Upload
elisse-stephanie
View
460
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Ruptur Perineum
Citation preview
PRESENTASI KASUS
Laserasi Perineum
Pembimbing :
dr. S. Chandra, Sp.OG, D.Mas
Disusun oleh :
Cynthia Septivianti (406101007)
Feidriwan ( 406101014 )
KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 03 SEPTEMBER 2012-10 NOVEMBER 2012
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa , karena atas rahmat-
Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan laporan kasus pasien beserta tinjauan pustaka
yang membahas tentang Laserasi Perineum tepat pada waktunya. Laporan ini adalah
sebagai salah satu tugas dalam pendidikan kepaniteraan klinik bidang Ilmu Klinik Obstetri
dan Ginekologi RS Sentra Medika, Depok.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. S. Chandra, SpOG, D.Mas
selaku pembimbing yang rela meluangkan waktu, membagi pengalaman dan memberikan
saran serta nasihat dalam pembuatan laporan kasus ini. Tak lupa pula kami juga sampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Kami menyadari laporan kasus ini jauh dari sempurna, dan oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan penulisan
ini.
Akhir kata kami mengucapkan banyak terima kasih dan kami berharap laporan
kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
Depok, 24 Oktober 2012
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 2
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………. 3
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................. 4
A.Latar belakang ............................................................ 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 5
A.Definisi........................................................................ 5
B.Anatomi perineum...................................................... 6
C.Faktor risiko ruptur perineum...................................... 8
D.Klasifikasi ruptur perineum......................................... 9
D.1 Ruptur Perienum Spontan..................................... 9
D.2 Ruptur Perineum yang disengaja........................... 12
BAB III. KESIMPULAN............................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 21
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama timbulnya kematian pada ibu,
disamping infeksi dan preeclampsia. Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang
massif yang berasal dari tempat implantasi plasenta atau robekan pada jalan lahir dan jaringan
sekitarnya, serta merupakan salah satu penyebab kematian ibu Perdarahan pasca persalinan
bila tidak mendapat penanganan semestinya akan meningkatkan mordibitas dan mortalitas ibu.
Perdarahan pasca persalinan tersebut dapat disebabkan oleh perdarahan dari tempat
implastasi plasenta (hipotonia sampai atonia uteri, sisa plasenta), perdarahan karena robekan
(episiotomy yang melebar, robekan pada perineum, vagina dan serviks, serta rupture uteri),
dan gangguan koagulasi.
Ruptur Perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun episiotomi. perineum
yang dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain: bayi
besar, partus prematurus, perineum kaku, persalinan dengan kelainan letak, persalinan dengan
menggunakan alat bantu baik forceps maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak
dilakukan atas indikasi yang tepat, maka menyebabkan peningkatan angka kejadian dan derajat
kerusakan pada daerah perineu.1,2
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 4
Ruptur pada daerah perineum merupakan penyebab tersering kematian ibu yang dihubungkan
dengan persalinan pervaginam. Ruptur pada anal spingter merupakan komplikasi terbesar yang
dapat mempengaruhi kualitas hidup seorang wanita.8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
a. Pengertian
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa (Dorland, 2002).
Perineum adalah lantai pelvis dan struktur yang berhubungan yang menempati pintu bawah
panggul; bagian ini dibatasi disebelah anterior oleh simfisis pubis, di sebelah lateral oleh tuber
ischiadikum, dan di sebelah posterior oleh os. Coccygeus (Dorland, 2002)3. Dalam kepustakaan
lain dinyatakan bahwa secara anatomi, perineum itu berada di sepanjang arcus pubis sampai ke
kokigis, dan dibagi kedalam “the anterior urogenital triangle and the posterior anal triangle”8.
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar
panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan
ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam
tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fascia pada dasar panggul karena diregangkan
terlalu lama.
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 5
B. ANATOMI PERINEUM
Menurut ahli anatomi, perineum adalah wilayah pelvic outlet diujung diafragma pelvic (levator
ani). Batasannya dibentuk oleh pubic rami di depan ligament sacro tuberos di belakang. Pelvic
outletnya dibagi oleh garis melintang yang menghubungkan bagian depan ischial tuberosities
ke dalam segitiga urogenital dan sebuah segitiga belakang anal.4
Segitiga urogenital
Otot-otot diwilayah ini dikelompokkan ke dalam kelompok superfisial (dangkal) dan dalam
bergantung pada membran perineal. Bagian bulbospongiosus, perineal melintang dangkal dan
otot ischiocavernosus terletak dalam bagian terpisah yang superfisial. Otot bulbospongiosus
melingkari vagina dan masuk melalui bagian depan corpora cavernosa clitoridis. Di bagian
belakang, senagian serabutnya mungkin menyatu dengan otot contralateral superfisial
transverse perineal (otot yang melintang contralateral dipermukaan perineal) juga dengan
cincin otot anus (sfingter).4
Kelenjar bartholini merupakan struktur berbentuk kacang polong dan bagian duktusnya
membuka ke arah introitus vagina di permukaan selaput dara pada persimpangan duapertiga
bagian atas dan sepertiga bagian bawah labia minora.4
Pada wanita, otot perineal profunda melintang antara bagian depan dan belakang fasia
membran perineal yang membentuk diafragma urogenital berbentuk tipis dan sukar untuk
digambarkan, karena itu kehadirannya tidak diakui oleh sebagian ahli. Dibagian yang sama
terletak juga otot cincin external uretra.4
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 6
Segitiga anal
Wilayah ini mencakup otot luar anus dan lubang ischiorectal.4
Badan perineal
Bagian perineal merupakan wilayah fibromuskular (berotot serabut) antara vagina dan kanal
anus. Pada dataran saggita berbentuk segitiga. Pada sudut segitiganya terdapat ruang
rectovaginal dan dasarnya dibentuk oleh kulit perineal antara bagian belakang fouchette vulva
dan anus. Dalam bagian perineal terdapat lapisan otot fiber bulbospongiosus, dataran perineal
melintang dan otot cincin anus bagian luar.4
Diatas bagian ini terdapat otot dubur membujur dan serat tengah otot pubo rectalis, karena itu
sandaran panggul dan juga sebagian hiatus urogenitalis antara otot levator ani bergantung pada
keseluruhan badan perineal. Bagi ahli kesehatan ibu dan anak, istilah perineum merujuk
sebagian besar pada wilayah fibromuskular antara vagina dan kanal anus.4
Anatomi anorektum
Anorektum merupakan bagian yang paling jauh dari traktus gastrointestinalis dan terdiri dari
dua bagian yaitu kanal anus dan rektum. Kanal anus berukuran 3,5 cm dan terletak dibawah
persambungan anorektal yang dibentuk oleh otot puborectalis. Otot cincin anus terdiri dari tiga
bagian ( subcutaneus / bawah kulit ), superfisial (permukaan) dan bagian profunda (dalam) dan
tidak bisa dipisahkan dari permukaan puborectalis. Cincin otot anus bagian dalam merupakan
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 7
lanjutan menebalnya otot halus yang melingkar. Bagian ini dipisahkan dari bagian luar cincin
otot anus oleh otot penyambung yang membujur rektum4.
C. FAKTOR RISIKO RUPTURE PERINEUM
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana8,9:
1. Penggunaan forceps
2. Berat bayi lebih dari 4 kg
3. CPD persisten
4. Primiparitas
5. Induksi
6. Anastesi epidural
7. Kala 2 memanjang lebih dari 1 jam
8. Distosia bahu
9. Etnik asian
10. Episiotomy mediana
Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada jalan lahir
tersebut terjadi pada : Dasar panggul/perineum, vulva dan vagina, servik uteri, uterus
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 8
sedangkan ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh : Perineum kaku, kepala janin
terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum, paritas.1
D. KLASIFIKASI RUPTUR PERINEUM
1) Ruptur Perineum Spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.2,5
2) Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada
perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran
keluar vagina.2,5
D.1. RUPTURE PERINEUM SPONTAN
Definisi :
Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.
Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan :
1. Derajat I :
Robekan hanya pada kulit perineum.
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 9
2. Derajat II:
Robekan pada perineum dan otot perineum namun tidak mengenai spingter ani.
3. Derajat III:
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani.2,5,8,9
Ruptura perineum totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai termasuk
dalam robekan derajat III atau IV. Beberapa kepustakaan juga membagi tingkat III menjadi
beberapa bagian seperti :
Derajat III a.
Robekan < 50 % ketebalan sfingter ani 6
Derajat III b.
Robekan > 50% ketebalan sfinter ani 6
Derajat III c.
Robekan pada spingter ani eksterna et interna 6
4. Derajat IV
Robekan pada perineum yang mengenai eksterna dan interna spingter ani dan epithelium ani.
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 10
Teknik menjahit robekan perineum
1. Derajat I :
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang
dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight)5
2. Derajat II :
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun tingkat III, jika
dijumpai pinggir yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir bergerigi tersebut harus diratakan
terlebih dahulu.pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem terlebih dahulu
Kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan
catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak
robekan . Terakhir kulit perineum dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus.5
3. Derajat III :
Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit. Kemudian fascia perirektal dan fascia
septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot
sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem dengan klem pean lurus. Kemudian
dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 11
dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum derajat II.5 Ada juga pustaka yang
menyarankan untuk dilakukan tindakan penjahitan secara overlap10.
4. Derajat IV :
Pasien dirujuk ke fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai.7
D.2. RUPTURE PERINEUM YANG DISENGAJA ( EPISIOTOMI )
Definisi
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya
selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan
fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.5
Di masa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya adalah untuk
mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah
dilakukan penjahitan , mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi tetapi hal
tersebut ternyata tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup (Enkin et al, 2000; Wooley,
1995). Tetapi sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak boleh dilakukan
karena ada indikasi tertentu untuk melakukan episiotomi (misalnya, persalinan dengan
ekstraksi cunam, distosia bahu, rigiditas perineum, dsb). Para penolong persalinan harus cermat
membaca kata rutin pada episiotomi karena hal itulah yang tidak dianjurkan, bukan
episiotominya.7
Episiotomi rutin tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan :
1. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan berisiko hematoma
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 12
2. Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi rutin
dibandingkan dengan tanpa episiotomi.
3. Meningkatnya nyeri pascapersalinan di daerah perineum
4. Meningkatnya resiko infeksi.7
INDIKASI
Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak janin.5
1. Indikasi janin.
a. Sewaktu melahirkan janin premature. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma
yang berlebihan pada kepala janin.
b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan cunam, ekstraksi
vakum, dan janin besar.5
2. Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi robekan
perineum, misal pada primipara, persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi
vakum, dan anak besar.5
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 13
Namun indikasi sekarang yang digunakan untuk melakukan episiotomi telah banyak berubah.
Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat kelahiran bayi bila didapatkan :
1. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan.
2. Penyulit kelahiran pervaginam ( sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam (forcep) atau
ekstraksi vakum )
3. Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan7
Tujuan menjahit laserari atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh
(mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan haemostasis).
Ingat bahwa setiap kali jarum masuk kedalam jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi
tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau
episiotomi gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk
mencapai tujuan pendekatan dan haemostasis.7
Mempersiapkan penjahitan
1. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada ditepi tempat tidur atau
meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta anggota keluarga untuk memegang
kaki ibu sehingga ibu tetap berada dalam posisi litotomi.
2. Tempatkan handuk atau kain bersih dibawah bokong ibu.
3. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum dapat dilihat dengan
jelas.
4. Gunakan teknik aseptic pada memeriksa robekan atau episiotomi, memberikan anestesi
local dan menjahit luka.
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 14
5. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
6. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
7. Dengan teknik aseptic, persiapkan peralatan dan bahan-bahan disinfektan tingkat tinggi
untuk penjahitan
8. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan
penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.
9. Gunakan kain atau kassa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva, vagina
dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang ada sambil menilai
dalam dan luasnya luka.
10. Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi/ sayatan
perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika laserasinya dalam atau episiotomi telah
meluas, periksa lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau
empat. Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati-hati dan angkat jari
tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasikan sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan
sfingter. Jika sfingter terluka, ibu mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan harus dirujuk
segera. Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi serviks.
11. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril yang baru
setelah melakukan rectum.
12. Berikan anestesi lokal.
13. Siapkan jarum dan benang. Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat
lentur, kuat, tahan lama, dan paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 15
14. Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan jepit jarum
tersebut.7
Memberikan Anestesi Lokal
Berikan anestesi kepada setiap ibu yang memerlukan penjahitan laserasi atau episiotomi.
Penjahitan sangat menyakitkan dan menggunakan anestesi lokal merupakan asuhan sayang ibu.
Jika ibu dilakukan episiotomi dengan anestesi lokal, lakukan pengujian pada luka untuk
mengetahui bahwa bahan anestesi masih bekerja. Sentuh luka dengan jarum yang tajam atau
cubit dengan forcep/cunam. Jika ibu merasa tidak nyaman, ulangi pemberian anestesi lokal.
Gunakan tabung suntik steril sekali pakai dengan jarum ukuran 22 panjang 4 cm. Jarum yang
lebih panjang atau tabung suntik yang lebih besar bisa digunakan, tapi jarum harus berukuran
22 atau lebih kecil tergantung pada tempat yang memerlukan anesthesia. Obat standar untuk
anesthesia lokal adalah 1% lidokain tanpa epinefrin (silokain). Jika lidokain 1% tidak tersedia,
gunakan lidokan 2% yang dilarutkan dengan air steril atau normal salin dengan perbandingan
1:1.
1. Jelaskan pada ibu apa yang akan anda lakukan dan bantu ibu merasa santai.
2. Hisap 10 ml larutan lidokain 1% kedalam alat suntik sekali pakai ukuran 10 ml (tabung
suntik yang lebih besar boleh digunakan jika diperlukan). Jika lidokain 1% tidak tersedia,
larutkan 1 bagian 2% dengan 1 bagian normal salin atau air steril yang sudah disuling.
3. Tempelkan jarum ukuran 22 sepanjang 4 cm ke tabung suntik tersebut.
4. Tusukkan jarum ke ujung atau pojok laserasi atau sayatan lalu tarik jarum sepanjang tepi
luka (ke arah bawah ke arah mukosa dan kulit perineum).
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 16
5. Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa jarum tidak berada di
dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke dalam tabung suntik, jangan masukkan lidokain
dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum dan suntikkan kembali.
Alasan: ibu bisa mengalami kejang dan kematian bisa terjadi jika lidokain disuntikkan ke dalam
pembuluh darah
6. Suntikan anesthesia sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik ditarik
perlahan-lahan.
7. Tarik jarum hingga sampai ke bawah tempat dimana jarum tersebut disuntikkan.
8. Arahkan lagi jarum ke daerah di atas tengah luka dan ulangi langkah ke-4, dan sekali lagi
ulangi langkah ke-4 sehingga tiga garis di satu sisi luka mendapatkan anestesi lokal. Ulangi
proses proses ini di sisi lain dari luka tersebut. Setiap sisi luka akan memerlukan kurang lebih 5
ml lidokain 1% untuk mendapatkan anestesi yang cukup.
9. Tunggu selama 2 menit dan biarkan anestesi tersebut bekerja dan kemudian uji daerah
yang dianastesi dengan cara dicubit dengan forcep atau disentuh dengan jarum yang tajam. Jika
ibu merakan jarum atau cubitan tersebut, tunggu 2 menit lagi dan kemudian uji kembali
sebelum menjahit luka. 7
Penjahitan Laserasi Pada Perineum
1. Cuci tangan dengan cara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi
atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaninasi atau tertusuk jarum maupun
peralatan tajam lainnya.
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 17
2. Pastikan bahwa perlatan dan bahan-bahan yang digunakan sudah steril.
3. Setelah memberikan anestesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut sudah
dianatesi, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk secara jelas menetukan batas-
batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan jaringan mana yang terluka. Dekatkan tepi laserasi
untuk menentukan bagaimana cara manjahitnya menjadi satu dengan mudah.
4. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian dalam vagina.
Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih pendek
dari ikatan.
5. Tutp mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin hymen.
6. Tepat sebelum cincin hymen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke bawah
cincin hymen sampai jarum berada di bawah laserasi. Periksa bagian antara jarum di perineum
dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum ke puncak luka.
7. Teruskan ke arah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur, hingga
mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak setiap jahitan sama dan otot yang
terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot, mungkin perlu melakukan satu atau dua
lapis jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan dan atau mendekatkan jaringan
tubuh secara efektif.
8. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan
menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler. Jahitan ini akan menjadi
jahitan lapis kedua. Perikas lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm atau kurang.
Luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan luka.
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 18
9. Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar dari
belakang cincin hymen.
10. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan
sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek, simpul akan longgar dan laserasi
akan membuka.
11. Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak ada kasa atau
peralatan yang tertinggal di dalamnya.
12. Dengan lembut masukkan jari yang paling kecil ke anus. Raba apakah ada jahitan pada
rectum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi pemeriksaan rectum 6 minggu pasca persalinan.
Jika penyembuhan belum sempurna (misalkan jika ada fistula rektovaginal atau ibu melaporkan
incontinesia alvi atau feses), ibu segera dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
13. Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tinggkat tinggi,
kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang aman.
14. Nasehati ibu untuk:
a. Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering.
b. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya.
c. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3 sampai 4 kali perhari.
d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu harus kembali lebih
awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah
lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.7
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 19
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama timbulnya kematian pada ibu,
contohnya dikarenakan adanya ruptur pada perineum. Ruptur pada daerah perineum
merupakan penyebab tersering kematian ibu yang dihubungkan dengan persalinan pervaginam
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Ruptur perineum dibagi menjadi ruptur yang spontan dan ruptur yang disengaja.
Ruptur perineum yang spontan ini contohnya adalah dikarenakan adanya berat badan janin
yang lebih dari 4 kg, kala 2 memanjang lebih dari 1 jam, induksi dan lain lain. Sedangkan ruptur
perineum yang disengaja yaitu dengan melakukan episiotomy, dimana untuk mempermudah
jalan lahir, namun hal ini juga dapat mengakibatkan ruptur perineum sampai ke derajat 3 atau 4
( terutama dengan dilakukannya episiotomy mediana ).
Terapi yang dilakukan yaitu dengan dilakukan penjahitan tergantung dari derajat kerusakan
perineum tersebut. Teknik terbaik yang saat ini dianjurkan adalah dengan menggunakan teknik
overlapping, dimana dengan dilakukannya teknik ini dapat mengurangi angka komplikasi
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 20
inkontenensia ani, terutama pada kasus ruptur perineum derajat 3 dan 4. Prognosa untuk
ruptur perineum ini dapat dikatakan baik, bila penjahitan dilakukan dengan benar dan tindakan
aseptik serta antiseptic dilakukan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifudin, Abdul Bari. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiohardjo.edisi 4. Jakarta . PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008
2. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu kandungan. Edisi 2. Jakarta.Yayasan Bina Sarwono
Prawirohardjo. 2005
3. Kamus kedokteran Dorlan. Jakarta . EGC. 1994
4. Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta. EGC. 2000
5. Wiknjosastro , Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta. Yayasan Bina
Sarwono Prawirohardjo.2007
6. Cunningham FG et al. William Obstetrics. 22nd . New York. McGraw-Hill.2005
7. DEPKES RI. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. 2008
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 21
8. Queensland maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program. Perineal Care. Queensland. 2012
9. Royal College of Obstetricians and Gynecologist, March 2007
10. Thakar Ranee, MD, MRCOG, Sultan Abdul H., MD, FRCOG. Surgical Techniques. OBS Management. 2008
Kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi
Periode 03 September 2012 – 10 November 2012
Fakultas Kedokteran Univesitar Tarumanagara Page 22