Upload
dkurnianto
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
SERTA PENGARUHNYA
1. Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama hijrah
berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT dan diridai-Nya.
Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu
umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan
dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri
Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni
berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah, bertepatan
dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke Yastrib
(negeri Islam) adalah:
Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafri
Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk
berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan
maksud untuk membunuhnya.
Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga
dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk menegakkan
dan meninggikan agama-Nya (Islam)
Artinya: “Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti
Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. dan Sesungguhnya pahala di
akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya
kepada Tuhan saja mereka bertawakkal.” (Q.S. An-Nahl, 16: 41-42)
2. Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni dari
semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW,
tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran
Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam yang
terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapaun ajaran Islam periode
Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang
sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang belum masuk
Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang
termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk
seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya’, 21: 107)
Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam
(umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di
Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW
dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama
umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan
agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan
mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal
saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji,
menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan
dan kesadarn sendiri. namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam,
bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha
melenyapkan agama Isla dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy
penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-
Hajj, 22:39 dan Al-Baqarah, 2:190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya
menusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan
lagi
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39)
Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas.” (Q.S. Al-Baqarah, 2:190)
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu
tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan pernag, tetapi
bertujuan untuk:
Membela diri, kehormatan, dan harta.
Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak
menganutnya.
Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negar yang
merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan
memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga
keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan
mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk
menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa
Romawi Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga
terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu :
Perang Mut’ah
Peperangan Mu’tah terjadi sebelah utara lazirah Arab. Pasukan Islam mendapat
kesulitan menghadapi tentara Ghassan yang mendapat bantuan dari Romawi. Beberapa pahlawan
gugur melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu. Melihat kenyataanyang tidak
berimbang ini, Khalid ibn Walid, yang sudah masuk Islam, mengambil alih komando dan
memerintahkan pasukan untuk menarik diri dan kembali ke Madinah.
Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau
seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh Jazirah Arab,
termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam Islam.
Hal ini membuat orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata
menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu, secara sepihak
orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut.
Perang Tabuk
Melihat kenyataan ini, Heraklius menyusun pasukan besar di utara Jazirah Arab, Syria,
yang merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung Bani Ghassan
dan Bani Lachmides.
Untuk menghadapi pasukan Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri
siap berperang bersama Nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar pula. Melihat
besarnya pasukaDi sini beliau membuat beberapa perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan
demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam. Perang Tabuk
merupakan perang terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.
Peperangan lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW seperti:
Perang Badar
Perang Badar yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin
Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian
yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini
berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang
terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan
semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima
perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam
perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak
kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan
pertolongan Allah SWT (Q.S. 3: 123).
Artinya: “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, Padahal kamu adalah
(ketika itu) orang-orang yang lemah. karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu
mensyukuri-Nya.”(Q.S. Ali-Imran: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang
tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi Muhammad
SAW dalam Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan
untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan
yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam yang
masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa pun
tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badar, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku
Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat kekuatan
Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badar, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang
berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
Perang Uhud
Bagi kaum Quraisy Mekah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan pukulan berat.
Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka berangkat menuju Madinah
membawa tidak kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200 pasukan berkuda di bawah
pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka memakai baju besi.
Nabi Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan sekitar 1000 (seribu) orang.
Namun, baru saja melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay, seorang munafik dengan 300 orang
Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Mereka melanggar perjanjian dan disiplin perang.
Meskipun demikian, dengan 700 pasukan yang tertinggal Nabi melanjutkan perjalanan. Beberapa
kilometer dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan bertemu. Perang dahsyat pun
berkobar. Pertama-tama, prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur tentaramusuh yang lebih
besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Khalid ibn Walid gagal menembus benteng pasukan
pemanah Islam. Dengan disiplin yang tinggi dan strategi perang yang jitu, pasukan yang lebih kecil
itu ternyata mampu mengalahkan pasukan yang lebihbesar.
Kemenangan yang sudah diambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan
musuh. Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa menghiraukan gerakan
musuh, termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang telah diperingatkan Nabi agar tidak
meninggalkan posnya.
Kelengahan kaum muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin Walid berhasil
melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang tadinya sudah kabur berbalik
menyerang. Pasukan Islam menjadi porak poranda dan tak mampu menangkis serangan tersebut.
Satu persatu pahlawan Islam gugur, bahkan Nabi sendiri terkena serangan musuh. Perang ini
berakhir dengan70 orang pejuang Islam syahid di medan laga.
Pengkhianatan Abdullah ibn Ubay dan pasukan Yahudi diganjar dengan tindakan tegas. Bani
Nadir, satu dari dua suku Yahudi di Madinah yang berkomplot dengan Abdullah ibn Ubay, diusir
ke luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar. Sedangkan suku Yahudi lainnya, yaitu
Bani Quraizah, Masih tetap di Madinah.
Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah melawan
masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat
Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW,
mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang terbuka.
Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tersebut mengepung Madinah dengan mendirikan
perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat
Madinah menderita karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu
diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah
pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan
mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada
malam hari angin dan badai turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-
kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan
pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Artinya: “Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang Keadaan mereka penuh
kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh Keuntungan apapun. dan Allah menghindarkan
orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa. Dan Dia
menurunkan orang-orang ahli kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan yang
bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memesukkan rasa takut ke dalam hati mereka.
sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan.” (Q.S. Al-Ahzâb: 25-26)
Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi
Mekah sangat bergelora. Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin
berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka
mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk
berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer dari
Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan
menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang isinya antara lain:
1. Selama sepuluh tahun diberlakukan gencatan senjata antara kaum Quraisy penduduk Mekah dan
umat Islam penuduk Madinah
2. Orang Islam dari kaum Quraisy yang datang kepada umat Islam, tanpa seizin walinya hendaklah
ditolak oleh umat Islam
3. Kaum Quraisy, tidak akan menolak orang-orang Islam yang kembali dan bergabung degan
mereka
4. Tiap kabilah yang ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy, atau dengan kaum
Muslimin dibolehkan dan tidak akan mendapat rintangan
5. Kaum Muslimin tidak jadi mengerjakan umrah saat itu, mereka harus kembali ke Madinah, dan
boleh mengerjakan umrah di tahun berikutnya, dengan persyaratan:
Kaum Muslimin memasuki kota Mekah setelah penduduknya untuk sementara keluar dari
kota Mekah
Kaum Muslimin memasuki kota Mekah, tidak boleh membawa senjata
Kaum Muslimin tidak boleh berada di dalm kota Mekah lebih dari tiga hari-tiga malam.
Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tersebut sebenarnya adalah berusaha merebut dan
menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini :
1. Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa
Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
2. Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar,
karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di kalangan bangsa
Arab.
Kaum kafir Quraisy mengetahui, bahwa perjanjian Hudaibiyah itu sangat menguntungkan kaum
Muslimin. Umat Islam semakin kuat, karena hampir seluruh semenanjung Arab, termasuk suku-
suku bagsa Arab yang paling selatan telah menggabungkan diri kepada Islam. Sejumlah orang dari
Bani Khuza’ah yang berada di bawah perlindungan Islam. Sejumlah orang dari Bani Khuza’ah
mereka bunuh dan selebihnya mereka cerai-beraikan. Bani Khuza’ah segera mengadu kepada
Rasulullah SAW dan mohon keadilan.
Mendapat pengaduan seperti itu kemudian Rasulullah SAW dengan 10.000 bala tentaranya
berangkat menuju kota Mekah untuk membebaskan kota Mekah dari para penguasa kafir yang
zalim, yang telah melakukan pembunuhan secara kejam terhadap umat Islam dari Bani Khuza’ah.
Rasulullah SAW sebenarnya tidak menginginkan terjadinya peperanagn, yang sudah tentu akan
menelan banyak korban jiwa. Untuk itu, Rasulullah SAW dan bala tentaranya berkemah di
pinggiran kota Mekah dengan maksud agar kaum kafir Quraisy melihat sendiri, kekuatan besar dari
bala entara kaum Muslimin.
Taktik Rasulullah SAW seperi itu ternyata berhasil, sehingga dua orang pemimpin Quraisy yaitu
Abbas (paman Rasulullah SAW) dan Abu Sufyan (seorang bangsawan Quraisy yang lahir tahun
567 M dan wafat tahun 652 M) datang menemui Rasulullah SAW dan menyatakan diri masuk
Islam.
Dengan masuk Islamnya kedua orang pemimpin kaum kafir Quraisy itu, dan bala tentaranya dapat
memasuki kota Mekah dengan aman dan memebebaskan kota itu dari para penguasa kaum kafir
Quraisy yang zalim. Pembebasan kota Mekah ini terjadi pada tahun 8 H secara damai tanpa adanya
pertumpahan darah.
Bahkan setelah itu kaum Quraisy berbondong-bondong menyatakan diri masuk Islam, menerima
ajakan Rasulullah dengan kerelaan hati. Kemudian bersama-sama bala tentara Islam mereka
membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala dan menghancurkan berhala-berhala itu.
Kaum Muslimin masih menghadapai kaum musyrikin, yang semula bersekutu dengan kaum kafir
Quraisy yang telah masuk Islam itu, yaitu: Bani Saqif, Bani Hawazin, Bani Nasr, dan Bani Jusyam.
Kaum musyrikin tersebut bersatu di bawah pimpinan Malik bin Auf (Bani Nasr) berangkat menuju
Mekah untuk menyerang kaum Muslimin, yang telah menghancurkan behala-berhla yang mereka
sembah.
Perang Hunain
Mendengar berita bahwa kaum musyrikin itu akan menyerang umat Islam, Nabi mengerahkan kira-
kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan ini dipimpin langsung oleh
beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani Hawazin, seluruh Jazirah Arab berada di bawah
kepemimpinan Nabi. Rasulullah dan umat Islam memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang.
Artinya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu Lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.”
(Q.S. An-Nasr, 110: 1-3)
3. Dakwah Islamiah Keluar Jazirah Arabiah
Rasulullah SAW menyeru umat manusia di luar Jazirah Arab agar memeluk agama Islam, dengan
jalan mengirim utusan untuk menyampaikan surat dakwah Rasulullah SAW kepada para penguasa
atau para pembesar mereka.
Para penguasa atau para pembesar negar yang dikirimi surat dakwah Rasulullah SAW itu seperti:
a. Heraclius, Kaisar Romawi Timur
Yang menerima surat dakwah Rasulullah, melalui utusannya Dihijah bin Khalifah. Heraclius
tidak menerima seruan dakwah Rasulullah itu, karena tidak mendapat persetujuan dari para
pembesar negara dan para pendeta. Namun surat dakwah itu dibalasnya dengan tutur kata sopan, di
samping mengirimkan hadiah untuk Rasulullah SAW.
b. Muqauqis, Gubernur Romawi di Mesir
Rasulullah SAW mengirim surat dakwah kepada Muqauqis melalui utusannya yang bernama
Hatib. Setelah surat itu dibaca Muqauqis belum bisa menerima seruan untuk masuk Islam, namun
dia menyampaikan surat balasan kepada Rasulullah SAW dan mengirim hadiah-hadiah berupa
seorang budak wanita, kuda, keledai, dan pakaian-pakaian.
c. Syahinsyah, Kaisar Persia
Syahinsyah adalah penguasa yang lalim dan sombong. Karena kesombongannya surat dakwah
Rasulullah SAW itu dirobek-robeknya. Mengetahui surat dakwah itu dirobek-robek, Rasulullah
SAW menjelaskan bahwa Syahinsyah yang sombong itu akan dibunuh oleh anaknya sendiri pada
malam Selasa tanggal 10 Jumadil Awal tahun ke-7 hijriah. Apa yang diucapkan Rasulullah SAW
ternyata sesuai dengan kenyataan. Syahinsyah dibunuh oleh anaknya sendiri Asy-Syirwaih karena
kelalimannya.
Kemudian surat dakwah Rasulullah SAW dikirimkan pula kepada An-Najasyi (Raja Ethiophi),
Al-Munzir bin Sawi (Raja Bahrain), Hudzah bin Ali (Raja Yamamah), dan Al-Haris (Gubernur
Romawi di Syam). Di antara. Penguasa-penguasa tersebut yang menerima seruan dakwah
Rasulullah SAW, hanyalah Al-Munzir bin Sawi penguasa Bahrain yang menyatakan masuk Islam
dan mengajak para pembesar negara dan rakyatnya agar masuk Islam.
A. STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini
kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang berdakwah itu
harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah An-
Nahl, 16: 12
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl, 16: 125)
3. Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk
Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran, 3: 104)
4. Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk
memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok pikiran
yang dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi
Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam tau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran Islam pada
seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun tayyibatun
wa rabbun gafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah
naungan rida Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:
a. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid Quba, yang
berjarak ± 5 km, sebelah barata daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul
Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi Masjid
Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid Nabawi di
Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang
peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu kedua,
ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar
bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib k.w.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak
2. Masjid merupakan saran ibadah, khususnya salat lima waktu, salat Jumat, salat Tarawih, salat
Idul Fitri, dan Idul Adha.
3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber kepada
Al-Qur;an dan Hadis
4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama Muslim
(ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan
5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan
zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama para
fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tmpat pengobatan para
penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan orang-
orang kafir. Sejarah mencata adanya seorang perawat wanita terkenal pada masa Rasulullah SAW
yang bernama “Rafidah” Rasulullah SAW menjadikan masjid sebagai tempat bermusyawarah
dengan para sahabatnya. Masalah-masalah yang dimusyawarahkan antara lain: usaha-usaha untuk
memajukan Islam, dan strategi peperangan melawan musuh-musuh Islam agar memperoleh
kemenangan.
b. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah.
Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan
kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang
mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil
musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajrin mencari dan mengangkat seorang dari
kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT.
Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abu Thalib sebagai saudaranya. Apa
yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:
Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang pemberani
bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat
Rasulullah SAW
Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar)
Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar)
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah
hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya seperti saudara
senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata membuahkan hasil sesama
Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai,
saling menyayangi, hormay-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin berupa tempat
tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak diam
berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri.
Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin
Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian oleh Rasulullah
SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut Suffa dan mereka
dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum
Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong. Kegiatan Ahlus Suffa itu anatara lain
mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis, kemudian diajarkannya kepada yang lain.
Sedangkan apabila terjadi perang anatara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut
berperang.
c. Perjanjian Bantu-Membantu antara Umat Islam dan Umat Non-Islam
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga golongan, yaitu
umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab
yang belum masuk Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap aspek kehidupan termasuk akidah,
akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga
terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan
Allah, tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum bukan
Islam, mereka mestilah berkelakuan baik bagi melayakkan mereka dilindungi oleh kerajaan Islam
Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah sama ada Islam atau bukan Islam.
Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta
digeruni oleh musuh-musuh Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang dalam
Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara lain:
1) Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan dan
politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan hukuman
kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang yang mematuhi
peraturan
2) Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama
3) Veluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan orang-
orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling membantu dalam bidang
moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah harus
bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah
4) Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan perselisihan
besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW untuk diadili sebagaimana
mestinya
d. Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi, dan Sosial yang Islami demi Terwujudnya
Masyarakat Madani
Islam tidak hanya mengajarkan bidang akidah dan ibadah, tetapi mengajarkan juga bidang politik,
ekonomi, dan sosial, yang kesemuanya berumber pada Al-Qur’an dan Hadis.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam, sehingga masyarakat
Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW
selain sebagai seorang nabi dan rasul, juga tampil sebagai seorang kepala negara (khalifah).
Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap sistem politik Islam,
yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan
kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya.
Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa, :
59).Dalam bidang ekonomi Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bahwa sistem ekonomi Islam
itu harus dapat menjamin terwujudnya keadilan sosial.Dalam bidang sosial kemasyarakatan,
Rasulullah SAW telah meletakkan dasar antara lain adanya persamaan derajat di anatar semua
individu, semua golongan, dan semua bangsa. Sesuatau yang memebdakan derajat manusia ialah
amal salehnya atau hidupnya yang bermanfaat. firman Allah SWT: Artinya: “Hai manusia,
Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. “(Q.S. Al-Hujurat, 49: 13)
B. HAJI WADA’ DAN WAFATNYA RASULULLAH SAW
Dalam kesempatan menunaikan ibadah haji yang terakhir, haji wada’, tahun 10 H (631 M), Nabi
saw menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain: larangan
menumpahkan darah kecuali dengan haq dan larangan mengambil harta orang lain dengan batil,
karena nyawa dan harta benda adalah suci; larangan riba dan larangan menganiaya; perintah untuk
memperlakukan para istri dengan baik dan lemah lembut dan perintah menjauhi dosa; semua
pertengkaran antara mereka di zaman Jahiliyah harus saling dimaafkan; balas dendam dengan
tebusan darah sebagaimana berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan; persaudaraan dan
persamaan di antara manusia harus ditegakkan; hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik,
mereka makan seperti apa yang dimakan tuannya dan memakai seperti apa yang dipakai tuannya;
dan yang terpenting adalah bahwa umat Islam harus selalu berpegang kepada dua sumber yang tak
pernah usang, Al-Qur’an dan sunnah Nabi.
Isi khotbah ini merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam. Selanjutnya, prinsip-
prinsip itu bila disimpulkan adalah kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan
ekonomi ,kebajikan dan solidaritas.
Wafatnya Rasulullah saw.
Setelah itu, Nabi saw segera kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi masyarakat kabilah
yang telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan para dai dikirim ke berbagai daerah dan
kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat.
Dua bulan setelah itu, Nabi saw menderita sakit demam. Tenaganya dengan cepat berkurang. Pada
hari senin, tanggal 12 Rabi’ul Awal 11 H / 8 Juni 632 M, Rasulullah SAW wafat di rumah istrinya
Aisyah ra.
Dari perjalanan sejarah Nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW, di samping
sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan administrasi yang cakap.
Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan seluruh
jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.