasnya berkurang

2

Page 25: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

III. CHECK LIST

PEMERIKSAAN MULUT, TONSIL, FARING

VI.7

Nama :NIM :Kelompok :Tanggal :

JENIS KEGIATANPenilaianI II III

1. Memeriksa adanya trismus

2. Memeriksa adanya ptialismus

3. Memeriksa gerakan bibir dan sudut mulut (N. VII)

4. Memeriksa gigi – gigi dan geraham – geraham :

5. Memeriksa lidah : parase N. XII ,atrofi, aptae, tumor maligna

6. Memeriksa palatum durum

7. Melakukan palpasi pada lidah bila ada ulkus

8. Melakukan perkusi : pada gigi dan geraham.

9. Memeriksa tonsil dan faring Memeriksa mobilitas tonsil

Keterangan:

√ = dikerjakan dengan benar X = dikerjakan tetapi kurang/ tidak benar - = tidak dikerjakan

TANGGAL: …………………………………..

(………………………………………………..) Instruktur

2

Page 26: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

PEMERIKSAAN LARINGOSKOPI INDIREKTA

VI.8

I. DESKRIPSI MODUL

Latar Belakang Memeriksa laring merupakan ketrampilan klinik yang wajib dimiliki oleh setiap dokter untuk dapat mengetahui anatomi dan kelainan yang ada pada laring.Pemeriksaan menggunakan lampu kepala, cermin laring dan kasa

Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan laring dengan benar, meliputi:

1. Menempatkan cermin laring 2. Tahap 1 Memeriksa pangkal lidah, epiglotis

dan sekitarnya3. Tahap 2 Melihat lumen laring dan

sekitarnya4. Tahap 3 Melihat trakea

Metode a. Kuliah b. Democ. Latihan antar teman

Peralatan a. Lampu kepalab. Sumber energi listrik ( AC dengan Adaptor atau

baterai )c. Cermin laringoskopi dengan ukuran selebar

mungkin d. Pemanas cermin laringe. Kain kasa lipat

Tutor 1. dr. H. Lukmantya, Sp.THT-KL (K) 2. dr. J. Bambang Soemantri, Sp.THT-KL (K) 3. dr. Soehartono, Sp.THT-KL 4. dr. Dyah Indrasworo, Sp.THT-KL

2

Page 27: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

II. PROSEDUR

Pendahuluan Laringoskopia indirekta Maksudnya adalah melihat laring secara tidak langsung dengan cara menempatkan cermin di depan uvula dan menyinari dengan cahaya. Atur posisi cermin untuk memeriksa bayangan laring pada cermin.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi :- Harus ada jalan yang lebar untuk cahaya

yang dipantulkan oleh cermin ke laring. Untuk keperluan itu maka lidah harus dijulurkan, sehingga radik lingue yang menghalangi bergeser ke ventral.

- Harus ada tempat yang luas untuk cermin, dan cermin tak boleh tertutup oleh uvula. Untuk keperluan itu penderita diminta bernafas melalui mulut, dengan demikian uvula bergeser ke belakang dan menutup nasofaring.

Untuk pemeriksaan laringoskopi indirekta, kepala penderita diatur dalam tiga posisi, yaitu :- Posisi tegak (a)- Posisi Killian, lebih jelas untuk melihat

sekitar komisura posterior (b)- Posisi Tuerck’s, lebih jelas untuk melihat

sekitar komisura anterior (c)

Menempatkan kaca laring

Pelaksanaan - Pada umumnya tidak diperlukan anestesi

kecuali untuk faring yang sangat sensitif. Pemeriksaan dapat dimulai kira-kira 10 menit setelah disemprotkan larutan tetrakain.

- Mulut dibuka lebar-lebar, bernafas melalui mulut

- Penderita diminta menjulurkan lidah sepanjang mungkin.

- Lidah yang telah dijulurkan dibungkus/dipegang dengan kain kasa dengan tangan kiri, jari satu diatas lidah, jari tiga dibawah lidah dan jari dua menekan pipi, jari keempat diatas dagu dan jari kelima dibawah dagu

- Memegang lidah dengan tenaga yang optimal, lebih keras dari itu menyebabkan penderita merasa sakit, bila lebih lunak lidah akan terlepas.

Cermin dipegang dengan tangan kanan, seperti memegang pensil, arah cermin ke bawah.Cermin dihangatkan (sedikit lebih dari 37˚) supaya nanti tidak menjadi kabur.Panas cermin dikontrol pada lengan bawah kiri pemeriksa. Cermin dimasukkan ke dalam faring dan ditempatkan di depan uvula. Kalau perlu uvula didorong sedikit ke belakang dengan punggung cermin, cermin disinari.

2

Page 28: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

Memeriksa radik lingue, epiglotis dan sekitarnya

- Posisi cermin diatur untuk melihat bagian-bagian hipofaring dan laring

- Periksa radiks lingua, epiglotis, plika glosoepiglotika, valekula epiglotika kiri dan kanan

- Perhatikan anatominya- Perhatikan patologinya: udem dari

epiglotis, ulkus, tumor korpus alienum dan lain lain.- Fasies posterior tonsil pada kesempatan ini

dapat diperiksa yaitu pada awal tahap 1 - Perhatikan: warna, aftae, ulkus

Melihat lumen laring dan sekitarnya

- Untuk tahap 2 dan 3 penderita diminta mengucapkan huruf “iii” yang panjang dan tinggi

- Akibat mengucapkan huruf “iii” yang tinggi itu, laring tertarik ke atas dan ke depan

- Dalam gerakan ke atas dan ke muka itu, ikut serta epiglotis

- Epiglotis yang sebelumnya menutupi introitus laring, sekarang tidak menutupi, sehingga cahaya dapat masuk ke dalam laring dan trakea

- Korda vokalis bergerak ke arah median.

Perhatikan anatomi laring, berupa: - Epiglotis dan pinggirnya- Aritenoid kiri dan kanan- Plika ari epiglotika kiri dan kanan- Sinus piriformis kiri dan kanan- Dinding posterior dan dinding lateral laring- Plika ventrikularis kiri dan kanan- Komisura anterior dan posterior- Korda vokalis kiri dan kananPerhatikan gerak korda vokalis kiri dan kanan (normal, gerak simetris dan merapat di garis tengah, tidak bergerak, unilateral atau bilateral).

Melihat trakea - Biasanya korda vokalis hanya dapat dilihat dalam stadium fonasi

- Dalam stadium respirasi lumen laring terhalang oleh epiglotis, sehingga mukosa trakea hanya dapat dilihat waktu belum ada aduksi yang komplet, atau di waktu permulaan abduksi

- Perhatikan: anatomi, patologi mukosa, warna mukosa, sekret regio subglotik, udem, tumor

2

Page 29: Revisi JBS 1 Nop 07 Modul Panum THT

III. CHECK LIST

PEMERIKSAAN LARING VI.8

Nama :NIM :Kelompok :Tanggal :

JENIS KEGIATANPenilaianI II III

1. Meminta penderita untuk membuka mulut lebar-lebar, harus bernafas lewat mulut

2. Meminta penderita untuk menjulurkan lidah sepanjang mungkin

3. Membungkus lidah dengan kain kasa yang dipegang dengan tangan kiri, jari satu diatas lidah, jari tiga dibawah lidah dan jari dua menekan pipi, jari 4 di atas dagu dan jari 5 di bawah dagu.

4. Memegang lidah dengan tenaga yang optimal, jika lebih keras dari itu menyebabkan penderita merasa sakit, bila lebih lunak lidah akan terlepas

5. Memegang cermin dengan tangan kanan, seperti memegang pensil arah cermin ke bawah.

6. Menghangatkan cermin (sedikit lebih dari 37˚C)

7. Mengontrol panas cermin pada lengan bawah kiri pemeriksa

8. Memasukkan cermin ke dalam faring dan ditempatkan di depan uvula.

9. Menyinari kaca laring dan mengatur posisinya

10. Memeriksa radik lingue

11. Memeriksa epiglotis

12. Memeriksa aritenoid kiri dan kanan

13. Memeriksa plika ari epiglotika kiri dan kanan

14. Memeriksa sinus piriformis kiri dan kanan

15. Memeriksa dinding posterior dan dinding lateral laring

16. Meminta penderita mengucapkan hurup “iii” yang panjang dan yang tinggi (suara terdengar seperti “ aaa” )

17. Memeriksa plika ventrikularis kiri dan kanan

18. Memeriksa komisura anterior dan posterior

19. Memeriksa korda vokalis kiri dan kanan’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’

20. Memperhatikan gerakan korda vokalis kiri dan kanan.

21. Memperhatikan anatomi, patologi mukosa, warna mukosa, sekret regio subglotis

22. Memperhatikan mukosa trakea

2

TANGGAL:

(………………………………………..) Instruktur

Keterangan:

√= dikerjakan dengan benar X= dikerjakan tetapi kurang/ tidak benar - = tidak dikerjakan