Upload
muhammad-nurzakky
View
273
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS
TUGAS UROLOGI
Oleh:
Rheza Setiawan B G99121037
Pembimbing:
Dr. Setya Anton, SpU
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R A K A R T A
2012
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI CLOSE SISTOSTOMI
Sistostomi trokar/tertutup :
Indikasi :
-Kateterisasi gagal : striktur, batu uretra yg menancap
-Kateterisasi tidak dibenarkan : trauma uretra
Kontraindikasi Sistostomi Trokar :
- tumor buli-buli
- hematuria yang belum jelas penyebabnya
- riwayat pernah menjalani operasi daerah abdomen / pelvis
- buli-buli yang ukurannya kecil (contracted bladder)
- pasien yang mempergunakan alat prostesis pada abdomen sebelah bawah.
Syarat :
-Retensi urin dan buli-buli penuh (fundus lebih tinggi pertengahan jarak antara simpisis dan
pusat).
- Ukuran Folley lebih kecil dari celah trokar (20 F)
- Cikatrik abd. bawah (-)
JENIS-JENIS OPEN PROSTATEKTOMI
a. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Dokter bedah membuat insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk
kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang hilang lebih dapat di
kontrol baik dan letak bedah lebih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruangan
retropubis.
Keuntungan :
- Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
- Mortaliti rate rendah
- Langsung melihat fossa prostat
- Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
- Perdarahan lebih mudah dirawat
- Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila membuka vesika
Kerugian :
- Dapat memotong pleksus santorini
- Mudah berdarah
- Dapat terjadi osteitis pubis
- Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
- Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesika
Komplikasi :
- Perdarahan
- Infeksi
- Osteitis pubis
- Trombosis
b. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Suatu insisidi buat
kedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan demikian dapat
digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan beberapa komplikasi terjadi, meskipun
kehilangan darah mungkin lebih banyak dibanding dengan metode lainya.
Keuntungan :
- Baik untuk kelenjar besar
- Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
- Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit :
1. Batu buli
2. Batu ureter distal
3. Divertikel
4. Uretrokel
5. Adanya sistsostomi
6. Retropubik sulit karena kelainan os pubis
- Kerusakan spingter eksterna minimal
Kerugian :
- Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh
- Sulit pada orang gemuk
- Sulit untuk kontrol perdarahan
- Merusak mukosa kulit
- Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
- Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neck stenosis 4%)
- Inkontinensia (<1%)
- Perdarahan
- Epididimo orchitis
- Recurent (10 – 20%)
- Carcinoma
- Ejakulasi retrograde
- Impotensi
- Fimosis
- Deep venous thrombosis
c. Transperineal
Keuntungan :
- Dapat langssung pada fossa prostat
- Pembuluh darah tampak lebih jelas
- Mudah untuk pinggul sempit
- Langsung biopsi untuk karsinoma
Kerugian :
- Impotensi
- Inkontinensia
- Bisa terkena rektum
- Perdarahan hebat
- Merusak diagframa urogenital
2. Prostatektomi Endourologi
a. Trans urethral resection (TUR)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya
terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode
ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian
kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan
tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk
membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif
dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR. Suatu penelitian menyebutkan bahwa hasil
obyektif TUR meningkat dari 72% menjadi 88% dengan mengikutsertakan evaluasi urodinamik
pada penilaian pra-bedah dari 152 pasien. Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar
8%. .
Keuntungan :
- Luka incisi tidak ada
- Lama perawatan lebih pendek
- Morbiditas dan mortalitas rendah
- Prostat fibrous mudah diangkat
- Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
- Tehnik sulit
- Resiko merusak uretra
- Intoksikasi cairan
- Trauma spingter eksterna dan trigonum
- Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
- Alat mahal
- Ketrampilan khusus
b. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran prostatnya
mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada pasien yang
umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau
bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik yaitu
dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat pemotong
yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke
verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat. Kelebihan dari metode ini
adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan
dengan cara TUR.
c. Pembedahan dengan laser (Laser prostatectomy)
Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat prostat yang
membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan TUMT dan TURF
belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan operasi maka dicoba cara operasi yang dapat
dilakukan hampir tanpa perdarahan.
Penggunaan laser untuk operasi prostat pertamakali diusulkan oleh Sander (1984). Untuk
mengobati ca prostat yang masih lokal dengan memakai Nd YAG (Neodymium, Yttrium
Aluminium Garnet). YAG laser ini mempunyai panjang gelombang yang cocok untuk
pengobatan prostat oleh karena mempunyai daya penetrasi yang cukup dalam. Mula-mula laser
untuk prostat ini hanya dipakai untuk pengobatan tambahan setelah TUR P pada ca prostat, yang
biasanya diberikan 3 minggu setelah TUR P Kemudian Shenberg mengajukan pemakaian Nd
YAG ini untuk melaser prostat pada penderita yang tidak dapat mentoleransi perdarahan apabila
dilakukan TUR. Roth dan Aretz (1991) menjadi pelopor penggunaan laser Transuretral
Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP), yang dibimbing dengan pemakaian
USG untuk dapat menembak prostat yang disempurnakan dengan menggunakan alat pembelok
(deflektor) sinar laser dengan sudut 90 derajat sehingga sinar laser dapat diarahkan ke arah
kelenjar prostat yang membesar.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk masing-masing
lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu ablasi akan ditemukan pop
corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi ablasi pada permukaan prostat, sehingga
uretra pars prostatika akan segera akan menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti
efek ablasi ikutan yang kan menyebabkan “laser nekrosis” lebih dalam setelah 4-24 minggu
sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang terjadi
sehabis TUR.
Keuntungan bedah laser ialah :
Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi akibat bekuan .......darah
dan tidak memerlukan transfusi
Teknik lebih sederhana
Waktu operasi lebih cepat
Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat
Tidak memerlukan terapi antikoagulan
Resiko impotensi tidak ada
Resiko ejakulasi retrograd minimal
Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional)
INDIKASI UNTUK MELAKUKAN OPERASI PADA BPH
Indikasi operasi absolut meliputi retensi urin refrakter, infeksi saluran kemihberulang,
gross hematuria berulang, batu buli, dan insufisiensi ginjal akibat BPH, atau adanya divertikula
kandung kemih yang cukup besar (McConnell et al. 1994)
TORSIO TESTIS NEONATUS dan TORSIO TESTIS
Torsio testis Neonatal, didefinisikan sebagai torsi yang terjadi dalam 30 hari pertama
kehidupan, adalah kejadian langka. Ini adalah proses yang melibatkan extravaginal memutar dari
korda spermatika, sehingga kompromi terhadap testis, sebagai korda spermatika mengandung
pembuluh darah ke testis dan vas deferens. Dalam torsi neonatal, tunika vaginalis tidak baik tetap
ke dinding skrotum, dan torsi yang melibatkan seluruh testis, termasuk investasi tunika vaginalis.
Torsi Neonatal adalah entitas yang berbeda dari torsi testis pada pasien yang lebih tua, yang
biasanya disebabkan oleh torsi intravaginal ketika testis berputar dalam tunika vaginalisnya.
Kedua extravaginal dan intravaginal torsi testis pada hasil kompromi vaskuler ke testis. Jika
aliran darah tidak dikembalikan secara tepat waktu, iskemia testis, infark, dan atrofi berikutnya
akan terjadi.
Torsio testis pada remaja dan dewasa, torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis
dan disebabkan oleh karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum.
Secara normal, fiksasi posterior dari epididymis dan investment yang tidak komplet dari
epididymis dan testis posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari
scrotum. Kegagalan fiksasi yang tepat dari tunika ini menimbulkan deformitas, dan keadaan ini
menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih
sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.
Torsio ekstravagina terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical
sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap
dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum.
KOMPLIKASI TORSIO TERSTIS
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk
mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya iskemia, oleh
karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk pemeriksaan pencitraan,
laboratorium, atau prosedur diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan.
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :
1. Untuk memastikan diagnosis torsio testis
2. Melakukan detorsi testis yang torsio
3. Memeriksa apakah testis masih viable
4. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih viable
5. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh kecilnya
kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian ahli
masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi dengan alasan
medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk membuktikan diagnosis, untuk menyelamatkan
testis (jika masih mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi pada testis kontralateral. (5)
Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini dilakukan
karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu
Jika testis masih viable, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos
kemudian disusul pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan menggunakan benang
yang tidak diserap pada tiga tempat untuk mencegah agar testis tidak terpuntir kembali.
Sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis, dilakukan pengangkatan testis
(orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi kontralateral. Testis yang telah mengalami
nekrosis jika tetap berada di scrotum dapat merangsang terbentuknya antibodi antisperma
sehingga mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari.
KATETER FOLEY
Saat ini ukuran kateter yang biasanya dipergunakan adalah ukuran dengan kalibrasi French
( FR ) atau disebut juga Charriere ( CH ). Ukuran tersebut didasarkan atas ukuran diameter
lingkaran kateter tersebut misalkan 18 FR atau CH 18 mempunyai diameter 6 mm dengan
patokan setiap ukuran 1 FR = CH 1 berdiameter 0,33 mm. Diameter yang diukur adalah diameter
pemukaan luar kateter. Besar kecilnya diameter kateter yang digunakan ditentukan oleh tujuan
pemasangan kateter urine tersebut untuk klien dewasa,ukuran kateter urine yang biasa digunakan
adalah 16-19 FR. Hal ini disebabkan karena diameter uretra 8mm, sehingga demi kenyamanan
pasien maka dipasanglah yang sesuai dengan ukuran masing-masing orang.
Indikasi
1. Kateter sementara.
a. Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi vesika urinaria.
b. Pengambilan urine residu setelah pengosongan urinaria.
2. Kateter tetap jangka pendek.
a. Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat)
b. Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan, seperti vesika urinaria,
urethra dan organ sekitarnya.
c. Preventif pada obstruksi urethra dari pendarahan.
d. Untuk memantau output urine.
e. Irigasi vesika urinaria.
3. Kateter tetap jangka panjang.
a. Retensi urine pada penyembuhan penyakit ISK/UTI.
b. Skin rash, ulcer dan luka yang iritatif apabila kontak dengan urine.
c. Klien dengan penyakit terminal.
Kontra Indikasi
Hematoria (keluarnya darah dari uretra)
INDIKASI PEMASANGAN CLEAN INTERMITTENT CATHETERIZATION (CIC)
Clean intermittent catheterization (CIC) sebagai agen antikolinergik yang harus dimulai
di awal pengobatan anak-anak myelomeningocele dengan detrusor hyperreflexia untuk
memblokir sebagian persarafan aferen parasimpatis dari detrusor dan untuk pengosongan
kandung kemih.
Indikasi:
kebocoran-titik tekanan lebih dari 40 cm H2
setelah obat oral antikolinergik klorida oxybutynin (Ditropan) 0,3 mg / kg berat badan dua kali
sehari klorida atau tolterodine (Detrusitol) 0,1 mg / kg bb dua kali sehari atau intravesical
berikutnya dari oxybutynin (Systral) 0,3 mg / kg bb setiap hari dengan dosis meningkatnya
sampai dengan 0,9 mg / kg bb setiap hari.
teknik
▬ Isi kandung kemih hingga setengah dari usia kapasitas.
▬ delute 100 U racun dalam 10 cc normal saline.
▬ Gunakan 3,7 Fr 25-cm panjang politetrafluoroetilena yang dilapisi jarum suntik (Wiliams
jarum, Cook Urological).
▬ Injeksikan 10 U botulinum toksin-A (BTX-A) cystoscopically ke detrusor pada setiap dari 25-
30 tempat di seluruh kandung kemih, secara acak.
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidayat, R., Jong, WD., 1997, Buku ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, EGC, Jakarta
Mansjoer., Suprohaita., Wardani, WI., Setiowulan, W., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, edisi
III jilid 2, Universitas Indonesia, Jakarta
Schwatz, SI, MD., 2002, Intisari Prinsip – prinsip Ilmu Bedah, edisi VI, EGC, Jakarta
Ponco Birowo, Djiko Raharjo., 2005, Pembesaran Prostat Jinak, Subbagian Urologi, Bagian
Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusuma, Jakarta
Sabiston, David C., JR., M.D. Buku Ajar Ilmu Bedah (Essenstials of Surgery) Bagian 1. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Cetakan II: 1995.
Purnomo, B. (2003). Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV Sagung Seto.
McConnell. Guidelines for diagnosis and management of BPH.http://www.urohealth.org/bph/specialist/future/chp43.asp