Sistem Pemerintahan Periode 1959

Embed Size (px)

Citation preview

Sistem Pemerintahan Periode 1959-1966 (Demokrasi Terpimpin)- Bentuk Negara : Kesatuan- Bentuk Pemerintahan : Republik- Sistem Pemerintahan : Presidensial- Konstitusi : UUD 1945- Lama periode : 5 Juli 1959 22 Februari 1966- Presiden dan Wapres : Ir. Soekarno dan Mohammad HattaPada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden. Latar belakang dikeluarkannya dekrit ini adalah:1. Kehidupan politik yang lebih sering dikarenakan sering jatuh bangunnya kabinet dan persaingan partai politik yang semakin menajam.2. Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang dasar3. Terjadinya gangguan keamanan berupa pemberontakan bersenjata di daerah-daerahBerikut Isi Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959:1. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.2. Pembubaran Badan Konstitusional3. Membentuk DPR sementara dan DPA sementara

Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin1. Bentuk pemerintahan Presidensial Ir. Soekamo sebagai Presiden dan Perdana menteri dengan kabinetnya dinamakan Kabinet Kerja.2. Pembentukkan MPR sementara dengan penetapan Presiden No. 2 tahun 1959. Keanggotaan MPRS terdiri dari 583 anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan daerah dan 200 wakil-wakil golongan.3. Pembentukkan DPR sementara berdasarkan penetapan Presiden No. 3 tahun 1959 yang diketuai oleh Prcsiden dengan 45 orang anggotanya.4. Pembentukkan Front Nasional melalui penetapan Prcsiden No. 13 tahun 1959. tertanggal 31 Desember 1959. Tujuan Front Nasional adalah: a. Menyelesaikan Revolusi Nasional b. Melaksanakan pembangunan semesta nasional c. Mengembalikan Irian Barat dalam wilayah RI. Front Nasional banyak dimanfaatkan oleh PKI dan simpatisannya sebagai alat untuk mencapai tujuan politiknya.5. Pembentukkan DPRGR Presiden Soekarno pada 5 Maret 1959 melalui penetapan Presiden No. 3 tahun 1959 membubarkan DPR hasil Pemilu sebagai gantinya melalui penetapan Presiden No. 4 tahun I960 Presiden membentuk DPRGR yang keanggotaannya ditunjuk oleh Soekarno.6. Manipol USDEK Manifesto politik Republik Indonesia (Manipol) adalah isi pidato Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959. Atas usul DPA Manipol dijadikan GBHN dengan Ketetapan MPRS No. 1 MPRS/I960, Menurut Presiden Soekano intisari dari Manipol ada lima yaitu : UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia. Disingkat menjadi USADEK. Berkembang pula ajaran Presiden Soekano yang dikenal dengan NASAKOM (Nasionalisme, Agama dan Komunis).7. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 200 dan 201 tahun 1960 Presiden membubarkan Partai Masyumi dan PSI dengan alasan para pemimpin partai tersebut mendukung pemberontakan PRRI/Permesta.

Keadaan Ekonomi Mengalami Krisis, terjadi kegagalan produksi hampir di semua sektor. Pada tahun 1965 inflasi mencapai 65 %, kenaikan harga-harga antara 200-300 %. Hal ini disebabkan oleh

1. penanganan dan penyelesaian masalah ekonomi yang tidak rasional, lebih bersifat politis dan tidak terkontro.2. adanya proyek merealisasikan dan kontroversi.

Pada masa demokrasi terpimpin ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:

1. Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara2. MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup3. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis IndonesiaMasa Pemerintahan Presiden SoekarnoTahun Dibentuk 1959Tahun Demisioner1960Jumlah Pejabat33Susunan PejabatPerdana Menteri : SukarnoMenteri Pertama Djuanda KartawidjajaMenteri Keamanan dan Pertahanan : Abdul Haris NasutionMenteri Keuangan : Djuanda KartawidjajaMenteri Distribusi : J. LeimenaMenteri Pembangunan : Chaerul SalehMenteri Kesejahteraan Rakyat : Muljadi DjojomartonoMenteri Luar Negeri : SoebandrioMenteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah : Ipik GandamanaMenteri Muda Penerangan : MaladiMenteri Muda Kehakiman : SahardjoMenteri Muda Kepolisian : Said Sukanto TjokroatmodjoMenteri Muda Veteran : Sambas AtmadinataMenteri Muda Keuangan : NotohamiprodjoMenteri Muda Pertanian :Azis SalehMenteri Muda Perburuhan : Ahem ErningpradjaMenteri Muda Perhubungan Laut : Abdulmutalib DanuningratMenteri Muda Perhubungan Darat dan Pos, Telegraf dan Telepon : DjatikusumoMenteri Muda Perhubungan Udara :R. IskanderMenteri Muda Transmigarasi/Koperasi Pembangunan Masyarakat Desa : AchmadiMenteri Muda Agama : Wahid WahabMenteri Perindustrian Dasar dan Pertambangan : Chaerul SalehMenteri Sosial : Muljadi DjojomartonoKeterangan LainKabinet Kerja I bertugas pada periode 10 Juli 1959 - 18 Februari 1960

Periode Berlakunya Kembali UUD 1945a.Periode Orde Lama (5 Juli 1959 11 Maret 1966)Para pembentuk UUDS 1950 sejak semula menyebutkan bahwa UUD tersebut masih bersifat sementara. Hal ini ditegaskan dalam pasal 134 yang berbunyi : Konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar) bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini.Mengingat UUDS 1950 masih bersifat sementara, maka harus ada UUD yang tetap yang akan ditetapkan oleh Konstituate bersama-sama dengan pemerintah.Berdasarkan UUDS 1950, pembentukan anggota-anggota Konstituate harus diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum untuk anggota Konstituante tersebut, baru dapat diselenggarakan pada bulan Desember 1955. Pada 10 November 1956, sidang pertama konstituante dibuka di Bandung oleh Presiden Soekarno. Pada saat itu Presiden Soekarno untuk kali pertama memperkenalkan istilah Demokrasi Terpimpin.Rakyat dan pemerintah sangat berharap Konstituante dapat membentuk UUD baru dengan segera. Dengan munculnya UUD baru diharapkan dapat mengubah tatanan kehidupan politik yang dinilai kurang baik.Lebih dari dua tahun bersidang, Konstituante belum berhasil merumuskan rancangan UUD baru. Ketika, itu perbedaan pendapat yang telah menjadi perdebatan didalam gedung Konstituante mengenai dasar negara telah menjalar keluar gedung Konstituante, sehingga diperkirakan akan menimbulkan ketegangan politik dan fisik di kalangan masyarakat.Perdebatan-perdebatan dikalangan anggota Konstituate tentang dasar negara sulit untuk diselesaikan. Sehubungan dengan itu, pada bulan Maret 1959 pemerintah memberikan keterangan dalam sidang pleno DPR mengenai Demokrasi Terpimpin dalam rangka kembali kepada UUD 1945. Perdana Menteri Djuanda menegaskan bahwa usaha untuk kembali kepada UUD 1945 itu harus dilakukan secara konstituante untuk menetapkan UUD 1945 sebagai UUD Negara Republik Indonesia.Mengingat suhu politik yang semakin memanas, pada 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat kepada Konstituante. Amanat tersebut memuat anjuran kepala negara dan pemerintah untuk kembali ke UUD 1945. Disamping itu, menegaskan pula pokok-pokok Demokrasi Terpimpin, yaitu sebagai berikut.1)Demokrasi Terpimpin bukanlah diktator, berlainan dengan Demokrasi Sentralisme dan berbeda pula dengan Demokrasi Liberal yang dipraktikkan selama ini.2)Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan kepribadian dan dasar hidup bangsa Indonesia.3)Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi di segala soal kenegaraan dan kemasyarakatan yang meliputi bidang-bidang politik dan sosial.4)Inti dari pimpinan dalam Demokrasi Terpimpin adalah pemusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, bukan oleh penyiasatan dan perdebatan yang diakhiri dengan pengaduan kekuatan dan perhitungan suara pro dan kontra.5)Oposisi dalam arti melahirkan pendapat yang sehat dan yang membangun diharuskan dalam alam Demokrasi Terpimpin.6)Demokrasi Terpimpin merupakan alat, bukan tujuan.7)Tujuan melaksanakan Demokrasi Terpimpin ialah mencapai sesuatu masyarakat yang adil dan makmur, yang penuh dengan kebahagiaan materil dan spiritual, sesuai dengan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945.8)Sebagai alat, Demokrasi Terpimpin mengenal juga kebebasan berpikir dan berbicara, tetapi dalam batas-batas tertentu.

Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para anggota Konstituate, namun dengan pandangan yang berbeda. Pertama, menerima saran untuk kembali kepada UUD 1945 secara utuh. Kedua, menerima untuk kembali kepada UUD 1945 tetapi dengan amandemen, yaitu sila ke satu Pancasila seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 harus diubah dengan sila ke satu Pancasila seperti tercantum dalam Piagam Jakarta. Adapun prosedur untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana diputuskan oleh Kabinet Karya adalah sebagai berikut :1)Setelah terdapat kata sepakatantara Presdiden dan Dewan Menteri maka pemerintah minta supaya diadakan sidang pleno Konstituante.2)Atas nama pemerintah, disampaikan oleh presiden amanat berdasarkan pasal 134 Undang-Undang Dasar Sementara 1950 kepada Konstituante yang berisi anjuran supaya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 ditetapkan.3)Jika anjuran itu diterima oleh Konstutuante, pemerintah atas ketentuan pasal 137 Undang-Undang Dasar Sementara 1950 mengumumkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 itu dengan keluhuran. Pengumuman dengan keluhuran itu dilakukan dengan suatu piagam yang ditanda tangani dalam suatu sidang pleno Konstituante di Bandung oleh presiden, para menteri, dan para anggota Konstituante, yang antara lain memuat Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945.Setelah melalui berbagai macam usaha, Konstituante tidak dapat mengambil keputusan untuk menerima anjuran tersebut. Hal ini sah-sah saja mengingat kewenangan untuk mempersiapkan dan membentuk undang-undang dasar ada di tangan Konstituante, sedangkan pemerintah yang melandaskan pada pasal 137 hanya berwenang mengesahkan dan mengumumkan.Langkah yang dilakukan oleh pemerintah bisa dianggap sebagai bentuk intervensi kewenangan dalam membentuk UUD. Berdasarkan kondisi itulah maka presiden mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959 yang pada intinya menegaskan untuk kembali kepada UUD 1945 dan membubarkan Konstituante.Dengan Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan mengingat lembaga-lembaga negara belum lengkap maka dilakukan beberapa langkah sebagai berikut.1)Pembaruan susunan Dewan Perwakilan Rakyat melalui Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1960.2)Penyusunan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dengan Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1960. Dalam Pasal ditentukan bahwa anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat diberhentikan dengan Hormat dari jabatannya terhitung mulai tanggal pelantikan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong oleh presiden.3)Untuk melaksanakan Dekrit Presiden, Presiden mengeluarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.4)Penyusunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dengan Penetapan Presiden No. 12 Tahun 1960.5)Dikeluarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959 tentang Dewan Pertimbangan Agung Sementara.Ditinjau dari aspek konstitusional, langkah-langkah penyusunan DPRGR dan MPRS yang dilakukan dengan Penetapan Presiden jelas menyimpang dari UUD 1945 yang berlaku berdasarkan Dekrit Presiden. Apalagi langkah seperti ini terlebih dahulu diawali dengan pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilihan umum berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953. Lain daripada itu, dalam sistematika UUD 1945 produk hukum (perundang-undangan) yang berbentuk Penetapan Presiden sama sekali tidak dikenal. Oleh sebab itu langkah-langkah yang diambil oleh presiden dalam rangka melaksanakan Demokrasi Terpimpin dan kembali ke UUD 1945 justru merupakan langkah-langkah yang menyalahi konstitusi. Bahkan dalam melakukan langkah-langkah ini presiden melandaskan pada pasal IV aturan Peralihan UUUD 1945, juga masih belum dapat dikategorikan bersifat konstitusional, sebab Dewan Perwakilan Rakyat sudah terbentuk melalui Pemilu tahun 1955.Dengan demikian sejak berlakunya kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UUD 1945 belum dapat dilaksanakan secara murni dan konsekuen.Banyak penyimpangan yang telah terjadi antara lain sebagai berikut.1)Lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, DPA belum dibentuk berdasarkan undang-undang. Lembaga-lembaga negara ini masih bersifat sementara2)Pengangkatan presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup melalui ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963. Ketetapan ini melanggar ketentuan pasal 7 UUD 1945 yang tegas-tegasnya menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.Sejarah Indonesia mencatat bahwa penyimpangan-penyimpangan konstitutional ini mencapai puncaknya dibidang politik dan peristiwa gerakan 30 September 1965. Peristiwa ini masih menjadi perdebatan sampai saat ini. Sejarah mengenai peristiwa gerajan 30 September 1965 masih menyimpan berbagai misteri. Banyak ahli sejarah dan bahkan pelaku sejarah yang mencoba melakukan penelusuran kembali, akan tetapi sayang banyak dokumen yang hilang.Terlepas dari kebenaran dari masing-masing versi tersebut, yang jelas peristiwa 30 September 1965 telah menimbulkan kekacauan sosial budaya dan instabilitas pemerintahan serta meninggalkan sejarah hitam dalam peta politik dan hukum ketatanegaraan Indonesia. Puncak dari peristiwa seperti ini adalah jatuhnya legitimasi presiden Soekarno dalam memegang tampuk kekuasaan negara. Letimasi itu semakin terpuruk dengan dikeluarkannya surat perintah 11 maret 1966 (Supesemar) yang pada hakikatnya merupakan perintah dan presiden kepada Letnan Jendral Soeharto untuk mengambil segala tindakan dalam menjamin keamanan dan ketentraman serta stabilitas jalannya pemerintahan. Keberadaan supersemar itu sendiri sampai sekarang masih misterius. Bahkan, penerbitan surat perintah seperti ini juga masih memunculkan berbagai kontroversi. Kemudian dengan ketetapan MPRS No. IX MPRS 1966, Surat Perintah 11 Maret 1966 dikukuhkan dengan masa berlaku sampai terbentuknya MPR RI hasil pemilihan umum yang akan datang.Oleh karena pemilihan umum yang sedianya akan diselenggarakan pada 5 Juli 1968 tertunda sampai 5 Juli 1971 dan mengingat telah dikeluarkannya ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara Dari Tangan Presiden Soekarno. Demi terciptanya kepimpinan nasional yang kuat dan terselenggaranya kestabilan politik, ekonomi dan hankam dikeluarkanlah Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang pengangkatan pengemban ketetapan majelis permusyawaratan rakyat sementara No. IX/MPRS/1966 sebagai presiden republik Indonesia, yang antara lain menyatakan : Mengangkat jenderal Soeharto sebagai presiden republik Indonesia sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umumPenyimpangan Konstitusi Pada Periode 5 Juli 1959 s/d 1998Dalam keadaan yang menurut pandangan Kepala Negara (presiden) menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan negara, nusa, dan bangsa. Maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Tindakan Presiden mengeluarkan Dekrit tersebut dibenarkan berdasarkan hukum darurat negara (staatsnoodrecht).Berdasarkan alasan yang kuat seperti dikemukan di atas, dan dengan dukungan dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, dikeluarkanlah Dekrit oleh Presiden pada tanggal 5 Juii 1959 tentang kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945.Diktum Dekrit Presiden itu adalah:1. Menetapkan pembubaran Konstituante;2. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulaihari tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi UndangUndang Dasar Sementara 1950;3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta Dewan Pertimbangan Agurtg Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.Dekrit itu dibacakan-secara lisan oleh Presiden di Istana Merdeka pada tanggal 5 Juli 1959, hari Minggu pukul 17 .00 waktu Jawa. Dekrit itu kemudian diumumkan dengan Keputusan Presiden No.150 tahun 1959 yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No.75 tahun 1959. Pada Lembaran Negara itu dilampirkan satu naskah Undang-Undang Dasar 1945.Meskipun esensinya sama, namun lampiran pada Lembaran Negara No.75 tahun 1959 itu tidak seluruhnya sama bunyinya dengan naskah Undang- Undang Dasar 1945 yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang dimual dalam aerita Republik Indonesia Tahun II No.7 tanggal 15 Pebruari 1946. Karena salah satu diktum Dekrit jelas menyatakan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia" maka yang dimaksud adalah naskah Undang-Undang Dasar yang ditetapkan oleh PPKI dan dimuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7. Adapun naskah sebagai lampiran Keeputusan Presiden No.150 tahun 1959 yang dimuat dalam lembaran Negara No. 75 tahun 1959 itu pada hakikatnya berfungsi sebagai kelengkapan dalam mengumumkan secara tertulis Dekrit Presiden itu.Sejak 5 Juli 1959 Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Sejak itu telah cukup banyak pengalaman yang kita peroleh dalam melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945. Apabila diadakan perbandingan mengenai pelaksanaan Undang- Undang Dasar 1945 untuk kurun waktu antara 1959 - 1965 (Orde Lama) dan kurun waktu 1966 (Orde Baru) dan hingga kini (Orde reformasi), maka jelas terlihat serta dirasakan kemajuan yang telah dicapai dalam pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Dalam Orde Lama, lembaga-Iembaga negara seperti MPR, DPR, DPA, dan BPK belum dibentuk berdasarkan undang-undang seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar 1945; lembaga-Lembaga negara tersebut masih dalam bentuk sementara. Belum lagi jika kita mengupas tentang berfungsinya lembaga-lembaga negara tersebut telah sesuai atau tidak dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 .Beberapa penyimpangan konstitusi sejak tahun 1959 (orde lama) sampai dengan lahirnya Orde Baru antara lain:1. Pada masa Orde Lama itu Presiden, selaku pemegang kekuasaan eksekutif, dan pemegang kekuasaan legislatif -- bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat -- telah menggunakan kekuasaannya dengan tjdak semestinya. Presiden telah mengeluarkan produk legislatif yang pada hakikatnya adalah Undang-undang (sehingga sesuai UUD 1945 harus dengan persetujuan DPR) dalam bentuk penetapan Presiden, tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.2. MPRS, dengan Ketetapan No.I/MPRS/1960 telah mengambil putusan menetapkan pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang beIjudul "Penemuan Kembali Revolusi Kita" yang lebih dikenal denganManifesto Politik RepublikIndonesia(Manipol) sebagai GBHN bersifat tetap, yang jelas bertentangan dengan ketentuan UUD 1945.3. MPRS telah mengambil putusan untuk mengangkat Ir. Soekamo sebagai Presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, yang menetapkan masa jabatan Presiden,limatahun.4. Hak budget DPR tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 Pemerintah tidak mengajukan Rancangan Undang-undang APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum berlakunya .tahun anggaran yang bersangkutan. Dalam tahun 1960, karena.DPR tidak dapat menyetujui Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukanoleh Pemerintah, maka Presiden waktu itu membubarkan DPR basil Pemilihan Umum 1955 dan membentuk DPR Gotong Royong, disingkat DPR-GR.5. Pimpinan lembaga-lembaga negara dijadikan menteri-menteri negara sedangkan Presiden sendiri menjadi ketua DPA, yang semuanya tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.Inilah beberapa contoh kasus penyimpangan konstitusional yang serius terhadap pelaksanaan Undang-Dasar 1945 . Penyimpangan ini jelas bukan saja telah mengakibatkan tidak berjalannya sistem yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, melainkan juga telah mengakibatkan memburuknya keadaan politik dan keamaan serta terjadinya kemerosotan di bidang ekonomi yang mencapai puncaknya dengan pemberontakan G-30-S. PKI. Pemberontakan G-30-S PKI yang dapat digagalkan berkat kewaspadaan dan kesigapan ABRI dengan dukungan kekuatan rakyat telah mendorong lahimya Orde Baru yang bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara mumi dan konsekuen.

5)Penyimpangan Konstitusi Pada Periode 5 Juli 1959 s/d 1998Orde Baru yang lahir dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara mumi dan konsekuen; ternyata tidak mampu melakukannya. Bahkan pada masa Orde Baru ini telah pula terjadi penyimpangan konstitusional, diantaranya:1)Pembatasan hak-hak politik rakyat Sejak tahun 1973 jumlah parpol di Indonesia dibatasi hanya 3 buah saja (PPP, Golkar, dan PDI). Pertemuan-pertemuan politik harus mendapat ijin penguasa. Pers dinyatakan bebas, tetapi pemerintah dapat membreidel penerbitan pers (Tempo, Editor, Sinar Harapan dan lain-lain). Para pengkritik pemerintah dikucilkan secara politik, atau bahkan diculik. Pegawai Negeri dan ABRI diharuskan mendukung partai penguasa, Golkar. Hal-hal tersebut di atas bertentangan dengan UUD 1945 terutama dalam kaitannya dengan pasal-pasal yang berkenaan dengan Hak-hak Asasi Manusia2)Pemusatan kekuasaan di tangan presidenWalaupun secara formal lembaga negara (MPR, DPR, MA, dan lain-lain) mempunyai fungsi yang semestinya, namun dalam praktek melalui mekanisme politik tertentu Presiden dapat mengendalikan berbagai lembaga negara di luar dirinya.

Era Demokrasi Terpimpin

NoNama KabinetAwal masa kerjaAkhir masa kerjaPimpinan KabinetJabatanJumlah personel

18Kerja I10 Juli195918 Februari1960Ir. SoekarnoPresiden/Perdana Menteri33 orang

19Kerja II18 Februari19606 Maret1962Ir. SoekarnoPresiden/Perdana Menteri40 orang

20Kerja III6 Maret196213 November1963Ir. SoekarnoPresiden/Perdana Menteri60 orang

21Kerja IV13 November196327 Agustus1964Ir. SoekarnoPresiden/Perdana Menteri66 orang

22Dwikora I27 Agustus196422 Februari1966Ir. SoekarnoPresiden/Perdana Menteri110 orang

23Dwikora II24 Februari196628 Maret1966Ir. SoekarnoPresiden/Perdana Menteri132 orang

24Dwikora III28 Maret196625 Juli1966Ir. SoekarnoPresiden/Perdana Menteri79 orang

25Ampera I25 Juli196617 Oktober1967Jend. SoehartoKetua Presidium31 orang

26Ampera II17 Oktober19676 Juni1968Jend. SoehartoPjsPresiden24 orang

UUD 1945 Periode 5 Juli 1959 19 Oktober 1999Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959- 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan periode Orde Baru (1966-1999).Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.Selain itu muncul pertentangan politik dan kon- flik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan? Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya control DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat danluwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.