60
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok adalah salah satu aktifitas merugikan kesehatan yang “secara umum” diterima oleh sebagian besar angota masyarakat. Aktiftas merokok biasanya diasosiasikan dengan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan kesenangan seseorang, meskipun sebagian perokok menyadari adanya kemungkinan munculnya penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh aktifitas tersebut (Sitepoe, 2000). Mu’tadin (2002), menyatakan bahwa kerugian yang ditimbulkan rokok terhadap kesehatan sangat besar disebabkan dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik Waktu seseorang pertama kali memulai aktiftas merokok sangat bervariasi antara satu individu yang satu dengan individu yang lainnya. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perokok memulai aktiftas merokok pertama kali pada usia 13-15 tahun dan 50% diantara mereka akan menjadi pecandu rokok (Martin, 2002). Laventhal

ROKOK DAN REMAJA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ROKOK DAN REMAJA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Merokok adalah salah satu aktifitas merugikan kesehatan yang “secara

umum” diterima oleh sebagian besar angota masyarakat. Aktiftas merokok

biasanya diasosiasikan dengan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan

kesenangan seseorang, meskipun sebagian perokok menyadari adanya

kemungkinan munculnya penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh aktifitas

tersebut (Sitepoe, 2000). Mu’tadin (2002), menyatakan bahwa kerugian yang

ditimbulkan rokok terhadap kesehatan sangat besar disebabkan dalam asap

rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya

adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik

Waktu seseorang pertama kali memulai aktiftas merokok sangat bervariasi

antara satu individu yang satu dengan individu yang lainnya. Namun, beberapa

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perokok memulai aktiftas

merokok pertama kali pada usia 13-15 tahun dan 50% diantara mereka akan

menjadi pecandu rokok (Martin, 2002). Laventhal & Clearly dalam Mc Gee

(2005) juga menyatakan bahwa perilaku merokok di kalangan remaja ini akan

cenderung mengingkat dalam hal intensitas dan frekuensinya seiring dengan

bertambahnya usia usia.

Indonesia menduduki peringkat ke-5 di dunia sebagai negara yang

penduduknya banyak yang merokok dengan pertumbuhan tingkat konsumsi

rokok yang paling cepat (Djunaedi, 2002). Sirait (2002) menyatakan bahwa hasil

penelitian terhadap penduduk usia 10 tahun ke atas yang tersebar di 27 propinsi

Page 2: ROKOK DAN REMAJA

di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi perokok adalah 27,7% dengan

jumlah perokok laki-laki sebanyak 54,5%, perokok perempuan sebanyak 1,2%

dan mantan perokok sebanyak 2,5%. Sementara itu, hasil penelitian yang

dilakukan oleh Tim peneliti Universitas Padjadjaran Bandung pada tahun 2002

menunjukkan bahwa 60% perokok aktif di Indonesia adalah remaja muda dan

anak sekolah (Wullur, 2008).

Meskipun belum terdapat data empiris tentang jumlah remaja di Kabupaten

Blora, akan tetapi anekdotal evidence menunjukkan bahwa jumlah remaja

perokok remaja di Kabupaten Blora cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Pernyataan ini dadasarkan bahwa dewasa ini sering terlihat banyaknya remaja

yang masih mengenakan pakaian seragam tampak merokok di tempat-tempat

umum.

Munculnya kebiasaan merokok diantara remaja tersebut muncul biasanya

terjadi karena masa remaja, yang biasanya diidentikkan dengan masa sekolah

lanjutan atas (SMA), adalah masa yang sulit bagi individu karena pada masa ini

terjadi tranisisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Nadeak, 1991). Di

dalam masa peralihan ini seseorang cenderung untuk mulai menyampaikan

kebebasan dan hak untuk mengemukakan pendapatnya sendiri, mengalami

perubahan fisik yang luar biasa, menjadi terlalu percaya diri yang disertai dengan

peningkatan emosi yang mengakibatkan sukar menerima nasihat orang tua atau

guru dan yang terpenting adalah adanya rasa kepemilikan terhadap kelompok

sosial yang sangat tinggi sehingga pengaruh kelompok sosial tersebut terkadang

cenderung mendominasi perilaku kesehariannya.

Salah satu pengaruh kelompok sosial yang dominan diantara remaja di

Indonesia adalah munculnya praktik merokok di antara mereka. Hal ini tercermin

dengan sering terlihatnya sekelompok remaja yang masih mengenakan seragam

2

Page 3: ROKOK DAN REMAJA

sekolah melakukan tindakan merokok di tempat umum, dan bahkan terkadang

mereka mengisap rokok di pojok-pojok tersembunyi di lingkungan sekolah SMA.

Kondisi ini sesuai dengan sejumlah penelitian yang menyatakan bahwa perilaku

merokok sering dimulai pada usia antara 11 sampai 15 tahun (Smet, 1994).

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa miskinnya pengetahuan atau tidak

adanya keyakinan terhadap akibat-akibat merokok dapat menyulitkan individu

untuk membangun suatu sikap atau akan memiliki sikap yang cenderung lemah

terhadap rokok (Crhistanto, 2004). Selanjutnya, Notoatmodjo (2003)

menyatakan bahwa pengetahuan (knowledge) memegang pengaruh yang besar

di dalam perilaku seseorang dan apabila pernyataan ini dikaitkan dengan

perilaku merokok, maka pengetahuan seseorang tentang rokok akan

menentukan seseorang untuk menjadi perokok atau tidak. Akan tetapi, pada

pada kenyataannya pengaruh iklan tentang rokok sering menimbulkan

pengetahuan yang salah tentang rokok. Pembentukan pengetahuan tentang

rokok dapat terbentuk dari adanya penginderaan terhadap iklan-iklan rokok yang

banyak tertampang di semua tempat mulai dari tempat umum yang bebentuk

baliho sampai ke dalam rumah melalui iklan yang ditayangkan di televisi yang

biasanya cenderung membentuk pengetahuan yang salah tentang rokok karena

jargon iklan rokok sering dirancang sesuai dengan karakteristik remaja yang

menginginkan kebebasan, independensi, dan pemberontakan pada norma-

norma (Wullur, 2008). Pengetahuan yang salah tentang rokok ini selanjutnya

akan mendorong terbentuknya sikap yang salah tentang rokok dan pada

akhirnya terjadi proses aplikasi dimana seseorang akan menjadi perokok.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pattinasarany (2004) menyebutkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap merokok

dengan perilaku merokok remaja. Jika dilihat dari perspektif budaya, terdapat

3

Page 4: ROKOK DAN REMAJA

adanya budaya lokal yang dapat menimbulkan sikap yang salah tentang rokok.

Sebagai contoh. Pada budaya Jawa didapatkan bahwa pada saat tarnsisi ke usia

dewasa , biasanya pada saat anak dikhitan, dinyatakan dengan orang tua

memberikan rokok pada anaknya.

Dalam upaya menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan perilaku

merokok di antara remaja di Kabupaten Blora, peneliti bermaksud melakukan

penelitian di Sekolah Menengah Atas (SMA) I Blora agar dapat dilakukan

tindakan nyata terhadap faktor-faktor tersebut guna menurunkan kebiasaan

merokok di kalangan remaja di Kabupaten Blora.

SMA I Blora dipilih sebagai tempat penelitian dengan alasan terdapat banyak

siswa yang melakukan aktifitas merokok (Anonim:wawancara dengan salah satu

siswa SMA I Blora, 2009), SMA I Blora mempunyai banyak fasilitas yang

memungkinkan para siswa mendapatkan sumber informasi yang cukup

mengenai berbagai bidang ilmu khususnya tentang kesehatan baik melalui buku,

majalah, surat kabar, internet, maupun media lainnya dan SMA I Blora adalah

SMA favorit yang menjadi barometer SMA lain di Kabupaten Blora.

B. Perumusan Masalah

Maka berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan : “Faktor-

faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku merokok diantara remaja SMA Negeri I

Blora?”

C. Tujuan penelitian

1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok diantara

remaja SMA Negeri I Blora.

4

Page 5: ROKOK DAN REMAJA

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan karakteristik yang meliputi : umur, dan pengaruh iklan

rokok.

b. Mengetahui praktik merokok diantara remaja SMA I Blora.

c. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang rokok remaja di SMA I Blora.

d. Mengetahui sikap remaja remaja di SMA I Blora tentang rokok.

e. Mengetahui peranan anggota keluarga dalam perilaku merokok diantara

remaja SMA I Blora.

f. Mengetahui peranan teman dalam perilaku merokok diantara remaja SMA I

Blora

g. Mengetahui kertersediaan informasi tentang bahaya merokok diantara

remaja SMA I Blora

h. Mengetahui hubungan antara karakteristik yang meliputi : umur dan iklan

rokok dengan praktik merokok pada remaja SMA I Blora.

i. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan praktik merokok pada

remaja SMA I Blora.

j. Mengetahui hubungan antara sikap terhadap rokok dengan praktik

merokok pada remaja SMA I Blora.

k. Mengetahui hubungan antara pengaruh anggota keluarga dengan praktik

merokok pada remaja SMA I Blora

l. Mengetahui hubungan antara pengaruh teman dengan praktik merokok

pada remaja SMA I Blora

m. Menganalisis faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap praktik

merokok pada remaja SMA I Blora.

5

Page 6: ROKOK DAN REMAJA

D. Manfaat Penelitian

a. Ilmu Keperawatan

Sebagai bahan masukan dan pengembangan bagi perawat untuk menjalankan

fungsinya sebagai advocator khususnya pada bidang pencegahan munculnya

penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok.

b. Bagi Poltekkes Depkes Semarang

Sebagai sarana pelaksanaan fungsi perguruan tinggi di bidang penelitian dan

pengabdian masyarakat.

c. Bagi Masyarakat

Meningkatkan kesadaran masyarakat di dalam melakukan tindakan pencegahan

atau pengontrolan kebiasaan merokok.

d. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan, memperluas wawasan dan pengalaman penelitian

dalam bidang penelitian.

E. Ruang Lingup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri I Blora, Kabupaten Blora

6

Page 7: ROKOK DAN REMAJA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tinjauan pustaka ini, peneliti akan menjelaskan tentang landasan teori,

kerangka konsep dan hipotesis yang muncul dalam penelitian ini.

A. Landasan Teori

Dalam landasan teori ini, peneliti akan menjelaskan tentang pengertian remaja,

rokok, pengetahuan, sikap dan perilaku.

1. Remaja

a. Batasan Remaja

Sarwono (1991) menyatakan bahwa remaja adalah suatu masa di

mana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda

seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

Monks, Knoers, & Hadinoto 2001 (2001), remaja adalah individu yang

berumur antara 12-21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun sebagai

masa remaja awal, usia 15-18 tahun sebagai masa remaja pertengahan, 18-21

tahun sebagai masa remaja akhir.

b. Perubahan pada Masa Remaja

Nelson (2000) menyatakan bahwa pada masa remaja terjadi perubahan

secara fisik, psikologis, maupun sosial sebagai berikut:

1) Perubahan fisiologis

Perubahan fisik yang dialami anak perempuan adalah adanya

pembesaran payudara dan akibat mulai berproduksinya FSH (Folicle

Stimulating Hormone) dan estrogen maka terjadi pembesaran uterus dan

klitoris, penebalan endometrium dan mukosa vagina, serta labia mayora

7

Page 8: ROKOK DAN REMAJA

menjadi lebih vaskular dan sensitif. Pada remaja awal sudah mulai terjadi

menarche pada anak perempuan

Sedangkan pada anak laki-laki, terjadi pembesara testes dan mulai

terjadi mimpi basah. Dibawah pengaruh hormon luteinisasi dan

testosterone, tubulus seminiferus, epididimis, vesika seminalis, dan prostat

membesar. Secara umum, anak perempuan lebih cepat dewasa terjadi bila

dibandingkan dengan anak laki-laki.

2) Perubahan psikologis dan sosial

Ketertarikan remaja pada seks meningkat pada masa pubertas awal.

Secara kognitif, remaja mulai mampu mempertimbangkan berbagai sudut

pandang dan sudah memiliki pemikiran operasional formal yaitu,

kemampuan mengatasi berbagai kemungkinan sebagai suatu kesatuan

yang nyata (Nelson, 2000).

Percepatan perkembangan pada remaja yang berhubungan dengan

pemasakan seksualitas juga mengakibatkan perubahan dalam

perkembangan sosialnya (Monks dkk., 2001). Dalam usaha mencapai

identitas dirinya, seorang remaja sering membantah orang tuanya karena ia

mulai mempunyai pendapat-pendapat sendiri, cita-cita, serta nilai-nilai yang

berbeda dengan orang tuanya. Menurutnya orang tua tidak lagi dijadikan

pegangan, padahal untuk berdiri sendiri ia belum cukup kuat. Hal ini

menyebabkan remaja mudah terjerumus ke dalam perkumpulan remaja

yang anggota-anggotanya adalah teman-teman sebaya yang mempunyai

persoalan yang sama, dan dalam perkumpulan itu mereka bisa saling

memberi dan mendapat dukungan mental (Purwanto, 1999). Menurut

Keniston dan Beacke cit Monks dkk. (2000), sering timbul sifat-sifat khusus

bahkan kebudayaan sendiri pada kelompok remaja.

8

Page 9: ROKOK DAN REMAJA

c. Perilaku Berisiko pada Remaja

Purwanto (1999), mengemukakan bahwa masa transisi antara masa

kanak-kanak dan masa dewasa seringkali menghadapkan individu yang

bersangkutan kepada situasi yang membingungkan. Di satu pihak ia masih

kanak-kanak, di pihak lain ia dituntut bertingkah laku seperti orang dewasa.

Situasi-situasi yang menimbulkan konflik seperti ini menyebabkan perilaku-

perilaku yang aneh, canggung, dan jika tidak terkontrol bisa menjadi kenakalan.

Perilaku-perilaku mengandung risiko sering dijumpai pada remaja.

Diantaranya adalah penggunaan alkohol, tembakau dan zat lainnya, serta

tindakan-tindakan menentang bahaya seperti kebut-kebutan, selancar udara,

layang gantung, dan lain-lain. Alasan-alasan untuk malakukan perilaku-perilaku

berisiko bermacam-macam dan berhubungan dengan dinamika fobia-balik

(counterphobic dynamics), rasa takut dianggap tidak cakap, untuk menegaskan

identitas maskulin, dan dinamika kelompok teman sebaya (Kaplan & Sadock,

2001).

2. Rokok dan Merokok

a. Rokok

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 81 Tahun

1999, rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus, termasuk cerutu atau

bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana

rustica, dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan

tar dengan atau bahan tambahan.

Rokok pada dasarnya merupakan pabrik bahan kimia. Sekali satu batang

rokok dibakar maka ia akan mengeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti

nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hydrogen sianida, ammonia,

9

Page 10: ROKOK DAN REMAJA

acrolein, acetilen, benzaldehyde, urethane, benzene, methanol, coumarine,

etilkatehol-4, ortokresol, perilen, dan lain-lain (Aditama, 1992).

Nikotin, tar, dan karbonmonoksida merupakan komponen penting yang

terkandung dalam sebatang rokok. Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan

syaraf, juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik mengalami

peningkatan, denyut jantung bertambah, aliran darah pada pembuluh darah

koroner bertambah dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer (Sitepoe,

2000). Menurut Ichsanti (1994) adanya alkaloid pada nikotin akan

menimbulkan rasa ketagihan pada perokok, tapi nikotin baru dapat

menimbulkan rasa ketagihan pada kadar 5 mgr (4-6 mgr) perhari dari rokok

yang dihisap. Tar sebagai getah tembakau merupakan zat berwarna coklat

berisi berbagai jenis hidrokarbon aromatik polisiklik, amin aromatik dan N-

nitrosamin. Sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembalut rokok, dan

bahan organik lain yang habis dibakar.

Karbon monoksida (CO) menimbulkan desaturasi hemoglobin,

menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh

termasuk miokard. CO menggantikan posisi oksigen di hemoglobin,

mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis. Dengan

demikian, CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas

darah, sehingga mempermudah penggumpalan darah (Tandra, 2003).

Komponen kimia yang terdapat dalam sebatang rokok ditunjukkan pada

Gambar 1.1 dibawah ini

10

Page 11: ROKOK DAN REMAJA

Gambar 1.1.

Kandungan bahan-bahan kimia yang ada di dalam rokok

b. Tipe-tipe Perokok

Menurut Mu’tadin (2002), yang disebut perokok sangat berat adalah

mereka yang mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang per hari dan selang

merokok dengan selang waktu 5 menit setelah bangun pagi. Perokok berat

menghabiskan 21-30 batang rokok per hari dan selang waktu merokoknya 6-30

menit sejak bangun pagi. Perokok sedang merokok 11-21 batang tiap hari

dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi, sedangkan perokok

ringan menghabiskan sekitar 10 batang rokok dengan selang waktu 60 menit

dari bangun pagi.

Klasifikasi tipe perokok yang lain dikemukakan oleh Silvans Tomkins cit

Mu’tadin (2002) yang membagi perokok berdasarkan Management of affect

theory, yaitu:

1). Perokok yang dipengaruhi perasaan positif

11

Page 12: ROKOK DAN REMAJA

Dengan merokok, seseorang akan mendapatkan penambahan rasa yang

positif. Tipe ini dikelempokkan lagi menjadi tiga subtype:

a). Pleasure relaxation.

Bagi perokok jenis ini, merokok bertujuan untuk menambah kenikmatan

yang sudah diperoleh, misalnya merokok setelah minum kopi atau

makan.

b). Stimulation to pick them up.

Orang-orang yang termasuk ssdalam tipe ini merokok sekedar untuk

menyenangkan perasaan saja.

c). Pleasure of handling cigarette.

Yang termasuk tipe ini adalah mereka yang memperoleh kenikmatan

merokok dengan memegang rokok, khususnya pada perokok pipa.

Selain itu, yang tergolong dalam tipe ini adalah mereka yang senang

berlama-lama memainkan rokok dengan jari-jarinya sebelum

dinyalakan.

2). Perokok yang dipengaruhi perasaan negatif

Pada tipe ini, rokok digunakan untuk mengurangi perasaan negatif seperti

marah dan cemas.

12

Page 13: ROKOK DAN REMAJA

3). Perokok yang adiktif

Perokok tipe ini sudah adiksi nikotin, sehingga akan terus menambah dosis

rokok setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.

4). Perokok yang mengkonsumsi rokok karena kebiasaan

Perokok tipe ini menggunakan rokok karena benar-benar sudah menjadi

kebiasaan rutin. Merokok sudah menjadi perilaku yang bersifat otomatis

bahkan tanpa difikirkan dan tanpa disadari.

c. Proses Merokok

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya,

baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada

sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 900 derajat celcius untuk ujung

rokok yang dibakar dan 30 derajat celcius untuk ujung rokok yang terselip di

antara bibir perokok (Harrison, 2000).

Setelah rokok dibakar, sebanyak 25% nikotin masuk kedalam sirkulasi

darah kemudian sampai ke otak dalam waktu 15 detik. Nikotin diterima oleh

reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian membaginya ke jalur imbalan dan

jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan kenikmatan,

memacu sistem dopominergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang,

daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Sementara

pada jalur adrenergik, nikotin akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian

otak lokus seruleus yang mengeluarkan serotonin. Meningkatnya serotonin

menimbulkan rangsangan rasa tenang, sekaligus keinginan mencari rokok lagi

(Waney, 2002).

Asap rokok terdiri atas fase partikulat (unsur padat) dan fase gas. Fase

partikulat tersusun atas tar, hidrokarbon aromatik polinukleus, nikotin, fenol,

kresol, B-naftilamin, N-nitrosonornikotin, benzopiren, trace metal, indol,

13

Page 14: ROKOK DAN REMAJA

karbazol, dan katekol. Sedangkan fase gas terdiri atas karbonmonoksida, asam

hidrosianida, akrolein, ammonia, formaldehid, nitrogen oksida, nitrosamine,

hidrazin, dan vinil klorida.

d. Faktor yang Mempengaruhi Seseorang Merokok

1). Pengaruh orang tua

Remaja berasal dari keluarga yang tidak bahagia lebih mudah untuk

menjadi perokok dibandingkan dengan remaja yang berasal dari lingkungan

keluarga yang bahagia. Perilaku merokok remaja lebih banyak ditemukan

pada remaja yang tinggal dengan orang tua tunggal. Remaja juga

cenderung akan merokok jika orang tua mereka merokok (Mu’tadin, 2002).

2). Pengaruh teman

Remaja yang teman-temannya merokok, maka kemungkinan ia akan

menjadi perokok juga. Bahkan menurut Jacken (2002), merokok dalam

pergaulan remaja sering dimanfaatkan sebagai syarat mutlak menjadi

anggota genk

3). Faktor kepribadian

Remaja mencoba untuk merokok dengan alasan ingin tahu, ingin

melepaskan diri dari rasa sakit fisik dan jiwa (Mu’tadin, 2002). Dari berbagai

penelitian, remaja merokok dengan alasan coba-coba, ingin rmembebaskan

diri dari stress, kebosanan, kegelisahan, agar kelihatan jantan, gengsi,

mencari inspirasi, dan lain-lain (Santosa, 1993).

4). Pengaruh iklan

Remaja sering terpancing untuk merokok setelah melihat iklan di media

cetak atau elektronik yang menggambarkan bahwa merokok adalah

lambang kejantanan atau glamour (Mu’tadin, 2002).

e. Bahaya merokok bagi kesehatan

14

Page 15: ROKOK DAN REMAJA

Efek merokok yang langsung dirasakan oleh perokok adalah

meningkatnya denyut jantung, berbaunya nafas, berbaunya pakaian,

menurunnya tingkat kesehatan dan kinerja, serta berkurangnya daya kecap dan

penciuman. Sedangkan efek yang bersifat jangka panjang dari merokok adalah

timbulnya noda pada gigi, jerawat dan masalah-masalah kulit lainnya, serta

penyakit-penyakit yang bisa muncul diberbagai sistem tubuh.

Di bawah ini adalah beberapa penyakit yang dapat disebabkan atau

diperburuk oleh rokok:

1). Penyakit saluran pernafasan

Sekitar 56-80% dari semua penyakit pernafasan kronik disebabkan oleh

rokok, termasuk bronchitis kronis dan emfisema. Penggunaan rokok di

Indonesia diperkirakan menyebabkan 4,4% kematian karena penyakit paru

kronik, pneumonia, bronchitis, dan emfisema (Tim Penanggulangan Masalah

Tembakau, 2004).

2). Penyakit kardiovaskuler

Rokok merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner. Merokok

dapat menyebabkan aterosklerosis koronaria dan iskemia akut, trombosi dan

aritmia jantung (Harrison, 2000). Rokok bertanggung jawab terhadap

terjadinya 22% penyakit jantung dan pembuluh darah (WHO, 2002).

3). Kanker

Merokok menyebabkan terjadinya 90% kanker paru pada laki-laki dan 70%

pada wanita dengan tingkat kematian lebih dari 85% (IARC cit Tim

Penanggulangan Masalah Tembakau, 2004). Merokok juga terbukti

menyebabkab kanker mulut dan tenggorokan, kanker ginjal dan kandung

kemih, kanker pancreas, kanker perut, kanker hati, kanker leher rahim,

leukemia, kanker payudara (Jacken, 2002).

15

Page 16: ROKOK DAN REMAJA

4). Gangguan kehamilan dan janin

Merokok dapat menghambat proses pembuahan, dan merokok selama

kehamilan dapat menyebabkan ibu hamil berisiko mengalami proses

kahamilan bermasalah, termasuk bayi berat lahir rendah, abortus spontan,

lahir mati, dan lahir cepat (Harrison, 2000).

5). Gangguan seksual

Wanita perokok dapat mengalami penurunan atau penundaan kemampuan

kehamilan. Sedangkan pada pria, merokok dapat meningkatkan risiko

impotensi sebesar 50% (Tim Penanggulangan Masalah Tembakau, 2004).

6). Gangguan saluran gastrointestinal

Pada perokok sering dijumpai penyakit tukak (ulkus), lambung serta

duodenal dan dapat mengakibatkan kematian (Harrison,2000).

7). Penurunan daya ingat

Dari hasil analisis otak yang dilakukan oleh peneliti dari Neuropsychiatric

Institite at the University of California, ditemukan bahwa jumlah tingkat dan

kepadatan sel yang digunakan untuk berfikir jauh lebih rendah pada orang

yang merokok dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Keadaan ini

mempunyai implikasi penurunan daya ingat (Utama, 2005).

8). Depresi

Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok dapat

meningkatkan gangguan depresif bagi individu yang menderitanya (Harrison,

2000).

Rokok dapat menurunkan tingkat harapan hidup seseorang. Umur orang

yang merokok 1-2 bungkus sehari akan berkurang 8,3 tahun dari bukan

perokok dengan umur yang sama (Djunaedi, 2002). Di samping itu,

16

Page 17: ROKOK DAN REMAJA

konsumsi rokok mengakibatkan satu kematian setiap sepuluh detik (WHO,

2002).

f. Penanggulangan Perilaku Merokok pada Remaja

Perilaku merokok, terutama pada remaja, perlu diwaspadai dan

dikendalikan karena merokok dapat mengantarkan perokok kepada perilaku

berbahaya yang lebih lanjut, yaitu penggunaan narkoba (Adiningsih, 2001). Hal

ini disebabkan orang-orang yang merokok mempunyai risiko yang lebih besar

untuk mencoba zat adiktif lain yang lebih keras.

Sendi utama penanggulangan masalah merokok adalah penyuluhan terus

menerus dan berkesinambungan tentang bahaya rokok, dan usaha mengubah

perilaku masyarakat. Berdasarkan pengalaman beberapa negara, program ini

berhasil jika ditangani oleh suatu badan nasional yang mengorganisasikan dan

mengkoordinasikan semua kegiatan penanggulangan masalah rokok (Djunaedi,

2002). Menurut Aditama (1996), program ini perlu melibatkan berbagai pihak

terkait, mulai dari kalangan kesehatan, alim ulama, remaja, teknokrat, politisi,

ahli ekonomi, ahli lingkungan hidup, dan lain-lain.

Pada tahun 1980, Richard Evans berhasil menjalankan suatu program

kampanye antirokok pada remaja. Kampanye antirokok ini dilakukan melalui

poster, film, dan diskusi tentang berbagai aspek yang berhubungan dengan

merokok. Lahan yang digunakan untuk kampaye ini adalah sekolah, radio, dan

televisi.

g. Pengetahuan tentang Bahaya Merokok

Berbagai informasi mengenai rokok dan bahaya mengenai kesehatan

dapat diperoleh melalui guru, orang tua, tenaga kesehatan, buku-buku

kesehatan, media elektronik, media cetak, teman, dan lain-lain.

17

Page 18: ROKOK DAN REMAJA

Dengan adanya berbagai penyuluhan, ceramah, pertemuan ilmiah,

wawancara di TV/radio dan lain-lain, maka masyarakat diharapkan mengetahui

akibat merokok atau bahaya merokok, namun demikian masih banyak yang

mempunyai kebiasaan merokok karena berbagai alas an, antara lain untuk

sarana pergaulan, untuk menghilangkan ketengangan, karena meniru idolanya

juga merokok dan lain-lain (Santoso, 1993).

Aspek-aspek pengetahuan tentang merokok meliputi keuntungan dan

kerugian merokok, zat-zat beracun yang terkandung dalam rokok, penyakit-

penyakit yang berhubungan dengan penggunaan rokok, akibat negatif asap

rokok, akibat merokok dalam masyarakat, alasan merokok, dampak negatif

merokok di sekolah dan di rumah, perokok pasif, dan bahaya orang tua

merokok.

h. Sikap terhadap Merokok

Sikap terhadap merokok adalah bagaimana pandangan individu tersebut

terhadap merokok akan memberikan gambaran bagaimana kecenderungan

individu dalam memberikan suatu respon yang berhubungan dengan aktivitas

merokok. Dengan demikian bila remaja mempunyai respon positif atau negatif,

suka atau tidak suka dapat mencerminkan pendapat atau keyakinan terhadap

aktivitas merokok.

Sikap positif seseorang terhadap kesehatan kemungkinan tidak otomatis

berdampak pada perilaku seseorang menjadi positif, tetapi sikap yang negatif

terhadap kesehatan hampir pasti dapat berdampak negatif pada perilakunya

(Niven, 2002).

Sikap negatif mengenai merokok masih dapat berubah bila individu

mendapatkan masukan-masukan, pengalaman, atau perilaku lingkungan

positif yang tidak mendukung perilaku merokok.

18

Page 19: ROKOK DAN REMAJA

3. Perilaku

Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi

manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap

dan praktik atau tindakan yang dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik,

psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak

kejiwaan seperti: pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang

ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan

sosial budaya masyarakat Notoatmodjo (1993).

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (1993) disebutkan bahwa perilaku

seseorang terdiri dari tiga bagian penting, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

Kognitif dapat diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap atau tanggapan dan

psikomotor diukur melalui tindakan (praktik) yang dilakukan.

Pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh faktor internal

seperti pengetahuan, kecerdasan, persepsi, sikap, emosi dan motivasi yang

berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar serta faktor eksternal yang

meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia,

sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.

Perilaku seseorang yang terukur dari pengetahuan, sikap dan praktik dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengetahuan

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang

berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media masa, media

elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat

dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu

sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut. Notoatmodjo

(1993) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan resultan dari akibat

19

Page 20: ROKOK DAN REMAJA

proses penginderaan terhadap suatu obyek. Penginderaan tersebut sebagian

besar berasal dari penglihatan dan pendengaran. Pengukuran atau penilaian

pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan

alat bantu kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden.

b. Sikap

Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup, tidak dapat dilihat secara

langsung sehingga sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang nampak

(Notoatmodjo, 1993). Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk

bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara tertentu serta merupakan respon

evaluasi terhadap pengalaman kognitif, reaksi afeksi, kehendak dan perilaku

masa lalu. Sikap akan mempengaruhi proses berfikir, respon afeksi,

kehendak dan perilaku berikutnya. Jadi sikap merupakan respon evaluasi

didasarkan pada proses evaluasi diri, yang disimpulkan berupa penilaian

positif atau negatif yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi

terhadap obyek (Zimbardo dan Leippe, 1991).

Mar’at (1982) mengatakan manusia tidak dilahirkan dengan sikap

pandangan ataupun perasaan tertentu, tetapi sikap tadi dibentuk sepanjang

perkembangannya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak

secara khas terhadap obyek-obyeknya. Dengan kata lain sikap merupakan

produk dari proses sosialisasi, dimana seseorang memberikan reaksi sesuai

dengan rangsangan yang diterimanya. Sebelum orang mendapat informasi

atau melihat obyek itu, tidak mungkin terbentuk sikap. Meskipun dikatakan

mendahului tindakan, sikap belum tentu merupakan tindakan aktif tetapi

merupakan predisposisi (mempermudah) untuk bertindak senang atau tidak

senang terhadap obyek tertentu mencakup komponan kognisi, afeksi dan

konasi.

20

Page 21: ROKOK DAN REMAJA

1) Karakteristik sikap

Sikap merupakan respon evaluasi yang dapat berupa respon positif

maupun negative. Sikap mempunyai karakteristik sebagai berikut :

a). Sikap mempunyai arah, artinya sikap akan menunjukkan apakah

seseorang menyetujui atau tidak menyetujui, mendukung atau tidak

medukung. Seseorang yang mempunyai sikap mendukung terhadap

suatu obyek berarti mempunyai sikap yang berarah positif terhadap

obyek tersebut, seseorang yang tidak memihak atau tidak

mendukung suatu obyek berarti mempunyai sikap yang arahnya

negatif terhadap obyek yang bersangkutan.

b). Intensitas, artinya kekuatan pada setiap orang belum tentu sama.

Dua orang yang sama-sama sikap positif terhadap sesuatu

mungkin tidak sama intensitasnya dalam arti yang satu bersikap

positif akan tetapi yang lain bersikap lebih positif lagi dari pada yang

pertama. Demikian juga sikap negatif derajat kekuatan yang

bertingkat-tingkat. Tidak semua orang sama tidak sukanya sesuatu,

begitu juga tidak semua orang sama sukanya pada sesuatu.

c). Keluasan, menunjuk pada luas tidaknya cakupan aspek obyek yang

disetujui oleh seseorang. Seseorang dapat mempunyai sikap

mengenal terhadap obyek secara menyeluruh, yaitu terhadap

semua aspek yang ada pada obyek. Sebaliknya seseorang dapat

mempunyai sikap mengenal terhadap sesuatu secara sempit yaitu

mempunyai sikap positif yang hanya terbatas pada sebagian kecil

saja yang menyangkut obyek tersebut.

d). Demikian pula dengan sikap tidak mengenal atau sikap negatif

dapat berupa sikap yang luas cakupannya dalam arti meliputi

21

Page 22: ROKOK DAN REMAJA

sebagian besar atau semua aspek obyek dan dapat pula merupakan

sikap negatif yang sangat terbatas hanya pada satu atau dua aspek

saja.

e). Konsistensi, ditunjukan oleh kesesuaian antara pernyataan sikap

yang ditemukan oleh obyek dengan responnya terhadap obyek

sikap. Konsistensi juga ditunjukan oleh tidak adanya kebimbangan

dalam bersikap. Seseorang dapat saja mempunyai sikap yang tidak

konsisten apabila ia menyatakan pada sesuatu tetapi sekaligus juga

tidak mendukung obyek sikap tersebut. Perlu dibedakan antara

sikap yang tidak konsisten, dalam arti bahwa tidak ada kesesuaian

respon sikap dalam diri individu, dengan sikap itu tidak memihak

atau tidak dapat dikatakan sebagai mengenal maupun tidak

mengenal, sedangkan sikap yang tidak konsisten tidaklah dapat

disimpulkan artinya.

f). Spontanitas yaitu, kesiapan subyek untuk menyatakan sikapnya

secara spontan. Suatu sikap dikatakan mempunyai spontanitas

yang tinggi apabila sikap dinyatakan tanpa perlu mengadakan

pengungkapan atau desakan agar subyek menyatakan sikapnya.

22

Page 23: ROKOK DAN REMAJA

2) Komponen Sikap

Menurut Azwar (1993) sikap terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu.

a). Komponen Kognitif (cognitive)

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai obyek

sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa

yang telah kita ketahui. Berdasarkan apa yang kita lihat itu

kemudian berbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau

karakteristik umum suatu obyek.

b). Komponen Afektif (affective)

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subyektif

seseorang terhadap sesuatu obyek sikap. Secara umum komponen

ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c). Komponen Perilaku (Conatif)

Komponen perilaku dalam sikap menunjukan bagaimana perilaku

atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang

berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Asumsi dasar

adalah bahwa kepercayaan dan perasaan akan mempengaruhi

perilaku. Maksudnya orang akan berperilaku dalam situasi tertentu

dan terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku

konsisten selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini

membentuk sikap indivual, karena itu logis bahwa sikap seseorang

akan dicerminkannya dalam bentuk perilaku obyek. Sekalipun

diasumsikan bahwa sikap merupakan predisposisi evaluasi yang

banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap

dan tindakan nyata sering kali berbeda.

23

Page 24: ROKOK DAN REMAJA

3) Faktor-faktor Perubahan Sikap

Dalam perkembangannya sikap dipengaruhi lingkungan, norma-norma

atau grup. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan sikap individu yang

satu dengan individu yang lain karena perbedaan pengaruh atau

lingkungan yang diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi

manusia terhadap obyek tertentu atau suatu obyek.

Beberapa faktor yang menyebabkan perubahan sikap :

1) Faktor Internal, yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia.

Faktor ini berupa selektifitas atau daya pilih seseorang untuk

menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari

luar.

2) Faktor Eksternal, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi

manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial diluar kelompok.

c. Praktik (Tindakan)

Praktik menurut Theory Of Reasoned Action, Smet (1994), dipengaruhi

oleh kehendak, sedangkan kehendak dipengaruhi oleh sikap dan norma

subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan

yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat

orang lain serta motivasi untuk mentaati pendapat tersebut.

Praktik individu terhadap suatu obyek dipengaruhi oleh persepsi

indivuidu tentang kegawatan obyek, kerentanan, faktor sosiopsikologi, faktor

sosiodemografi, pengaruh media massa, anjuran orang lain serta

perhitungan untung rugi dari praktiknya tersebut. Praktik ini dibentuk oleh

pengalaman interaksi individu dengan lingkungan, khusunya yang

menyangkut pengetahuan dan sikapnya terhadap suatu obyek.

24

Page 25: ROKOK DAN REMAJA

Pengaruh pengetahuan terhadap praktik dapat bersifat langsung

maupun melalui perantara sikap. Sedangkan Notoatmodjo (1993)

menyatakan suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk praktik (overt

behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata

(praktik) diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan.

Fishbein-Ajzen (1975) dalam Ancok (1989), menyatakan bahwa

keikutsertaan seseorang di dalam suatu aktivitas tertentu sangat erat

hubungannya dengan pengetahuan, sikap, niat dan perilakunya.

4. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktik

Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku,

namun hubungan positif antara kedua variabel ini telah diperlihatkan oleh

Prasetyo (2007) dalam studi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

praktik petugas kusta dalam penemuan penderita baru kusta di Kabupaten

Blora. Didalam penelitian ini dijelaskan bahwa pengetahuan tertentu tentang

kesehatan penting sebelum suatu tindakan terjadi.

Hubungan perilaku dengan sikap, keyakinan dan nilai tidak sepenuhnya

dimengerti, namun bukti adanya hubungan tersebut cukup banyak. Analisis akan

memperlihatkan misalnya bahwa sikap sampai tingkat tertentu merupakan

penentu komponen dan akibat dari perilaku. Hal ini merupakan alasan yang

cukup untuk memberikan perhatian terhadap sikap, keyakinan dan nilai sebagai

faktor predisposisi.

Adanya hubungan yang erat antara sikap dan perilaku didukung oleh

pengertian sikap yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan

untuk bertindak. Terdapat tiga jenis hubungan antara sikap dan praktik sebagai

berikut.

25

Page 26: ROKOK DAN REMAJA

a) Keajegan (Concistency). Sikap verbal merupakan alasan yang masuk akal

untuk menduga apa yang akan dilakukan oleh seseorang bila dihadapkan

dengan obyek sikapnya. Dengan kata lain ada hubungan langsung antara

sikap dengan tingkah laku (praktik).

b) Ketidakajegan (inconcistency). Alasan ini yang membantah adanya

hubungan yang konsisten antara sikap dengan tingkah laku (praktik). Sikap

dan tingkah laku adalah dimensi yang individual yang berbeda dan terpisah.

Demikian pula sikap dan tingkah laku adalah tidak tergantung satu sama lain.

c) Keajegan yang tidak tertentu (concistency contingent). Alasan ini

mengusulkan bahwa hubungan antara sikap dan tingakh laku tergantung

pada faktor-faktor situasi tertentu pada variabel antara. Pada situasi tertentu

diharapkan adanya hubungan antara sikap dan tingkah laku, dalam situasi

yang berbeda hubungan itu tidak ada. Hal ini lebih dapat menerangkan

hubungan sikap dan tingkah laku (praktik)

Fishbein-Ajzen menjelaskan bahwa konsep pengetahuan, sikap, niat dan

perilaku dalam kaitannya dengan sesuatu kegiatan biasanya mempunyai

anggapan bahwa adanya pengetahuan tentang manfaat suatu hal, akan

mempunyai sikap positif terhadap hal tersebut. Selanjutnya sikap positif akan

mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam kegiatan yang berkaitan dengan hal

tersebut. Niat untuk ikut suatu kegiatan akan menjadi tindakan apabila mendapat

dukungan sosial dan tersedianya fasilitas. Kegiatan inilah yang disebut dengan

perilaku.

a) Keyakinan akan akibat perilaku adalah komponen yang berisikan aspek

pengetahuan tentang akibat positif dari perilaku. Harus diingat bahwa

pengetahuan yang dimaksud tidak selalu sesuai dengan fakta yang

26

Page 27: ROKOK DAN REMAJA

sebenarnya. Pengetahuan yang dimaksud hanyalah opini tentang suatu

yang belum tentu sesuai dengan kenyataan.

b) Sikap terhadap perilaku adalah komponen sikap yang berbentuk apakah

sikap yang positif atau negatif tergantung dari segi manfaat atau tidaknya

komponen pengetahuan. Makin banyak manfaat yang diketahui semakin

positif pula sikap yang terbentuk.

c) Keyakinan normative tentang akibat perilaku adalah komponen pengetahuan,

berbeda dengan keyakinan akibat perilaku, komponen ini merupakan

persepsi individu tentang bagaimana pandangan orang lain yang

berpengaruh terhadap dirinya, misalnya orang tua, pejabat, alim ulama atau

orang tertentu jika ia berperilaku positif

d) Norma subyektif terhadap perilaku adalah keputusan yang dibuat oleh

individu setelah mempertimbangkan pandangan orang-orang yang

mempengaruhi norma subyektif terhadap perilaku. Sejauh-mana individu

dapat terpengaruh atau tidak tergantung pada kekuatan kepribadian individu

dalam menghadapi kehendak orang lain.

e) Niat untuk melakukan perilaku secara teoritis terbentuk oleh interaksi antara

kedua komponen yang mendukungnya yaitu sikap terhadap perilaku dan

norma subyektif, tentang ketidak serasian antara kedua komponen mungkin

saja terjadi, perilaku tergantung pula kepada beberapa faktor lain, misalnya

ketersediaan dan keterjangkauan sarana.

f) Perilaku yaitu niat yang sudah direalisasikan dalam bentuk tingkah laku atau

tindakan yang nampak.

Lawrence Green menyebutkan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi

terhadap perubahan perilaku individu atau kelompok yaitu:

d. Faktor yang mempermudah (Predisposing Factors)

27

Page 28: ROKOK DAN REMAJA

Yaitu : faktor pertama yang mempengaruhi untuk berperilaku mencakup

pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai dan sebagainya, juga dipengaruhi

oleh faktor demografi seperti : status ekonomi, umur, jenis kelamin, besar

keluarga dan lain-lain.

e. Faktor pendukung (Enabling Factors)

Yaitu : faktor yang memungkinkan keinginan terlaksana, meliputi:

ketersediaan sumber daya kesehatan, keterjangkauan sumber daya

kesehatan, prioritas dan komitmen masyarakat/ pemerintah, dan ketrampilan

yang berkaitan dengan kesehatan.

c. Faktor penguat/ pendorong ( Reinforcing Factors ).

Yaitu : faktor yang mendorong terjadinya perubahan tingkah laku kaitannya

dengan kesehatan, meliputi dukungan keluarga, teman sebaya, guru,

majikan dan petugas kesehatan.

Secara umum, konsep yang dikemukakan oleh Lawrence Green dapat

digambarkan dengan diagram sebagai berikut:

5. Kerangka Teori

28

Faktor yang mampermudah/Predisposing factor :PengetahuanKeyakinanNilaiSikap

Variabel demografi tertentu

Faktor Pendukung /Enabling factor :Ketersediaan Sumber daya KesehatanKeterjangkauan sumber daya KesehatanPrioritas dan komitmen Masyarakat /Pemerintah

terhadap KesehatanKetrampilan yang berkaitan dengan pencegahan

penyakit

Faktor Penguat/ Reinforcing factor :KeluargaTeman GuruAtasanPetugas Kesehatan

Masalah Perilaku Spesifik

Page 29: ROKOK DAN REMAJA

Gambar 2.1. Kerangka teori penelitian

Kerangka teori diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Karaktersitik Responden

Merupakan faktor pertama yang mempengaruhi praktik responden dalam

praktik merokok yang meliputi: umur, jenis kelamin, dan pendidikan

29

Page 30: ROKOK DAN REMAJA

b. Pengetahuan, Sikap, dan Praktik

Pengetahuan responden tentang rokok akan berdampak positif terhadap

sikap dan selanjutnya sikap positif akan berpengaruh terhadap niat untuk

merokok atau tidak merokok. Niat untuk melakukan perilaku terbentuk oleh

interaksi antara kedua komponen yang mendukungnya yaitu sikap terhadap

perilaku dan norma subyektif tentang perilaku.

Niat untuk merokok akan menjadi tindakan (praktik), apabila mendapat

dukungan sosial dan tersedianya fasilitas.

c. Peranan Keluarga dan teman sebaya

Merupakan salah satu faktor penguat/mendorong (Reinforcing Factors)

terjadinya praktik merokok.

d. Ketersediaan sumber daya kesehatan

Merupakan faktor pendukung di dalam terjadinya praktik merokok yang

meliputi tersedianya informasi-iformasi yang terkait dengan bahaya rokok

bagi kesehatan.

30

Page 31: ROKOK DAN REMAJA

6. Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

31

PengetahuanSikap

Ketersediaan Sumber daya KesehatanAnggota keluargaTeman

Perilaku merokok

Variabel bebas Variabel terikat

BudayaFaktor emosi

Variabel pengganggu

Page 32: ROKOK DAN REMAJA

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian Explanatory Research yaitu

menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat melaui pengujian

hipotesa yang telah dirumuskan (Notoadmojo, 2005).

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dimana subjek

hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan secara kuantitatif maupun

kualitatif terhadap karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan

(Notoadmojo, 2005).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Nopember s/d Desember 2009

bertempat di SMA I Blora

C. Populasi dan Sampel

32

Page 33: ROKOK DAN REMAJA

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa yang masih terdaftar sebagai siwa

SMA Negeri I Blora. Populasi ini diambil dengan alasan:

a. Sebagian siswa SMA Negeri I Blora adalah perokok aktif

b. Banyaknya fasilitas yang dimiliki sekolah memungkinkan para siswa

mendapatkan sumber informasi yang cukup mengenai berbagai bidang ilmu

khususnya tentang kesehatan baik melalui buku, majalah, surat kabar,

internet, maupun media lainnya.

c. SMA Negeri I blora adalah SMA favorit yang ada di Kabupaten Blora

sehingga sering dijadikan rujukan oleh SMA lain

2. Sampel

a. Kriteria sampel

Untuk dapat terlibat atau tidak dapat terlibat dalam penelitian, sampel harus

memenuhi kriteria sebagai berikut:

Kriteria inklusi

Kriteria yang memungkinkan sample untuk dapat terlibat dalam penelitian ini

adalah :

a. Siswa yang terdaftar pada SMA Negeri I Blora.

b. Responden masih aktif sebagai siswa di SMA Negeri I Blora.

c. Setuju untuk terlibat dalam penelitian

Kriteria eksklusi

Kriteria yang menjadikan sample tidak dapat terlibat dalam penelitian ini

adalah siswa yang tidak setuju terlibat dalam penelitian

33

Page 34: ROKOK DAN REMAJA

b. Teknik Sampling

Teknik sampling proporsional strafied random sampling

digunakan untuk pengambilan sampel penelitian. Tahapan penarikan sampel

selengkapnya dijelaskan sesuai dengan urut-urutan sebagai berikut:

1. Peneliti mengumpulkan data tentang jumlah siswa SMA Negeri I Blora

pada masing-masing tingkat.

2. Dilakukan penghitungan junlah total sampel yang diperlukan dengan

menggunakan rumus Taro Yamane sebagai berikut :

Dimana:

N = Besarnya Populasi

n = Besarnya sampel

d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan ( 0,05 )

3. Jumlah total sampel dibagi tiga (kelas 1, kelas 2 dan kelas 3) sesuai

dengan proporsi masing-masing kelas.

4. Setelah ketemu jumlah sampel pada masing-masing kelas, selanjutnya

sampel dibagi dengan jumlah sub kelas (ex: jika jumlah sampel untuk

kelas satu adalah 50, sedangkan jumlah kelas yang ada adalah 5 maka

jumlah sampel untuk tiap sub kelas adalah 10 orang)

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, informasi

tentang bahaya rokok, anggota keluarga dan teman sebaya

2. Variabel terikat

34

Page 35: ROKOK DAN REMAJA

Variabel terikatnya yaitu perilaku merokok.

35

Page 36: ROKOK DAN REMAJA

E. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

1. Perilaku Merokok

Adalah tindakan menghisap rokok yang dilakukan oleh responden.

2. Pengetahuan tentang rokok

Pengetahuan merupakan resultan dari akibat proses penginderaan terhadap

suatu obyek. Penginderaan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan

dan pendengaran. Pengukuran atau penilaian pengetahuan pada umumnya

dilakukan melalui tes atau wawancara dengan alat bantu kuesioner berisi materi

yang ingin diukur dari responden.

3. Sikap

Sikap merupakan respon evaluasi didasarkan pada proses evaluasi diri, yang

disimpulkan berupa penilaian positif atau negatif yang kemudian mengkristal

sebagai potensi reaksi terhadap obyek.

4. Informasi tentang bahaya rokok

Tingkat ketersediaan sarana berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan bahaya

merokok meliputi majalah dinding tentang bahaya merokok, buku perpustakaan

yang berkaitan dengan bahaya rokok

5. Teman

Dua atau lebih entitas sosial yang yang saling berinteraksi dan melakukan

kegiatan-kegiatan yang mereka sukai.

36

Page 37: ROKOK DAN REMAJA

6. Anggota Keluarga

Sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang

bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan

perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga

F. Alat Penelitian

Penelitian ini menggunakan alat ukur kuesioner yang terdiri dari 3 bagian sebagai

berikut:

1. Karakteristik reponden.

Pada bagian ini terdapat 4 pertanyaan yang terdiri dari 3 pertanyaan tertutup dan

1 pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup yang ada pada bagian ini berkaitan

dengan iklan rokok, dan kegiatan/even yang disponsori oleh perusahaan rokok.

Sedangkan pertanyaan terbuka pada bagian ini menanyakan tentang tanggal

lahir.

2. Kuesioner tentang perilaku merokok

Terdiri atas 5 pertanyaan yang terdiri dari 3 pertanyaan tertutup tentang

kebiasaan merokok serta alasan merokok dan 2 pertanyaan terbuka tentang

umur pertama kali merokok dan jumlah rokok yang dihabiskan setiap harinya.

3. Kuesioner pengetahuan tentang rokok.

Bagian ini terdiri dari 15 pertanyaan tertutup yang menanyakan pengetahuan

responden tentang rokok yang meliputi zat yang terkandung didalam asap rokok,

bahaya rokok bagi kesehatan, dan anggapan yang salah tentang rokok.

Penilaian dilakukan dengan memberi nilai 1 untuk jawaban benar dan nilai 0

untuk jawaban salah. Jadi nilai tertinggi yang mungkin diperoleh setiap

responden adalah 15 dan nilai terendah adalah 0.

4. Kuesioner sikap terhadap rokok.

37

Page 38: ROKOK DAN REMAJA

Bagian ini terdiri dari 20 pertanyaan tertutup yang menanyakan sikap

responden terhadap rokok. Pertanyaan disusun dalam bentuk Likert Scale

dengan rentang jawaban mulai dari sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju

(TS), dan sangat tidak setutuju (STS).

Penilaian untuk pertanyaan nomor 1,6,8,11,16,17,19 dan 20 dilakukan

dengan cara memberi nilai 4 untuk jawabab SS, nilai 3 untuk jawaban S, nilai 2

untuk jawaban TS dan nilai 1 untuk jawaban STS. Sedangkan penilaian

pertanyaan nomor 2,3,4,5,7,9,10,12,13,14,15, dan 18 dilakukan dengan cara

memberi nilai 1 untuk jawabab SS, nilai 2 untuk jawaban S, nilai 3 untuk jawaban

TS dan nilai 4 untuk jawaban STS. Jadi nilai tertinggi yang mungkin diperoleh

setiap responden pada kuesioner bagian ini adalah 80 dan nilai terendah yang

mungkin diperoleh responden adalah 20.

5. Kuesioner anggota keluarga.

Terdiri dari pertanyaan 2 tertutup tentang ada tidaknya anggota keluarga

yang merokok dan pernan anggota keluarga di rumah.

6. Kuesioner teman

Terdiri dari 3 pertanyaan yang menanyakan tentang ada tidaknya teman yang

merokok, keeratan hubungan pertemanan antara responden dengan teman yang

merokok dan pernah atau tidaknya klien ditawari rokok oleh temannya.

38

Page 39: ROKOK DAN REMAJA

7. Kuesioner ketersediaan informasi tentang rokok

Terdiri dari 2 pertanyaan yang menanyakan tentang pernah atau tidaknya

responden memperoleh informasi tentang bahaya rokok dan sumber informasi

terkait dengan masalah rokok.

G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Uji validitas dan reliabilitas akan dilakukan pada 50 sampel yang ditarik dari

SMA Negeri I Blora yang terbagi secara merata mulai dari kelas X, kelas XI dan

Kelas XII dimana masing-masing kelas diambil 2 orang sampel. Sampel yang sudah

digunakan pada uji coba kuesinoer sudah tidak memiliki hak untuk menjadi sampel

pada saat pengambilan data.

Uji validitas dan reliabilitas intrumen penelitian

a. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahian suatu instrument. (Arikunto, 2005). Sebuah instrument dikatakan valid

apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari

variable yang akan diteliti secara tepat. Teknik uji validitas yang digunakan

dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik korelasi product

moment. Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan program bantu

SPSS 16. Butir pertanyaan dikatakan valid apabila r hitung lebih besar dari r

tabel.

Pada hasil uji validitas kuesinoer pengetahuan, didapatkan bahwa semua

butir pertanyaan mempunyai r hitung lebih besar dari r tabel (0.279 pada taraf

signifikansi 0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa butir-butir

pertanyaan yang terkait dengan pengetahuan responden tentang rokok adalah

valid.

39

Page 40: ROKOK DAN REMAJA

Uji validitas kuesinoer sikap juga menunjukkan bahwa semua butir

pertanyaan mempunyai r hitung lebih besar dari r tabel (0.279 pada taraf

signifikansi 0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa butir-butir

pertanyaan yang terkait dengan sikap responden tentang rokok adalah valid.

b. Reliabilitas

Instrumen sebagai alat pengukur data harus reliabel yang artinya instrumen

tersebut dapat memberikan hasil yang sama didalam pengukuran berulang.

Pengujian Reliabilitas di dalam penelitian ini menggunakan teknik cronbach

alpha dan diolah dengan menggunakan program bantu SPSS 16. Instrumen

dikatakan reliabel apabila mempunyai nilai siginifkansi alpha lebih kecil dari r

tabel.

Hasil analisa untuk menguji reliabilitas kuesioner menunjukkan bahwa nilai

cronbach alpha untuk kuesioner pengetahuan adalah 0.886 dan nilai cronbach

alpha untuk kuesinoer sikap adalah 0.897. Apabila dibandingkan dengan r tabel

yang besarnya adalah 0.279, maka dapat disimpulkan bahwa kuesinoer

pengetahuan dan kuesioner sikap adalah reliable.

40

Page 41: ROKOK DAN REMAJA

H. Cara Pengumpulan data

1. Data primer adalah data atau materi yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti pada

saat berlangsungnya suatu penelitian.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lingkungan peneliti seperti hasil

penelitian sebelumnya, data dari sekolah dan sumber lain yang menunjang

penelitian.

I. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan data

Pengolahan data pada penelitian ini akan dilakukan bertahap sebagai berikut :

a. Coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban atau hasil-hasil yang

ada menurut macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan jalan menandai

masing-masing jawaban dengan kode berupa angka. Kemudian dimasukkan

dalam tabel kerja guna mempermudah membacanya.

b. Tabulating adalah memasukkan data–data hasil penelitian ke dalam tabel-

tabel sesuai kriteria.

c. Editing berfunsi untuk meneliti kembali apakah isian lembar kuisioner sudah

lengkap. Editing dilakukan ditempat pengumpulan data sehingga apabila ada

kekurangan dapat segera dilengkapi.

2. Analisa Data

Hasil pendataan diolah dan dianalisa untuk mengetahui perubahan

variabel bebas yang meliputi karakteristik responden (umur, jenis kelamin,

pendidikan, dan pelatihan), pengetahuan, sikap, dan peranan petugas

kesehatan, terhadap variabel terikat yaitu praktik deteksi dini penderita kusta,

dalam pernyataan hipotesis. Analisa yang digunakan adalah analisis univariat,

analisis bivariat dan analisis multivariat

a. Analisis Univariat

41

Page 42: ROKOK DAN REMAJA

Analisis univariat dilakukan untuk memberikan gambaran secara umum

terhadap variabel karakteristik responden (umur responden, paparan

terhadap iklan rokok, dan kegiatan/even yang disponsori oleh perusahaan

rokok), pengetahuan, sikap, informasi tentang bahaya rokok, anggota

keluarga dan teman sebaya. Pertanyaan tertutup yang ada pada bagian ini

berkaitan dengan iklan rokok, dan kegiatan/even yang disponsori oleh

perusahaan rokok. Sedangkan pertanyaan terbuka pada bagian ini

menanyakan tentang tanggal lahir.

b. Analisis Bivariat

1) Tabulasi silang

Tabulasi silang (crostab) pada prinsipnya untuk menyajikan data dalam

bentuk tabel yang meliputi baris dan kolom. Analisis ini dilakukan untuk

melihat pola atau kecenderungan hubungan antar dua variabel yang

diteliti dan dibuat dalam bentuk tabel distribusi silang dari variabel

penelitian yang dikelompokkan sesuai dengan pengelompokan skor

2) Uji Hipotesis.

Analisis ini dilakukan dengan analisis statistik Chi Square. Tujuan

analisis ini adalah untuk mengetahui ada hubungan yang signifikan

antara masing-masing variabel. Bagaimana arah hubungan dan seberapa

besar hubungan tersebut

Hipotesis penelitian :

Ho : Tidak ada hubungan (korelasi) antar dua variabel.

Ha : Ada hubungan (korelasi) antar dua variabel.

Dasar pengambilan keputusan (berdasarkan tingkat kemaknaan)

1). Jika tingkat kemaknaan >0,05 maka Ho diterima.

2). Jika tingkat kemaknaan < 0,05 maka Ho ditolak.

42

Page 43: ROKOK DAN REMAJA

Nilai koefisien korelasi berkisar antara 0-1, nilai 0 menunjukkan

tidak ada hubungan, dan 1 menunjukkan yang sempurna. Nilai koefisien

korelasi ini dapat dilihat sebagai berikut (Sarwono:2006).

0,00 – 0,199 : Sangat lemah.

0,20 – 0,399 : Lemah.

0,40 – 0,599 : Sedang.

0,60 – 0,799 : Kuat.

0,80 – 1,000 : Sangat kuat.

c. Analisis Multivariat

Analisis Multivariat dilakukan untuk mengalisa hubungan variabel

bebas yang meliputi karakteristik responden, pengetahuan, sikap,

komitmen Masyarakat /Pemerintah terhadap Kesehatan, keluarga dan

teman terhadap variabel terikat yaitu praktik merokok, serta untuk

memprediksi variabel terikat apabila terjadi perubahan atas variabel

bebas. Disamping itu dalam analisis multivariat dapat diketahui besar

sumbangan/ faktor yang paling dominan dari variabel bebas terhadap

variabel terikat. Analisis yang digunakan adalah Regression Logistic

Analysis.

H. Etika Penelitian

Penelitian menekankan informed consent ( lembar persetujuan ) dengan

tujuan respoden mengerti maksud dan tujuan penelitian serta dampaknya. Jika

responden bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan

jika tidak bersedia peneliti harus menghormati keputusan dari respoden. Untuk

menjaga kerahasiaan dari responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden

tetapi cukup memberikan nomor kode atau inisial nama.

43