16
SENGKETA PERTANAHAN ANTARA ERNEST SAROYAN SUDJA DENGAN KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA PUSAT DAN PT. PERUSAHAAN PERDAGANGAN PERINDUSTRIAN DAN PEMBANGUNAN OEI (PT. OEI) ATAS TANAH TERLETAK DI JALAN BATU TULIS XV, NO. 1, RT. 004, RW. 02, KELURAHAN KEBON KELAPA, KECAMATAN GAMBIR, JAKARTA PUSAT A. Latar Belakang Tugas seorang Hakim ialah menetapkan hukum untuk suatu keadaan tertentu, atau menerapkan hukum atau undang-undang, menetapkan apakah yang “hukum” anatara dua pihak yang bersangkutan itu. Dalam sengketa yang berlangsung di muka Hakim itu, masing-masing pihak mengajukan dalil-dalil (posita) yang saling bertentangan. Hakim harus memeriksa dan menetapkan dalil-dalil manakah yang benar dan dalil-dalil manakah yang tidak benar. Berdasarkan duduk perkara yang ditetapkan sebagai yang sebenarnya itu, Hakim dalam amar atau “dictum” putusannya, memutuskan siapakah yang dimenangkan dan siapakah yang dikalahkan. Dalam melaksanakan pemerikasaan itu tadi, Hakim harus mengindahkan aturan-aturan tentang pembuktian. Kesewenang-wenangan (willekeur) akan timbul apabila Hakim dalam melaksanakan tugasya itu, diperbolehkan menyandarkan putusannya hanya atas keyakinannya, biarpun itu sangat kuat dan sangat murni. Keyakinan Hakim itu harus didasarkan pada sesuatu, yang oleh undang-undang dinamakan alat bukti. Dengan

sistem pembuktian ptun

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sistem pembuktian ptun dan analisis hakim aktif dalam acara ptun

Citation preview

Page 1: sistem pembuktian ptun

SENGKETA PERTANAHAN ANTARA ERNEST SAROYAN SUDJA DENGAN

KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA PUSAT

DAN PT. PERUSAHAAN PERDAGANGAN PERINDUSTRIAN DAN

PEMBANGUNAN OEI (PT. OEI) ATAS TANAH TERLETAK DI JALAN BATU

TULIS XV, NO. 1, RT. 004, RW. 02, KELURAHAN KEBON KELAPA,

KECAMATAN GAMBIR,

JAKARTA PUSAT

A. Latar Belakang

Tugas seorang Hakim ialah menetapkan hukum untuk suatu keadaan tertentu, atau

menerapkan hukum atau undang-undang, menetapkan apakah yang “hukum” anatara dua

pihak yang bersangkutan itu. Dalam sengketa yang berlangsung di muka Hakim itu, masing-

masing pihak mengajukan dalil-dalil (posita) yang saling bertentangan. Hakim harus

memeriksa dan menetapkan dalil-dalil manakah yang benar dan dalil-dalil manakah yang

tidak benar. Berdasarkan duduk perkara yang ditetapkan sebagai yang sebenarnya itu, Hakim

dalam amar atau “dictum” putusannya, memutuskan siapakah yang dimenangkan dan

siapakah yang dikalahkan. Dalam melaksanakan pemerikasaan itu tadi, Hakim harus

mengindahkan aturan-aturan tentang pembuktian. Kesewenang-wenangan (willekeur) akan

timbul apabila Hakim dalam melaksanakan tugasya itu, diperbolehkan menyandarkan

putusannya hanya atas keyakinannya, biarpun itu sangat kuat dan sangat murni. Keyakinan

Hakim itu harus didasarkan pada sesuatu, yang oleh undang-undang dinamakan alat

bukti. Dengan alat bukti ini, masing-masing pihak berusaha membuktikan dalilnya atau

pendiriannya yang dikemukakan kepada Hakim yang diwajibkan memutusi perkara mereka.1

Kasus Posisi

Ernest Saroyan Sudja (Penggugat) memiliki bangunan rumah tinggal yang berdiri

diatas sebagian tanah negara Ex. Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor : 51/Kebon Kelapa,

seluas +/- 391 M2, terletak di Jalan Batu Tulis XV Pusat. Bangunan rumah tinggal yang

berdiri diatas sebagian tanah negara tersebut, dahulu didirikan oleh Alm. Ayah Penggugat

1 R. Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1995, cet. XI, hal. 2

Page 2: sistem pembuktian ptun

bernama Kwok Hie Sen (Sugiono Sudja) berdasarkan Izin Mendirikan Bangunan Nomor :

4009/IMB/PG/81 tanggal 21 Maret 1981 yang dikeluarkan oleh Gubernur Kepala Daerah

Khusus Ibukota Jakarta. Tanah negara seluas +/- 391 M2, Ex. Sertipikat Hak Guna Bangunan

Nomor : 51/Kebon Kelapa, yang diatasnya berdiri bangunan rumah tinggal Penggugat secara

fisik hingga saat ini masih dikuasai dan ditempati oleh Penggugat maupun oleh pemilik

terdahulunya sejak berpuluh-puluh tahun lamanya.

Penggugat pernah mengajukan permohonan pengukuran ke Kantor Pertanahan Kota

Administrasi Jakarta Pusat. Namun menurut Surat dari Kepala Seksi Survei, Pengukuran dan

Pemetaan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat Nomor :

2805/3-31.71-200/XI/2013 tanggal 13 Nopember 2013, bidang tanah yang dimohonkan

pengukuran oleh Penggugat tersebut telah diterbitkan Sertipikat Hak Guna Bangunan

Nomor : 2619/ Kebon Kelapa, seluas 387 M2, Surat Ukur Nomor : 00014/Kebon

Kelapa/2013 tanggal 27 Pebruari 2013 atas nama PT. “Perusahaan Perdagangan Perindustrian

dan Pembangunan OEI” (PT. OEI). Penerbitan Objek Sengketa tersebut jelas-jelas telah

merugikan hak dan kepentingan Penggugat karena hak Penggugat terhadap tanah negara

tersebut menjadi hilang dan Penggugat sebagai pihak yang menempati dan menguasai tanah

Negara tersebut secara fisik tidak dapat mengajukan permohonan pengukuran ke Kantor

Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat, sebagai dasar untuk diajukannya permohonan

Sertipikat terhadap tanah negara seluas +/- 391 M2, Ex. Sertipikat Hak Guna Bangunan

Nomor : 51/Kebon Kelapa, terletak di Jalan Batu Tulis XV, No. 1, RT. 004, RW. 02,

Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

Karena itu berdasarkan Pasal 53 ayat (1) Penggugat sebagai orang perorangan yang

kepentingannya telah dirugikan oleh Tergugat dengan adanya penerbitan Objek Sengketa

tersebut, sangat berhak menuntut agar Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor : 2619/Kebon

Kelapa, seluas 387 M2, Surat Ukur Nomor : 00014/Kebon Kelapa/2013 tanggal 27 Pebruari

2013 atas nama PT. “Perusahaan Perdagangan Perindustrian dan Pembangunan OEI” (PT.

OEI), dinyatakan batal atau tidak sah dan berdasarkan Pasal 53 ayat (2) penerbitan Objek

Sengketa tersebut telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan bertentangan pula dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dan secara tegas

mengindikasikan tindakan Tergugat yang sewenangwenang.

Tanah negara yang diajukan permohonan sertipikatnya oleh PT. “Perusahaan

Perdagangan Perindustrian dan Pembangunan OEI” (PT. OEI) dan diterbitkannya Objek

Sengketa oleh Tergugat adalah tanah negara yang berasal dari sebagian tanah negara Ex.

Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor : 51/Kebon Kelapa, Surat Ukur tanggal 31 Juli 1935

Page 3: sistem pembuktian ptun

Nomor : 296, yang merupakan hasil konversi dari Hak Barat berdasarkan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960, yang pemegang haknya adalah PT. “HANDEL MAATSCHAPPIJ EN

OLIE FABRIEK OEI” yang berlaku selama 20 tahun dan berakhir haknya pada tanggal 23

September 1980 dan ternyata PT. “HANDEL MAATSCHAPPIJ EN OLIE FABRIEK OEI”,

sekarang PT. “Perusahaan Perdagangan Perindustrian dan Pembangunan OEI” (PT. OEI),

sampai dengan tanggal 23 September 1980 tidak memperbaharui haknya.2

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian kasus posisi di atas, penulis membuat rumusan masalah :

1. Bagaimana sistem pembuktian dalam acara PTUN pada kasus sengketa

pertanahan yang diuraikan diatas?

2. Apabila pada kasus diatas hakim bersifat aktif, bagaimana penerapan asas

keaktifan hakim dalam persidangan PTUN?

2 Kasus diambil dari PUTUSAN NOMOR : 01/G/2014/PTUN-JKT Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id diakses pada 13 Mei 2014 pukul 23.04 WIB

Page 4: sistem pembuktian ptun

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Pembuktian Proses Peradilan Tata Usaha Negara pada kasus diatas

Pembuktian merupakan tahapan yang sangat menentukan putusan dalam proses

peradilan. Hukum pembuktian mengenal beberapa teori sistem pembuktian, yaitu (Harahap,

2000 : 256-258; Sudikno, 2002 : 135-137 ; dan Samudra, 1992 : 2628) :

a. Conviction-time

menurut sistem ini, menentukan sah atau tidaknya KTUN semata-mata ditentukan

oleh penilaian keyakinan hakim. Dalam melakukan penilain, hakim menarik

berdasarkan keyakinannya saja, yang dapat diperoleh dan disimpulkan dari alat-

alat bukti yang diperiksa dalam persidangan. Kesimpulan dapat ditarik oleh hakim

mengacu pada pendapat-pendapat para pihak (penggugat dan tergugat).

Keyakinan hakim dominan dalam sistem ini.

b. Conviction-raisonee

Dalam sistem ini keyakinan hakim dibatasi dan harus didukung oleh alas an-

alasan yang jelas. Hakim harus menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan apa

yang mendasari keyakinannhya. Keyakinan hakim dibatasi oleh reasoning yang

bersifat logis dan dapat diterima akal.

c. Pembuktian menurut undang-undang secara positif/afirmatif

Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang

ditentukan oleh undang-undang. Untuk menentukan putusannya, hakim semata-

mata mendasarkan pada alat-alat bukti yang sah tanpa diperlukan keyakinan

hakim.

d. Pembuktian menurut undang-undang secara negatif

Pembuktian menurut sistem ini merupakan perpaduan antara teori pembuktian

menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut

keyakinan hakim (conviction-in time). Dalam sistem ini, hakim harus memutuskan

berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan yang diatur serta mengikuti prosedur

dalam undang-undang yang didukung oleh keyakinan hakim.

Sistem pembuktian yang dianut dalam hukum PTUN adalah sistem pembuktian

bebas, yang dipengaruhi oleh ajaran pembuktian bebas (vrije bewijsleer) dengan sistem

Page 5: sistem pembuktian ptun

pembuktian negatif. Pasal 107 menunjukkan adanya kebebasan hakim dan memberikan

kewenangan kepada hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian

beserta penilaian pembuktian, serta untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya

dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim. Dengan memperhatikan segala sesuatu yang

terjadi selama pemeriksaan tanpa bergantung pada fakta dan hal yang diajukan oleh para

pihak. Hal tersebut berkaitan dengan usaha menemukan kebenaran materiel (materiel

waarheid) dalam Peradilan Tata Usaha Negara.

Sifat terbatas dalam sistem pembuktian terlihat dari pembatasan kewenangan hakim

untuk menilai sahnya pembuktian yang paling sedikit harus dipenuhi syarat sahnya

pembuktian (properly proof) yaitu : Sahnya pembuktian : minimal 2 alat bukti + keyakinan

hakim.

Pada kasus ini hakim menggunakan pembuktian menurut undang-undang secara

negative dengan memadukan antara undang-undang dengan keyakinan hakim. Hakim

memutuskan berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan mengikuti prosedur. Dalam kasus ini

hakim memperhatikan keterangan dari pihak tergugat dan penggugat dengan cermat. Yang

kemudian ditemukan fakta-fakta berikut :

Dengan adanya bukti Tergugat II Intervensi yakni Surat Tanda Terima

Nomor : 3640/1/HGB/2/8O tanggal 23 September 1980 yang menurut Pasal

101 huruf a Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara memiliki kriteria

sebagai Akta Otentik, karena diterbitkan sendiri oleh Kantor Agraria Jakarta

Pusat, maka menurut hukum pembuktian, apabila alat bukti ini dihubungkan

dengan fakta yuridis tentang Pengakuan Penggugat atas kebenaran eksistensi

dan legalitas Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor : 51/Kebon Kelapa adalah

atas nama PT OEI / Tergugat II Intervensi, terbantahlah dalil Pemohon yang

mendeklarasikan Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor : 51/ Kebon Kelapa

secara mutlak telah jatuh menjadi tanah Negara Ex Hak Guna Bangunan

Nomor : 51/Kebon Kelapa ;

Kenyataannya atau de-facto, tanah Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor :

51/Kebon Kelapa tetap dikuasai dan diusahai PT OEI / Tergugat II Intervensi

dalam Disewakan Kepada Penggugat. Secara De-Jure atau berdasar kenyataan

hukumnya, eksistensi, legalitas dan validitas Hubungan Hukum Sewa

Menyewa (huur overenkomst, lease/tenancy agreement) “tanpa batas waktu”

Page 6: sistem pembuktian ptun

(onafzegbare huur) serta “tidak dibuat secara tertulis” (huur zonder geschrift)

berdasar pasal 1571 KUHPerdata antara PT OEl/Tergugat II Intervensi dengan

penggugat dalam kedudukannya rneneruskan hubungan sewa dengar ayahnya

sebagai Ahli Waris, Tidak Dapat Dibantah ;

Berturut Tergugat II Intervensi telah menyampaikan Surat Tegoran Kepada

Penggugat Atas Keingkarannya Membayar Sewa Isi pokok surat Tegoran

tersebut : Pemohon Lalai membayar sewa tanah Jalan Batu Tulis XV No. 1

Jakarta Pusat. Oleh karena itu, supaya Pemohon memenuhi pembayarannya.

Tanah Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor : 51/Kebon Kelapa, tidak

pernah dinyatakan secara formil dan ofisial bahwa Hak Guna Bangunan

tersebut secara materiil dinyatakan : “Diambil Alih" oleh penguasa untuk

dijadikan Proyek Pembagunan Kepentingan Umum. Sertipikat Hak Guna

Bangunan Nomor : 2619/Kebon Kelapa,seluas 387 M2, Surat Ukur Nomor :

00014/Kebon Kelapa/2013 tanggal 27 Pebruari 2013 atas nama PT.

“Perusahaan Perdagangan Perindustrian dan Pembangunan OEI” (PT. OEI).

Sehingga Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat tidak

melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dan telah

menjalankan kewaibannya sesuai prosedur.

Yang kemudian pada akhirnya, hakim dengan keyakinan dan pertimbangannya

memutuskan bahwa :

1. Menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima ;

2. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.382.000,-

(Tiga Ratus Delapan Puluh Dua Ribu Rupiah).

Mengenai alat-alat bukti yang dapat dipergunakan dalam pembuktian di PTUN secara

limitative meliputi (pasal 100 UU Peradilan TUN):

1. Surat atau tulisan

Surat sebagai alat bukti atas tiga jenis, yaitu :

a. akta otentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat

umum yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat

surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang

atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.

Page 7: sistem pembuktian ptun

b. Akta di bawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh

pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan

sebagai alat bukti tentang peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.

c. Surat-surat lainnya yang bukan akta.

2. Keterangan ahli

3. Keterangan saksi

4. Pengakuan dari para pihak

5. Pengetahuan hakim

Dalam kasus ini terdapat pula alat bukti serta dihadirkan saksi.

Alat bukti :

1. Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor : 51/Kebon Kelapa

2. Surat Tanda Terima Nomor : 3640/1/HGB/2/8O

3. Surat Tegoran tanggal 2 Januari 1987 (T.II Intervensi.....................................)

4. Surat Tegoran tanggal 19 April 2012 (T. II Intervensi.....................................)

5. Bukti Tertulis yang diajukan penggugat berupa fotokopi surat-surat yang telah

dimeteraikan dengan cukup dan telah disesuaikan dengan aslinya, bukti

tersebut diberi tanda P-1 sampai dengan P-35.

6. Tergugat telah mengajukan Bukti Tertulis berupa fotokopi surat-surat yang

telah dimeteraikan dengan cukup dan telah disesuaikan dengan aslinya, bukti

tersebut diberi tanda T - 1 sampai dengan T – 5

Saksi-saksi :

Penggugat telah mengajukan Saksi, sebanyak 2 (dua) orang saksi Anwar Gonosaputro

dan Sonny D Swasono.

B. Penerapan Asas Keaktifan Hakim Dalam Persidangan PTUN

Kekatifan hakim disebutkan sebagai salah dari asas-asas yang melandasi hukum acara

PTUN anatara lain oleh Hadjon, dkk (1994:11). Penjelasan umum angka (5) UU No. 5 Tahun

1986 juga menyatakan bahwa pada peradilan TUN hakim berperan lebih aktif dalam proses

persidangan guna memperoleh kebenaran materil dan untuk itu undang-undang ini mengarah

pada pembuktian bebas. Penjelasan pasal 107 UU No. 5 tahun 1986, dapat disimpulkan

bahwa :

Page 8: sistem pembuktian ptun

a. Asas keaktifan hakim adalah asas yang memberikan kewenangan kepada hakim

dalam persidangan PTUN untuk menentukan menentukan obyek pembuktian,

subyek pembuktian, prioritas alat bukti, dan penilaian alat bukti.

b. Asas keaktifan hakim memberikan kewenangan yang luas kepada hakim dalam

proses beracara di PTUN.

c. Asas keaktifan hakim memberikan landasan bagi eksistensi prinsip ultra petita,

yaitu kewenangan hakim untuk menyempurnakan obyek sengketa, termasuk

melengkapi hal-hal yang tidak dijadikan dasar gugatan.

Di Indonesia, penerapan asas ultra petita pernah dilakukan dalam putusan MA No. 5

K/TUN/1992 tertanggal Mei 1991 yaitu tindakan hakim menyempurnakan atau melengkapi

onyek sengketa yang diajukan para pihak kepadanya. Sehubungan asas ultra petita yang

merupakan konsekuensi dianutnya asas keaktifan hakim, dikatakan oleh Van Burren yang

dikutip dari Marbun (1997:303) bahwa :

Hakim administrasi diberikan peran aktif karena hakim tidak mungkin membiarkan

dan mempertahankan tetap berlakunya suatu keputusan administrasi Negara yang

nyata keliru dan jelas bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, hanya

karena alasan para pihak tidak mempersoalkan obyek sengketa.

Asas keaktifan hakim (dominus litis)”. Keaktifan hakim dimaksudkan untuk

mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak berimbang (lihat Pasal 58, 63, ayat (1) dan

(2), Pasal 80 dan Pasal 85). Dikaitkan dengan AAUPB dan AAPB, asas keaktifan hakim

harus dapat menunjukkan korelasi positif antara asas motivasi untuk setiap keputusan badan

pemerintahan (principle of motivation) dalam AAUPB dan motiverings beginsel (reasons and

argumentations of decision) dalam AAPB. Pertimbangan putusan hakim administrasi harus

dapat menyempurnakan keabsahan formil dan materil asas motivasi dalam Keputusan Tata

Usaha Negara. Sebaliknya putusan pengadilan harus secara lengkap mengandung motiverings

beginsel (reasons and argumentations of decision) dalam penilaian keabsahan

(rechtsmatigheid) Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan. Disamping itu

pertimbangan putusan pengadilan yang dilakukan berdasarkan acuan asas keaktifan hakim

harus menjaga agar kebebasan kebijaksanaan (beleidcvrijheid) penguasa tidak melanggar

kepentingan justiabele. Asas keaktifan hakim adalah guidance dalam penyelenggaraan fungsi

Peradilan Tata Usaha Negara. Hakim tidak dibenarkan menolak gugatan hanya karena

penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya.

Page 9: sistem pembuktian ptun

Asas keaktifan hakim gagal manakala asas keaktifan hakim tidak diimplementasikan

secara konsisten dimana keaktifan pembuktian sangat jarang diberikan kepada tergugat.

Penerapan asas keaktifan tidak sungguh merupakan pelaksanaan filosofi penyelesaian

sengketa hukum public, namun justru menunjukkan adanya pengaruhbyang kuat dari teori

pembuktian afirmatif atau setidaknya menunjukkan kerancuan antara teori pembuktian

afirmatif dengan teori pembuktian negative.

Page 10: sistem pembuktian ptun

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Dalam sengketa pertanahan antara Ernest Saroyan Sudja dengan Kepala

Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat dan Pt. Perusahaan

Perdagangan Perindustrian Dan Pembangunan Oei (PT. Oei) atas tanah

terletak di Jalan Batu Tulis Xv, No. 1, Rt. 004, Rw. 02, Kelurahan Kebon

Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, hakim PTUN dalam membuat

keputusannya menggunakan sistem pembuktian menurut Undang-Undang

secara negative.

2. Asas keaktifan hakim menjadi salah satu asas yang problematic dalam

sistem Peradilan TUN. Disatu sisi asas keaktifan hakim bertujuan agar

hakim TUN dapat menyempurnakan penerapan perundang-undangan

dalam keputusan TUN. Hakim dengan kewenangannya berhak untuk

menentukan obyek pembuktian, subyek pembuktian, prioritas alat bukti,

dan penilaian alat bukti terlepas dari fakta dan hal yang diajukan oleh para

pihak. Asas keaktifan hakim gagal manakala asas keaktifan hakim tidak

diimplementasikan secara konsisten dimana keaktifan pembuktian sangat

jarang diberikan kepada tergugat.

Page 11: sistem pembuktian ptun

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Subekti, R., Hukum Pembuktian, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1995, cet. XI.

Riawan Tjandra, Teori dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara Edisi Revisi,

Yogyakarta: Cahaya Atma Pusaka, 2011.

Undang- Undang

Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Website

Putusan Nomor : 01/G/2014/PTUN-JKT Direktori Putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id diakses pada 13 Mei 2014 pukul

23.04 WIB