12
A. Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Islam 1. Periode Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin Pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam telah terjadi sejak Rasulullah mendakwahkan ajaran Islam. Sebagaimana dipahami wahyu pertama pun bercerita tentang dasar- dasar ilmu pengetahuan. Cobalah kamu telaah surah al-‘Alaq ayat 1-5, yang artinya: “Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan peranthraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa-apa yang tidak diketahuinya”. Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah-lah yang mengajari manusia ilmu pengetahuan dengan cara- Nya. Dari wahyu pertama itu pun, banyak sekali dasar- dasar ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh Allah. Dalam ayat pertama dan kedua, Allah menerangkan asal mula penciptaan manusia yang merupakan dasar ilmu biologi dan antropologi. Ayat ketiga menerangkan tentang dasar- dasar ilmu etika (akhlak). Adapun ayat kelima menegaskan hakikat ilmu adalah dari Allah dan manusia awalnya tidak mengetahui apa-apa. Allah-lah yang memberi potensi dan memfasilitasi agar manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal ini sejalan dengan kandungan surah an-Nahl [16] ayat 78, yang artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dariperut ibumu dalam keadaan tidak 1

SEJARAH PERTUMBUHAN ILMU

Embed Size (px)

Citation preview

A. Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Islam

1. Periode Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin

Pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam telah terjadi sejak Rasulullah

mendakwahkan ajaran Islam. Sebagaimana dipahami wahyu pertama pun

bercerita tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan. Cobalah kamu telaah surah

al-‘Alaq ayat 1-5, yang artinya: “Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu

yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

Bacalah, dan Tuhanmu yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan

peranthraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa-apa yang tidak

diketahuinya”.

Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah-lah yang mengajari manusia

ilmu pengetahuan dengan cara-Nya. Dari wahyu pertama itu pun, banyak sekali

dasar-dasar ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh Allah. Dalam ayat pertama dan

kedua, Allah menerangkan asal mula penciptaan manusia yang merupakan dasar

ilmu biologi dan antropologi. Ayat ketiga menerangkan tentang dasar-dasar ilmu

etika (akhlak). Adapun ayat kelima menegaskan hakikat ilmu adalah dari Allah

dan manusia awalnya tidak mengetahui apa-apa. Allah-lah yang memberi potensi

dan memfasilitasi agar manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal

ini sejalan dengan kandungan surah an-Nahl [16] ayat 78, yang artinya: “Dan

Allah mengeluarkan kamu dariperut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui

sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar

kamu bersyukur.”

Dasar ilmu pengetahuan kemudian dikembangkan oleh Rasululah dan

sahabat-sahabat beliau. Sebagaimana diketahui bahwa Rasuluilah pernah

menyatakan sebuah hadits: “Anaa madiinatul ilmi wa ‘aliyyun baabuha, faman

araadal madinah ya'tiha min baabiha” (artinya: “Aku adalah kota ilmu dan Ali

adalah pintunya, barangsiapa yang ingin menuju kota ilmu itu maka datanglah

melalui pintunya.”) Pernyataan Rasuluilah tersebut menunjukkan bahwah beliau

memahami semua dasar-dasar ke-ilmuan termasuk ilmu pengetahuan (sains).

Namun, dasar-dasar ilmu tersebut tidak langsung dikembangkan. Hal ini sesuai

dengan kondisi dan sumberdaya manusia yang mengembangkannya. Pada masa

1

Rasuluilah dan para sahabatnya, ilmu pengetahuan lebih banyak berkembang di

bidang ilmu-ilmu pokok tentang agama (ushuluddin) dan ilmu akhlak (moral)

karena saat itu yang terjadi adalah krisis akidah (keyakinan) dan moral. Walaupun

demikian, saat itu mulai terjadi proses pengkajian ilmu lebih sistematik, di

antaranya dasar-dasar ilmu tafsir yang dikembangkan oleh Ali bin Abi Thalib,

Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan lain sebagainya.

2. Periode Dinasti Umayyah

Pada masa ini, pertentangan politik dan ekspansi

dakwah Islam lebih mendominasi dibandingkan

kajian ilmu pengetahuan. saat itu Muawiyah bin

Abi Sufyan telah berhasil mengambil alih

kekuasaan atas kaum muslim. Dia mengganti

sistem kekhalifahan menjadi kekuasaan turun

temurun atau monarki. Di sisi lain, Muawiyah

berhasil membangun kekuatan tentara muslim

baik darat maupun laut yang disegani musuh.

Hasilnya, tentara-tentara muslim, mampu

melakukan ekspansi besar-besaran sehingga

dakwah Islam sampai di benua Afrika dan

Eropa.

Pertumbuhan ilmu pengetahuan tidak jauh berbeda dengan masa

Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, tetapi mulai karya-karya tertulis berupa kajian

tafsir, hadits, tarikh (sejarah), dan lain-lain. Perkembangan ilmu pengetahuan

belum begitu berkembang karena tidak adanya dukungan konkret dari penguasa

yang cenderung sibuk mengurusi bidang politik dan kekuasaanya. Dari sisi

pengembangan ilmu, ada yang menyebutkan masa ini merupakan periode tabVin

(pengikut sahabat) dan tabi’it tabi’in (pengikut tabi’in).

Kekuasaan Dinasti Umayyah yang beribu kota di Damaskus berlangsung

hampir 90 tahun dan akhirnya ditumbangkan oleh penguasa bam Dinasti

Abbasiyah. Tokoh utama yang menghancurkan Dinasti Umayyah dan berhasil

2

membangun Dinasti Abbasiyah adalah Abu Muslim Al-Kurasani dan Abul Abbas

As-Safah. Namun, di antara pemimpin Dinasti Umayyah yang bernama

Abdurrahman berhasil meloloskan diri dan kemudian mendirikan kekuasaan

Dinasti Umayyah baru di Spanyol. Berhasilnya Abdurrahman memasuki Spanyol

dan mendirikan kekuasaan di sana, menjadikan orang menggelarinya ad-dakhil

sehingga namanya menjadi Abdurrahman Ad-Dakhil.

3. Periode Dinasti Abbasiyah

Setelah menumbangkan Dinasti Umayyah, Abul Abbas As-Safah terpilih

menjadi pemimpin pertama Dinasti Abbasiyah. Langkah pertama yang

dilakukannya adalah memindahkan ibukota negara dari Damaskus ke Baghdad

yang berhasil dibangunnya. Pemindahan pusat pemerintahan tersebut berdampak

positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa penguasa berikutnya,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mulai terlihat dan puncaknya

terjadi pada masa pemerintahan Al-Makmun dan Harun Al-Rasyid.

Pada saat itu ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang berkembang pesat.

Hal ini tidak terlepas dari dukungan pemerintah atau penguasa saat itu. Saat ini

Dinasti Abbasiyah lebih mengonsentrasikan diri pada peningkatan ilmu

pengetahuan dibanding melakukan ekspansi dakwah Islam yang sudah hampir

menguasai separuh wilayah dunia. Masyarakat muslim tidak mengalami

perpecahan meskipun memiliki dua pemerintahan besar, yaitu Dinasti Abbasiyah

yang berpusat di Baghdad (Irak) dan Dinasti Umayyah yang berpusat di Cordoba

(Spanyol). Bahkan dalam kurun tertentu, Baghdad dan

Cordoba menjadi pusat pengkajian ilmu pengetahuan dunia. Dari dua

wilayah inilah, kemudian lahir banyak ilmuwan dari berbagai bidang, seperi Ibnu

Rusyd (Averous), Ibnu Sina (Aviciena), Al-Farabi, dan Ar-Razi (Razes).

B. Ilmuwan Muslim dan Peranannya

Dukungan penguasa Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Cordoba

menjadikan ilmu pengetahuan berkembang pesat. Selain itu, dukungan para

ilmuwan dari berbagai bidang dalam menyebarkan ilmu pengetahuan menjadikan

3

Islam semakin menguasai dunia. Berikut beberapa nama ilmuwan muslim yang

berperan besar dalam mengembangkan ilmu pengetahuan Islam.

1. Ibnu Rusyd [Averroes] (1126-1198 M)

Ibnu Rusyd adalah nama populer dari Abu al-

Walid Muhammad Ibn Ahmad ibnu Muhammad

Ibnu Rusyd. Dia seorang ahli filsafat Islam, ahli

hukum, dan kedokteran. Ibnu Rusyd putera dari

seorang qadhi (hakim) yang menginginkan

anaknya menjadi ahli di bidang hukum Islam.

Ibnu Rusyd mempelajari beberapa bidang ilmu

dari beberapa guru yang ahli di bidangnya.

Ia juga belajar ilmu agama, filsafat, dan matematika di bawah bimbingan ahli

filsafat, yaitu Ibnu Tufayl. Di bidang kedokteran, ia belajar dari Ibnu Zuhri

(Avenzoar).

Ibnu Rusyd diangkat menjadi seorang hakim di Sevilla tahun 1169 M dan

di Cordoba tahun 1171 M. Pada tahun 1182 M, ia menjadi dokter dan bekerja

kepada Khalifah Abu Yaqub Yusuf Al-Mansur. Namun, karena pemahaman

agama yang dianggap berbeda dengan penguasa, Ibnu Rusyd dikucilkan oleh Abu

Yusuf Yaqub Al-Mansur pada tahun 1195 M.

Di antara karya Ibnu Rusyd yang sampai saat ini dapat ditemui adalah

kitab susunannya yang bernama Bidayatul Mujtahid. Buku tersebut memuat

dasar-dasar perbedaan para ulama dalam memahami ilmu agama. Selain itu, Ibnu

Rusyd banyak membuat komentar atau pembahasan tentang filsafat yang

diajarkan Aristoteles. Komentar-komentar Ibnu Rusyd tersebut telah

diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan mempengaruhi perkembangan ilmu

pengetahuan dunia. Buku karyanya yang terkenal di bidang filsafat adalah

TahafutAl-Tahafut (Ketidaklogisan dari Ketidaklogisan), suatu bantahan atas

pendapat Imam Al-Ghazali yang mengarang buku Tahafutul Falasifah

(Ketidaklogisan Filsafat). Selain buku-buku tersebut, Ibnu Rusyd menulis buku di

bidang kedokteran, ilmu perbintangan (astronomi), hukum, dan tata bahasa.

4

2. Ibnu Sina [Avicenna] (980-1037 M)

Ibnu Sina adalah nama populer dari Abu Ali al-

Husain ibnu Abdullah ibnu Sina. la seorang dokter

dan ahli filsafat Islam yang lahir di Iran, dekat

Bukhara (sekarang Uzbekistan). Ibnu Sina

merupakan putra dari pejabat seorang pemerintah

dan mulai belajar kedokteran dan filsafat di

Bukhara. Pada usia 18 tahun, ia bekerja sebagai

dokter dan di lingkungan keluarga Samanid,

penguasa Bukhara.

Ibnu Sina tinggal dan bekerja di sini sampai berakhirnya kekuasaan Samanid pada

tahun 999 M. Setelah itu, ia menempuh perjalanan dan memberi kuliah astronomi

dan logika di daerah Jurjan, dekat Laut Kaspia. Ia menghabiskan 14 tahun

hidupnya sebagai dokter dan penasihat ilmiah kepada penguasa Isfahan (Iran).

Ibnu Sina diakui oleh kaum muslim maupun nonmuslim sebagai salah

seorang ahli filsafat Islam yang terbesar. Ia juga mempakan figur penting dalam

bidang kedokteran dan filsafat. Buku karyanya menjadi bahan rujukan dunia

kedokteran, baik di wilayah dunia timur maupun barat (Eropa). Buku tersebut

sebagai ringkasan dan penggolongan sistematis tentang farmasi dan medis. Buku

karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 dan ke

dalam bahasa Ibrani tahun 1491 M.

Buku karyanya di bidang filsafat berjudul Ash-Shifa (obat), suatu koleksi

atas logika Aristotelian, Metafisika, Psikologi, ilmu pengetahuan alam, dan Iain-

lain. Namun karya filsafatnya mendapat kritik tajam dari salah seorang ahli

filsafat Islam, yaitu Al-Ghazali. Meskipun demikian, pemahaman filsafat Ibnu

Sina telah memengamhi dunia sepanjang abad pertengahan.

5

3. Al-Kindi (801-873 M)

Al-Kindi adalah nama populer dari Yaqub ibn

Ishaq as-Sabah Al-Kindi. Ia seorang ahli filsafat

Islam yang dilahirkan Kufah, Iraq. Al-Kindi

merupakan seorang pendidik di Kota Basrah dan

Baghdad. Dialah salah seorang ahli filsafat

Yunani dan salah seorang penerjemah pertama

karya-karya Aristoteles ke dalam bahasa Arab. Al-

Kindi merupakan seorang yang sangat produktif

dalam berkarya, khususnya menulis buku.

Ia telah melahirkan tidak kurang dari 270 karya. Sebagian besar karyanya

mencakup topik yang sangat luas, di antaranya filsafat, kedokteran, matematika,

ilmu optik, dan astrologi. Sebagian dari karya-karyanya tersebut telah

diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sepanjang Abad Pertengahan dan

memengamhi sarjana mengenai Eropa. Filsafat Al-Kindi betul-betul dipengaruhi

oleh karya-karya pengikut Aristoteles dan Plato. Ia mengklaim bahwa filsafat dan

agama memiliki hubungan harmonis. Pemikiran Al-Kindi seperti ini sangat

memengaruhi pemikiran kaum muslim sampai satu abad setelah kematiannya.

4. Al-Farabi [Alfarabius] (873-950 M)

Al-Farabi adalah seorang ahli filsafat Islam. Nama

lengkapnya adalah Muhammad Ibnu Muhammad

Ibnu Tarkhan ibn Uzalagh al-Farabi dan

dilahirkan di Kota Farab, Transoxiana (sekarang

Uzbekistan). Ia belajar di Khorasan (Iran) dan

Baghdad kepada ahli filsafat Yunani

berkebangsaan Suriah.

Dalam perjalanan hidupnya, Al-Farabi tinggal dengan penguasa Aleppo

(sekarang: Syiria), yaitu Sayf Al-Dawlah. Al-Farabi adalah salah seorang

ilmuwan muslim yang menyebarkan doktrin filsafat Plato dan Aristoteles di dunia

Arab. Pemikirannya sangat memengamhi ilmuwan-ilmuwan muslim berikutnya,

seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd. Al-Farabi telah melahirkan ratusan karya

ilmiah, tetapi banyak yang telah hilang. Salah satunya mencakup komentarnya

6

atau kritiknya terhadap pendapat Aristoteles. Selain di bidang filsafat, Al-Farabi

juga ahli di bidang musik dengan berbagai karyanya.

5. Al-Ghazali (1058-1111 M)

Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad At-Tusi Al-

Ghazali yang populer dengan sebutan Al-Ghazali adalah

seorang ahli filsafat dan ahli ilmu agama. la dilahirkan di

Tus, dekat Mashhad (Iran). Setelah memperoleh gelar

sarjana pada tahun 1091, al-Ghazali ditugaskan oleh

Nizam Al-Mulk, penguasa Seljuk, untuk mengajar pada

Universitas Nizamiya di Baghdad. Pada tahunlO95, ia

mengalami kegoncangan jiwa atau krisis kepribadian dan

akhirnya hampir sepuluh tahun mengembara. Ia

mengembara untuk memperdalam ilmu makrifat dengan

meninggalkan seluruh jabatannya.

Al-Ghazali menceritakan perjalanan spiritualnya melalui karyanya yang

sangat monumental dan kini menjadi rujukan utama, yaitu Ihya Ulumuddin

(kebangkitan ilmu-ilmu agama). Buku tersebut sampai kini menjadi bahan rujukan

dan kajian para ulama. Di dalamnya dimuat ajaran-ajaran tentang hakikat diri

manusia dan hubungannya dengan Allah.

Sebagian besar umat Islam menggelari Al-Ghazali dengan sebutan

Hujjatul Islam. Kajian utama buku-buku Al-Ghazali adalah tentang upaya

mengenal diri. Dengan mengenal dirinya seseorang akan mengenal Tuhannya.

Selain itu, upaya-upaya untuk menyucikan jiwa menjadi topik bahasan utama Al-

Ghazali. Oleh karena itu, ada yang mengelompokkan bahwa Al-Ghazali adalah

seorang sufi atau ahli tasawuf. Meskipun demikian, seperti saat ini, perbedaan

selalu ada termasuk yang tidak setuju dengan pendapat-pendapat Al-Ghazali.

Namun demikian, adanya orang-orang yang tidak sependapat dengan Al-Ghazali

tidak membuat karya ditinggalkan. Bahkan, sampai kini karya-karya Al-Ghazali

semakin menghiasi khazanah

7