Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SISTEM KOMUNIKASI MARITIM UNTUK MENDUKUNG
PEMANTAUAN KAPAL
MARITIME COMMUNICATION SYSTEM TO SUPPORT
VESSEL MONITORING
YURIKA NANTAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDIN
MAKASSAR
2018
ii
SISTEM KOMUNIKASI MARITIM UNTUK MENDUKUNG PEMANTAUAN
KAPAL
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Teknik Elektro
Disusun dan diajukan oleh
YURIKA NANTAN
kepada
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDIN
MAKASSAR
2018
iii
LEMBAR PENGESAHAN
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Yurika Nantan
Nomor Mahasiswa : P2700215028
Program Studi : Teknik Elektro
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang penulis tulis ini
benar – benar merupakan hasil karya penulis sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, 15 Februari 2018
Yang menyatakan,
Yurika Nantan
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul
SISTEM KOMUNIKASI MARITIM UNTUK MENDUKUNG PEMANTAUAN
KAPAL.
Tesis ini disusun guna memperoleh gelar Master Teknik pada
Program Pascasarjana Teknik Elektro Universitas Hasanuddin Makassar.
Melalui kesempatan yang sangat berharga ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian Tesis ini, terutama kepada yang
terhormat:
1. Orang Tua yang selalu mendoakan dan mendukung hingga penulis
mampu menyelesaikan dengan baik.
2. Bapak Dr. Ir. Zahir Zainuddin, M.Sc. dan Bapak Dr. Eng. Wardi, S.T.,
M.Eng. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II atas kesabarannya
memberikan bimbingan, bantuan dan arahan selama penelitian.
3. Saudara, Sahabat, dan Keluarga terbaik yang tiada henti memberikan
spirit serta berbagai pertolongan yang sangat berarti.
4. Teman-teman di seluruh angkatan untuk semangat dan inspirasi.
5. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tesis ini dan
tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih atas segala kebaikan
kalian.
vi
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih memiliki banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu melalui kata pengantar
ini penulis sangat terbuka menerima kritik serta saran yang membangun
sehingga secara bertahap penulis akan dapat memperbaikinya.
Namun demikian penulis sangat berharap kiranya Tesis ini dapat
memberikan manfaat dan kontribusi yang besar untuk kepentingan
bersama. Amin.
Makassar, 15 Februari 2018
Penulis
vii
ABSTRAK
Yurika Nantan. Sistem Komunikasi Maritim Untuk Mendukung
Pemantauan Kapal. (dibimbing oleh Zahir Zainuddin dan Wardi).
Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem pemantauan kapal
yang sedang berlayar pada wilayah laut dan kepulauan yang tidak
mendapat akses internet dengan memanfaatkan jaringan teresterial yang
sudah ada. Kegiatan pemantauan kapal sangat bermanfaat dalam aktifitas
pelayaran untuk mengetahui informasi kapal yang sedang berlayar
sehubungan dengan kondisi lapangan yang ada utamanya saat cuaca
buruk.
Penelitian ini memanfaatan teknologi Wireless Fidelity Long Range
(Wi-Fi LR) pada frekuensi bebas 2.4 GHz dalam bidang maritim untuk
mendukung sistem pemantauan kapal yang sedang berlayar. Penggunaan
Wi-Fi LR pada frekuensi 2.4 GHz dipakai sebagai perpanjangan koneksi
layanan data secara point to point yang diperoleh dari Base Tranceiver
Station (BTS) terdekat sehingga akses internet dapat dimanfaatkan secara
bersamaan oleh kapal-kapal yang sedang berlayar khususnya kapal
nelayan untuk mengirimkan informasi penting yang berkaitan dengan
pelayaran seperti posisi kapal melalui Global Positioning System (GPS)
pada Mobile Phone.
Penelitian ini menghasilkan perpanjangan koneksi layanan data
sejauh 6 Km antara Base Station (BS) dan Customer Premises Equipment
(CPE). Adapun nilai throughput yang diperoleh adalah sebesar 2,4 Mbit/s
dengan kuat sinyal sebesar -66 dBm pada CPE. Nilai kuat sinyal ini berada
pada level excellent berdasarkan standar level pengukuran sinyal yang
dikeluarkan vendor yaitu ≥–70 dBm yang berarti CPE masih dapat
menerima sinyal dari BS dengan sangat baik.
Kata kunci : Komunikasi Maritim, pemantauan kapal, Wi-Fi LR, point to
point, level sinyal.
viii
ABSTRACT
Yurika Nantan. The Maritime Communication System to Support Vessel
Monitoring. (supervised by Zahir Zainuddin and Wardi)
The research aimed to designing the vessel monitoring system being
sailing in the marine areas and islands not getting the internet access by
utilizing the existing terrestrial network. The vessel monitoring activity was
very useful in the shipping activity to find out the ship information sailing
related to the existing field condition primarily in bad weather.
The method used by utilizing of the Long Range Wireless Fidelity
(Wi-Fi LR) in the free frequency of 2.4 GHz in the maritime field to support
the monitoring system of the vessel which was sailing. The Long Range Wi-
Fi in the frequency of 2.4 GHz was utilized as the extension of the data
service connection point to point which were obtained from the nearby Base
Tranceiver Station (BTS), so that the internet access could be utilized
simultaneously by sailing vessels particularly the fishing boats to transmit
the vital information related to the voyages such as the ship position via the
Global Positioning System (GPS) on Mobile Phone.
The research produces the extension of the data service connection
as far as 6 Km between Base Station (BS) and Customer Premises
Equipment (CPE). The throughput value is 2.4 Mbit/s with the signal level
measurement on CPE is -66 dBm. The signal level value is an excellent
level based on the vendor standard level that is >=-70 dBm which CPE still
receive signal from BS as very well.
Keywords : Maritime communication, vessel monitoring, Wi-Fi LR, point to
point, sign al level.
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ............................................................. iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................. vii
ABSTRACT .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5
E. Batasan Masalah .................................................................................. 5
F. Sistematika ........................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 8
A. Landasan Teori ..................................................................................... 8
1. Sistem Pemantauan Perkapalan ..................................................... 8
2. Jaringan Komputer ........................................................................ 10
a. Klasifikasi Jaringan Komputer .................................................. 10
b. Topologi Jaringan .................................................................... 15
x
c. Jaringan Point to point ............................................................. 15
d. Transmission Control Protokol /Internet Protocol (TCP/IP) ...... 16
e. Routing Protocol ...................................................................... 18
3. Jaringan Nirkabel .......................................................................... 21
4. Wireless Fidelity (Wi-Fi) ................................................................ 23
a. Jenis Wireless .......................................................................... 23
b. 802.11 Low Power ................................................................... 26
5. Pengaruh Lingkungan pada Sistem Komunikasi Bergerak Seluler 28
a. Propagasi gelombang dalam lingkungan bergerak .................. 28
b. Perkiraan rugi-rugi lintasan propagasi ..................................... 29
c. Konsep perhitungan jari-jari sel ............................................... 30
6. Komunikasi Maritim ....................................................................... 34
B. Penelitian Terkait dan State Of The Art .............................................. 37
C. Kerangka Pikir .................................................................................... 38
METODE PENELITIAN ............................................................................ 39
A. Tahapan Penelitian ............................................................................. 39
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 40
C. Instrumentasi Penelitian ..................................................................... 41
D. Teknik Pengambilan Data................................................................... 41
E. Perancangan Sistem .......................................................................... 42
1. Perancangan Hardware ................................................................ 45
a. Perancangan BS ...................................................................... 45
b. Perancangan CPE ................................................................... 46
xi
c. Instalasi AP .............................................................................. 48
d. Perancangan GPS Tracker ...................................................... 49
2. Perancangan Software .................................................................. 50
a. Perancangan Software pada Server ........................................ 51
b. Perancangan Software pada MS ............................................. 52
F. Pengujian Sistem ................................................................................ 53
1. Pengujian Performansi Jaringan ................................................... 54
a. Throughput .............................................................................. 54
b. Delay ........................................................................................ 55
c. Packet Loss ............................................................................. 55
d. Beamwidth ............................................................................... 56
e. Link Budget .............................................................................. 56
2. Pengujian Jarak Jangkauan Sistem Pemantauan Kapal ............... 57
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 59
1. Hasil Pengujian Performansi Jaringan .......................................... 59
2. Hasil Tampilan Pemantauan Kapal ............................................... 65
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 70
A. Kesimpulan ......................................................................................... 70
B. Saran .................................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Standar 802.11 .......................................................................... 25
Tabel 2. State of the art penelitian terkait komunikasi maritim ................. 37
Tabel 3. Tampilan menu pada server ...................................................... 51
Tabel 4. Klasifikasi delay Berdasarkan ITU-T .......................................... 55
Tabel 5. Pengukuran kualitas sinyal/Received Signal Strength Indication
(RSSI) ....................................................................................... 57
Tabel 6. Hasil pengujian transfer paket data BS ke CPE. ........................ 59
Tabel 7. Hasil pengujian transfer paket data CPE ke BS ......................... 60
Tabel 8. Hasil pengujian transfer paket data CPE ke MS ........................ 60
Tabel 9. Pengukuran beamwidth antena ................................................. 64
Tabel 10. Kanal Wi-Fi .............................................................................. 65
Tabel 11. Data koordinat antara BS dan CPE ......................................... 68
Tabel 12. Data koordinat antara CPE dan BS ......................................... 68
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Jaringan Berkabel .................................................................. 12
Gambar 2. Jaringan Nirkabel ................................................................... 13
Gambar 3. Jaringan Client-Server ........................................................... 14
Gambar 4. Jaringan Peer-to-peer ............................................................ 14
Gambar 5. Jaringan Ad-hoc ..................................................................... 22
Gambar 6. Jaringan Infrastruktur ............................................................. 23
Gambar 7. Propagasi Line of Sight .......................................................... 27
Gambar 8. Sistem komunikasi menggunakan dua antena ....................... 32
Gambar 9. Toplogi jaringan...................................................................... 35
Gambar 10. Kerangka pikir penelitian ...................................................... 38
Gambar 11. Diagram Alir Penelitian ......................................................... 39
Gambar 12. Konfigurasi keseluruhan sistem ........................................... 42
Gambar 13. Perancangan sistem ............................................................ 43
Gambar 14. Arsitektur jaringan ................................................................ 44
Gambar 15. Instalasi BS .......................................................................... 45
Gambar 16. Pengaturan alamat IP pada BS ............................................ 46
Gambar 17. Instalasi CPE pada kapal ..................................................... 47
Gambar 18. Pengaturan CPE .................................................................. 47
Gambar 19. Pengaturan alamat IP AP ..................................................... 48
Gambar 20. Perancangan GPS tracker ................................................... 49
Gambar 21. Blok Diagram Perancangan Software .................................. 50
xiv
Gambar 22. Tampilan awal server monitoring ......................................... 52
Gambar 23. Tampilan pada aplikasi pada HP android (a) dalam keadaan
off dan (b) dalam keadaan on .............................................. 53
Gambar 24. Pengukuran Jarak Jangkauan Sistem. ................................. 58
Gambar 25. Link Budget vs RSSI ............................................................ 61
Gambar 26. Penggunaan Kanal............................................................... 64
Gambar 27. Hasil tampilan realtime dari aplikasi pemantauan kapal. ...... 66
Gambar 28. Hasil Pemantauan Kapal BS ke CPE ................................... 67
Gambar 29. Hasil Pemantauan Kapal CPE ke MS .................................. 68
Gambar 30. Hasil perancangan GPS tracker ........................................... 69
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi pengambilan data
Lampiran 2. Listing program server
Lampiran 3. Listing program MS/client
Lampiran 4. Listing program GPS
Lampiran 5. Perhitungan Link Budget
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia
dengan jumlah pulau mencapai 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000
km yang menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar.
Kawasan pesisir dan lautan yang dinamis tidak hanya memiliki potensi
sumber daya, tetapi juga memiliki potensi bagi pengembangan berbagai
aktivitas pembangunan yang bersifat ekstrasi seperti industri, pemukiman,
konservasi dan lain sebagainya. Wilayah pesisir yang ditetapkan
penggunaannya bagi berbagai sektor kegiatan membutuhkan pemantauan
dari berbagai aspek. Salah satunya yaitu pemantauan kapal yang sangat
bermanfaat dalam aktifitas pelayaran untuk mengetahui informasi kapal
yang sedang berlayar sehubungan dengan kondisi lapangan yang ada
utamanya saat cuaca buruk.
Banyak teknologi telekomunikasi yang dapat digunakan untuk
melakukan kegiatan pemantauan kapal mulai dari teknologi konvensional
sampai modern. Sejak jaman dahulu pelaut di seluruh dunia telah
menggunakan bendera sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi namun
hal ini masih sangat terbatas penggunaannya. Teknologi satelit (Nasser,
2014), radar (Stastny et al., 2015) dan sonar dapat menyelesaikan
2
permasalahan keterbatasan komunikasi dari kapal ke pantai dan dari pantai
ke kapal yang berada dalam jarak jangkau yang jauh dari darat, akan tetapi
masih memiliki kendala utama diantaranya efisiensi biaya yang tinggi dan
ukuran perangkat yang digunakan juga relatif besar.
Banyak penelitian dalam bidang sistem komunikasi radio dilakukan,
hal ini dikarenakan pengguna kapal kebanyakan menggunakan mobile
phone sebagai alat komunikasi utamanya. Sistem komunikasi radio BTS
yang ada di darat juga masih memiliki keterbatasan komunikasi karena
jarak jangkauan sinyal dari satu BTS yang terbatas (Rahardjo, 2013)
sedangkan daerah pelayaran yang dilalui tidak termasuk dalam cakupan
sinyal BTS atau disebut blind spot. Pemanfaatan teknologi Wimax untuk
komunikasi maritim mampu memberikan kecepatan data yang tinggi
dengan jarak jangkauan yang jauh dan memberikan layanan multimedia
yang dapat digunakan dalam sistem navigasi (Choi et al., 2013) (Reyes-
Guerrero et al., 2011). Akan tetapi perkembangan teknologi Wimax di
Indonesia sendiri masih terkendala pada regulasi pemakaian frekuensi.
Penerapan sebuah bridge maricom (Kim et al., 2015) dengan
berbagai teknik untuk meningkatkan performansinya (Yoo et al., 2015) dan
gabungan teknologi broadband yang lain dalam penelitian bluecom+
(Campos et al., 2016) juga dilakukan untuk mendukung komunikasi pada
wilayah laut yang hemat biaya dan memiliki akses data rate yang tinggi.
Penerapan teknik ini juga masih memiliki kekurangan disisi banyaknya
perangkat yang digunakan sehingga tidak memungkinkan untuk kapal
3
berukuran kecil seperti kapal nelayan untuk memilikinya. Solusi yang paling
efektif adalah dengan memanfaatkan sistem komunikasi pemancar stasiun
radio terdekat yang berada di daratan, seperti memanfaatkan BTS terakhir
sebagai koneksi untuk dapat terhubung ke jaringan internet sehingga
memudahkan untuk melakukan kegiatan pemantauan kapal pada wilayah
laut dan kepulauan. Penelitian dengan membandingkan teknologi Wi-Fi dan
LoRa pada frekuensi kerja 2.4 GHz (Kim and Lim, 2016) dan frekuensi 5.8
GHz (Lopes et al., 2014) juga telah dilakukan. Penelitian ini diaplikasikan
pada lingkup maritim secara point to point antara kapal dan stasiun
pemancar yang berada di daratan. Dari penelitian tersebut, LoRa
menghasilkan jarak jangkauan yang jauh dengan konsumsi daya yang
rendah, karena tingkat pengiriman datanya rendah. Hasil yang diperoleh
adalah jarak jangkauan hingga 4 Km pada pengiriman data sebesar 1
Mbit/s.
Berdasarkan pada kedua penelitian tersebut, pada penelitian ini
memanfaatkan teknologi LoRa untuk perancangan sistem komunikasi
maritim yang digunakan untuk mendukung pemantauan kapal
menggunakan Wi-Fi LR dengan frekuensi kerja 2.4GHz. Adapun koneksi
Internet yang diperoleh berasal dari dari penyedia jaringan komunikasi BTS
terdekat yang sudah ada di daratan. Frekuensi 2.4GHz dipilih karena
mampu menyediakan rentang maksimum yang sama dengan kecepatan
data, sehingga memudahkan pengguna kapal untuk menyampaikan
4
informasi penting seperti posisi kapal ke stasiun pemancar yang berada di
daratan sehuungan dengan kegiatan pemantauan kapal.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dijadikan sebagai fokus studi dalam penelitian
terkait rancang bangun system antena cerdas akan mencakup beberapa
hal sebagai berikut:
1. Bagaimana merancang suatu sistem komunikasi maritim pada wilayah
laut?
2. Bagaimana kapal dapat menyampaikan informasi posisi kapal ke
stasiun penerima yang ada di daratan?
3. Bagaimana performansi dari jaringan komunikasi yang digunakan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah yang telah
dijabarkan antara lain:
1. Untuk mendapatkan gambaran sistem jaringan komunikasi pada area
laut.
2. Untuk membantu meningkatkan layanan komunikasi dalam bidang
maritim sehubungan dengan kegiatan pemantauan posisi kapal.
3. Untuk mendapatkan performansi jaringan dari sistem komunikasi
maritim di laut.
5
4. Menghasilkan aplikasi pemantauan kapal yang dapat diakses secara
real time.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian komunikasi
mobile di laut teritorial ini adalah:
1. Bagi Masyarakat, bermanfaat memberikan layanan komunikasi maritim.
2. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan
kemampuan mengenai perancangan sistem komunikasi maritim.
3. Bagi institusi pendidikan Magister Jurusan Teknik elektro bidang
telekomunikasi, dapat digunakan sebagai referensi ilmiah dalam
penelitian untuk pengembangan sistem komunikasi maritim
sehubungan dengan kegiatan pemantauan kapal.
E. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah penelitian perancangan sistem komunikasi
maritim pada wilayah laut ini yaitu perancangan sistem konektivitas layanan
data dilakukan secara point to point dengan memanfaatkan layanan
komunikasi Wi-Fi Long Range pada rentang frekuensi bebas 2.4 GHz.
6
F. Sistematika
Adapun sistematika penulisan pada penelitian sistem komunikasi
maritim untuk mendukung pemantauan kapal adalah:
Bab I Pendahuluan
Berisi penjelasan tentang latar belakang yang menjabarkan alasan
dilakukannya penelitian sistem komunikasi maritim untuk mendukung
pemantauan kapal berdasarkan peluang penelitian dan uraian penelitian
awal tentang komunikasi maritim; rumusan masalah; tujuan penelitian;
manfaat penelitian; batasan masalah; dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Berisi penjelasan tentang landasan teori yang digunakan dalam
penelitian. Diuraikan pula tentang tinjauan pustaka yang merupakan
penjelasan tentang hasil-hasil penelitian lainnya yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan kemudian state of the art dari penelitian ini.
Landasan teori merupakan suatu penjelasan tentang sumber acuan
terbaru dari pustaka primer seperti buku, artikel, jurnal, prosiding dan
tulisan asli lainnya untuk mengetahui perkembangan penelitian yang
relevan dengan judul atau tema penelitian yang dilakukan dan juga
sebagai arahan dalam memecahkan masalah yang diteliti. Dalam bab
ini juga diurakan tentang kerangka pemikiran yang merupakan
penjelasan tentang kerangka berpikir untuk memecahkan masalah yang
sedang diteliti, termasuk menguraikan objek penelitian.
7
Bab III Metode Penelitian
Berisi penjelasan tentang tahapan penelitian, waktu dan lokasi
penelitian, jenis penelitian, perancangan sistem, sumber data,
instrumentasi penelitian dan roadmap penelitian. Penjabaran masing-
masing poin yang bertujuan untuk menjelaskan konsep dan teknik
dalam perencanaan kegiatan penelitian yang akan dilakukan secara
terperinci.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Berisi tentang penjabaran hasil penelitian dalam bentuk tabel dan kurva
serta pembahasan hasil penelitian secara mendetail yang tersusun
dalam poin-poin pembahasan.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Berisi kesimpulan dan saran pengembangan untuk penelitian di masa
yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Sistem Pemantauan Perkapalan
Pada dasarnya setiap sumber daya yang ada di bumi perlu dikelola,
sekalipun itu merupakan milik bersama. Pengelolaan ini biasanya ditujukan
untuk sumberdaya yang dibutuhkan semua orang namun memiliki daya
pemulihan yang lama. Dengan adanya pengelolaan diharapkan
sumberdaya ini dapat dimanfaatkan secara terus-menerus untuk
kemakmuran rakyat. Salah satu sumber daya jika terlalu dieksploitasi bisa
berdampak pada jumlah populasi sumber daya tersebut adalah Sumber
Daya Ikan (SDI). Pengawasan dalam bidang perikanan mulai
dikembangkan dengan berbagai cara agar SDI tetap terjaga kelestariannya
adapun pengawasan itu sendiri terdiri dari monitoring, controlling, dan
surveilance (MCS). Dimulai dari mengumpulkan data tentang sumberdaya
dan pemanfaatannya, berlanjut dengan terciptanya kebijakan batasan-
batasan pengelolaan (terciptanya peraturan) kemudian menjamin
terlaksananya peraturan yang telah dibuat atau disepakati.
Pengumpulan data bisa dilakukan mulai dari pencatatan jumlah hasil
tangkapan di tempat-tempat pendaratan ikan hingga menggunakan
bantuan satelit. Salah satu pengaplikasiannya adalah Vessel Monitoring
9
System (VMS). Dengan adanya VMS ini diharapkan mampu menganalisa
tempat-tempat potensi ikan dan melakukan perkiraan ketersediaan ikan
dikawasan tersebut. Lebih jelasnya, VMS atau sistem pemantauan kapal
perikanan merupakan salah satu bentuk sistem pemantauan untuk
mendukung pengawasan di bidang penangkapan dan pengangkutan ikan
dengan menggunakan satelit dan peralatan pemancar VMS yang
ditempatkan pada kapal perikanan yang dapat mempermudah pengawasan
dan pemantauan terhadap kegiatan atau aktivitas kapal perikanan
berdasarkan posisi kapal yang terpantau di Pusat Pemantauan Kapal
Perikanan/Fisheries Monitoring Center (FMC).
Secara sederhana, setiap kapal akan dipasangi sebuah kotak
pemancar VMS, yang selanjutnya kotak ini mengirimkan sinyal pada satelit
kemudian menyampaikan posisi kapal pada layar pusat pemantauan. Dari
pantauan ini juga bisa dilakukan analisa mengenai pelanggaran yang
mungkin dilakukan kapal, misalnya terkait daerah penangkapan yang
dilarang maupun penggunaan alat tangkap yang di larang.
Beberapa keuntungan dari adanya alat pemantau kapal ini sebagai
berikut:
a. Informasi keberadaan kapal dapat diketahui oleh FMC.
b. Memudahkan proses pencarian jika kapal mengalami kecelakaan atau
cuaca buruk.
10
2. Jaringan Komputer
Jaringan komputer adalah sekelompok otonom yang saling
berhubungan antara satu dengan lainnya menggunakan protokol
komunikasi melalui media komunikasi sehingga dapat saling berbagi
informasi, program-program, serta penggunaan bersama hardware. Selain
itu, jaringan komputer dapat diartikan sebagai kumpulan sejumlah terminal
yang berada diberbagai lokasi yang terdiri dari lebih satu komputer yang
saling berhubungan. Dua buah komputer dapat dikatakan saling terkoneksi
apabila keduanya dapat saling bertukar informasi.
Setiap bagian dari jaringan komputer dapat meminta dan
memberikan layanan. Pihak yang meminta/menerima layanan disebut
pengguna (client) dan yang memberikan/mengirim layanan disebut
penyedia (server). Desain ini disebut dengan sistem client-server, dan
digunakan pada hampir seluruh aplikasi jaringan komputer.
Jaringan komputer terbagi dalam dua aspek yaitu perangkat lunak
(software) dan perangkat keras (hardware). software meliputi susunan
protokol dan perjalanan data dari satu komputer ke komputer lain.
Sedangkan hardware meliputi jenis transmisi, dan bentuk-bentuk jaringan
komputer atau topologi (Onno, 2013).
a. Klasifikasi Jaringan Komputer
Berdasarkan kriterianya, jaringan komputer dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis yaitu:
11
1. Berdasarkan jangkauan geografis
• Local Area Network (LAN)
LAN merupakan jaringan milik pribadi didalam sebuah gedung atau
kampus. LAN seringkali digunakan untuk menghubungkan komputer-
komputer pribadi dalam kantor perusahaan, pabrik atau kampus. Setiap
komputer dapat mengakses sumber daya yang ada pada LAN sesuai
dengan hak akses yang telah diatur.
• Metropolitan Area Network (MAN)
MAN merupakan versi LAN yang lebih besar, dimana MAN
merupakan suatu jaringan dalam suatu kota dengan transfer data
berkecepatan tinggi, yang dapat menghubungkan berbagai lokasi.
Jangkauan dari MAN cukup luas yaitu antara 10 sampai 50 km.
• Wide Area Network (WAN)
WAN merupakan jaringan komputer yang area yang sangat luas,
sebagai contoh yaitu jaringan antar wilayah, kota atau negara bahkan
benua. WAN juga dapat didefinisikan juga sebagai jaringan komputer
yang membutuhkan router dan saluran komunikasi publik.
2. Berdasarkan distribusi sumber informasi atau data
• Jaringan terpusat
Jaringan terpusat terdiri dari komputer client dan server yang mana
komputer client yang berfungsi sebagai prantara untuk mengakses
sumber informasi atau data yang berasal dari komputer server.
12
• Jaringan terdistribusi
Jaringan terdistribusi merupakan perpaduan dari beberapa jaringan
terpusat sehingga terdapat beberapa komputer server saling
berhubungan dengan client membentuk sistem jaringan tertentu.
3. Berdasarkan media transmisi data
• Jaringan berkabel (wired network)
Pada jaringan berkabel, untuk menghubungkan satu komputer
dengan komputer lain diperlukan penghubung berupa kabel jaringan.
Kabel jaringan berfungsi dalam mengirim informasi dalam bentuk sinyal
listrik antar komputer jaringan seperti yang terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Jaringan Berkabel
• Jaringan nirkabel (wireless network)
Jaringan nirkabel merupakan jaringan dengan perantara berupa
gelombang elektromagnetik. Pada jaringan nirkabel tidak diperlukan
kabel untuk menghubungkan antar komputer karena menggunakan
13
gelombang elektromagnetik untuk mengirimkan sinyal informasi antar
jaringan komputer seperti yang terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Jaringan Nirkabel
4. Berdasarkan peranan komputer dalam proses data
• Jaringan Client-Server
Pada jaringan client-server terdapat satu atau beberapa komputer
server atau client. Komputer yang akan menjadi komputer server
maupun menjadi komputer client dan dapat diubah melalui software
jaringan pada protokolnya. Komputer client sebagai perantara untuk
dapat mengakses data pada komputer server sedangkan komputer
server menyediakan informasi yang diperlukan oleh komputer client
seperti yang terlihat pada gambar 3.
14
Gambar 3. Jaringan Client-Server
• Jaringan peer-to-peer
Pada jaringan peer-to-peer tidak ada komputer client maupun
komputer server karena semua komputer dapat melakukan pengiriman
maupun penerimaan informasi sehingga semua komputer berfungsi
sebagai client sekaligus sebagai server seperti yang terlihat pada
gambar 4.
Gambar 4. Jaringan Peer-to-peer
15
b. Topologi Jaringan
Topologi jaringan atau arsitektur adalah gambaran perencanaan
hubungan antarkomputer dalam LAN yang umumnya menggunakan kabel
(sebagai media transmisi), dengan konektor, ethernet card, dan perangkat
pendukung lainnya.
Ada beberapa jenis topologi yang terdapat pada hubungan komputer
pada jaringan lokal, seperti:
• Topologi Bus
• Topologi Ring
• Topologi Star
• Topologi Tree
• Topologi Mesh
• Topologi Hybrid
c. Jaringan Point to point
Jaringan yang dibentuk secara Point to Point merupakan sutu
komputer/perangkat yang disambungkan ke satu perangkat/komputer yang
lain baik menggunakan perangkat wireless maupun menggunakan kabel
LAN. Suatu paket untuk dapat dikirim dari satu sumber ke tempat tujuan,
harus melalui satu atau lebih mesin-mesin perantara. Bahkan seringkali
harus melalui banyak rute yang mungkin berbeda jaraknya. Oleh karena itu,
algoritma routing memegang peranan penting pada jaringan point to point.
Secara umum jaringan yang lebih kecil dan terlokalisasi secara geografis
16
cenderung memakai jaringan broadcast, sedangkan jaringan yang lebih
besar umumnya menggunakan point to point.
Jaringan ini mempunyai kelebihan antara lain :
• Murah dan mudah
• Tidak memerlukan software administrasi jaringan khusus
• Tidak memerlukan administrator jaringan
Kelemahan dari jaringan point to point yaitu :
• Tingkat keamanan jaringan rendah
• Tidak ada yang memanajemen jaringan
• Semakin banyak mesin yang disharing, akan mempengaruhi kinerja
komputer.
• Digunakan pada jaringan yang tidak terlalu besar.
d. Transmission Control Protokol /Internet Protocol (TCP/IP)
TCP/IP adalah standar komunikasi data yang digunakan oleh
komunitas internet dalam proses tukar-menukar data dari satu komputer ke
komputer lain di dalam jaringan internet. Protokol ini tidak dapat berdiri
sendiri dikarenakan protokol ini merupakan kumpulan beberapa protokol
(protocol suite). Protokol ini juga merupakan protokol yang paling banyak
digunakan saat ini. Data tersebut diimplementasikan dalam bentuk software
di sistem operasi. Istilah yang diberikan terhadap software ini adalah
TCP/IP stack.
Protokol TCP/IP dikembangkan pada akhir decade 1970-an hingga
awal 1980-an sebagai sebuah protokol standar untuk menghubungkan
17
komputer-komputer dan jaringan untuk membentuk sebuah jaringan yang
luas. TCP/IP merupakan sebuah standar jaringan terbuka yang bersifat
independen terhadap mekanisme transport jaringan fisik yang digunakan,
sehingga dapat digunakan dimana saja. Protokol ini menggunakan skema
pengalamatan yang sederhana yang disebut IP (IP address) yang
mengizinkan hingga beberapa ratus juta komputer untuk dapat saling
berhubungan satu sama lainnya di internet. Protokol ini juga bersifat
routable yang berarti protokol ini cocok untuk menghubungkan sistem-
sistem yang berbeda (seperti microsoft windows dan keluarga UNIX) untuk
membentuk jaringan yang berbeda.
Pada TCP/IP terdapat beberapa protokol sub yang menangani
masalah komunikasi antar komputer. TCP/IP mengimplementasikan
arsitektur berlapis yang terdiri atas empat lapis, diantaranya adalah:
1. Protokol lapisan aplikasi
Bertanggung jawab untuk menyediakan akses kepada aplikasi
terhadap layanan jaringan TCP/IP. Protokol ini mencakup protokol Dynamic
Host Configuration Protocol (DHCP), Domain Name System (DNS),
Hypertext Transfer Protocol (HTTP), File Transfer Protocol (FTP), Telnet,
Simple Mail Transfer Protocol (SMTP), Simple Network Management
Protocol (SNMP), dan masih banyak protokol lainnya. Dalam beberapa
implementasi stack protokol. Seperti halnya microsoft TCP/IP, protokol-
protokol lapisan aplikasi berinteraksi dengan menggunakan antarmuka
Windows Sockets (Winsock) atau NetBIOS over TCP/IP (NetBT).
18
2. Protokol lapisan antar-host
Berguna untuk membuat komunikasi menggunakan sesi koneksi
yang bersifat connection-oriented atau broadcast yang bersifat
connectionless. Protokol dalam lapisan ini adalah Transmission Control
Protokol (TCP), User Datagram Protocol (UDP) dan OLSR.
3. Protokol lapisan internetwork
Bertanggung jawab untuk melakukan pemetaan (routing) dan
enkapsulasi paket-paket data jaringan menjadi paket-paket IP. Protokol
yang bekerja pada lapisan ini adalah Internet Protokol (IP), Adress
Resolution Protocol (ARP), Internet Control Message Protocol (ICMP), dan
Internet Group Management Protocol (IGMP).
4. Protokol lapisan antarmuka jaringan
Bertanggung jawab untuk meletakkan frame-frame jaringan di atas
media jaringan yang digunakan. TCP/IP dapat bekerja dengan banyak
teknologi transport, mulai dari teknologi transport dalam LAN (seperti halnya
ethernet dan token ring), MAN dan WAN (seperti halnya dial-up modem
yang berjalan diatas Public Switched Telephone Network (PSTN),
Intergrated Services Digital Network (ISDN), serta Asynchronus Transfer
Modem (ATM).
e. Routing Protocol
Routing adalah mekanisme penentuan jalur dari node pengirim ke
node penerima yang bekerja pada layar 3 OSI (layar network). Protokol
routing diperlukan karena untuk mengirimkan paket data dari node pengirim
19
ke node penerima akan melewati beberapa node penghubung
(intermediate node), dimana protokol routing berfungsi untuk mencarikan
jalur route yang terbaik dari jalur yang akan dilalui melalui mekanisme
pembentukan routing table. Pemilihan route terbaik tersebut didasarkan
atas beberapa pertimbangan seperti bandwidth, link dan jaraknya.
Terdapat berbagai jenis protokol routing pada jaringan ad-hoc yang
secara keseluruhan dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu
proactive routing, reactive routing, flow oriented routing, dan Hybrid routing
protocol.
1. Proactive Routing Protocol
Alogaritma ini akan mengelola daftar tujuan dan rute terbaru masing-
masing dengan cara mendistribusikan routing table ke seluruh jaringan,
sehingga jalur lalu lintas (traffic) akan sering dilalui oleh routing table
tersebut. Hal ini akan memperlambat aliran data jika terjadi restrukturisasi
routing table. Beberapa contoh alogaritma proactive routing adalah:
• Babel
• Better Approarch to Mobile Ad hoc Network (BATMAN)
• Destination Sequanced Distance Vector Routing Protocol (DSDV)
• Hierarchial State Routing Protocol (HSR)
• Intrazone Routing Protocol (IARP)
• Linked Cluster Architecture (LCA)
• Witness Aided Routing (WAR)
20
• Optimized Link State Routing Protocol CSGR–Cluster Switch
Gateway Routing (OLSR)
• Wireless Routing Protocol (WRP)
2. Reactive Routing Protocol
Tipe ini akan mencari rute (on demand) dengan cara membanjiri
jaringan dengan permintaan paket router. Sehingga dapat menyebabkan
jaringan akan penuh (clogging). Beberapa contoh alogaritma reactive
routing adalah:
• SENCAST
• Reliable Ad Hoc On Demand Distance Vector Routing Protocol
• Ant-Based Routing Algoritm for Mobile Ad Hoc Network
• Admission Control Enabled On Demand (ACOR)
• Ariadne
• Associativity Based Routing (ABR)
• Ad HocOn Demand Distance Vector (AODV)
• Ad Hoc On Demand Multipath Distance Vector
• Backup Source Routing
• Dynamic Source Routing (DSR)
• Flow State in the Dynamic Source Routing
• Dynamic MANET On Demand Routing (DYMA)
• Temporally Ordered Routing Algoritm (TORA)
21
3. Flow Oriented Routing Protocol
Tipe protokol ini mencari rute dengan mengikuti aliran yang
disediakan. Salah satu pilihan adalah dengan unicast secara terus-menerus
ketika meneruskan data saat mempromosikan jalur baru. Beberapa
kekurangan tipe protokol ini adalah membutuhkan waktu yang lama untuk
mencari rute yang baru. Beberapa protokol yang memiliki tipe ini adalah:
• Interzone Routing Protocol (IERP)
• Lightweight Underlay Network Ad Hoc Routing (LUNAR)
• Signal Stability Routing (SSR)
4. Hybrid Routing Protocol
Tipe protokol ini menggabungkan antara proactive routing dengan
reactive routing. Protokol untuk tipe ini adalah:
• Hybrid Routing Protocol for Large Scale MANET (HRPLS)
• Hybrid Wireless Mesh Protocol (HWMP)
• Zone Routing Protocol (ZRP).
3. Jaringan Nirkabel
Berdasarkan media transmisi yang digunakan, jaringan komputer
terbagi atas dua jenis yaitu jaringan berkabel dan jaringan nirkabel.
Jaringan nirkabel merujuk pada teknologi yang memungkinkan dua
komputer atau lebih untuk berkomunikasi menggunakan standar protokol
jaringan. Sebagian besar fungsi dari jaringan nirkabel adalah untuk hotspot
22
area. LAN nirkabel adalah suatu jaringan area lokal nirkabel yang
menggunakan gelombang radio sebagai media transmisinya.
Teknologi nirkabel didorong oleh munculnya standar industri antar
penyedia layanan seperti IEEE 802.11 yang telah menghasilkan sejumlah
solusi nirkabel yang terjangkau dan semakin popular di industri bisnis dan
aplikasi yang digunakan di sekolah. Terdapat dua jenis jaringan nirkabel
yaitu jaringan ad-hoc dan jaringan infrastruktur. Jaringan ad-hoc adalah
jaringan dimana beberapa komputer terhubung secara langsung atau lebih
yang dikenal dengan istilah peer-to-peer. Jaringan ini cukup praktis bila
yang terkoneksi hanya 2 atau 3 komputer, tanpa harus membeli Access
Point (AP) seperti terlihat pada gambar 5.
Gambar 5. Jaringan Ad-hoc
Jaringan infrastruktur menggunakan AP yang berfungsi sebagai
pengatur lalu lintas data, sehingga memungkinkan banyak client dapat
saling terhubung melalui jaringan seperti pada gambar 6.
23
Gambar 6. Jaringan Infrastruktur
4. Wireless Fidelity (Wi-Fi)
Wi-Fi merupakan singkatan dari Wireless Fidelity, yaitu sekumpulan
standar yang digunakan untuk jaringan lokal nirkabel (WLAN) yang didasari
pada spesifikasi IEEE 802.11.
Wi-Fi dibuat dan dikembangkan para engineer Amerika Serikat yang
bekerja pada Institute of Electrical and Electronics Enginer (IEEE)
berdasarkan standar teknik perangkat bernomor 802.11b, 802.11a dan
802.16. Perangkat Wi-Fi sebenarnya bukan hanya bisa bekerja pada
jaringan wireless LAN dan juga di jaringan wireless MAN.
a. Jenis Wireless
Ada banyak protokol di keluarga 802.11 dan tidak semua
berhubungan langsung dengan protokol radio itu sendiri. Beberapa standar
nirkabel yang sekarang di implementasikan di peralatan yang sudah siap
pakai, yaitu:
24
1. 802.11a
Disahkan juga oleh IEEE pada tanggal 16 September 1999, 802.11a
memakai OFDM. 802.11a mempunyai kecepatan maksimum data 54 Mbps,
dengan throughput sampai setinggi 27 Mbps. 802.11 beroperasi di ISM
band antara 5.754 dan 5.806 GHz, dan di bagian dari UNII band diantara
5.150 dan 5.320 GHz. Ini membuatnya tidak cocok dengan 802.11b atau
802.11g, dan frekuensi yang tinggi berarti jangkauan lebih pendek dari pada
802.11b/g dengan daya pancar yang sama. Memang bagian dari spectrum
relative belum dipakai dibandingkan dengan 2.4 GHz, sayangnya 802.11a
hanya legal digunakan di sedikit negara di dunia. Sebelum memakai
peralatan 802.11a ada baiknya bertanya kepada pihak yang berwenang,
utamanya untuk penggunaan di luar ruangan. Peralatan 802.11a
sebenarnya relatif murah, tapi kurang terkenal dibandingkan 802.11b/g.
2. 802.11b
Disahkan oleh IEEE pada tanggal 16 September 1999, 802.11b
adalah protokol jaringan nirkabel yang paling banyak digunakan saat ini.
Jutaan alat-alat yang mendukung telah dikeluarkan sejak 1993. 802.11b
memakai modulasi yang dikenal sebagai Direct Sequence Spread
Spectrum (DSSS) di bagian dari ISM band dari 2.4 GHz sampai 2.495 GHz
dan mempunyai kecepatan maksimum 11 Mbps, dengan kecepatan
sebenarnya bisa dipakai sampai 5 Mbps.
25
3. 802.11 g
Sebuah standar jaringan nirkabel yang bekerja pada frekuensi 2.45
GHz dan menggunakan metode modulasi OFDM. 802.11g yang
dipublikasikan pada bulan Juni 2003 mampu mencapai kecepatan hingga
54 Mbps pada pita frekuensi 2.45 GHz, sama seperti halnya IEEE 802.11
biasa dan IEEE 802.11b. Standar ini menggunakan modulasi sinyal OFDM,
sehingga lebih resistan terhadap interferensi dari gelombang lainnya.
4. 802.11n
Teknologi 802.11n bekerja pada dua tipe frekuensi, yaitu 2.4 dan 5
GHz. Jika dibandingkan dengan versi sebelumnya yaitu 802.11g, yang
memiliki raw dan data rate sebesar 54 Mbps maka ada kenaikan yang
sangat signifikan pada 802.11n. 802.11n dapat menembus raw data rate
hingga 600 Mbps dengan lebar kanal 40 Mhz (Welch et al., 2003). Berikut
ini merupakan tabel standar 802.11:
Tabel 1. Standar 802.11
Protokol Tahun Frekuensi Rate (typical)
Rate (max)
Range (indoor)
Legacy 1997 2.4 GHz 1 Mbps 2 Mbps -
802.11a 1999 5GHz 25 Mbps 54 Mbps ~ 30 m
802.11b 1999 2.4 GHz 6.5 Mbps 11 Mbps ~ 30 m
802.11g 2003 2.4 GHz 25 Mbps 54 Mbps ~ 30 m
802.11n 2008 2.4/5 GHz 200 Mbps 540 Mbps ~ 50 m
( Sumber: Man, Committee and Computer, 2012)
26
Selain dari standar di atas, ada beberapa pengembangan pada
peralatan, kecepatan yang tinggi, enkripsi yang lebih kuat, dan jangkauan
lebih jauh, yang secara khusus merupakan bawaan dari vendor. Akan tetapi
pengembangan ini tidak bisa bekerja diantara peralatan-peralatan dari
produsen lain, dan membeli berarti mengharuskan untuk memakai vendor
tersebut di semua bagian peralatan jaringan anda. Peralatan dan standar
baru (contoh: 802.11y, 802.16, MIMO dan WiMAX) menjanjikan
pertambahan kecepatan secara signifikan dan bisa diandalkan.
b. 802.11 Low Power
Low power di IEEE 802.11 menggunakan multi-hop routing, dapat
diketahui dari parameter nirkabel. Low power mengurangi delay dan
meningkatkan efisiensi energi. Ada beberapa gambaran pada jaringan
nirkabel yang rendah daya. Setiap paket dijadwalkan dan disinkronisasi
untuk efisiensi energi tanpa adanya tambahan (Tx) atau menjaga interval
waktu (Rx). Ketika sinyal nirkabel memantul dari benda-benda di sekitar
pemancar, multipath fading akan terjadi dan berakibat gema destruktif yang
mengganggu antena penerima. Sebuah kanal frekuensi tunggal RF akan
mengalami masalah selama operasional sistem nirkabel karena lingkungan
di sekitar sistem nirkabel.
27
Gambar 7. Propagasi Line of Sight
Gambar 7 menunjukkan hambatan seperti pohon dan hutan yang
dapat melemahkan sinyal microwave, dan bukit-bukit membuat sulit untuk
mendapatkan propagasi LOS. Di sebuah kota, bangunan akan berdampak
pada kecepatan dan juga konektivitas. Sinyal radio seperti yang ditunjukkan
pada gambar 8, dan beton atau plester dinding menyerap sinyal microwave
secara signifikan (Jain, 2016).
Tergantung pada bandwidth yang diberikan, 802.11 dapat
beroperasi pada 4 Mbps atau 7.8 Mbps. Jika kondisi kanal yang cukup baik,
802.11 dapat memberikan ratusan data rate Mpbs, berkat modulasi dan
skema pengkodean yang dibawa dari 802.11 (Augustin et al., 2016).
28
5. Pengaruh Lingkungan pada Sistem Komunikasi Bergerak Seluler
Mekanisme propagasi gelombang sangat ditentukan oleh frekuensi
gelombang yang dipancarkan serta lingkungan propagasi yang dilalui
seperti pepohonan, perumahan, gedung, bukit ataupun gunung. Akibat
adanya variasi lingkungan tersebut maka lintasan gelombang transmisi
antara pemancar dan penerima akan bervariasi dari lintasan langsung (line
of sight) sampai lintasan tak langsung akibat dipantulkan atau dihamburkan
oleh gelombang tersebut.
a. Propagasi gelombang dalam lingkungan bergerak
Secara umum, rugi-rugi lintasan propagasi akan meningkat tidak
hanya disebabkan oleh semakin tingginya frekuensi gelombang radio yang
digunakan namun juga berbanding lurus dengan peningkatan jarak antara
pemancar dan penerima. Jika suatu BS dengan ketinggian antena 30 m –
100 m serta ketinggian antena unit bergerak kira-kira 3 m dan jarak antara
BS dengan unit bergerak tersebut 2 km atau lebih, maka sudut datang
gelombang langsung dan gelombang pantul akan sangat kecil. Sudut
datang dari gelombang langsung yang disebut juga sudut elevasi, θ1,
sedangkan sudut datang dari gelombang pantul adalah θ2. Dengan model
diatas maka redaman lintasan propagasi sekitar 40 dB/dec. Pada
lingkungan radio bergerak redaman lintasan propagasi dinyatakan sebagai
berikut:
� ∝ ��� = ���� (1)
29
Dengan:
C = daya yang diterima
R = jarak antara pemancar dan penerima
α = konstanta
γ = tetapan redaman propagasi, bernilai antara 2 – 5
Persamaan (1) jika dinyatakan dalam skala dB, akan menjadi :
� = 10log� − 10� log����� (2)
b. Perkiraan rugi-rugi lintasan propagasi
Dalam lingkungan komunikasi radio bergerak keadaan akan
berbeda-beda seperti keadaan bentuk bangunan, perubahan cuaca dan
perubahan keadaan penghalang. Hal ini dapat mengakibatkan perkiraan
rugi-rugi propagasi menjadi sulit. Untuk menghitung perkiraan rugi-rugi
propagasi lingkungan radio bergerak terdapat berbagai model perhitungan
baik model teoritis maupun model empiris yang dapat digunakan sebagai
tolak ukur.
Salah satu model yang dapat digunakan adalah rumusan Hatta yang
merupakan pengembangan matematis dari model empiris yang
dikemukakan oleh Y. Okumura. Model ini paling sering digunakan dan
sudah dianggap sebagai acuan pengukuran untuk menghitung perkiraan
rugi-rugi propagasi, karena dapat diterapkan tidak hanya untuk lintasan
radio pada daerah urban, namun juga untuk jenis daerah yang lain. Untuk
memudahkan penerapan model empiris dari Y. Okumura ini, maka Hatta
membuat suatu rumusan matematis untuk lebih memperjelas informasi
30
grafis pada model empiris Y. Okumura. Rumusan Hatta ini hanya dapat
diterapkan untuk daerah yang memiliki permukaan rata.
c. Konsep perhitungan jari-jari sel
Pada kenyataannya jari-jari setiap sel memiliki radius sel yang tidak
sama, hal ini disebabkan oleh lingkungan serta permukaan propagasi yang
heterogen. Namun jika diasumsikan bahwa lingkungan serta permukaan
propagasi adalah homogen maka akan diperoleh daerah cakupan
(coverage) sel yang berbentuk lingkaran dengan radius tertentu. Batas
cakupan sel merupakan jarak terjauh dari BS dengan kuat medan yang
terukur didaerah tersebut berada pada batas minimum yang diinginkan.
Untuk menghitung radius sel diperlukan besaran-besaran sebagai berikut :
1. Redaman Minimum
Redaman minimum merupakan hasil konversi dari kuat medan
minimum yang dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah. Kuat
medan minimum untuk sistem seluler tidaklah sama tergantung pada jenis
komunikasi yang digunakan.
��� = 20 log ��������
�� !�"#$� × 1,76168.10�+ (3)
2. Effective Radiated Power (ERP) dari pemancar
Nilai ERP pemancar dapat dihitung jika diketahui parameter-
parameter pemancar dari Base Station (BS), yaitu :
• Daya pemancar (dBm)
• Panjang kabel dari BS ke pemancar (m)
31
• Rugi-rugi kabel (dB/m)
• Rugi-rugi sambungan (dB)
• Gain antena pemancar (dB)
3. Perkiraan redaman lintasan propagasi dengan rumusan Okumura–
Hatta.
Prakiraan redaman propagasi ini dapat dihitung jika diketahui
parameter-parameter sebagai berikut :
• Jenis lingkungan frekuensi kerja (150 – 1500 MHz)
• Tinggi efektif antena BS (30 – 200 m)
• Tinggi efektif antena mobil unit (1 – 10 m)
Persamaan yang digunakan kemudian adalah :
PrakiraanredamanHatta = ERPpemancar– Redamanminimum (4)
Dari persamaan diatas jari-jari sel (R) dapat diperoleh dengan
menghitung jarak antara pemancar dengan BS (d) yang berada dalam
perkiraan redaman Hatta dalam satuan kilometer.
4. Perhitungan Link Budget
Perhitungan link budget sistem komunikasi bergerak mempunyai
peranan penting agar perencanaan jaringan komunikasi bergerak dapat
mencapai hasil yang maksimal. Link budget dimaksudkan untuk dapat
menghitung atau merencanakan daya pancar (PT) yang dibutuhkan,
sehingga kualitas sinyal di penerima memenuhi standar yang digunakan.
Jika (PR) adalah daya penerima (dBm), AT adalah redaman lintasan
propagasi (dB), serta GT, GR, LT, dan LR adalah gain dan loss pada sistem
32
pemancar dan penerima (dB), maka daya pancar (PT) yang dibutuhkan
dapat ditulis dengan persamaan:
>?@ = ?A B CA − DA − E@ B C@ − DA − D�F (5)
Redaman lintasan propagasi untuk lintasan HF dipengaruhi oleh beberapa
redaman, yaitu redaman absorption, free space, ground reflection,
polarisasi, dan sporadic E (Rachmadina et al., 2014).
Two-ray model digambarkan seperti Gambar 8 dengan tinggi antena
pemancar ht dan antena penerima hr. Pemodelan ini berlaku untuk
komunikasi Line of sight, tidak ada halangan diantara stasiun pemancar dan
penerima. Pemodelan ini mengasumsikan dua sinar, 1 sinar jalur langsung
dan 1 sinar pantul yang dominan (biasanya dari tanah) dapat dilihat pada
gambar 8.
Gambar 8. Sistem komunikasi menggunakan dua antena
Dengan menjumlahkan pengaruh dari masing-masing sinar, daya
terima (PR) dapat dihitung berdasarkan persamaan 6, yaitu:
33
?A = ?@ G H+IJ
KL ��� exp�−NOP1� B ᴦ�R� �
�K STU�−NOP2�LK (6)
Dimana :
ht = ketinggian antena pemancar (Tx)
hr = ketinggian antena penerima (Rx)
d = jarak antara antena pemancar dan penerima
Pt = daya pancar
Pr = daya terima
λ = panjang gelombang
r1 = pancaran langsung dari Tx ke Rx
r2 = jarak pancaran dari Tx ke titik pantul pada tanah
Г = koefisien refleksi yang tergantung dari sudut datang
α = sudut datang
k = 2Π / λ
Besarnya koefisien refleksi tergantung pada besar sudut datang (α)
yang dapat dihitung menggunakan persamaan 7.
ᴦ�V� = WXYZ�[\]^�Y_`� ZWXYZa[\]^�Y_`� Z
(7)
Dengan θ=-90 dan a=1/εr untuk polarisasi vertikal, a=1 untuk polarisasi
horizontal, konstanta dielektrik realtifnya bernilai εr=15-j60, dimana untuk
konduktivitas permukaan tanah (Ʈ) adalah 0,005 mho/m (Ratih Hikmah
et.al., 2011).
34
6. Komunikasi Maritim
Akses Internet dari kapal dan jenis lain dari kendaraan maritim
menggunakan akses satelit, jaringan selular, atau radio. Penggunaan akses
satelit, ada suara dan layanan data yang tersedia secara menyeluruh, tapi
dengan biaya bulanan yang tinggi. Transmisi data menggunakan satelit
geostasioner, yang sekitar 36000 km di atas permukaan bumi dengan delay
propagasi dapat sekitar 275 ms. Penggunaan jaringan selular memiliki
keterbatasan karena cakupan area. Pada komnuikasi maritim juga
memungkinkan untuk berkomunikasi menggunakan, VHF / UHF yang
memungkinkan bit rate antara 2.4 Kbit/s dan 9.6 Kbit/s (Lopes et al., 2014).
Komunikasi maritim memanfaatkan arsitektur jarak jauh atau Long
Range (LR) Wi-Fi sebagai teknologi yang menghubungkan standar
jaringan Wi-Fi di kapal ke BS di pantai. Jarak ini dapat diatasi dengan
menggunakan perahu sebagai hop langsung. Asumsinya adalah bahwa
daerah memancing di mana perahu yang akan memancing berada pada
jarak yang wajar dan akan memastikan kehadiran kapal menengah untuk
menyediakan jangkauan bagi kapal lain. Dengan memberikan toleransi
keterlambatan dalam jaringan, tingkat pengiriman paket dapat ditingkatkan
seiring dengan peningkatan latency (Rao, Raj and Aiswarya, 2016).
Pada setiap komponen berlangsung proses transmisi baik uplink dan
downlink. Oleh karena ditemukan bahwa hubungan antara BS dan
Customer Premises Equipment (CPE) adalah sekitar 18 km (tergantung
kondisi lingkungan dan sumber interferensi). Ini berarti nelayan bisa
35
mendapatkan konektivitas internet hingga 18 km ke laut. BS yang berada
di pantai akan menyediakan jaringan secara point-to-point ke CPE pada
kapal. CPE akan terhubung ke node akses dalam hal ini titik akses nirkabel
(AP), yang akan menyediakan jaringan akses ke peralatan pengguna (UE)
seperti ponsel pintar, tablet, laptop, dll yang diaktifkan secara nirkabel.
Perahu dalam setiap kluster akan saling berhubungan sebagai jaringan
mesh wireless. Dalam rangka untuk meningkatkan jangkauan, salah satu
kapal di tepi cluster pada dasarnya dapat memberikan titik lain untuk
multipoint dengan rentang link Wi-Fi yang panjang dengan bertindak
sebagai BS seperti yang ditunjukkan pada gambar 9 (Unni et al., 2015).
Gambar 9. Toplogi jaringan
Teknologi nirkabel, dan kabel serat merupakan alternatif yang
sangat diinginkan untuk instalasi lepas pantai. Instalasi tetap yang
terpasang disetiap daerah biasanya dilengkapi dengan kapasitas tinggi,
dan dengan demikian dapat digunakan sebagai Base Transceiver Station
36
(BTS) nirkabel atau fasilitas relay untuk menutupi lingkungan sekitarnya.
Kemajuan dalam layanan broadband, teknologi nirkabel terestrial di
perairan pesisir dan di sekitar BTS lepas pantai (<20 -100 km) dimana
jangkauan tergantung dari kapasitas (Roste, Yang and Bekkadal, 2013).
Pada dasarnya, sistem ini didasarkan pada satu pasang sistem
utama dan masing-masing dilengkapi dengan dua subsistem utama.
Pertama, subsistem termasuk banyak perangkat sensor yang mengukur
data secara lokal. Kedua, sistem radio yang bertugas mengirimkan mereka
ke stasiun pangkalan pusat untuk pengolahan dan tujuan pemantauan.
Teknologi nirkabel yang saat ini digunakan yaitu VHF, sistem
telekomunikasi selular bergerak (GSM, UMTS, dll) dan sistem komunikasi
satelit (INMARSAT, VSAT, dll). Namun, sistem ini memiliki banyak
kelemahan seperti bandwidth rendah atau kapasitas (GSM, satelit dan
sistem VHF), low range, biaya tinggi untuk aplikasi tertentu (satelit dan
sistem telekomunikasi seluler bergerak) dan ukuran perangkat yang cukup
besar dan berat seperti antena dan transceiver (sistem VHF). keterbatasan
ini telah memotivasi untuk mengembangkan sistem komunikasi baru
broadband nirkabel (Reyes-Guerrero et al., 2011).
Komunikasi di laut saat ini terbatas pada penggunaan radio HF / VHF
dan satelit. Komunikasi HF memiliki radio analog VHF biasanya digunakan
untuk komunikasi kapal ke kapal dan kapal ke pantai. Namun, terbatas
pada aplikasi. Komunikasi satelit dapat digunakan untuk mengakses
internet di laut dan biasanya digunakan oleh glider untuk mengirimkan data
37
yang dikumpulkan di bawah air, tetapi merupakan proprietary, terjangkau,
dan masih terbatas penggunaan bandwidth (Campos et al., 2016).
B. Penelitian Terkait dan State Of The Art
Berikut ini disajikan tabel 2 yang merupakan state of the art dari
penelitian terkait metode-metode yang digunakan pada sistem komunikasi
maritim.
Tabel 2. State of the art penelitian terkait komunikasi maritim
PENELITIAN TOPOLOGI NETWORK MODE
JARAK TRANSFER RATE
KETERANGAN
(Lopes et al., 2014)
Bus/Point to point
WiFi 4 Km 1 Mbps Wi-Fi Broadband Maritime Communications Using 5.8 GHz Band
(Kim et al., 2015)
Bus/multi hop
3G & LTE 17.7 km 400 KBps Implementation of MariComm Bridge for LTEWLAN Maritime Heterogeneous Relay Network
(Campos et al., 2016)
Bus/multi hop
LTE 20 Km 1 Mbps BLUECOM+: Cost-effective Broadband Communications at Remote Ocean Areas
(Kim and Lim, 2016)
Mesh Wi-Fi & LoRa
20 Km - Low-Power, Long-Range, High-Data Transmission Using Wi-Fi and LoRa
(Yurika, 2018) Bus/Point to point
WiFi 6 Km - Sistem Komunikasi Maritim Untuk Mendukung Pemantauan Kapal
Perbandingan beberapa penelitian komunikasi maritim yang
digunakan dapat dilihat pada tabel 2. Beberapa penelitian yang telah
dilakukan seperti pada tabel 2 tersebut masing-masing telah mampu
mengatasi keterbatasan area jangkauan komunikasi. Akan tetapi yang
38
menjadi tantangan adalah bagaimana merancang suatu sistem komunikasi
maritim yang efisien bagi pengguna kapal.
Penelitian ini menekankan pada kemampuan untuk merancang
sistem komunikasi maritim yang dapat mendukung pemantauan kapal yang
sedang berlayar. Mengingat bahwa hasil penelitian perancangan sistem
komunikasi maritim untuk mendukung pemantauan kapal memberikan
manfaat kepada pemerintah dalam menyediakan layanan komunikasi
dalam bidang kelautan khususnya bagi masyarakat daerah pesisir dalam
berkomunikasi.
C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir penelitian disajikan dalam bagan penelitian seperti
yang ditunjukkan pada gambar 10.
Gambar 10. Kerangka pikir penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tahapan Penelitian
Penelitian ini terbagi ke dalam 2 bagian yaitu perancangan jaringan
komunikasi maritim dan pembuatan program aplikasi pemantauan kapal.
Alur penelitian berdasarkan konsep Research and Development (R&D)
dapat dilihat pada diagram alir penelitian berikut:
Gambar 11. Diagram Alir Penelitian
40
Penjelasan mengenai bagan tahapan penelitian pada gambar 11
yaitu sebagai berikut:
1. Studi Literatur, merupakan tahapan pengumpulan studi literatur. Adapun
literatur yang dipelajari adalah yang berkaitan dengan: topologi fisik
jaringan, perhitungan link budget jaringan nirkabel, quality of service.
2. Perancangan Sistem Komunikasi Maritim. Bagian ini merupakan
tahapan perancangan yang mengacu pada hipotesa awal, terbagi
menjadi 2 bagian yaitu perancangan hardware dan perancangan
software.
3. Pengukuran QoS, Level sinyal (RSSI), dan Beamwidth. Merupakan
tahapan uji coba sistem yang telah dirancang. Adapun data QoS yang
akan diukur meliputi: throughput, delay, dan packet loss dari masing-
masing ukuran paket.
4. Hasil Pengukuran dan Analisa. Merupakan tahapan pengumpulan data
dan evaluasi kinerja sistem.
5. Penulisan Laporan dan Publikasi Ilmiah. Merupakan tahapan untuk
menulis keseluruhan proses penelitian yang telah dilakukan, berupa
laporan tesis dan artikel jurnal yang akan dipublikasikan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kampus Teknik Gowa Universitas
Hasanuddin dan kawasan pantai Makassar, Sulawesi Selatan. Waktu
penelitian dimulai dari bulan Oktober 2016 sampai Januari 2018.
41
C. Instrumentasi Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini antara lain:
1. Laptop ASUS CPU Intel Core i5 dan RAM 4 GB;
2. Ubiquiti Nanostation M2 dengan frekuensi kerja 2.4 GHz;
3. Wireless Router TP-Link MR;
4. Mobile Phone dengan OS Android;
5. Software wireshark;
6. Software dukto;
7. NodeMCU ESP8266;
8. GPS Ublox neo-6m;
9. Display OLED
D. Teknik Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan di kawasan pantai Makassar dengan
menempatkan Nanostation M2 sebagai BS dan Customer Premises
Equipment (CPE). Posisi BS diletakkan pada pesisir pantai sedangkan CPE
diletakkan pada kapal, dapat dilihat pada gambar 12.
42
Gambar 12. Konfigurasi keseluruhan sistem
Data pengukuran jarak maksimum dari koneksi point to point yang
dilakukan antara BS dan CPE diambil dengan cara CPE bergerak menjauhi
BS sampai titik dimana sinyal BS sudah tidak dapat diterima. Setiap titik
merupakan perhentian untuk mengambil data posisi kapal, QoS, beamwidth
dan level sinyal dengan mengaktifkan aplikasi pemantauan dan aplikasi
pendukung pengukuran. Adapun hasil uji dari pemantauan posisi kapal
ditunjukkan melalui software yang di buat. Selain pengambilan data posisi,
juga dilakukan pengambilan data performansi jaringan dari sistem yang
berupa: throughput, delay, packet loss, pengambilan data beamwidth
antena, pengukuran kuat sinyal, dan penggunaan kanal.
E. Perancangan Sistem
Bagian ini memberikan gambaran tentang perancangan hardware
dan software dari sistem yang digunakan untuk mendukung komunikasi
maritim dalam rangka melakukan pemantauan posisi kapal-kapal yang
43
sedang melakukan pelayaran. Perancangan sistem pada wilayah laut dan
kepulauan secara keseluruhan diperlihatkan pada gambar 13.
Gambar 13. Perancangan sistem
Untuk dapat memberikan akses internet yang hemat biaya di wilayah
laut maka perangkat yang digunakan pada penelitian ini memanfaatkan
teknologi wireless yaitu Long Range Wireless Fidelity (Wi-Fi LR) produksi
Ubiquiti dengan rentang frekuensi kerja 2.4GHz. Penerapan teknologi long
range (LR) sendiri dipilih karena menghasilkan jarak jangkauan yang jauh
dengan konsumsi daya yang rendah. Konsumsi daya yang rendah pada
penggunaan teknologi long range ini dikarenakan tingkat pengiriman
datanya yang rendah. Adapun penggunaan frekuensi 2.4GHz dipilih karena
mampu menyediakan rentang maksimum yang sama dengan kecepatan
data.
44
Koneksi Wi-Fi standar menggunakan AP diperoleh oleh pengguna
kapal/Mobile Station (MS) yang berasal dari Wi-Fi LR yang diletakkan pada
wilayah kepulauan atau kapal sebagai Customer Premises Equipment
(CPE). Adapun koneksi internet yang diperoleh diambil dari jaringan BTS
terdekat menggunakan perangkat Wi-Fi LR yang di peruntukkan sebagai
BS yang diletakkan di sekitar daratan yang masih dalam jangkauan sinyal
BTS sehingga menghasilkan konektivitas secara point to point antara BS
dan CPE.
BS yang berada di daratan akan menyediakan koneksi point to point
kearah CPE yang nantinya akan meneruskan jaringan Wi-Fi ke arah MS
menggunakan koneksi point to point. Hal ini akan memaksimalkan
pemanfaatan jaringan secara bersamaan dalam rangka mendukung
pemantauan kapal yang sedang melakukan pelayaran di wilayah laut dan
kepulauan. Gambar 14 menunjukkan asitektur jaringan yang digunakan.
Gambar 14. Arsitektur jaringan
Kapal-kapal yang sudah terdaftar dalam sistem dan yang masih
berada dalam jangkauan CPE dapat dipantau dengan mudah posisinya
dengan menerapkan sistem ini. Informasi posisi kapal yang diperoleh oleh
CPE yang terdekat dari kapal selanjutnya akan diteruskan ke CPE yang lain
45
atau dapat langsung diteruskan ke BS yang berada di daratan. Penerapan
sistem ini akan memudahkan pengguna kapal untuk menyampaikan
informasi penting seperti lokasi kapal ke stasiun pemancar yang berada di
daratan untuk digunakan sehubungan dengan kegiatan pemantauan kapal.
1. Perancangan Hardware
Pada perancangan perangkat sangat penting untuk dilakukan
pengaturan parameter fisik seperti tinggi antena, tilt, dan azimuth sehingga
antara BS dan CPE dapat saling berkomunikasi dengan baik. Besarnya
jarak yang mampu dihasilkan antara BS dan CPE tergantung pada kondisi
lingkungan dan parameter fisik dari antena pada saat percobaan dilakukan
yang nantinya dijadikan acuan perpanjangan koneksi internet kearah laut.
a. Perancangan BS
Perancangan BS dilakukan dengan memasang perangkat BS pada
daratan seperti yang terlihat pada gambar 15.
Gambar 15. Instalasi BS
46
Tahap selanjutnya dengan menghubungkan perangkat BS ke laptop dan
dilakukan pengaturan alamat IP. Secara umum agar dapat terhubung maka
IP perangkat harus berada pada satu jaringan dengan server. Dalam hal ini
alamat IP yang digunakan oleh perangkat BS adalah 192.168.137.20
seperti yang terlihat pada gambar 16.
Gambar 16. Pengaturan alamat IP pada BS
Setelah melakukan pengaturan IP address, langkah terakhir adalah
memastikan letak dan posisi BS yang sesuai sehingga sinyal BS dapat
diterima secara efektif oleh CPE.
b. Perancangan CPE
Perancangan CPE dilakukan dengan memasang perangkat CPE
pada kapal atau kepulauan sekitar. Pemasangan perangkat CPE pada
kapal terlihat pada Gambar 17.
47
Gambar 17. Instalasi CPE pada kapal
Sama halnya dengan pengaturan BS, pada CPE juga dilakukan pengaturan
IP address sesuai dengan kelas pengalamatan yang sudah dilakukan
sebelumnya. Adapun pengaturan IP address untuk CPE dapat dilihat pada
gambar 18.
Gambar 18. Pengaturan CPE
48
Untuk IP address yang digunakan perangkat CPE adalah
192.168.137.10. Perangkat yang digunakan antara BS dan CPE adalah
sama yakni masing-masing menggunakan nanostation M2, yang
membedakan hanyalah settingan mode wireless. Untuk BS menggunakan
pengaturan wireless sebagai AP sedangkan untuk CPE menggunakan
mode station.
c. Instalasi AP
Untuk dapat membagi koneksi dari CPE ke pelanggan dalam hal ini
MS maka diperlukan sebuah AP. Pada AP juga dilakukan pengaturan
alamat IP yang dapat dilihat pada gambar 19.
Gambar 19. Pengaturan alamat IP AP
Sama halnya dengan CPE, pemberian alamat IP yang digunakan
perangkat AP masih dalam satu kelas pengalamatan yakni 192.168.137.15.
Melalui AP maka MS dapat memanfaatkan layanan internet yang diteruskan
oleh CPE.
49
d. Perancangan GPS Tracker
Untuk mendapatkan posisi lokasi dari kapal maka diperlukan data
berupa koordinat lokasi yang diperoleh melalui GPS yang umumnya
merupakan bawaan dari mobile phone pengguna. Namun mobile phone
yang mampu mendukung aplikasi ini hanya pada perangkat smartphone
saja. Untuk pengguna kapal yang tidak menggunakan atau memiliki
smartphone maka dilakukan perancangan GPS tracker. Blok rangkaian dari
perancangan GPS tracker dapat dilihat pada gambar 20.
Gambar 20. Perancangan GPS tracker
Hubungkan modul NodeMCU dengan GPS ublox dan display OLED
seperti pada gambar diatas. Modul GPS tracker akan menerima data
berupa koordinat dari satelit dengan format degree minute. Selanjutnya
data dari GPS tracker ini dikonversi terlebih dahulu menjadi format desimal
degree oleh NodeMCU. Data koordinat yang diterima oleh NodeMCU
dikonfigurasi dan dikoneksikan dengan Wifi untuk selanjutnya dikirim ke
50
halaman web dan secara serial dihubungkan ke display OLED untuk
mendapatkan tampilan melalui koordinat pada layar.
2. Perancangan Software
Perancangan software ini terbagi dua yaitu pada perancangan
software pada server yang dibuat menggunakan program php dan
perancangan software pada MS yang dibuat dengan menggunakan aplikasi
android. Perancangan software dilakukan untuk memantau posisi kapal-
kapal yang sedang melakukan pelayaran dan telah terdaftar sebelumnya.
Blok diagram dari perancangan software dapat dilihat pada gambar 21.
Gambar 21. Blok Diagram Perancangan Software
MS melakukan update location dengan meminta posisi terkini dari
pengguna aplikasi yang telah didaftar sebelumnya melalui antarmuka yang
telah dipasang pada ponsel android. Dengan mengaktifkan mode location
dan aplikasi GPS tracker pada ponsel MS, maka diperoleh data posisi
51
terkini. Data lokasi dari MS kemudian di teruskan ke server melalui koneksi
internet dari jaringan yang telah dibangun sebelumnya. Di sisi server
seluruh data lokasi dalam satu waktu dari setiap user akan disimpan
kedalam database sebagai satu sessionid. Database ini nantinya akan
ditampilkan pada web server berdasarkan sessionid dari pengguna. Untuk
melihat posisi terkini dari pengguna, dapat dengan memilih menu yang
diinginkan seperti yang terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. Tampilan menu pada server
MENU FUNGSI
Select Route Untuk melakukan pemilihan session id.
Delete Untuk menghilangkan database yang tidak diperlukan.
Auto Refresh Off Untuk mennonaktifkan otomatis tampilan lokasi
Refresh Untuk melihat tampilan secara manual
View All Melihat semua session id yang tersimpan pada database
a. Perancangan Software pada Server
Software pada server merupakan program yang berisi perintah untuk
menampilkan posisi kapal pada peta google maps dan dikoneksikan melalui
jaringan berbasis website dimana setiap pergerakan kapal dapat dipantau.
Gambar 22 merupakan tampilan aplikasi pada web server yang digunakan
untuk melakukan kegiatan pemantauan kapal. Alamat web pada server
dapat diakses pada http://trackmygps.xyz.
52
Gambar 22. Tampilan awal server monitoring
b. Perancangan Software pada MS
Software pada MS berfungsi untuk melakukan koneksi dan sebagai
pemberi perintah kepada server untuk melakukan update location sesuai
rute dan jam kerjanya. Perangkat yang digunakan pada MS berupa ponsel
dengan sistem operasi android. Tampilan aplikasi pada perangkat MS
dapat dilihat pada gambar 23. Pada perangkat MS dilakukan aktifasi
koneksi GPS untuk memberikan informasi posisi, kemudian mengaktifkan
aplikasi GPS Tracker dengan memasukkan nama MS dan alamat website
yang dituju untuk melakukan koneksi ke server.
Untuk dapat melakukan update location pada MS, maka pada
perangkat MS dimasukkan alamat web seperti berikut:
http://trackmygps.xyz/updatelocation.php, kemudian melakukan pemilihan
waktu pengiriman posisi dengan pilihan waktu 1 menit, 5 menit dan 15
53
menit. Untuk mengaktifkan aplikasi dengan memilih menu Tracking is On
dan untuk non aktifkan aplikasi dengan memilih menu Tracking is Off.
(a) (b)
Gambar 23. Tampilan pada aplikasi pada HP android (a) dalam keadaan
off dan (b) dalam keadaan on
F. Pengujian Sistem
Untuk melihat kinerja dari perancangan sistem komunikasi maritim
dalam rangka mendukung pemantauan kapal, dilakukan beberapa
pengujian yaitu untuk melihat performansi jaringan dari sistem yang
dibangun dan pengujian jarak jangkauan sistem keseluruan berdasarkan
aplikasi yang dibuat. Hasil yang diperoleh dari pengujian bertujuan untuk
membuktikan kelayakan dari solusi sistem komunikasi maritim yang
diberikan.
54
1. Pengujian Performansi Jaringan
Pengujian performansi jaringan dilakukan untuk mengetahui
kemampuan dari sebuah layanan untuk menjamin performansi dan
merupakan parameter untuk mengukur kualitas dari sebuah layanan. Pada
pengujian performansi jaringan yang akan menjadi parameter yang akan
dianalisis adalah throughput, delay, dan packet loss. Untuk mengukur
kualitas saluran transmisi dilakukan pengukuran RSSI yang hasilnya akan
diandingkan dengan nilai perhitungan link budget. Selain itu juga dilakukan
pengukuran beamwidth untuk mengetahui besar pergeseran sudut
maksimum antara antena BS dan CPE.
a. Throughput
Throughput adalah jumlah bit yang diterima perdetik melalui sebuah
sistem atau media komunikasi (kemampuan sebenarnya suatu jaringan
dalam melakukan pengiriman data). Throughput diukur setelah melakukan
transmisi data (host/client) karena suatu sistem akan menambah delay
yang disebabkan oleh processor limitations, kongesti jaringan, buffering
inefficients, error transmisi, traffic loads atau mungkin desain hardware
yang tidak mencukupi. Hal penting dari pengukuran throughput yaitu
ketersediaan bandwidth yang cukup untuk menjalankan aplikasi. Ini
menentukan besarnya trafik yang dapat diperoleh suatu aplikasi saat
melewati jaringan. Adapun persamaan yang digunakan untuk mencari
throughput yaitu:
bℎPdefℎUeg = hijk[lm[n[o[pqmrsr�rjt[sniu pqr�rj[pm[n[ (8)
55
Untuk pengujian throughput, dilakukan dengan cara komputer server
mengirimkan data kepada client dan sebaliknya dengan menggunakan
software dukto.
b. Delay
Delay adalah waktu yang diperlukan suatu paket data yang
berasal dari pemancar hingga mencapai penerima. Delay diperoleh dari
selisih waktu pengiriman satu paket dengan paket lainnya. Adapun
pengelompokan delay berdasarkan aturan ITU-T (International
Telecommunication Union–Telecommunication) dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi delay Berdasarkan ITU-T
DELAY KUALITAS
0 – 150 ms Baik
150 – 300 ms Cukup
>300 ms Buruk
c. Packet Loss
Packet Loss adalah banyaknya paket yang hilang pada saat
pengiriman paket dibandingkan dengan jumlah total paket yang diterima
pada sisi client suatu jaringan yang disebabkan oleh tabrakan (collision),
penuhnya kapasitas jaringan, dan penurunan paket yang disebabkan oleh
habisnya TTL (Time To Live) paket. Pengukuran packet loss bertujuan
untuk untuk mendapatkan nilai perbandingan jumlah paket yang hilang
atau rusak terhadap total paket yang berhasil diterima di sisi client dan
56
pengaruh dari besar kecilnya background traffic terhadap penurunan
kualitasnya.
d. Beamwidth
Beamwidth merupakan ukuran sudut dari lobus utama (main lobe)
atau beam utama di salah satu atau keduanya secara horisontal atau
vertikal. Ada beberapa definisi untuk beamwidth yaitu: Half Power
Beamwidth (HPBW), 10 dB beamwidth, dan First Null Beamwidth (FNBW).
HPBW adalah besarnya sudut pancaran antena dimana dayanya turun
setengah (-3dB) terhadap daya terima paling besar (referensi). Pada
umumnya HPBW digunakan dimana nilai maksimum gain 3 dB berada di
bawah nilai maksimum. Beamwidth pertama null adalah sudut yang
dibentuk dari nilai maksimum gain yang pertama terjadi minimal lokal dalam
pola. Setengah daya atau 3 dB merupakan beamwidth yang paling sering
digunakan.
Lobus utama (main lobe) adalah lobus yang mempunyai arah
dengan pola radiasi maksimum. Biasanya juga ada lobus-lobus yang lebih
kecil dibandingkan dengan main lobe yang disebut dengan minor lobe.
e. Link Budget
Berdasarkan datasheet dari perangkat yang digunakan (Outdoor,
Industrial and Link, 2014), maka dilakukan perhitungan link budget dengan
menggunakan pendekatan model Okumura-Hatta. Besarnya daya pada
penerima (PX) merupakan hasil penjumlahan daya pada pemancar (PT)
57
dengan penguatan yang ada (GT dan GR), dikurangi dengan semua rugi
yang terjadi pada sistem dapat dilihat pada persamaan 5.
Adapun rugi-rugi ruang bebas yang terjadi merupakan penjumlahan
antara jarak pemancar dan penerima (d) dengan frekuensi (f) seperti pada
persamaan berikut:
Dvwx = 32,4 B 20 log� B 20 log { (9)
Hasil dari perhitungan link budget akan dibandingkan dengan hasil
pengukuran kuat sinyal yang dilakukan dan akan ditampilkan pada bagian
hasil dan pembahasan. Kategori pengukuran kualitas sinyal dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 5. Pengukuran kualitas sinyal/Received Signal Strength Indication (RSSI)
Kuat Sinyal RSSI
Excellent ≥ –70 dBm
Good –70 dBm to -85 dBm
Fair –86 dBm to -100 dBm
Poor < –100 dBm
No Signal –110 dBm
(Sumber: Anritsu, 2014)
2. Pengujian Jarak Jangkauan Sistem Pemantauan Kapal
Pengujian jarak jangkauan sistem pemantauan kapal dilakukan
dengan melakukan pengukuran jarak jangkauan keseluruhan sistem
dilakukan dengan cara mengukur jarak jangkauan BS ke CPE dan
selanjutnya mengukur jarak jangkauan CPE ke MS seperti gambar 24.
58
Gambar 24. Pengukuran Jarak Jangkauan Sistem.
Pengukuran jarak jangkauan BS ke CPE dilakukan dengan
menempatkan BS pada pesisir pantai dan CPE pada kapal sedangkan
pengukuran jarak jangkauan antara CPE ke MS dengan meletakkan CPE
pada pesisir dan MS pada kapal. Data pengukuran jarak maksimum diambil
dengan cara kapal bergerak menjauhi pesisir pantai sampai titik dimana
sinyal sudah tidak dapat diterima. Setiap titik merupakan perhentian untuk
mengambil data posisi kapal dan level sinyal dengan mengaktifkan aplikasi
pemantauan kapal dan aplikasi pendukung pengukuran pada MS.
Adapun cara pengujian dilakukan dengan menempatkan posisi BS
pada pesisir pantai sedangkan CPE diletakkan pada kapal. Data
pengukuran jarak maksimum diambil dengan cara CPE bergerak menjauhi
BS sampai titik dimana sinyal BS sudah tidak dapat diterima. Setiap titik
merupakan perhentian untuk mengambil data posisi kapal dan level sinyal
dengan mengaktifkan aplikasi pemantauan dan aplikasi pendukung
pengukuran yang sudah ada pada mobile phone.
59
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini terdiri dari 2 bagian perancangan yaitu perancangan
hardware dan perancangan software sehingga hasil perancangan juga
akan disajikan dalam 2 bagian tersebut berdasarkan titik pengambilan data
hasil pengukuran.
1. Hasil Pengujian Performansi Jaringan
Pengukuran performansi jaringan dilakukan dengan mengirimkan
data MP3 sebesar 3,1Mbit. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan dari
BS ke CPE dengan menggunakan aplikasi wireshark diperoleh nilai rata-
rata untuk setiap parameter performansi jaringan yang dapat dilihat pada
tabel 6 dan 7.
Tabel 6. Hasil pengujian transfer paket data BS ke CPE.
Pengukuran Throughput (Mbit/s)
Packet Loss (%)
Delay (s)
1 2.797 0 0.016755
2 2.617 0 0.034487
3 1.602 0 0.173755
4 2.286 0 0.041155
5 2.698 0 0.024143
Rata-rata 2.4 0 0.058059
60
Tabel 7. Hasil pengujian transfer paket data CPE ke BS
Pengukuran Throughput (Mbit/s)
Packet Loss (%)
Delay (s)
1 2.779 0 0.015991
2 1.495 0 0.126678
3 2.233 0 0.03281
4 2.240 0 0.036556
5 1.707 0 0.185788
Rata-rata 2.0908 0 0.0795646
Berdasarkan tabel 6, diperoleh nilai rata-rata throughput untuk
pengiriman data dari BS ke CPE sebesar 2,4 Mbit/s dengan rata-rata delay
sebesar 0,058059 s. Pada tabel 7 diperoleh nilai rata-rata throughput
sebesar 2,09 Mbit/s, rata-rata delay sebesar 0,0795646 untuk pengiriman
data dari CPE ke BS.
Untuk pengujian performansi jaringan antara CPE ke MS
diperlihatkan pada tabel 8. Dari tabel diperoleh nilai rata-rata throughput
untuk pengiriman data dari CPE ke MS sebesar 1,38925 Mbit/s dengan
rata-rata delay sebesar 0,81196 detik.
Tabel 8. Hasil pengujian transfer paket data CPE ke MS
Pengukuran Throughput (Mbit/s)
Packet Loss (%)
Delay (s)
1 1.584 0 0.0706
2 1.581 0 0.0315
3 1.355 0 0.08603
4 1.037 0 3.05971
Rata-rata 1.38925 0 0.81196
61
Perbedaan data pada setiap pengiriman paket ini disebabkan oleh
kondisi jaringan saat pengiriman data yang dilakukan dan juga disebabkan
adanya paket yang ditransmisikan ulang dimana pada Transmission
Control Protocol (TCP) setiap paket yang gagal ke penerima akan
ditransmisikan ulang sehingga akan menjamin bahwa setiap paket akan
sampai ke tujuan. Semakin banyak paket yang dikirimkan ulang akan
mengubah statistik jumlah paket data yang ditransmisikan menjadi lebih
besar, sehingga menurunkan nilai throughput dan menambah nilai delay
yang diperoleh.
Besarnya kuat sinyal yang diukur pada penerima ditunjukkan pada
gambar 25. Adapun level sinyal yang diukur ini dibandingkan dengan
perhitungan link budget. Pengukuran level sinyal yang diterima diambil
dengan menggunakan aplikasi android pada mobile phone.
Gambar 25. Link Budget vs RSSI
Dengan menempatkan BS pada ketinggian 5 m dan CPE pada ketinggian
2 m diperoleh data hasil pengukuran lapangan sebesar -66 pada jarak 6 Km
62
sedangkan jika dilakukan perhitungan link budget sesuai persamaan 5
diperoleh nilai sebesar -70 dBm dengan nilai atenuasi untuk propagasi
gelombang air laut antara 0 – 0,3 dBm/Km (ITU-R, 1990). Sehingga
menyebabkan selisih sebesar -4 dBm antara pengukuran level sinyal dan
perhitungan link budget. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi propagasi suatu
kanal wireless diantaranya:
• Lingkungan propagasi
Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi perambatan gelombang
radio. Gelombang radio dapat diredam, dipantulkan, atau dipengaruhi oleh
noise dan interferensi. Tingkat peredaman tergantung frekuensi, dimana
semakin tinggi frekuensi redaman juga semakin besar. Parameter yang
mempengaruhi kondisi propagasi yaitu rugi-rugi propagasi, fading, delay
spread, noise, dan interferensi.
• Rugi-rugi propagasi
Dalam lingkungan radio, konfigurasi alam yang tidak beraturan,
bangunan, dan perubahan cuaca membuat perhitungan rugi-rugi propagasi
menjadi agak sulit.
• Fading
Fading atau fluktuasi amplituda sinyal. Fading margin merupakan level
daya yang harus dicadangkan yang besarnya merupakan selisih antara
daya rata-rata yang sampai di penerima dan level sensitivitas penerima.
Nilai fading margin biasanya sama dengan peluang level fading yang
terjadi, yang nilainya tergantung pada kondisi lingkungan dan sistem yang
63
digunakan. Nilai fading margin minimum agar sistem bekerja dengan baik
sebesar 15 dBm.
• Noise
Noise dihasilkan dari proses alami seperti petir, noise thermal pada
sistem penerima dan sebagainya. Disisi lain sinyal transmisi yang
mengganggu dan tidak diinginkan dikelompokkan sebagai interferensi.
Jika dilihat pada tabel 4, level RSSI untuk hasil uji lapangan dan
berdasarkan perhitungan link budget, maka hasil perolehan level sinyal
yang diterima masih masuk pada kategori excellent. Hal ini berarti sinyal
yang dikirimkan dari BS pada sistem yang dirancang masih dapat diterima
dengan baik oleh MS. Untuk tabel perhitungan link budget dapat dilihat
pada lampiran 4.
Hasil pengujian beamwidth antena terhadap jarak dapat dilihat pada
tabel 9, dimana pada jarak 6 Km beamwidth antena menjadi kecil yaitu
sebesar 10°. Hal ini disebabkan oleh penggunaan antena sektoral dimana
antena sektoral hanya menyebarkan pola medan ke arah tertentu. Antena
sektoral memiliki lebar beamwidth yang jauh lebih sempit dan mempunyai
gain yang paling tinggi, oleh karena itu sangat sesuai digunakan untuk
koneksi jarak jauh.
64
Tabel 9. Pengukuran beamwidth antena
Jarak (Km) Beamwidth
1 55°
2 55°
3 40°
4 28°
5 17°
6 10°
Penggunaan kanal saat dilakukan pengukuran lapangan yang paling
optimal yang dihasilkan sistem berada pada kanal 6 yang ditampilkan pada
gambar 26.
Gambar 26. Penggunaan Kanal.
Penggunaan kanal berdasarkan pada standar terbaru dari spesifikasi dalam
IEEE 802.11b/g beroperasi pada 2.400 MHz sampai 2.483,50 MHz.
Pembagian operasi dalam 11 kanal (masing-masing 5 MHz), berpusat di
frekuensi seperti diperlihatkan pada tabel 10.
65
Tabel 10. Kanal Wi-Fi
Channel Frekuensi (MHz)
Channel 1 2.142
Channel 2 2.417
Channel 3 2.422
Channel 4 2.427
Channel 5 2.432
Channel 6 2.437
Channel 7 2.442
Channel 8 2.447
Channel 9 2.452
Channel 10 2.457
Channel 11 2.462
Jika dibandingkan kanal yang digunakan pada saat pengambilan data
lapangan dengan pembagian kanal berdasarkan aturan standar IEEE
802.11b/g, kanal 6 menggunakan frekuensi sebesar 2.437 MHz .
2. Hasil Tampilan Pemantauan Kapal
Hasil tampilan dari perancangan software dapat dilihat pada alamat
situs http://trackmygps.xyz, dengan menampilkan nama pengguna, waktu,
dan posisi berupa longitude dan latitude seperti terlihat pada gambar 27
dibawah.
66
Gambar 27. Hasil tampilan realtime dari aplikasi pemantauan kapal.
Pengujian software dillakukan pada daerah pesisir pantai Makassar,
Sulawesi Selatan, Indonesia. Pengujian dilakukan dengan 2 cara yaitu
menempatkan BS pada pesisir pantai dengan posisi longitude 119.3840744
dan latitude -5.1884389 sedangkan CPE pada kapal yang bergerak
menjauhi BS sampai titik dimana sinyal sudah tidak dapat di terima. Kedua
dengan menempatkan CPE pada pesisir pantai dengan posisi longitude
119.3941528 dan latitude -5.1370083 sedangkan MS pada kapal yang
bergerak menjauhi CPE sampai titik dimana sinyal sudah tidak dapak dapat
di terima lagi.
Setiap titik merupakan perhentian untuk mengambil data posisi kapal
dan level sinyal dengan mengaktifkan aplikasi pemantauan kapal dan
aplikasi pendukung pengukuran pada mobile phone. Dari keseluruhan titik
pengambilan data yang dilakukan diperoleh rentang jarak konektivitas
internet maksimal antara BS dan CPE mencapai 6 Km dan antara CPE ke
67
MS mencapai 55 m secara point to point. Pengukuran jarak ini dilakukan
dengan mengambil jarak udara antara titik awal dan titik akhir.
Untuk menghasilkan konektivitas internet secara point to multipoint
antara BS ke CPE pada jarak 6 Km maka diperlukan penambahan
perangkat access point yang masing-masing diletakkan pada BS dan CPE.
Penambahan perangkat access point ini diperlukan untuk membagi
konektivitas ke banyak kapal. Pengukuran jarak antara BS ke CPE
dilakukan seperti terlihat pada gambar 28.
Gambar 28. Hasil Pemantauan Kapal BS ke CPE
Adapun pengukuran jarak antara CPE ke BS yang dilakukan terlihat seperti
pada gambar 29.
68
Gambar 29. Hasil Pemantauan Kapal CPE ke MS
Pada pengujian ini, antena BS diletakkan dengan ketinggian antena
setinggi 5 m dan antena CPE 2 m dengan tilt antena sebesar 0°. Data posisi
kapal dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 11. Data koordinat antara BS dan CPE
Jarak (Km) Longitude Latitude
1 119.3797 -5.1847
2 119.376 -5.1821
3 119.3725 -5.1787
4 119.3716 -5.1743
5 119.3702 -5.16967
6 119.3676 -5.16602
Tabel 12. Data koordinat antara CPE dan BS
Jarak (m) Longitude Latitude
20 119.3943 -5.13690278
40 119.39444167 -5.1367833
55 119.39456389 -5.1367167
69
Data posisi kapal yang berasal dari koneksi satelit diperoleh melalui
GPS ublox selanjutnya data ini diteruskan oleh modul NodeMCU yang
kemudian ditampilkan pada layar LCD dan dapat diakses secara realtime
melalui website pemantauan kapal yang telah dibuat. Hasil tampilan dari
perancangan GPS tracker diperlihatkan pada gambar 30.
Gambar 30. Hasil perancangan GPS tracker
Dari gambar diatas dapat dilihat tampilan pada layar LCD GPS tracker,
yang menampilkan data longitude, latitude, time, jumlah satelit, dan jarak
antara pemancar dan penerima.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini dan mengacu pada
rumusan masalah antara lain:
1. Penelitian ini mengaplikasikan penggunaan Wi-Fi LR sebagai solusi
perpanjangan koneksi layanan data sejauh 6 Km antara BS ke CPE dan
55 m antara CPE ke MS secara point to point dengan kuat sinyal
sebesar -66 dBm.
2. Penelitian ini menghasilkan data pengukuran antara BS ke CPE dengan
nilai throughput sebesar 2,4 Mbit/s, delay sebesar 0.058059 detik dan
packet loss sebesar 0% dan antara CPE ke MS menghasilkan data
pengukuran throughput sebesar 1,38925 Mbit/s, delay sebesar 0,81196
detik dan packet loss sebesar 0%.
3. Penggunaan kanal pada saat pengujian menempati kanal 6 dengan
pembagian kanal berdasarkan aturan standar IEEE 802.11b/g, kanal 6
menggunakan frekuensi sebesar 2.437 MHz.
4. Penelitian ini juga menghasilkan sistem pemantauan kapal yang dapat
diakses secara real time melalui alamat situs http://trackmygps.xyz.
71
B. Saran
Penelitian mengenai sistem komunikasi maritim untuk mendukung
pemantauan kapal ini dapat dikembangkan ke arah perancangan sistem
yang tidak hanya menggunakan layanan komunikasi bebasis Wi-Fi saja
akan tetapi dapat digunakan untuk layanan komunikasi lainnya sesuai
dengan rentang frekuensi masing-masing dan aplikasi tracking antena
untuk mendapatkan arahan antena terbaik antara pemancar dan penerima.
DAFTAR PUSTAKA
Anritsu (2014) ‘Mapping BER and Signal Strength of P25 Radio Systems’, Mapping BER and Signal Strength of P25 Radio Systems, (Figure 1), pp. 1–8.
Augustin, A. et al. (2016) ‘A Study of LoRa : Long Range & Low Power Networks for the Internet of Things’, pp. 1–18. doi: 10.3390/s16091466.
Campos, R. et al. (2016) ‘BLUECOM+: Cost-effective broadband communications at remote ocean areas’, OCEANS 2016 - Shanghai. doi: 10.1109/OCEANSAP.2016.7485532.
Choi, M. S. et al. (2013) ‘Ship to shore maritime communication for e-Navigation using IEEE 802.16e’, International Conference on ICT Convergence, pp. 759–762. doi: 10.1109/ICTC.2013.6675472.
ITU-R (1990) ‘Report P.1008-1: Reflection from the surface of the Earth’.
Jain, R. (no date) ‘Long Range Low Power ( LRLP ) Wireless Network’, pp. 1–26.
Kim, D. H. and Lim, J. Y. (2016) ‘Using Wi-Fi and LoRa’, 2016 Ieee, pp. 1–3. doi: 10.1109/ICITCS.2016.7740351.
Kim, H. et al. (2015) ‘Implementation of MariComm Bridge for LTE- WLAN Maritime Heterogeneous Relay Network’, pp. 3–7.
Lopes, M. J. et al. (2014) ‘Wi-Fi Broadband Maritime Communications Using 5 . 8 GHz Band’, pp. 5–9.
Man, L. a N., Committee, S. and Computer, I. (2012) IEEE Std 802.11TM-2012, IEEE Standard for Information technology—Telecommunications and information exchange between systems—Local and metropolitan area networks—Specific requirements—Part 11: WLAN MAC and PHY specifications.
Nasser, E. N. (2014) ‘Multi mission low earth orbit equatorial satellite for Indonesian regions: Telecommunication payload’, Proceeding - ICARES 2014: 2014 IEEE International Conference on Aerospace Electronics and Remote Sensing Technology, (c), pp. 121–126. doi: 10.1109/ICARES.2014.7024394.
Outdoor, I., Industrial, L. and Link, P. (no date) ‘Indoor/Outdoor airMAX ® CPE’.
Perkantoran, D. A. N. (no date) ‘PERHITUNGAN LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI GSM DI DAERAH URBAN CLUSTER CENTRAL BUSINESS DISTRIC ( CBD ), RESIDENCES ’, pp. 1–7.
Rachmadina, N. et al. (2014) ‘Sub-Sistem Pemancar Pada Sistem Pengukuran Kanal HF Pada Lintasan Merauke-Surabaya’, 1(1), pp. 1–6.
Rahardjo, N. (no date) ‘Evaluasi Cakupan Sinyal BTS Secara Spasial Di Sebagian Kabupaten Buleleng Provinsi Bali’.
Rao, S. N., Raj, D. and Aiswarya, S. (2016) ‘Realizing Cost-Effective Marine Internet for Fishermen’.
Reyes-Guerrero, J. C. et al. (2011) ‘Buoy-to-ship experimental measurements over sea at 5.8 GHz near urban environments’, Mediterranean Microwave Symposium, pp. 320–324. doi: 10.1109/MMS.2011.6068590.
Roste, T., Yang, K. and Bekkadal, F. (2013) ‘Coastal coverage for maritime broadband communications’, OCEANS 2013 MTS/IEEE Bergen: The Challenges of the Northern Dimension. doi: 10.1109/OCEANS-Bergen.2013.6608109.
Stastny, J. et al. (2015) ‘Application of RADAR Corner Reflectors for the Detection of Small Vessels in Synthetic Aperture Radar’, IEEE Journal of Selected Topics in Applied Earth Observations and Remote Sensing, 8(3), pp. 1099–1107. doi: 10.1109/JSTARS.2014.2359797.
Unni, S. et al. (2015) ‘Performance measurement and analysis of long range Wi-Fi network for over-the-sea communication’, 2015 13th International Symposium on Modeling and Optimization in Mobile, Ad Hoc, and Wireless Networks, WiOpt 2015, pp. 36–41. doi: 10.1109/WIOPT.2015.7151030.
Welch, G. et al. (2003) TR 101 190 - V1.3.2 - Digital Video Broadcasting (DVB); Implementation guidelines for DVB terrestrial services; Transmission aspects, European Broadcasting Union. doi: 10.1109/35.685371.
Yoo, D. et al. (2015) ‘A Novel Antenna Tracking Technique for Maritime Broadband Communication ( MariComm ) System’, pp. 1–5.
Lampiran 1. Dokumentasi pengambilan data
Penempatan antena BS di pesisir pantai
Penempatan antena CPE pada kapal pantai untuk pengambilan data
Pengambilan data beamwidth antena
Pengambilan data tilt antena
Lampiran 2. Listing program server
<!doctype html> <html lang="en"> <head> <meta charset="UTF-8"> <title>Gps Tracker</title> <meta name="viewport" content="width=device-width, initial-scale=1.0"> <script src="//code.jquery.com/jquery-1.11.1.min.js"></script> <script asyn defer src="https://maps.googleapis.com/maps/api/js?key=AIzaSyBa7_F_mvcCXzsaQrVFCs03-OLE2Yjyfgg&callback=initMap"></script> <script src="js/maps.js"></script> <script src="js/leaflet-0.7.5/leaflet.js"></script> <script src="js/leaflet-plugins/google.js"></script> <script src="js/leaflet-plugins/bing.js"></script> <link rel="stylesheet" href="js/leaflet-0.7.5/leaflet.css"> <!-- "//maps.google.com/maps/api/js?v=3&sensor=false&libraries=adsense" //"https://maps.googleapis.com/maps/api/js?key=AIzaSyBa7_F_mvcCXzsaQrVFCs03-OLE2Yjyfgg&callback=initMap" to change themes, select a theme here: http://www.bootstrapcdn.com/#bootswatch_tab and then change the word after 3.2.0 in the following link to the new theme name --> <link rel="stylesheet" href="//maxcdn.bootstrapcdn.com/bootswatch/3.3.5/cerulean/bootstrap.min.css"> <link rel="stylesheet" href="css/styles.css"> </head> <body> <div class="container-fluid"> <div class="row"> <div class="col-sm-4" id="toplogo"> <img id="halimage" src="images/gpstracker-man-blue-37.png">GpsTracker </div> <div class="col-sm-8" id="messages"></div> </div> <div class="row"> <div class="col-sm-12" id="mapdiv"> <div id="map-canvas"></div> </div> </div> <div class="row"> <div class="col-sm-12" id="selectdiv"> <select id="routeSelect" tabindex="1"></select> </div> </div> <div class="row">
<div class="col-sm-3 deletediv"> <input type="button" id="delete" value="Delete" tabindex="2" class="btn btn-primary"> </div> <div class="col-sm-3 autorefreshdiv"> <input type="button" id="autorefresh" value="Auto Refresh Off" tabindex="3" class="btn btn-primary"> </div> <div class="col-sm-3 refreshdiv"> <input type="button" id="refresh" value="Refresh" tabindex="4" class="btn btn-primary"> </div> <div class="col-sm-3 viewalldiv"> <input type="button" id="viewall" value="View All" tabindex="5" class="btn btn-primary"> </div> </div> </div> </body> </html>
Lampiran 3. Listing program MS/client
<?php include 'dbconnect.php'; print_r($_GET); $latitude = isset($_GET['latitude']) ? $_GET['latitude'] : '0'; $latitude = (float)str_replace(",", ".", $latitude); // to handle European locale decimals $longitude = isset($_GET['longitude']) ? $_GET['longitude'] : '0'; $longitude = (float)str_replace(",", ".", $longitude); $date = isset($_GET['date']) ? $_GET['date'] : '0000-00-00 00:00:00'; $date = urldecode($date); $locationmethod = isset($_GET['locationmethod']) ? $_GET['locationmethod'] : ''; $locationmethod = urldecode($locationmethod); $username = isset($_GET['username']) ? $_GET['username'] : 0; $phonenumber = isset($_GET['phonenumber']) ? $_GET['phonenumber'] : ''; $sessionid = isset($_GET['sessionid']) ? $_GET['sessionid'] : 0; $extrainfo = isset($_GET['extrainfo']) ? $_GET['extrainfo'] : ''; $eventtype = isset($_GET['eventtype']) ? $_GET['eventtype'] : ''; // doing some validation here if ($latitude == 0 && $longitude == 0) { exit('-1'); } $params = array(':latitude' => $latitude, ':longitude' => $longitude, ':date' => $date, ':locationmethod' => $locationmethod, ':username' => $username, ':phonenumber' => $phonenumber, ':sessionid' => $sessionid, ':extrainfo' => $extrainfo, ':eventtype' => $eventtype ); switch ($dbType) { case DB_MYSQL: $stmt = $pdo->prepare( $sqlFunctionCallMethod.'prcSaveGPSLocation( :latitude, :longitude, :date, :locationmethod, :username,
:phonenumber, :sessionid, :extrainfo, :eventtype);' ); break; case DB_POSTGRESQL: case DB_SQLITE3: $stmt = $pdo->prepare('INSERT INTO gpslocations (latitude, longitude, gpsTime, locationMethod, userName, phoneNumber, sessionID, accuracy, extraInfo, eventType) VALUES (:latitude, :longitude, :date, :locationmethod, :username, :phonenumber, :sessionid, :extrainfo, :eventtype)'); break; } $stmt->execute($params); $timestamp = $stmt->fetchColumn(); echo $timestamp; ?>
Lampiran 4. Listing program GPS
#include <TinyGPS++.h> GPS Plus Library #include <SoftwareSerial.h> Software Serial Library so we can use other Pins for communication with the GPS module #include <time.h> #include "ESP8266WiFi.h" #include "ESP8266HTTPClient.h" #include <Adafruit_ssd1306syp.h> // Adafruit oled library for display Adafruit_ssd1306syp display(5, 4); // OLED display (SDA to Pin 4), (SCL to Pin 5) static const int RXPin = 12, TXPin = 13; // Ublox 6m GPS module to pins 12 and 13 static const uint32_t GPSBaud = 600; // Ublox GPS default Baud Rate is 600 TinyGPSPlus gps; // Create an Instance of the TinyGPS++ object called gps SoftwareSerial ss(RXPin, TXPin); // The serial connection to the GPS device WiFiClient client; void setup() { } Serial.println(""); Serial.println("WiFi connected"); Serial.println("IP address: "); Serial.println(WiFi.localIP()); Serial.print("Netmask: "); Serial.println(WiFi.subnetMask()); Serial.print("Gateway: "); Serial.println(WiFi.gatewayIP()); configTime(timezone, dst, "pool.ntp.org","time.nist.gov"); Serial.println("\nWaiting for Internet time"); while(!time(nullptr)){ Serial.print("*"); delay(1000); } } void loop() { display.clear(); display.setCursor(0,0); display.print("Latitude : "); display.println(gps.location.lat(), 5); display.print("Longitude : "); display.println(gps.location.lng(), 4);
display.print("Satellites: "); display.println(gps.satellites.value()); display.print("Elevation : "); display.print(gps.altitude.feet()); display.println("ft"); display.print("Time UTC : "); display.print(gps.time.hour()); // GPS time UTC display.print(":"); display.print(gps.time.minute()); // Minutes display.print(":"); display.println(gps.time.second()); // Seconds display.print("Heading : "); display.println(gps.course.deg()); display.print("Speed : "); display.println(gps.speed.mph()); smartDelay(500); // Run Procedure smartDelay if (millis() > 5000 && gps.charsProcessed() < 10) display.println(F("No GPS data received: check wiring")); datetime(); kirim(); } static void smartDelay(unsigned long ms) // This custom version of delay() ensures that the gps object is being "fed". { unsigned long start = millis(); do { while (ss.available()) gps.encode(ss.read()); } while (millis() - start < ms); } void kirim(){ //String sesID = String ("8BA21D90-3F90-407F-BAAE-800B04B1F5ED"); float longti = gps.location.lng(); float lati = gps.location.lat(); //String user = String ("yuriD"); //String phone = String ("8bb33b81-2f99-4a88-8214-b2cf1c4ff792"); //String thn = String (gps.time.hour()); //String hh = String (gps.time.hour()); //String mm = String (gps.time.hour()); //String ss = String (gps.time.hour()); Serial.println("\nStarting connection to server..."); // if you get a connection, report back via serial: if (client.connect(server, 80)) { Serial.println("connected to server");
WiFi.printDiag(Serial); String data = "latitude=-4.12121&longitude=114.2342432"; inc = inc + 5; String slong = "&longitude="+ String (longti, 7), slat= "&latitude="+ String (lati, 7), suser= "&username=xyz", sphone= "&phonenumber=8bb33b81-2f99-4a88-8214-b2cf1c4ff792", sid= "&sessionid=8BA21D90-3F90-407F-BAAE-800B04B1F5EF", stime= "&date="+ String (waktu), sevent= "&eventtype=GPS"; client.print("GET /updatelocation.php?"); client.print(sid); client.print(suser); client.print(sphone); client.print(slong); client.print(slat); client.print(stime); client.print(sevent); client.print(" "); client.print("HTTP/1.1"); //change this if using your Sub-domain client.println(); client.println("Host: trackmygps.xyz"); //client.print("Content-Length: "); //client.print(data.length()); //client.print("\r\n"); //client.print(data); client.println(); client.stop(); Serial.println("\n"); Serial.println("My data string im POSTing looks like this: "); Serial.print(sid); Serial.print(" "); Serial.print(suser); Serial.print(" "); Serial.print(sphone); Serial.print(" "); Serial.print(slong); Serial.print(" "); Serial.print(slat); Serial.print(" "); Serial.print(stime); Serial.print(" "); Serial.print(sevent); //Serial.println("And it is this many bytes: "); //Serial.println(data.length()); } } }
Lampiran 5. Perhitungan Link Budget
Jarak (Km)
PTx GTx FSL Grx Lcable AT Link Budget (dBm)
Pengukuran RSSI (dBm)
0.5 28 11 94.03 11 3 0.15 -47.18 -48
1 28 11 100.05 11 3 0.3 -53.35 -51
1.5 28 11 103.58 11 3 0.45 -57.03 -54
2 28 11 106.07 11 3 0.6 -59.67 -56
2.5 28 11 108.01 11 3 0.75 -61.76 -57
3 28 11 109.60 11 3 0.9 -63.50 -58
3.5 28 11 110.94 11 3 1.05 -64.99 -60
4 28 11 112.10 11 3 1.2 -66.30 -62
4.5 28 11 113.12 11 3 1.35 -67.47 -63
5 28 11 114.03 11 3 1.5 -68.53 -64
5.5 28 11 114.86 11 3 1.65 -69.51 -65
6 28 11 115.62 11 3 1.8 -70.42 -66
Untuk perhitungan rugi ruang bebas digunakan persamaan berikut:
|}D = 32,45 B 20log�� { B 20 log���
Untuk perhitungan link budget digunakan persamaan berikut:
?A� = ?@� B C@� −|}D B CA� − D�[�k − E@