Revisian BAB I 26 Maret

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hu

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lobus frontal merupakan lobus terbesar dari otak manusia yang berhubungan dengan aspek tingkah laku. Sindroma lobus frontalis adalah suatu perubahan pola perilaku, emosi dan personaliti yang terjadi akibat kerusakan otak bagian depan. Kejadian yang dapat menyebabkan sindroma ini di antaranya adalah cedera kepala, sindroma vascular, tumor, dementia frontotemporal, dan akibat pembedahan karena aneurisma. Manifestasi klinis yang timbul amat beragam namun berinti pada ketidakmampuan untuk mengatur perilaku dan gangguan fungsi luhur. Terapi yang dilakukan sampai saat ini adalah mengobati penyakit yang mendasari terjadinya sindroma lobus frontalis tersebut, konselling keluarga, dan pembedahan bila diperlukan ( Cummings JL The Guilford Press : 1999 ).

Gejala yang ditimbulkan sering dikacaukan dengan gejala psikiatrik. Pasien dengan lesi lobus frontal yang timbul perlahan-lahan sering menimbulkan gejala yang samar, diperlukan pemahaman tentang fungsi lobus frontalis dan sindroma yang terjadi untuk mengevaluasi suatu keadaan sindroma lobus frontalis, karena gangguan status mental berupa gangguan memori, gangguan atensi, perubahan tingkah laku, gangguan fungsi kontrol dan eksekusi ( Davies S. Frontal lobe syndrome Pittsburg : vol 5, No. 8 Februari 2001 ).Risperidone merupakan APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and Drug Administration), sebagai antipsikotik setelah Clozapin. Rumus kimianya adalah benzisoxazole derivative. Absorpsi risperidone di usus tidak dipengaruhi oleh makanan dan efek terapeutiknya terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS (Extrapyramidal Syndrome). Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan dan menurunkan jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam dosis pemeliharaan. Pemakaian risperidone masih diizinkan dalam dosis sedang, setelah pemberian APG I dengan dosis yang kecil dihentikan, misalnya pada pasien usia lanjut dengan psikosis, agitasi, gangguan perilaku yang dihubungkan dengan demensia (Gunawan, 2007) .

Relaps / kambuh biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat risperidone, untuk itu sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut (dexamedica, 2010).Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP3A4 Hydroxyrisperidone mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor, eksresi terutama melalui urin. Metabolisme risperidone dihambat oleh anti depresan fluoxetine dan paroxetine, karena antidepresan ini menghambat kerja dari enzim cyp 2d6 dan cyp 3a4 sehingga pada pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone harus dikurangi untuk meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat ini dipercepat bila diberikan bersama carbamazpin, karena menginduksi cyp 3a4 sehingga perlu peningkatan dosis risperidone pada pemberian bersama carbamazepin disebabkan konsentrasi risperidone di dalam plasma darah (farmako UI), (www.news-medical.net).Penyakit Sindroma Lobus Frontal merupakan gangguan syaraf memiliki gejala penyakit gangguan jiwa di mana pasien tidak mampu menilai mana yang nyata dan mana yang bukan nyata, atau biasa disebut kehilangan akal sehat ( Lumbantobing 2007).

Sakit didefinisikan sebagai gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas termasuk keadaan organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya. Apapun yang menimpa manusia adalah takdir, sakit pun merupakan takdir. Dari sinilah landasan berpijak dalam memahami sehat, sakit, obat dan upaya pengobatan (Hasan, 2012). Di sisi lain dari takdir yang Allah berikan sakit dapat pula dikarenakan kelalaian dari manusia yang mengakibatkan dirinya sakit, untuk itu diperlukan pengobatan.Berobat merupakan salah satu bentuk usaha dan ikhtiar yang telah Allah SWT anugerahkan di alam jagad raya. Meyakini bahwa seorang muslim tidak boleh berputus asa dari rahmat dan inayah (pertolongan) Allah SWT. Bahkan sebaliknya seorang muslim seyogyanya menaruh harapan kuat untuk sembuh dengan izin Allah SWT (Qayyim, 2010).Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit, membebaskan gejala atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan termasuk obat tradisional (Hawari D, 2007).Dari sudut pandang Islam, Islam telah memberikan tuntunan dalam hal pentingnya berobat apabila menderita suatu gejala atau penyakit yang dapat membahayakan baik diri sendiri maupun orang yang berada di sekitarnya. Zat yang digunakan pada obat tidak boleh ada unsur yang diharamkan dan yang merugikan bagi tubuh, sehingga penggunaan obat dapat dikatakan halal hukumnya (diperbolehkan). Hal ini didasari oleh kaidah fiqih yang menyatakan bahwa hukum asal segala sesuatunya, termasuk dalam hal makanan adalah halal asalkan tidak ada dalil dari Al-Quran dan Hadits yang mengharamkannya (Zuhroni, 2003).Menurut Ilmu Kedokteran modern bahwa pencegahan terhadap timbulnya penyakit lebih utama dari pada pengobatan. Hal ini pun tidak ditolak dalam Islam dengan berbagai perintah Allah misalnya menjaga kebersihan dan kesucian, mengatur makanan dan minuman yang halal dan baik begitu pula anjuran Rasul mengenai cara makan yaitu makan sewaktu lapar dan berhenti makan sebelum kenyang (Hawari D, 2007).Berdasarkan fakta dan pemikiran di atas, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut bagaimana sebenarnya mekanisme kerja, efektivitas penggunaan, efek penghentian Risperidone sebagai salah satu farmakoterapi sindroma lobus frontal ditinjau dari kedokteran dan Islam.

1.2 Permasalahan1. Bagaimana gejala dari sindroma lobus frontal pada cedera kepala ?

2. Bagaimana efek pemberian risperidone pada sindroma lobus frontal ?

3. Bagaimana hubungan efek penghentian risperidone terhadap sindroma lobus frontal pada cedera kepala?

4. Bagaimana tinjauan Islam terhadap efek penghentian risperidone pada sindroma lobus frontal kasus cedera kepala?1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan UmumMemberikan informasi mengenai efek penghentian risperidone terhadap sindroma lobus frontal pada cedera kepala ditinjau dari sudut pandang ilmu kedokteran dan agama Islam agar dapat berguna bagi banyak orang.1.3.2 Tujuan Khusus1. Mendapatkan informasi mengenai gejala sindroma lobus frontal pada cedera kepala.

2. Mendapatkan informasi mengenai efek pemberian obat risperidone.3. Mendapatkan informasi mengenai efek penghentian risperidone terhadap sindroma lobus frontal pada cedera kepala dari sudut pandang kedokteran.4. Mendapatkan informasi tentang efek penghentian risperidone terhadap sindroma lobus frontal pada cedera kepala dari sudut pandang Islam.1.4 Manfaat

1. Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan mengenai hubungan efek penghentian risperidone terhadap sindroma lobus frontal pada cedera kepala dari sudut pandang kedokteran dan agama Islam.2. Bagi Universitas YARSI

Menambah perbendaharaan karya ilmiah di perpustakaan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh civitas akademika Universitas YARSI, khususnya mahasiswa kedokteran.3. Bagi masyarakat

Memberikan pengetahuan masyarakat mengenai hubungan efek penghentian risperidone terhadap sindroma lobus frontal pada cedera kepala dari sudut pandang kedokteran dan agama Islam4. Manfaat bagi Masyarakat Profesi DokterMenambah pengetahuan dan pedoman bagi dokter mengenai efek penghentian risperidone terhadap sindroma lobus frontal pada cedera kepala dari sudut pandang kedokteran dan agama Islam.5