23
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT UNIVERSITAS PATTIMURA JANUARI 2014 " SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK" DISUSUN OLEH : TRIANI FARAH DEWI ALYANTO 2009-83-025 PEMBIMBING : dr. David Santoso, Sp.KJ MARS dr. Adelin Saulinggi, Sp.KJ (K) DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH MALUKU

SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

  • Upload
    tr14ni

  • View
    124

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT

UNIVERSITAS PATTIMURA JANUARI 2014

" SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT

ANTIPSIKOTIK"

DISUSUN OLEH :

TRIANI FARAH DEWI ALYANTO

2009-83-025

PEMBIMBING :

dr. David Santoso, Sp.KJ MARS

dr. Adelin Saulinggi, Sp.KJ (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH

MALUKU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

Page 2: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Sistem motorik ekstrapiramidal digunakan secara luas untuk menunjukkan semua

bagian otak dan batang otak yang ikut berperan dalam pengaturan motorik namun

bukan merupakan bagian langsung dari sistem pyramidal.1 Sistem ini meliputi jaras-

jaras yang melalui ganglia basalis, formasio retikularis batang otak, nuclei

vestibularis, dan juga seringkali nukleus rubra.1

Terapi antipsikotik dapat memberikan efek samping neurologis akut yang disebut

sindrom ekstrapiramidal.2 Pendekatan farmakologi pada manifestasi sindrom

ekstrapiramidal ini terpusat pada neurotransmitter yang mengontrol respon neuron-

neuron terhadap rangsangan.2 Gejala-gejala tersebut dapat berupa gangguan

pergerakan, spasme, atau rigiditas, tetapi gejala-gejala tersebut diluar kendali dari

traktus kortikospinal (pyramidal).2,3,4,5

Dalam diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat

(DSM-IV) memperkenalkan kategori diagnostic baru, “gangguan pergerakan akibat

medikasi” (medication-induced movement disorders).6 Tetapi, dalam kenyataannya

kategori mengandung tidak hanya gangguan pergerakan akibat medikasi tetapi juga

tiap efek merugikan akibat medikasi yang menjadi pusat perhatian klinis.6

Page 3: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

Pada referat ini hanya akan dibahas mengenai sindrom ekstrapiramidal yang

bersifat akut dan sering terjadi, yakni akatisia, parkinsonisme, dan distonia akut.

Page 4: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Sindrom ekstrapiramidal merupakan suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan

oleh penggunaan obat antipsikotik golongan tipikal dikarenakan afinitas yang tinggi

dalam menghambat reseptor dopamin di ganglia basal.7 Adanya gangguan transmisi

di korpus striatum yang mengandung banyak reseptor D1 dan D2 dopamin

menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga bermanifestasi sebagai sindrom

ekstrapiramidal.1,4,5

B. Etiologi

Sindrom ekstrapiramidal terjadi akibat penggunaan obat antipsikotik tipikal yang

menyebabkan adanya inhibisi dopaminergik di pusat. Adapun obat-obatan

antipsikotik dengan tingkat kejadian sindrom ekstrapiramidalnya dapat dilihat pada

tabel 1.

Golongan Obat Sindrom ekstrapiramidal

FenotiazinKlorpromazin +++

Flufenazin ++++Tioxanten Thiotixene +++

Butirofenon Haloperidol +++++Dibenzodiazepin Klozapin +Benzisoksazol Risperidon ++

Tienobenzodiazepin Olanzapin +Dibenzotiazepin Quetiapin +Dihidrondolon Ziprasidon +

Page 5: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

Tabel 1. Potensi Kejadian SIndrom Ekstrapiramidal pada Antipsikotik7

C. Patofisiologi

Sistem ekstrapiramidalis adalah bagian dari sistem saraf pusat (SSP) yang

mengendalikan sistem kontrol motorik yang di luar sistem piramidal, yang termasuk

area motorik kortikal dan traktus piramidalis spinal.6 Komponen utama sistem

ekstrapiramidalis adalah kelompok nuklei yang secara keseluruhan dikenal sebagai

ganglia basalis. Mekanisme umum dari berbagai gejala atau gangguan adalah

melibatkan antagonisme reseptor dopamine tipe 2 (D2) oleh kelas obat antipsikotik.6

Susunan Ekstrapiramidal

Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, inti-inti

talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang

otak,serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan

area 8. komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson

masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar

yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan penerima

tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut

dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3

sirkuit striatal penunjang (aksesori).1

Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan segenap

neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan korpus

Page 6: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus dengan korteks

area 4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada

korpus striatum/globus palidus/thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu

merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Oleh

karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit yang

pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut

sirkuit striatal asesorik.1

Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan stratum-

globus palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang

melingkari globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit

asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia

nigra-striatum.1

Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi

ekstrapiramidal dikarenakan inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia basalis. Pada

pasien skizofrenia dan pasien dengan gangguan psikotik lainnya terjadi disfungsi

pada sitem dopamin sehingga antipsikotik tipikal berfungsi untuk menghambat

transmisi dopamin di jaras ekstrapiramidal dengan berperan sebagai inhibisi

dopaminergi yakni antagonis reseptor D2 dopamin. Namun penggunaan zat-zat

tersebut menyebabkan gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung

banyak reseptor D1 dan D2 dopamin. Gangguan jalur striatonigral dopamin

menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga bermanifestasi sebagai sindrom

Page 7: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

ekstrapiramidal. Beberapa neuroleptik tipikal (seperti haloperidol, fluphenazine)

merupakan inhibitor dopamin ganglia basalis yang lebih poten, dab sebagai akibatnya

menyebabkan efek samping gejala ekstrapiramidal yang lebih menonjol.5,7

D. Gejala Klinis

Gejala ekstrapiramidal yang sering terjadi dibagi atas akatisia, distonia akut, dan

parkinsonisme.

1. Akatisia

Akatisia merupakan suatu kondisi yang secara subjektif dirasakan oleh penderita

berupa perasaan tidak nyaman, gelisah, dan merasa harus selalu menggerak-gerakkan

tungkai, terutama kaki.6,7,8,9 Pasien sering menunjukkan kegelisahan dengan gejala-

gejala kecemasan, dan atau agitasi. Contohnya adalah rasa kecemasan,

ketidakmampuan untuk santai, kegugupan, langkah bolak balik, dan perubahan cepat

antara duduk dan berdiri. Akathisia Sering sulit dibedakan dari rasa cemas yang

berhubungan dengan gejala psikotiknya. Wanita dalam usia pertengahan berada pada

resiko yang lebih tinggi untuk mengalami akathisia, dan perjalanan waktu akathisia

adalah serupa dengan parkinsonisme akibat neuroleptik. Kriteria diagnostik menurut

DSM IV dari akathisia akut dapat dilihat pada tabel 2. 6,7,8

Page 8: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

2. Distonia akut6,7,8

Distonia adalah kontraksi otot (spasme) yang singkat atau lama, biasanya

menyebabkan gerakan atau postur yang jelas abnormal, termasuk krisis okulorigik,

prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia laring-faring, dan postur distonik pada

anggota gerak dan batang tubuh. Distonia sering berupa kekakuan dan kontraksi otot

secara tiba-tiba, biasanya mengenai otot leher, lidah, muka dan punggung. Kadang-

kadang, pasien melaporkan awitan subakut rasa tebal di lidah atau kesulitan menelan.

Keadaan ini merupakan efek samping yang paling menakutkan. Awitannya biasanya

tiba-tiba. Sekitar 10% distonia terjadi pada jam-jam pertama terapi obat dan 90%

terjadi dalam tiga hari pertama penggunaan obat. Perkembangan gejala distonik

ditandai oleh onsetnya yang awal selama perjalanan terapi dengan neuroleptik dan

tinggi insidensinya pada laki-laki, pada pasien di bawah usia 30 tahun, dan pada

pasien yang mendapatkan dosis tinggi medikasi potensi tinggi. Mekanisme

patofisiologi untuk distonia adalah tidak jelas, walaupun perubahan yang terjadi

dalam mekanisme homeostatik di dalam ganglia basalis mungkin merupakan

penyebab utama distonia.

Page 9: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

Tabel 2. Kriteria Diagnostik Akathisia Akut menurut DSM IV6

Kriteria Diagnostik dan Riset untuk Akathisia Akut Akibat Neuroleptik

Keluhan subjektif berupa kegelisahan yang disertai oleh gerakan yang terlihat (misalnya, gerakan tungkai yang resah, bergoyang dari kaki ke kaki, bolak balik, atau tidak dapat duduk atau berdiri diam) yang berkembang dalam beberapa minggu setelah memulai atau menurunkan dosis medikasi neuroleptik (atau menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal).

A. Perkembangan keluhan subjektif kegelisahan setelah pemaparan dengan medikasi neuroleptik.

B. Sekurang-kurangnya terlihat satu dari berikut ini:1) Menggerakkan kaki atau mengayunkan kaki yang resah2) Menggoyangkan kaki saat berdiri3) Berjalan bolak balik untuk menghilangkan kegelisahan4) Tidak dapat duduk atau berdiri selama sekurangnya beberapa menit.

C. Onset gejala dalam kriteria A dan B terjadi dalam empat minggu setelah memulai atau menaikkan dosis neuroleptik, atau menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidalis (misalnya, obat antikolinergik)

D. Gejala dalam kriteria A tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental (misalnya skizofrenia, putus zat, agitasi dari episode depresif berat atau manik, hiperaktivitas pada gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas). Tanda-tanda ahwa gejala adalah berupa berikut ini: onset gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik, tidak adanya peningkatan kegelisahan dengan peningkatan dosis neuroleptik, dan tidak hilang dengan intervensi farmakologis (misalnya, tidak mengalami perbaikan setelah menurunkan dosis neuroleptik atau terapi dengan medikasi yang ditujukan untuk mengobati akathisia).

E. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau medis umum lainnya. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum adalah bahwa onset gejala mendahului pemaparan medikasi neuroleptik atau berkembangnya gejala tanpa adanya perubahan medikasi.

Page 10: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

Tabel 3. Kriteria Diagnostik Distonia Akut menurut DSM IV6

Kriteria Diagnostik dan Riset untuk Distonia Akut Akibat Neuroleptik

Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan dosis medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal).

A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan dengan pemakaian medikasi neuroleptik:

1) Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan tubuh (misalnya retrokolis, tortikolis)

2) Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)3) Gangguan menelan (disfagia), bicara, atau bernapas (spasme laring-

faring, disfonia)4) Penebalan atau bicara cadel karena lidah hipertonik atau membesar

(disartria, makroglosia)5) Penonjolan lidah atau disfungsi lidah6) Mata deviasi ke atas, ke bawah, kearah samping (krisis okulorigik)7) Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh.

B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah memulai atau dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidal akut (misalnya obat antikolinergik)

C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental (misalnya gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih baik diterangkan oleh gangguan mental dapat berupa berikut: gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik atau tidak sesuai dengan pola intervensi farmakologis (misalnya tidak ada perb aikan setelah menurunkan neuroleptik atau pemberian antikolinergik).

D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum dapat berupa berikut: gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik, terdapat tanda neurologis fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang tanpa adanya perubahan medikasi.

Page 11: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

3. Parkinsonisme

Parkinsonisme akibat neuroleptik ditandai terutama oleh trias tremor yang paling

jelas pada saat istirahat, rigiditas, dan bradikinesia.6,7,8,9 Rigiditas adalah gangguan

pada tonus otot yang dapat berupa hipertonia (rigiditas) atau hipotonia.6,7,8 Hipertonia

yang berhubungan dengan parkinsonisme akibat neuroleptik adalah tipe pipa besi

(lead-pipe type) atau tipe roda gigi (cogwheel type), dua istilah yang menggambarkan

kesan subjektif dari anggota gerak atau sendi yang terkena. Sedangkan bradikinesia

dapat termasuk gambaran wajah yang mirip topeng pada pasien, penurunan gerakan

lengan asesoris selama pasien berjalan, dan kesulitan dalam memulai pergerakan

yang karakteristik. Gejala parkinsonisme akibat neuroleptik salah satunya muncul

sindrom kelinci (rabbit syndrome) yang merupakan tremor yang mengenai bibir dan

otot-otot perioral. Keadaan ini sering timbul lebih lambat dalam terapi dibandingkan

gejala lain.

Parkinsonisme dalam bentuk ringan dapat terlihat seperti penurunan gerakan

spontan, ekspresi wajah topeng, pembicaraan tidak spontan, dan kesulitan dalam

memulai aktivitas atau disebut juga akinesia. Keadaan ini sulit dibedakan dengan

gejala negative skizofrenia. Pasien akinesia terlihat seperti depresi. Kecenderungan

pasien dengan akinetis sulit untuk menyilangkan kaki mereka dapat membantu untuk

menilai akinetis. Patofisiologi parkinsonisme akibat neuroleptik melibatkan

penghambatan reseptor D2 dalam kaudatus pada akhir neuron dopamine nigrostriatal,

yaitu neuron yang sama yang berdegenerasi pada penyakit Parkinson idiopatik.

Page 12: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

Pasien yang lanjut usia dan wanita berada dalam resiko tertinggi untuk mengalami

parkinsonisme akibat neuroleptik.6,7,8,9

Tabel 4. Kriteria Diagnostik Parkinsonisme Akibat Neuroleptik menurut DSM IV6

Kriteria Diagnostik dan Riset untuk Parkinsonisme Akibat Neuroleptik

Tremor parkinsonisme, kekakuan (rigiditas) otot atau akinesia yang timbul dalam beberapa minggu setelah memulai atau menaikkan dosis medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal).

A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut ini timbul berhubungan dengan pemakaian medikasi neuroleptik:Perkembangan keluhan subjektif kegelisahan setelah pemaparan dengan medikasi neuroleptik.

1) Tremor parkinsonisme (yaitu tremor kasar, ritmik, dan saat istirahat dengan frekuensi antara 3 dan 6 siklus per detik, yang mengenai anggota gerak, kepala, mulut, atau lidah)

2) Rigiditas otot parkinsonisme (yaitu rigiditas gigi gergaji atau rigiditas “pipa besi” kontinu)

3) Akinesia (yaitu penurunan ekspresi wajah, gerak-gerik, bicara, atau gerakkan tubuh spontan)

B. Gejala dalam kriteria A berkembang dalam beberapa minggu setelah memulai atau menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidalis (misalnya, obat antikolinergik)

C. Gejala dalam kriteria A tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental (misalnya gejala katatonik atau negative dari skizofrenia, retardasi psikomotor pada episode depresif berat). Tanda-tanda bahwa gejala adalah lebih baik diterangkan oleh gangguan mental adalah berupa berikut ini: gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik atau tidak sesuai dengan pola intervensi farmakologis (misalnya tidak mengalami perbaikan setelah menurunkan dosis neuroleptik atau memberikan medikasi antikolinergik).

D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau medis umum lainnya (misalnya penyakit Parkinson, penyakit Wilson). Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum adalah bahwa gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik, terdapat tanda neurologis fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang walaupun ada regimen medikasi yang stabil.

Page 13: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

E. Penatalaksanaan

Akathisia

Tiga langkah dasar dalam terapi akathisia adalah menurunkan dosis medikasi

neuroleptik, mengusahakan terapi dengan obat yang sesuai, dan mempertimbangkan

untuk mengganti neuroleptik. Obat yang paling bermanfaat dalam terapi akathisia

adalah antagonis reseptor adrenergik-beta, walaupun obat antikolinergik dan

benzodiazepine juga dapat berguna pada beberapa kasus.6,8 Antagonis reseptor

adrenergik seperti propranolol (inderal 10-80mg/hari) efektif untuk mengobati

akatisia, karena akatisia merupakan gangguan dalam keseimbangan antara dopamin

dan norepinefrin, pemberian propranolol dapat bermanfaat.

Distonia Akut

Terapi distonia harus dilakukan dengan segera, paling sering dengan obat

antikolinergik atau antihistaminergik. Jika pasien tidak berespon dengan tiga dosis

obat-obatan tersebut dalam dua jam, klinisi harus mempertimbangkan penyebab

gerakan distonik selain medikasi neuroleptik.6,8 Distonia akut dapat dihilangkan

dengan injeksi IM/IV diphenhydramine, Benztropine IM/IV atau asetilkolin lainnya

dalam beberapa menit obat memasuki aliran darah.2

Page 14: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

Parkinsonisme

Apabila gejala parkinsonisme tampak, tiga langkah dalam terapi adalah

menurunkan dosis neuroleptik, memberikan medikasi anti system ekstrapiramidalis,

dan kemungkinan mengganti neuroleptik.6,8 Obat asetil-kolin oral umumnya

bermanfaat pada parkinsonisme.6

Page 15: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Sindrom ekstrapiramidal merupakan kumpulan gejala yang dapat diakibatkan

oleh penggunaan antipsikotik. Antipsikotik yang menghambat transmisi dopamin di

jalur striatonigral juga memberikan inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia

basalis. Adanya gangguan transmisi di korpus striatum menyebabkan depresi fungsi

motorik. Gejala ekstrapiramidal yang bersifat akut dan sering terjadi dapat berupa

akatisia, distonia akut, dan parkinsonisme.Sindrom ekstrapiramidal mulai ditangani

dengan mulai menurunkan dosis antipsikotik, kemudian pasien dapat diterapi dengan

antihistamin maupun antikolinergik. Pengenalan gejala dengan cepat dan

penatalaksanaan yang baik dapat memperbaiki prognosis. Namun, penanganan yang

terlambat dapat memberikan komplikasi mulai dari gejala yang irreversibel hingga

kematian.

Page 16: SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL AKIBAT PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK.docx

Daftar Pustaka

1. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. Singapore:

Elsevier; 2008.

2. Kusumawardhani AAAA. Terapi fisik dan psikofarmaka, dalam Buku ajar

psikiatri. Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 2013.

3. Neal MJ. At a glance: farmakologi medis. Edisi 5. Jakarta: Erlangga; 2006.

4. Mutschler E. Dinamika obat: farmakologi dan toksikologi. Edisi 5. Bandung:

Penerbit ITB; 1991.

5. Tjay TH, Rahardja K. Obat-oat penting khasiat, penggunaannya dan efek-

efek sampingnya. Edisi 6. Jakarta: Elex Media Komputindo; 2008.

6. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri:ilmu pengetahuan

perilaku psikiatri klinis.Jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara; 2010.

7. Arozal W, Gan S. Psikotropik, dalam Farmakologi dan terapi. Edisi 6. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI; 2012.

8. Owens DGC. A guide to the extrapyramidal side-effects of antipsychotic

drugs. England: Cambridge University Press; 2004.

9. Ješić MP, Ješić A, Filipović JB, Živanović O. Extrapyramidal syndrome

caused by antipsychotic. Pubmed article 2012 November-December; LXV

(11-12): p.521-526