Upload
operator-warnet-vast-raha
View
297
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
DOSEN : SAAD ABDUH, S.Kep, M.KesTUGAS : KMB II
OLEH
KELOMPOK 6 :
LAODE ALMAN RAHMAT
JAINUDIN
LM YASIR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya hingga penulis dapat merampungkan pembuatan makalah yang berjudul“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SALURAN
PERNAFASAN BAWAH (EFUSI PLEURA)”Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak –
pihak yang telah mendukung dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan askep ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan karena faktor batasan pengetahuan penyusun, maka penyusun dengan senang hati menerima kritikan serta saran – saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini ini.
Semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat dimanfaatkan bagi generasi mendatang, khususnya mahasiswa D-III Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Muna. Akhir kata, melalui kesempatan ini penyusun makalah mengucapkan banyak terima kasih.
Raha, februari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATAPENGANTA
R...................................................................................
DAFTARIS
I.............................................................................................
.....
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang..............................................................
......................
B. Tujuan..........................................................................
......................
C. Metode.........................................................................
......................
BABII KONSEP PENYAKIT
A.Konsep
penyakit ..........................................................................
........
B.konsep
Askep ..........................................................................
............
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................
......................
B. Saran...........................................................................
.......................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan
salah satu faktor yang sangat menentukan kwalitas sumber
daya manusia, disamping merupakan karunia tuhan yang
perlu disyukuri, karena itu kesehatan perlu dipelihara dan
ditinggalkan serta dilindungi dari ancaman yang merugikan
(Srisukmawati, 2011)
Efusi pleura cukup banyak dijumpai. pada tahun 1984 efusi
pleura menduduki peringkat ke 3 dari 10 penyakit terbanyak .
di indonesia, tuberkulosis paru adalah penyebab utama efusi
pleura, disusul oleh keganasan. Distribusi berdasarkan jenis
kelamin, efusi pleura didapatkan lebih banyak pada wanita
dari pada pria. Efusi pleura didapatkan oleh tuberkulosis paru
lebih banyak dijumpai pada pria dari pada wanita. Umur
terbanyak untuk efusi pleura karena tuberkulosis adalah 21 –
30 tahun (rerata 30,26%). Melihat dari karakteristik penyakit
ini, peran perawat bukan hanya dibutuhkan tetapi merupakan
dasar untuk mengatasi insiden lanjut akibat dari efusi pleura.
(Alsagaff, H, 2010)
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep penyakit pada gangguan efusi pleura
2. Bagaiman asuhan keperawatan yang di lakukan pada
gangguan efisi pleura
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
untuk memperoleh gambaran yang jelas dan nyata mengenai penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan Efusi Pleura
2. Tujuan Khusus
1. mampu melakukan pengkajian secara lansung pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan efusi pleura .
2. mampu merumuskan diagnose keperawatan dengan ganguan sistem pernapasan efusi pleura.
3. mampu melakukan perencanaan keperawatan sesuai diagnose keperawatan yang telah ditetapkan berdasarkan prioritas masalah pada pasien gangguan sistem pernafasan efusi pleura.
4. mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan pada pasien gangguan sistem pernafasan efusi pleura.
5. Mampu menggambarkan evaluasi masalah keperawatan pada pasien gangguan sistem pernafasan efusi pleura.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Efusi pleura adalah terkumpulnya cairan abnormal
dalam kavum pleura (Mansjoer, 2000).
Efusi pleura dapat berbentuk trasudat, terjadi akibat
penyakit lain bukan primer pada paru seperti gagal jantung
kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik dialisis peritoneum,
hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstrikstiva, keganasan atelektasis paru dan
pneumothoraks. Efusi pleura eksudat terjadi bila ada
proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas
pembuluh darah kapiler meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat dan terjadi pengeluaran cairan ke
dalam kavum pleura. Hal ini paling sering disebabkan oleh
kuman Micobacterium Tuberculosis (Hadi, 2001).
2. Etiologi
Efusi pleura disebabkan oleh (Mansjoer, 2000) :
a. Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan
metastatik.
b. Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif,
embolus pulmonary dan perikarditis.
c. Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites,
abses dan sindrom meigs.
d. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur,
mikobakterial, dan parasit.
e. Trauma (Mansjoer, 2000).
3. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi
dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang
unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya. Akan tetapi efusi yang bilateral
ditemukan pada penyakit-penyakit berikut: Kegagalan
jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru,
lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
Berdasarkan jenis cairannya dibedakan menjadi:
1. Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah: pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru menyebar ke dalam rongga pleura.
Empiema bisa merupakan komplikasi dari
Pneumonia Infeksi pada cedera di dada Pembedahan dada
Pecahnya kerongkongan Abses di perut.
4. Patofisiologi
Tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal
cairan pleura terbentuk secara lambat sebagai filtrasi
melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi
ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma
dan jaringan intersstisial dan submesotelial, kemudian
melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.
Proses penumpukkan cairan dalam rongga pleura dapat
disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang
disebabkan oleh kuman fiogenik akan terbentuk pus atau
nanah, sehingga terjadi empiema/piothoraks. Bila proses
ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemothoraks.
Proses terjadinya pneumothoraks karena pecahnya
alveoli dekat pleura perietelis sehingga udara akan masuk
ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh
trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang
kurang elastis lagi seperti pada emfisema paru (Hadi,
2001).
PENYIMPANGAN KDM PADA EFUSI PLEURA
Ggl Jtng Kongestif Gagal hati & ginjal Tumor pdInfeksi Trauma Keganasan
pleura Vena cava
Proses inflamasiTekanan venapulmonalis
Transudat/Eksudat
Pe ↑ permeabilitas viceralis & perietalis
Reabsorbsi cairan olehVena viceralis & parietalis terganggu
Terpasang WSD Penumpukan cairan dirongga pleura
Penekanan pada paru-paru (Empiema, Hidrothorak, Hemotorak, Chylotorak)
Trauma/penghentian nafas
Pengembangan/ekspansi paru ↓
Sesak nafas
Pola nafas tidak efektif Kurang terpajan pd informasi
Banyak bertanyaBerulangnya informasi
Kurang pengetahuan (kebut. Belajar)
5. Tanda Dan Gejala
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan
sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup
banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak,
penderita akan sesak napas.
b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti
demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat
terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang
signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan
duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah
tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak
dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan
vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada
perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis
Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi
lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar
krepitasi pleura.
.
6. Prosedur Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
1) Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut
kostofrenikus dan akan terlihat permukaan
melengkung jika jumlah cairan efusi lebih dari 300 ml.
Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
2) Pemeriksaan CT Scan dada untuk mengetahui
perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya
sehingga memudahkan dalam menentukan adanya
efusi pleura.
3) Pemeriksaan ultrasonografi pleura dapat menentukan
adanya cairan dalam rongga pleura.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan laboratorium : analisis cairan efusi yang
diambil lewat torkosintesis (Mansjoer, 2000).
2) Warna Cairan
Cairan pleura berwarna agak kekunig-
kuningan. Bila agak kemerah- merahan ini dapat
terjadi trauma, infark paru, keganasan, adanya
kebocoran anerisma aorta, bila kuning kehijauan dan
agak purulen ini menunjukan adanya empiema, bila
merah tengguli ini menunjukkan adanya abses
karena amoeba.
3) Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas
transudat dan eksudat. Transudat adalah keadaan
normal cairan pleura yang sedikit jumlahnya.
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara
tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik
menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan
pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi oleh
pleura lainnya. Eksudat merupakan cairan pleura
yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeabel abnormal berisi protein berkonsentrasi
tinggi dibanding protein transudat. Kegagalan aliran
protein getah bening akan menyebabkan
peningkatan konsentrasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat.
4) Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura
sangat penting untuk diagnostik. Penyakit pleura,
terutama bila ditemukan sel – sel patologis atau
dominasi sel –sel tertentu.
5) Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang–
kadang dapat mengandung mikroorganisme,
apabila cairanya purulen . Effusi yang purulen dapat
mengandung kuman – kuman.
6) Biopsi pleura
Pemeriksaan histologi satu atau beberapa
contoh jaringan pleura dapat menunjukan 50-75%
diagnosis kasus – kasus pleuritis tuberkulosa atau
tumor pleura (Soeparman, 1994)
7) Water Seal Drainase (WSD) /Selang Dada
Merupakan tindakan invasif dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah, pus atau cairan)
dari rongga thorax dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung selang dimasukan
ke dalam rongga pleura penusukkan untuk selang
dilakukan dibagian anterior dada diruang interkosta
ke empat atau ke lima (Depkes RI ,1994).
7. Menejemen Medik
Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan
memakai pipa inkubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya
kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya
multilokular, perlu tindakan operatif. Sebelumnya dapat
dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan
anti septik (betadine). Pengobatan secara sistemik
hendaknya segera diberikan, tapi akan tidak berarti bila
tidak diiringi dengan pengeluaran cairan yang adekuat.
Untuk mencegah terjadinya efusi pleura bilateral setelah
aspirasi dapat dilakukan pleurodosis yakni melengkatkan
pleura viselaris dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai
adalah tetraciclin, bleomicyn, corinebacterium parfum
(Hadi, 2001).
Torasintesis dilakukan untuk membuang cairan,
untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis, dan
untuk menghilangkan dispnea. Namun bila penyebab dasar
adalah malignasi, efusi dapat terjadi kembali dengan
beberapa hari atau minggu. Torasintesis berulang
mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan
kandungan pneumothoraks. Dengan pemasangan selang
dada dengan drainase yang dihubungkan ke sistem
drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi
ruang pleura dan pengembangan paru.
WSD adalah alat yang dipasang pada pasien
traumathoraks yang bertujuan untuk mengeluarkan darah
atau udara yang terkumpul di rongga pleura (Brunner,
2002).
Menurut (Mansjoer, 2000) water sealed drainage
(WSD) dilakukan untuk :
a. Diagnostik, untuk menentukan perdarahan dari
pembuluh darah besar atau kecil sehingga dapat
dilakukan operasi thoraktomi.
b. Terapi, untuk mengeluarkan darah atau udara yang
terkumpul dalam rongga pleura.
c. Preventif, untuk mengeluarkan darah atau udara yang
masuk ke rongga pleura sehingga mekanisme
pernapasan tetap baik dan penyulit pemasangan WSD
adalah perdarahan dan infeksi atau super infeksi.
B. Konsep Dasar Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan : Efusi Pleura Bilateral
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses
keperawatan dan perubahan suatu proses yang sistematis
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan (Lyer
et all, 1996 dalam Nursalam, 2001).
Pengumpulan data baik subyektif maupun obyektif pada
gangguan sistem pernapasan sehubungan dengan efusi
pleura sebagai berikut :
a. Pengumpulan data yang berkenaan dengan riwayat
kondisi klien :
1) Biodata
a) Identitas klien yang meliputi nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku/bangsa, status perkawinan,
alamat, hubungan klien dengan penanggung
jawab.
b) Identitas penanggung jawab meliputi : nama,
umur, jenis kelamin, agama, pendidikan
pekerjaan, status bangsa, status perkawinan,
hubungan dengan klien dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama dikumpulkan untuk menetapkan
priotitas intervensi keperawatan dan untuk
mengkaji tingkat pemahaman klien tentang
kondisi kesehatannya saat ini. Keluhan utama
efusi pleura mencakup nyeri.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Menggambarkan keadaan kesehatan klien sejak
keluhan pertama kali dirasakan hingga saat
dilakukan pengkajian dan menggunakan analisa
simptom metode PQRST
P : (Proaktif/paliatif), nyeri timbul dari tindakan
pembedahan,
untuk mengurangi nyeri biasanya pasien
diatur dalam posisi
semi fowler.
Q : (Quality/Quantity), yaitu berat keluhan
diarasakan
tergantung dari luas dan tipe penyakit serta
jenis tindakan
pembedahan.
R : (Region/Radiation), pemasangan WSD
terletak di dada
antara sela iga ke – 2 dan ke – 3.
S : (Severity/Scale), skala tergantung dari
kualitas nyeri yang
dirasakan (skala 0 – 5).
T : (Timing), nyeri timbul setelah dilakukan
pembedahan.
c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Dapat memberikan informasi tentang
riwayat kesehatan klien dan anggota keluarganya.
Kaji klien terhadap kondisi kronis manifestasi
pernapasan misalnya batuk, dispnea,
pembentukan sputum karena dapat menunjukkan
tentang penyebab masalah baru. Selain
mengumpulkan data tentang penyakit pada masa
kanak-kanak dan status imunisasi kejadian TBC,
bronchitis, influenza, asma, pneumonia, dan
frekuensi infeksi saluran napas bawah setelah
terjadinya infeksi saluran napas atas.
Untuk informasi yang dapat membantu
dalam mengevaluasi masalah saat ini dan dapat
keterangan cedera mulut, hidung, tenggorok atau
dada seperti trauma tumpul, fraktur iga atau
pneumothoraks dan penggunaan obat-obatan
(Asih, 2004).
d) Riwayat Keluarga
Pengkajian terhadap riwayat kesehatan
keluarga antara lain meliputi data tentang
anggota keluarga yang menderita penyakit
pernapasan misalnya asma, fibrosis kisti, kanker
paru, infeksi pernapasan tuberculosis atau alergi
dengan menggunakan genogram tiga generasi
(Asih, 2004).
e) Riwayat Psikologi
a. Status emosi : dapat dijumpai ketidakstabilan
emosi klien menghadapi penyakitnya.
b. Konsep diri : perubahan dalam konsep diri
karena ketakutan akan penyakitnya,
pandangan negatif terhdap dirinya, perubahan
peran akibat ketergantungan.
c. Pola koping : hal apa saja yang dilakukan klien
dalam menghadapi masalahnya adalah
tindakan yang maladaptif dan kepada siapa
klien meminta bantuan atau menceritakan
apabila ada masalah.
f) Data Sosial
Terjadi penarikan diri dari interaksi sosialnya
akibat ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
g) Data Spiritual
Kesulitan untuk melakukan kewajibannya sebagai
umat beragama karena penyakitnya dan
aktivitasnya terbatas.
h) Aktivitas Sehari-Hari
Dapat terjadi perubahan atau gangguan dalam
memenuhi kebutuhannya baik di rumah maupun
di rumah sakit.
(1)Personal hygiene : karena adanya penurunan
kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
(2)Nutrisi : terjadi perubahan dan masalah dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi karena adanya
rasa sesak, kurang nafsu makan.
(3)Aktiftas dan istirahat : pada klien efusi pleura
terjadi kelelahan, keletihan, malaise,
ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-
hari karena sulit bernapas, ketidak mampuan
untuk tidur , dispnea, pada istirahat atau
respon terhadap aktivitas atau latihan. Akan
didapatkan kesukaran dalam memenuhi
aktivitasnya karena kelemahan, mudah lelah
ataupun intoleran terhadap aktivitas dan sukar
tidur.
3) Pemeriksaan Fisik
Empat metode yang digunakan selama
pemeriksaan fisik adalah inspeksi, palpasi, auskultasi
dan perkusi. Tekhnik ini melibatkan indera
penglihatan, pendenganran, perabaan, dan
penciuman (Asih, 2004).
Pemeriksaan fisik melalui Review Of Sistem
(ROS) perawat melakukan pengkajian sistem tubuh
secara keseluruhan. Informasi yang didapat dari
interview dan observasi membantu menentukan
sistem tubuh mana yang perlu mendapat perhatian
khusus. Adapun lingkup mayor sistem tubuh menurut
Nursalam meliputi :
a) Keadaan umum : pada klien efusi pleura biasanya
baik kesadaran kompos mentis.
b) Tanda-tanda vital :
- Tekanan Darah : Biasanya tekanan darah
meningkat
- Suhu : Kadang-kadang meningkat
- Pernapasan : Tidak normal
c) Sistem pernapasan : Dispnea, takipnea,
batuk, fokal fremitus melemah, dinding dada lebih
cembung pada sisi yang berisi cairan.
d) Sistem kardiovaskuler : Hipotensi, nadi
meningkat, suhu kadang-kadang meningkat.
e) Sistem muskuloskeletal : Kelemahan fisik, lebih
senang baring pada arah yang berisi cairan.
f) Sistem integumen : Kulit kering, suhu kulit
meningkat, turgor buruk.
g) Sistem gastrointestinal : Perubahan nafsu
makan, mual muntah.
b. Klasifikasi Data
Klasifikasi data adalah pengelompokkan data-data
klien atau keadaan tertentu dimana klien mengalami
permasalahan kesehatan atau keperawatan
berdasarkan kriteria permasalahannya (Nursalam,
2001).
c. Analisa Data
Analisa data adalah proses intelektual yaitu
kegiatan mentabulasi, mengklasifikasi dan
mengelompokkan data serta mengkaitkannya untuk
menentukan keseimpulan dalam bentuk diagnosa
keperawatan, biasanya ditemukan data subyektif dan
obyektif (Carpenito, 2000).
d. Prioritas Masalah
Adapun menjadi prioritas masalah dari penyakit
efusi pluera bilateral adalah sebagai berikut :
1) Nyeri
2) Ganguan pertukaran gas
3) Kebutuhan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
4) Bersihan jalan napas tidak efektif
5) Intoleransi aktivitas
6) Kurang pengetahuan.
2. Diagnosa Keperawatan
Adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola)
dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
atau mengurangi, menghilangkan atau mencegah
perubahan (Nursalam, 2001), pada asuhan keperawatan
dengan gangguan sistem pernapasan efusi pleura.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penyakit
efusi pleura adalah :
a) Nyeri berhubungan dengan adanya tindakan
pembedahan (WSD).
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses
inflamasi dan akumulasi sekret pada saluran
pernapasan.
c. Kebutuhan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake makanan yang
kurang.
d. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
proses inflamasi dan akumulasi sekret pada saluran
pernapasan.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
fisik.
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan
tindakan dan pencegahan berhubungan dengan salah
interprestasi informasi keterbatasan kognitif, informasi
yang tidak adekuat/tidak lengkap informasi yang ada
(Doenges, 2000).
3. Perencanaan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain
untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-
masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan
sehingga klien dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Kegiatan perencanaan meliputi menetapkan tujuan,
merumuskan intervensi dan rasional (Nursalam, 2001).
Perencanaan keperawatan pada klien dengan diagnosa
keperawatan (Doenges, 2000).
a. Nyeri berhubungan dengan adanya tindakan
pembedahan (WSD)
Tujuan :
1) Klien mengatakan nyeri hilang / terkontrol
2) Menunjukkan rileks, istirahat tidur, dan peningkatan
aktivitas dengan tepat
Intervensi:
1) Pantau karakteristik nyeri misalnya tajam, konstan,
ditusuk
2) Pantau TTV
3) Atur posisi yang nyaman
4) Berikan tekhnik relaksasi napas dalam
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi
Rasional:
1) Mengetahui tingkat nyeri sehingga memudahkan
intervensi selanjutnya.
2) Perubahan frekuensi jantung atau td menunjukkan
bahwa pasien mengalami nyeri.
3) Memberi rasa nyaman terhadap klien sehingga nyeri
mungkin berkurang.
4) Tehknik relaksasi dapat menurunkan kualitas nyeri.
5) Analgetik dapat menekan pusat nyeri di otak.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses
inflamasi dan akumulasi sekret pada saluran
pernapasan
Tujuan:
1) Melaporkan tidak adanya atau penurunan dispnea.
2) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
jaringan adekuat.
3) Bebas dari gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1) Evaluasi perubahan tingkat kesadaran.
2) Tingkatkan tirah baring dan batasi aktivitas.
3) Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
Rasional:
1) Akumulasi sekret/pengaruh jalan napas dapat
mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan.
2) Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama
periode penurunan pernapasan dapat menurunkan
beratnya gejala.
3) Membantu pemenuhan oksigen.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
yang kurang.
Tujuan:
1) Menunjukkan berat badan meningkat mencapai
tujuan sesuai dengan nilai normal dan bebas dari
malnutrisi.
2) Melakukan perilaku atau perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan mempertahankan berat badan
yang tepat.
Intervensi:
1) Kaji nutrisi dan penyebab terjadinya intake yang
kurang.
2) Beri makan dalam porsi sedikit tetapi sering.
3) Beri penjelasan tentang pentingnya makanan bagi
tubuh.
Rasional:
1) Indikator untuk mengetahui kebutuhan nutrisi yang
diperlukan dan memberi gambaran sejauh mana
tingkat adaptasi terhadap diit.
2) Porsi sedikit tapi sering dapat mencegah mual dan
menambah nafsu makan.
3) Memenuhi kebutuhan nutrisi klien selain dari
makanan di rumah sakit.
4) Klien mengerti tentang pentingnya nutrisi; klien akan
memenuhi kebutuhan nutrisinya.
d. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
proses inflamasi dan akumulasi sekret pada bronkus.
Tujuan:
1) Mempertahankan jalan napas klien
2) Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
3) Menunjukkan perilaku untuk
memperbaiki/mempertahankan kebersihan jalan
napas
4) Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam
tingkat kemampuan/situasi
Intervensi:
1) Kaji pola napas
2) Beri posisi semi fowler
3) Ajarkan cara batuk efektif
4) Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
Rasional:
1) Mengetahui frekuensi, irama dan kedalaman
pernapasan dan membantu perawat dalam
menentukan rencana tindakan selanjutnya.
2) Posisi semi fowler membantu dalam membebaskan
dan memudahkan dalam bernapas.
3) Klien dapat melakukan batuk efektif untuk
mengeluarkan dahak.
4) Bronkodilator seperti gliseril guayocolac bekerja
mengencerkan dahak, mengeluarkan sekret yang
ada dalam rongga paru.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan: peningkatan terhadap aktivitas dengan kriteria:
1) Klien dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-
hari
2) Klien tidak tampak kelemahan yang berlebihan
Intervensi:
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat
laporan peningkatan kelemahan.
2) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana
pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas
dan istirahat.
3) Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk
istirahat.
4) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase
penyembuhan.
Rasional:
1) Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
2) Tirah diperhatikan untuk menurunkan kebutuhan
metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respon
individual pasien terhadap aktivitas.
3) Posisi yang nyaman dan memberikan perasaan rileks
pada pasien sehingga dapat meningkatkan istirahat.
4) Meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
f. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan
tindakan dan pencegahan berhubungan dengan salah
interprestasi informasi, keterbatasan kognitif, informasi
yang tidak adekuat/tidak lengkap informasi yang ada.
Tujuan:
1) Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis
dan kebutuhan pengobatan.
2) Mengidentifikasi gejala yang memerlukan
evluasi/intervensi.
3) Menggambarkan rencana untuk menerima
perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan klien untuk belajar, misalnya tingkat
takut, masalah kelemahan, tingkat partisipasi,
lingkungan terbaik dimana klien dapat berlajar.
2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawat,
contoh : hemoktomisis, nyeri dada, kesulitan
bernafas, kehilangan pendengaran dan vertigo.
3) Tekankan pentingnya mempertahankan protein
tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan
adekuat.
4) Berikan instruksi atau informasi tertulis khususnya
pada klien rujuakn, contoh jadwal obat.
Rasional ;
1) belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik
ditingkatkan pada tahapan individu.
2) Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan
ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan
evaluasi lanjut.
3) Memenuhi kebutuhan metabolik, membantu
meminimalkan kelemahan dan meningkatkan
penyembuhan. Cairan mengencerkan atau
mengeluarkan sekret.
4) Informasi tertulis menunjukkan hambatan klien untuk
mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan
menguatkan belajar.
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dan rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujuakan
pada nursing oders untuk menbantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dan
pemulihan kesehatan (Nursalam, 2001).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk
melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan
dan pelaksanaan yang sudah berhasil dicapai. Melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor yang
terjadi selama tahap pengkajian, analisa data,
perencanaan dan pelaksanaan tindakan (Nursalam, 2001).
Hal-hal yang dapat ditampilkan dalam evaluasi antara lain
sebagai berikut
a. Apakah keluhan nyeri hilang atau berkurang.
b. Apakah sesak hilang atau berkurang.
c. Apakah nafsu makan meningkat.
d. Apakah batuk berhenti atau berkurang.
e. Apakah aktivitas klien sudah mandiri atau masih
dibantu.
f. Apakah rasa cemas berkurang atau tidak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Efusi pleura adalah terkumpulnya cairan abnormal dalam
kavum pleura (Mansjoer, 2000).
Efusi pleura dapat berbentuk trasudat, terjadi akibat
penyakit lain bukan primer pada paru seperti gagal jantung
kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik dialisis peritoneum,
hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstrikstiva, keganasan atelektasis paru dan
pneumothoraks. Efusi pleura eksudat terjadi bila ada proses
peradangan yang menyebabkan permeabilitas pembuluh
darah kapiler meningkat sehingga sel mesotelial berubah
menjadi bulat dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam
kavum pleura. Hal ini paling sering disebabkan oleh kuman
Micobacterium Tuberculosis (Hadi, 2001).
B. Saran Dalam penulisan askep ini masih kurang dari kesempurnaan karena
kurangnya referensi yang kami dapatkan. Jadi, kritik dan saran yang sifatnya
membangun khususnya dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan
pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan askep ini kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://rofiqahmad.wordpress.com/2008/12/22/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-efusi-pleura/
http://abdipulungan.wordpress.com/2012/07/31/askep-efusi-pleura/
http://ririeen.blogspot.com/2012/05/askep-efusi-pleura.html