78
LAPORAN TUTORIAL RESPIRATORY & SENSORY DISEASE Oleh : KELOMPOK TUTORIAL 8 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER

Skenario 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skenario 2

Citation preview

Page 1: Skenario 2

LAPORAN TUTORIAL

RESPIRATORY & SENSORY DISEASE

Oleh :

KELOMPOK TUTORIAL 8

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2009

Page 2: Skenario 2

ANGGOTA KELOMPOK TUTORIAL 8:

1.Andy Surya Sastra (08-017)

2. Muhammad Nizar (08-024)

3. Lila Cita Pratiwi (08-025)

4. Rahmaniar Dwiya (08-051)

5. Riska Arizona (08-059)

6. Desy Khasanah P (08-084)

7. Amalia Damayanti (08-085)

8. Eka Irena Akbar (08-088)

9. Chandra Ronika (08-096)

10. Riezky D Wahyudi (08-102)

11. Lussie Novita (08-105)

12. Yulia Lestari (08-111)

13. Kiki Adrianto (08-113)

TUTOR

KELOMPOK TUTORIAL 8

Drg. Iin Erliana, M.Kes.

Page 3: Skenario 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas rahmat, taufik serta

hidayahnya sehingga penyusunan laporan tutorial “Respiratory & Sensory

Disease’’ dapat terselesaikan dengan baik. Laporan tutorial ini merupakan tugas

yang diberikan pada Blok Systemic Disease sebagai syarat untuk memenuhi tugas

dari dosen yang bersangkutan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.drg. Iin Erliana, M.Kes. selaku tutor atas masukan dan bimbingan yang

telah diberikan pada penulis selama ini.

2. Para dosen pemateri Blok Systemic Disease yang telah memberikan

ilmu.

3. Teman-teman kelompok tutorial 8 dan semua pihak yang telah

membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan tutorial ini masih

jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, Kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat diperlukan dalam penyusunan yang akan datang.

Harapan penulis semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.

Jember ,Desember 2009

Penulis

Page 4: Skenario 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seorang penderita tukang becak, 35 tahun datang ke Rumah Sakit Paru Jember

dengan keluhan batuk, disertai sesak napas dan nyeri dada. Penderita juga

mengeluh sering pilek dan setiap batuk kadang disertai dahak berdarah. Pada

pemeriksaan fisik penderita tampak kurus, sekret yang dikeluarkan tidak berbau.

Adanya nyeri dada dokter mencurigai akut bacterial pneumonia. Pada foto rontgen

thorax tampak radiolusen yang meluas pada paru kiri.

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan macam-macam, etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan

klinis, pemeriksaan laboratorium dari :

• TBC

• sinusitis

• chronic obstructive pulmonary disease

• acute bacterial pneumonia

• sensory disease = bechet disease

2. Apa perbedaan pneumonia dan TBC?

Page 5: Skenario 2

1.3 Tujuan

1. Mengetahui macam-macam, etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan

klinis, pemeriksaan laboratorium dari :

• TBC

• sinusitis

• chronic obstructive pulmonary disease

• acute bacterial pneumonia

• sensory disease = bechet disease

2. Mengetahui perbedaan pneumonia dan TBC

3. Mengetahui penatalaksanaannya dibidang kedokteran gigi

Page 6: Skenario 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum saluran udara pernapasan adalah sebagai berikut : dari nares anterior

menuju ke cavitas nasalis, choanae, nasopharynx, larynx, trachea, bronchus

primarius, bronchus secundus, bronchus tertius, bronchiolus, bronchiolus

terminalis, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, atrium alveolaris, sacculus

alveolaris, kemudian berakhir pada alveolus tempat terjadinya pertukaran udara

(Budiyanto, dkk, 2005).Respirasi terdiri dari dua mekanisme, yaitu inspirasi dan

ekspirasi. Pada saat inspirasi costa tertarik ke kranial dengan sumbu di articulatio

costovertebrale, diafragma kontraksi turun ke caudal, sehingga rongga thorax

membesar, dan udara masuk karena tekanan dalam rongga thorax yang membesar

menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar. Sedangkan ekspirasi adalah

kebalikan dari inspirasi (Ganong, 1999; Guyton, 1998).

Respirasi melibatkan otot-otot regular dan otot bantu. Otot reguler bekerja dalam

pernapasan normal, sedang otot bantu atau auxiliar bekerja saat pernapasan sesak.

Otot reguler inspirasi : m. Intercostalis externus, m. Levator costae, m. Serratus

posterior superior, dan m. Intercartilagineus. Otot auxiliar inspirasi : m. Scaleni,

m. Sternocleidomastoideus, m. Pectoralis mayor et minor, m. Latissimus dorsi, m.

Serrarus anterior. Otot reguler ekspirasi : m. Intercostalis internus, m. Subcostalis,

m. Tranversus thorachis, m. Serratus posterior inferior. Otot auxiliar ekspirasi : m.

Obliquus externus et internus abdominis, m. Tranversus abdominis, m. Rectus

abdominis (Syaifulloh, dkk, 2008).

Secara histologis, saluran napas tersusun dari epitel, sel goblet, kelanjar, kartilago,

otot polos, dan elastin. Epitel dari fossa nasalis sampai bronchus adalah bertingkat

toraks bersilia, sedang setelahnya adalah selapis kubis bersilia. Sel goblet banyak

terdapat di fossa nasalis sampai bronchus besar, sedang setelahnya sedikit sampai

tidak ada. Kartilago pada trakea berbentuk tapal kuda, pada bronkiolus tidak

ditemukan dan banyak terdapat elastin (Carlos Junqueira, dkk, 1998).

Page 7: Skenario 2

TUBERCULOSIS

Definisi dan Etiologi

Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk

batang, tahan asam dalam pewarnaan, disebut sebagai basil tahan asam (BTA).

Kuman ini mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup di

tempat gelap dan lembab. Cara penularannya melalui droplet (percikan dahak).

Kuman dapat menyebar secara langsung ke jaringan sekitar, pembuluh limfe, dan

pembuluh darah (Anonim, 2008; Tim Field Lab, 2008).

Klasifikasi

1. Infeksi primer. Infeksi yang pertama kali terjadi pada tubuh yang belum

memiliki reaksi spesifik terhadap basil TB tersebut.

2. Infeksi post primer. Infeksi yang terjadi setelah infeksi primer, biasanya setelah

beberapa bulan atau tahun. Infeksi ini muncul kembali saat daya tahan tubuh

menurun, misalnya status gizi buruk, infeksi HIV, dan lain-lain (Amin, 1989;

Reviono, 2008).

Gambaran Klinik

Gejala respiratorik berupa batuk lebih dari 3 minggu, hemoptisis, sesak napas,

nyeri dada. Gejala sistemik berupa badan lemah, nafsu makan turun, berat badan

(BB) turun, malaise, keringat malam (Chandrasoma, 2006).

Diagnosis

1. Anamnesis, yaitu mengenai gejala, riwayat penyakit, riwayat paparan/ kontak

dengan penderita TB.

2. Pemeriksaan makroskopis bakteri : cara SPS, metode pengecatan Ziehl Nellson,

pembacaan skala IUATLD, skala Bronkhorst.

Page 8: Skenario 2

3. Radiologis. Lesi multiform aktif : infiltrat, konsolidasi, noduler, milier, cavitas,

efusi. Lesi inaktif : fibrotik, kalsifikasi, schwarte. Digunakan untuk membedakan

lesi minimal dan lesi luas.

4. Uji tuberkulin. Berdasar reaksi hipersensitifitas tipe 4, dimana basil TB

memproduksi tuberculoprotein yang akan merangsang munculnya reaksi tersebut.

5. Pemeriksaan darah dipakai untuk mengetahui aktivitas penyakit (Reviono,

2008).

PNEUMONIA

Definisi dan Etiologi

Peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme selain Mycobakterium

tuberculosis, yaitu bakteri, virus, jamur, parasit. Berdasar sumber kumannya :

pneumonia komuniti yang didapat di masyarakat, pneumonia nosokomial didapat

di rumah sakit, pneumonia aspirasi, dan pneumonia imunocompromised. Berdasar

penyebabnya : pneumonia bakterial/tipikal (staphylococus, streptococcus,

hemofilus influenza, klebsiella, pseudomonas), pneumonia atipikal (mycoplasma,

legionella, chlamydia), pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Berdasarkan

predileksinya : pneumonia lobaris lobularis, bronkopneumonia, pleuropneumonia,

dan pneumonia interstitiil (Price dan Wilson, 2006; Amin, 1989).

Patogenesis dan Patologi

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru, hal ini

akibat aktivitas mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan

antara daya tahan tubuh, mikroorganisme, dan lingkungan, maka mikroorganisme

dapat berkembang biak menimbulkan penyakit. Cara mikroorganisme masuk

saluran napas dengan 4 cara : inokulasi langsung, penyebaran melalui pembuluh

darah, inhalasi bahan aerosol, kolonisasi di permukaan mukosa.

Bakteri yang masuk alveoli menyebabkan reaksi radang, edema seluruh alveoli,

Page 9: Skenario 2

dan infiltrasi sel-sel PMN. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli

dan dengan bantuan lekosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik

mengelilingi bakteri tersebut kemudian di fagosit.

Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi :

1.Zona luar : alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema.

2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi

sel darah merah.

3. Zona konsolidasi luar : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif

dengan jumlah PMN yang banyak.

4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri

yang mati, leukosit dan alveolar makrofag (Reviono, 2008).

Diagnosis

Anamnesis, didapatkan gejala demam menggigil, suhu tubuh meningkat,

batuk berdahak mukoid atau purulen, sesak napas, kadang nyeri dada,

batuk darah bisa sedikit bisa banyak.

Pemeriksaan fisik, tergantung luas lesi. Inspeksi : bagian yang sakit

tertinggal, palpasi : fremitus dapat mengeras, perkusi redup. Auskultasi :

suara dasar bronkovesikuler sanpai bronkial, suara tambahan ronki basah

pada stadium resolusi.

Gambaran radiologis : gambaran infiltrat sampai konsolidasi (berawan)

dapat disertai air bronchogram.

Pemeriksaan laboratorium, peningkatan lekosit 10.000/ul-30.000/ul.

Untuk dapat mengetahui etiologi dilakukan pemeriksaan dahak, biakan

dan serologi. Analisis gas darah menunjukan hipoksemia, pada stadium

lanjut asidosis respiratorik.

Page 10: Skenario 2

BAB III

PEMBAHASAN

TUBERKULOSA PARU

DEFINISI

Adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberkulosa

tipe humanus (jarang tipe M. bovines).

Basil mokobacterium tuberkulosa tersebut masuk ke dalam jaringan paru melalui

saluran nafas (droplet infection) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer (ghon).

Dan selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah

Primer Kompleks (Rankhe)

Mycobacterium tuberkulosa tipe humanus dan atau tipe Bovinus adalah tipe yang

dominan dalam menimbulkan penyakit pada manusia. Basil tersebut berbentuk

batang, sifat aerob, mudah mati pada air mendidih, mudah mati dengan sinar

matahari, dan tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar yang yang lembab.

TUBERKULOSA PARU PRIMER

Adalah keradangan oleh basil TBC pada tubuh yang belum mempunyai reaksi

spesifik pada basil tersebut

Pada permulaan basil TBC masuk ke dalam tubuh yang belum mempunyai

kekebalan terhadap basil TBC tersebut, maka tubuh mengadakan perlawanan

dengan cara yang umum, yaitu dengan mengadakan infiltrasi sel radang ke

jaringan tubuh yang mengandung basil TB tersebut. Reaksi tubuh ynag demikian

disebut reaksi nonspesifik; keadaan yang demikian ini berlangsung 3-7 minggu.

Page 11: Skenario 2

Pada tahap ini tubuh menunjukkan reaksi radang yang biasa, yaitu kalor, rubor,

tumor, fungsiolesa, uji kulit dengan tuberculin (PPD) negative.kemudian setelah

masa ini dilampaui, maka timbul tahap alergik, juga ± 3-7 minggu, yang mana

tubuh sudah membentuk zat anti, sehingga reaksi tubuh menunjukkan reaksi yang

khas (specific reaction). Tanda – tanda keradangan yang umum tetap ada, tetapi

saat ini sudah menunjukkan uji kulit denga tuberculin (PPD) positif.

Umumnya TB paru primer sembuh dengan sendirinya, tetapi kemudian hari dapat

mengalami kekambuhan dan cepat pula timbul bentuk TB organ lain yang

bersumber pada paru primer ini.

Pada infeksi primer (keradangan permulaan) gambaran patologi, berupa gambaran

bronkopneumonia yag dikelilingi oleh sel radang fokal.

Pada tahap permulaan tersebut focus primer infeksi primer dapat menimbulkan

keluhan (terutama pada anak – anak ) :

1. Suhu badan menungkat sedikit

2. Tampak sakit

3. Nyeri persendian (anak cerewet)

4. Malaesa (anak tidak mau makan)

5. Uji kulit dengan PPD /tuberculin menunjukkan reaksi negative.

TUBERKULOSA PARU MENAHUN

Banyak istilah yang dipakai seperti : “post primary tuberculosa”, “progersive

tuberculosa”, “adult tipe tuberculosa-Phthisis” dan lain-lain.

Infeksi dapat berasal dari :

Eksogen : infeksi ulang pada tubuh yang sedang menderita tuberkulosa

Endogen : basil yang berada dalam proses lama yang telah tenang oleh

satu keadaan menjadi aktiv

Page 12: Skenario 2

Factor yang berpengaruh untuk terjadinya infeksi

1. Harus ada sumber infeksi

2. Dosis infeksi yang cukup

3. Virulensi dari basil tuberkulosa

4. Daya tahan tubuh yang memungkinkan basil berkembang biak dan

menyebabkan penyakit; dan ini ditentukan oleh

Factor genetika

Factor faali : umur

Factor lingkungan : nutrisi, perumahan, pekerjaan

Bahan toksik : lkohol, rokok, obat kortikosteroid

Faaktor imunologis : infeksi primer, vaksinasi BCG

Keadaan atau penyakit yang memudahkan terjadinya infeksi :

diabetes, pneumoconiosis

Factor psikologis

Proses permulaan dari tuberkulosa paru menahun ini berupa satu atau lebih

“lobular pneumonia” yang juga disebut focus dari “Assmann” tidak tergantung

dari mana asal infeksinya.

Focus ini mengambil tempat di daerah sub-clavicular yang sesuai dengan daerah

posterolateral dari lobus superior, atau kadang di lapangan tengah paru yang

sesuai dengan segmen superior dari lobus inferior. Infiltrate dini ini selalu tidak

stabil. Dapat sembuh dengan jalan resorpsi fibrosis atau kalsifikasi. Dapat menjadi

progresif yaitu proses eksudatif bertambah luas, dengan pengejuan perlunakan dan

timbul kavitas. Proses menjadi menahun dengan progresi perlahan – lahan, bila

ada kavitas, sembuh di satu bagian sedangkan bagian lain masih tetap aktif dan

meluas.

Meluasnya proses dapat dengan cara :

1. Penyebaran langsung ke sekitar

2. Penyebaran melalui saluran napas

Page 13: Skenario 2

3. Penyebaran melalui saluran limfe.

Penyebaran melalui limfe bertanggung jawab akan terjadinya proses di

pleura, dinding toraks dan tulang belakang

4. Penyebaran hematogen

Proses di paru yang menembus vena pulmonalis

Proses didinding vena yang pecah

Dari kelenjar mediasteum

Dari tuberkulosa ekstra pulmoner

Gambaran klinis

1. Batuk

Timbul paling dini dan paling sering

Sering ringan sehingga dianggap batuk biasa/karena rokok

Proses ringan menyebabkan secret berkumpul waktu tidur dan

dikeluarkan waktu bangun pagi hari. Bila proses destruksi menjadi

lebih lanjut, secret terus menerus timbul, sehingga batuk menjadi

lebuh dalam, sangat mengganggu siang atau malam. Bila yang

terkena bronkus/trakea, batuk sangat keras, sering danm

paroksisimal.

Bila laring yang terkena batuk menjadi “hollow sounding cough”

tanpa tenaga disertai suara sesak

2. Dahak

Mula-mula mukoid dan sedikit

Bila sudah terjadi pengejuan maka mukopurulen/kuning hijau

sampai purulen dan kental

Jarang berbau busuk kecuali ada infeksi anaerob

3. Batuk darah

Mungkin berupa garis – garis/bercak – bercak darah atau gumpalan

darah atau profus. Jarang merupakan “initial system”karena

haemoptitis merupakan tanda adanya ekskavasi dan ulserasi dari

pembuluh darah pada dinding kavitas. Oleh karena itu tuberkulosa

Page 14: Skenario 2

harus cukup lanjut untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi.

“batuk darah yang masif” dapat terjadi bila terjadi pendarahan dari

Rasmussen aneurysma, bronkiektasis dan ulserasi trakeo bronchial,

dapat menyebabkan kematian karena pembuntuan saluran nafas

oleh bekuan darah.

4. Nyeri dada

5. Wheezing

Karena penyempitan lumen endobronkus : oleh karena secret,

bronkostenosis, keradangan, jaringan granulasi, userasi, dll.

6. Dyspnea

Merupakan “late symptom” dari proses lanjut oleh karena retriksi,

obstruksi saluran nafas , “loss of vascular bed” / “vascular

thrombosis” menakibatkan gangguan difusi, hipertensi pulmoner

dank or pulmonae

7. Panas badan

Sering panas badan sedikit meningkat siang hari / sore hari

Panas menjadi lebih tinggi bila proses berkembang

Penderita merasa badannya hangat dan mukanya panas

8. Menggigil

Dapat terjadi bila panas badan naik cepat, atau pada reaksi umum

yang lebih hebat

9. Gangguan menstruasi

Biasanya pada proses yang sudah lanjut

10. Keringat malam

Umumnya bila proses sudah lanjut, kecuali pada orang-orang

dengan vasomotor labil keringat malam dapat timbul lebih dini.

Nausea, takikardi, dan sakit kepala timbul bila ada panas

11. Anoreksia

12. Lemah badan

Tanda fisik :

Page 15: Skenario 2

Dasar kelainan anatomis dari tuberkuloosa paru terletak pada lobuli, jadi

mengenai alveoli dan beberapa bronkoli terminalis (kecuali pada penyebaran

hematogen dimana kelainan terdapat dalam jaringan interstitial). Tanda yang dini,

berupa tanda konsolodasi dan tanda secret di bronkus kecil. Karena penjalaran

proses yang menahun maka biasanya penderit datang dalam keadaan penyakit

yang sudah lanjut, sehingga pada umumnya mudah dikenali dari tanda fisik.

Kelainan fisik dapat berupa

1. Kelainan parenkim :

Konsolidasi; konsolidasi tidak merubah volume paru

fibrosis; atelektase; dan kerusakan parenkim dengan sisa suatu

kavitas; dapat memperkecil volume jaringan yang terkena,

sehingga menarik jaringan sekitarnya: seperti trakea, mediastinum,

fossa supra klavikularis dan infraklavikularis ditambah lagi dengan

penebalan pleura

2. Kelainan saluran nafas :

Radang dari mukosa dengan penyempitan maupun penimbunan sekret

3. Kelainan pleura :

Oleh karena proses terletak dekat pleura, maka hamper selalu terjadi reaksi

pleura berupa penebalan pleura atau nyeri pleura

4. Perubahan pergerakan pernafasan :

Daerah yang terkena penyakit akan berkurang pergerakannya

5. Perubahan penghantaran getaran suara :

Konsolidasi, fibrosis meningkatkan penghantaran getaran (vocal fremitus

meningkat, suara napas menjadi bronco-vesikular atau bronkofoni positif,

pectoriloque positif). Obstruktif atelektase dan penebalan pleura

menghambat penghantaran getaran. Adanya secret dalam bronkus

menimbulkan suara tambahan ronki basah, dari kasar ssampai halus

tergantung letaknya secret. Penyempitan menimbulkan ronki kering.

Kavitas menimbulkan hollow sound sampai amforik

PENATALAKSANAAN

Obat – obatan anti tuberculosis, dosis,aktivitas dan efek samping

Page 16: Skenario 2

Nama obat Dosis

harian

Dosis

2xsmg

Efek smaping Aktivitas

Streptomisin

(bakterisidal)

15 – 25

mg/kg

bb/hari

25 – 30

mg/kg

bb/hari

Toksik terhadap

nevus vestibular

Ekstraselular aktif

pada PH netral

atau basa

Isoniazid

(bakterisidal)

5 – 11

mg/kg

bb/hari

15 mg/kg

bb/hari

Neuritis perifer

Hepatotoksik

Ekstraselular

Intraselular

Rifampisin

(bakterisidal)

10 mg/kg

bb/hari

10 mg/kg

bb/hari

Hepatitis

Nausea

Vomiting

Flu like syndrome

Ekstraselular

Intraselular

Parazinamid

(bakterisidal)

30 – 35

mg/kg

bb/hari

50 mg/kg

bb/hari

Huperuricaemia

Hepatotoksik

Aktif dalam

suasana asam

(intraselular)

Etambutol

(bakteriostatik

)

15 – 25

mg/kg

bb/hari

50 mg/kg

bb/hari

Optic neuritis

Skin rash

Intraselular

Ekstraselular

menghambat

timbulnya mutan

yang resisten

Etionamid

(bakteriostatik

)

15 – 30

mg/kg

bb/hari

_ Nausea

Vomiting

Hepatotoksik

Intraselular

Ekstraselular

menghambat

timbulnya mutan

yang resisten

Pas (P)

(bakteriostatik

)

150

mg/kg

bb/hari

_ Gastritis

Hepatotoksik

Lemah

Ekstraselular

Sifat obat anti TBC :

a. Factor farmakologis

Page 17: Skenario 2

Daya musnah ditentukan oleh :

1. Dosis

2. Cara pemberian

3. Kadar puncak obat dalam serum darah

4. Daya penembusan obat ke dalam sel

b. Factor lingkungan

Di dalam sel : pada tubuh manusia dijumpai keadaan lingkungan asam

Diluar sel : dijumpai lingkungan alkalis atau netral

Sebagia besar basil TBC hidup/berada di luar sel dan menunjukkan

pertumbuhan yang aktif (jauh lebih aktif daripada di dalam sel)

c. Factor “lag-Phase”

Lag-Phase adalah waktu yang diperlukan oleh basil TB setelah tersentuh

oleh obat untuk dapat mengadakan pertumbuhan lagi di luar pengaruh obat

PENCEGAHAN INFEKSI PARU

1. Terhadap infeksi TB

1.1 pencegahan terhadap sputum yang infeksius

a. case dinding

foto RÖ dada masal

uji tuberculin secara Mantoux

b. isolasi penderita dan mengobati penderita

c. ventilasi harus baik, kepadatan penduduk dikurangi

1.2 pasteurilisasi susu sapi oleh karena banyak pula sapi yang mendekati

TB paru

2. Meningkatkan daya tahan tubuh

2.1 memperbaiki standar hidup :

a. makanan 4 sehat 5 sempurna

b. perumahan dengan ventilasi yang cukup

c. cukup tidur teratur

d. olah raga di udara segar

2.2 meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG

Page 18: Skenario 2

3. Pencegahan dengan mengobati penderita yang sakit dengan obat anti TB

PNEUMONIA

Pneumonia akut yang didapat di masyarakat (community acquired acute

pneumonia) disebabkan oleh bakteri. Tidak jarang infeksi ini terjadi stelah infeksi

saluran nafas atas virus. Onset biasnya mendadak, dengan demam yang tinggi,

menggigil, nyeri dada pleurutik, dan batuk mukoporulen produktif; kadang-

kadang terjadi hemoptisis Streptococcus pneumonia(atau pneumococcus)

merupakan penyebab tersering pneumonia akut didapat di masyarakat ini karena

itu, pneumonia pneumokokkus akan dibahas sebagai prototype dari sekelompok

ini. Infeksi ini infeksi pneumokus meningkat frekuensinya pada tiga kelompok

individu : 1. Mereka yang mengidap penyakit kronis seperti gagal ginjal jantung

kongestif, PPOK, atau diabetes; 2. Mereka yang menderita defek

immunoglobulin congenital atau didapat (missal, sindrom imuno defisiensi

didapat (AIDS) dan 3. Mereka yang fungsi limfanya berkurang atau lenyap

( missal penyakit sel sabit atau pasca splenoktomi). Yang terakhir terjadi karena

limfa adalah organ utama yang bartanggung jawab untuk membersihkan

pneumokokus dari darah.

KLASIFIKASI PNEUMONIA

Berdasarkan Berat Ringan

1. Pneumonia Ringan

- Batuk dan sedikit sesak tapi masi aktif bermain, mampu makan,

minum dan tidur seperti biasanya.

2. Pneumonia Sedang

- Sesak dgn retraksi otot pernafasan, lemah, tidak mampu makan

minum, gelisah

Page 19: Skenario 2

3. Pneumonia Berat

- Sesak hebat, sianosis dan penurunan kesadaran

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis mungkin berbeda-beda, misalnya :

- Pasien dengan bronchitis kromis mungkin menunjukkan gejala yang

kurang aukut dengan peningkatan sesak nafas dan peningkatan jumlah

sputum prulen dengan hanya sedikit atau tanpa demem.

- Orang tua mungkin menjadi kacau pikiran (confusion) atau mengalami

kekacauan mental yang menutupi gejala pernafasannya.

- Pasien di ICU, mungkin diduga menderita pneumonia jika frekuensi

pernafasannya meningkat, demam, foto ronsen dada dengan

perselubungan (shadow) atau penuruan PO2 arterial.

- Pada pasien imunosupresif, adanya batuk, demam atau sesak saja cukup

untuk menimbulkan kecurigaan akan adanya pneumonia.

PEMERIKSAAN RONSEN DADA

Foto ronsen PA dan lateral diperlukan untuk menyakinkan adanya

konsolidasi yang kecil, untuk membedakan konsolidasi dari kolaps dan untuk

menentukan letak perselubungan pada paru.

Pneumonia biasanya menyebabkan suatu daerah perselubungan yang

berbatas tegas yang didalamnya terdapat daerah yang masih terisi udara dan atau

bronchi yang berisi udara (air bronchogram). Biasanya pneumonia menyebabkan

adanya opasitas yang tidak jelas dan tersebar pada babarapa bagian paru.

Page 20: Skenario 2

Hilanganya sebagian volume pada lobus yang sakit (seperti yang ditunjuk

oleh letaka fisura, difrgma dan hilus) dan adanya air broncogram merupakan

petunuk adanya obstrucsi bronkus proksimal dari konsolidasi (oleh tumor atau

benda asing). Periksa juga sudut kostofrensik untuk melihat ada tidaknya efusi

pleura.

PEMERIKSAAN LAINNYA

Hitung lekosit dan diferensial. Lekositas ntrofil umum terjadi pada

pneumonia bacterial ringan, tetapi munkin tak ada pada pneumina yang

merupakan komplikasi bronchitis kromis, oprasi atau umur tua. Netropenia

mungkin terjadi pada pneumonia virus atau infeksi bakteri yang mengalami

septikemi atau infeksi bakteri mengalami septikemi berat.

Kultur darah seringkali positif terutama pada pneumonia pneumokokus

dan merupakan cara yang lebih pasti untuk mengidentifikasi organism disbanding

dengan kultur potensil terkontaminasi.

Pemeriksaan sputum. Pasien mungkin tak dapat menghasilkan sputum

dalam tahp pneumonia dini . pemeriksaan sputum ini sedikit sekali artninya dalam

penatalaksananya bronkitis kronis mengalmi komplikasi pneumonia.

Analisis gas darah arterial tidak merupakan pemeriksaan yang esensial

kecuali pada psien yang sangat sakit atau yang memiliki riwayat bronkitis kronis

berat atau penykit paru berat lainnya.

PENATALAKSANAAN

Tak semua pasian pneumonia akan sakit berat. Tergantung dari keadaan

pasien, keputusan harus diambil apakah ingin diberikan antibiotic setelah diperolh

informasi mikrobiologi atau segera diberikan antibiotic terhadap mikroorganisme

yang paling sering menginfeksi.

- Oksigen

Page 21: Skenario 2

Oksigen harus diberikan jika pasien sianosis, kacau (konfusi) atau

hipotensi. Analisis gas darah harus dilakukan sebelum memulai terapi

oksigen jika ada riwayat bronkitis kronis atau emfisema berat.jika PaCO2

normal atau rendah, oksigen dapat diberikan dengan masker atau nasal

dengan dosis awal 4L/menit atau pada konsentrasi 35%. Tetapi mungkin

perlu diberikan konsentrasi yang lebih tinggi dan ini aman untuk pasien

diberikan pada pasien.

- Hidrasi

Dehidrasi umum terjadi pada pasien pneumonia. Cairan dapat diberikan

sering-sering lewt mulut, namun infuse intravena diperlukan juga jika

pasien sangat sakit atu muntah-muntah.

- Pengobatan nyeri pleuritik

Obat anti inflamasi non steroid seperti endomthacine efektif tanpa

menekan pernafasan. Pengobatan nyeri penting untuk merangsang batuk

yang efektif.

- Batuk

Jika batuknya produktif atau jika sekretnya terdengar menggledak

(bubbling) pada saluran nafas besar dan jika pasien tak dapat

mengeluarkan secara efektif maka perlu dimintakan bantuan seorang

fisioterapis.

- Antibiotic:

Penicillin untuk pneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus

Perawatan untuk Haemophilus influenzae pneumonia adalah generasi

kedua cephalosporins atau ampicillin

Erythromycin untuk pneumonia yang disebabkan oleh Legionella atau

Mycoplasma

Sinusitis

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal yang dapat terjadi akibat faktor

alergi, infeksi virus, bakteri maupun jamur.  Sinus paranasal adalah suatu celah,

Page 22: Skenario 2

rongga, atau kanal antara tulang di sekitar rongga hidung. Sinus paranasal terdiri

dari empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua

mata), sinus frontalis (terletak di dahi), dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang

dahi). Sinusitis bisa terjadi pada masing-masing sinus tersebut tetapi yang paling

sering terkena adalah sinus maksilaris. Hal ini disebabkan sinus maksila adalah

sinus yang terbesar dan dasarnya mempunyai hubungan dengan dasar akar gigi,

sehingga dapat berasal dari infeksi gigi. Penyebab Berdasarkan penyebabnya,

sinusitis dibedakan menjadi: 1. Rhinogenik (penyebabnya adalah kelainan atau

masalah di hidung), Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung

dapat menyebabkan sinusitis. Bisa disebabkan oleh infeksi virus (misalnya setelah

suatu infeksi virus pada saluran pernapasan seperti flu/pilek), bakteri, dan jamur.

2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya adalah kelainan gigi), yang sering

menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan

molar). Berdasarkan perjalanan penyakitnya, sinusitis bisa bersifat akut (beberapa

hari sampai beberapa minggu), subakut (beberapa minggu sampai beberapa

bulan), dan kronis (beberapa bulan sampai beberapa tahun). Penyebab sinusitis

kronis biasanya akibat asma, penyakit-penyakit alergi, gangguan sistem kekebalan

atau kelainan sekresi maupun pembuangan lendir. Gejala Gejala khas dari

kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun

pada pagi hari.Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri

tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang

timbul berdasarkan sinus yang terkena:  Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri

pipi tepat di bawah mata, nyeri bisa merambat ke dahi dan bahkan ke gigi. Nyeri

dapat bertambah hebat bila penderita mengejan atau membungkuk. Sinusitis

frontalis menyebabkan nyeri di sekitar alis mata, makin siang makin sakit

kemudian menurun, nyeri juga bisa menyebar di seluruh kepala. Sinusitis

etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di

dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran

hidung di tekan, berkurangnya indera penciuman, dan hidung tersumbat.  Sinusitis

sfenoidalis, ciri khasnya adalah sakit kepala di ubun-ubun, atau kadang bisa

menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.  Gejala lainnya adalah:- tidak enak

Page 23: Skenario 2

badan- demam- letih, lesu- batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam

hari- hidung meler atau hidung tersumbat Demam dan menggigil menunjukkan

bahwa infeksi telah menyebar ke luar sinus. Pada pemeriksaan selaput lendir

hidung tampak merah dan membengkak, dari hidung mungkin keluar nanah

berwarna kuning atau hijau. Pemeriksaan yang dapat dilakukan 1. Pemeriksaan

Transiluminasi (pemeriksaan dengan cahaya untuk menilai rongga sinus) 2.

Pemeriksaan radiologi (foto Rontgen) 3. Pemeriksaan biakan kuman dari

sekret/lendir rongga hidung Pengobatan Pengobatan sinusitis tergantung dari

penyebabnya. Antibiotika hanya diberikan untuk sinusitis yang disebabkan oleh

infeksi bakteri, tidak untuk sinusitis yang disebabkan oleh infeksi virus atau alergi

tidak. Selain antibiotika, obat golongan dekongestan juga digunakan untuk

mengurangi gejala penyumbatan. Obat golongan analgetik-antipiretik untuk

mengurangi rasa nyeri dan demam.  Hal-hal berikut bisa dilakukan untuk

mengurangi rasa tidak nyaman:- Menghirup uap dari sebuah vaporizer atau

semangkuk air panas- Obat semprot hidung yang mengandung larutan garam-

Kompres hangat di daerah sinus yang terkena  Bila pengobatan yang dilakukan

tidak berhasil maka kadang-kadang diperlukan suatu tindakan pembedahan,

dengan tujuan untuk membuka dan membersihkan daerah sinus paranasal yang

menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drainase dapat

lancar kembali. Pencegahan Yang paling mudah adalah jangan sampai terkena

infeksi saluran nafas. Rajin cuci tangan dan sedapat mungkin menghindari kontak

erat dengan mereka yangsedang terkena batuk pilek.  Menjaga daya tahan tubuh

dengan cukup istirahat, mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan minum cukup

air.

Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau

infeksi virus, bakteri maupun jamur.Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari

keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis).

PENYEBAB

Page 24: Skenario 2

Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun

kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-

bulan bahkan bertahun-tahun).Penyebab sinusitis akut:# Infeksi virus.Sinusitis

akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas

(misalnya pilek).# Bakteri.Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri

yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun

atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka

bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup

ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.# Infeksi jamur.Kadang infeksi

jamur bisa menyebabkan sinusitis akut.Aspergillus merupakan jamur yang bisa

menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan sistem kekebalan.Pada orang-

orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.#

Peradangan menahun pada saluran hidung.Pada penderita rinitis alergika bisa

terjadi sinusitis akut. Demikian pula halnya pada penderita rinitis vasomotor.#

Penyakit tertentu.Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan

sistem kekebalan dan penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis

kistik).Penyebab sinusitis kronis:# Asma# Penyakit alergi (misalnya rinitis

alergika)# Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun pembuangan

lendir.

GEJALA

Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika

penderita bangun pada pagi hari.Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang

sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada

gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena:# Sinusitis maksilaris

menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi dan sakit kepala.#

Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.# Sinusitis etmoidalis

menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di dahi.

Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung

di tekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.# Sinusitis

Page 25: Skenario 2

sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa

dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang

menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.Gejala lainnya adalah:- tidak enak

badan- demam- letih, lesu- batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam

hari- hidung meler atau hidung tersumbat.Demam dan menggigil menunjukkan

bahwa infeksi telah menyebar ke luar sinus.Selaput lendir hidung tampak merah

dan membengkak, dari hidung mungkin keluar nanah berwarna kuning atau

hijau.Sinusitis & Gangguan Sistem KekebalanPada penderita diabetes yang tidak

terkontrol atau penderita gangguan sistem kekebalan, jamur bisa menyebabkan

sinusitis yang berat dan bahkan berakibat fatal.Mukormikosis (fikomikosis)

adalah suatu infeksi jamur yang bisa terjadi pada penderita diabetes yang tidak

terkontrol.Pada rongga hidung terdapat jaringan mati yang berwarna hitam dan

menyumbat aliran darah ke otak sehingga terjadi gejala-gejala neurologis

(misalnya sakit kepala dan kebutaan).Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil

pemeriksaan mikroskopik terhadap jaringan yang mati tersebut.Pengobatannya

meliputi pengendalian diabetes dan pemberian obat anti-jamur amfoterisin B

secara intravena (melalui pembuluh darah).Aspergillosis dan kandidiasis

merupakan infeksi jamur pada sinus yang bisa berakibat fatal pada penderita

gangguan sistem kekebalan akibat terapi anti-kanker atau penyakit (misalnya

leukemia, limfoma, mieloma multipel atau AIDS).Pada aspergillosis, di dalam

hidung dan sinus terbentuk polip.Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil

pemeriksaan terhadap polip.Pengobatannya berupa pembedahan sinus dan

pemberian amfoterisin B intravena.

DIAGNOSA

Diganosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala, foto rontgen sinus dan hasil

pemeriksaan fisik.Untuk menentukan luas dan beratnya sinusitis, bisa dilakukan

pemeriksaan CT scan.Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen

gigi untuk mengetahui adanya abses gigi.

Page 26: Skenario 2

PENGOBATAN

Sinusitis akutUntuk sinusitis akut biasanya diberikan:# Dekongestan untuk

mengurangi penyumbatan# Antibiotik untuk mengendalikan infeksi bakteri# Obat

pereda nyeri untuk mengurangi rasa nyeri.Dekongestan dalam bentuk tetes hidung

atau obat semprot hidung hanya boleh dipakai selama waktu yang terbatas (karena

pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan penyumbatan dan pembengkakan

pada saluran hidung).Untuk mengurangi penyumbatan, pembengkakan dan

peradangan bisa diberikan obat semprot hidung yang mengandung

steroid.Sinusitis kronisDiberikan antibiotik dan dekongestan.Untuk mengurangi

peradangan biasanya diberikan obat semprot hidung yang mengandung

steroid.Jika penyakitnya berat, bisa diberikan steroid per-oral (melalui mulut).Hal-

hal berikut bisa dilakukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman:- Menghirup uap

dari sebuah vaporizer atau semangkuk air panas- Obat semprot hidung yang

mengandung larutan garam- Kompres hangat di daerah sinus yang terkena.Jika

tidak dapat diatasi dengan pengobatan tersebut, maka satu-satunya jalan untuk

mengobati sinusitis kronis adalah pembedahan.Pada anak-anak, keadaannya

seringkali membaik setelah dilakukan pengangkatan adenoid yang menyumbat

saluran sinus ke hidung.Pada penderita dewasa yang juga memiliki penyakit alergi

kadang ditemukan polip pada hidungnya. Polip sebaiknya diangkat sehingga

saluran udara terbuka dan gejala sinus berkurang.Teknik pembedahan yang

sekarang ini banyak dilakukan adalah pembedahan sinus endoskopik fungsional.

PPOK

Definisi

COPD atau PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan

beberapa gejala ekstrapulmonal yang signifikan, yang dapat mengakibatkan

tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini

ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak

Page 27: Skenario 2

sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses

inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat

memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat

diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan

partikel gas berbahaya.3

Bronchitis kronis adalah suatu definisi klinis yaitu ditandai dengan batuk-batuk

hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan

berturut-turut dalam satu tahun dan paling sedikit selama 2 tahun.

Emfisema adalah suatu perubahan anatomi paru-paru yang ditandai dengan

melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal disertai

kerusakan dinding alveolus.

2.2. Prevalensi

Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai

angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000

meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki

peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebro

vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per

tahunnya.

WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan

meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan

meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian akan

meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga

Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat

ke-6. Merokok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK disamping

faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.

Etiologi

Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari

partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita

mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang

berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.

Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan

Page 28: Skenario 2

kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah

dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.

Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari

faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah

defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari

protease serin.

Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel

iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :

Asap rokok

Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala

respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada

orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada

“dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok

yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.

Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami

gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif

tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”.

Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada

janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan

perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu

sistem imun dari janin tersebut.Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas

beracun) Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan.

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu

bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk

memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP

memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan

seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita

dan anak-anak setiap tahunnya.

Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.

Infeksi saluran nafas berulang

Page 29: Skenario 2

Jenis kelamin

Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena

dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini

prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh

perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa

perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.

Status sosio ekonomi dan status nutrisi

Asma

Usia

Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan

Patogenesis

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari COPD ini

adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-

perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang

melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.

Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini

mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus

kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus

berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan

menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan

pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul

hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat

mukus yang kental dan adanya peradangan.4

Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya

peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif

merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran

udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps

terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan

Page 30: Skenario 2

(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi

recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara

kolaps.

Patofisiologi

Pada bronchitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas.

Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan

sesak.

Pada bronchitis kronik,saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2

mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini

terjadi juga oleh metaplasia sel goblet, saluran nafas besar juga menyempit karena

hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus.

Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya

elastisitas paru-paru.

Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik

jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernafasan bagian bawah

paru akan tertutup.

Pada penderita bronchitis kronik dan emfisema, saluran-saluran pernafasan

tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak tertutup. Akibat cepatnya saluran

pernafasan tertutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi

tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan

ventilasi kurang atau tidak ada, akan tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran

udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata, atau

dapat dikatakan juga tidak ada keseimbangan antara ventilasi dan perfusi di

alveoli yang akhirnya menimbulkan hipoksia dan sesak nafas.

Pada PPOK terutama karena emfisema dapat terjadi kelainan

kardiovaskuler ,jantung menjadi kecil, ini disebabkan peningkatan retrosternal air

space.

Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni :

peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen

saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding

saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi

Page 31: Skenario 2

yang terjadi pada penderita asma.5

Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)

2007, dibagi atas 4 derajat :

1. Derajat I: COPD ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran

udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang

tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

2. Derajat II: COPD sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% <

VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam

tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas

yang dialaminya.

3. Derajat III: COPD berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk

(VEP1 / KVP < 70%; 30% £ VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang

semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang

yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

4. Derajat IV: COPD sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <

30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas

kronik dan gagal jantung kanan.

Diagnosa

Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-

batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan

dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :

1. Anamnesis

Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya,

Page 32: Skenario 2

riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya,

komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.

2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :

Pernafasan pursed lips

Takipnea

Dada emfisematous atu barrel chest

Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater

Pelebaran sela iga

Hipertropi otot bantu nafas

Bunyi nafas vesikuler melemah

Ekspirasi memanjang

Ronki kering atau wheezing

Bunyi jantung jauh

3. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:

Hiperinflasi

Hiperlusen

Diafragma mendatar

Corakan bronkovaskuler meningkat

Bulla

Jantung pendulum

Page 33: Skenario 2

Foto thorax pada bronchitis kronis memperlihatkan tubular shadow berupa

bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apex paru dan corakan

paru yang bertambah.

Pada emfisema paru thorax menunjukan adanya overventilasi dengan gambaran

diafragma yang rendah dan datar, peningkatan retrosternal air space dan bayangan

penyempitan jantung yang panjang, penciutan pembuluh darah pulmonal dan

penampakan ke distal.

Pada CT-Scan lebih sensitif daripada foto thorax biasa karena pada High-

resolution CT (HRCT) scan memiliki sensivitas tinggi untuk menggambarkan

emfisema, tapi tidak dianjurkan untuk pemeriksaan rutin.

4. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :

VEP1 < KVP < 70%

Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator <

80% prediksi

5. Uji Coba kortikosteroid

6. Analisis gas darah

Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi

Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan

Diagnosa Banding

COPD didiagnosa banding dengan :

Asma Bronkial

Gagal jantung kongestif

Bronkiektasis

Tuberkulosis

Page 34: Skenario 2

Penatalaksanaan

Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :

Mencegah progesifitas penyakit

Mengurangi gejala

Meningkatkan toleransi latihan

Mencegah dan mengobati komplikasi

Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang

Mencegah atau meminimalkan efek samping obat

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

Meningkatkan kualitas hidup penderita

Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan

selama tatalaksana COPD.

Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana, yaitu :

1. Evaluasi dan monitor penyakit

PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun

seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat

penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus

dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.

Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang

telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit :

Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan

Riwayat timbulnya gejala atau penyakit

Page 35: Skenario 2

Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru

Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik

lainnya

Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakit-

penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas

Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK

Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas,

kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi / cemas

Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok

Dukungan dari keluarga

2. Menurunkan faktor resiko

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam

mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas

penyakit.

Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok – 5 A :

1). Ask (Tanyakan)

Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan

2). Advise (Nasehati)

Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok

3). Assess (Nilai)

Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok

4). Assist (Bantu)

Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling

praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi

5). Arrange (Atur)

Jadwal kontak lebih lanjut

Page 36: Skenario 2

3. Tatalaksana PPOK stabil

Terapi Farmakologis

Bronkodilator

Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau

Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)

3 golongan :

Agonis b-2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,

salmeterol

Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid

Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi b-2 dan steroid belum

memuaskan

Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis

bronkodilator monoterapi

Steroid

- PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid

- PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)

- Eksaserbasi akut

Obat-obat tambahan lain

Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol

iodida

Antioksidan : N-Asetil-sistein

Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin

Antitusif : tidak rutin

Page 37: Skenario 2

Vaksinasi : influenza, pneumokokus

Terapi Non-Farmakologis

Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi

psikososial

Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD=

PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia

PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema

perifer karena gagal jantung, polisitemia

Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau

secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang

menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan

normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien

terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang

terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka.

Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari

50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap

PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi

terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup.

Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien

PPOK.

Nutrisi

Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungís paru atau

gerakan mekanik paru)

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK

Page 38: Skenario 2

DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN

Semua

derajat

Hindari faktor pencetus

Vaksinasi influenza

Derajat I

(PPOK

Ringan)

VEP1 / KVP < 70 %

VEP1 ³ 80% Prediksi

Bronkodilator kerja singkat (SABA,

antikolinergik kerja pendek) bila perlu

Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai

terapi pemeliharaan

Derajat

II

(PPOK

sedang)

VEP1 / KVP < 70 %

50% £ VEP1 £ 80% Prediksi

dengan atau tanpa gejala

Pengobatan reguler dengan

bronkodilator:

Antikolinergik kerja

lama sebagai terapi

pemeliharaan

Kortikosteroid

inhalasi bila uji

steroid positif

Page 39: Skenario 2

LABA

Simptomatik

Rehabilitasi

Derajat

III

(PPOK

Berat)

VEP1 / KVP < 70%; 30% £

VEP1 £ 50% prediksi

Dengan atau tanpa gejala

Pengobatan reguler dengan

1 atau lebih

bronkodilator:

Antikolinergik kerja

lama sebagai terapi

pemeliharaan

LABA

Simptomatik

Rehabilitasi

Kortikosteroid

inhalasi bila uji

steroid positif

atau eksaserbasi

berulang

Derajat

IV

(PPOK

sangat

berat)

VEP1 / KVP < 70%; VEP1

< 30% prediksi atau gagal

nafas atau gagal jantung

kanan Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih

bronkodilator:

Page 40: Skenario 2

Antikolinergik kerja lama sebagai terapi

pemeliharaan

LABA

Pengobatan komplikasi

Kortikosteroid inhalasi bila memberikan

respons klinis atau eksaserbasi berulang

Rehabilitasi

Terapi oksigen jangka panjang bila gagal

nafas

pertimbangkan terapi bedah

4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti pada

PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama

10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk

S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

Bronkodilator: inhalasi agonis b2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +

antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)

Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Page 41: Skenario 2

Steroid intravena: pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

Indikasi rawat inap :

Eksaserbasi sedang dan berat

Terdapat komplikasi

Infeksi saluran napas berat

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Gagal jantung kanan

Indikasi rawat ICU :

Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.

Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi

Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50

mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

Behcet syndrome

Behçet penyakit (sindrom Behçet, Morbus Behçet, jalan sutra penyakit)

(pengucapan) adalah suatu bentuk vaskulitis yang dapat menyebabkan lesi ulserasi

dan lainnya. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai gangguan kronis dalam tubuh sistem

kekebalan. Sistem ini, yang biasanya melindungi tubuh terhadap infeksi melalui

dikontrol peradangan, menjadi terlalu aktif dan menghasilkan wabah tak terduga

berlebihan peradangan. Peradangan tambahan ini akan mempengaruhi pembuluh

darah, biasanya kecil. Akibatnya, gejala terjadi di mana saja ada adalah patch

peradangan, dan dapat di mana saja di mana ada darah pasokan.

Dikarasteristikkan oleh retinal vasculiti, berulang-ulang bilateral iridocycliti

dengan hypopyon, apthou ulser mulut dan genitalia, infeksi kulit, arthalgia,

Page 42: Skenario 2

thrombophlebiti, dan gangguan mengenai ilmu penyakit syaraf. Penyakit

mempengaruhi keduanya pria dan wanita, khususnya diantara umur 20 dan 30

tahun. Lesi pada kulit dan membran lendir paling sering yang menghadap ke

mata. lesi kulit mungkin consi infeksi kulit herpetiformi, erythema nodosum, dan

menyakitkan tidak dapat digolongkan kedalam nodul yang kecil-kecil

subcutaneous.

Etiologi

Etiologi tidak jelas, dan penyakit tampak seperti suatu kejadian yang biasa

di negara meditertanean. di antara faktor yang menyebabkan yang telah

menjelaskan hypersensitivity ke bakteri yang avirulent, infeksi

streptococcus viridans, dan infeksi staphylococcus albus. Behcet (1940)

dipercayai sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus, dan ditemukan

intracellular dan extracellular badan dasar di goresan dari aphtha dari

pasiennya. Sezan (1953) melaporkan isolasi virus dari vincou dan cairan

subretinal di tiga kasus dan mengklaim telah diproduksi penyakit

percobaan serupa dengan manusia di mata kelinci. ini tidak teruji, dan

hasil terbuka bagi pertanyaan. anggapan lain dari sindrom ;menjadi dalam

kaitan dengan retinal vasculitis dan beberapa kasus dengan pelanggaran di

retinal dengan rekaman hemorrhage. Penyebab diduga suatu proses

imunologik tetapi virus sebagai penyebab tidak dapat disingkirkan.HLA-

B51 adalah sangat terkait dengan Behçet penyakit

patofisiologi

Penyakit Behçet dianggap lebih umum di daerah sekitar rute perdagangan

sutra lama di Timur Tengah dan di Asia Tengah. Demikian, kadang-

kadang dikenal sebagai Silk Road penyakit. Namun, penyakit ini tidak

terbatas kepada orang-orang dari daerah ini. Sejumlah besar studi serologis

menunjukkan hubungan antara penyakit dan HLA-B51. HLA-B51 lebih

sering ditemukan dari Timur Tengah Siberia Timur Selatan, namun

kejadian B51 dalam beberapa penelitian adalah 3 kali lipat lebih tinggi

Page 43: Skenario 2

daripada populasi normal. Namun, cenderung B51 tidak ditemukan dalam

penyakit saat tertentu SUMO4 varian gen yang terlibat, dan gejala muncul

untuk menjadi lebih ringan ketika HLA-B27 hadir. Pada waktu saat ini,

yang serupa asal menular belum dikonfirmasi bahwa Behçet menyebabkan

penyakit, tetapi strain tertentu Streptococcus sanguinis telah ditemukan

untuk memiliki homolog antigenicity.

Gejala klinis berupa ulserasi oral, ulserasi genital, serta uveitis pertama

kali ditemukan oleh Hipocrates tetapi kini dikenal sebagai penyakit Behçet

sesuai dengan discripsi seorang spesialis kulit bangsa turki 50 tahun yang

lalu. Penyakit Behçet, yang dahulu disebut sindrom Behçet adalah kondisi

multisistem dengan serangkaian manifestasi, antara lain ulserasi oral,

arthritis, penyakit kardiovaskular, tromboplebitis, ruam-ruam kulit serta

penyakit neurologis.

Ditandai oleh 4 kelainan yaitu:

• Uveitis (iridosiklitis, retinitis, retinokoroiditid). Pada dasarnya

didapatkan peri arteritis dan end-arteritis yang menyebabkan vaskulitis

obliteratif sehingga dapat terjadi iskemia retina, perdarahan retina, serta

ablasi. Bila terdapat hipopion maka hal ini merupakan gejala yang lanjut.

• Kelainan pada rongga mulut berupa stomatitis aftosa yang dapat

mengenai bibir, lidah, mukosa bukal, palatum durum, serta palatum molle.

• Kelainan kulit berupa eritema nodusum, folikulitis, serta hipersensitivitas

kulit.

• Kelainan genital berupa ulserasi pada alat genital pria atau wanita.

Sindrom Behcet ditemukan pada usia 20-40 tahun, pria lebih banyak dari

wanita.

Pemeriksaan patologi dari penyakit mata menunjukkan exudate

serohemoragic berisi leukocyte poly morphonuclear di seperti kaca dan di

bagian anterior dan posterior (besar. 329). ada wilayah luas pada retinal

neutosis. leukocyte mononuclear dan polymorphonuclear lound di selaput

pelangi

Mikroskop:

Page 44: Skenario 2

1.leukosit mononuclear dan polymorphonuclearinfiltrasi ke

choroid.

2. coagulative yang luas dan nekrosis hemoragic dari retina

3. chronic non granulomatous iritis with menghancurkan

pigmen dari epithelium dan proliferasi jaringan granulasi ke

bagian posterior.

Diagnosis

Ulserasi oral yang berulang-ulang merupakan gambaran

penting penyakit Behçet, tetapi criteria lain yang diperlukan

untuk menegakkan diagnosa ini masih rancu. Sebuah

kelompok studi internasional belum lama ini menyajikan

serangkaian criteria yang disetujui untuk digunakan dimasa

mendatang. HLA-tyiping mungkin berguna karena adanya

hubungan kuat dengan HLA-B5

Kriteria untuk mendiagnosis penyakit Behçet

Ulserasi yang rekuren

Ulserasi genital rekuren

Lesi pada mata

Lesi-lesi kulit

Aptosa minor, aptosa mayor, atau ulserasi herpetiformis yang berulang

paling sedikit 3 kali dalam periode 12 bulan.

Ulserasi aptosa atau parut.

Uveitis anterior, uveitis posterior, atau sel-sel dalam badan kaca sewaktu

pemeriksaan belah (still examination); atau vaskulitis retina yang

ditemukan oleh dokter mata.

Page 45: Skenario 2

Eritema nodosum yang ditemukan oleh dokter umum atau penderita,

pseudofoikulitis, atau lesi papulopustular; atau nodula acneiformis yang

ditemukan oleh dokter pada pasien pasca remaja yang tidak dalam

pengobatan kortikosteroid.

Pengobatan

Dengan menggunakan chlorambucil. Lesi-lesi mulut harus diobati

gejalanya seperti pengobatan pada RAS. Penderita penyakit Behçet

mungkin memerlukan terapi imunosupresi secara sistemis dan cara ini

dapat meringankan gejala-gejala mulutnya. Keterlibatan okuler harus

dimonitor secara hati-hati karena uveitis yang oreogresif dapat

menimbulkan parut dan mungkin juga kebutaan.

Prognosis

Tergantung fase penyakit pada waktu pemberian chlorambucil. Kebanyakan orang

dengan penyakit Behcet dapat memimpin kehidupan produktif dan mengendalikan

gejala dengan obat yang tepat, istirahat, dan olahraga. Ketika pengobatan efektif,

flare biasanya menjadi kurang sering. Banyak pasien akhirnya memasuki masa

pengampunan (a menghilangnya gejala). Kadang-kadang, perawatan tidak

mengurangi gejala, dan secara bertahap gejala lebih serius seperti penyakit mata

dapat terjadi. Gejala serius mungkin muncul bulan atau tahun setelah tanda-tanda

pertama penyakit Behcet terjadi.

Page 46: Skenario 2

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.Tuberculosis (TBC) Adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil

mycobacterium tuberkulosa tipe humanus (jarang tipe M. bovines).

Meluasnya proses dapat dengan cara :

Penyebaran langsung ke sekitar

Penyebaran melalui saluran napas

Penyebaran melalui saluran limfe.

Penyebaran melalui limfe bertanggung jawab akan terjadinya proses di

pleura, dinding toraks dan tulang belakang

Penyebaran hematogen

Proses di paru yang menembus vena pulmonalis

Proses didinding vena yang pecah

Dari kelenjar mediasteum

Dari tuberkulosa ekstra pulmoner

Pathogenesis TBC primer :bakteri atau partikel menempel pada jalur nafas

kemudian menempel dan berkembang di makrofag yang kemudian akan

membentuk sarang primer di jaringan paru.

Pathogenesis TBC sekunder :adanya infeksi endogen kemudian invasi ke daerah

parenkim paru-paru dan dalam waktu 3-10 minggu akan membentuk tuberkel.

Gejala klinisnya yang biasanya terjadi adalah :kurus ,sesak nafas ,nyeri

dada ,demam ,batuk. Batuk dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :batuk kering ,batuk

produktif biasanya mengeluarkan sputum ,dan batuk berdarah karena pecahnya

pembuluh darah.

Page 47: Skenario 2

Manifestasi di rongga mulut :lesi yang ulseratif yang mengenai dorsum

lidah ,mukosa dan palatum ,granuloma tuberculosis ,pada pemeriksaan HPA

ditemukan giant cell langhans dan sebukan infiltrasi sel limfotik .

Pengobatan :pemberian obat

antibiotic ,isoniazid ,rifampisin ,pirazinamid ,streptomisin dan etambutol .

2. Pneumonia adalah

Peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme selain Mycobakterium

tuberculosis, yaitu bakteri, virus, jamur, parasit. Berdasar sumber kumannya :

pneumonia komuniti yang didapat di masyarakat, pneumonia nosokomial didapat

di rumah sakit, pneumonia aspirasi, dan pneumonia imunocompromised. Berdasar

penyebabnya : pneumonia bakterial/tipikal (staphylococus, streptococcus,

hemofilus influenza, klebsiella, pseudomonas), pneumonia atipikal (mycoplasma,

legionella, chlamydia), pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Berdasarkan

predileksinya : pneumonia lobaris lobularis, bronkopneumonia, pleuropneumonia,

dan pneumonia interstitial.

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis mungkin berbeda-beda, misalnya :

- Pasien dengan bronchitis kromis mungkin menunjukkan gejala yang

kurang aukut dengan peningkatan sesak nafas dan peningkatan jumlah

sputum prulen dengan hanya sedikit atau tanpa demem.

- Orang tua mungkin menjadi kacau pikiran (confusion) atau mengalami

kekacauan mental yang menutupi gejala pernafasannya.

- Pasien di ICU, mungkin diduga menderita pneumonia jika frekuensi

pernafasannya meningkat, demam, foto ronsen dada dengan

perselubungan (shadow) atau penuruan PO2 arterial.

- Pada pasien imunosupresif, adanya batuk, demam atau sesak saja cukup

untuk menimbulkan kecurigaan akan adanya pneumonia.

Page 48: Skenario 2

3.Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis diberi

nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut

multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansunusitis.

Etiologi

Sinusitis dapat disebabkan oleh

1. Bakteri : Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza,

Streptococcus group A,Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil

gram -, Pseudomonas.

2. Virus :Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus

3. Bakteri anaerob: fusobakteria

4. Jamur

Patofisiologi

Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada dinding hidung dan sinus

sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan pada ostium sinus, dan

berpengaruh pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga

memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan

mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia

menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental,

yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen.

Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan

terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus.

Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam

sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya

bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan

silia dan aktiviitas leukosit.

Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak

adekuat , obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa

bakteri patogen.

4.PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala

ekstrapulmonal yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan

yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan

Page 49: Skenario 2

keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya

reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang

disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran

gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab

utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas

berbahaya.

5.Behcet syndrome adalah suatu bentuk vaskulitis yang dapat menyebabkan lesi

ulserasi dan lainnya. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai gangguan kronis dalam

tubuh sistem kekebalan. Sistem ini, yang biasanya melindungi tubuh terhadap

infeksi melalui dikontrol peradangan, menjadi terlalu aktif dan menghasilkan

wabah tak terduga berlebihan peradangan. Peradangan tambahan ini akan

mempengaruhi pembuluh darah, biasanya kecil. Akibatnya, gejala terjadi di mana

saja ada adalah patch peradangan, dan dapat di mana saja di mana ada darah

pasokan.

Etiologi

Etiologi tidak jelas, dan penyakit tampak seperti suatu kejadian yang biasa

di negara meditertanean. di antara faktor yang menyebabkan yang telah

menjelaskan hypersensitivity ke bakteri yang avirulent, infeksi

streptococcus viridans, dan infeksi staphylococcus albus. Behcet (1940)

dipercayai sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus, dan ditemukan

intracellular dan extracellular badan dasar di goresan dari aphtha dari

pasiennya. Sezan (1953) melaporkan isolasi virus dari vincou dan cairan

subretinal di tiga kasus dan mengklaim telah diproduksi penyakit

percobaan serupa dengan manusia di mata kelinci. ini tidak teruji, dan

hasil terbuka bagi pertanyaan. anggapan lain dari sindrom ;menjadi dalam

kaitan dengan retinal vasculitis dan beberapa kasus dengan pelanggaran di

retinal dengan rekaman hemorrhage. Penyebab diduga suatu proses

imunologik tetapi virus sebagai penyebab tidak dapat disingkirkan.HLA-

B51 adalah sangat terkait dengan Behçet penyakit

Page 50: Skenario 2

Kriteria untuk mendiagnosis penyakit Behçet

Ulserasi yang rekuren

Ulserasi genital rekuren

Lesi pada mata

Lesi-lesi kulit

Aptosa minor, aptosa mayor, atau ulserasi herpetiformis yang berulang

paling sedikit 3 kali dalam periode 12 bulan.

Ulserasi aptosa atau parut.

Page 51: Skenario 2

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Soeparman dkk. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai

Penerbit UI

Junadi,Purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-2.

Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta: 2006. p. 1-18.

Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4.

Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen IPD FKUI, 2006. p. 984-5.

GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention.

USA: 2007. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat

dari:http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?

l1=2&l2=1&intId=989

GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of

Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial

online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116

Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.