21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu : fase progresif, fase stabil, dan fase regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih ke arah kemunduran yang dimulai dalam sel, komponen terkecil dalam tubuh manusia. Sel-sel mengalami kemunduran yang dominan, dibandingkan terjadinya pemulihan (Depkes RI, 2001). Dalam struktur anatomi proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah terus menerus dan berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomi dan fisiologi pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Depkes RI, 2001). Perubahan tubuh pada lansia akan terjadi pada semua organ dan jaringan tubuh, keadaan ini akan tampak juga pada sistem muskuloskletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan Rheumatoid Athritis (RA). Kejadian penyakit ini akan meningkat sejalan dengan meningkatnya usia. Rheumatoid Athritis akan dapat mengakibatkan perubahan otot, sehingga fungsi otot dapat menurun. Menurut (Soenarto dan Wardoyo, 1994) Rheumatoid Athritis dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai lansia, gangguan Rheumatoid Athritis akan meningkat dengan meningkatnya usia. Berdasarkan data dari profil penduduk lansia di Amerika Serikat 1992 masalah muskuloskletal merupakan masalah utama pada lansia. Lansia yang hidup di komunitas 40% mengalami masalah Rheumatoid Athritis dan 17% menyatakan masalah kronik yang berhubungan dengan sistem muskuloskletal. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Indonesian Rheumatism Asscocation (IRA) 2001, terdapat 355 juta orang yang mengalami Rheumatoid Athritis.

Rheumatois Athritis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

health education

Citation preview

Page 1: Rheumatois  Athritis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu : fase progresif, fase stabil, dan fase regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih ke arah kemunduran yang dimulai dalam sel, komponen terkecil dalam tubuh manusia. Sel-sel mengalami kemunduran yang dominan, dibandingkan terjadinya pemulihan (Depkes RI, 2001). Dalam struktur anatomi proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah terus menerus dan berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomi dan fisiologi pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Depkes RI, 2001).

Perubahan tubuh pada lansia akan terjadi pada semua organ dan jaringan tubuh, keadaan ini akan tampak juga pada sistem muskuloskletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan Rheumatoid Athritis (RA). Kejadian penyakit ini akan meningkat sejalan dengan meningkatnya usia. Rheumatoid Athritis akan dapat mengakibatkan perubahan otot, sehingga fungsi otot dapat menurun.

Menurut (Soenarto dan Wardoyo, 1994) Rheumatoid Athritis dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai lansia, gangguan Rheumatoid Athritis akan meningkat dengan meningkatnya usia. Berdasarkan data dari profil penduduk lansia di Amerika Serikat 1992 masalah muskuloskletal merupakan masalah utama pada lansia. Lansia yang hidup di komunitas 40% mengalami masalah Rheumatoid Athritis dan 17% menyatakan masalah kronik yang berhubungan dengan sistem muskuloskletal. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Indonesian Rheumatism Asscocation (IRA) 2001, terdapat 355 juta orang yang mengalami Rheumatoid Athritis.

Menurut Manjoer (1999), perjalanan penyakit Rheumatoid Athritis sangat bervariasi tergantung dari ketaatan penderita untuk berobat dalam jangka waktu yang lama. Sekitar 50-70% penderita dengan Rheumatoid Athritis akan mengalami revisi dalam 2 tahun, dan selebihnya akan mengalami prognosis yang lebih buruk, dan umumnya akan mengalami kematian lebih cepat 10-15 tahun daripada penderita tanpa Rheumatoid Athritis. Keadaan umum penderita akan lebih buruk apabila lebih dari 30 buah sendi mengalami peradangan, dan sebagian besar penderita akan mengalami penyakit Rheumatoid Athritis ini sepanjang hidupnya.

Lansia sering mengeluh nyeri pada tulang dan sendi, tetapi mereka tidak mengetahui penyebab dan kapan nyeri tersebut sering timbul. Ada lansia mengatakan bahwa rasa nyeri pada tulang dan sendi merupakan suatu penyakit biasa yang terjadi pada semua lansia, tetapi juga ada yang mengatakan rasa nyeri pada tulang dan sendi merupakan suatu gejala penyakit yang berbahaya. Hal tersebut berakibat terhadap lansia

Page 2: Rheumatois  Athritis

merasa takut untuk melakukan gerakan bahkan aktivitasnya sehari-hari sehingga lebih baik memilih tetap tinggal di rumah dan tidur saja.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan tentang penyakit Rheumatoid Athritis pada lansia masih kurang, dan sampai saat ini masih sedikit ditemukan laporan penelitian yang membahas tentang masalah yang sama sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pengetahuan lansia tentang Rheumatoid Athritis.

Page 3: Rheumatois  Athritis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rheumatoid Athritis (RA)

1. DefinisiRheumatoid Athritis adalah suatu penyakit autoimun dimana

persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris kanan kiri mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Manjoer, 1999).

Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi autoimun dengan efek pada persendian dan suatu susunan yang teratur dalam tubuh (peredaran darah dan kerja organ vital). Penyebabnya belum diketahui, tetapi genetik dan lingkungan menjadi faktor yang berkontribusi. T-Cell dan B-Cell serta interaksi yang menyusun sitokin inflamasi memegang peranan penting sebagai kunci utama dalam patofisiologis dari Rheumatoid arthritis (RA).

Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit yang kronis yang multisistem. Meskipun banyak berbagai jenis manifestasi sistemik , karakter utama penyusun dari penyakit Rheumatoid Arthritis adalah peradangan pada synovial yang berkepanjangan/terus menerus, biasanya menyangkut pembagian sistem simetris persendian tepi. Kemampuan dari peradangan synovial penyebab dari kerusakan tulang rawan kartilago dan pengikisan tulang.

2. Etiologi

Menurut Arnett (1996) penyebab Rheumatoid Arthiritis masih belum diketahui. Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan Rheumatoid Arthiritis seropositif. Pengemban HLA-DR4 (Human Leukocyte Antigens) memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini. Kecenderungan wanita untuk menderita Rheumatoid Arthiritis dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.

Page 4: Rheumatois  Athritis

Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab Rheumatoid Arthiritis. Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab Rheumatoid Arthiritis juga timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi suatu mikroorganisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan terjadinya Rheumatoid Arthiritis. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab Rheumatoid Arthiritis antara lain adalah bakteri, mikoplasma atau virus. (Price dan Wilson, 1995).

Heat shock protein ( HSP ) adalah sekelompok protein berukuran sedang ( 60 sampai 90 kDa ) yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respons terhadap stress. Walaupun telah diketahui terdapat hubungan antara HSP dan sel T pada pasien Rheumatoid Arthiritis, mekanisme ini belum diketahui dengan jelas (Price dan Wilson, 1995).

Fakta Singkat

AR merupakan penyakit sendi autoimun yang paling sering dijumpai. Prevalensi penyakit AR relatif menetap pada banyak populasi masyarakat,

yaitu sebesar 0,5-1% dengan angka kejadian tertinggi bervariasi tergantung dari jenis kelamin dan suku bangsa (sekitar 12-1200 per 100.000 penduduk).

Penyakit ini dapat terjadi pada semua golongan usia namun, seringkali muncul pada usia 20-40 tahun.

Sedikitnya terdapat 1,3 juta orang dewasa di Amerika Serikat yang menderita AR, dan 75% di antaranya adalah wanita.

Perkembangan ilmu pada terapi yang ditujukan untuk penyakit AR ini telah berkembang pesat dan hasil perkembangan ini telah banyak membantu para penderita AR.

Epidemiologi & Genetik

Prevalensi Rheumatoid Arthritis ~ 0,8% dari populasi (kisaran 0,3-2,1%), perempuan  terkena sekitar tiga kali lebih sering daripada prevalensi laki-laki, meningkat dengan bertambahnya usia,dan perbedaan jenis kelamin berkurang pada kelompok usia yang lebih tua. Rheumatoid Arthritis terlihat di seluruh dunia dan mempengaruhi semua ras. Namun, insiden dan keparahan tampaknya di daerah pedesaan sub-Sahara Afrika dan di Karibia blacks paling sering selama dekade keempat dan kelima, dengan 80% dari semua pasien mengembangkan penyakit antara usia 35 dan 50. Insiden Rheumatoid Arthritis enam kali lebih besar untuk wanita 64 tahun dibandingkan dengan wanita 29 tahun.

Page 5: Rheumatois  Athritis

Data terakhir menunjukkan bahwa kejadian Rheumatoid Arthritis mungkin akan berkurang. Selain itu, tingkat keparahan penyakit tampaknya mulai menurun, meskipun tidak pasti apakah ini mencerminkan intervensi terapeutik yang lebih agresif.

Studi keluarga menunjukkan kecenderungan genetik. Misalnya, Rheumatoid Arthritis parah ditemukan sekitar empat kali tingkat yang diharapkan pada saudara-saudara tingkat individu dengan penyakit yang berhubungan dengan kehadiran autoantibodi, faktor rheumatoid, ~ 10% pasien dengan Rheumatoid Arthritis terkena tingkat pertama relatif.

Selain itu, kembar monozigot setidaknya empat kali lebih mungkin sesuai untuk Rheumatoid Arthritis daripada kembar dizigot, yang memiliki risiko yang sama terkena Rheumatoid Arthritis sebagai non twin saudara. Hanya 15-20% dari kembar monozigot yang sesuai untuk Rheumatoid Arthritis. Bagaimanapun, menyiratkan bahwa faktor-faktor lain selain genetika memainkan peran penting etiopathogenic. Meskipun demikian, faktor genetik diperkirakan untuk menjelaskan ~ 60% dari kerentanan penyakit Rheumatoid Arthritis. Dari catatan, risiko tertinggi untuk Rheumatoid Arthritis dicatat pada anak kembar yang memiliki dua HLA-DRB1 alleles diketahui terkait dengan Rheumatoid Arthritis. Kelas II major histocompatibility kompleks alel HLA-DR4 (DRβ1 * 0401) dan alel terkait dikenal sebagai faktor risiko genetik utama untuk Rheumatoid Arthritis.

Studi awal menunjukkan bahwa sebanyak 70% pasien dengan Rheuatoid Arthritis mengekspresikan HLA-DR4 dibandingkan dengan 28% dari individu kontrol. Asosiasi ini sangat kuat bagi individu yang mengembangkan Rheumatoid Arthritis terkait dengan antibodi terhadap polipeptida citrullinated siklik ( PKC ) . Sebuah asosiasi dengan HLA – DR4 telah dicatat dalam banyak populasi , tetapi tidak semua . dalam beberapa populasi , termasuk Yahudi Israel , India Asia, dan Yakima Indian Amerika Utara.  Bagaimanapun , tidak ada hubungan antara perkembangan Rheumatoid Arthritis dan HLADR4 . Pada orang-orang ini , ada hubungan antara Rheumatoid Arthritis dan terkait erat HLA – DR1 ( DRβ1 * 0101 ) . Istilah epitop bersama telah digunakan untuk menunjukkan alel HLA – β1 yang muncul untuk menyampaikan peningkatan risiko Rheumatoid Arthritis karena mereka memiliki asam amino serupa di wilayah hypervariable ketiga pengikatan peptida celah dari molekul .

Telah diperkirakan bahwa risiko pengembangan Rheumatoid Arthritis pada orang dengan DRβ1 * 0401 atau terkait erat DRβ1 * 0404 adalah 1 dalam 35 dan 1 di 20 , masing-masing, sedangkan kehadiran kedua alel menempatkan orang pada risiko yang lebih besar . Dalam kelompok-kelompok tertentu pasien , ada tampaknya tidak menjadi hubungan yang jelas antara epitop HLADR4 – terkait dan Rheumatoid Arthritis . Dengan demikian , hampir 75 % pasien Rheumatoid Arthritis Afrika-Amerika tidak memiliki unsur genetik ini. Selain itu, ada hubungan dengan HLADR10 ( DRβ1 * 1001 ) pada

Page 6: Rheumatois  Athritis

pasien Spanyol dan Italia , dengan HLA – DR9 ( DRβ1 * 0901 ) di Chili , dan dengan HLA – DR3 ( DRβ1 * 0301 ) pada populasi Arab.

Gen tambahan di kompleks HLA – D juga dapat menyampaikan kerentanan diubah untuk Rheumatoid Arthritis .Ini termasuk bagian dari daerah HLA luar daerah pengkode HLA – DR molekul yang meningkatkan risiko . Selain itu, beberapa alel HLA – DR , termasuk HLA – DR5 ( DRβ1 * 1101) , HLA – DR2 ( DRβ1 * 1501 ) , HLA – DR3 ( DRβ1 * 0301 ) , dan HLA – DR7 ( DRβ1 * 0701 ) , dapat melindungi terhadap perkembangan Rheumatoid Arthritis dalam bahwa mereka cenderung ditemukan frekuensi yang lebih rendah di Rheumatoid Arthritis pasien daripada kelompok kontrol .

Sebuah klasifikasi baru HLA – β1 alel berdasarkan urutan wilayah hypervariable ketiga, encoding sebagian dari ikatan peptida sumbing , telah membentuk sebuah hirarki kerentanan penyakit . Alel dari kelompok yang berisi lisin pada posisi 71 menyampaikan tertinggi  risiko, sedangkan alel dari kelompok yang berisi arginin pada posisi 71 juga menyampaikan peningkatan risiko dibandingkan dengan semua HLF – β1 alel lainnya . Telah diperkirakan bahwa gen HLA berkontribusi sekitar sepertiga dari kerentanan genetik untuk Rheumatoid Arthritis . Dengan demikian , gen di luar kompleks HLA juga berkontribusi .

Analisis terbaru telah mengidentifikasi PTPN22 , fosfatase yang terlibat dalam antigen reseptor sinyal di limfosit , FcRL3 , sebuah molekul yang terlibat dalam mengatur aktivasi sel B , PADI4 , enzim yang terlibat dalam konversi citrulline untuk arginin dalam protein , dan CTLA4 , sebuah molekul yang terlibat dalam regulasi aktivasi sel T , sebagai gen kerentanan untuk Rheumatoid Arthritis , setidaknya dalam beberapa populasi . Kecuali untuk PADI4 , gen ini juga tampak menyampaikan risiko untuk penyakit autoimun lainnya . Faktor risiko genetik tidak sepenuhnya memperhitungkan kejadian Rheumatoid Arthritis , menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan dalam etiologi penyakit .

Hal ini ditekankan oleh studi epidemiologi di Afrika yang telah menunjukkan bahwa iklim dan urbanisasi memiliki dampak yang besar terhadap kejadian dan keparahan Rheumatoid Arthritis dalam kelompok latar belakang genetik yang sama . Merokok jelas telah diidentifikasi sebagai risiko Rheumatoid Arthritis pada orang mengekspresikan kerentanan alel HLA – β1 . Beberapa orang memiliki peningkatan risiko untuk mengembangkan Rheumatoid Arthritis terkait dengan antibodi terhadap PKC.

Page 7: Rheumatois  Athritis

3. Manifestasi Klinik

Dalam seminar yang diadakan Wyeth Indonesia 20 mei 2009 lalu mengungkap bahwa Rheumatoid Athritis dapat menyerang semua usia, dari anak sampai usia lanjut dan perbandingan wanita : pria 3 : 1. Tetapi berdasarkan data dari profil penduduk lansia di Amerika Serikat 1992 masalah muskuloskletal merupakan masalah utama pada lansia. Lansia yang hidup di komunitas 40% mengalami masalah Rheumatoid Athritis dan 17% menyatakan masalah kronik yang berhubungan dengan sistem muskuloskletal. Penyakit Rheumatoid Athritis biasanya menyerang sendi terutama sendi jari tangan dan kaki yang sifatnya simetris. Sendi-sendi lain yang terkena antara tulang servikal dan temporomandibular, sternoklavikular, lutut, tumit, dan kartilago krikoartiroid pada laring (Pusdinakes, 1995). Struktur artikular dan periartikular secara progresif akan mengalami kerusakan karena proliferasi kronis pada sinovium dan granulasi jaringan kertilago menjadi nekrotik. Kerusakan pada kartilago dan tendon serta kelemahan tendon dan ligamen dapat mengakibatkan subluksasio atau dislokasi sendi (Pusdinakes, 1995).

Yang tergolong Rheumatoid Athritis menurut American Reumatism Association (Arnett, 1996) adalah bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 4 minggu, Kriteria-kriteria tersebut adalah :

1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness ).2. Nyeri saat menggerakan sendi atau nyeri sendi saat ditekan

sekurang-kurangnya pada satu sendi.3. Pembengkakan pada salah satu sendi secara terus-menerus.4. Pembengkakan sendi yang bersifat simetris di kedua tangan kanan

dan kiri.5. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor

(punggung tangan).6. Gambaran foto rontgen yang khas pada Rheumatoid Athritis.7. Uji aglutinnasi faktor Rheumatoid (+).8. Pengendapan cairan musin yang jelek.9. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia.10. Gambaran histologik yang khas pada nodul.

Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :

a. Gerakan sendi (tangan dan kaki) menjadi terbatas.b. Adanya nyeri tekan pada sendi.c. Pembengkakan bertambah.d. Penurunan kekuatan gerak.e. Depresi.

Soenarto dan Wardoyo (1999), mengatakan ada tiga stadium penyakit Rheumatoid Athritis yaitu :

1. Stadium Sinositis

Page 8: Rheumatois  Athritis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai dengan adanya hipertermi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak dan kekakuan.

2. Stadium DestruksiPada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain tanda dan gejala tersebut terjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari Swan-neck.

3. Stadium DeformitasPada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi menetap. Perubahan pada sendi diawali sinovitis berlanjut pada pembentukan “pannus”, ankilosis fibrosa dan terakhir ankilosis tulang.

Tanda-tanda sistemik juga dapat diketahui pada klien Rheumatoid Athritis yaitu : kelelahan, anoreksia, penurunan berat badan dan anemia, kelemahan dan demam juga dapat terjadi. Terkadang kelelahan dapat meningkat pada usia lanjut dan dapat muncul tiba- tiba (Price dan Wilson, 1995).

4. Dampak

Penyakit Rheumatoid Atritis dapat menimbulkan kematian, tetapi sangat jarang terjadi dan biasanya telah diderita selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Yang paling ditakuti dari penyakit Rheumatoid Atritis adalah akan menimbulkan kecacatan baik ringan seperti kerusakan sendi maupun berat seperti kelumpuhan. Hal ini mungkin akan menyebabkan berkurangnya kualitas hidup seseorang yang berakibat terbatasnya aktivitas dan terjadinya depresi. Dampak dari Rheumatoid Atritis juga menimbulkan kegagalan organ bahkan kematian atau mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah, perubahan citra diri serta risiko tinggi akan terjadinya cidera (Soenarto dan Wardoyo, 1999).

Klasifikasi Rheumatoid Arthritis

Page 9: Rheumatois  Athritis

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:

Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

Page 10: Rheumatois  Athritis

Gejala dan tanda Definisi

Kaku pagi hari (morning stiffness)

Kekakuan pada sendi dan sekitarnya yang berlangsung paling sedikit selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal

Artritis pada 3 persendian atau lebih

Paling sedikit 3 sendi secara bersamaan menunjukkan pembengkakan jaringan lunak atau efusi (bukan hanya pertumbuhan tulang saja) yang diobservasi oleh seorang dokter. Ada 14 daerah persendian yang mungkin terlibat yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki dan MTP kanan atau kiri

Artritis pada persendian tangan

Paling sedikit ada satu pembengkakan (seperti yang disebutkan di atas) pada sendi: pergelangan tangan, MCP atau PIP

Artritis yang simetrik Keterlibatan sendi yang sama pada kedua sisi tubuh secara bersamaan (keterlibatan bilateral sendi PIP, MCP atau MTP dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris)

Nodul rheumatoid Adanya nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang , permukaan ekstensor atau daerah juxtaartikular yang diobservasi oleh dokter

Faktor rheumatoid serum positif

Adanya titer abnormal faktor rheumatoid serum yang diperiksa dengan metode apapun, yang memberikan hasil positif <5% pada kontrol subyek normal

Perubahan gambaran radiologis

Terdapat gambaran radiologis yang khas untuk RA pada foto posterioanterior tangan dan pergelangan tangan, berupa erosi atau dekalsifikasi tulang yang terdapat pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi persyaratan)

Page 11: Rheumatois  Athritis

Possible rheumato

Arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :

Stadium sinovitis : Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.

Stadium destruksi : Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.

Stadium deformitas : Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

Tanda dan Gejala Rheumatoid Arthritis

Kriteria American Rheumatoid Association untuk Rheumatoid Artritis

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Sekiranya 4 atau lebih dari kriteria di atas dapat dipenuhi diagnosis dapat ditegakkan. Kriteria 1-4 sudah berlangsung minimal selama 6 mingg

Adapun gejala lain yang sering muncul, yaitu :

Mati rasa atau kesemutan di tangan

Salah satu gejala rheumatoid arthritis adalah carpal tunnel syndrome. Hal ini ditandai dengan kesemutan di pergelangan dan telapak tangan. dr Lisa Mandl, asisten rheumatologis di Hospital for Special Surgery, New York, mengatakan gejalanya akan makin parah saat malam hari.

Sulit sembuh dari cedera

Seringkali Anda mengira mengalami cedera, seperti mata kaki terkilir, padahal sebenarnya terkena radang sendi. Hal ini menurut dr Lisa lebih umum terjadi pada orang muda.

Masalah kaki

Page 12: Rheumatois  Athritis

Salah satu area kaki yang sering dihubungkan dengan RA adalah peradangan kaki di bagian depan. Gejala ini sering dialami wanita, yang kemudian berhenti memakai sepatu tumit tinggi dan memeriksakan kakinya karena nyeri luar biasa di bagian depan. Beberapa orang dengan RA juga dapat merasakan sakit di tumit karena plantar fasciitis,yaitu gangguan kaki yang disebabkan oleh pembengkakan jaringan di bagian tungkai bawah, dekat tumit.

Masalah mata

Orang dengan rematik juga berisiko mengalami sindromaSjogrens, yaitu gangguan autoimun yang menyebabkan kekeringan pada mulut, mata, tenggorokan, hidung, atau kulit. Itu karena peradangan menyebabkan menghentikan kelenjar memproduksi kelembaban alami.

5. Patofisiologi

Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang mengandung asam urat tinggi dan sistem ekskresi asam urat yang tidak adekuat akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah (Hiperurecemia), sehingga mengakibatkan kristal asam urat menumpuk dalam tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon inflamasi.

Saat asam urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain, maka asam urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-garam urat yang akan berakumulasi atau menumpuk di jaringan konektif diseluruh tubuh, penumpukan ini disebuttofi. Adanya kristal akan memicu respon inflamasi akut dan netrofil melepaskan lisosomnya. Lisosom tidak hanya merusak jaringan, tapi juga menyebabkan inflamasi.

Pada penyakit gout akut tidak ada gejala-gejala yang timbul. Serum urat meningkat tapi tidak akan menimbulkan gejala. Lama kelamaan penyakit ini akan menyebabkan hipertensi karena adanya penumpukan asam urat pada ginjal.

Serangan akut pertama biasanya sangat sakit dan cepat memuncak. Serangan ini meliputi hanya satu tulang sendi. Serangan pertama ini sangat nyeri yang menyebabkan tulang sendi menjadi lunak dan terasa panas, merah. Tulang sendi metatarsophalangeal biasanya yang paling pertama terinflamasi, kemudian mata kaki, tumit, lutut, dan tulang sendi pinggang. Kadang-kadang gejalanya disertai dengan demam ringan. Biasanya berlangsung cepat tetapi cenderung berulang dan dengan interval yang tidak teratur.

Page 13: Rheumatois  Athritis

Periode interkritical adalah periode dimana tidak ada gejala selama serangan gout. Kebanyakan pasien mengalami serangan kedua pada bulan ke-6 sampai 2 tahun setelah serangan pertama. Serangan berikutnya disebut dengan polyarticular yang tanpa kecuali menyerang tulang sendi kaki maupun lengan yang biasanya disertai dengan demam. Tahap akhir serangan gout atau gout kronik ditandai dengan polyarthritis yang berlangsung sakit dengan tofi yang besar pada kartilago, membrane sinovial, tendon dan jaringan halus.Tofi terbentuk di jari, tangan, lutut, kaki, ulnar, helices pada telinga, tendon achiles dan organ internal seperti ginjal.Kulit luar mengalami ulcerasi dan mengeluarkan pengapuran, eksudat yang terdiri dari kristal asam urat.

Komplikasi yang sering terjadi akibat gout arthritis antara lain :

Erosi, deformitas dan ketidakmampuan aktivitas karena inflamasi kronis dan tofi yang menyebabkan degenerasi sendi.

Hipertensi dan albuminuria. Kerusakan tubuler ginjal yang menyebabkan gagal ginjal kronik.

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan yang dilakukan mencakup evaluasi manifestasi lokal seperti rasa sakit, eritema, tenderness, pembengkakan dan pembatasan gerak dan juga memeriksa setiap manifestasi sistemik, penyebab percepatan penyakit tersebut, serangan sebelumnya, dan riwayat keluarga mengenai gout (encok).

Studi diagnostik mencakup peningkatan kadar asam urat serum (lebih besar dari 7,5 mg/dl), analisa cairan sendi yaitu adanya kristal urat monosodium dan ESR serta WBC selama serangan. Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi lain dan dapat menunjukkan adanya edema jaringan lunak dan tofus.

1.      Serum asam urat

Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini mengindikasikan hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam urat atau gangguan ekskresi.

2.      Angka leukosit

Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3 selama serangan akut.Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam batas normal yaitu 5000 - 10.000/mm3.

3.      Eusinofil Sedimen rate (ESR)

Page 14: Rheumatois  Athritis

Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat di persendian.

4.      Urin spesimen 24 jam

Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi dan asam urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250 - 750 mg/24 jam asam urat di dalam urin. Ketika produksi asam urat meningkat maka level asam urat urin meningkat. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam mengindikasikan gangguan ekskresi pada pasien dengan peningkatan serum asam urat.Instruksikan pasien untuk menampung semua urin dengan peses atau tisu toilet selama waktu pengumpulan. Biasanya diet purin normal direkomendasikan selama pengumpulan urin meskipun diet bebas purin pada waktu itu diindikasikan.

5.      Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau material aspirasi dari sebuah tofi menggunakan jarum kristal urat yang tajam, memberikan diagnosis definitif gout.

6.      Pemeriksaan radiografi

Dilakukan pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan akan menunjukkan tidak terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit berkembang progresif maka akan terlihat jelas/area terpukul pada tulang yang berada di bawah sinovial sendi.

6. Penatalaksanaan

Istirahat adalah hal terpenting karena Rheumatoid Atritis biasanya disertai rasa lelah yang hebat, walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa-masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat pada saat istirahat, oleh sebab itu pada malam hari harus dianjurkan meminum obat anti radang dan analgesik (Price dan Wilson, 1995).

Termoterapi juga dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, karena dengan pemnasan dapat merelaksasi otot, mengurangi edema dan menstimulasi sirkulasi. Mandi air hangat pada pagi hari dan diikuti dengan istirahat dapat meningkatkan kenyamanan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Rendam hangat dan kompres hangat juga dapat dilakukan pada persendian disertai pijatan terutama pada tungkai dan lengan. Kompres dingin dapat juga digunakan untuk mengurangi nyeri sendi selama masa inflamasi, kompres tersebut dapat dilakukan dengan cara

Page 15: Rheumatois  Athritis

memasukkan es dalam kantong plastik lalu ditekankan diatas persendian (Brunner dan Suddarth, 2002).

Penggunaan verban tekan, bidai dan alat bantu mobilitas seperti tongkat, kruk dan tripot dapat mengurangi rasa nyeri dengan membatasi gerakan atau stres akibat menanggung beban berat pada sendi (Brunner dan Suddarth, 2002).

Klien dengan penyakit Rheumatoid Atritis tidak memerlukan diet khusus, prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah yang terpenting. Biasanya klien mudah menjadi terlalu gemuk, sebab aktivitas klien dengan Rheumatoid Atritis umumnya rendah. Bertambahnya berat badan dapat menambah tekanan pada sendi panggul, lutut dan sendi-sendi pada kaki. Rujukan ke ahli gizi mungkin dapat membantu mengatasi masalah ini (Price dan Wilson, 1995).

Pemberian obat adalah bagian terpenting dari seluruh program penatalaksanaan Rheumatoid Atritis. Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit. Obat yang biasa di berikan adalah obat anti inflamasi non steroid (AINS), seperti :

a. Aspirin : Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan. Dosis terapi 20-30 mg/dl.

b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya yang dianggap efektif.

Pemberian obat lain menjadi indikasi bila AINS tidak dapat mengendalikan atau menyembuhkan Rheumatoid Atritis (Price dan Wilson, 1995).

BAB III

PENUTUP

A.     KesimpulanRheumatoid  artritis adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus, yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari pada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya mendekati masa menopause.

Gejala arthritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu, dilihat dari penyebabnya, penyakit ini termasuk dalam kelainan metabolik.

Page 16: Rheumatois  Athritis

Asam urat adalah produk sisa metabolisme purin. Pada keadaan normal terjadi keseimbangan antara produksi dan ekskresi. Sekitar dua pertiga (2/3) Jumlah yang, diproduksi setiap hari diekskresikan melalui ginjal dan sisanya melalui feses. Serum asam urat normal dipertahankan antara 3,4 – 7,0 mg/dl pada pria dan 2,4 – 6,0 pada wanita, pada level lebih dari 7,0 mg/dl akan terbentuk kristal monosodium urat.\

B.     SaranPada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan tenaga kesehatan yang akan datang, diantaranya :

Dalam melakukan asuhan, tenaga kesehatan mengetahui atau mengerti tentang rencana asuhan pada pasien dengan rheumatoid artritis, pendokumentasian harus jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien dan keluarga.

Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan rheumatoid artritis maka tugas tenaga kesehatan yang utama adalah sering mengobservasi akan kebutuhan klien yang mengalami rheumatoid artritis.

Untuk tenaga kesehatan diharapkan mampu menciptakan hubungan yang harmonis dengan keluarga sehingga keluarga diharapkan mampu membantu dan memotivasi klien dalam proses penyembuhan.