Upload
candra-pratama
View
24
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
International Holic
Kumpulan Jurnal-Jurnal HI UNAIR 2009
Politik Luar Negeri Indonesia era Orde Baru
Perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia sejak masa Orla hingga Orba
(1945-2007) memiliki dinamika yang beragam. Khususnya jika dilihat berdasarkan faktor
domestik. Perubahan lingkungan domestik secara langsung dan tidak langsung memengaruhi
politik luar negeri Indonesia. Perubahan kepemimpinan selama enam dekade, sejak Soekarno
hingga Susilo Bambang Yudhoyono sangat jelas memperlihatkan perubahan yang mencolok
dalam arah atau agenda bahkan substansi politik Luar negeri Indonesia. Setelah review
sebelumnya penulis telah membahas mengenai politik luar negeri di masa Soekarno, review kali
ini penulis akan membahas politik luar negeri pada masa orde baru atau di masa Soeharto.
Orde baru dimulai dari tanggal 12 Maret 1967 sampai dengan 21 Mei 1998. Era orde
baru adalah era dimana Indonesia dipimpin oleh Presiden RI yang ke-2 Soeharto dengan
masa kepemimpinan yang mencapai 32 tahun dan termasuk masa kepemimpinan yang paling
panjang dibandingkan dengan masa kepemimpinan Presiden Soekarno maupun pengganti-
penggantinya. Masa kepemimpinan yang panjang membuat dinamika perpolitikan dan ekonomi
di Indonesia mempunyai suatu pola tertentu, tidak hanya di dalam politik dalam negeri namun
juga merambah ke politik luar negeri Indonesia (polugri). (Pudjiastuti, 2008:112)
Pengaruh Soeharto dalam politik luar negeri pasa masa Orde Baru sangat besar sekali
terutama apabila kita lihat pada masa Orde Baru ditandai dengan terjadinya pergeseran
pusat perhatian utama pemerintah yang terfokus dari masalah pembangunan bangsa ke
masalah pembangunan ekonomi yang serius. Namun demikian, pemerintah juga menyadari
pentingnya keberadaan stabilitas politik sebagai suatu kondisi penting bagi terlaksananya
pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, muncul perhatian yang serius untuk menata kembali
sistem politik Indonesia yang diharapkan akan dapat menciptakan kondisi tersebut untuk
menunjang perekonomian Indonesia. (Pudjiastuti, 2008:113)
Proses penentukan kebijakan politik luar negeri Indonesia dibagi menjadi dua periode,
yaitu periode sebelum Pemilu 1982 dan periode setelah Pemilu 1982. Pemilu sebelum 1982
adalah periode dimana pemerintah tergantung pada para elit politik dan ekonomi negara,
termasuk pada kekuatan ABRI dalam membuat keputusan-keputusan politik luar negeri.
Sedangkan Pemilu setelah 1982 adalah periode dimana pemerintahan Soeharto mulai
memanfaatkan kekuatan Islam sebagai kekuatan baru politiknya. (Pudjiastuti, 2008:114)
Perubahan yang terjadi pada era Orba tidak dapat dilepaskan dari pemikiran awal yang di
sampaikan Soeharto dalam pidatonya di depan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS) pada 1966, yang intinya ada dua hal utama yaitu stabilitas politik keamanan dan
pembangunan ekonomi. Menurut beliau, pembangunan ekonomi tidak dapat dilaksanakan
secara baik tanpa adanya stabilitas politik keamanan dalam negeri maupun di tingkat
regional. Salah satu langkah Soeharto dalam mewujudkan hal tersebut adalah dengan
membangun hubungan yang baik dengan pihak-pihak Barat dan “good neighborhood
policy” yang dapat dicapai salah satunya melalui ASEAN. (Pudjiastuti, 2008:115). Soeharto
menyadari bahwa mengangkat Indonesia dari krisis ekonomi harus menjadi prioritas utama
dalam pemerintahannya, salah satu cara untuk mengangkat Indonesia dari krisis ekonomi
adalah dengan menjaga stabilitas dan kedamaian lingkungan internasional dan regional.
(Pudjiastuti, 2008:116)
Pada masa kepemimpinan Soeharto sendiri, Indonesia lebih condong ke arah Negara Barat
yang sebelumnya masa pemerintahan Soekarno ke arah Timur menjadi Barat pada masa
Soeharto. Perubahan kebijakan yang dilakukan Soeharto mendapatkan dukungan dari berbagai
pihak di dalam negeri, seperti Front Pancasila, Angkatan Darat, dan KAMI Universitas
Indonesia. Pada saat itu juga polugri diusahakan seimbang dengan ditunjukkan adanya upaya
perdamaian dunia, penghargaan atas batas-batas kedaulatan, kemerdekaan atas hak rakyat.
Perubahan arah politik luar negeri ditunjukkan dengan upaya riil, yaitu:
1. Indonesia kembali bergabung dengan PBB2. Indonesia memutuskan hubungan diplomatic dengan RRC
3. Indonesia segera menghentikan konfrontasi dengan Malaysia4. Indonesia memberikan perhatian khusus pada regionalisme5. Indonesia memperbaiki hubungan diplomatiknya dengan AS, Inggris, dan negara-
negara Barat lainnya.6. Membina hubungan bilateral dengan Jepang
Upaya pemerintahan Soeharto dalam memperbaiki hubungan yang baik dengan pihak Barat
mendapatkan respon positif dari negara-negara Barat. Pada saat yang bersamaan, Indonesia
bergabung kembali dengan the International Monetary Fund (IMF) pada Februari 1967.
(Pudjiastuti, 2008:120)
Setelah Pemilu 1982, Indonesia dibawah kepemimpinan Soeharto lebih memainkan
peran aktif dalam masalah-masalah internasional, seperti peran aktif Indonesia dalam
peringatan 30 tahun Konferensi Asia Afrika, Indonesia menjadi Ketua Gerakan Non Blok,
Indonesia menjadi penengah Singapura dan Malaysia atas sengketa pulau, serta
memprakarsai pertemuan-pertemuan tingkat ASEAN. (Pudjiastuti, 2008:121) Perubahan
besar juga terjadi dalam politik luar negeri di masa Soeharto di tahun 1990-an dengan
dibukanya kembali hubungan diplomasi Indonesia dengan RRC yang telah beku selama
dua dekade sebagai akibat peristiwa G-30S/PKI. (Pudjiastuti, 2008:122) Namun di tahun
1998, politik luar negeri Indonesia menjadi lebih sensitive yang didahului dengan
keruntuhan masa kepemimpinan Soeharto akibat pertikaian pemerintahan Soeharto
dengan IGGI. (Pudjiastuti, 2008:123)
Seperti apa yang kita ketahui, bahwa pada masa era pemerintahan orde baru, militer adalah
tonggak utama dalam pemerintahan, mengingat Soeharto adalah orang yang sangat berpengaruh
kuat dalam dunia militer sejak era soekarno. Militer menjadi kekuatan utama dalam menjaga
stabilitas nasional saat itu, sebagai penjaga ketertiban masyarakat, penegak peraturan dan
undang-undang bahkan juga bertindak sebagai motor penggerak roda perpolitikan indonesia saat
itu. Sistem pemerintahan saat itu pun menjadi otoriter, militer merupakan kekuatan utama yang
berkuasa dalam birokrasi Indonesia, sekaligus berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan
pemerintahan soeharto, kuatnya pengaruh militer saat itu pun membuat indonesia menjadi salah
satu negara yang cukup disegani oleh negara-negara di dunia, sehingga tidak ada pihak yang
berani mengusik pemerintahan soeharto, baik itu pihak dari dalam maupun luar negeri.
Keterlibatan pihak militer dalam pemerintahan Indonesia agaknya tidak hanya berpengaruh
terhadap politik dalam negeri saja, tetapi juga berpengaruh pada politik luar negeri indonesia.
Departemen luar negeri pun bukan lagi menjadi satu-satunya yang menangani masalah politik
luar negeri indonesia dengan adanya pengaruh yang kuat dan campur tangan militer dalam
ploitik dan hubungan luar negeri indonesia, alhasil sampai dengan pertengahan tahn 1980-an,
hubungan yang terjalin antara kelompok militer dan departemen luar negeri pun diwarnai oleh
isu perselisihan dan ketidaksepakatan dalam pengambilan keputusan terhadap isu-isu tertentu
dalam menangani sejumlah masalah politik luar negeri, sehingga kerap kali militer melakukan
dengan cara dan jalannya sendiri. Militer, cenderung memiliki perhatian pada masalah ideologi
dan keamanan, sementara deplu berupaya menjadi sahabat setiap negara.
Militer pada saat itu mengalami peningkatan yang sangat pesat, khususnya kelompok Ali
Moertopo dan Benny Moerdani dalam menciptakan pengaruhnya dalam perumusan politik luar
negeri. Seperti salah satu contohnya adalah mengenai invasi timor timur oleh pihak militer yang
dilakukan oleh Ali Moertopo dengan alasan kaburnya portugis dari wilayah Timor Timur
sehingga kemudian timor timur kembali ke wilayah indonesia. (Suryadinata, 1998:57)
Soeharto sendiri secara bertahap juga menempatkan dirinya dalam perumusan politik luar
negeri walaupun pada saat itu sudah ada Mochtar Kusumaatmadja sebagai Menteri luar negeri.
Soeharto yang juga terlibat dalam perumusan dan pengambilan keputusan kebijakan luar negeri
nampaknya sangat bergantung pada rekomendasi yang dibuat oleh para penasihatnya yang tak
lain adalah orang-orang yang berlatar belakang dan berasal dari kelompok militer. Soeharto juga
melebarkan peran Angkatan Darat melalui kebijakan dwifungsi ABRI yang merupakan sebuah
konsep dasar TNI dalam menjalankan peran sosial politik (Dephan RI, 2005). Peran Deplu dan
DPR terutama komnas luar negeri pada saat itu menjadi sangat terbatas. Peranannya hanya
terbatas pada untuk memberikan umpan balik dan dukungan terhadap kebijakan pemerintah
melalui lembaga dengar pendapat. Jadi jelas bahwa presiden soeharto telah menjadi figur utama
dalam proses perumusan kebijakan politik luar negeri indonesia, setiap kebijakan penting
membutuhkan persetujuannya, namun demikian semua keputusannya tidak terlepas dari saran-
saran dan masukan para penasihatnya yang tak lain berasal dari kalangan militer. (Suryadinata,
1998:60)
Lantas apa tujuan dari politik luar negeri indonesia yang dijalankan oleh soeharto dengan
kebijakan militernya yang otoriter serta fokus utamanya dalam ekonomi dan pembangunan?
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa Politik luar negeri bebas aktif masih menjadi
kebijakan umum politik luar negeri Indonesia yang diambil oleh Soeharto selama memimpin
Indonesia selama 32 tahun sejak akhir dekade 1960-an hingga menjelang milenium atau akhir
1990-an. OG Roeder dalam tulisannya “The Smiling General” yang dikeluarkan pada 1969
mengatakan Soeharto memandang pentingnya memperbaiki kondisi dalam negeri dibandingkan
mengumandangkan penyelamatan umat manusia dalam lingkup internasional, meski demikian
disadari juga kebijakan luar negeri harus diperbaiki (http://beritasore.com).
Presiden Soeharto memulai “Orde Baru” dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno
pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi
sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif
yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat.
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian
sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar
namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi
dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980
-an (http://syadiashare.com)
Jadi dapat kita lihat bahwa pada era Soeharto, politik luar negeri pada umumnya lebih
banyak digunakan untuk pertumbuhan ekonomi. Di masa orde baru, diplomasi dilakukan untuk
memperbaiki hubungan dengan negara-negara barat guna memperbaiki perekonomian negara.
Tetapi politik luar negeri Indonesia di era orde baru juga mengutamakan stabilitas
keamanan internasional. Indonesia tergabung dalam ASEAN, PBB, dan GNB, dimana
Indonesia menjalin kerjasama dengan negara-negara lain untuk turut serta menjaga
perdamaian internasional.
Sejarah memang pernah mencatat pada setiap era kepemimpinan presiden, selalu tercetak
jejak rekam diplomasi Indonesia, bila Soekarno mendorong kebanggaan nasional melalui pola
diplomasi dalam dan luar negeri berbasis politik, Soeharto mendorong Indonesia dikenal secara
regional dan internasional melalui diplomasi bertahap dimulai dari regional terdekat berbasis
stabilitas keamanan dan mengedepankan pertumbuhan ekonomi (http://beritasore.com)
Perubahan politik luar negeri yang terjadi secara mendasar antara masa
pemerintahan Soekarno dan Soeharto menyebabkan adanya perubahan yang cukup
signifikan. Jika pada era orde lama Soekarno lebih menekankan politik luar negerinya
demi kepentingan politik, berbeda dengan era orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto
yang berbasis pada keamanan dan perekonomian. Hal ini menyebabkan adanya pro dan
kontra diantara beberapa kalangan masyarakat, karena adanya perubahan tersebut.
Dalam kenyataannya, penerapan-penerapan yang dilakukan menyimpang dari konsep awal.
Soeharto berhasil memimpin selama 32 tahun dan orang-orang militer membanjiri panggung
politik. Banyak pejabat negara dan anggota administasi sipil yang memiliki latar belakang
militer. Itu berpengaruh pada proses pembuatan kebijakan, yang otomatis mendukung Presiden.
Fokus utama presiden soeharto terhadap keamanan negara serta pertumbuhan ekonomi dimana
telah menjadikan ia lengah sehingga orang-orang kepercayaannya yang sebagian besar berasal
dari kalangan militer berpeluang melakukan korupsi secara besar-besaran hingga berujung pada
krisis ekonomi serta lengsernya soeharto pada tahun 1999. Namun apabila dilihat dari sisi
eksternal, posisi Indonesia secara internasional semakin kuat meski demokrasi semakin
melemah. Keberhasilan ekonomi yang dicapai pemerintah bisa menutupi buruknya tingkat
demokrasi di Indonesia.