6
ANIMAL PRODUCTION, September 2008, hlm.15 1-156 ISSN 141 1 -2027 Terakreditasi No.56/DlKTIKeo/2OO5 Pengaruh Penambahan Adenosin Triphosphat Kedalam Pengencer Semen terhadap Kualitas Spermatozoa Domba Ekor Gemuk (Effects of Adding Adenosine Triphosphate to Semen Diluter on Quality of Spermatozoa of Fat-Tailed Sheep) Edy Pramono" dan Taswin Rahman Tagama ',<>, ABSTRACT: The research aimed to investigate the effects of adding different levels of Adenosine Tripho5phate (ATP) to semen diluter on quality of sperms of fat;taileA sheep. Treatments consisted of 5, 10 and 15 mg of ATP addition into semen diluter (Egg Yolk Sodium Citric). Results showed that treatments have no significant effects on spermtltozoa motility, significant effects on spermatozoa viability, and high significant effects on spermatozoa mortality. On average, sperm ~notility for control was 79.16 3.99%; ATP 5 mg = 84.13 + 5.36%; ATP 10 mg = 85.16 * 4.54%; and ATP 15 mg = 85.33 i 3.79 %; sperm viability for control was 25.28 + 0.49; ATP 5 mg = 26.17 + 1.53; ATP I0 mg = 27.56 + 1.48; and ATP 15 mg = 28.34 + I.03 (hours); sperm mortality for control was 12.91 i 1.05%; ATP 5 mg = 15.59 i 5.12%; ATP 10 mg = 21.95 i 2.32%; and ATP 15 mg = 22.25 i 1.83 %; and quality af sperm for control was 198.216 i- 5.05; ATP 5 mg= 206.312 + 5.67; ATP I0 mg = 208.164 i 5.14; and ATP 1.5 mg = 207.104 + 5.90. It can be concluded that addition of ATP into semen diluter was able to increase spermatozoa viability. Key Words: Fat-tailed sheep, spermatozoa, viabilit), dilute! Pendahuluan Rendalinya pasokan daging kambing dan dotnba untuk memenuhi kebutuhan nasional berkait la~igsung dengan kinerja reproduksi dari ternak domba dan kambing tersebut. Misalnya, rendahnya angka kebuntingan aka11 berakibat langsung pada rendahnya angka kelaliiran, seliingga akhirnya akan berpengaruh secara langsung pada peningkatan populasi. Untuk meningkiatkan efisiensi reproduksi ternak domba, maka yang perlu diperbaiki salah satunya adalali aspek teknologi reproduksinya, terutama pada sistem perkawinan sebaiknya sudali liarus menggunaka~i Inseminasi Buatan (IB). Namun, untuk keberhasilan program IB tersebut harus diiringi dengan penggunaan semen yang berkualitas, karena semua hasil IB akan bermuara pada fettilitas. Optimalisasi pemanfaatan domba jantan dalatn aplikasi program IB sangat tepat, karena dari hasil penelitian dilaporkan-bahwa fertilitas domba jantan yang dipeliliara secara sederliana masill menunjukka~i angka yang cukup tinggi (Tagama dan Saleli, 1988). * Korespondessi penulis : Telp (0281) 637778 Alamat Kuntor : Fakultas Peternakan Unsoed. JI. Dr. Suparno. Knrang- wangkal, Purwoherto 53123 TclpIFux. (0281)-638792 Namun, kualitas spermatozoa yang secara ,.. umum baik tersebut tidak diimbangi dengall da#tahan hidup (viabilitas) spenn~tozoa,.justru viabilitas spermatozoa dolnba sangat singkat. Kondisi tersebut menurut Hafez (1980) karena terbatzisnya plasma semen sebagai sumber nutrisi bagi spermatozoa, sedangkan di lain piliak motilitas spermatozoa pascaejakulasi sangat aktif. Akibat dari kondisi yang bertolakbelakang tersebut, yaiti~ siunbcr nutrisi yang terbatas dan no ti lit as speknatozoa yallg aktif, maka angka kematian spermatozoa aka11 meningkat. Menurut Corteel (1977) dan Aamda1 (1 982) no ti lit as spermatozoa yang sangat aktif akan berpengaruh langsung pada peningkatan metabolisme seliingga asam laktat yang merk~pakan produk limbah hasil metabolisme akan menumpuk dan me~.upakan racun , baei soermatozoa. -. Untuk dapat bergerak aktif spermatozoa ~nemerlukaii energi. Surnber energi utama spermatozoa adalali plasmaloge~i, dan rlga komponen organik lainnya terutama yang berasal dari plasma seminalis atau plasma semen, yaitu fiuhtosa, sorbitol, dan Glicerilphosphoril Choline atau GPC (White, 1973; dan Lamming, 1990), dan dapat pula berasal dari bahan dilutev atau pengencer semen (Pickett el al., 1975; Saacke, 1978; dan Toelihere, 1985). Ditambahkan ole11 Hunter (1980) dan Partodiliardjo (1985) bahwa plasma semen nierupakar sarana c,ntuk

Semen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kedokteran hewan

Citation preview

ANIMAL PRODUCTION, September 2008, hlm.15 1-156 ISSN 141 1 -2027 Terakreditasi No.56/DlKTIKeo/2OO5

Pengaruh Penambahan Adenosin Triphosphat Kedalam Pengencer Semen terhadap Kualitas Spermatozoa Domba Ekor Gemuk

(Effects of Adding Adenosine Tr iphospha te to Semen Diluter on Quality of Spermatozoa of Fat-Tailed Sheep)

Edy Pramono" dan Taswin Rahman Tagama ',<>,

ABSTRACT: The research aimed to investigate the effects of adding different levels of Adenosine Tripho5phate (ATP) to semen diluter on quality of sperms of fat;taileA sheep. Treatments consisted of 5, 10 and 15 mg of ATP addition into semen diluter (Egg Yolk Sodium Citric). Results showed that treatments have no significant effects on spermtltozoa motility, significant effects on spermatozoa viability, and high significant effects on spermatozoa mortality. On average, sperm ~notility for control was 79.16 3.99%; ATP 5 mg = 84.13 + 5.36%; ATP 10 mg = 85.16 * 4.54%; and ATP 15 mg = 85.33 i 3.79 %; sperm viability for control was 25.28 + 0.49; ATP 5 mg = 26.17 + 1.53; ATP I0 mg = 27.56 + 1.48; and ATP 15 mg = 28.34 + I.03 (hours); sperm mortality for control was 12.91 i 1.05%; ATP 5 mg = 15.59 i 5.12%; ATP 10 mg = 21.95 i 2.32%; and ATP 15 mg = 22.25 i 1.83 %; and quality af sperm for control was 198.216 i- 5.05; ATP 5 mg= 206.312 + 5.67; ATP I0 mg = 208.164 i 5.14; and ATP 1.5 mg = 207.104 + 5.90. It can be concluded that addition of ATP into semen diluter was able to increase spermatozoa viability.

Key Words: Fat-tailed sheep, spermatozoa, viabilit), dilute!

Pendahuluan

Rendalinya pasokan daging kambing dan dotnba untuk memenuhi kebutuhan nasional berkait la~igsung dengan kinerja reproduksi dari ternak domba dan kambing tersebut. Misalnya, rendahnya angka kebuntingan aka11 berakibat langsung pada rendahnya angka kelaliiran, seliingga akhirnya akan berpengaruh secara langsung pada peningkatan populasi.

Untuk meningkiatkan efisiensi reproduksi ternak domba, maka yang perlu diperbaiki salah satunya adalali aspek teknologi reproduksinya, terutama pada sistem perkawinan sebaiknya sudali liarus menggunaka~i Inseminasi Buatan (IB). Namun, untuk keberhasilan program IB tersebut harus diiringi dengan penggunaan semen yang berkualitas, karena semua hasil IB akan bermuara pada fettilitas.

Optimalisasi pemanfaatan domba jantan dalatn aplikasi program IB sangat tepat, karena dari hasil penelitian dilaporkan- bahwa fertilitas domba jantan yang dipeliliara secara sederliana masill menunjukka~i angka yang cukup tinggi (Tagama dan Saleli, 1988).

* Korespondessi penulis : Telp (0281) 637778 Alamat Kuntor : Fakultas Peternakan Unsoed. JI . Dr. Suparno. Knrang- wangkal, Purwoherto 53123 TclpIFux. (0281)-638792

Namun, kualitas spermatozoa yang secara ,.. umum baik tersebut tidak diimbangi dengall da#tahan hidup (viabilitas) spenn~tozoa, .justru viabilitas spermatozoa dolnba sangat singkat. Kondisi tersebut menurut Hafez (1980) karena terbatzisnya plasma semen sebagai sumber nutrisi bagi spermatozoa, sedangkan di lain piliak motilitas spermatozoa pascaejakulasi sangat aktif. Akibat dari kondisi yang bertolakbelakang tersebut, yaiti~ siunbcr nutrisi yang terbatas dan no ti lit as speknatozoa yallg aktif, maka angka kematian spermatozoa aka11 meningkat. Menurut Corteel (1977) dan Aamda1 (1 982) no ti lit as spermatozoa yang sangat aktif akan berpengaruh langsung pada peningkatan metabolisme seliingga asam laktat yang merk~pakan produk limbah hasil metabolisme akan menumpuk dan me~.upakan racun , baei soermatozoa. - .

Untuk dapat bergerak aktif spermatozoa ~nemerlukaii energi. Surnber energi utama spermatozoa adalali plasmaloge~i, dan rlga komponen organik lainnya terutama yang berasal dari plasma seminalis atau plasma semen, yaitu fiuhtosa, sorbitol, dan Glicerilphosphoril Choline atau GPC (White, 1973; dan Lamming, 1990), dan dapat pula berasal dari bahan dilutev atau pengencer semen (Pickett el al., 1975; Saacke, 1978; dan Toelihere, 1985). Ditambahkan ole11 Hunter (1980) dan Partodiliardjo (1985) bahwa plasma semen nierupakar sarana c,ntuk

152 ANIMAL PRODUCTION, Vol. 10, No 3,2008 : 151 - 156

berenang sekaligus sebagai sumber energi bagi spermatozoa, yang dapat dimanfaatkan untuk bergerak aktif (motil). Me~iurut Rico (1 984); Rico dan Socase (1984); Bearden dan Fuquay (2000); dan Hafez dan Hafez (2000), energi yang diperlukan oleh spermatozoa untuk motilitas berasal dari perombakan ATP di dalam selubung mitokondria yang berada di bagian tengah eltor spermatozoa melalui reaksi penguraian menjadi Adeiiosiii Diphoq~liut (ADP) dan Adenosin Monophosphtrt (AMP). Jika ATP d m ADP habis, maka spermatozoa alkali berlienti bergerak. Untuk ~nembangun ltenibali ATP dari ADP, atau ATP dari AMP diperlukan sumber energi lain dari luar.

Terkait dengan Itebutuhan energi yang selalu meningkat bagi spermatozoa karena adanya aktivitas motil, sedangkan di piliak lain lketersediaan energi sangat terbatas, maka perlu dicari solusi untiik niengatasi kondisi tessebut. Salah satu altesnatif yang dapat digunakan adalah ~iielalui pemanfaatan teknologi . reproduksi dengan memodifikasi pengencer, yaitu penambahan zat-zat tertentu sebagai pemerkaya dalam pengencer semen dengan harapan agar kualitas semen terutama viabilitasnya dapat meningkat. Penggil~iaan ATP yang ditambaliltan ke dalam pengencer sebagai zat pemerkaya semen diharapkana dapat mengatasi berbagai kekurangan terkait dengan energi yang diperlukan oleh spermatozoa. Hafez dan Hafez .(2000) menyatakan bahwa ATP merupaltan energi yang siap pakai, dengan adanya ATP tersebut nialka spermatozoa akan memanfaatkan ATP sebagai sumber energi terlebih dahulu, dan sumber nutrisi lainnya dapat dillemat, sehingga spermatozoa dapat bertahan lebili lama. Tujuan penelitian ini adalah untult meningkatkan kualitas spermatozoa domba eltor gemuk dengan

. . menambalikan ATP ke dalam pengencer semen.

Metode Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian in i adalah semen dari enam ( 6 ) eLor doniba eltor gemuk (DEG), dengan rataan bobot badan 33,80 * 0,17 kg; dan rataan umur 39,SO * 0,40 bulan. Metode penelitial~ yang digunaltan adalali iiietode eksperimental dan rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), sebagai perlakuan adalah pe~lambahan ATP lke dalam pengencer Natrium Sitrat Kuning Telur (NSKT). Rincian

perlakuannya adalali Po (kontrol); PI (dosis ATP sebanyak 5 mg); P2 (dosis ATP sebanyak 10 mg) , dan P3 (dosis ATP sebanyak 15 mg). Setiap perlakuan diulang lima (5) kali berupa koleksi semen. Komposisi pengencer yang digunakan adalah 50 ml Natrium Sitrat; 100 mg Kuning Telur; dan penambahan antibiotik berupa penisilin dan streptomisin masing-masing sebanyak 1.000 i.u. dan 0,s mg.

Peubah yang diamati adalah rnotilitas, aktivitas, viabilitas, dan mortalitas spermatozoa. Data dianalisis menggunakan analisis ragam, dan jika terdapat perbedaan pengaruh yang nyata hingga sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji BedaNyata Terkecil (BNT).

Hasil dan Pembahasan

Motilitas Spermatozoa Evaluasi motilitas spermatozoa DEG

menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 s 10. Hasil pengamatan motilitas dihitung dalam satuan persen, dan yang dievaluasi adalah spermatozoa >;in;: motilitasnya progresif atau maju ke depnn, ses11;li dengan pendapat dari Hafez (1980), Benrdw dan Fuquay (1980), Partodihardjo (1982), dan Toclillcre (1985). Unti~k validitas data niaka sctiap sanipcl dievaluasi sebaliyak tiga kali, dan rataall datanja dari lima kali koleksi tertera pada Tabel 1.

Anglta motilitas spermatozoa DEG yang diberi perlakuan ATP 'secara keseluruhan baik (Tabel I), karena ~nasili berada dalam kisaran persentase motilitas spermatozoa yang normal. Seperti yang dilaporka~i oleh Hafez (1980), bahwa motilitas spermatozoa domba yang berada dalam kisaran 70 sampai 90 persen adalah termasuk normal. Ditarnbalikan oleh Lamming (1990) baliwa persentase motilitas spermatozoa domba termasuk normal jika berada dalam kisaran 70 sampai 90 persen.

Hasil analisis data nienunjukkan baliwa penambalia~i ATP dalam pengencer semen tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap motilitas spermatozoa DEG. Hal ini diduga karena dosis ATP yang digunakan masili terlalu rendah, sehingga tidak mamptr tr(rttrk rnerrirrgkatkan days gerak atatr motilitas spermatozoa secara nyata, meskipun dari peningkatan dosis ATP yang diberikan memberikan peningkatan pula pada persentase motilitas spermatozoa.

Pengaruh Penambahan Adenosin (Prarnono dan Tagama)

Tabel I. Rataan dan simpang baku (Sb) motilitas spermatozoa DEG pascaperlakuan (%)

: Penambahan Ulangan Rataan Sb. ATP 1 2 3 4 5

Kontrol 80,OO 73,5 1 76,56 85,40 80,33 79,16 i 3,99

5 mg 76,s 1 88,43 90,OO 81,25 84,13 84,13 * 5,36

I0 mg 90,OO 87,46 8x37 77,s 1 85,16 85,16 i 4,54

15 mg 89,5 1 88,40 78,63 84,66 85,33 85,33 * 3,79

Tabel 2. Rataan dan simpang baku (Sb) viabilitas spermatozoa DEG pascaperlalman (%)

Penambahan Ulangan ATP I 7 A C; * Rataan i Sb.

Kontrol 25,67 24,67 25,67 25,33 24,67 25,2Sa + 0,49

5 mg 27.33 26,33 28,33 24,OO 25,33 26,17% l,53

10 mg 28,OO 29,67 27,OO 28,67 27,67 27,56 % I ,48

15 mg 27,67 28,67 29,67 28,67 26,67 28,34% 1,O 3 "'. Superskrip yang berbrda pada kolom yang sama menunjukkan ada perbedaan pada P<0,05

Namun, secara statistik peningkatan persentase motilitas tersebut belum memberikan pengaruh yang nyata. Penyebab lain diduga karena kandungan nutrisi dalam balian pengencer terutama kuning telur dapat memberiltan energi tambahan bagi spermatozoa. Hal ini diperkuat oleli Ortavant et al. (1969); Evan dan Maxwell (1987) bahwa selai~i enersi utama yang digunakan oleh spermatozoa untuk motilitas berasal dari plasma semen, juga spermatozoa akan memanfaatkan secara maksimal sumber energi yang berasal dari luar, seperti kuning telur, air susu, atau pun komposisi pengencer lainnya.

Hal lain yang memungkinkan kurang berpengarulinya perlakuan yang diberikan adalah persediaan sumber energi dari plasma semen belu~n terpakai semila, karena rentang waktu antara saat koleksi semen, pemberian perlakuan, hingga evaluasi kualitas semen tidak terlalu lama.

Viabilitas Spermatozoa Evaluasi viabilitas spermatozoa bertujuan untuk

mengetahui kemampuan spermato'ih tetap bertahan motil dalam kurun waktu tertentu pascaperlakuan, disimpan secara invitro dalam suhu ruang. Evaluasi motilitas dianggap selesai jika dalam populasi spermatozoa yang diamati sudah lidak ada motilitas (gerakan) sama sekali. Satuan yang digunakan untuk

viabilitas spermatozoa adalah jam. Rataan data viabilitas dan simpang baku tertera pada Tabel 2.

Data viabilitas spermatozoa DEG pascaperlakuan yang disimpan secara in vitro pada temperatur ruang menunjukkan rataan yang tertinggi selama 28,34 + 1,03 jam; dan rataan data yang terendali adalah 25,28 + 0.49 jam. Hasil ini tidak berbeda dengan laporan Hafez (1980) bahwa spermatozoa domba yang diencerkan menggunakan pengencer NSKT kemudian disimpan dalam temperatur almari es (sekitar 4 sampai 5°C) aka11 beltahan liidup motil selama 25 sampai 30 jam. Di piliak lain, Tagama dan Sale11 (1988) melaporkan bahwa spermatozoa domba yang disimpan dalam temperatur ruang dengan pengencer NSKT hanya dapat bertahan selama 4.32 jam saja. Adanya perbedaan lama viabilitas yang sangat jauh tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah temperatur penyimpanan, komposisi pengencer, dan saat evaluasi. Hafez (1980) dan Beardeli dan Fuquay (1980) menyatakan bahwa spermatozoa sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Oleli sebab itu, untuk mempertahankan viabilitas spermatozoa dianjurkan semen harus segera diencerkan menggunakan pengencer baltu yang berkualitas, dan simpan pada temperatur refrigerator dengan kisaran temperatur 4 sampai 5°C.

ANIMAL PRODUCTION, Vo l 10, No. 3.2008 : 151 - 156

Hasil analisis data ~nenu~iji~ltltan baliwa penambalian ATP dalam pengencer semen DEG memberiltan pengaruli yang sangat nyata (P4,OI) terhadap viabilitas spermatozoa. Hasil penelitian ini memperkuat laporan Adam dan Wei (1975); Amann et al. (1982) bahwa ATP yang ditambahkan ke dalam pengencer merupakan energi yang siap pakai, seliingga saat terjadi penyatuan antara spermatozoa dengan pengencer, maka zat ATP tersebut langsung dimanfaatkan oleli spermatozoa sebagai su~nber energi untult mempertaliankan liidup lebili lama. l<ondisi ini terbukti dengan adanya peningltatan dosis ATP dalam setiap perlakuan, ~naka viabilitas spermatozoa DEG altan beltahan lebili lama. Kenyataan tersebut sesuai dengan dengan laporan Flipse dan Anderson (1969); Garbers et al. (1971); dan Lindemann dan Gibbonns (1975) baliwa ATP adalali salali satit bentult energi yang dapat digunaltan oleh spermatozoa. Ditambaliltan oleh I-Iosltins ef a / (1972) bahwa ATP dikonversiltan ke ADP altan menghasilltan energi sebanyak 7.000 ltalori per mole. Di saniping itu, ada faktor lain yang ikut berltontribusi terliadap viabilitas spermatozoa, yaiti~ natrium sitrat yang terltandung dalam pengencer memberiltan peran untuk menetralisir Itenaikan pH, sehingga pH semen tetap stabil dan penimbunan asam laktat dapat dicegah. Ditegaskan oleli Storey dan Kayne (1977) baliwa natrium sitrat harus ditambahkan dalam pengencer semen, ltarena sangat fi~ngsional sebagai penyangga ( b e ) sehingga perubalian pH secara drastis dapat diliindarkan.

Mortalitas Spermatozoa Evaluasi motilitas spermatozoa mengacu pada

sensitivitas sel untuk menyerap zat warna tertentu. Spermatozoa yang telali ~nati dindingnya sangat permeable (mudah ditembus) oleli zat warna, sehingga spermatozoa yang menyerap warna dianggap mati, dan yang tidak menyerap warna dianggap hidup. Dalam evaluasi ~nortalitas dihitung ~ninimal sebanyak 200 ekor spermatozoa. Hasil

evaluasi mortalitas spermatozoa DEG tertera pada Tabel 3.

Mencermati data yang tertera p:lda Tabel 3, ternyata rataan mortalitas teltinggi atlalali 22,25 + 1,83 persen, sedangkan terendali adalalt 12,91 i 1,05 persen. Hasil ini tidak berbeda jauh tlmgan laporan Hafez (1980) bahwa anglta mortalitai sperlnaozoa domba masili termasuk normal jika berada dalam kisaran 5 sampai 10 persen; Beardell dan Fuquay (1980) memberiltan angka mortalitas ,lalam kisaran 10 sampai 20 persen; dan Toelihere (1985) menyebutkan angka moitalitas sperm:~tozoa domba masili ter~nasuk normal jika berada d a l m kisaran 15 sampai 20 persen.

Hasil analisis ragam menu~ij~~ltltan baliwa penambahan ATP dalam pengencer semen DEG memberiltan pengaruli yang sangat nyata (P<0.01) terhadap ~no~talitas spermatozoa. Secaia keselurulian dal-i data yang teltera pada Tabel 3 terliliat jelas perbedaan yang tampak nyata, bal~wa semakin ditingkatkan dosis ATP untuk setiap pcrlakuan tnalta semaltin tinggi persentase mortalitas~iya. Hal ini ~ne~nbulttikan baliwa penambalian ATP yang merupakan energi siap pakai langsung dimanfaatkali oleli spermatozoa untult bergerak ak~if . Aktivitas yang tinggi tersebut menyebabkan metabolisme meningltat, seliingga beraltibat me11in;;katnya asam laktat sebagai sisa liasil ~netabc~lisme yang merupakan racun bagi spermatozoa (Peterson dan Freund, 1975; Lindemann, 1978b Paltodihardjo, 1982; dan Toelihere, 1985). Dala~n ltondisi ini natrium- sitrat sebagai bzffer belum lnarnpil unti~k menekan perubahan pH akibat aktivitah n~etabolisnie spermatozoa yang terlalu aktif. 1 ernyata liasil evaluasi ini saligat kontradiktif deligall peningkatan viabilitas dan aktivitas seiring dengan ~neningkatnya dosis ATP, karena liasil i n i membuktikan pendapat King (1993) baliwa semakin aktif n~otilitas ~nalta aka11 semakin cepat spermatozoa tersehut mengalami kematian atau mortalitas.

Tabel 3. Rataan dan simpang baku (Sb) mortalitas spermatozoa DEG pascaperlakuan (%)

Penamballan Ulangan ATP

Rataan * Sb I 2 3 4 5

Kont~ol 12,70 14.13 14,lO 12,64 1 1.50 12,91% 1.05

5 ~ n g 10,16 20,20 24,16 12,18 16,23 18,59 % 1 172

10 mg 23,14 2 1,83 18,24 25,33 2 1,42 21,95%i2.32

15 mg 22,46 22,39 21,14 23,43 18,8 1 22,25 % 1.83 ".". Superskrip yang berbeda pada kolom yang salna menunjukkan ada perbedaan pad4 PeO.01

Pengaruh Penambahan Adenom (PmmonodanTagama)

Tabel 4. Rataan dan slmpang baku (Sb) kualitas spermatozoa DEG (10~1ml/semen)

Penambahan Ulangan ATP I 2 3 4 5 , Rataan + Sb.

Kontrol 204,735 203,111 198,415 210,124 192,311 198,216 + 5,65

5 mg 203,433 197,614 198,63 1 207,651 203,213 206,312 i 5-67 10 mg 196,350 202,601 204,514 205,610 198,145 208,164h 5,14 15 mg 199,241 200,113 203,316 197,253 215,416 201,104+ 5,96

Kual i tas Spermatozoa Kualitas spermatozoa merupakan aspek yang

terakhir dievaluasi untuk mengetahui secara utuh kondisi spermatozoa yang sesungguhnya terkait dengan fertilitas, karena kualitas spermatozoa merupakan hasil kali dari seluruh parameter yang telah dievaluasi (Hafez, 1980). Oleh sebab itu, segala upaya dimaksimalkan untuk meningkatkan kualitas spermatozoa agar fertilitasnya meningkat pula, termasuk salah satunya adalah melakukan pengenceran dengan menambah zat pemerkaya. Penggunaan ATP sebagai salah satu zat pemerkaya dalam pengencer baku untuk semen domba dalam penelitian ini merupakan upaya untuk meningkatkan angka fertilitas spermatozoa. Data hasil perhitungan untuk kualitas spermatozoa dari masing-masing perlakuan tertera pada Tabel 4.

Rataan kualitas spermatozoa yang terendah sebanyak 198,216 k 5,65 x 10~11n1 semen, dan rataan yang tertinggi sebanyak 208,164 * 5,14 x 10~11n1 semen (Tabel 4). Soenarjo (1983) menyanikan bahwa untuk mengetaliui kualitas spermatozoa yang dikaitkan dengan fertilitas dalam program IB, maka diperlukan spermatozoa dalam jumlah tertentu untuk sekali IB, atau lebih dikenal dengan dosis 1B. Terkait dengan pernyataan tersebut, Sorensen (1979); Bearden dan Fuquay (1980) menyatakan bahwa dosis IB untuk ternak domba ~ninimal harus mengandung 5 sampai 6 x lo6 ekor spermatozoa, ~naka dengan rataan kualitas spermatozoa DEG hasil penelitian ini masih sangat layak untuk digunakan. Hasil perhitungan kualitas spermatozoa DEG penelitian dengan mengacu pada dosis IB sebanyak 5 sampai 6 x lo6 ekor spermatozoa menunjukkan bahwa domba betina yang diinseminasi sebanyak 40 ekor. Jadi, kualitas semen DEG di atas masih memedyhi syarat untuk digunakan dalam program IB dengan derajat pengenceran 10 kali, dan setiap dosis harus mengandung minimal 5 x 1 o6 ekor spermatozoa.

Kesimpulan

Penambahan ATP dalam pengencer semen tidak mempengaruhi motilitas spermatozoa DEG, namun zat ATP yang ditambabkan dapat meningkatkan viabilitas spermatozoa. Peningkatan lama waktu viabilitas seiring dengan peningkatan dosis ATP yang ditambahkan dalam pengencer semen.

Penambahan ATP yang merupakan energi siap pakai ke dalam pengencer akan sangat tepat pada semen cair yang akan segera digunakan karena memberikan efek positif terhadap motilitas. Namun, jika semen akan d i shpan dalam waktu yang relatif agak lama, maka penambahan ATP tidak dianjurkan, karena motilitas spermatozoa meningkat yang akhirnya akan bermuara pada meningkatnya angka mortalitas spermatozoa.

Daftar Pustaka

Aamdal, J., 1982. Artificial insemination in goats with frozen semen in Norway. Proceedings of 3"' lnlernational Conference on Goat Pr6duclion And Disease. Tucson, Arizona.

Adam, D.E., dan J. Wei, 1975. Mass transport of ATP within the motile sperm. Journal of Theoretical Biology 49: 124-145.

Amann, R.P., S.R. Hay dan R.H. Hammertestedt, 1982. Yield, characteristics, motility and CAMP content of sperm isolated from seven regions of ram epididymis. Biologv of Reproduction 27: 723-733.

Bearden, H.J., dan J.W. Fuquay, 1980. Applied Animal Reproduction. 3"' ed. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.

Bearden, H.J., dan J.W. Fuquay, 2000. Applied Animal Reproduction. 5Ih ed. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.

Corteel, J.M., 1977. Production, storage, and insemination of goat semen. Proceedings of Symposium on Management of Reproduclion In Sheep and Goats. University of Wisconsin, Madison.

Evans, G.. dan M.W.C. Vas\velI, 1987. S U / ~ ~ I I ~ O I I ' S Arrficirrl 1 i s e 1 i i 1 1 uf Sheep uud Goii i Butterworths, Sydney.

Garbers, D.L., \ V D Lust. N.L . First dan H.A. Lardy, 1971. Effects o f lpliosphodiestrase inl~ihirurs and cyclic iiiicleotides on sperm respiration and motility. Biochrinisirj, 10: 1825.

Flipse. R.J., dan W.R. Anderson, 1969. Metabolis~ii of bovine semen. X I X . I'rocluct o f fi-uctose metabolism by washes sperliiatoroa. Jo11r17ul of Duir), Scie17ce. 52: 1070.

Hafez, E.S.E., 1980. Re/mnd~icrion in Fririn A11iiiir11.s. 4"' ed. Lea and Febiger. Philadelphia.

Hafez, B, dan E.S.E. Hafer. 2000. Rep.pr.oduc~ion in Furm Anbnois, 7"' ed Lea and Febiges, Philadelphia.

Hoslcins, D.D., E.R. Casillas dan D.T. Stephens. 1972. Cyclic AMP dependent protein kinases o f bovine epididy~nal spermatozoa. Biuche~i~icrr / ond Biophj,.sicu/ Reseo~.c/i C'u~?~~riz!ii icniion 48: 1331- I .; 3'8.

Linde~iian~i, C.R.. 1978 \ ch\lP-induce11 iiicre,~:;~ i ~ ; lli:, ~ i io l i l i i y of tlcmc~nbi;inatecl bull sperm ~nodels. (‘ell

1.3 (11: 0.

Rep~.odi ici io~i in Doine.slic 41?in1olj Academic Press. New York

Parmliha~(jo, S., 1983. ! / i~r ir Rqr-udi i is i ileiwni?. Peiierbit Muatiara, Jakarva.

Peterson, R.N. dan M. Freund, 1975. The i ~ i l ~ i b k i a i of the no ti lily of huliian spermatozoa by varimis pharmacological agents. Biology unnd Repruhci ion 13: 552.

Picbctt, B.Mr., L.D. Burwash, J.L..Voss, dan D.G. Black, 1975. Effect o f seminal extenders on equine fertility. .Joiinio/ of' Aninlo1 Science 40: 1 136.

Rico, A.G., 1984. Mztabolism o f Endogenous and Emyenous Anabolic Agerits in Cattle. .Joz~md of Aiiimol Sciei~ce 57: 226-232

Rico, A.G. dan V.B. Socase, 1984. New Data on Metabolism of Anaholic Agerits, irr: Roche, J.F. and D.O.'Callahan (Eds.). Manipulation o f Growth in Farm Animals. Martinus Ni jhof f Publishes, Boston.

Saacke, R.G., 1978. Factor affecting spermatozoon viabiiiiy i ium collection 10 use. Proc~edi17gs of 7"' I 017 A / c i / n s e i i i i i o n and Ri , /~roOi i i i i~ i , . 11. 3. b!AAH. Colhnbia.

Tagaiiia. T R . I I . l e i . 1088. f e i i y i i a t a ~ i I i I ~ I I I : S j - ~ ~ r ~ i i ~ i t u z ~ i i [lt~niba. I ! 1 ( 8 1 Tnl.:Jla~ Pc!crnahr;~i, iJi\!SOiD. Ptirisoh,.t~i