61
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagai perwujudan pemerintahan yang baik (good governance) maka setiap instansi pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada masyarakat. Salah satu wujud pertanggungjawaban tersebut melalui sistem pelaporan akuntabilitas. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah menyatakan bahwa untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah dengan menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia ini disusun sebagai implementasi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi berdasarkan Rencana Strategis yang telah ditetapkan. LAKIP ini menyajikan perencanaan dan capaian serta analisis pelaksanaan program dan kegiatan sesuai Rencana Kerja Tahunan. Penyusunan LAKIP dimaksudkan sebagai upaya menciptakan pemerintahan yang, bersih, akuntabel, berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). B. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai salah satu unit utama pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang hukum dan hak asasi manusia yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Hukum dan HAM, berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Untuk melaksanakan tugas dimaksud, Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi: 1) Penyusunan kebijakan teknis, program dan anggaran, pengkajian, penelitian dan pengembangan di bidang hukum dan hak asasi manusia; 2) Pelaksanaan pengkajian, penelitian, dan pengembangan di bidang hukum dan hak asasi manusia; 3) Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pengkajian, penelitian dan pengembangan di bidang hukum dan hak asasi manusia; dan 4) Pelaksanaan administrasi Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia;

Rumusan Kebijakan 2016 - balitbangham.go.id · pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada masyarakat. Salah satu wujud pertanggungjawaban tersebut

  • Upload
    ngonhi

  • View
    227

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagai perwujudan pemerintahan yang baik (good governance) maka setiap instansi

pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada

masyarakat. Salah satu wujud pertanggungjawaban tersebut melalui sistem pelaporan

akuntabilitas. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah menyatakan bahwa untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah

adalah dengan menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).

LAKIP Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia ini disusun

sebagai implementasi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi

berdasarkan Rencana Strategis yang telah ditetapkan. LAKIP ini menyajikan perencanaan dan

capaian serta analisis pelaksanaan program dan kegiatan sesuai Rencana Kerja Tahunan.

Penyusunan LAKIP dimaksudkan sebagai upaya menciptakan pemerintahan yang, bersih,

akuntabel, berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang RINomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme (KKN).

B. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai salah satu

unit utama pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai tugas

melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang hukum dan hak asasi manusia yang

berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Hukum dan HAM,

berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2016 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Untuk melaksanakan tugas dimaksud, Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan

Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi:

1) Penyusunan kebijakan teknis, program dan anggaran, pengkajian, penelitian dan

pengembangan di bidang hukum dan hak asasi manusia;

2) Pelaksanaan pengkajian, penelitian, dan pengembangan di bidang hukum dan hak asasi

manusia;

3) Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pengkajian, penelitian dan

pengembangan di bidang hukum dan hak asasi manusia; dan

4) Pelaksanaan administrasi Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi

Manusia;

5) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Visi dari Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

adalah: ”Lembaga Penelitian dan Pengembangan yang profesional dan terpercaya bagiKementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.” Sedangkan misi Badan Penelitian dan

Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah:

1. Menyediakan data dan informasi berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan yang

mendukung prioritas Kepastian dan Penegakan Hukum;

2. Menghasilkan rekomendasi kebijakan hasil penelitian dan pengembangan Hukum dan HAM

sebagai bahan pembangunan hukum dan nasional dan perumusan kebijakan hukum dan

HAM.

3. Menyediakan sumber daya manusia yang profesional dalam mendukung kegiatan penelitian

dan pengembangan.

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia telah menetapkan

nilai-nilai dasar yang dapat dijadikan sebagai pedoman oleh setiap pegawai dalam menetapkan

keputusan berkaitan dengan upaya pencapaian visi dan misi Badan Penelitian dan

Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia. Nilai-nilai dasar tersebut sebagai berikut:

Kejujuran

Profesional

Loyalitas

Integritas

Terpercaya

Tujuan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan guna mendukung upaya kepastian dan

penegakan hukum.

2. Meningkatkan hasil penelitian dan pengembangan di bidang Hukum dan HAM yang

digunakan pemangku kepentingan.

3. Meningkatkan hasil penelitian dan pengembangan bidang Hukum dan HAM yang dijadikan

bahan perumusan kebijakan.

4. Meningkatkan hasil penelitian dan pengembangan bidang Hukum dan HAM yang dijadikan

bahan penyusunan peraturan perundang-undangan.

5. Meningkatkan hasil penelitian dan pengembangan bidang Hukum dan HAM yang

dipublikasikan.

Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, maka organisasi Badan Penelitian dan

Pengembangan Hukum dan HAM terdiri atas unit kerja:

1. Sekretariat Badan

2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum

3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia

4. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan

5. Pusat Pengembangan Data dan Informasi Penelitian Hukum dan Hak Asasi Manusia

STRUKTUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

C. DUKUNGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Dalam penyelenggaraan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Penelitian

Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia didukung oleh sumber daya manusia (SDM)

dari multidisiplin keilmuan dan berbagai tingkat pendidikan mulai dari SMA, S1, S2 dan S3 yang

berjumlah 129 (seratus dua puluh sembilan) orang. SDM tersebut meliputi pejabat struktural,

fungsional peneliti, fungsional perancang, fungsional umum dan fungsional medis. Terdapat 22

(dua puluh dua) orang fungsional peneliti yang 5 (lima) orang diantaranya merangkap jabatan

struktural eselon IV. Dalam rangka peningkatan SDMnya maka berbagai pendidikan dan

pelatihan dilaksanakan, baik melalui pendidikan formal untuk S2 dan S3 maupun pendidikan non

formal seperti pelatihan teknis dan pelatihan bagi fungsional peneliti.

No Unit Kerja Lak-laki Perempuan Jumlah

1. Sekretariat Badan 28 22 502. Puslitbang Hukum 18 19 273. Puslitbang HAM 17 12 294. Pusjianbang Kebijakan 20 9 295. Pusbangdatin Litkumham 14 5 19

Table 1 - Data Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2016

No Jabatan Jumlah1. Eselon I 1 orang2. Eselon II 5 orang3. Eselon III 17 orang4. Eselon IV 34 orang5. Jabatan Fungsional Peneliti 50 orang6. Penyuluh Hukum 1 orang7. Jabatan Fungsional Umum 47 orang8. Jabatan Fungsional Medis 3 orang9. Pegawai yang diperbantukan di Instansi lain 1 orang10. Jabatan Fungsional Peneliti yang merangkap eselon IV 5 orang

Jumlah 129 orangTable 2 - Data Pegawai Berdasarkan Jabatan Tahun 2016

D. PERMASALAHAN ORGANISASI

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan

HAM, beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain:

1. Kurangnya jumlah sumber daya manusia dalam mendukung pelaksanaan tugas sehingga

tugas-tugas struktual dan administatif juga dirangkap oleh pejabat fungsional peneliti.

2. Hasil-hasil penelitian, pengembangan dan evaluasi yang telah dilaksanakan oleh Badan

Penelitian dan Pengembangan HAM belum sepenuhnya termanfaatkan oleh masyarakat

dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang membutuhkannya, keadaan ini disebabkan

oleh:

Kurang meratanya pendistribusian hasil-hasil penelitian, pengembangan dan evaluasi

serta minimnya kegiatan sosialisasi, sehingga mengakibatkan outcome dari hasil

penelitian, pengembangan dan evaluasi tidak maksimal;

Belum adanya mekanisme yang jelas dalam penentuan judul penelitian, agar penelitian

yang dilakukan benar-benar dapat dimanfaatkan masyarakat atau Pemangku

kepentingan (stakeholders);

Pengukuran manfaat (outcomes) Penelitian dan Pengembangan masih belum optimal,

karena pemanfaatan hasil litbang sering kali tidak dilakukan pada waktu yang singkat,

namun dapat dimanfaatkan pada waktu yang akan datang pada saat pemangku

kepentingan (stakeholders) membutuhkan;

Kurang maksimalnya rapat dengan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam

rangka pemanfaatan hasil-hasil litbang.

3. Sistem penganggaran yang belum berbasis pada kebutuhan riset dengan adanya fleksibilitas

penggunaan dana;

4. Belum adanya pemetaan permasalahan hak asasi manusia baik secara sektoral maupun

regional yang dapat digunakan sebagai acuan pengangkatan tema penelitian;

5. Setelah perubahan nomenklatur Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia

(Balitbang HAM) menjadi Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi

Manusia (Balitbang Hukum dan HAM) berdasarkan Peraturan Menteri hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015, diundangkan tanggal 30 September

2015, maka seluruh Pejabat Fungsional Peneliti yang berada di Badan Pembinaan Hukum

Nasional (sebanyak 24 orang) dan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan

(sebanyak 12 orang) dimutasikan ke Balitbang Hukum dan HAM. Pemindahan para pejabat

fungsional peneliti tersebut belum didukung dengan tersedianya ruangan dan

sarana/prasarana yang memadai.

6. Belum dibentuknya Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang bertanggung

jawab melaksanakan pelayanan informasi kepada publik;

7. Para peneliti belum memiliki wahana penulisan yang memadai karena Jurnal Hak Asasi

Manusia dan Jurnal Kebijakan yang dimiliki Balitbang Hukum dan HAM belum terakreditasi,

sehingga peneliti kurang bersemangat menulis di kedua jurnal tersebut;

8. Belum ada pegawai yang bersedia mengisi formasi Jabatan Fungsional Analis Kebijakan.

Adanya Pejabat Fungsional Analis Kebijakan sangat diperlukan karena pada nomenklatur

baru, Balitbang Hukum dan HAM memiliki unit Pusat Pengkajian dan Pengembangan

Kebijakan (Pusjianbang);

9. Balitbang Hukum dan HAM merupakan lembaga pemerintah yang menjalankan tugas dan

fungsi litbang, sehingga diperlukan adanya dewan pakar yang beranggotakan peneliti dari

dalam dan luar Balitbang Hukum dan HAM, dewan pakar berfungsi memberikan masukan

kebijakan strategis kepada Pimpinan Balitbang Hukum dan HAM.

BAB IIPERENCANAAN KINERJA

Sebagaimana diuraikan dalam Bab I, bahwa Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum

dan HAM unsur penunjang pelaksanaan tugas pokok Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia di bidang penelitian dan pengembangan hukum dan hak asasi manusia mengemban

satu program yaitu Program Penelitian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Sasaran Strategis yang akan dicapai yang dijabarkan dalam Rencana Strategis Badan

Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia 2015-2019 yang pencapaiannya

diukur melalui indikator kinerja berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015. Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, Kegiatan,

Indikator Hasil, Target dan Anggaran Tahun 2016 dapat diuraikan sebagai berikut:

Program SasaranStrategis

Indikator KinerjaUtama Target

ProgramPenelitian danPengembanganKementerianHukum danHak AsasiManusia

Tersedianya rekomendasi kebijakan hasilpenelitian dan pengembangan hukumdan hak asasi manusia yang digunakansebagai bahan pembentukan hukumnasional

Jumlah rekomendasi kebijakan hasilpenelitian dan pengembangan hukumdan hak asasi manusia yang disampaikansebagai bahan pembentukan hukumnasional

25

Tersedianya rekomendasi kebijakan hasilpenelitian dan pengembangan hukumdan hak asasi manusia yang digunakansebagai bahan perumusan kebijakanhukum dan hak asasi manusia

Jumlah rekomendasi kebijakan hasilpenelitian dan pengembangan hukumdan hak asasi manusia yang disampaikansebagai bahan perumusan kebijakanhukum dan hak asasi manusia

30

Sasaran Strategis dan Indikator Output tersebut di atas dapat diukur melalui indikator

output kegiatan sesuai dengan target dan anggaran sebagai berikut:

Kegiatan SasaranKegiatan

Indikator KinerjaKegiatan Target

Kegiatan Penelitian danPengembangan Hukum

Rekomendasi hasilpenelitian danpengembangan hukumsebagai bahanpembentukan hukumnasional

Jumlah rekomendasi hasilpenelitian dan pengembanganhukum sebagai bahanpembentukan hukum nasional

15

Kegiatan Penelitian danPengembangan Hak AsasiManusia

Rekomendasi hasilpenelitian danpengembangan hak asasimanusia sebagai bahanperumusan kebijakan hakasasi manusia

Jumlah rekomendasi hasilpenelitian dan pengembanganhak asasi manusia sebagaibahan perumusan kebijakan hakasasi manusia

20

Kegiatan Pengkajian danPengembangan Kebijakan

Rekomendasi hasilpengkajian danpengembangan kebijakansebagai bahan perumusankebijakan teknis di bidanghukum dan hak asasimanusia

Jumlah rekomendasi hasilpengkajian dan pengembangankebijakan sebagai bahanperumusan kebijakan teknis dibidang hukum dan hak asasimanusia

20

Kegiatan PengembanganData dan InformasiPenelitian Hukum dan HakAsasi Manusia

Data dan informasipenelitian hukum dan hakasasi manusia sebagaibahan rekomendasikebijakan di bidang hukumdan hak asasi manusia

Jumlah buku mengenai data daninformasi penelitian hukum danhak asasi manusia sebagaibahan rekomendasi kebijakan dibidang hukum dan hak asasimanusia

3

Publikasi hasil penelitiandan pengembangan hukumdan hak asasi manusia

Jumlah hasil penelitian danpengembangan hukum dan hakasasi manusia yangdipublikasikan pada jurnal

18

Kegiatan DukunganManajemen danPelaksanaan Tugas TeknisLainnya Badan Penelitiandan Pengembangan Hukumdan Hak Asasi Manusia

Layanan KepegawaianBalitbang Hukum dan HAM

Jumlah dokumen administrasikepegawaian yang akuntabel 129

Jumlah bulan layanankepegawaian 12

Dokumen PerencanaanProgram, Anggaran danKelembagaan BalitbangHukum dan HAM

Jumlah dokumen perencanaanprogram dan anggaran yangdihasilkan

34

Jumlah dokumen evaluasipelaksanaan program yangdihasilkan

8

Jumlah dokumen reformasibirokrasi dan kelembagaan yangdihasilkan

2

Layanan PengelolaanKeuangan Balitbang Hukumdan HAM

Jumlah laporan keuangan yangakuntabel dan tepat waktu 19

Jumlah bulan layananpelaksanaan anggaran 12

Persentase penyerapananggaran yang akuntabel 75

Layanan PelaksanaanKehumasan danKetatausahaan BalitbangHukum dan HAM

Jumlah bulan layanankehumasan dan ketatausahaan 12

Layanan PengelolaanBarang Milik NegaraBalitbang Hukum dan HAM

Jumlah dokumen pengelolaanBMN yang akurat dan akuntabel 2

Jumlah bulan layanankerumahtanggaan danperlengkapan

12

Dokumen PelaksanaanTugas Teknis LainnyaBalitbang Hukum dan HAM

Jumlah pelaksanaan tugasteknis lain Balitbang Hukum danHAM

5

Layanan Perkantoran Layanan Perkantoran 12

BAB IIIAKUNTABILITAS KINERJA

A. Capaian Kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum

Pengukuran tingkat capaian kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum tahun

2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian indikator sasaran yang

telah ditetapkan dalam Penetapan Kinerja tahun 2016 dengan realisasi pencapaiannya. Tingkat

capaian kinerja berdasarkan hasil pengukurannya dapat diuraikan dalam tabel berikut:

No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian

(1)Rekomendasi hasil penelitian danpengembangan hukum sebagaibahan pembentukan hukum nasional

Jumlah rekomendasi hasil penelitiandan pengembangan hukum sebagaibahan pembentukan hukum nasional

15 10 67%

Tabel 1 - Capaian Kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum

Untuk mengukur realisasi hasil penelitian dan pengembangan hukum sebagai bahan

pembentukan hukum nasional dapat menggunakan formulasi berikut:

1) Rekomendasi Kebijakan Pusat Penelitian dan Pengembangan HukumTerkait dengan Rumusan Kebijakan yang telah dihasilkan oleh Pusat Penelitian dan

Pengembangan (Puslitbang) Hukum, kami telah membuat buku hasil penelitian,

pengembangan, Policy Brief dan Policy Memo yang telah disampaikan kepada stakeholders.

Dalam pembuatan Policy Memo Puslitbang Hukum juga telah melibatkan stakeholders terkait

dengan substansi dari masing-masing judul. Namun pada umumnya stakeholders dari

Puslitbang Hukum merupakan pihak eksternal dari Kementerian Hukum dan HAM, maka

kami hanya sebatas merekomendasikan secara langsung kepada stakeholders terkait.

Berikut rangkuman rekomendasi yang kami berikan:

I. Penerapan Restorative Justice Pada Tindak Pidana Anak

Stakeholders Rekomendasi

EKSTERNAL:a) Badan Reserse

Kriminal KepolisianRepublik Indonesia

b) Direktorat JenderalRehabilitasi SosialKementerian SosialRepublik Indonesia

c) Yayasan LembagaBantuan HukumIndonesia

1) Perlu segera memenuhi jumlah penyidik anak dengan mengadakan pendidikandan latihan tentang Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UUSPPA),bekerjasama dengan pihak terkait. (Perumusan Kebijakan-1)

2) Mendorong di setiap Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor untukmenyediakan ruangan khusus pemeriksaan dan penahanan tersangka orangdewasa.

3) Peran Bhayangkara Pembina Keamanan dan ketertiban masyarakat(Bhabinkamtibmas) perlu didorong agar dapat menjembatani penyelesaiananak yang melakukan kejahatan, tidak harus berlangsung sampai ke peradilan.

1) Melakukan pendampingan dan pembimbingan pada anak pelaku kejahatan,anak korban dan anak saksi. (Perumusan Kebijakan-2)

2) Melakukan rehabilitasi pada pelaku kejahatan anak, anak korban dan anaksaksi.

3) Melakukan pembimbingan dan pembinaan terhadap mantan anak pidana.

1) Mendampingi anak pelaku kejahatan pada saat dimulainya penyidikan danpenangkapan oleh kepolisian serta pada saat terjadinya kejahatan yangmelibatkan anak sebagai pelaku kejahatan di tengah masyarakat. (PerumusanKebijakan-3)

2) Mengupayakan penguatan restorative justice dan diversi pada saat penyidikan,penuntutan sampai penetapan putusan di pengadilan negeri.

3) Memberikan bantuan hukum untuk mendapatkan keadilan bagi terdakwa anaksetelah memperoleh vonis hakim, mengupayakan banding, kasasi, bahkanpeninjauan kembali. Disamping itu lembaga bantuan hukum berkewajibanmendorong dan menjembatani anak korban, dan anak saksi untuk memintaperlindungan pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sertamerumuskan tuntutan ganti rugi pada pelaku maupun negara.

INTERNAL:Direktorat JenderalPemasyarakatanKementerian Hukum danHak Asasi ManusiaRepublik Indonesia

1) Mengadakan kerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi/kabupaten/Kotauntuk mengoptimalkan pendidikan lanjutan di LPKA (Perumusan Kebijakan-4)

2) Menyediakan anggaran yang memadai dalam proses diversi/peradilan anakpada petugas BAPAS

3) Meningkatkan jumlah/kuantitas pendidikan dan pelatihan terpadu SPPA4) Kantor Wilayah kementerian Hukum dan HAM RI, perlu mengusahakan

pendekatan terhadap Kantor Wilayah Kementerian Agama dan PemerintahDaerah dalam upaya mendukung penanganan anak yang berhadapan denganhukum di wilayahnya masing-masing.

II. Transformasi Model Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak

Stakeholders Rekomendasi

EKSTERNAL :Komisi Pemilihan Umum Ketua Komisi Pemilihan Umum patut mempertimbangkan untuk membuat

mekanisme uji publik bagi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, CalonBupati dan Calon Wakil Bupati sehingga pelaksanaan uji publik yang disarankandalam penelitian ini dapat menghasilkan kepala daerah yang memiliki kompetensi,pengetahuan di bidang pemerintahan dan kepemimpinan, integritas dan moralitasyang dibutuhkan oleh rakyat.

INTERNAL:Direktur JenderalPeraturan Perundang-undangan, KementerianHukum dan HAM RepublikIndonesia

Dalam rangka mewujudkan hakekat demokrasi (dari rakyat, oleh rakyat dan untukrakyat) melalui pemilihan kepala daerah baik Gubernur, Bupati dan Walikota,Direktorat Jenderal Peraturan perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HakAsasi Manusia RI untuk mendorong perubahan terhadap Undang-Undang Nomor10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015dengan memasukan substansi sebagai berikut: (Pembentukan Hukum-1)1) Warga Negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil

Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota danCalon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan telah mengikuti ujipublik yang dilakukan oleh partai politik atau gabungan partai politikpengusungnya.

2) Merubah ketentuan pasal 42 ayat (4), (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 10Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi:a) Pasal 42 ayat (4) Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil

Gubernur oleh partai politik ditandatangani oleh ketua partai politik dansekretaris partai politik tingkat provinsi;

b) Pasal 42 ayat (5) pendaftaran pasangan Calon Bupati dan Calon WakilBupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota olehpartai politik ditandatangani oleh ketua partai politik dan sekretaris partaipolitik tingkat kabupaten/kota;

c) Pasal 42 ayat (6) Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon WakilGubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, sertapasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota oleh gabungan partaipolitik ditandatangani oleh para ketua partai politik dan para sekretarispartai politik di tingkat provinsi atau para ketua partai politik dan parasekretaris partai politik di tingkat kabupaten/kota

3) Merubah ketentuan Pasal 200 yang semula berbunyi pendanaan kegiatanpemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, pemilihan Bupati dan Wakil Bupatidan Walikota dan Wakil Walikota dibebankan pada APBD menjadi pendanaankegiatan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, pemilihan Bupati dan WakilBupati dan Walikota dan Wakil Walikota dibebankan pada APBN.

III. Efektivitas Forum Mahkumjakpol dalam Penanganan Tindak Pidana Narkotika

Stakeholders Rekomendasi

EKSTERNAL :a) Ketua Mahkamah

Agung

b) Kepala KepolisianRepublik Indonesia

c) Jaksa Agung RepublikIndonesia

d) Menteri Sosial RepublikIndonesia

1) Untuk mengefektifkan forum Mahkumjakpol Plus (pusat dan daerah), perlukoordinasi dan kerjasama dalam bentuk sinkronisasi dan distribusi informasiguna memaksimalkan pelaksanaan penanganan pecandu dan korbanpenyalahgunaan narkotika dalam proses hukum; (Perumusan Kebijakan-5)

2) Membuat petunjuk teknis dalam menyikapi persoalan penyalahgunaan narkotikadalam lembaga rehabilitasi, khususnya mengenai penetapan pengadilan untukmelaksanakan rehabilitasi bagi tersangka selama proses pengadilan;

3) Perlu dibuat petunjuk teknis dalam mengatasi persoalan penyalahgunaannarkotika dalam lembaga rehabilitasi dengan didukung penguatan organisasidan anggaran;

4) Perlu dilibatkan keikutsertaan Pemerintah Daerah/Provinsi/Kabupaten/Kota danOrganisasi Profesi serta Non Government Organization (NGO).

1) Untuk mengefektifkan forum Mahkumjakpol Plus (pusat dan daerah), perlukoordinasi dan kerjasama dalam betuk sinkronisasi dan distribusi informasi gunamemaksimalkan pelaksanaan penanganan pecandu dan korbanpenyalahgunaan narkotika dalam proses hukum; (Perumusan Kebijakan-6)

2) Membuat petunjuk teknis dalam mengatasi persoalan penyalahgunaan narkotikadalam lembaga rehabilitasi; khususnya mengenai keamanan dan pengawasanoleh SABHARA POLRI dan pengawasan dalam penyalahgunaan narkotikadalam proses hukum oleh BARESKRIM POLRI;

3) Perlu dibuat petunjuk teknis dalam mengatasi persoalan penyalahgunaannarkotika dalam lembaga rehabilitasi dengan didukung penguatan organisasidan anggaran;

4) Perlu dilibatkan keikutsertaan Pemerintah Daerah/Provinsi/Kabupaten/Kota danOrganisasi Profesi serta Non Government Organization (NGO).

1) Untuk mengefektifkan forum Mahkumjakpol Plus (pusat dan daerah), perlukoordinasi dan kerjasama dalam betuk sinkronisasi dan distribusi informasi gunamemaksimalkan pelaksanaan penanganan pecandu dan korbanpenyalahgunaan narkotika dalam proses hukum;

2) Perlu dibuat petunjuk teknis dalam mengatasi persoalan penyalahgunaannarkotika dalam lembaga rehabilitasi dengan didukung penguatan organisasidan anggaran;

3) Perlu dilibatkan keikutsertaan Pemerintah Daerah/Provinsi/Kab/Kota danOrganisasi Profesi serta Non Government Organization (NGO).

1) Untuk mengefektifkan forum Mahkumjakpol Plus (pusat dan daerah), perlukoordinasi dan kerjasama dalam betuk sinkronisasi dan distribusi informasi gunamemaksimalkan pelaksanaan penanganan pecandu dan korbanpenyalahgunaan narkotika dalam proses hukum;

2) Perlu dilibatkan keikutsertaan Pemerintah Daerah/Provinsi/Kabupaten/Kota danOrganisasi Profesi serta Non Government Organization (NGO);

3) Membuat petunjuk teknis tentang penempatan rehabilitasi sosial bagi pecandunarkotika dan korban penyalahgunaan narkotika sebagai tersangka dan atauterdakwa yang telah dilengkapi surat hasil asesmen dari tim asesmen terpadu.Upaya ini dilakukan melalui Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial KementerianSosial.

e) Menteri KesehatanRepublik Indonesia

1) Membuat petunjuk teknis tentang tempat rehabilitasi medis bagi pecandunarkotika dan korban penyalahgunaan narkotika sebagai tersangka dan atauterdakwa yang telah dilengkapi surat hasil asesmen dari tim asesmen terpadu.Upaya ini dapat dilakukan Direktorat Jenderal Bina Upaya KesehatanKementerian Kesehatan RI;

2) Untuk mengefektifkan forum Mahkumjakpol Plus (pusat dan daerah), perlukoordinasi dan kerjasama dalam betuk sinkronisasi dan distribusi informasi gunamemaksimalkan pelaksanaan penanganan pecandu dan korbanpenyalahgunaan narkotika dalam proses hukum;

3) Perlu dilibatkan keikutsertaan Pemerintah Daerah/Provinsi/Kabupaten/Kota danOrganisasi Profesi serta Non Government Organization (NGO).

INTERNAL:Direktur JenderalPemasyarakatan,Kementerian Hukum danHAM

1) Untuk mengefektifkan forum Mahkumjakpol Plus (pusat dan daerah), perlukoordinasi dan kerjasama dalam bentuk sinkronisasi dan distribusi informasiguna memaksimalkan pelaksanaan penanganan pecandu dan korbanpenyalahgunaan narkotika dalam proses hukum; (Perumusan Kebijakan-7)

2) Perlu melakukan restrukturisasi organisasi dan anggaran pada LembagaPemasyarakatan Narkotika;

3) Perlu dibuat petunjuk teknis mengenai pecandu dan bandar serta penempatanbandar pada lapas khusus yang sudah melalui tim asesmen terpadu terkaitpenyalahgunaan narkotika dalam lembaga rehabilitasi;

4) Perlu melibatkan Pemerintah Daerah/Provinsi/Kab/Kota dan Organisasi Profesiserta Non Government Organization (NGO) dalam penanganan pecandu dankorban penyalahgunaan narkotika.

IV. Aspek Hukum Pemberian Remisi kepada Narapidana Korupsi

Stakeholders Rekomendasi

INTERNAL:a) Direktur Jenderal

PemasyarakatanKementerian Hukumdan HAM R.I

b) Direkur JenderalPeraturan Perundang-Undangan KementerianHukum dan HAM R.I

Berdasarkan hasil penelitian “Aspek Hukum Pemberian Remisi KepadaNarapidana” yang telah dilakukan oleh Badan Penelitian dan PengembanganHukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM R.I, diperoleh hasil bahwa belumada alur dan mekanisme yang tepat, tidak ada panduan yang menjadi pegangansehingga sulit untuk mendapatkan data dan informasi tentang kondisi faktualdalam UPT Pemasyarakatan.Sehubungan dengan hal tersebut, kehadiran instrumen atau perangkat hukumyang mengatur tentang bagaimana keterlibatan masyarakat (seperti: media, LSM,dan perorangan) dalam melakukan kontrol atau pengawasan pada tiap UPTPemasyarakatan sangat mendesak untuk diwujudkan, sehingga proses pemberianhak-hak narapidana pada tiap UPT Pemasyarakatan dapat berjalan secaraoptimal. (Perumusan Kebijakan-8)

1) Perlu diubah PP Nomor 99 Tahun 2012 khususnya mengenai perubahansyarat pemberian remisi kepada narapidana tertentu dengan caramemberlakukan syarat-syarat yang sama dengan narapidana lain atausetidaknya ada pembedaan pemberian remisi kepada narapidana berdasarkankepada tinggi rendahnya jabatan dan jumlah uang yang dikorupsinya.(Pembentukan Hukum-2)

2) Agar dalam perubahan KUHAP dipertimbangkan mengenai keberadaan HakimPengawas dan Pengamatan yang tercantum dalam Pasal 277 jo. SEMANomor 7/1985 tentang Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat,apakah lembaga ini masih perlu dipertahankan mengingat sampai saat iniLembaga tersebut tidak pernah berfungsi efektif. (Pembentukan Hukum-3)

3) Agar melakukan revisi tentang Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentangPemasyarakatan dan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-UndanganRepublik Indonesia Nomor: M.02.Pr.08.03 Tahun 1999 tentang PembentukanBalai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan,setidak-tidaknya mengenai keberadaan Hakim Pengawas dan Pengamat

dalam keanggotaan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan/Tim PengamatPemasyarakatan (BPP/TPP). (Pembentukan Hukum-4)

V. Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Penerapan UU Sistem Peradilan Pidana Anak

Stakeholders Rekomendasi

EKSTERNAL:Direktur Tindak PidanaUmum Bareskrim Polri

Melakukan koordinasi terhadap aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisianuntuk dapat menggunakan hasil laporan penelitian kemasyarakatan dari BAPASsecara lebih intensif dalam hal tahap penyidikan sesuai dengan Sistem PeradilanPidana Terpadu.

INTERNAL:a) Direktur Jenderal

PemasyarakatanKementerian Hukumdan HAM

b) Kepala BadanPembinaan SumberDaya Manusia(BPSDM) Hukum danHAM KementerianHukum dan HAM

c) Kepala Kantor WilayahKementerian Hukumdan HAM DKI Jakarta,Bali, dan SumateraUtara

d) Kepala BadanPembinaan HukumNasional (BPHN)Kementerian Hukumdan HAM

1) Melakukan rekrutmen pegawai dari berbagai disiplin ilmu yang terampil danberkemampuan serta memenuhi spesifikasi terutama di bidang Psikologi,Krimonologi, ahli pidana, dan Sosiologi yang bekaitan dengan sistem peradilanpidana anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak untuk anak-anak binaanjuga dalam hal ini perlu bekerjasama dengan Universitas/ LSM/Lembagaprofesional lainnya.

2) Bekerjasama dengan Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pendidikan,dan Kementerian lainnya serta instansi pemerintah daerah terkait agar bagipelaku anak yang sudah mendapatkan keterampilan selama di LembagaPembinaan Khusus Anak dapat disalurkan untuk bekerja atau melanjutkanpendidikan setelah keluar dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak.

3) Menyiapkan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di 34 (tiga puluhempat) Provinsi dan kabupaten/kota.

4) Secara bertahap perlu berkoordinasi dengan Kementerian Sosial untukmenyiapkan Lembaga Pembinaan Anak Sementara yang kondusif untukmenghindari anak ditahan selama proses peradilan.

5) Mengkaji kembali Pasal 7, Pasal 32 dan Pasal 52 Undang-Undang SistemPeradilan Pidana Anak dalam pelaksanaan diversi di lapangan.

Meningkatkan pelatihan TOT terpadu dengan kurikulum dan narasumber yangmemenuhi syarat kompetensi dan kualifikasi yang relevan serta sasaran pelatihanyang sesuai dengan kebutuhan keterpaduan dalam penanganan Sistem PeradilanPidana Anak.

Melaksanakan sosialisasi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anakbekerjasama dengan Pemerintah Daerah dengan melibatkan SKPD terkait, sepertiDinas Kesbangpol, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial dan Dinas PemberdayaanPerempuan dan Perlindungan Anak termasuk aparat wilayah seperti Lurah, KepalaDesa, hingga RT dan RW.

Melakukan sosialisasi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak secara terusmenerus melalui kegiatan penyuluhan hukum bagi Aparat Penegak hukum danmasyarakat dengan melibatkan aparat penegak hukum yang sudah memahamiUndang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak secara komprehensif. (PerumusanKebijakan-9)

VI. Penentuan Kriteria Desa/Kelurahan Sadar Hukum

Stakeholders Rekomendasi

EKSTERNAL:a) Kementerian Desa,

Pembangunan DaerahTertinggal danTransmigrasi c.q DirjenPembangunan danPemberdayaanMasyarakat Desa.

b) Kementerian Sosialc.q. Kepala BadanPendidikan danPenelitianKesejahteraan Sosial

c) Kementerian DalamNegeri c.q. Kepala BiroHukum

1) Membuat program terpadu untuk menentukan program yang berkelanjutan dandievaluasi setiap tahunnya dalam hal sinergi antar kementerian sehinggadiharapkan program itu fokus dan tidak tumpang tindih misal ProgramPenyuluhan Terpadu pada Masyarakat dan ada indikator kriteria sehingga adaprogram penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakattepat sasaran. (Perumusan Kebijakan-10)

2) Menyusun juklak dan juknis yang jelas antar stakeholders terkait dalammembahas program kesadaran hukum dalam masyarakat atau peraturanbersama antar kementerian sehingga tidak tumpang tindih tapi salingbersinergi, pembahasan tentang anggaran jelas, akuntabel dan transparanserta SDM yang profesional terkait dengan penyuluh di lapangan.

1) Membuat program terpadu untuk menentukan program yang berkelanjutan dandievaluasi setiap tahunnya dalam hal sinergi antar kementerian sehinggadiharapkan progam itu fokus dan tidak tumpang tindih misal ProgramPenyuluhan Terpadu pada Masyarakat dan ada indikator kriteria sehingga adaprogram penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakattepat sasaran.

2) Menyusun juklak dan juknis yang jelas antar stakeholders terkait dalammembahas program kesadaran hukum dalam masyarakat atau peraturanbersama antar kementerian sehingga tidak tumpang tindih tapi salingbersinergi, pembahasan tentang anggaran jelas, akuntabel dan transparanserta SDM yang profesional terkait dengan penyuluh di lapangan.

1) Berdasarkan Instrumen Pengungkap Data SubBidang Keamanan danKetertiban yang dibuat oleh Kementerian Dalam Negeri bahwa diperlukanharmonisasi antara desa/kelurahan sadar hukum dengan mekanisme evaluasipemerintahan desa/kelurahan. Hal ini dipahami mengingat peraturanperundang-undangan terkini yang memiliki kaitan erat dengan kriteria desasadar hukum, seperti undang-undang pemerintahan daerah, undang-undangdesa, berikut regulasi turunannya; (Perumusan Kebijakan-11)

2) Membuat program terpadu untuk menentukan program yang berkelanjutan dandievaluasi setiap tahunnya dalam hal sinergi antar kementerian sehinggadiharapkan progam itu fokus dan tidak tumpang tindih misal ProgramPenyuluhan Terpadu pada Masyarakat dan ada indikator kriteria sehingga adaprogram penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakattepat sasaran;

3) Menyusun juklak dan juknis yang jelas antar stakeholders terkait dalammembahas program kesadaran hukum dalam masyarakat atau peraturanbersama antar kementerian sehingga tidak tumpang tindih tapi salingbersinergi, pembahasan tentang anggaran jelas, akuntabel dan transparanserta SDM yang profesional terkait dengan penyuluh di lapangan.

INTERNAL:a) Kementerian Hukum

dan HAMc.q.Kepala BadanPembinaan HukumNasional

1) Membuat program terpadu untuk menentukan program yang berkelanjutan dandievaluasi setiap tahunnya dalam hal sinergi antar kementerian sehinggadiharapkan progam itu fokus dan tidak tumpang tindih misal ProgramPenyuluhan Terpadu pada Masyarakat dan ada indikator kriteria sehingga adaprogram penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakattepat sasaran.

2) Menyusun juklak dan juknis yang jelas antar stakeholders terkait dalam

b) Kementerian Hukumdan HAMc.q.Direktur JenderalPeraturan Perundang-undangan

membahas program kesadaran hukum dalam masyarakat atau peraturanbersama antar kementerian sehingga tidak tumpang tindih tapi salingbersinergi, pembahasan tentang anggaran jelas, akuntabel dan transparanserta SDM yang profesional terkait dengan penyuluh di lapangan.

Dapat kiranya mengambil tindakan perbaikan yaitu revisi terhadap peraturanKepala Badan Pembinaan Hukum Nasional menjadi Peraturan Menteri atauPeraturan Presiden karena peraturan tersebut belum terimplementasi dengan baikkarena kriteria penetapan desa sadar hukum sebagaimana tercantum dalamlampiran Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional tersebutmasih ada kriteria yang belum jelas penjabarannya. Oleh karenanya perluperubahan terhadap ketentuan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasionaltersebut. (Pembentukan Hukum-5)

VII. Isu AktualPencegahan Peredaran Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan dan Rutan

Ditinjau dari Perspektif Hukum

Stakeholders Rekomendasi

Direktur JenderalPemasyarakatanKementerian Hukum danHAM

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan perlu mempertimbangkan hal-hal sebagaiberikut:

a) Pencegahan peredaran narkoba di Lapas dan Rutan dilakukan melengkapi(Perumusan Kebijakan-12)1) Legal Structure

Penyempurnaan Legal Structure yakni dengan memenuhi Alatpendeteksi logam (metal detector), CCTV, Anjing Pelacak, RuangSterilisasi, Profesionalitas SDM, Pemeriksaan Pengunjung, Kerjasama, Pemeriksaan Narapidana Asimilasi, Pemeriksaan WargaBinaan Pemasyarakatan, Pemeriksaan Toko/Warung, danPenghargaan.

2) Legal CulturePenyempurnaan Legal Culture berupa pembenahan sikap pengunjunguntuk tidak mengedarkan narkoba di Lapas dan Rutan melaluitindakan tegas terhadap pengunjung yang membawa narkoba, sertapemeriksaan yang cermat terhadap segala barang bawaanpengunjung

3) Legal SubstancePenyempurnaan Legal Substance dengan melengkapi peraturanperundang-undangan berupa Peraturan Menteri

b) Memasukan ketentuan mengenai Kewajiban Kalapas dan Karutan dalamDraf Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentangPencegahan Peredaran Narkoba di Lapas dan Rutan. (PembentukanHukum-6)

c) Memasukan ketentuan mengenai Sarana Pencegahan Peredaran Narkobadalam Draf Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentangPencegahan Peredaran Narkoba di Lapas dan Rutan. (PembentukanHukum-7)

d) Memasukan ketentuan mengenai Alat Deteksi Pemindai Tubuh (body scan)dalam Draf Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentangPencegahan Peredaran Narkoba di Lapas dan Rutan. (PembentukanHukum-8)

e) Memasukan ketentuan mengenai rehabilitasi dalam Draf Peraturan MenteriHukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pencegahan Peredaran Narkoba diLapas dan Rutan (Pembentukan Hukum-9)

VIII. Isu AktualLembaga Pembinaan Khusus Anak dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana Anak

Stakeholders Rekomendasi

INTERNAL:Direktur JenderalPemasyarakatanKementerian Hukum danHAM

1) Menyiapkan petugas dari berbagai disiplin ilmu yang terampil danberkemampuan serta memenuhi spesifikasi terutama di bidang psikolog,krimonolog, ahli pidana, dan sosiolog yang bekaitan dengan Sistem PeradilanPidana Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak; (Perumusan Kebijakan-13)

2) Menyiapkan petugas LPKA yang mampu menjadi pembimbing atau pendidikbagi anak yang berkonflik dengan hukum, oleh sebab itu dalam perekrutanpegawai/petugas LPKA harus dimasukkan kriteria khusus terkait profesipembinaan;

3) Penambahan kuantitas pelatihan terkait pembinaan terhadap anak yangberkonflik dengan hukum bagi petugas LPKA;

4) Melaksanakan kerjasama dengan Kementerian Ketenagakerjaan, KementerianPendidikan dan Kebudayaan, dan instansi terkait lainnya agar memberikankesempatan pada Anak yang sudah mendapatkan keterampilan selama diLPKA untuk disalurkan pada lapangan kerja yang membutuhkan, atau dalammelanjutkan pendidikannya jika Anak tersebut keluar dari LPKA;

5) Secara bertahap perlu menyiapkan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)di 34 (tiga puluh empat) Provinsi, selain itu agar lebih memperhatikan kondisiLPKA yang sudah ada, seperti kurangnya sarana dan prasarana dankebersihan sel, agar tidak menjadi potensi masalah bagi anak yang berkonflikdengan hukum;

6) Melakukan koordinasi dengan Kementerian Sosial untuk menyiapkan LembagaPembinaan Anak Sementara yang kondusif, sebagai tempat bagi anak yangberhadapan dengan hukum selama menjalani proses peradilan

IX. Isu AktualKontroversi Hukuman Mati terhadap Tindak Pidana Narkotika dalam Perspektif Hukum

dan HAM

Stakeholders Rekomendasi

a) Ketua MahkamahAgung RI

b) Jaksa Agung RI

c) Kepala Kepolisian RI

1) Hukuman mati sebagai salah satu instrument penghukuman di Indonesia masihperlu dipertahankan, khususnya dalam tindak pidana narkotika yangdikategorikan berat, karena dalam Draf RUU KUHP masih mempertahankanhukuman mati walaupun dijatuhkan secara alternatif dan mengenal masapercobaan. (Perumusan Kebijakan-14)

2) Penegak hukum (Polisi, Jaksa, dangan Hakim) dalam menangani kasusnarkotika perlu mengedepankan prinsip kehati-hatian, agar tujuan utamapemidanaan bisa tercapai dan tepat sasaran.

3) Pemerintah dalam waktu dekat perlu melakukan mekanisme pembenahanmoratorium hukuman mati, guna memperbaiki mekanisme eksekusi mati sesuaivonis hakim.

1) Hukuman mati sebagai salah satu instrument penghukuman di Indonesia masihperlu dipertahankan, khususnya dalam tindak pidana narkotika yangdikategorikan berat, karena dalam Draf RUU KUHP masih mempertahankanhukuman mati walaupun dijatuhkan secara alternatif dan mengenal masapercobaan.

2) Penegak hukum (Polisi, Jaksa, dan Hakim) dalam menangani kasus narkotikaperlu mengedepankan prinsip kehati-hatian, agar tujuan utama pemidanaanbisa tercapai dan tepat sasaran.

3) Pemerintah dalam waktu dekat perlu melakukan mekanisme pembenahanmoratorium hukuman mati, guna memperbaiki mekanisme eksekusi mati sesuaivonis hakim.

1) Hukuman mati sebagai salah satu instrument penghukuman di Indonesia masihperlu dipertahankan, khususnya dalam tindak pidana narkotika yangdikategorikan berat, karena dalam Draf RUU KUHP masih mempertahankanhukuman mati walaupun dijatuhkan secara alternatif dan mengenal masapercobaan.

2) Penegak hukum (Polisi, Jaksa, dangan Hakim) dalam menangani kasusnarkotika perlu mengedepankan prinsip kehati-hatian, agar tujuan utamapemidanaan bisa tercapai dan tepat sasaran.

3) Pemerintah dalam waktu dekat perlu melakukan mekanisme pembenahanmoratorium hukuman mati, guna memperbaiki mekanisme eksekusi mati sesuaivonis hakim.

X. Isu AktualUpaya Penanggulangan Kerusuhan di LP dalam Perspektif Hukum

Stakeholders Rekomendasi

Direktur JenderalPemasyarakatanKementerian Hukum danHAM RI

1) Penambahan petugas pemasyarakatan yang terdidik dan memilki kemampuankhusus di bidang kemanan dan ketertiban serta peralatan keamanan dilapangan yang canggih.Pentingnya pembangunan relokasi gedung baru yanglebih representatif dengan sarana dan prasarana yang memadai gunamemenuhi pemenuhan kebutuhan dasar seperti air bersih, listrik, sandang,pangan hunian dan hak-hak warga binaan pemasyarakatan yang strategistanpa adanya perlakuan diskriminatif utamanya pemberian remisi. (PerumusanKebijakan-15)

2) Materi pembinaan harus dilakukan perubahan disesuaikan dengan

perkembangan zaman yang ada di masyarakat.3) Melakukan kerjasama pengamanan dengan Kepolisian Republik Indonesia dan

Tentara Nasional Indonesia melalui MOU.

XI. Isu AktualPengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

Stakeholders Rekomendasi

Direktorat JendaralPemasyarakatanKementerian Hukum danHAM

1) Menyusun regulasi terkait dengan Lapas Produktif agar tidak terjadi kesalahanprosedur dalam implementasi Lapas produktif termasuk Juklak/juknis bahkanStandar Operasional Prosedur (SOP). (Pembentukan Hukum-10)

2) Mempertimbangkan setiap model pengembangan Lapas Produktif untukdilakukan uji Cost Benefit Analisis ketiga model tersebut dengan Jangka waktudan evaluasi berdasarkan kuantitas dan kualitas sehingga dapat menjadi rulemodel dalam pengembangan Lapas Produktif di Indonesia.

3) Melaksanakan kerjasama dengan pihak terkait terutama sinergis antar Tugasdan Fungsi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan LembagaPemasyarakatan di Seluruh Wilayah Indonesia agar bisnis prosesPemasyarakatan berjalan dengan baik sehingga mudah untuk dilakukankerjasama dengan pihak ketiga.

XII. Isu AktualLegitimasi Qanun Hukum Jinayat dan Qanun Pokok-pokok Syariat Islam

dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Stakeholders Rekomendasi

EKSTERNAL:a) Ketua Mahkamah

Syariah Aceh

b) Ketua Majelis AdatAceh

c) Kepala Dinas SyariatIslam Aceh

d) Wilayatul HisbahProvinsi NAD

1) Membentuk forum komunikasi yang melibatkan seluruh elemen masyarakatyang secara rutin melakukan diskusi ilmiah dan sosialisasi Qanun-Qanunsyariat di Aceh. (Perumusan Kebijakan-16)

2) Membentuk badan koordinasi/badan kerjasama antar instansi untukmengevaluasi dan mendukung pelaksanaan yang lebih baik.

3) Meningkatkan sumber daya manusia dan anggaran di lembaga-lembaga terkaitpelaksanaan Qanun jinayah dan syariat Islam di Aceh.

1) Membentuk forum komunikasi yang melibatkan seluruh elemen masyarakatyang secara rutin melakukan diskusi ilmiah dan sosialisasi Qanun-Qanunsyariat di Aceh.

2) Membentuk badan koordinasi/badan kerjasama antar instansi untukmengevaluasi dan mendukung pelaksanaan yang lebih baik.

3) Meningkatkan sumber daya manusia dan anggaran di lembaga-lembaga terkaitpelaksanaan Qanun jinayah dan syariat Islam di Aceh.

1) Membentuk forum komunikasi yang melibatkan seluruh elemen masyarakatyang secara rutin melakukan diskusi ilmiah dan sosialisasi Qanun-Qanunsyariat di Aceh.

2) Membentuk badan koordinasi/badan kerjasama antar instansi untukmengevaluasi dan mendukung pelaksanaan yang lebih baik.

3) Meningkatkan sumber daya manusia dan anggaran di lembaga-lembaga terkaitpelaksanaan Qanun jinayah dan syariat Islam di Aceh.

1) Membentuk forum komunikasi yang melibatkan seluruh elemen masyarakatyang secara rutin melakukan diskusi ilmiah dan sosialisasi Qanun-Qanun

syariat di Aceh.2) Membentuk badan koordinasi/badan kerjasama antar instansi untuk

mengevaluasi dan mendukung pelaksanaan yang lebih baik.3) Meningkatkan sumber daya manusia dan anggaran di lembaga-lembaga terkait

pelaksanaan Qanun jinayah dan syariat Islam di Aceh.

XIII. Isu AktualUpaya Penanganan Konflik di Rumah Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan Provinsi

Bengkulu

Stakeholders Rekomendasi

Menteri Hukum dan HAM Langkah dan Kebijakan Kondisi Tanggap Darurat (1-2 bulan). (PerumusanKebijakan-17)1) Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Bengkulu untuk melakukan audit

bangunan berikut sarana dan prasarana Rutan Kelas IIB Bengkulu yang telahrusak dan terbakar dengan meminta bantuan Dinas PU PemerintahProvinsi/Kota. Apabila hasil audit menyatakan bahwa ambang kerusakanmencapai 80%, maka bangunan tersebut sudah tidak layak untuk tetapdioperasionalkan.

2) Kepala Kantor Wilayah segera mengajukan permohonan untuk ditetapkannyaRutan Kelas IIB Bengkulu dalam kondisi tanggap darurat dengan melampirkanhasil audit dari Dinas PU berikut laporan lengkap atas terjadinya kerusuhan danpembakaran;

3) Atas dasar surat penetapan kondisi tanggap darurat dari Menteri Hukum danHAM, Kepala Kantor Wilayah melakukan langkah-langkah perbaikan untukoperasionalisasi Rutan Kelas IIB Bengkulu dan bantuan bagi korban, denganmengajukan permohonan anggaran tanggap darurat kepada Direktur JenderalPemasyarakatan selaku pemangku program pemasyarakatan, sehinggaoperasional minimum (seperti: penyelenggaraan operasional perkantoran,ruangan hunian sementara, dapur, ruang kunjungan, dan ruang pengamanan)Rutan Kelas IIB Bengkulu segera dapat dilaksanakan;

4) Direktur Jenderal Pemasyarakatan segera merespon permohonan anggarantanggap dari Kantor Wilayah dan memproses sesuai dengan mekanisme danregulasi keuangan dalam rangka perbaikan dan operasional minimum RutanKelas IIB Bengkulu. Apabila Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tidak memilikianggaran tanggap darurat maka disarankan untuk merevisi tersedianyaanggaran tanggap darurat di tingkat Direktorat Jenderal;

5) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dan Inspektur Jenderal melakukanpengawasan dan pendampingan selama proses tanggap darurat Rutan KelasIIB Bengkulu.

Langkah dan Kebijakan Paska Kondisi Tanggap Darurat (3 bulan)1) Kantor Wilayah segera mengajukan usulan kepada Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan pembangunan kembali blok-blok hunian, perkantoran, sertasarana dan prasarana, dengan melampirkan: desain bangunan dan rinciananggaran biaya sesuai perhitungan yang dilakukan oleh Dinas PekerjaanUmum maupun konsultan perencanaan;

2) Kantor Wilayah menyelenggarakan pelaksanaan pembangunan sebagaimanaanggaran yang sudah dialokasikan dalam belanja modal dari DirektoratJenderal Pemasyarakatan dengan berpegang pada prinsip pelaksanaanpembangunan tepat aturan, tepat kualitas, tepat waktu penyelesaian waktupembangunan, dan tepat pembayaran;

3) Kantor Wilayah menyiapkan kembali sumber daya manusia yang akanmelaksanakan tugas pada Rutan Kelas IIB Bengkulu dengan mekanismeassessment kompetensi sekaligus melakukan pemulihan traumatic pegawaiagar memperoleh penempatan pegawai yang sesuai dengan asas the rightman on the right place dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Rutan Kelas IIBengkulu;

4) Kantor Wilayah membuat rencana pengisian kembali tahanan dari Lapas Kelas

IIA Bengkulu dalam rangka operasional penuh Rutan Kelas IIB Bengkulu;5) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dan Inspektur Jenderal melakukan

pendampingan dan pengawasan dengan baik selama proses penangananpaska tanggap darurat;

6) Menteri Hukum dan HAM disarankan untuk menerbitkan peraturan menteritentang langkah-langkah penanganan Lapas/Rutan dalam kondisi daruratakibat terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban. Peraturan tersebut dapatdijadikan pedoman seluruh kantor wilayah dalam rangka mengatasi danmenyelesaikan bilamana terjadi kondisi darurat di Lapas/Rutan.

B. Capaian Kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia

Pengukuran tingkat capaian kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi

Manusia Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian indikator

sasaran yang telah ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Tahun 2016 dengan realisasi

pencapaiannya. Tingkat capaian kinerja berdasarkan hasil pengukurannya dapat diuraikan dalam

tabel berikut:

No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian

(1)

Rekomendasi hasil penelitian danpengembangan hak asasimanusia sebagai bahanperumusan kebijakan hak asasimanusia

Jumlah rekomendasi hasilpenelitian dan pengembanganhak asasi manusia sebagaibahan perumusan kebijakan hakasasi manusia

20 21 105%

Jumlah Anggaran : Rp. 1.425.000.000,-

Untuk mengukur realisasi penelitian dan pengembangan hak asasi manusia sebagai bahan

perumusan kebijakan hak asasi manusia dapat menggunakan formulasi berikut:

1) Rekomendasi Kebijakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi ManusiaTerkait dengan Rumusan Kebijakan yang telah dihasilkan oleh Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hak Asasi Manusia, berikut rangkuman rekomendasi yang kami berikan.

I. Mekanisme Penegakan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya di Indonesia

Stakeholders Rekomendasi

Internal:Direktorat JenderalPeraturan Perundang-undanganKementerian Hukum danHAM.

1) Perlu adanya peraturan khusus yang mengatur mekanisme gugatan terhadappelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya sebagai kontrol dan peranpemerintah/Negara dalam rangka melindungi kepentingan rakyat;(Pembentukan Hukum-1)

2) Perubahan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusiaterutama tentang penguatan hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya sehingga dapatditerjemahkan ke dalam undang-undang sektoral;

3) Peningkatan pemahaman APH sehingga masyarakat dapat menggugat hakmereka secara yudisial;

4) Pemahaman pada masyarakat dalam pengajuan gugatan atas hak ekosobyang dilanggar;

5) Penguatan pada LBH dalam memberikan bantuan hukum.

II. Prinsip Non Diskriminasi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya DalamPembentukan Perundang-undangan dan Kebijakan

Stakeholders Rekomendasi

Internal:Direktorat JenderalPeraturan Perundang-undangan

1) Sinkronisasi dan harmonisasi terhadap peraturan daerah tersebut mengaturtentang penyelenggaraan pendidikan dan kesehatan dengan menerapkan nilai-nilai hak-hak ekosob, khususnya hak atas pendidikan dan kesehatan;(Pembentukan Hukum-2)

2) Perlunya intervensi pemerintah daerah dalam membuat ketentuan khususdalam materi muatan perda-perda yang berkaitan dengan penyelenggaranpendidikan dan kesehatan yang mengatur tentang mekanisme complain dangugatan atas tindakan diskriminasi dalam penyelenggaraan pendidikan.

III. Perlindungan Hak Anak Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan NarkobaDalam Perspektif Hak Sipil

Stakeholders Rekomendasi

a) Badan NarkotikaNasional (BNN) Pusat

b) Kepala Kantor WilayahDKI, Jawa Barat danSulawesi Selatan,Kementerian Hukumdan HAM

1) Badan Narkotika Nasional sebagai fasilitator dapat mempertimbangkan untukmenggunakan pendekatan humanis dalam bentuk rehabilitasi medis danrehabilitasi sosial bagi anak, baik anak sebagai korban, maupun anak yangterlibat dalam produksi dan distribusinya dengan tidak mengesampingkanpenegakan hukum dengan tetap menempatkan anak pada lembaga pembinaankhusus anak; (Perumusan Kebijakan-1)

2) Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial hendaknya tidak dilakukan melaluirawat jalan agar anak tidak mengulangi perbuatannya kembali di masa yangakan datang;

3) Badan Narkotika Nasional hendaknya dapat berkoordinasi dan bekerjasamadengan Kementerian Hukum dan HAM berkenaan untuk menitipkan anakpelaku tindak pidana penyalahgunaan narkoba yang sedang menjalanirehabilitasi ke dalam Lembaga Pemasyarakatan tanpa melalui putusanpengadilan.

Dalam hal pembentukan Tim Assessment Terpadu (TAT), hendaknya langsungmenunjuk Balai Pemasyarakatan (BAPAS) sebagai anggota TAT sebagaimanatugas dan fungsi BAPAS dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukumadalah melakukan pendampingan dan pembimbingan anak. (PerumusanKebijakan-2)

IV. Peran Pemerintah dalam Melakukan Pengawasan dan Pemantauan PilkadaMelalui Pelibatan Masyarakat

Stakeholders Rekomendasi

a) Badan PengawasPemilihan Umum(BAWASLU) dan BadanPengawas Daerah(BAWASDA) ProvinsiBanten, Yogyakarta,dan Jawa Tengah

b) Komisi Pemilihan Umum(KPU)

c) Direktur JenderalOtonomi Daerah,Kementerian DalamNegeri

d) Ketua LembagaPerlindungan Saksi danKorban (LPSK)

1) Penguatan sistem pelayanan Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU)dan Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) terutama sistem pelaporanpelanggaran pilkada yang memudahkan masyarakat untuk melaporkanpelanggaran. Misalnya untuk masyarakat perkotaan bisa mengoptimalkansarana teknologi informasi berupa aplikasi online berbasis website dansmartphone (android, ios, maupun windows) yang bisa memudahkanpelaporan pelanggaran secara online. Selain itu untuk yang di pedesaan perludibuat pendekatan yang lebih sederhana, ramah, mudah, dan cepat dijangkaumasyarakat untuk melaporkan pelanggaran pilkada yang terjadi;(Perumusan Kebijakan-3)

2) Alokasi anggaran dan program penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah(Pilkada) menyangkut pembentukan Panitia Pengawas (PANWAS)Kabupaten/Kota dan PANWAS Kecamatan harus tersedia sebelum tahapanpertama Pilkada, sehingga PANWAS bisa melakukan persiapan sebelumtahapan awal Pilkada berlangsung;

3) Koordinasi dan sinergi antara BAWASLU/BAWASDA dan institusi penegakhukum lainnya dalam upaya penegakan hukum pilkada, sehingga responBAWASDA dan penegakah hukum dalam menangani laporan pelanggaranPilkada yang dianggap belum optimal tidak melemahkan semangatmasyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan Pilkada.

Menyusun aturan pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP)pembentukan kelembagaan Pengawasan Partisipatif “Gerakan Sejuta RelawanPengawas Pemilu (GSRPP)” dengan berkoordinasi dengan Bawaslu, sehinggadapat diterapkan di masing-masing BAWASDA. Maka dari itu, hadirnya partisipasiaktif masyarakat perlu ditingkatkan dalam melakukan pengawasan terhadaptahapan-tahapan Pilkada. (Perumusan Kebijakan-4)

Menggunakan E-voting untuk penghitungan suara dapat lebih akurat dan bisadiakses oleh semua pihak secara real-time. Untuk itu pengawalan teknologi agartidak diserang oleh Hacker dan Cracker menjadi prioritas utama.

Memberikan perlindungan hukum bagi para saksi dan pelapor yangmenyampaikan laporan pelanggaran Pilkada, sehingga menjadi faktor pendukungpelibatan masyarakat yang lebih baik dalam pengawasan Pilkada di waktumendatang. (Perumusan Kebijakan-5)

V. Pemulihan Hak Ekonomi Sosial Korban Pelanggaran Berat HAMMasa Lalu

Stakeholders Rekomendasi

Internal:a) Direktorat Jenderal Hak

Asasi Manusia,Kementerian Hukumdan HAM

b) Direktorat JenderalPeraturan Perundang-undangan, KementerianHukum dan HAM

Mengkoordinasikan upaya pemulihan hak korban dengan Kementerian/Lembagasesuai dengan tugas dan kewenangannya ke dalam Rencana Kerja Aksi HakAsasi Manusia Tahun 2017. (Perumusan Kebijakan-6)

Memasukkan Rancangan Undang-undang tentang Komisi Kebenaran danRekonsiliasi ke dalam program prioritas legislasi nasional denganmempertimbangkan rambu-rambu pemulihan hak korban. (PembentukanHukum-3)

VI. Peran Elit Politik dan Partai Politik dalam Mencegah Konflik Sosial di Pilkada

Stakeholders Rekomendasi

EKSTERNAL:a) Direktur Jenderal Politik

dan PemerintahanUmum KementerianDalam Negeri

b) Partai Politik

1) Melakukan perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang partaipolitik dan/atau Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang PenangananKonflik Sosial dengan menambahkan peran elit politik dan partai politik;

2) Melakukan perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang PartaiPolitik dengan menambahkan pasal tentang pemberlakuan sanksi terhadappelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu;

3) Pemerintah Daerah memberikan pemahaman politik melalui sosialisasiataupun diskusi publik kepada masyarakat serta menyusun petunjukpelaksanaan teknis tentang potensi-potensi konflik yang dapat memicu konfliksosial. (Perumusan Kebijakan-7)

4) Menambahkan kewenangan Bawaslu dalam hal memberi sanksi tegas bagipelanggar pemilu dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentangPenyelenggaraan Pemilu. (Pembentukan Hukum-4)

Penambahan materi manajemen konflik pada pendidikan politik yang diberikankepada elit politik, dan konstituen dengan cara sosialisasi melalui public hearing,selain itu melakukan kerjasama dengan para tokoh adat atau agama sertakomunitas masyarakat dalam hal deteksi dini potensi konflik. (PerumusanKebijakan-8)

INTERNAL:a) Direktorat Jenderal

Peraturan Perundang-undangan, KementerianHukum dan HAM

Melakukan perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang PartaiPolitik dan/atau Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang PenangananKonflik Sosial dengan menambahkan pasal yang terkait dengan peran elit politikdan partai politik dalam mencegah konflik sosial khususnya di Pilkada. (PH-4)

VII. Isu AktualKajian Permasalahan Hukum dan HAM dalam Pemberian Remisi

Stakeholders Rekomendasi

INTERNAL:a) Direktorat Jenderal

Peraturan Perundang-undangan, KementerianHukum dan HAM RI

b) Badan PembinaanHukum Nasional(BPHN), KementerianHukum dan HAM RI

c) Direktorat JenderalPeraturan Perundang-undangan, KementerianHukum dan HAM RI

1) Evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan yang terkait pemberianremisi;

2) Memuat pemberian remisi dalam putusan hakim;3) Segera merivisi UU 12 Tahun 1995.

Evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan yang terkait pemberianremisi.

Dalam proses revisi UU 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatandirekomendasikan salah satu substansinya memuat pemberian remisi dalamputusan hakim.

VIII. Isu AktualKajian Implementasi Pro Justicia Terhadap Pengawaan Orang Asing

Stakeholders Rekomendasi

Direktorat Jenderal Imigrasi,Kementerian Hukum danHAM RI

Menerbitkan Peraturan Menteri atau Instruksi Ditjen Imigrasi yang berkaitandengan surat izin PPNS yang dapat berlaku di kantor imigrasi lain apabila pejabatdimutasi dan ditempatkan di bidang pengawasan dan penindakan. Peraturan inibertujuan untuk mengatasi kekurangan sumber daya manusia yang bertugasmelakukan pengawasan dan penindakan dengan diberlakukannya PeraturanPresiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan 169 negara;(Pembentukan Hukum-5)

IX. Isu AktualKajian Kesiapan Implementasi Perpres No. 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan

Pada Layanan Bebas Visa 169 Negara

Stakeholders Rekomendasi

EKSTERNAL:Kementerian Pariwisata RI Melakukan perubahan pasal 4 ayat (12) Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun

2016 tentang Bebas Visa Kunjungan 169 Negara terkait dengan asas resiprokal(timbal balik) terhadap Negara-negara yang tidak memiliki angka kunjunganpariwisata yang signifikan ke Indonesia utamanya Amerika Selatan dan Afrika;(Pembentukan Hukum-6)

INTERNAL:Direktorat Jenderal ImigrasiKementerian Hukum danHAM RI;

1) Kementerian Hukum dan HAM: penambahan SDM untuk di TPI gunamengantisipasi jumlah kenaikan wisatawan; Direktoran Jenderal Imigrasimemberlakukan kembali pengisian kartu kedatangan kepada wisatawansebelum masuk ke TPI; BPSDM meningkatkan mutu diklat PPNS untukPejabat Imigrasi. (Perumusan Kebijakan-9)

2) Melakukan perubahan pasal 72 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011tentang Keimigasian “yang berbunyi” pemilik atau pengurus tempatpenginapan wajib memberikan data mengenai orang asing yang menginap ditempat penginapannya jika diminta oleh pejabat imigrasi yang bertugas“menjadi” pemilik atau pengurus tempat penginapan wajib memberikan datasecara berkala mengenai orang asing yang menginap di tempatpenginapannya kepada pejabat imigrasi yang bertugas.

X. Isu AktualKajian Upaya Alternatif Penanganan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba

Terhadap Pengguna Dalam Perspektif HAM

Stakeholders Rekomendasi

EKSTERNAL:Badan Narkotika Nasional(BNN)

1) Bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan,Kementerian Hukum dan HAM RI untuk mengharmonisasi Undang-undangNomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika khususnya pasal 111, 112, dan 114yang menyatakan bahwa pengguna penyalahgunaan narkotika mendapatkansanksi pidana penjara, sedangkan pasal 54, 55, 103 dan 127 Undang-undangyang sama menegaskan bahwa pengguna wajib mendapatkan sanksitindakan berupa rehabilitasi namun sanksi tindakan tersebut juga harusdidasarkan pada rekomendasi dari Tim Assesment Terpadu serta SuratEdaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang PenempatanPenyalahguna, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalamLembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial; (Pembentukan Hukum-7)

2) Sebagai leading sector dalam penanganan penyalahgunaan narkotika, BNNdapat menginisiasi untuk melakukan penguatan implementasi terhadappelaksanaan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalamhal mendorong keterpaduan paradigma atau pola pikir yang sama antaraAparat Penegak Hukum (Pengadilan, Hukum dan HAM, Kejaksaan,Kepolisian, Kementerian Sosial, dan Badan Narkotika Nasional) terkaitdengan sanksi tindakan yang diberikan kepada pengguna penyalahgunaannarkotika dimana jangan lagi dipandang sebagai pelaku tindak pidana, namundipandang sebagai korban yang membutuhkan tindakan untuk penyembuhan.

INTERNAL:Direktorat JenderalPeraturan Perundang-undangan KementerianHukum dan HAM RI;

1) Mengharmonisasi Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotikakhususnya pasal 111, 112, 114, 122, yang menyatakan bahwa penggunapenyalahgunaan narkotika mendapatkan sanksi pidana penjara sedangkanpasal 54, 55, 103 dan 127 dimana pengguna penyalahgunaan narkotikaseharusnya mendapatkan sanksi rehabilitasi, yang penjatuhan hukumannyadisesuaikan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2011bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undanganKemenkumham RI.

2) Penguatan implementasi terhadap pelaksanaan dari Undang-undang Nomor35 Tahun 2009 tentang Narkotika untuk mendorong keterpaduan paradigmaatau pola pikir yang sama antara Aparat Penegak Hukum (Pengadilan, Hukumdan HAM, Kejaksaan, Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional) dalammemandang pengguna penyalahgunaan narkotika jangan lagi diposisikansebagai pelaku tindak pidana namun dipandang sebagai korban yangmembutuhkan tindakan untuk penyembuhan. (Perumusan Kebijakan-10)

XI. Isu AktualKajian Aspek Keadilan dan Inklusivitas Dalam Penempatan Tax Amnesty Bagi Para

Wajib Pajak

Stakeholders Rekomendasi

EKSTERNAL:Kementerian Keuangan RI 1) Memperpanjang masa sosialisasi; (Perumusan Kebijakan-11)

2) Mengubah konsep DPT menjadi harta bersih selain warisan dan hibah darikeluarga garis lurus satu derajat;

3) Perlu memperbaiki Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang PengampunanPajak atau menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak (Perdirjen Pajak) sebagaiAturan Pelaksana dari Peraturan Menteri Keuangan terkait:a. Penjelasan mekanisme akte jual/beli/hibah atas harta yang dibalik

namakan, dimana penjual dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) pembelidikenakan Bea Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)tidak berlaku bagi wajib pajak (WP) yang mengalihkan hartanya sendiri(nominee) dan juga BPHTB di masing-masing daerah tidak sama. Makadari itu, perlu dicantumkan kalimat dalam perbaikan PMK118/PMK.03/2016 atau menerbitkan Perdirjen Pajak, seperti misal ‘tidakberlakunya BPHTB atas pengalihan harta WP yang mengalihkanhartanya sendiri, dan diwajibkan kedua belah pihak …..

XII. Isu AktualKajian Keamanan dan Ketertiban Lapas Berbasis HAM

Stakeholders Rekomendasi

Direktorat JenderalPemasyarakatanKementerian Hukum danHAM RI

1) Perlindungan HAM perlu dijabarkan secara detil dan merupakan norma yangmengawali seluruh pasal di dalam perubahan UU Pemasyarakatan;

2) Perlu dirumuskan pengaturan pengaturan tentang larangan hukuman badanserta berbagai hukuman disiplin lainnya yang termasuk dalam ketegoripenyiksaan, serta pengaturan tentang sanksi bagi pihak-pihak yangmelanggar;

3) Perlu pengaturan tentang kewajiban petugas pemasyarakatan untukmenciptakan lingkungan yang aman.

XIII. Isu AktualKajian Proses Penerimaan Narapidana Berbasis HAM

Stakeholders Rekomendasi

Direktorat JenderalPemasyarakatanKementerian Hukum danHAM RI

1) Perlunya penjabaran secara jelas dalam UU Pemasyarakatan tentang HAMyang tidak dibatasi bagi narapidana;

2) Optimaliasasi seluruh kegiatan penunjang yang terkait proses registrasi danklasifikasi sampai pada penempatan narapidana dengan memperhatikan hak-hak narapidana;

3) Melakukan integerasi kegiatan admisi orientasi bersamaan denganassesement resiko dan assesement kebutuhan dan klien pemasyarakatanuntuk penempatan narapidana.

XIV. Isu AktualKajian Pembinaan Fisik dan Mental Narapidana Berbasis HAM

Stakeholders Rekomendasi

Direktorat JenderalPemasyarakatanKementerian Hukum danHAM RI

Cara pandang tugas pembinaan narapidana adalah megedepankan prinsip “hakatas perlakuan yang bersifat integrative”. Prinsip ini harus tersurat atau implicit didalam perangkat hukum atau kebijakan pemasyarakatan sehingga memperjelaskedudukan strategis lembaga pemasyarakatan sebagai sub sistem dalam sistemperadilan pidana.

XV. Isu AktualKajian Perawatan Fisik Narapidana Terkait Makanan dan Minuman Berbasis HAM

Stakeholders Rekomendasi

Direktorat JenderalPemasyarakatan KementerianHukum dan HAM RI

1) Melakukan Perubahan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-01.PK.07.02 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Makananbagi Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan(LAPAS) dan Rumah Tahanan Negara, agar penyelenggaraan makanandan minuman di LAPAS sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi yangditerbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI; (Pembentukan Hukum-8)

2) Menyesuaikan harga bahan makanan Narapidana di LAPAS denganminimal harga bahan makanan yang ada di Rumah Tahanan Polisi.(Perumusan Kebijakan-12)

XVI. Isu AktualKajian Perawatan Kesehatan Narapidana Berbasis HAM

Stakeholders Rekomendasi

Direktorat JenderalPemasyarakatan KementerianHukum dan HAM RI

1) Menyediakan satu sel untuk satu orang;2) Spesifikasi akomodasi untuk tidur atau beristirahat harus sesuai standar

kelayakan;3) Menyediakan ventilasi yang cukup luas guna memastikan sirkulasi udara

yang memadai;4) Instalasi kebersihan yang memadai;5) Menyediakan peralatan toilet yang layak;6) Menyediakan pakaian lengkap dan memadai; tempat tidur dan selimut

yang bersih;7) Memberikan makanan dengan angka kecukupan gizi yang layak;8) Air minum tersedia setiap waktu;9) Mengharuskan narapidana untuk berolahraga paling singkat satu jam per

hari;10) Satu orang petugas kesehatan pada setiap lapas;11)Menyediakan sarana penunjang perawatan kesehatan narapidana di

Lapas berupa: sarana kesehatan (sarana fisik, kelengkapan peralatanklinik, obat-obatan), sumber daya manusia/tenaga medis dan pembiayaankesehatan;

12) Pengecekan kesehatan oleh petugas kesehatan terhadap narapidanasetiap harinya;

13) Petugas kesehatan secara proaktif menginformasikan kepada DirekturBina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan Tahanan mengenaikondisi narapidana dan sarana prasarana terkait kesehatan

XVII. Isu AktualKajian Pembinaan Sosial Narapidana Berbasis HAM

Stakeholders Rekomendasi

Direktorat JenderalPemasyarakatan KementerianHukum dan HAM RI

1) Melakukan perubahan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentangPemasyarakatan khususnya yang berhubungan dengan hak-haknarapidana yang masih memerlukan persyaratan. Terdapat beberapapersyaratan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun2012 yang tidak harmonis dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995tentang Pemasyarakatan sehingga dapat menunda atau meniadakan haknarapidana untuk jangka waktu tertentu; (Pembentukan Hukum-9)

2) Melakukan kerjasama Kementerian Hukum dan HAM dengan KementerianTenaga Kerja dalam penyaluran mantan narapidana yang telahmendapatkan pendidikan keterampilan dan kegiatan kerja sebagai tenagakerja kepada pihak ketiga yang membutuhkan. (Perumusan Kebijakan-13)

XVIII. Isu AktualKajian Pembinaan Narapidana di Bidang Keterampilan Berbasis HAM

Stakeholders Rekomendasi

Direktorat JenderalPemasyarakatan KementerianHukum dan HAM RI

1) Pembinaan keterampilan yang diberikan kepada Narapidana di LAPASdisesuaikan dengan minat dan bakat keterampilan yang dimiliki olehnarapidana. Untuk itu LAPAS mengembangkan sarana dan prasaranapelatihan pembinaan keterampilan melalui kerjasama dengan pihak ketiga(pemerintah atau non-pemerintah) di bidang pembinaan keterampilan;

2) Menyusun Peraturan Menteri Hukum dan HAM mengenai pengaturanupah/premi bagi narapidana yang bekerja. (Pembentukan Hukum-10)

XIX. Isu AktualPerlindungan HAM bagi Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

Stakeholders Rekomendasi

a) Ketua Kamar DagangEkonomi dan Industri(KDEI) Taiwan, BidangImigrasi KDEI Taiwan

b) Kepala Balai Latihan Kerja,Kementerian Tenaga Kerja;

c) Kepala Dinas Tenaga KerjaPemerintah Daerah NTB,NTT, Jawa Timur dan JawaBarat

d) KJRI Malaysia;

e) Direktur Jenderal ImigrasiKementerian Hukum danHAM RI;

f) Direktur Perlindungan WNIdan BHI, Kementerian LuarNegeri RI

1) Percepatan tindak lanjut pengaduan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) melaluicall center 1955 dan peningkatan pembinaan keterampilan dankewirausahaan (enterpreunership) kepada TKI; (Perumusan Kebijakan-14)

2) Bidang Imigrasi KDEI Taiwan agar melakukan percepatan penyelesaianpaspor dengan mengecek dokumen TKI secara teliti, selain menambahtenaga Perbanis Keimigrasian untuk KDEI Taiwan.

Meningkatkan keterampilan (skill), pengetahuan tentang budaya, bahasa, sikapdan regulasi negara penempatan mengenai hak dan kewajiban calon TKIsebelum berangkat ke negara tujuan; (Perumusan Kebijakan-15)

Melakukan pengecekan dokumen secara benar sebelum mengirimkan calonTKI untuk meminimalisir terjadinya kesalahan data atau data palsu, selain itupemerintah daerah melakukan: (Perumusan Kebijakan-16)1) Memberikan edukasi untuk mempersiapkan mental calon TKI agar tidak

mengalami keterkejutan budaya dan kebiasaan (culture shock) di negarapenempatan, sehingga calon TKI tidak terpengaruh budaya konsumtif;

2) Memberikan pemahaman kepada para calon TKI agar tidak menjadi TKIKaburan, sehingga hak-hak para calon TKI dapat terpenuhi seperti gaji,hak kesehatan dan asuransi tidak hilang;

3) Bekerjasama dengan rumah sakit pemerintah untuk memperketat teskehamilan bagi para calon TKI Perempuan sebelum berangkat ke Taiwan.

1) Membantu penyelesaian permasalahan hukum serta pembayaran gaji paraTKI oleh majikan, sehingga hak para TKI dapat terpenuhi. (PerumusanKebijakan-17)

2) Proses pemulangan para TKI ke Indonesia dapat dipercepat.3) Menindaklanjuti pengaduan para TKI yang disampaikan melalui call center

01688866734 dan mempercepat penyelesaiannya.

1) Pembuatan paspor calon TKI untuk pertama kali agar di terbitkan olehKantor Imigrasi dimana calon TKI tersebut berdomisili. Khususnya KantorImigrasi Pontianak, Entikong, Singkawang, Sambas dan Putusibau, agarmemperketat dan lebih selektif dalam penerbitan paspor dan dokumenlainnya hal tersebut untuk meminimalisir TKI Ilegal; (PerumusanKebijakan-18)

2) Membentuk Pos Lintas Batas pada 49 jalur tikus yang ada di KalimatanBarat meminimalisir terjadinya kejahatan penyelundupan narkotika,perdagangan orang, dan keamanan negara;

Memberikan pendampingan hukum kepada TKI yang berhadapan denganhukum, tidak hanya dikhususkan kepada TKI yang terancam dijatuhi hukumanmati, namun juga diberikan kepada TKI yang menghadapi kasus pidanalainnya. Hal tersebut sebagai hal tersebut sebagai bentuk tanggung jawab

negara terhadap WNI dalam perlindungan Hak Persamaan di depan Hukum;(Perumusan Kebijakan-19)

XX. Isu AktualKajian tentang Sistem Pemerintahan Desa dalam

Perspektif Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa di Sumatera Utara(Kerja Sama antara Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM RI dan

Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2016)

Stakeholders Rekomendasi

Gubernur Sumatera Utara 1) Mengikutsertakan unsur masyarakat untuk penyelenggaraan programdesa (khususnya Desa Sei Baharu). Unsur masyarakat yang dimaksudtermasuk: tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan,perwakilan kelompok tani, kelompok nelayan, kelompok pengrajin,kelompok perempuan, dan kelompok masyarakat miskin. Percepatanprogram desa bisa dicapai dengan pelibatan satu orang pendampingdisetiap desa yaitu seseorang yang ditunjuk oleh Kementerian Desa danDaerah Tertinggal dalam mendampingi program desa dari kabupaten;(Perumusan Kebijakan-20)

2) Membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang fokus mengelolaSumber Daya Alam (SDA) di sekitar desa tersebut untuk meningkatkanpendapatan daerah dan pemberdayaan masyarakat desa. (PerumusanKebijakan-21)

C. Capaian Kinerja Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan

Pengukuran tingkat capaian kinerja Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan

Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian indikator sasaran

yang telah ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Tahun 2016 dengan realisasi pencapaiannya.

Tingkat capaian kinerja berdasarkan hasil pengukurannya dapat diuraikan dalam tabel berikut:

No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian

(1)

Rekomendasi hasilpengkajian danpengembangan kebijakansebagai bahan perumusankebijakan teknis di bidanghukum dan hak asasimanusia

Jumlah rekomendasi hasilpengkajian danpengembangan kebijakansebagai bahan perumusankebijakan teknis di bidanghukum dan hak asasimanusia

20 35 175%

Untuk mengukur realisasi hasil pengkajian dan pengembangan kebijakan sebagai bahan

perumusan kebijakan teknis di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat menggunakan

formulasi berikut:

1) Rekomendasi Kebijakan Pusat Pengkajian dan Pengembangan KebijakanRekomendasi yang digunakan sebagai bahan perumusan kebijakan sebagai berikut:

I. Evaluasi Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan

Stakeholders Rekomendasi

INTERNALDirektur JenderalPemasyarakatan

1) Hubungan sistem pemasyarakatan dengan lembaga penegak hukumlainnya dalam sistem peradilan pidana terpadu perlu dibangun : (a)Pembentukan regulasi dengan legislatif dalam sistem peradilan terpadu,(b) Peningkatan koordinasi sistem pengelolaan cabang rumah tahanannegara yang berada di luar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

2) Manajemen Organisasi, Perlu dilakukan koordinasi dengan unit eselon Iyang memiliki fungsi dukungan administratif dan fasilitatif guna meninjaukembali pembentukan konsep Lembaga Pemasyarakatan agar memilikistruktur organisasi sesuai dengan klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan.

3) Manajemen Sumber Daya Manusia, agar berkoordinasi dengan MenteriPendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi gunapercepatan penetapan jabatan fungsional pemasyarakatan.

4) Perencanaan dan Penganggaran, sudah dilaksanakan sesuai denganrestrukturisasi perencanaan, program, dan anggaran, namun perludilakukan penyempurnaan postur penganggaran yang sesuai dengankebutuhan organisasi dalam rangka peningkatan pelayanan pada UnitPelaksana Teknis Pemasyarakatan.

5) Pola Pembimbingan, Pelayanan, Pengelolaan, Pembinaan, Pengamanandan Sistem Informasi Pemasyarakatan, agar melaksanakan Mou denganKementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait pemenuhan hak ataspendidikan bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan.

6) Pengawasan dan Partisipasi Publik, perlu dilakukan koordinasi dankonsultasi dengan stakeholder terkait: (a) Kementerian Luar Negari gunameratifikasi Optional Protocool To the UN Convention Againts Torture(OPCAT). (b) dilakukan koordinasi dengan Makamah Agung untukmenghidupkan kembali peran hakim pengawas dan pengamat.

7) Berdasarkan rekomendasi dari 6 (enam) variabel di atas, maka Perlumelakukan penyusunan kembali cetak biru pembaharuan pelaksanaansistem pemasyarakatan yang sesuai dengan kebutuhan danperkembangan pemasyarakatan saat ini.

II. Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kementerian Hukum dan HAM

Stakeholders Rekomendasi

INTERNALa) Sekretaris Jenderal

Kementerian Hukum danHAM

b) Kepala Badan PembinaanHukum Nasional

c) Inspektur Jenderal

1) Meningkatkan internalisasi capaian-capaian reformasi birokrasi kepadaseluruh kanwil melalui : sosialisasi, membangun e-assesment reformasibirokrasi yang dilakukan oleh masing-masing unit kerja secara berjenjangdan dilakukan penilaian oleh Inspektorat Jenderal dan SekretariatJenderal. (Perumusan Kebijakan-1)

2) Menyusun pedoman teknis pelaksanaan reformasi birokrasi dan targetkinerja yang terintegrasi sampai dengan tingkat Unit Pelaksanan Teknis.(Perumusan Kebijakan-2)

3) Melakukan evaluasi analisis beban kerja pada setiap unit kerja untukmenentukan redistribusi pegawai. (Perumusan Kebijakan-3)

4) Meningkatkan kapasitas dan kompetensi Aparat Pengawas InternPemerintah (APIP) dalam melakukan pendampingan implementasiReformasi Birokrasi sebagai upaya mewujudkan Satuan Kerja WBK danWBBM. (Perumusan Kebijakan-4)

5) Perlu meningkatkan transparansi penyelenggaraan manajemen sumberdaya manusia aparatur di Kementerian Hukum dan HAM berbasis IT untukmeningkatkan kepuasan pegawai. (Perumusan Kebijakan-5)

1) Meningkatkan internalisasi capaian-capaian reformasi birokrasi kepadaseluruh kanwil melalui : sosialisasi, membangun e-assesment reformasibirokrasi yang dilakukan oleh masing-masing unit kerja secara berjenjangdan dilakukan penilaian oleh Inspektorat Jenderal dan SekretariatJenderal.

2) Meningkatkan kapasitas dan kompetensi Aparat Pengawas InternPemerintah (APIP) dalam melakukan pendampingan implementasiReformasi Birokrasi sebagai upaya mewujudkan Satuan Kerja WBK danWBBM.

3) Perlu meningkatkan transparansi penyelenggaraan manajemen sumberdaya manusia aparatur di Kementerian Hukum dan HAM berbasis IT untukmeningkatkan kepuasan pegawai.

1) Meningkatkan internalisasi capaian-capaian reformasi birokrasi kepadaseluruh kanwil melalui : sosialisasi, membangun e-assesment reformasibirokrasi yang dilakukan oleh masing-masing unit kerja secara berjenjangdan dilakukan penilaian oleh Inspektorat Jenderal dan SekretariatJenderal.

2) Melakukan evaluasi analisis beban kerja pada setiap unit kerja untukmenentukan redistribusi pegawai

3) Meningkatkan kapasitas dan kompetensi Aparat Pengawas Intern

Pemerintah (APIP) dalam melakukan pendampingan implementasiReformasi Birokrasi sebagai upaya mewujudkan Satuan Kerja WBK danWBBM.

III. Dampak Restrukturisasi Terhadap Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsidi Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM

Stakeholders Rekomendasi

INTERNALa) Sekretaris Jenderal

Kementerian Hukum danHAM R.I.

b) Direktur Jenderal Imigrasi

c) Direktur Jenderal

1) Meningkatkan pembinaan dan evaluasi guna efektivitas pelaksanaantugas dan fungsi melalui penilaian kinerja bidang dan bagian dari satkermasing-masing. (Perumusan Kebijakan-6)

2) Restrukturisasi organisasi pada Unit/Satker/badan perlu dilakukan denganmenitik beratkan pada kinerja organisasi dengan pertimbangan efektivitasdan efisiensi pelaksanaan tugas di Kemenkumham. Untuk itu perludilakukan pengkajian terhadap struktur organisasi Kantor Wilayah, strukturUPT PAS, dan struktur UPT Imigrasi agar dapat mendukung kebijakanrestrukturisasi program dan kegiatan (in-line). (Perumusan Kebijakan-7)

3) Untuk pelaksanaan restrukturisasi program dan kegiatan di Kanwil perlupenguatan organisasi terutama pada divisi teknis, yaitu masing-masingdivisi teknis harus memiliki fungsi dukungan teknis yang dalampelaksanaan tugas sehari-hari berkoordinasi dengan divisi administrasisehingga tugas-tugas perencanaan, pelaksanaan, danpertanggungjawaban anggaran dapat lebih mendukung pelaksanaantugas-tugas teknis. (Perumusan Kebijakan-8)

4) Perlu diterbitkan permenkumham untuk mengatur pola hubungan danmekanisme kerja dalam bentuk SOP tentang restrukturisasi programkegiatan untuk meningkatkan koordinasi dalam kegiatan, perencanaan,pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban anggaran mulai dariUPT, Kantor Wilayah, Ditjen/Badan, Inspektorat Jenderal, dan SekretariatJenderal. (Perumusan Kebijakan-9)

1) Meningkatkan pembinaan dan evaluasi untuk peningkatan efektivitaspelaksanaan tugas pokok dan fungsinya melalui penilaian kinerja bidangdan bagian dari satker masing-masing.

2) Restrukturisasi organisasi pada Unit/Satker/badan/ perlu dilakukan denganmenitik beratkan kepada kinerja organisasi dengan pertimbanganefektivitas dan efisiensi pelaksanaan Kemenkumham. Untuk itu Perludilakukan pengkajian terhadap struktur organisasi Kantor Wilayah, strukturUPT PAS, dan struktur UPT Imigrasi agar dapat mendukung kebijakanrestrukturisasi program dan kegiatan (in-line).

3) Untuk pelaksanaan restrukturisasi program dan kegiatan di Kanwil perlupenguatan organisasi terutama pada divisi teknis, yaitu masing-masingdivisi teknis harus memiliki fungsi dukungan teknis yang dalampelaksanaan tugas sehari-hari berkoordinasi dengan divisi administrasisehingga tugas-tugas perencanaan, pelaksanaan, danpertanggungjawaban anggaran dapat lebih mendukung pelaksanaantugas-tugas teknis.

4) Perlu diterbitkan permenkumham untuk mengatur pola hubungan danmekanisme kerja dalam bentuk SOP tentang restrukturisasi programkegiatan untuk meningkatkan koordinasi dalam kegiatan, perencanaan,pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban anggaran mulai dariUPT, Kantor Wilayah, Ditjen/Badan, Inspektorat Jenderal, dan SekretariatJenderal.

Pemasyarakatan 1) Meningkatkan pembinaan dan evaluasi untuk peningkatan efektivitaspelaksanaan tugas pokok dan fungsinya melalui penilaian kinerja bidangdan bagian dari satker masing-masing.

2) Restrukturisasi organisasi pada Unit/Satker/badan/ perlu dilakukan denganmenitik beratkan kepada kinerja organisasi dengan pertimbanganefektivitas dan efisiensi pelaksanaan Kemenkumham. Untuk itu perludilakukan pengkajian terhadap struktur organisasi Kantor Wilayah, strukturUPT PAS, dan struktur UPT Imigrasi agar dapat mendukung kebijakanrestrukturisasi program dan kegiatan (in-line).

3) Untuk pelaksanaan restrukturisasi program dan kegiatan di Kanwil perlupenguatan organisasi terutama pada divisi teknis, yaitu masing-masingdivisi teknis harus memiliki fungsi dukungan teknis yang dalampelaksanaan tugas sehari-hari berkoordinasi dengan divisi administrasisehingga tugas-tugas perencanaan, pelaksanaan, danpertanggungjawaban anggaran dapat lebih mendukung pelaksanaantugas-tugas teknis.

4) Perlu diterbitkan permenkumham untuk mengatur pola hubungan danmekanisme kerja dalam bentuk SOP tentang restrukturisasi programkegiatan untuk meningkatkan koordinasi dalam kegiatan, perencanaan,pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban anggaran mulai dariUPT, Kantor Wilayah, Ditjen/Badan, Inspektorat Jenderal, dan SekretariatJenderal.

IV. Pembinaan Narapidana Teroris Dalam Upaya Deradikalisasi di LembagaPemasyarakatan

Stakeholders Rekomendasi

EKSTERNALa) Kepala Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme(BNPT)

1) Agar BNPT bekerja sama dengan stakeholder terkait untuk membangunpendataan narapidana teroris yang bersifat lengkap dan detil; pendataanini selain berfungsi untuk membangun database narapidana juga berfungsisebagai bahan untuk mengetahui latar belakang narapidana tersebut,seperti latar belakang pendidikan, pekerjaan, atktifitas sosialkemasyarakatan, keluarga, riwayat kejahatan, dan lainnya. Pendataan inidilakukan tidak hanya dari surat atau dokumen selama proses peradilan,tetapi juga dengan melakukan wawancara mendalam baik denganterpidana maupun keluarga atau masyarakat, serta melakukanpengamatan yang berkesinambungan terhadap mereka selama berada didalam penjara. Pendataan yang bersifat lengkap dan detil tersebut akanbermanfaat dalam menentukan tingkat resiko dan jenis kebutuhan bagimereka. Tingkat resiko atau jenis kebutuhan ini dapat dihubungkandengan peran mereka dalam jaringan terorisme atau kemampuan spesifikyang mereka miliki (seperti kemampuan menggunakan atau merakitsenjata, kemampuan menyebarkan paham radikalisme, kemampuanmempengaruhi orang lain, dan lain-lain). Pendataan dalam bentuk profilingdan assessment terhadap narapidana teroris tersebut sebaiknya sudahdilakukan sejak pelaku tindak pidana terorisme ditempatkan di Rutan MakoBrimob Kelapa Dua. Hasil profiling dan assessment inilah yang nantinyaakan menentukan bentuk pembinaan serta lokasi pembinaan yang terbaikbagi masing-masing individu pelaku tindak terorisme, misalnya apakahnantinya mereka akan ditempatkan di Lapas khusus teroris atau bisaditempatkan di lapas biasa; (Perumusan Kebijakan-10)

2) Agar BNPT bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakan danstakeholder terkait lainnya, baik yang berasal dari institusi pemerintahmaupun civil society, dalam menyusun model pembinaan khusus baginarapidana teroris yang sistematis, komprehensif, humanis, danberkesinambungan. Model pembinaan narapidana teroris tersebutsebaiknya didukung dengan penyusunan standard operational procedures(SOP) pembinaan narapidana teroris yang lengkap, tepat, terintegrasi, dantersosialiasi dengan baik. SOP ini berguna untuk memperjelas proses ataumekanisme yang harus dijalankan oleh petugas dalam memberikanperlakuan terhadap narapidana terorisme serta mempermudah dalammenentukan garis pertanggungjawaban dalam setiap aktivitas;(Perumusan Kebijakan-11)

3) Agar Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan DirektoratJenderal Pemasyarakatan membuat regulasi yang mengatur tentangpenempatan narapidana terorisme di Lapas khusus yang memiliki modelpembinaan yang dikhususkan bagi narapidana terorisme. Prosespembinaan tahap I (pertama) bagi setiap narapidana teroris setelahmereka divonis oleh pengadilan sebaiknya dilakukan di lapas khusustersebut. Penempatan secara khusus ini bertujuan untuk mengeliminirkemungkinan keterlibatan mereka dalam aktifitas jaringan terorisme di luarpenjara serta mencegah terjadinya proses radikalisasi jika merekaditempatkan secara bersama dengan narapidana kasus lainnya.Keberhasilan proses pembinaan tahap pertama di Lapas khusus inilahyang kemudian dapat dijadikan pertimbangan kelanjutan pembinaanmereka selanjutnya, termasuk apakah nantinya mereka bisa dipindahkanke lapas biasa; (Pembentukan Hukum-1)

4) Agar BNPT meningkatkan dukungannya terhadap upaya untukmeningkatkan pengetahuan petugas pemasyarakatan (baik di Lapas

b) Kepala Detasemen Khusus88 Kepolisian NegaraRepublik Indonesia

c) Direktur Rehabitasi SosialTuna Sosial, DirektoratJenderal RehabilitasiSosial, Kementerian SosialR.I.

d) Direktur JenderalBimbingan MasyarakatIslam, Kementerian AgamaR.I.

e) Ketua Majelis UlamaIndonesia (MUI)

Maupun di BAPAS) dengan pengetahuan tentang kejahatan terorisme danupaya deradikalisasi terhadap narapidana terorisme. Adanya pembekalanterhadap petugas ini juga bertujuan untuk menghindarkan terpengaruhnyapetugas dengan paham radikalisme yang dianut narapidana terorisme(Perumusan Kebijakan-12)

5) Agar BNPT dan Ditjen Pemasyarakatan perlu meningkatkan kecukupankuantitas dan kualitas sarana prasarana serta anggaran programpembinaan narapidana teroris. (Perumusan Kebijakan-13)

Meningkatkan koordinasi dengan BNPT dan Direktorat JenderalPemasyarakatan, terutama dalam proses profiling dan assessment terhadappelaku terorisme, khususnya ketika mereka masih berada di Rutan BrimobKelapa Dua. Dengan profiling dan assessment yang tepat diharapkan akanmampu mengidentifikasikan kebutuhan pembinaan narapidana terorisme sertatempat yang tepat untuk melakukan pembinaan tersebut (apakah itu di Lapasbiasa atau di Lapas Khusus Terorisme). (Perumusan Kebijakan-14)

Kementerian Sosial dan Dinas Sosial di daerah perlu meningkatkan koordinasidan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalammendukung upaya pembinaan narapidana pada umumnya, khususnyanarapidana teroris. Kementerian Sosial dan Dinas Sosial diharapkan dapatmendukung pembinaan narapidana melalui pemberian pelatihan life skill danpelatihan kemampuan wirausaha, termasuk dengan memberikan bantuanpermodalan kepada mantan narapidana yang membutuhkannya. (PerumusanKebijakan-15)

1) Meningkatkan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,dalam upaya mendukung pembinaan narapidana teroris. Selainmenyediakan pembimbing keagamaan yang berkualitas dan memilikipemahaman keagamaan yang relatif tinggi, dalam jumlah yang memadai;

2) Memberikan masukan terhadap model dan kurikulum pembinaan rohanikhusus diperuntukkan bagi narapidana teroris. (Perumusan Kebijakan-16)

Meningkatkan peranan dalam upaya pembinaan narapidana teroris. Selainmenyediakan pembimbing keagamaan yang berkualitas dan memilikipemahaman keagamaan yang relatif tinggi, dan dalam jumlah yang memadai,Majelis Ulama Indonesia diharapkan juga dapat memberikan masukanterhadap model dan kurikulum pembinaan rohani yang khusus diperuntukkanbagi narapidana teroris

INTERNALDirektur JenderalPemasyarakatan, KementerianHukum dan HAM R.I.

1) Bekerja sama dengan stakeholder lainnya, baik yang berasal dari institusipemerintah maupun civil society, dalam menyusun model pembinaankhusus bagi narapidana teroris yang sistematis, komprehensif, humanis,dan berkesinambungan. Model pembinaan narapidana teroris tersebutsebaiknya didukung dengan penyusunan standard operational procedures(SOP) pembinaan narapidana teroris yang lengkap, tepat, terintegrasi, dantersosialiasi dengan baik. SOP ini berguna untuk memperjelas proses ataumekanisme yang harus dijalankan oleh petugas dalam memberikanperlakuan terhadap narapidana terorisme serta mempermudah dalammenentukan garis pertanggungjawaban dalam setiap aktivitas.

2) Ditjen Pemasyarakatan dan BNPT, sebaiknya mengupayakan agar Lapaskhusus teroris yang tengah dibangun diarahkan sebagai lapas yangmemiliki model pembinaan yang dikhususkan bagi narapidana terorisme.Proses pembinaan tahap I (pertama) bagi setiap narapidana terorissetelah mereka divonis oleh pengadilan sebaiknya dilakukan di lapaskhusus tersebut. Penempatan secara khusus ini diharapkan dapatmengeliminir kemungkinan keterlibatan mereka dalam aktifitas jaringanterorisme di luar penjara serta mencegah terjadinya proses radikalisasi jika

mereka ditempatkan secara bersama dengan narapidana kasus lainnya.3) Direktorat Jenderal Pemasyarakan meningkatkan kerjasama dengan

BNPT untuk meningkatkan pengetahuan petugas pemasyarakatan baik diLapas Maupun di BAPAS dengan pengetahuan tentang kejahatanterorisme dan upaya deradikalisasi terhadap narapidana terorisme.

4) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bekerjasama dengan stakeholderlainnya, baik yang berasal dari institusi pemerintah maupun civil society,dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana prasarana sertaanggaran program pembinaan serta deradikalisasi narapidana teroris

V. Peran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM R.I. Dalam RangkaHarmonisasi Peraturan Daerah

Stakeholders Rekomendasi

EKSTERNALDirektur Produk Hukum DaerahKementerian Dalam Negeri R.I.

1) Meningkatkan koordinasi dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah(SKPD) sejak mengusulkan judul dan proposal Program PembentukanPeraturan Daerah (Propemperda), yang digagas sebagai skala prioritasdari agenda Program Pembangunan Daerah.

2) Melibatkan Perancang pada jajaran kantor wilayahKementerian Hukumdan HAM sebagai anggota tim (tenaga expert) sejak mengusulkan juduldan proposal Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda),sehingga Perancang mengetahui proses perkembangan penyusunanRaperda mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan,pengesahan/penetapan, dan pengundangannya. (Perumusan Kebijakan-17)

INTERNALa) Sekretaris Jenderal

Kementerian Hukum danHAM R.I.

b) Direktur Jenderal PeraturanPerundang-Undangan

1) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM R.I memerlukan FungsionalPeneliti. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa selama ini kegiatanpenelitian sampai pembuatan Naskah Akademis lebih banyakdilaksanakan oleh kalangan Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi yangmelaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, salah satunya adalahmelaksanakan penelitian, belum tentu dilaksanakan oleh dosen yangmemiliki kemampuan untuk melakukan penelitian. (PerumusanKebijakan-18)

2) Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undanganuntuk menyusun buku pedoman, yang menyangkut substansi (kepakaran),administrasi fasilitatif (rasio kebutuhan perancang di tiap-tiap Kanwil).Fakta yang ada, terdapat pegawai yang masuk dengan formasiperancang Peraturan Perundang-undangan tetapi menjadi JFU di UPT.Disamping itu, ada yang sudah mengikuti diklat perancang tetapi lebihmemilih menduduki jabatan struktural; (Perumusan Kebijakan-19)

3) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM R.I lebih intensif melakukansosialisasi tentang keberadaan jabatan fungsional Perancang, tidak sajake Sekretariat Dewan, Biro Hukum Pemerintah Daerah tetapi juga keSatuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD), karena pada dasarnya “embrio”prakarsa pembentukan Peraturan Daerah ada di SKPD. Sosialiasidimaksud tidak lagi dengan cara-cara konvensional, tetapi perlumelakukan audience secara langsung untuk menguatkan keberadaanPerancang Kanwil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

1) Kemenkumham dengan Kementerian Dalam Negeri perlu menyusun MOUyang menyepakati bahwa dalam setiap penyusunan Raperda, Biro HukumPemerintah Daerah atau Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) selalumengikutsertakan Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan; (Perumusan Kebijakan-20)

2) Perlu dibangun koordinasi pada saat Satuan Kerja Pemerintah Daerah(SKPD) mulai mengusulkan judul dan proposal Program PembentukanPeraturan Daerah (Propemperda), yang digagas sebagai skala prioritasdari agenda Program Pembangunan Daerah, seharusnya sudahmelibatkan Perancang Kanwil sebagai anggota tim (tenaga expert),sehingga Perancang mengetahui sejarah Raperda dimaksud mulai dariperencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan/penetapan, danpengundangannya.

VI. Upaya Jajaran Keimigrasian dalam Implementasi Kebijakan Bebas Visa

Stakeholders Rekomendasi

EKSTERNALa) Direktur Jenderal Hukum dan

Perjanjian InternasionalKementerian Luar NegeriRepublik Indonesia

b) Kepala Badan Reserse KriminalKepolisian Republik Indonesia

c) Deputi Bidang PengembanganKelembagaan KepariwisataanKementerian Pariwisata RepublikIndonesia;

d) Direktur Jenderal PembinaanPengawasan Ketenagakerjaandan Keselamatan dan KesehatanKerja, Kementerian TenagaKerja Republik Indonesia

1) Kementerian Luar Negeri R.I., meningkatkan kerja sama, sinergitas,koordinasi dan komunikasi yang intens terkait dengan pengawasanorang asing dan terhadap negara-negara subyek bebas visa,terutama yang termasuk negara bergejolak, negara-negara yangsecara ekonomi, sosial, dan politik belum baik, serta negara yangtermasuk negara bermasalah. (Perumusan Kebijakan-21)

2) Terkait dengan belum seimbangnya penerapan asas resiprokal danmanfaat yang menjadi amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun2011 Tentang Keimigrasian bagi WNI yang berkunjung ke negara-negara penerima bebas visa, maka perlu dipertimbangkan untukmelakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan bebas visaterutama terkait negara-negara subyek bebas visa, negara yangbergejolak; (Perumusan Kebijakan-22)

3) Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk mengetahui dampakimplementasi bebas visa dari sisi kebijakan luar negeri Indonesia.

1) Kepolisian Republik Indonesia untuk meningkatkan kerja sama,sinergitas, koordinasi dan komunikasi berkaitan dengan pengawasanterhadap orang asing serta pelanggaran yang terjadi;

2) Melakukan mapping keberadaan orang asing dan pelanggarankeamanan yang dilakukan oleh Warga Negara Asing (WNA) darinegara-negara subyek bebas visa, terutama yang termasuk negarabergejolak, negara-negara yang secara ekonomi, sosial, dan politikbelum baik, serta negara yang termasuk negara bermasalah;(Perumusan Kebijakan-23)

3) Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk mengetahui dampakimplementasi bebas visa dari sisi keamanan Negara.

1) Kementerian Pariwisata Republik Indonesia dapat meningkatkankerjasama, sinergisme, koordinasi dan komunikasi yang intensterkait promosi pariwisata terhadap wisatawan dan pengawasanterhadap orang asing;

2) Meninjau kembali terhadap implementasi kebijakan bebas visaterkait dengan negara-negara subyek bebas visa, terutama yangtermasuk negara-negara yang secara ekonomi, sosial, dan politikyang belum baik, dan negara bermasalah/bergejolak, serta negarayang belum menerapkan asas resiprokal dan manfaat yang menjadiamanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentangKeimigrasian;

3) Melakukan pengkajian lanjutan untuk mengetahui dampakimplementasi bebas visa dari sisi kepariwisataan.

1) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesiameningkatkan kerjasama, sinergisme, koordinasi dan komunikasiberkaitan dengan pengawasan terhadap orang asing;

2) Melakukan pendataan tenaga kerja asing yang berasal dari negarasubyek bebas visa, dengan melakukan mapping berdasarkankontribusi dan manfaat yang didapat oleh pemerintah RepublikIndonesia serta sebaran tenaga kerja asing di wilayah NKRI;

3) Melakukan pengkajian lanjutan untuk mengetahui dampak

implementasi bebas visa dari sisi kepariwisataan.

INTERNALDirektur Jenderal ImigrasiKementerian Hukum dan HAM R.I.

1) Sosialisasi yang berkesinambungan terkait dengan implementasibebas visa kepada jajaran imigrasi baik di Pusat maupun di Daerahserta meningkatkan koordinasi dan pemahaman yang sama terkaitdengan pengawasan orang asing;

2) Meningkatkan kualitas dan kompetensi inteligen Sumber DayaManusia melalui Pendidikan dan Latihan untuk menambah wawasanserta kemampuan SDM khususnya yang bertugas di TPI sepertipenjurusan bagi taruna Akademi Ilmu Imigrasi (AIM) agardisesuaikan dengan keahliannya:Informasi Teknologi (IT), intelijen,pelayanan, pengawasan, dan penindakan), dan untuk mengatasikekurangan SDM perlu perekrutan pegawai dengan perjanjian kerjasebagaimana yang di atur dalam Undang-undang Aparatur SipilNegara; (Perumusan Kebijakan-24)

3) Meningkatkan sarana dan prasarana sistem Informasi Teknologi(IT) guna mendukung pelaksanaan tugas dilapangan sehingga datayang diperoleh dapat langsung masuk ke dalam sistem;

4) Kementerian Hukum dan HAM R.I, Kementerian Luar Negeri,Kementerian Pariwisata, Kementerian Tenaga Kerja serta KepolisianRepublik Indonesia meningkatkan kerjasama, sinergitas, kolaborasiberkaitan dengan pengawasan terhadap orang asing serta terkaitdengan negara-negara penerima bebas visa yang termasuk negarabergejolak, negara-negara yang secara ekonomi, sosial, dan politikbelum baik, serta negara yang termasuk negara bermasalah, jugabelum seimbangnya penerapan asas resiprokal dan manfaat yangmenjadi amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentangKeimigrasian bagi WNI yang berkunjung ke negara-negara penerimabebas visa, dan perlu dipikirkan peninjauan kembali terhadapkebijakan bebas visa terutama terkait negara-negara subyek bebasvisa.

5) Melakukan pengkajian lanjutan untuk mengetahui dampakimplementasi bebas visa dari sisi kebijakan keimigrasian.

VII. Evaluasi Survei Kepuasan Masyarakat di Lingkungan Kementerian Hukum danHAM R.I.

Stakeholders Rekomendasi

INTERNALa) Inspektur Jenderal Kementerian

Hukum dan HAM R.I.

b) Direktur Jenderal ImigrasiKementerian Hukum dan HAMR.I.

1) Sosialisasi yang berkesinambungan kepada unit utama yangmelaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat terkait denganPeraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan ReformasiBirokrasi Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Pedoman Survei KepuasanMasyarakat Terhadap Penyelenggara Pelayanan Publik; (PerumusanKebijakan-25)

2) Memprakarsai penyusunan Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.Iterkait Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat terkait layanan yangada di Kementerian Hukum dan HAM R.I dengan melibatkan UnitEselon I yang melakukan pelayanan publik (Keimigrasian,Pemasyarakatan, Kekayaan Intelektual dan Administrasi HukumUmum dan Jasa Hukum lainnya. Pedoman Survei atau indikatorpenilaian dibuat berdasarkan spesifikasi jenis layanan yang adabukan secara umum, sehingga memudahkan pihak penyedia layananuntuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas layanan. Agarmenyesuaikan acuan dalam Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014menjadi 9 (Sembilan) unsur penilaian untuk mengukur indekskepuasan masyarakat. Kesembilan unsur peniliaan ini didasarkanpada Undang-Undang Pelayanan Publik yakni: Persyaratan,Prosedur, Waktu Pelayanan, Biaya/Tarif, Produk Spesifikasi JenisPelayanan, Kompetensi Pelaksana, Perilaku Pelaksana, MaklumatPelayanan, Penanganan Pengaduan, Saran Serta Masukan dan jugadalam Peraturan Menteri tersebut perlu diatur sanksi dan reward yangtegas dan jelas bagi unit layanan yang melaksanakan danmempublikasikan hasil survei kepada masyarakat, sehingga semuaunit layanan akan dengan sungguh-sungguh mematuhiaturan/kebijakan tersebut; (Perumusan Kebijakan-26)

3) Penguatan pengawasan dan pembinaan terhadap unit penyelenggaralayanan dalam menjalankan survei kepuasan masyarakat danmembangun komunikasi yang aktif di jajaran Kementerian Hukum danHAM R.I dalam menjalankan survei kepuasan masyarakat sehinggaada keseragaman terutama unit utama yang melaksanakan tugaspelayanaan terhadap masyarakat. (Perumusan Kebijakan-27)

1) Sosialisasi yang berkesinambungan kepada unit pelayanan tekniskeimigrasian yang melaksanakan tugas pelayanan kepadamasyarakat terkait dengan Peraturan Menteri PendayagunaanAparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014Tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat TerhadapPenyelenggara Pelayanan Publik;

2) Bersama-sama dengan Inspektorat Jenderal dan stake holder lainnyamenyusun Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I yang mengaturPedoman Survei Kepuasan Masyarakat terkait layanan yang ada diKementerian Hukum dan HAM R.I di bidang: Kemimigrasian,Pemasyarakatan, Kekayaan Intelektual dan Administrasi HukumUmum dan Jasa Hukum lainnya yang mengacu kepada Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014 menjadi 9 (Sembilan) unsur penilaianuntuk mengukur indeks kepuasan masyarakat antara lain:Persyaratan, Prosedur, Waktu Pelayanan, Biaya/Tarif, ProdukSpesifikasi Jenis Pelayanan, Kompetensi Pelaksana, PerilakuPelaksana, Maklumat Pelayanan, Penanganan Pengaduan, SaranSerta Masukan dan juga dalam Peraturan Menteri tersebut perludiatur sanksi dan reward yang tegas dan jelas bagi unit layanan yangmelaksanakan dan mempublikasikan hasil survei kepada masyarakat,

c) Direktur JenderalPemasyarakatan KementerianHukum dan HAM R.I.

sehingga semua unit layanan akan dengan sungguh-sungguhmematuhi aturan/kebijakan tersebut;

3) Penguatan kelembagaan serta tanggung jawab dalam menjalankansurvei kepuasan masyarakat dengan melibatkan Inspektorat Jenderalsesuai dengan tugas dan fungsinya dalam pengawasan pelaksanaansurvei kepuasan masyarakat;

4) Membangun komunikasi yang aktif dan efektif di jajaran KementerianHukum dan HAM R.I khususnya di jajaran unit pelayanan tekniskeimigrasian dalam menjalankan survei kepuasan masyarakatsehingga ada keseragaman terutama unit utama yang melaksanakantugas pelayanaan terhadap masyarakat;

5) Meningkatkan sarana teknologi informasi dalam pelaksanaan surveikepuasan masyarakat dengan memastikan bahwa yang memperolehhak akses adalah masyarakat yang benar-benar telah menggunakanlayanan, dan membuat sistem informasi yang terintegrasi ke portalkementerian, sehingga hasil survei kepuasan masyarakat denganmudah dapat diakses baik bagi pemangku kepentingan ataupunmasyarakat luas; (Perumusan Kebijakan-28)

6) Peningkatan kompetensi pegawai/petugas yang melaksanakan surveikepuasan masyarakat dalam teknik survei, pengolahan data hinggapenyusunan laporan serta pemanfaatan Informasi Teknologi (IT)melalui bimbingan teknis maupun pelatihan dan pendidikan;(Perumusan Kebijakan-29)

7) Penguatan komitmen dari berbagai pihak (pemangku kepentingan,pelaksana dan petugas lapangan) supaya survei kepuasanmasyarakat dapat terlaksana secara konsisten danberkesinambungan;

8) Peningkatan dukungan sarana dan prasarana yang memadai sepertianggaran, personal komputer, sistem pengolah data dan lainsebagainya.

1) Sosialisasi yang berkesinambungan kepada unit pelayanan teknisyang melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat terkaitdengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara danReformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Pedoman SurveiKepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggara Pelayanan Publik;

2) Bersama-sama dengan Inspektorat Jenderal dan stake holder lainnyamenyusun Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I yang terkaitPedoman Survei Kepuasan Masyarakat terkait layanan yang ada diKementerian Hukum dan HAM R.I di bidang: Pemasyarakatan,Kemimigrasian, Kekayaan Intelektual dan Administrasi Hukum Umumdan Jasa Hukum lainnya yang mengacu kepada Permen PAN-RBNomor 16 Tahun 2014 menjadi 9 (Sembilan) unsur penilaian untukmengukur indeks kepuasan masyarakat antara lain: Persyaratan,Prosedur, Waktu Pelayanan, Biaya/Tarif, Produk Spesifikasi JenisPelayanan, Kompetensi Pelaksana, Perilaku Pelaksana, MaklumatPelayanan, Penanganan Pengaduan, Saran Serta Masukan dan jugadalam Peraturan Menteri tersebut perlu diatur sanksi dan reward yangtegas dan jelas bagi unit layanan yang melaksanakan danmempublikasikan hasil survei kepada masyarakat, sehingga semuaunit layanan akan dengan sungguh-sungguh mematuhiaturan/kebijakan tersebut;

3) Penguatan kelembagaan serta tanggung jawab dalam menjalankansurvei kepuasan masyarakat dengan melibatkan Inspektorat Jenderalsesuai dengan tugas dan fungsinya dalam pengawasan pelaksanaansurvei kepuasan masyarakat;

4) Membangun komunikasi yang aktif di jajaran Kementerian Hukum danHAM R.I khususnya pada penyelenggara layanan pemasyarakatndalam menjalankan survei kepuasan masyarakat sehingga adakeseragaman terutama unit utama yang melaksanakan tugas

d) Direktur Jenderal KekayaanIntelektual Kementerian Hukumdan HAM R.I.

pelayanaan terhadap masyarakat;5) Meningkatkan sarana teknologi informasi dalam pelaksanaan survei

kepuasan masyarakat dengan memastikan bahwa yang memperolehhak akses adalah masyarakat yang benar-benar telah menggunakanlayanan, dan membuat sistem informasi yang terintegrasi ke portalkementerian, sehingga hasil survei kepuasan masyarakat denganmudah dapat diakses baik bagi pemangku kepentingan ataupunmasyarakat luas;

6) Meningkatkan kompetensi pegawai/petugas yang melaksanakansurvei kepuasan masyarakat dalam teknik survei, pengolahan datahingga penyusunan laporan serta pemanfaatan Informasi Teknologi(IT) melalui bimbingan teknis maupun pelatihan dan pendidikan;

7) Penguatan komitmen dari berbagai pihak (pemangku kepentingan,pelaksana dan petugas lapangan) supaya survei kepuasanmasyarakat dapat terlaksana secara konsisten danberkesinambungan.

8) Peningkatan dukungan sarana dan prasarana yang memadai sepertianggaran, personal komputer, sistem pengolah data dan lainsebagainya.

1) Sosialisasi yang berkesinambungan kepada jajaran di lingkunaganDirektorat Kekayaan Intelektual yang melaksanakan tugas pelayanankepada masyarakat terkait dengan Peraturan MenteriPendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16Tahun 2014 Tentang Pedoman Survei Kepuasan MasyarakatTerhadap Penyelenggara Pelayanan Publik;

2) Bersama-sama dengan Inspektorat Jenderal dan stake holder lainnyamenyusun Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I yang mengaturSOP Survei Kepuasan Masyarakat terkait layanan yang ada diKementerian Hukum dan HAM R.I di bidang: Kekayaan Intelektual,Kemimigrasian, Pemasyarakatan, dan Administrasi Hukum Umumdan Jasa Hukum lainnya yang mengacu kepada Permen PAN-RBNomor 16 Tahun 2014 menjadi 9 (Sembilan) unsur penilaian untukmengukur indeks kepuasan masyarakat antara lain: Persyaratan,Prosedur, Waktu Pelayanan, Biaya/Tarif, Produk Spesifikasi JenisPelayanan, Kompetensi Pelaksana, Perilaku Pelaksana, MaklumatPelayanan, Penanganan Pengaduan, Saran Serta Masukan dan jugadalam Peraturan Menteri tersebut perlu diatur sanksi dan reward yangtegas dan jelas bagi unit layanan yang melaksanakan danmempublikasikan hasil survei kepada masyarakat, sehingga semuaunit layanan akan dengan sungguh-sungguh mematuhiaturan/kebijakan tersebut;

3) Perlu penguatan kelembagaan serta tanggung jawab dalammenjalankan survei kepuasan masyarakat dengan melibatkanInspektorat Jenderal sesuai dengan tugas dan fungsinya dalampengawasan pelaksanaan survei kepuasan masyarakat;

4) Perlu membangun komunikasi yang aktif di jajaran KementerianHukum dan HAM R.I khususnya pada penyelenggara layanankekayaan intelektual dalam menjalankan survei kepuasan masyarakatsehingga ada keseragaman terutama unit utama yang melaksanakantugas pelayanaan terhadap masyarakat;

5) Perlu meningkatkan sarana teknologi informasi dalam pelaksanaansurvei kepuasan masyarakat dengan memastikan bahwa yangmemperoleh hak akses adalah masyarakat yang benar-benar telahmenggunakan layanan, dan membuat sistem informasi yangterintegrasi ke portal kementerian, sehingga hasil survei kepuasanmasyarakat dengan mudah dapat diakses baik bagi pemangkukepentingan ataupun masyarakat luas;

6) Perlu meningkatkan kompetensi pegawai/petugas yangmelaksanakan survei kepuasan masyarakat dalam teknik survei,

e) Direktur Jenderal AdministrasiHukum Umum, KementerianHukum dan HAM R.I

pengolahan data hingga penyusunan laporan serta pemanfaatan ITmelalui bimbingan teknis maupun pelatihan dan pendidikan;

7) Perlu penguatan komitmen yang serius dari berbagai pihak(pemangku kepentingan, pelaksana dan petugas lapangan) supayasurvei kepuasan masyarakat dapat terlaksana secara konsisten danberkesinambungan.

8) Perlu peningkatan dukungan sarana dan prasarana yang memadaiseperti anggaran, personal komputer, sistem pengolah data dan lainsebagainya

1) Perlu dilaksanakan sosialisasi yang berkesinambungan kepadajajaran di lingkungan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umumyang melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat terkaitdengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara danReformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Pedoman SurveiKepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggara Pelayanan Publik;

2) Bersama-sama dengan Inspektorat Jenderal dan stakeholder lainnyamenyusun Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I yang mengaturSOP Survei Kepuasan Masyarakat terkait layanan yang ada diKementerian Hukum dan HAM R.I di bidang: Administrasi HukumUmum dan Jasa Hukum lainnya, Kemimigrasian, Pemasyarakatan,dan Kekayaan Intelektual yang mengacu kepada Permen PAN-RBNomor 16 Tahun 2014 menjadi 9 (Sembilan) unsur penilaian untukmengukur indeks kepuasan masyarakat antara lain: Persyaratan,Prosedur, Waktu Pelayanan, Biaya/Tarif, Produk Spesifikasi JenisPelayanan, Kompetensi Pelaksana, Perilaku Pelaksana, MaklumatPelayanan, Penanganan Pengaduan, Saran Serta Masukan dan jugadalam Peraturan Menteri tersebut perlu diatur sanksi dan reward yangtegas dan jelas bagi unit layanan yang melaksanakan danmempublikasikan hasil survei kepada masyarakat, sehingga semuaunit layanan akan dengan sungguh-sungguh mematuhiaturan/kebijakan tersebut;

3) Perlu penguatan kelembagaan serta tanggung jawab dalammenjalankan survei kepuasan masyarakat dengan melibatkanInspektorat Jenderal sesuai dengan tugas dan fungsinya dalampengawasan pelaksanaan survei kepuasan masyarakat;

4) Perlu membangun komunikasi yang aktif di jajaran KementerianHukum dan HAM R.I khususnya pada penyelenggara layananadministrasi hukum umum dan jasa hukum lainnya dalammenjalankan survei kepuasan masyarakat sehingga adakeseragaman terutama unit utama yang melaksanakan tugaspelayanaan terhadap masyarakat;

5) Perlu meningkatkan sarana teknologi informasi dalam pelaksanaansurvei kepuasan masyarakat dengan memastikan bahwa yangmemperoleh hak akses adalah masyarakat yang benar-benar telahmenggunakan layanan, dan membuat sistem informasi yangterintegrasi ke portal kementerian, sehingga hasil survei kepuasanmasyarakat dengan mudah dapat diakses baik bagi pemangkukepentingan ataupun masyarakat luas;

6) Perlu meningkatkan kompetensi pegawai/petugas yangmelaksanakan survei kepuasan masyarakat dalam teknik survei,pengolahan data hingga penyusunan laporan serta pemanfaatanInformasi Teknologi (IT) melalui bimbingan teknis maupun pelatihandan pendidikan;

7) Perlu penguatan komitmen yang serius dari berbagai pihak(pemangku kepentingan, pelaksana dan petugas lapangan) supayasurvei kepuasan masyarakat dapat terlaksana secara konsisten danberkesinambungan.

8) Perlu peningkatan dukungan sarana dan prasarana yang memadaiseperti anggaran, personal komputer, sistem pengolah data dan lain

sebagainya.

VIII. Pola Karir di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM

Stakeholders Rekomendasi

INTERNALa) Sekretaris Jenderal Kementerian

Hukum dan HAM R.I.

b) Kepala Badan PengembanganSumber Daya ManusiaKementerian Hukum dan HAMR.I.

1) Menyusun pedoman pola karir Kementerian Hukum dan HAM yangsesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentangAparatur Sipil Negara. Pedoman Pola Karir tersebut memuat hal-halsebagai berikut :a) Memuat sebuah pola jalur karir atau jenjang karir jabatan (career

path) yaitu arah kemajuan seseorang dalam bidangpekerjaannya. Jalur karir dibuat lengkap dengan memuat nama-nama jabatan yang dapat dan mungkin dapat diduduki olehseseorang pegawai serta persyaratan untuk dapat mendudukijabatan tersebut. Pola yang dibuat tersebut akan menjadigambaran dan panduan bagi para pegawai dan organisasi untukmengetahui ke arah mana mereka dapat maju dalam karirnya bilamereka ”mau dan mampu”.

b) Memuat rumpun jabatan yang bersesuaian, memiliki kesamaan,serta berkorelasi dalam fungsi dan tugasnya. Hal ini penting agararah reposisi (promosi dan mutasi) PNS lebih jelas serta PNSsendiri dapat melakukan self assessment terhadappengembangan karirnya ke depan. Disamping itu, jalannyaorganisasi akan dapat lebih optimal dan efektif.

c) Memuat dan mengatur tentang rekrutmen, pendidikan danpelatihan, pola mutasi dan promosi, pensiun dan pemberhentian.(Perumusan Kebijakan-30)

2) Khusus untuk jabatan di Lingkungan Pemasyarakatan dan Imigrasiyang memiliki keunikan dalam bidang kerjanya perlu adanyapercepatan jenjang karir (fasttrack), yang lebih berkeadilan, yangterkait dengan rentang waktu karir yang sama dengan jabatan-jabatanlain di luar bidang tersebut. (jabatan di Imigrasi dan Pemasyarakatandi mulai dari eselon V/a). (Perumusan Kebijakan-31)

1) Meningkatkan kualitas maupun kuantitas penyelenggaraan pelatihandan keterampilan teknis terutama yang berkaitan dengan keahlianyang menjurus pada jabatan struktural maupun jabatan fungsional,hal ini untuk memberikan rangsangan bagi pegawai untuk memilihjenjang karirnya. (Perumusan Kebijakan-32)

2) Penyelenggaraan diklat teknis maupun struktural dilaksanakanberdasarkan kebutuhan organisasi sampai dengan Unit PelaksanaTeknis (UPT) di seluruh Kantor Wilayah untuk menunjang kelancaranpelaksanaan tugas khususnya di UPT yang berada di wilayahIndonesia Bagian Timur dan di daerah terpencil lainnya.

3) Membangun database pengembangan diklat pegawai KementerianHukum dan HAM agar penyelenggaraan diklat tepat sasaran, danmembangun sumber daya manusia yang profesional, akuntabel,sinergi, transparan, dan inovatif.

IX. Pengaruh Reward dan Punishment Terhadap Kinerja Pegawai di LingkunganKementerian Hukum dan HAM R.I.

Stakeholders Rekomendasi

INTERNALa) Sekretaris Jenderal Kementerian

Hukum dan HAM R.I.

b) Inspektur Jenderal KementerianHukum dan HAM R.I

1) Melaksanakan reward sesuai isi dari Undang-Undang No.5 Tahun2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pasal 82, menyebutkan“Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah menunjukkan kesetiaan,pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerjadalam melaksanakan tugasnya, dapat diberikan penghargaan ataureward”. Yang artinya reward adalah sebuah hadiah riil yangberdampak pada peningkatan karier, pengembangan dan Diklat bagipegawai yang berprestasi.

2) Merencanakan dan menyusun indikator reward berupa hadiah yangberdampak pada peningkatan karier pegawai dan punishmentdilaksanakan dengan keras dan tegas sesuai dengan peraturan yangada, sehingga berimbang untuk menciptakan keadilan yang dapatmeningkatkan produktifitas kinerja pegawai,

3) Pengaruh reward dan punishment dapat menjadi indikator yangbersinergi dalam penilaian kinerja pegawai sesuai dengan resiko danbeban kerja yang diemban pegawai pada setiap unit kegiatan dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM. (Perumusan Kebijakan-33)

1) Diharapkan dapat menjalankan sepenuhnya punishment ataupenjatuhan hukuman disiplin, secara keras dan tegas sesuai denganketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010tentang Hukuman Disiplin.

2) Diharapkan agar dapat menyusun indikator pembinaan pegawaiterhadap pelaksanaan punishment yang berfungsi sebagai alatpengendali pegawai untuk dapat kembali berproduktif dan punishmentyang diberikan mempunyai efek jera bagi pegawai untuk tidakmengulangi pelanggaran kembali dengan kasus yang sama.

3) Untuk memotivasi perubahan perilaku pegawai agar pemberianpunishment dilaksanakan secara konsisten, berkeadilan, dankepastian sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang dilakukanpegawai.

X. Analisis Kebutuhan Penempatan Auditor di Kantor Wilayah Kementerian Hukumdan HAM R.I.

Stakeholders Rekomendasi

INTERNALa) Sekretaris

Jenderal,KementerianHukum dan HAM

b) Inspektur Jenderal,KementerianHukum dan HAM

c) Kantor WilayahKementerianHukum dan HAMRI

1) Sekretariat Jenderal bersama Inspektorat Jenderal mempersiapkan bahanrumusan perubahan struktur organisasi dan tata laksana kantor wilayah denganmenambahkan ketentuan tentang tugas dan fungsi pengawasan di kantor wilayah.

2) Sekretariat Jenderal bersama Inspektorat Jenderal melakukan analisis kebutuhandan penyediaan auditor di setiap kantor wilayah, sehingga diketahui jumlah auditordan beban kerja auditor yang ditempatkan di kantor wilayah.

3) Sekretariat Jenderal bersama Inspektorat Jenderal menyiapkan dan menambahsumber daya manusia auditor baik yang direkrut dari internal, maupun dari calonpegawai negeri sipil untuk meningkatkan kinerja pengawasan di lingkunganKementerian Hukum dan HAM. (Pembentukan Hukum-2)

1) Penempatan auditor dikantor wilayah menjadi suatu kebutuhan dan oleh karena ituInspektorat Jenderal dan Sekretariat Jenderal harus mempersiapkan aturan danelement pendukung lainnya dalam rangka penempatan auditor di Kantor Wilayah.Pada saat ini, penempatan auditor di Kantor Wilayah belum memungkinkan untukdilaksanakan, karena secara struktur kelembagaan, regulasi dan sumber dayamanusia belum mendukung terlaksananya penempatan auditor di kantor wilayah.

2) Inspektorat Jenderal bersama Sekretariat Jenderal mempersiapkan bahanrumusan perubahan struktur organisasi tata laksana kantor wilayah denganmenambahkan ketentuan tentang tugas dan fungsi pengawasan di kantor wilayah.

3) Inspektorat Jenderal melakukan manajemen risiko dengan melakukan analisis danidentifikasi risiko di seluruh kantor wilayah. Manajemen risiko diperlukan untukmenentukan seberapa besar kebutuhan penempatan auditor di setiap kantorwilayah, beban kerja auditor dan sifat serta waktu penempatan auditor di kantorwilayah. (Perumusan Kebijakan-34)

4) Inspektorat Jenderal bersama Sekretariat Jenderal melakukan analisis kebutuhandan penyediaan auditor di setiap kantor wilayah, sehingga diketahui jumlah auditordan beban kerja auditor yang ditempatkan di kantor wilayah.

5) Inspektorat Jenderal menyiapkan dan menambah sumber daya manusia auditorbaik yang direkrut dari internal pegawai di lingkungan Kementerian Hukum danHAM, maupun dari calon pegawai negeri sipil untuk meningkatkan kinerjapengawasan di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

6) Inspektorat Jenderal meningkatkan peran konsultasi dan menyediakan mediakonsultasi yang memudahkan pegawai Kantor Wilayah untuk berkonsultasi ketikaada masalah atau hambatan. (Perumusan Kebijakan-35)

7) Inspektorat Jenderal dan Kantor Wilayah mengoptimalkan kerjasama denganBadan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) baik tingkat pusat danprovinsi, dalam rangka membantu pengawasan, pembinaan dan pendampinganKantor Wilayah dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

8) Meningkatkan penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintahan agarsetiap kegiatan di Kantor Wilayah dilaksanakan sesuai tolok ukur yang telahditetapkan secara efektif dan efisien.

1) Meningkatkan komunikasi dan konsultasi dengan Inspektorat Jenderal untukmendukung pelaksanaan semua kegiatan, terutama ketika ada masalah atauhambatan.

2) Mengoptimalkan kerjasama dengan Badan Pengawas Keuangan danPembangunan (BPKP) baik tingkat pusat dan provinsi, dalam rangka membantupengawasan, pembinaan dan pendampingan Kantor Wilayah dalam menjalankantugas dan fungsinya.

3) Meningkatkan penyelenggaraan dan mengevaluasi sistem pengendalian internpemerintahan agar dapat meminimalisasi adanya resiko terhadap tercapaianyatarget kinerja dan anggaran yang akuntabel di setiap kegiatan pada Kantor Wilayahsesuai tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.

D. Capaian Kinerja Pusat Pengembangan Data dan Informasi PenelitianHukum dan Hak Asasi Manusia

Pengukuran tingkat capaian kinerja Pusat Pengembangan Data dan Informasi Penelitian

Hukum dan Hak Asasi Manusia Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara

target pencapaian indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Tahun

2016 dengan realisasi pencapaiannya. Tingkat capaian kinerja berdasarkan hasil

pengukurannya dapat diuraikan dalam tabel berikut:

No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian

(1)

Data dan informasipenelitian hukum dan hakasasi manusia sebagaibahan rekomendasikebijakan di bidang hukumdan hak asasi manusia

Jumlah buku mengenai data daninformasi penelitian hukum dan hakasasi manusia sebagai bahanrekomendasi kebijakan di bidang hukumdan hak asasi manusia

3 3 100%

(2)Publikasi hasil penelitiandan pengembangan hukumdan hak asasi manusia

Jumlah hasil penelitian danpengembangan hukum dan hak asasimanusia yang dipublikasikan pada jurnal

18 25 139%

Untuk mengukur realisasi data dan informasi penelitian hukum dan hak asasi manusia

sebagai bahan rekomendasi kebijakan di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat

menggunakan formulasi berikut:

Untuk mengukur realisasi publikasi hasil penelitian dan pengembangan hukum dan hak

asasi manusia dapat menggunakan formulasi berikut:

1) Data dan Informasi Penelitian Hukum dan HAM sebagai Bahan RekomendasiKebijakan di Bidang Hukum dan HAMTerkait dengan rekomendasi kebijakan yang telah dihasilkan oleh Pusat Pengembangan

Data dan Informasi Penelitian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kami telah membuat buku

hasil penelitian yang telah disampaikan kepada Stakeholders. Berikut rangkuman

rekomendasi tersebut:

I. Studi Meta Analisis Hubungan Antara Program Deradikalisasi Dengan Terorisme

Stakeholders Rekomendasi

a) Kepala Badan NasionalPenanggulanganTerorisme (BNPT)

b) Direktur JenderalBimbingan MasyarakatIslam KementerianAgama

c) Direktur JenderalPendidikan Dasar danMenengah KementerianPendidikan danKebudayaan

d) Direktur JenderalPemasyarakatanKementerian Hukum danHak Asasi Manusia

e) Kepala Biro HukumProvinsi Jawa Barat,Sumatera Selatan, Bali,Lampung, NusaTenggara Timur

f) Direktur JenderalPeraturan Perundang-Undangan KementerianHukum dan Hak AsasiManusia

Perumusan Tujuan Dan Bentuk Program Deradikalisasi Khususnya Reedukasi(pendidikan Islam perdamaian dan multikultural) secara jelas dan obyektif,sehingga menjadi pedoman bagi instansi terkait dalam melaksanakan programderadikalisasi. Peningkatan kualitas penyuluh agama khususnya agama Islammelalui pemberian pendidikan dan pelatihan (Diklat) terkait programderadikalisasi. (Perumusan Kebijakan-1)

Peningkatan kualitas penyuluh agama khususnya agama Islam melaluipemberian pendidikan dan pelatihan (Diklat) terkait program deradikalisasi.

Pengetahuan mengenai Terorisme dan Bahaya Radikalisme Agama, PendidikanMultikultural dan Pendidikan Nasionalisme dalam Kurikulum Pendidikan Sekolah.(Perumusan Kebijakan-2)

a) Pendidikan dan pelatihan bagi petugas Lembaga Pemasyarakatan dan BalaiPemasyarakatan dalam membina Narapidana teroris bekerjasama denganBNPT, Kementerian Agama dan Lembaga Swadaya Masyarakat (YayasanPrasasti Perdamaian); (Perumusan Kebijakan-3)

b) Peran Balai Pemasyarakatan sangat strategis dalam pembinaan sehinggaperlu didukung oleh anggaran yang sesuai kebutuhan dalam pelaksanaanprogram deradikalisasi.

Memasukkan ketentuan mengenai program deradikalisasi dan terorisme dalamPeraturan Daerah tentang Ketertiban Umum.

Merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan TindakPidana Terorisme dengan memasukkan ketentuan mengenai programderadikalisasi. (Pembentukan Hukum-1)

II. Studi Meta Analisis Upaya Negara Terhadap Perlindungan Anak dalam PerspektifHak Asasi Manusia

Stakeholders Rekomendasi

a) Deputi BidangPerlindungan AnakKementerianPemberdayaanPerempuan danPerlindungan AnakRI

b) Deputi BidangPartisipasiMasyarakat,KementerianPemberdayaanPerempuan danPerlindungan AnakRI

c) Kepala KepolisianRepublik Indonesia

1) Menyiapkan dan Memobilisasi Informasi Lagu Anti Kekerasan Terhadap Anak danbersinergi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar dijadikansebagai lagu wajib dijenjang pendidikan wajib sembilan tahun (SD-SMA).

2) Memperbanyak dan mensosialisasikan buku modul “Menjadi Orangtua DambaanAnak” (Unicef dan Pemprov Sulawesi Selatan) ke setiap desa/ kelurahan melaluigerakan penyuluhan dengan memberdayakan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)di seluruh Indonesia. (Perumusan Kebijakan-4)

Membuat Gugus Tugas Pengawasan dan Deteksi Dini di Tingkat RT untuk mencegahterjadinya kekerasan terhadap anak, secara teknis membangun sinergitas denganjajaran Pemerintah Daerah melalui Kementerian Dalam Negeri sebagai bagian dariKebijakan Nasional. (Perumusan Kebijakan-5)

1) Mendukung percepatan penempatkan Satu Polisi Satu Desa di Seluruh Indonesia;(Perumusan Kebijakan-6)

2) Mengembangkan Fungsi Polisi Cilik Sebagai Agen Informasi Pencegahan tindakkekerasan.

III. Studi Meta Analisis Hubungan Antara Jumlah Organisasi Bantuan Hukumdengan Aksesibilitas Bantuan Hukum Terhadap Masyarakat Miskin

Stakeholders Rekomendasi

a) Kepala BadanPembinaan HukumNasional,KementerianHukum dan HAMRI

b) Direktur JenderalPemasyarakatan,KementerianHukum dan HAMRI

c) Kepala KantorWilayahKementerianHukum Dan HAMRI (Jawa Timur,KalimantanSelatan, Aceh dan

1) Perlu Merevisi Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RepublikIndonesia Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Verifikasi Dan AkreditasiLembaga Bantuan Hukum Atau Organisasi Kemasyarakatan khusus Pasal 12huruf e “Memiliki advokat yang terdaftar pada lembaga bantuan hukum atauOrganisasi” dan huruf f “Telah menangani paling sedikit 10 (sepuluh) kasus;(Pembentukan Hukum-2)

2) Perlu Memperluas jangkauan sosialisasi program bantuan hukum sampai ketingkat desa/kelurahan bersamaan dengan program penyuluhan hukum;

3) Melakukan sinergitas dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalampendataan tahanan yang berkriteria miskin sebagai dasar pemberian bantuanhukum bagi masyarakat miskin.

1) Mendukung program bantuan hukum dengan pendataan tahanan berkriteria miskinberbasis IT (SDP).

2) Data tahanan kategori miskin disampaikan kepada BPHN dan organisasi pemberibantuan hukum sebagai fasilitas pemberian bantuan hukum bagi masyarakatmiskin. (Perumusan Kebijakan-7)

Agar mengagendakan evaluasi terhadap program bantuan hukum dalam forumDILKUMJAKPOL (Pengadilan, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM,Kejaksaaan, dan Kepolisian) guna menyelaraskan pemahaman tentang implementasibantuan hukum.

Sumatera Selatan).2) Publikasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia memiliki tiga jurnal

yang diterbitkan pada periode tertentu: (1) Jurnal Penelitian Hukum De Jure; (2) Jurnal

Ilmiah Kebijakan Hukum; dan (3) Jurnal HAM.

Terkait dengan IKK Pusbangdatin yang kedua, yakni jumlah hasil penelitian dan

pengembangan hukum dan hak asasi manusia yang dipublikasikan pada jurnal, telah

mencapai 139% dengan total realisasi 25 hasil penelitian yang dipublikasikan melebihi yang

ditargetkan yakni sebesar 18 hasil penelitian yang dipublikasikan. Ke-25 hasil penelitian ini

dipublikasikan dalam ketiga jurnal yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan

Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan rincian sebagai berikut:

Gambar 1 - Jurnal Penelitian HukumDe Jure No 2 Juni 2016

Gambar 2 - Jurnal Penelitian HukumDe Jure No 3 September 2016

Gambar 3 - Jurnal Penelitian HukumDe Jure No 4 Desember 2016

No Nama Jurnal Judul Artikel

1. Jurnal Penelitian Hukum De JureVolume 16 Nomor 2 Juni 2016

1. Penegakan Hukum Konflik Agraria yagngTerkait dengan Hak-Hak Masyarakat AdatPasca Putusan MK No.35/Puu-X/2012 olehAhyar Ari Gayo dan Nevey Varida Ariani

2. Jurnal Penelitian Hukum De JureVolume 16 Nomor 3 September 2016

1. Aspek Perizinan di Bidang HukumPertambangan Mineral dan Batubara padaEra Otonomi Daerah oleh Diana Yusyanti

2. Penyelesaian Perkara Tindak Pidana RinganMenurut Undang-Undang dalam PerspektifRestoratif Justice oleh Sri Mulyani

3. Jurnal Penelitian Hukum De JureVolume 16 Nomor 4 Desember 2016

1. Peningkatan Kemampuan PetugasPemasyarakatan dalam MenanggulangiPeredaran Narkoba di LembagaPemasyarakatan dan Rumah TahananNegara oleh Nizar Apriansyah

2. Perspektif Restorative Justice sebagai WujudPerlindungan Anak yang Bermasalah denganHukum oleh Ulang Mangun Sosiawan

3. Implementasi Konvensi Hak Anak Terkaitdengan Perlindungan Anak yangBerhadapan dengan Proses Hukum olehRosmi Darmi

4. Peningkatan Akses Bantuan Hukum kepadaMasyarakat Miskin oleh Oki Wahju Budijanto

5. Penyelesaian Konflik Sosial (Studi Kasus

Tawuran Warga Berlan dengan Palmeriam)oleh Yuliyanto

Gambar 4 - Jurnal Ilmiah KebijakanHukum No 1 Maret 2016

Gambar 5 - Jurnal Ilmiah KebijakanHukum No 2 Juli 2016

Gambar 6 - Jurnal Ilmiah KebijakanHukum No 3 Nov 2016

No Nama Jurnal Judul Artikel

1. Jurnal Ilmiah Kebijakan HukumVolume 10 Nomor 1 Maret 2016

1. Aspek Layanan Kesehatan bagi WargaBinaan Pemasyarakatan dan Tahanan diLembaga Pemasyarakatan dan RumahTahanan Negara oleh Ahmad Sanusi

2. Implementasi Norma Standard di RumahDetensi Jakarta Dalam Upaya PencegahanKonflik Antar Deteni oleh OksimanaDarmawan

3. Pemenuhan Hak atas Kesehatan bagiPenyandang Skizofrenia di Daerah IstimewaYogyakarta oleh Firdaus

4. Analisis Kebijakan Perlindungan SaksiKorban oleh Josefhin Mareta

2. Jurnal Ilmiah Kebijakan HukumVolume 10 Nomor 2 Juli 2016

1. Diversi dan Keadilan Restoratif dalamPenyelesaian Perkara Tindak Pidana Anak diIndonesia oleh Yul Ernis

3. Jurnal Ilmiah Kebijakan HukumVolume 10 Nomor 3 November 2016

1. Solusi Kebijakan Pemerintah TerhadapTuntutan Dwikewarganegaraan oleh JunaidiAbdillah

Gambar 7 - Jurnal HAM No 1 Jul 2016 Gambar 8 - Jurnal HAM No 2 Des 2016

No Nama Jurnal Judul Artikel

1. Jurnal HAMVolume 7 Nomor 1 Juli 2016

1. Analisis Penanganan Konflik antarOrganisasi Kemasyarakatan di SumateraUtara (Medan) dan Jawa Tengah (Surakarta)oleh Denny Zainuddin

2. Revitalisasi Sistem Pemerintahan Desadalam Perspektif Undang-Undang Nomor 6Tahun 2014 Tentang Desa di ProvinsiSumatera Barat oleh Donny Michael

3. Penghormatan Hak Asasi Manusia bagiPenghayat Kepercayaan di Kota Bandungoleh Oki Wahju Budijanto

4. Kebebasan Berekspresi dalam PerspektifHak Asasi Manusia: Perlindungan,Permasalahan dan Implementasinya diProvinsi Jawa Barat oleh Tony YuriRahmanto

5. Optimalisasi Pemenuhan Hak KorbanKekerasan terhadap Perempuan melaluiPusat Pelayanan Terpadu oleh PennyNaluria Utami

2. Jurnal HAMVolume 7 Nomor 2 Desember 2016

1. Alternatif Penjatuhan Hukuman Mati diIndonesia Dilihat dari Perspektif HAM olehBungasan Hutapea

2. Pemenuhan Hak atas Perumahan yangLayak bagi Masyarakat Miskin Kota dalamPerspektif HAM oleh Firdaus

3. Aspek Hak Sipil dalam Kesetaraan Gender diSektor Kerja Formal di Ternate oleh OkkyChahyo Nugroho

4. Penanaman Budaya Anti Kekerasan SejakDini pada Pendidikan Anak melalui KearifanLokal Permainan Tradisional oleh OksimanaDarmawan

5. Masalah Hukum Implementasi PemenuhanHak atas Layanan Bantuan Hukum bagiMasyarakat Miskin oleh Hakki Fajriando

6. Mekanisme Penegakan Hukum dalam UpayaPerlindungan Hak Kelompok Rentan (Anakdan Perempuan) oleh Josefhin Mareta

E. Capaian Kinerja Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Hukumdan Hak Asasi Manusia

Pengukuran tingkat capaian kinerja Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan

Hukum dan HAM Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian

indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Tahun 2016 dengan realisasi

pencapaiannya. Tingkat capaian kinerja berdasarkan hasil pengukurannya dapat diuraikan dalam

tabel berikut:

No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian

(1) Layanan KepegawaianBalitbang Hukum dan HAM

Jumlah dokumen administrasikepegawaian yang akuntabel 129 129 100%

Jumlah bulan layanan kepegawaian 12 12 100%

(2)

Dokumen PerencanaanProgram, Anggaran danKelembagaan Balitbang Hukumdan HAM

Jumlah dokumen perencanaanprogram dan anggaran yangdihasilkan

34 34 100%

Jumlah dokumen evaluasipelaksanaan program yang dihasilkan 8 8 100%

Jumlah dokumen reformasi birokrasidan kelembagaan yang dihasilkan 2 2 100%

(3)Layanan PengelolaanKeuangan Balitbang Hukumdan HAM

Jumlah laporan keuangan yangakuntabel dan tepat waktu 19 19 100%

Jumlah bulan layanan pelaksanaananggaran 12 12 100%

Persentase penyerapan anggaranyang akuntabel 75

(4)

Layanan PelaksanaanKehumasan danKetatausahaan BalitbangHukum dan HAM

Jumlah bulan layanan kehumasandan ketatausahaan 12 12 100%

(5)Layanan Pengelolaan BarangMilik Negara Balitbang Hukumdan HAM

Jumlah dokumen pengelolaan BMNyang akurat dan akuntabel 2 2 100%

Jumlah bulan layanankerumahtanggaan dan perlengkapan 12 12 100%

(6)Dokumen Pelaksanaan TugasTeknis Lainnya BalitbangHukum dan HAM

Jumlah pelaksanaan tugas teknis lainBalitbang Hukum dan HAM 5 5 100%

Layanan Perkantoran Layanan Perkantoran 12 12 100%

Jumlah Anggaran : Rp. 19.804.916.000,-

F. Capaian Kinerja Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HakAsasi Manusia 2016

Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan

HAM Tahun 2016 dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian indikator

sasaran yang telah ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Tahun 2016 dengan realisasi

pencapaiannya. Tingkat capaian kinerja berdasarkan hasil pengukurannya dapat diuraikan

dalam tabel berikut:

No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian

(1)

Tersedianya rekomendasikebijakan hasil penelitian danpengembangan hukum dan hakasasi manusia yang digunakansebagai bahan pembentukanhukum nasional

Jumlah rekomendasi kebijakan hasilpenelitian dan pengembangan hukumdan hak asasi manusia yangdisampaikan sebagai bahanpembentukan hukum nasional

25 24 96%

(2)

Tersedianya rekomendasikebijakan hasil penelitian danpengembangan hukum dan hakasasi manusia yang digunakansebagai bahan perumusankebijakan hukum dan hak asasimanusia

Jumlah rekomendasi kebijakan hasilpenelitian dan pengembangan hukumdan hak asasi manusia yangdisampaikan sebagai bahanperumusan kebijakan hukum dan hakasasi manusia

30 60 200%

Jumlah Anggaran : Rp 28.166.891.000,-

Untuk mengukur capaian kebijakan hasil penelitian dan pengembangan hukum dan hak asasi

manusia yang disampaikan sebagai bahan pembentukan hukum nasional dapat menggunakan

formulasi berikut:

Sedangkan untuk mengukur rekomendasi kebijakan hasil penelitian dan pengembangan hukum

dan hak asasi manusia yang disampaikan sebagai bahan perumusan kebijakan hukum dan hak

asasi manusia dapat menggunakan formulasi berikut:

Perbandingan Capaian Kinerja Tahun ini dengan Tahun yang lalu

SASARANSTRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI CAPAIAN

2015Pembentukanperaturanperundang-undangan yangmampumenjawabkebutuhanmasyarakat danperkembanganglobal secaratepat waktu

Persentase (%) hasil penelitian, pengembangan danevaluasi yang digunakan sebagai bahan rumusankebijakan

60% 72,32 % 120,53 %

Persentase (%) hasil penelitian, pengembangan danevaluasi yang digunakan sebagai bahanpembentukan peraturan perundang-undangan

60% 56,23 % 93,72 %

Jumlah hasil penelitian, pengembangan dan evaluasiyang dipublikasikan dan disosialisasikan kepadamasyarakat

60% 66,67% 111,12 %

Tabel 2 - Capaian Kinerja 2015

PROGRAM/KEGIATAN SASARANPROGRAM/KEGIATAN

INDIKATOR KINERJAPROGRAM/KEGIATAN TARGET REALISASI CAPAIAN

2016

Program Penelitiandan PengembanganKementerianHukum dan HakAsasi Manusia

Tersedianyarekomendasikebijakan hasilpenelitian danpengembanganhukum dan hak asasimanusia yangdigunakan sebagaibahan pembentukanhukum nasional

Jumlah rekomendasikebijakan hasil penelitiandan pengembangan hukumdan hak asasi manusia yangdisampaikan sebagai bahanpembentukan hukumnasional

25 24 96%

Tersedianyarekomendasikebijakan hasilpenelitian danpengembanganhukum dan hak asasimanusia yangdigunakan sebagaibahan perumusankebijakan hukum danhak asasi manusia

Jumlah rekomendasikebijakan hasil penelitiandan pengembangan hukumdan hak asasi manusia yangdisampaikan sebagai bahanperumusan kebijakan hukumdan hak asasi manusia

30 60 200%

Tabel 3 - Capaian Kinerja 2016

G. REALISASI ANGGARAN

PROGRAM / KEGIATAN PAGU (RP) REALISASI(RP) %

Penelitian dan Pengembangan Hukum 1.282.294.000 1,217,550,429 94.95%

Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia 1.410.756.000 1,400,200,600 99.25%

Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan 1.354.456.000 1,333,468,018 98.45%

Pengembangan Data dan Informasi Penelitian Hukum dan HakAsasi Manusia 1.373.990.000 1,341,744,275 97.65%

Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis LainnyaBadan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM 22.745.395.000 21,725,607,968 95.52%

JUMLAH 28.166.891.000 27,018,571,290 95.92%

BAB IVPENUTUP

A. Kesimpulan1. Capaian Kinerja Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Tahun 2016 sesuai

dengan dua (2) indikator kinerja yang telah ditetapkan, yaitu: Jumlah rekomendasi kebijakan

hasil penelitian dan pengembangan hukum dan hak asasi manusia yang disampaikan

sebagai bahan pembentukan hukum nasional; dan Jumlah rekomendasi kebijakan hasil

penelitian dan pengembangan hukum dan hak asasi manusia yang disampaikan sebagai

bahan perumusan kebijakan hukum dan hak asasi manusia pada umumnya telah tercapai.

Pelaksanaan kegiatan sesuai tugas dan fungsi yang ada pada Pusat Penelitian danPengembangan dan Sekretariat Badan berjalan dengan baik.

2. Kerja sama dengan komunitas kelitbangan pada kementerian/lembaga terjalin dengan baik

melalui pertemuan berkala Forum Komunikasi Kelitbangan (FKK).

B. Saran1. Agar hasil kegiatan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM dapat

dimanfaatkan dalam penunjang pelaksana tugas pokok Kementerian Hukum dan HAM dan

oleh pemangku kepentingan (stakeholders) maka perlu didukung sumber daya manusia

(SDM) yang memadai dan memiiki kompetensi di bidang riset.

2. Keberadaan Forum Komunikasi Kelitbangan (FKK) Kementerian dan Lembaga perlu

ditingkatkan dan diharapkan dapat menjadi wadah bagi Badan Penelitian dan

Pengembangan Hukum dan HAM untuk memperkenalkan dan mensosialisasikan hasil-hasil

penelitian dan pengembangan serta agenda strategis penelitian dan pengembangan lintas

sektoral di bidang hukum dan hak asasi manusia.

3. Perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan kompetensi peneliti melalui kegiatan pelatihan,

workshop dan penyegaran khusus dalam ilmu penelitian. Dalam menentukan topik atau

judul kegiatan penelitian dan pengembangan pada tahun-tahun selanjutnya agar

dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan stakeholders/masyarakat. Kerja sama antar

instansi/lembaga terus ditingkatkan dan berkelanjutan.