6
PROSPEK PRODUK A. Deskripsi Produk Sampah semakin hari semakin banyak, padahal penguraiannya lebih lambat. Apalagi sampah plastik yang umumnya sulit diuraikan mikroorganisme. Plastik sintetik (non-biodegradable) sangat berpotensi menjadi material yang mengancam kelangsungan makhluk hidup di bumi ini. Plastik dan polimer banyak digunakan masyarakat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar. Setiap tahun sekitar 100 juta ton plastik diproduksi dunia untuk digunakan di berbagai sektor industri. Kira-kira sebesar itulah sampah plastik yang dihasilkan setiap tahun. Limbah plastik merupakan salah satu permasalahan lingkungan di dunia. Kebutuhan plastik sebagai kantong plastik, kemasan pangan atau barang semakin lama semakin meningkat. Hal tersebut karena plastik memiliki keunggulan dibanding logam atau gelas, yaitu lebih ringan, harga murah, serta kemudahan dalam pembuatan dan aplikasinya. Plastik konvensional yang masih sering digunakan saat ini berasal dari bahan polimer sintesis yang terbuat dari petroleum atau gas alam yang sulit didaur ulang dan diuraikan oleh pengurai. Ini dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan berupa pencemaran tanah, air, dan udara, serta penumpukan sampah plastik. Dalam kehidupan sehari-hari, baik kegiatan dan kebutuhan manusia sebagian besar berhubungan dengan plastik, seperti peralatan dapur, peralatan elektronik, peralatan makan, dan sebagainya. Plastik yang sering kita gunakan pada umumnya merupakan barang yang berbahan dasar minyak bumi atau gas alam. Seperti yang kita ketahui, kedua bahan alam tersebut tergolong sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Menurut Asosiasi Plastik Indonesia, tahun 1998 kebutuhan plastik di Indonesia mencapai 900.000 ton, tahun 2000 meningkat mencapai 1,5 juta ton/tahun. Saat ini penggunaan plastik ramah lingkungan di Indonesia pada umumnya belum mengetahui (Sarbini, 2001). Oleh sebab itu, perlu dicari alternatif bahan baku plastik pengganti minyak bumi dan gas alam tersebut. Selain itu, masalah yang dihadapi dari plastik ini adalah mengenai limbahnya yang sulit diuraikan, bahkan bisa memakan waktu ratusan tahun untuk menguraikannya. Bila plastik-plastik ini dibakar bisa menyebabkan polusi udara, bila dibuang begitu saja justru bisa memicu terjadinya banjir. Ini merupakan permasalahan lingkungan yang serius, mengingat semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat. Salah satu alternatif yang dapat diambil adalah dengan memproduksi bioplastik. Salah satu solusi pemecahan masalah ini adalah dengan mengganti bahan dasar plastik konvensional tersebut menjadi bahan yang mudah diuraikan oleh pengurai, yang disebut dengan plastik biodegradable (bioplastik). Jenis

satpros makalah.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: satpros makalah.docx

PROSPEK PRODUK

A. Deskripsi Produk

Sampah semakin hari semakin banyak, padahal penguraiannya lebih lambat. Apalagi sampah plastik

yang umumnya sulit diuraikan mikroorganisme. Plastik sintetik (non-biodegradable) sangat berpotensi menjadi

material yang mengancam kelangsungan makhluk hidup di bumi ini. Plastik dan polimer banyak digunakan

masyarakat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar. Setiap tahun sekitar

100 juta ton plastik diproduksi dunia untuk digunakan di berbagai sektor industri. Kira-kira sebesar itulah

sampah plastik yang dihasilkan setiap tahun.

Limbah plastik merupakan salah satu permasalahan lingkungan di dunia. Kebutuhan plastik sebagai

kantong plastik, kemasan pangan atau barang semakin lama semakin meningkat. Hal tersebut karena plastik

memiliki keunggulan dibanding logam atau gelas, yaitu lebih ringan, harga murah, serta kemudahan dalam

pembuatan dan aplikasinya. Plastik konvensional yang masih sering digunakan saat ini berasal dari bahan

polimer sintesis yang terbuat dari petroleum atau gas alam yang sulit didaur ulang dan diuraikan oleh pengurai.

Ini dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan berupa pencemaran tanah, air, dan udara, serta penumpukan

sampah plastik.

Dalam kehidupan sehari-hari, baik kegiatan dan kebutuhan manusia sebagian besar berhubungan

dengan plastik, seperti peralatan dapur, peralatan elektronik, peralatan makan, dan sebagainya. Plastik yang

sering kita gunakan pada umumnya merupakan barang yang berbahan dasar minyak bumi atau gas alam. Seperti

yang kita ketahui, kedua bahan alam tersebut tergolong sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Menurut Asosiasi Plastik Indonesia, tahun 1998 kebutuhan plastik di Indonesia mencapai 900.000 ton,

tahun 2000 meningkat mencapai 1,5 juta ton/tahun. Saat ini penggunaan plastik ramah lingkungan di

Indonesia pada umumnya belum mengetahui (Sarbini, 2001).

Oleh sebab itu, perlu dicari alternatif bahan baku plastik pengganti minyak bumi dan gas alam

tersebut. Selain itu, masalah yang dihadapi dari plastik ini adalah mengenai limbahnya yang sulit diuraikan,

bahkan bisa memakan waktu ratusan tahun untuk menguraikannya. Bila plastik-plastik ini dibakar bisa

menyebabkan polusi udara, bila dibuang begitu saja justru bisa memicu terjadinya banjir. Ini merupakan

permasalahan lingkungan yang serius, mengingat semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan

semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat. Salah satu alternatif yang dapat diambil adalah dengan

memproduksi bioplastik.

Salah satu solusi pemecahan masalah ini adalah dengan mengganti bahan dasar plastik konvensional

tersebut menjadi bahan yang mudah diuraikan oleh pengurai, yang disebut dengan plastik biodegradable

(bioplastik). Jenis plastik biodegradable dapat mengalami penguraian yang lebih cepat dibandingkan dengan

plastik non-biodegradable, sehingga plastik biodegradable tidak akan mengganggu keseimbangan alam.

Keuntungan dari bioplastik ini sangat jelas, yaitu mengurangi limbah plastik yang semakin lama jumlahnya

semakin banyak. Keuntungan lain dari plastik biodegradable ketika dibuang ke alama yakni akan lebih

mempercepat kesuburan tanah yang diakibatkan terurainya plastik dengan membentuk unsur hara yang

dibutuhkan oleh tanah. Bioplastik dirancang untuk memudahkan proses degradasi terhadap reaksi enzimatis

mikroorganisme seperti bakteri dan jamur (Avella 2009).

Di beberapa negara maju, bahan plastik biodegradable sudah diproduksi secara komersial, seperti poli

hidroksi alkanoat (PHA), poli e-kaprolakton (PCL), poli butilen suksinat (PBS), dan poli asam laktat (PLA).

Namun, kebanyakan bahan baku untuk bahan plastik biodegradable masih menggunakan sumber daya alam

yang tidak diperbarui (non-renewable resources) dan tidak hemat energi. Dengan demikian, tentu

pengembangan bahan plastik biodegradable yang memanfaatkan bahan-bahan alam terbarui (renewable

resources) sangat diharapkan.

Beberapa negara maju seperti Jerman, Amerika dan Jepang telah mengembangkan produksi jenis

plastik biodegradable. Bahkan menurut Japan Biodegradable Platic Society produksinya akan mencapai 1/10

atau sekitar 1,2 juta ton dari total produksi palstik non biodegradable. Indonesia adalah negara yang sangat

potensial untuk dapat memproduksi plastik biodegradable dengan potensi sumber daya alam yang dimilikinya.

Page 2: satpros makalah.docx

Salah satu jenis biopolimer yang telah dikembangkan adalah selulosa asetat. Biopolimer dari jenis ini dapat

dibuat dari raw material yang banyak mengandung senyawa kimia selulosa.

Tongkol jagung merupakan raw material yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi biopolimer

jenis selulosa asetat. Hal ini dikarenakan tongkol jagung banyak mengandung senyawa jenis selulosa. Tongkol

jagung merupakan biopolimer karbohidrat yang dapat terdegradasi secara mudah di alam dan bersifat dapat

diperbarui. Melihat komposisi limbah jagung sendriri yang ternyata banyak menagandung selulosa dan

hemiselulosa yang berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi bentuk biopolymer jenis selulosa asetat.

Biopolymer selulosa asetat dapat diaplikasikan sebagai pembungkus atau kemasan produk makanan. Untuk

kurun waktu tertentu, produk makanan dalam kemasan dapat mengalami kerusakan akibat adanya

mikroorganisme khususnya bakteri yang tumbuh di dalamnya. (Sumari, 1995).

Pertumbuhan bakteri dalam kemasan produk makanan dapat dihambat apabila pembungkus atau

kemasan mengandung kitosan berfungsi sebagai anti bakteri. Untuk kitosan sendiri telah banyak

dimanfaatkan dalam bidang farmasi diantaranya sebagai anti mikrobia, anti inflamasi, antioksidan dengan

memecah radikal superoksida secara invitro. Selulosa asetat dan kitosan dapat dipadukan menjadi suatu

biopolimer yang dapat dijadikan pembungkus atau kemasan produk makanan dengan kemampuan menghambat

pertumbuhan mikroorganisme khususnya bakteri, sehingga makanan yang terdapat dalam kemasan akan lebih

bertahan lebih lama.

Pemanfaatan tongkol jagung sebagai bioplastik merupakan salah satu solusi selain untuk melindungi

makanan dari bahan kimia juga dapat menjaga lingkungan karena dapat diketahui bioplastik dapat terurai

dengan mudah. Bioplastik terbuat dari bahan biotik, sehingga bahan banyak tersedia di alam. Namun

demikian bukan berarti bioplastik dari limbah jagung tidak memiliki kelemahan, salah satu

kelemahannya adalah harga bioplastik lebih mahal, mengingat pembuatannya yang relatif lama dan rumit,

selain itu sebelum adanya pemasaran yang baik, sehingga tidak banyak dikenal masyarakat.

B. Ketersediaan Bahan Baku

Jagung tersebar di Indonesia pada berbagai kawasan dari Sumatera Utara, SumateraSelatan, Lampung,

Jawa Tengah dan Jawa Timur, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara dan Selatan sampai Maluku. Daerah Jawa Timur

merupakan produsen utama jagung, sekitar 40 persen dari hasil nasional.

Di Indonesia, jagung merupakan komoditas pangan dengan tingkat permintaan yang terus meningkat.

Badan Pusat Statistik (2008) memperkirakan pada tahun 2008 produksi jagung pipil kering di Indonesia

sebanyak 14.854.050 ton. Jumlah ini dihasilkan oleh propinsi -propinsi penghasil jagung terbesar seperti Jawa T

imur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, NTT, dan Gorontalo. Pada industri jagung

pipil, akan dihasilkan limbah organik antara lain adalah limbah tongkol jagung.

Tongkol jagung mengandung selulosa sekitar 44, 9 %. Jika umumnya jagung mengandung kurang

lebih 30 % tongkol jagung, jumlah tongkol jagung di Indonesia pada tahun 2008 adalah sebanyak 6.366.021 ton.

Padahal, setelah pemipilan biji, tongkol jagung dibuang dan menjadi limbah. Hal tersebut tentu saja akan

menambah jumlah limbah tidak bermanfaat yang merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan benar.

Tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang dihasilkan dari proses pemipilan jagung.

Menurut Koswara (1991) bobot tongkol jagung sekitar ± 30% dari bobot total yang besarnya

dipengaruhi oleh varietas jagungnya, sedangkan sisanya adalah kulit dan biji jagung. Peningkatan

produksi jagung dari tahun 2005 ke 2009 adalah sebesar 11.58% yaitu dari 12 juta ton menjadi 19.44

Juta ton. Peningkatan produksi jagung pipil ini menyebabkan peningkatan juga pada hasil-hasil samping

dalam bentuk tongkol jagung. Jika dikonversi terhadap produksi jagung maka ketersediaan tongkol jagung

pada tahun 2009 sekitar 4.9 juta ton atau sekitar 5.1 juta ton, tahun 2010 (Richana et al., 2004).

C. Nilai Tambah Tinggi

Tongkol jagung diperoleh dari proses pemipilan jagung. Setelah pemipilan biji, tongkol jagung dibuang

Page 3: satpros makalah.docx

dan menjadi limbah. Hal tersebut tentu saja akan menambah jumlah limbah tidak bermanfaat yang merugikan

lingkungan jika tidak ditangani dengan benar. Tongkol jagung mengandung sekitar selulosa 40%, hemiselulosa

36%, lignin 16%, dan lan-lain 8%.

Pemanfaatan limbah jagung, dalam hal ini tongkol jagung masih sangat terbatas. Kebanyakan

tongkol jagung hanya dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, atau pengganti kayu bakar ataupun media

untuk budidaya jamur. Biomassa tongkol jagung merupakan sampah yang sejauh ini masih belum banyak

dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki nilai tambah ( added value). Tongkol jagung dapat dimanfaatkan

untuk menjadi produk berpotensi yang bernilai tambah tinggi, juga membantu dalam menjaga lingkungan,

misalnya dalam pembuatan bioetanol dan bioplastik.

Kebutuhan energi bahan bakar yang berasal dari eksplorasi fosil terus meningkat seiring dengan

meningkatnya pertumbuhan industri dan ekonomi. Hal tersebut dapat menjadi masalah besar ketika negara

belum bisa mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil atau bahan bakar minyak (BBM), sedangkan

cadangan sumber energi tersebut makin terbatas. Maka dari itu dibutuhkan bioetanol yang merupakan bahan

bakar alternatif yang dalam beberapa tahun terakhir dikenal luas oleh masyarakat.

Sekarang ini, diketahui pula ternyata bioetanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang

mengandung selulosa. Tongkol jagung yang termasuk biomassa mengandung lignoselulosa sangat

dimungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi bioetanol karena memiliki kandungan selulosa yang cukup banyak.

Bioetanol saat ini yang diproduksi umumnya berasal dari pati yang kebanyakan adalah bahan yang dijadikan

sebagai bahan pangan dan banyak dugaan, terutama dari Eropa dan Amerika menyebutkan bahwa konversi

bahan pangan menjadi bioetanol merupakan salah satu penyebab naiknya harga-harga pangan maka sangatlah

memungkinkan jika memanfaatkan bahan baku dari tongkol jagung yang keberadaannya sangat melimpah di

Indonesia dan hanya sebagai limbah.

Limbah tongkol jagung sangat berpotensi untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan plastik

biodegradable atau bioplastik. Permasalahan sampah plastik yang semakin tinggi memaksa masyarakat berpikir

cerdas untuk menyelesaikan masalah tersebut. Untuk menyelamatkan lingkungan dari bahaya plastik, saat ini

telah dikembangkan plastik biodegradable, artinya plastik ini dapat diuraikan kembali oleh mikroorganisme

secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan.

Melihat komposisi selulosa dan hemi selulosa yang cukup besar pada tongkol jagung, maka tongkol

jagung sangat potensial untuk dimanfaatkan menjadi bentuk biopolimer jenis selulosa asetat. Selulosa asetat dan

kitosan dapat dipadukan menjadi suatu biopolimer yang dapat dijadikan plastik food grade atau kemasan produk

makanan dengan kemampuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme khususnya bakteri.

Kelebihan bioplastik dari jagung antara lain mudah terdegradasi, aman sebagai penyimpan atau

pembungkus makanan, dan bahan dasar pembuatan bioplastik khususnya dari limbah jagung mudah

didapatkan dan dapat diperbarui. Namun ada beberapa kelemahan bioplastik diantaranya proses

pembuatannya yang cukup rumit.

PROSES PRODUKSI

A. Bahan

Jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung

adalah sumber pangan kedua setelah padi. Hampir 70% dari produksinya dimanfaatkan untuk konsumsi dan

sisanya untuk berbagai keperluan, baik sebagai pakan ternak maupun bahan industri (Elly LR 1992). Selain

sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (daun dan tongkol), diambil minyaknya

(dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), furfural, bioetanol, dan

bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya).

Tongkol jagung sebagian besar tersusun oleh selulosa (41%), hemiselulosa (36%), lignin (6%), dan

senyawa lain yang umum terdapat dalam tumbuhan. Tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang

dihasilkan dari proses pemipilan jagung. Setelah pemipilan biji, tongkol jagung dibuang dan menjadi limbah.

Page 4: satpros makalah.docx

Hal tersebut tentu saja akan menambah jumlah limbah tidak bermanfaat yang merugikan lingkungan jika tidak

ditangani dengan benar.

Seiring dengan peningkatan produksi jagung di Indonesia limbah tongkol jagung yang dihasilkan

juga mengalami peningkatan. Akan tetapi pemanfaatan limbah tongkol jagung saat ini masih sangat terbatas

dan belum diolah secara optimal. Pada saat ini limbah tongkol jagung umumnya digunakan sebagai pakan

ternak, pengganti kayu bakar ataupun media untuk budidaya jamur.

Padahal sebenarnya tongkol jagung dapat dimanfaatkan menjadi hal yang lebih berguna seperti bahan

seperti bahan alternatife pembuatan plastic biodegradable. Kandungan selulosa yaitu bahan pembuatan plastik

biodegradable cukup banyak yaitu 40 % dari kandungan keseluruhan tongkol jagung. Dengan demikian tongkol

jagung cukup memadai jika benar-benar digunakan sebagai pengganti pembuatan plastik biodegradable.

DAFTAR PUSTAKA

Avella, & M. 2009. Eco-challenges of bio-based polymer composites. Materials , 2, 911-925.

Badan Pusat Statistik. 2008. Statistical year book of Indonesia. Jakarta.

Elly LR. 1992. Pusat Informasi Pemasaran Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jakarta: Trubus.

Koswara, J. 1991. Budidaya Jagung. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Richana, N., P. Lestina dan T.T. Irawadi. 2004. Karakterisasi lignoselulosa: xilan dari limbah tanaman

pangan dan pemanfaatannya untuk pertumbuhan bakteri RXA III-5 penghasil xilanase. J.

Penelitian Pertanian 23(3): 171-176

Sarbini. 2001. Business Development of Plastic Industries in Indonesia, Specially plastic packaging industries,

Internationally Meeting On Recycling and Environmentally degradable Plastic From Renewable

Resources and International Exhibition on Plastic Industries and Technologies.

Sumari. 1995. Dasar-dasar Kimia. Malang: Universitas Negeri Malang.