13
SANG HYANG AJI SAKA Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka makan manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain. Di dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji Saka yang sakti, rajin dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan. Mendengar cerita tentang kebuasan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan. Dengan mengenakan serban di kepala Aji Saka berangkat ke Medang Kamulan. Perjalanan menuju Medang Kamulan tidaklah mulus, Aji Saka sempat bertempur selama tujuh hari tujuh malam dengan setan penunggu hutan, karena Aji Saka menolak dijadikan budak oleh setan penunggu selama sepuluh tahun sebelum diperbolehkan melewati hutan itu. Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya. Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata Cengkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang Prabu. Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan tanah seluas serban yang digunakannya. Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya adalah untuk mengakhiri kelalimannya.

Sang Hyang Aji Saka

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Agama Hindu

Citation preview

SANG HYANG AJI SAKA

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka makan manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.Di dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernamaAji Sakayang sakti, rajin dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan. Mendengar cerita tentang kebuasan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan. Dengan mengenakan serban di kepala Aji Saka berangkat ke Medang Kamulan.

Perjalanan menuju Medang Kamulan tidaklah mulus, Aji Saka sempat bertempur selama tujuh hari tujuh malam dengan setan penunggu hutan, karenaAji Sakamenolak dijadikan budak oleh setan penunggu selama sepuluh tahun sebelum diperbolehkan melewati hutan itu.

Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.

Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata Cengkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang Prabu.

Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan tanah seluas serban yang digunakannya.

Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya adalah untuk mengakhiri kelalimannya.

Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang marah, serban Aji Saka melilit kuat di tubuh sang Prabu. Tubuh Prabu Dewata Cengkar dilempar Aji Saka dan jatuh ke laut selatan kemudian hilang ditelan ombak.

Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Ia memboyong ayahnya ke istana. Berkat pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji Saka menghantarkan Kerajaan Medang Kamulan ke jaman keemasan, jaman dimana rakyat hidup tenang, damai, makmur dan sejahtera.

Ha na ca ra ka : Ada utusanDa ta sa wa la : Saling bertengkarPa dha ja ya nya : Sama saktinyaMa ga ba tha nga : Sama-sama mati

Aksara Jawa

HA : hurip : hidupNA : legeno : telanjangCA : cipta : pemikiran, ide ataupun kreatifitasRA : rasa : perasaan, qolbu, suara hati atau hati nuraniKA : karya : bekerja atau pekerjaan atau di lahirkan.Manusia " dihidupkan " dalam keadaan telanjang akan tetapi manusia memiliki cipta rasa karsa, otak yang mengkreasi cipta', hati yang mempunyai fungsi kontrol ( dalam bentuk rasa ) serta raga / tubuh / badan yang bertindak sebagai pelaksana.

DA : dadaTA : tata : aturSA : saka : tiang penyanggaWA : weruh : melihatLA : lakuning : ( makna ) kehidupan, urip.Dengarkanlah suara hati nurani yang ada di dalam dada, agar bisa berdiri tegak seperti halnya tiang penyangga ( saka ) sehingga akan mengerti makna kehidupan yang sebenarnya.

PADHAJAYANYA : sama kuat pada dasarnya / awalnya semua manusia mempunyai dua potensi yang sama ( kuat ), yaitu potensi melakukan kebaikan dan potensi untuk melakukan keburukan.

MA : sukma : ruh, nyawaGA : raga : badan, jasmaniBA-THA : bathang, mayatNGA : lunga, pergimeskipun dengan kehebatan cipta, rasa, karsa, entah kita baik atau jahat akhirnya ruh / nyawa pasti suatu saat akan kembali ke penciptanya; sehinga manusia harus bisa mempersiapkan diri.

Ha-Na-Ca-Ra-Ka berarti ada utusan yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaan )

Da-Ta-Sa-Wa-La berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data saatnya ( dipanggil ) tidak boleh sawala mengelak manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan

Pa-Dha-Ja-Ya-Nya berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Khalik ) dengan yang diberi hidup ( makhluk ). Maksdunya padha sama atau sesuai, jumbuh, cocok tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu menang, unggul sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan sekedar menang atau menang tidak sportif.

Ma-Ga-Ba-Tha-Nga berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.

Aji Saka & Ha Na Ca Ra KaHuruf (aksara) Jawa terdiri dari duapuluh yaitu; ha-na-ca-ra-ka-da-ta-sa-wa-la-pa-dha-ja-ya-nya-ma-ga-ba-tha-nga (dalam ucapan/sebutan: ho-no-ro-ko-do-to-so-wo-lo-po-dho-jo-yo-nyo-mo-go-bo-tho-ngo), yang didalamnya ternyata mengandung arti menceritakan sebuah legenda, yaitu tentang seorang pahlawan dalam mitologi yang datang dari Makkah sedang berkelana ke berbagai negara, yang kemudian diketahui bernama Ajisaka.Ajisaka datang di Srilangka pantai India Selatan kemudian di Sokadana (mungkin yang dimaksud adalah Sumatera) dan akhirnya tiba suatu tempat di Pulau Jawa yang waktu itu masih dihuni oleh raksasa-raksasa. Pertamakali, Ajisaka menemukan sejenis gandum yang dinamakan jawawut sebagai makanan pokok penduduk di tempat itu, yang kemudian ia memberi nama pulau itu menjadi Nusa Jawa.

Tentang Aji Saka sendiri, terdapat berbagai literatur yang mengkisahkansejarah Ajisakadalam versi yang berbeda. Menurut Dr. Purwadi, M.Hum dan Hari Jumanto, S.S dalam bukuAsal Mula Tanah Jawa (Gelombang Ilmu: Sleman-Yogyakarta: 2006), yang disusun berdasarkanKitab-kitab Jawa Juno dari Serat Pustaka Raja Purwa karya Raden Ngabehi Ranggawarsita, juga diambil dari kisah-kisahBabad Tanah Jawi. Dr. Purwadi,M.Hum dan Hari Jumanto, S.S menyebutkan, Ajisaka adalah orang yang pertama menginjakkan kaki di tanah Jawa dengan nama Prabu Isaka atau Prabu Ajisaka.

Prabu Isaka atau Ajisaka adalah putra dari Prabu Iwasaka atau Bathara Anggajali adalah putra dari Bathara Ramayadi atau Empu Ramadi adalah putra Sang Hyang Ramaprawa, anak Sang Hyang Hening putra Sang Hyang Tunggal. Prabu Ajisaka diperintahkan untuk berangkat melakukan tapa brata (meditasi) ke sebuah pulau yang sangat panjang. Kata panjang dalam bahasa Jawa artinya dawa, yang oleh Sang Hyang Guru disebut jawa atau pulau jawa.

Di dalam perjalannya ke Pulau dawa (Pulau Jawa) yang cukup panjang dari Aceh sampai Bali masih bersatu. Prabu Ajisaka untuk pertama menginjakkan kaki dan bermukim di Gunung Hyang atau sekarang bernama Gunung Kendeng di daerah antara Probolinggo dan Besuki (Daerah Jawa Timur) dengan nama Empu Sangkala. Aji Saka kemudian menemukan dua Raksasa yang terbujur kaku (mati). Ketika Ajisaka melihat tangan mereka masing-masing menggenggam daun lontar yang berisi tulisan, di tangan raksasa yang satu bertuliskan huruf purwa (kuno) dan satunya lagi huruf Thai. Setelah dua tulisan tersebut disatukannya, Ajisaka menciptakan Abjad (Aksara) Jawa yang terdiri dari duapuluh huruf, sebagaimana telah disebutkan di muka.

Tidak sekedar menciptakan aksara, akan tetapi Ajisaka juga memberikan arti dalam setiap lajur aksara Jawa tersebut, yaitu: Ha-na-ca-ra-ka (ho-no-co-ro-ko) = ada dua utusan (dua raksasa), Da-ta-sa-wa-la (do-to-so-wo-lo) = saling bertengkar/berkelahi, Pa-dha-ja-ya-nya (po-dho-jo-yo-nyo) = sama-sama kuat dan sakti, Ma-ga-ba-tha-nga (mo-go-bo-tho-ngo) = akhirnya mereka sampyuh (mati bersama).

Dalam versi yang berbeda, di dalam buku Nawang Sari (Fajar Pustaka Baru:Yogyakarta:2002) DR. Damardjati Supadjar mengatakan mengatakan terjadi salah kaprah pemahaman kandungan makna dari honocoroko seperti tersebut diatas. Damardjati Supadjar mengutip ungkapan Ki Sarodjo bagi perasaan saya rangkaian huruf di dalam carakan jawa itu bukannya menambatkan suatu kisah, melainkan suatu ungkapan filosofis yang berlaku universal dan sangat dalam artinya dan membawa kita tunduk dan taqwa kepada Allah.

Menurut Ki Sarodjo, yang benar adalah: honocoroko, (hono= ada) (coroko= Cipto-Roso-Karso) sehingga honocoroko = ada cipta-rasa dan karsa, dotosowolo,(doto = datan atau tanpa) (sowolo= suwolo atau menentang) sehingga dotosowolo = tidak menentang atau tidak keberatan atau pasrah kemudian podhojoyonyo (podho = sama sama), (joyonyo = sukses/berjaya) sehingga podhojoyonyo = sama sama sukses) dan mogobothongo ( mogo = meletakkan sesuatu di tempat yang tinggi, (bothongo = bathiniyah = spiritualitas) sehingga mogobhotongo = meletakkan potensi taqwa dan amal di dalam hati sanubari serta disimpan pada tempat yang tinggi.

Artinya, derajat seseorang muslim/muslimat bukan terletak pada kekuasaannya, kepandaiannya, kekayaannya, kegagahannya, kekuatannya, akan tetapi terketak pada ketaqwaannya. Pada dekade berikutnya, oleh paraahli kejawendankebatinan Jawa, aksara Jawa hanacaraka ini diberi energi magic yang diyakini mereka dapat dijadikan daya penolak berbagai hal-hal yang buruk dan membahayakan manusia, bernama ajian carakabalik, yaitu dengan cara dibalik (membaca dari huruf terakhir) nga-tha-ba-ga-ma, nya-ya-ja-dha-pa, la-wa-sa-ta-da, ka-ra-ca-na-ha.

Tentang JawaSebelum dihuni manusia, bumi Jawa telah dihuni oleh golongan dewa-dewi dan makhluk halus lainnya. Salah satu putra Sang Hyang Jagad Girinata, yaitu Bathara Wisnu, turun ke arcapada lalu kawin dengan Pratiwi, dewinya bumi.

Sebuahteori geologi kunomenyebutkan, proses terbentuknya daratan yang terjadi di Asia belahan selatan adalah akibat proses pergerakan anak benua India ke utara, yang bertabrakan dengan lempengan sebelah utara. Pergerakan lempeng bumi inilah yang kemudian melahirkan Gunung Himalaya.

Konon, proses tersebut terjadi pada 20-36 juta tahun yang silam. Anak benua yang di selatan sebagian terendam air laut, sehingga yang muncul di permukaan adalah gugusan-gugusan pulau yang merupakan mata rantai gunung berapi. Gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara, yang sebagian adalah Nuswantoro (Nusantara), yang pada zaman dahulu disebut Sweta Dwipa. Dari bagian daratan ini salah satunya adalah gugusan anak benua yang disebut Jawata, yang satu potongan bagiannya adalah pulau Jawa.Jawata artinya gurunya orang Jawa. Wong dari kata Wahong, dan Tiyang dari kata Ti Hyang, yang berarti keturunan atau berasal dari Dewata. Konon karena itulah pulau Bali sampai kini masih dikenal sebagai pulau Dewata, karena juga merupakan potongan dari benua Sweta Dwipa atau Jawata.

Atas izin Wisnu, Mahapati Negrum dan Aji Saka berangkat ke tanah Jawa untuk menghadap Semar di Gunung Tidar. Tidar dari kata Tida; hati di dada, maksudnya hidup. Supaya selamat, oleh Wisnu, Mahapati Ngerum dan Aji Saka diberi sifat kandel berupa rajah Kalacakra, agar terhindar dari wabah penyakit dan serangan anak buah Batara Kala.Kisah di atas hanya merupakan gambaran, bahwa ada makna yang tersirat di dalamnya. Wisnu dan Aji Saka itu dwitunggal, bagaikan matahari dan sinarnya, madu dan manisnya, tak terpisahkan. Loro-loro ning atunggal.

Maka itu, keraton Wisnu dan Aji Saka itu di Medang Kamulan, yang maksudnya dimula-mula kehidupan. Kalau dicermati, intinya adalah kawruh ngelmu sejati tentang kehidupan manusia di dunia, sejak masih gaib hingga terlahir di dunia, supaya hidup baik, sehingga kembalinya nanti menjadi gaib lagi, perjalanannya sempurna.Singkat cerita, perjalanan ke tanah Jawa dipimpin oleh Aji Saka dengan jumlah warga yang lebih besar, 80 ribu atau 8 laksa, disebar di berbagai pelosok pulau. Sejak itulah, kehidupan di tanah Jawa Dwipa yang disebut masyarakat Kabuyutan telah ada sejak 10.000 SM, tetapi mulai agak ramai sejak 3.000 SM.

Sesudah kedatangan pengaruh Hindu, muncul kerajaan pertama di Jawa yang lokasinya di Gunung Gede, Merak. Rajanya Prabu Dewowarman atau Dewo Eso, yang bergelar Sang Hyang Prabu Wismudewo. Raja ini memperkuat tahtanya dengan mengawini Puteri Begawan Jawa yang paling terkenal, yakni Begawan Lembu Suro atau Kesowosidi di Padepokan Garbo Pitu (penguasa 7 lapis alam gaib) yang terletak di Dieng atau Adi Hyang (jiwa yang sempurna), juga disebut Bumi Samboro (tanah yang menjulang tinggi). Puterinya bernama Padmowati atau Dewi Pertiwi.

Orang Jawa melakukan puja-puji penyembahan kepada Gustinya langsung dari batinya, maka itu dalam perkembangannya disebut aliran Kebatinan atau perkembangan selanjutnya dikenal dengan istilah Kejawen, karena bersumber dari Jawa.

Bagi orang Jawa tentang cerita waktu bumi Jawa belum dihuni manusia, telah dihuni oleh golongan dewa-dewi dan makhluk halus lainnya. Dan salah satu putra Sang Hyang Jagad Girinata, yaitu Bathara Wisnu turun ke arcapada kawin dengan Pratiwi, dewi bumi.

Dalampemahaman kejawen, hal itu disikapi dengan terjemahan, kalau Wisnu itu artinya urip/hidup, pemelihara kehidupan. Jadi jelasnya awal mula adanya kehidupan manusia di bumi, atas izin Sang Penguasa Jagad. Dewa perlambang sukma, manusia perlambang raga. Begitulah hidup manusia, raganya bisa rusak, namun sukmanya tetap hidup langgeng.

Kemolekan bumi Jawalaksana perawan rupawan yang amat jelita, sehinggaKerajaan Rum (Ngerum)yang dipimpin Prabu Galbah, lewat laporan pendeta Ngali Samsujen, begitu terpesona karenanya.

CERITA LUBDAKA

Demikianlah yang dilukiskan dalam mithologi Lubdaka, Lubdaka adalah seorang pemburu binatang di hutan, pekerjaannya adalah memburu dan membunuh binatang yang dagingnya dimakan atau dijual. Begitulah pekerjaannya saban hari, hingga pada suatu hari dia kembali ke hutan untuk berburu. Namun sayang pada hari itu nasibnya lagi sial dan apes. Karena tidak ada seekor binatang pun yang didapatkannya. Malang baginya karena ingin mendapatkan binatang buruan, hinga dia lupa dengan waktu. Tak terasa hari telah menjelang senja dan sebentar lagi malampun tiba.Dia bermaksud untuk pulang, namun karena sudah keburu malam dan haripun gelap gulita, akhirnya Lubdhaka memutuskan untuk menginap saja dihutan. Karena takut disergap binatang buas, maka dia berusaha mencari tempat ketinggian diatas pohon.Tak terasa kakinya melangkah pada sebuah pohon Bila. Yang mana dibawahnya terdapat air telaga yang bening, dengan sebuah pelinggih danLingga. Dia naik keatas pohon Bila kemudian bersandar. Untuk menghilangkan kantuknya dia memetik daun-daun Bila.Karena jika ia tertidur diatas pohon tentu akan jatuh. Setangkai demi setangkai daun Bila itu dipetiknya dan dijatuhkannya kebawah. Sehingga mengenaiLinggayang ada dibawahnya.Mungkin Lubdaka sendiri tidak menyadari bahwa pada hari itu adalah malam Siwartri di mana pada hari itu Siwa sedang beryoga. Sambil memetik daun Bila, dia mulai menyesali segala perbuatannya di masa-masa yang lampau.Di sana kemudian dia berjanji dalam hatinya untuk menghentikan pekerjaannya sebagai seorang pemburu. Setelah begadang semalam suntuk pagi pun tiba, maka dia mulai berkemas-kemas untuk pulang.Sejak hari itu dia berhenti beruru dan beralih profesi sebagai petani. Namun setelah itu dia mulai sakit-sakitan dan akhirnya meninggal dunia. Kemudian dikisahkan arwah Lubdaka melayang-layang diangkasa, tidak tahu jalan harus kemana. Selanjutnya datanglah pasukan Cikrabala membawanya pergi hendak dimasukkan kekawah Candragomuka yang berada di Neraka.Pada saat itulah Dewa Siwa datang dan mencegat pasukan Cikrabala. Terjadi dialog yang sengit antara pasukan Cikrabala dengan Dewa Siwa. Pasukan Cikrabala bersikeras hendak membawa arwah Lubdaka ke Neraka. Karena dimasa hidupnya dia sering melakukan pembunuhan terhadap binatang hutan.Namun Dewa Siwa menjelaskan bahwa Lubdaka sudah membuat penebusan dosa pada malam Siwartri, yaitu begadang semalam suntuk disertai dengan penyesalan akan dosa-dosanya di masa lampau. Sehingga dengan demikian dia berhak mendapatkan pengampunan. Maka demikianlah, singkat cerita Lubdaka dibawa ke Siwa Loka.

Pemutaran Giri Mandara dan munculnya Tirta Amerta

Dikisahkan pada zamanSatyayuga,paraDewa,detyadanasura(rakshasa) mengadakan pertemuan di puncak gunungMahameruuntuk mencari cara mendapatkan tirtaamerta, yaitu air suci yang jika diminum dapat membuat hidup abadi. Itulah sebabnya para Dewa dan Asyura berlomba-lomba untuk mendapatkan Tirta Amerta tersebut.

Sang Hyang Nryana(Wisnu)bersabda, "Kalau kalian menghendaki tirta amerta tersebut, aduklahlautan Ksera (Kserasagara), sebab di dasar lautan itulah terdapat tirta amerta. Maka dari itu, carilah di sana!"

Setelah mendengar perintahSang Hyang Nryana, berangkatlah paraDewadanasuramenuju ke laut Ksera. Karena laut Ksera sedemikian luasnya dan sangat dalam, maka untuk mendapatkan tirta amerta adalah dengan cara mengaduk lautan tersebut. Kebetulan, tidak jauh dari laut tersebut, yaitu diSangka Dwipa (Pulau Sangka), terdapat sebuah gunung bernamaGunung Mandara (Mandaragiri), tingginya sebelas ribuyojana. Gunung tersebut dicabut olehSangAnantabhoga, beserta dengan segala isinya.Naga Wasukikemudian melilitkan tubuhnya ke lereng gunung tersebut, sebagai tali pengikat. Para Dewa bertugas memegang ekornya, sedangkan rakshasa dan detya memegang kepalanya.DewaIndrabertugas menduduki puncaknya, agar gunung tersebut tidak melambung atau terangkat lagi ke atas.

Setelah mendapat izin dariDewa Samudera,gunung Mandara dijatuhkan ke laut Ksera, sebagai tongkat pengaduk lautan tersebut. Seekor kura-kura raksasa(Kurma)bernamaAkupayang tidak lain adalahawatara(penjelmaan)kedua dewaWisnudan saat itu sedang mengapung di lautan Kserasagara atauKseranawa (lautan susu), diminta membantu untuk menopang dasar gunung Mandara dengan tempurungnya, agar tidak tenggelam.

Setelah siap, para Dewa, rakshasa dan asura mulai memutar gunung Mandara dengan menggunakan Naga Wasuki sebagai tali.Mereka berjuang sedemikian hebatnya, demi mendapatkan tirtaamerta,sehingga laut bergemuruh. Gunung Mandara menyala, Naga Wasuki menyemburkanbisa, membuat pihak asura dan rakshasa kepanasan. Lalu Dewa Indra memanggil awan mendung yang kemudian mengguyur para asura dan rakshasa.Lemaksegala binatang di gunung Mandara beserta minyak kayu hutannya membuat lautan Ksera mengental, pemutaran Gunung Mandara pun makin diperhebat.Timbulnya racun

Saat lautan diaduk, racun mematikan yang disebutHalahalamenyebar. Racun tersebut dapat membunuh segala makhluk hidup.DewaSiwakemudian meminum racun tersebut maka lehernya menjadi biru dan disebutNilakantha(Sanskerta:Nila:biru,Kantha:tenggorokan).

Setelah sekian lama mengaduk-aduk laut Kesra dengan gunung Mandara yang diputar-putar, berbagai dewa-dewi, binatang, dan harta karun muncul, yaitu: Sura,Dewiyang menciptakan minuman anggur Apsara, kaum bidadari kahyangan Kostuba, permata yang paling berharga di dunia Uccaihsrawa, kuda para Dewa Kalpawreksa, pohon yang dapat mengabulkan keinginan Kamadhenu, sapi pertama dan ibu dari segala sapi Airawata, kendaraan DewaIndra Laksmi, Dewi keberuntungan dan kemakmuran Dewi Sri, Ardhachandra Kastubhamani

Akhirnya keluarlahDhanwantarimembawa kendi berisi tirta amerta. Karena para Dewa sudah banyak mendapat bagian, sementara paraasuradanrakshasatidak mendapat bagian sedikit pun, maka para asura dan detya ingin agar tirta amerta menjadi milik mereka. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para asura dan rakshasa dan Gunung Mandara dikembalikan ke tempat asalnya, diSangka Dwipa.

Perebutan Tirta Amerta

Para Dewa ternyata tidak rela bilatirtaamerta menjadi milk para Asura dan Detya. Para Dewa berusaha memikirkan cara untuk merebut tirta tersebut. Akhirnya Dewa Wisnu mengubah wujudnya menjadi seorang wanita sangat cantik bernamaMohini.Wanita cantik ini kemudian mendekati para rakshasa dan detya. Mereka sangat senang dan terpesona dengan kecantikan wanita jelmaan Dewa Wisnu.

Ketika sang wanita ini minta Tirta Amerta, para Asura dan Detya, tanpa pikir panjang langsung menyerahkan kendi berisi tirta amerta. Mereka berpikir, bahwa jika sang wanita yang cantik ini meminum tirta amerta ini, maka wanita ini tidak akan pernah mati dan menjadi tua, sehingga mereka dapat tetap bersama-sama. Setelah mendapatkan air tersebut, Mohini langsung pergi sambil berlari membawa tirta amerta dan mengubah wujudnya kembali menjadi Dewa Wisnu.

Para detya yang melihatnya, menjadi marah. Tak lama kemudian terjadilah pertempuran antara para Dewa dan rakshasa-detya.Pertempuran terjadi sangat lama, karena kedua belah pihak sama-sama sakti. Kemudian Dewa Wisnu teringat dengan senjataChakran-ya. Agar pertempuran dapat segera diakhiri, Dewa Wisnu memunculkansenjata Chakranya.

Senjata chakra kemudian turun dari langit dan menyambar-nyambar para rakshasa-detya. Banyak dari mereka yang lari terbirit-birit dengan tubuh yang penuh luka. Akhirnya, ada yang menceburkan diri ke laut dan ada pula yang masuk ke dalam tanah.

Para Dewa kemudian terbang keWisnuloka, kediaman Dewa Wisnu, dan di sana mereka meminum tirta amerta sehingga memiliki hidup abadi. Seorang rakshasa yang merupakan anakSang WipracittidenganSang Singhikamengetahui hal itu, kemudian ia mengubah wujudnya menjadiDewadan turut serta meminum tirtaamerta. Hal tersebut diketahui olehDewaAdityadanChandra, yang kemudian melaporkannya kepada DewaWisnu. Dewa Wisnu kemudian mengeluarkan senjata chakranya dan memenggallehersang rakshasa, tepat ketika tirta amerta sudah mencapai tenggorokannya.

Memang, badan sang rakshasa kemudian mati, namun kepalanya masih hidup karena tirta amerta sudah menyentuh tenggorokannya. Sang rakshasa marah kepada DewaAdityadanChandra, dan bersumpah akan memakan mereka pada pertengahan bulan