Upload
vanda-ayu
View
52
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
skenario 2
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL
RESPIRATORY & SENSORY DISEASE
Oleh :
KELOMPOK TUTORIAL 8
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2009
ANGGOTA KELOMPOK TUTORIAL 8:
1.Andy Surya Sastra (08-017)
2. Muhammad Nizar (08-024)
3. Lila Cita Pratiwi (08-025)
4. Rahmaniar Dwiya (08-051)
5. Riska Arizona (08-059)
6. Desy Khasanah P (08-084)
7. Amalia Damayanti (08-085)
8. Eka Irena Akbar (08-088)
9. Chandra Ronika (08-096)
10. Riezky D Wahyudi (08-102)
11. Lussie Novita (08-105)
12. Yulia Lestari (08-111)
13. Kiki Adrianto (08-113)
TUTOR
KELOMPOK TUTORIAL 8
Drg. Iin Erliana, M.Kes.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas rahmat, taufik serta
hidayahnya sehingga penyusunan laporan tutorial “Respiratory & Sensory
Disease’’ dapat terselesaikan dengan baik. Laporan tutorial ini merupakan tugas
yang diberikan pada Blok Systemic Disease sebagai syarat untuk memenuhi tugas
dari dosen yang bersangkutan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.drg. Iin Erliana, M.Kes. selaku tutor atas masukan dan bimbingan yang
telah diberikan pada penulis selama ini.
2. Para dosen pemateri Blok Systemic Disease yang telah memberikan
ilmu.
3. Teman-teman kelompok tutorial 8 dan semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan tutorial ini masih
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, Kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diperlukan dalam penyusunan yang akan datang.
Harapan penulis semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.
Jember ,Desember 2009
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seorang penderita tukang becak, 35 tahun datang ke Rumah Sakit Paru Jember
dengan keluhan batuk, disertai sesak napas dan nyeri dada. Penderita juga
mengeluh sering pilek dan setiap batuk kadang disertai dahak berdarah. Pada
pemeriksaan fisik penderita tampak kurus, sekret yang dikeluarkan tidak berbau.
Adanya nyeri dada dokter mencurigai akut bacterial pneumonia. Pada foto rontgen
thorax tampak radiolusen yang meluas pada paru kiri.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan macam-macam, etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan
klinis, pemeriksaan laboratorium dari :
• TBC
• sinusitis
• chronic obstructive pulmonary disease
• acute bacterial pneumonia
• sensory disease = bechet disease
2. Apa perbedaan pneumonia dan TBC?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui macam-macam, etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan
klinis, pemeriksaan laboratorium dari :
• TBC
• sinusitis
• chronic obstructive pulmonary disease
• acute bacterial pneumonia
• sensory disease = bechet disease
2. Mengetahui perbedaan pneumonia dan TBC
3. Mengetahui penatalaksanaannya dibidang kedokteran gigi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum saluran udara pernapasan adalah sebagai berikut : dari nares anterior
menuju ke cavitas nasalis, choanae, nasopharynx, larynx, trachea, bronchus
primarius, bronchus secundus, bronchus tertius, bronchiolus, bronchiolus
terminalis, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, atrium alveolaris, sacculus
alveolaris, kemudian berakhir pada alveolus tempat terjadinya pertukaran udara
(Budiyanto, dkk, 2005).Respirasi terdiri dari dua mekanisme, yaitu inspirasi dan
ekspirasi. Pada saat inspirasi costa tertarik ke kranial dengan sumbu di articulatio
costovertebrale, diafragma kontraksi turun ke caudal, sehingga rongga thorax
membesar, dan udara masuk karena tekanan dalam rongga thorax yang membesar
menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar. Sedangkan ekspirasi adalah
kebalikan dari inspirasi (Ganong, 1999; Guyton, 1998).
Respirasi melibatkan otot-otot regular dan otot bantu. Otot reguler bekerja dalam
pernapasan normal, sedang otot bantu atau auxiliar bekerja saat pernapasan sesak.
Otot reguler inspirasi : m. Intercostalis externus, m. Levator costae, m. Serratus
posterior superior, dan m. Intercartilagineus. Otot auxiliar inspirasi : m. Scaleni,
m. Sternocleidomastoideus, m. Pectoralis mayor et minor, m. Latissimus dorsi, m.
Serrarus anterior. Otot reguler ekspirasi : m. Intercostalis internus, m. Subcostalis,
m. Tranversus thorachis, m. Serratus posterior inferior. Otot auxiliar ekspirasi : m.
Obliquus externus et internus abdominis, m. Tranversus abdominis, m. Rectus
abdominis (Syaifulloh, dkk, 2008).
Secara histologis, saluran napas tersusun dari epitel, sel goblet, kelanjar, kartilago,
otot polos, dan elastin. Epitel dari fossa nasalis sampai bronchus adalah bertingkat
toraks bersilia, sedang setelahnya adalah selapis kubis bersilia. Sel goblet banyak
terdapat di fossa nasalis sampai bronchus besar, sedang setelahnya sedikit sampai
tidak ada. Kartilago pada trakea berbentuk tapal kuda, pada bronkiolus tidak
ditemukan dan banyak terdapat elastin (Carlos Junqueira, dkk, 1998).
TUBERCULOSIS
Definisi dan Etiologi
Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk
batang, tahan asam dalam pewarnaan, disebut sebagai basil tahan asam (BTA).
Kuman ini mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup di
tempat gelap dan lembab. Cara penularannya melalui droplet (percikan dahak).
Kuman dapat menyebar secara langsung ke jaringan sekitar, pembuluh limfe, dan
pembuluh darah (Anonim, 2008; Tim Field Lab, 2008).
Klasifikasi
1. Infeksi primer. Infeksi yang pertama kali terjadi pada tubuh yang belum
memiliki reaksi spesifik terhadap basil TB tersebut.
2. Infeksi post primer. Infeksi yang terjadi setelah infeksi primer, biasanya setelah
beberapa bulan atau tahun. Infeksi ini muncul kembali saat daya tahan tubuh
menurun, misalnya status gizi buruk, infeksi HIV, dan lain-lain (Amin, 1989;
Reviono, 2008).
Gambaran Klinik
Gejala respiratorik berupa batuk lebih dari 3 minggu, hemoptisis, sesak napas,
nyeri dada. Gejala sistemik berupa badan lemah, nafsu makan turun, berat badan
(BB) turun, malaise, keringat malam (Chandrasoma, 2006).
Diagnosis
1. Anamnesis, yaitu mengenai gejala, riwayat penyakit, riwayat paparan/ kontak
dengan penderita TB.
2. Pemeriksaan makroskopis bakteri : cara SPS, metode pengecatan Ziehl Nellson,
pembacaan skala IUATLD, skala Bronkhorst.
3. Radiologis. Lesi multiform aktif : infiltrat, konsolidasi, noduler, milier, cavitas,
efusi. Lesi inaktif : fibrotik, kalsifikasi, schwarte. Digunakan untuk membedakan
lesi minimal dan lesi luas.
4. Uji tuberkulin. Berdasar reaksi hipersensitifitas tipe 4, dimana basil TB
memproduksi tuberculoprotein yang akan merangsang munculnya reaksi tersebut.
5. Pemeriksaan darah dipakai untuk mengetahui aktivitas penyakit (Reviono,
2008).
PNEUMONIA
Definisi dan Etiologi
Peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme selain Mycobakterium
tuberculosis, yaitu bakteri, virus, jamur, parasit. Berdasar sumber kumannya :
pneumonia komuniti yang didapat di masyarakat, pneumonia nosokomial didapat
di rumah sakit, pneumonia aspirasi, dan pneumonia imunocompromised. Berdasar
penyebabnya : pneumonia bakterial/tipikal (staphylococus, streptococcus,
hemofilus influenza, klebsiella, pseudomonas), pneumonia atipikal (mycoplasma,
legionella, chlamydia), pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Berdasarkan
predileksinya : pneumonia lobaris lobularis, bronkopneumonia, pleuropneumonia,
dan pneumonia interstitiil (Price dan Wilson, 2006; Amin, 1989).
Patogenesis dan Patologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru, hal ini
akibat aktivitas mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan
antara daya tahan tubuh, mikroorganisme, dan lingkungan, maka mikroorganisme
dapat berkembang biak menimbulkan penyakit. Cara mikroorganisme masuk
saluran napas dengan 4 cara : inokulasi langsung, penyebaran melalui pembuluh
darah, inhalasi bahan aerosol, kolonisasi di permukaan mukosa.
Bakteri yang masuk alveoli menyebabkan reaksi radang, edema seluruh alveoli,
dan infiltrasi sel-sel PMN. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli
dan dengan bantuan lekosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik
mengelilingi bakteri tersebut kemudian di fagosit.
Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi :
1.Zona luar : alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi
sel darah merah.
3. Zona konsolidasi luar : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak.
4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri
yang mati, leukosit dan alveolar makrofag (Reviono, 2008).
Diagnosis
Anamnesis, didapatkan gejala demam menggigil, suhu tubuh meningkat,
batuk berdahak mukoid atau purulen, sesak napas, kadang nyeri dada,
batuk darah bisa sedikit bisa banyak.
Pemeriksaan fisik, tergantung luas lesi. Inspeksi : bagian yang sakit
tertinggal, palpasi : fremitus dapat mengeras, perkusi redup. Auskultasi :
suara dasar bronkovesikuler sanpai bronkial, suara tambahan ronki basah
pada stadium resolusi.
Gambaran radiologis : gambaran infiltrat sampai konsolidasi (berawan)
dapat disertai air bronchogram.
Pemeriksaan laboratorium, peningkatan lekosit 10.000/ul-30.000/ul.
Untuk dapat mengetahui etiologi dilakukan pemeriksaan dahak, biakan
dan serologi. Analisis gas darah menunjukan hipoksemia, pada stadium
lanjut asidosis respiratorik.
BAB III
PEMBAHASAN
TUBERKULOSA PARU
DEFINISI
Adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberkulosa
tipe humanus (jarang tipe M. bovines).
Basil mokobacterium tuberkulosa tersebut masuk ke dalam jaringan paru melalui
saluran nafas (droplet infection) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer (ghon).
Dan selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah
Primer Kompleks (Rankhe)
Mycobacterium tuberkulosa tipe humanus dan atau tipe Bovinus adalah tipe yang
dominan dalam menimbulkan penyakit pada manusia. Basil tersebut berbentuk
batang, sifat aerob, mudah mati pada air mendidih, mudah mati dengan sinar
matahari, dan tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar yang yang lembab.
TUBERKULOSA PARU PRIMER
Adalah keradangan oleh basil TBC pada tubuh yang belum mempunyai reaksi
spesifik pada basil tersebut
Pada permulaan basil TBC masuk ke dalam tubuh yang belum mempunyai
kekebalan terhadap basil TBC tersebut, maka tubuh mengadakan perlawanan
dengan cara yang umum, yaitu dengan mengadakan infiltrasi sel radang ke
jaringan tubuh yang mengandung basil TB tersebut. Reaksi tubuh ynag demikian
disebut reaksi nonspesifik; keadaan yang demikian ini berlangsung 3-7 minggu.
Pada tahap ini tubuh menunjukkan reaksi radang yang biasa, yaitu kalor, rubor,
tumor, fungsiolesa, uji kulit dengan tuberculin (PPD) negative.kemudian setelah
masa ini dilampaui, maka timbul tahap alergik, juga ± 3-7 minggu, yang mana
tubuh sudah membentuk zat anti, sehingga reaksi tubuh menunjukkan reaksi yang
khas (specific reaction). Tanda – tanda keradangan yang umum tetap ada, tetapi
saat ini sudah menunjukkan uji kulit denga tuberculin (PPD) positif.
Umumnya TB paru primer sembuh dengan sendirinya, tetapi kemudian hari dapat
mengalami kekambuhan dan cepat pula timbul bentuk TB organ lain yang
bersumber pada paru primer ini.
Pada infeksi primer (keradangan permulaan) gambaran patologi, berupa gambaran
bronkopneumonia yag dikelilingi oleh sel radang fokal.
Pada tahap permulaan tersebut focus primer infeksi primer dapat menimbulkan
keluhan (terutama pada anak – anak ) :
1. Suhu badan menungkat sedikit
2. Tampak sakit
3. Nyeri persendian (anak cerewet)
4. Malaesa (anak tidak mau makan)
5. Uji kulit dengan PPD /tuberculin menunjukkan reaksi negative.
TUBERKULOSA PARU MENAHUN
Banyak istilah yang dipakai seperti : “post primary tuberculosa”, “progersive
tuberculosa”, “adult tipe tuberculosa-Phthisis” dan lain-lain.
Infeksi dapat berasal dari :
Eksogen : infeksi ulang pada tubuh yang sedang menderita tuberkulosa
Endogen : basil yang berada dalam proses lama yang telah tenang oleh
satu keadaan menjadi aktiv
Factor yang berpengaruh untuk terjadinya infeksi
1. Harus ada sumber infeksi
2. Dosis infeksi yang cukup
3. Virulensi dari basil tuberkulosa
4. Daya tahan tubuh yang memungkinkan basil berkembang biak dan
menyebabkan penyakit; dan ini ditentukan oleh
Factor genetika
Factor faali : umur
Factor lingkungan : nutrisi, perumahan, pekerjaan
Bahan toksik : lkohol, rokok, obat kortikosteroid
Faaktor imunologis : infeksi primer, vaksinasi BCG
Keadaan atau penyakit yang memudahkan terjadinya infeksi :
diabetes, pneumoconiosis
Factor psikologis
Proses permulaan dari tuberkulosa paru menahun ini berupa satu atau lebih
“lobular pneumonia” yang juga disebut focus dari “Assmann” tidak tergantung
dari mana asal infeksinya.
Focus ini mengambil tempat di daerah sub-clavicular yang sesuai dengan daerah
posterolateral dari lobus superior, atau kadang di lapangan tengah paru yang
sesuai dengan segmen superior dari lobus inferior. Infiltrate dini ini selalu tidak
stabil. Dapat sembuh dengan jalan resorpsi fibrosis atau kalsifikasi. Dapat menjadi
progresif yaitu proses eksudatif bertambah luas, dengan pengejuan perlunakan dan
timbul kavitas. Proses menjadi menahun dengan progresi perlahan – lahan, bila
ada kavitas, sembuh di satu bagian sedangkan bagian lain masih tetap aktif dan
meluas.
Meluasnya proses dapat dengan cara :
1. Penyebaran langsung ke sekitar
2. Penyebaran melalui saluran napas
3. Penyebaran melalui saluran limfe.
Penyebaran melalui limfe bertanggung jawab akan terjadinya proses di
pleura, dinding toraks dan tulang belakang
4. Penyebaran hematogen
Proses di paru yang menembus vena pulmonalis
Proses didinding vena yang pecah
Dari kelenjar mediasteum
Dari tuberkulosa ekstra pulmoner
Gambaran klinis
1. Batuk
Timbul paling dini dan paling sering
Sering ringan sehingga dianggap batuk biasa/karena rokok
Proses ringan menyebabkan secret berkumpul waktu tidur dan
dikeluarkan waktu bangun pagi hari. Bila proses destruksi menjadi
lebih lanjut, secret terus menerus timbul, sehingga batuk menjadi
lebuh dalam, sangat mengganggu siang atau malam. Bila yang
terkena bronkus/trakea, batuk sangat keras, sering danm
paroksisimal.
Bila laring yang terkena batuk menjadi “hollow sounding cough”
tanpa tenaga disertai suara sesak
2. Dahak
Mula-mula mukoid dan sedikit
Bila sudah terjadi pengejuan maka mukopurulen/kuning hijau
sampai purulen dan kental
Jarang berbau busuk kecuali ada infeksi anaerob
3. Batuk darah
Mungkin berupa garis – garis/bercak – bercak darah atau gumpalan
darah atau profus. Jarang merupakan “initial system”karena
haemoptitis merupakan tanda adanya ekskavasi dan ulserasi dari
pembuluh darah pada dinding kavitas. Oleh karena itu tuberkulosa
harus cukup lanjut untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi.
“batuk darah yang masif” dapat terjadi bila terjadi pendarahan dari
Rasmussen aneurysma, bronkiektasis dan ulserasi trakeo bronchial,
dapat menyebabkan kematian karena pembuntuan saluran nafas
oleh bekuan darah.
4. Nyeri dada
5. Wheezing
Karena penyempitan lumen endobronkus : oleh karena secret,
bronkostenosis, keradangan, jaringan granulasi, userasi, dll.
6. Dyspnea
Merupakan “late symptom” dari proses lanjut oleh karena retriksi,
obstruksi saluran nafas , “loss of vascular bed” / “vascular
thrombosis” menakibatkan gangguan difusi, hipertensi pulmoner
dank or pulmonae
7. Panas badan
Sering panas badan sedikit meningkat siang hari / sore hari
Panas menjadi lebih tinggi bila proses berkembang
Penderita merasa badannya hangat dan mukanya panas
8. Menggigil
Dapat terjadi bila panas badan naik cepat, atau pada reaksi umum
yang lebih hebat
9. Gangguan menstruasi
Biasanya pada proses yang sudah lanjut
10. Keringat malam
Umumnya bila proses sudah lanjut, kecuali pada orang-orang
dengan vasomotor labil keringat malam dapat timbul lebih dini.
Nausea, takikardi, dan sakit kepala timbul bila ada panas
11. Anoreksia
12. Lemah badan
Tanda fisik :
Dasar kelainan anatomis dari tuberkuloosa paru terletak pada lobuli, jadi
mengenai alveoli dan beberapa bronkoli terminalis (kecuali pada penyebaran
hematogen dimana kelainan terdapat dalam jaringan interstitial). Tanda yang dini,
berupa tanda konsolodasi dan tanda secret di bronkus kecil. Karena penjalaran
proses yang menahun maka biasanya penderit datang dalam keadaan penyakit
yang sudah lanjut, sehingga pada umumnya mudah dikenali dari tanda fisik.
Kelainan fisik dapat berupa
1. Kelainan parenkim :
Konsolidasi; konsolidasi tidak merubah volume paru
fibrosis; atelektase; dan kerusakan parenkim dengan sisa suatu
kavitas; dapat memperkecil volume jaringan yang terkena,
sehingga menarik jaringan sekitarnya: seperti trakea, mediastinum,
fossa supra klavikularis dan infraklavikularis ditambah lagi dengan
penebalan pleura
2. Kelainan saluran nafas :
Radang dari mukosa dengan penyempitan maupun penimbunan sekret
3. Kelainan pleura :
Oleh karena proses terletak dekat pleura, maka hamper selalu terjadi reaksi
pleura berupa penebalan pleura atau nyeri pleura
4. Perubahan pergerakan pernafasan :
Daerah yang terkena penyakit akan berkurang pergerakannya
5. Perubahan penghantaran getaran suara :
Konsolidasi, fibrosis meningkatkan penghantaran getaran (vocal fremitus
meningkat, suara napas menjadi bronco-vesikular atau bronkofoni positif,
pectoriloque positif). Obstruktif atelektase dan penebalan pleura
menghambat penghantaran getaran. Adanya secret dalam bronkus
menimbulkan suara tambahan ronki basah, dari kasar ssampai halus
tergantung letaknya secret. Penyempitan menimbulkan ronki kering.
Kavitas menimbulkan hollow sound sampai amforik
PENATALAKSANAAN
Obat – obatan anti tuberculosis, dosis,aktivitas dan efek samping
Nama obat Dosis
harian
Dosis
2xsmg
Efek smaping Aktivitas
Streptomisin
(bakterisidal)
15 – 25
mg/kg
bb/hari
25 – 30
mg/kg
bb/hari
Toksik terhadap
nevus vestibular
Ekstraselular aktif
pada PH netral
atau basa
Isoniazid
(bakterisidal)
5 – 11
mg/kg
bb/hari
15 mg/kg
bb/hari
Neuritis perifer
Hepatotoksik
Ekstraselular
Intraselular
Rifampisin
(bakterisidal)
10 mg/kg
bb/hari
10 mg/kg
bb/hari
Hepatitis
Nausea
Vomiting
Flu like syndrome
Ekstraselular
Intraselular
Parazinamid
(bakterisidal)
30 – 35
mg/kg
bb/hari
50 mg/kg
bb/hari
Huperuricaemia
Hepatotoksik
Aktif dalam
suasana asam
(intraselular)
Etambutol
(bakteriostatik
)
15 – 25
mg/kg
bb/hari
50 mg/kg
bb/hari
Optic neuritis
Skin rash
Intraselular
Ekstraselular
menghambat
timbulnya mutan
yang resisten
Etionamid
(bakteriostatik
)
15 – 30
mg/kg
bb/hari
_ Nausea
Vomiting
Hepatotoksik
Intraselular
Ekstraselular
menghambat
timbulnya mutan
yang resisten
Pas (P)
(bakteriostatik
)
150
mg/kg
bb/hari
_ Gastritis
Hepatotoksik
Lemah
Ekstraselular
Sifat obat anti TBC :
a. Factor farmakologis
Daya musnah ditentukan oleh :
1. Dosis
2. Cara pemberian
3. Kadar puncak obat dalam serum darah
4. Daya penembusan obat ke dalam sel
b. Factor lingkungan
Di dalam sel : pada tubuh manusia dijumpai keadaan lingkungan asam
Diluar sel : dijumpai lingkungan alkalis atau netral
Sebagia besar basil TBC hidup/berada di luar sel dan menunjukkan
pertumbuhan yang aktif (jauh lebih aktif daripada di dalam sel)
c. Factor “lag-Phase”
Lag-Phase adalah waktu yang diperlukan oleh basil TB setelah tersentuh
oleh obat untuk dapat mengadakan pertumbuhan lagi di luar pengaruh obat
PENCEGAHAN INFEKSI PARU
1. Terhadap infeksi TB
1.1 pencegahan terhadap sputum yang infeksius
a. case dinding
foto RÖ dada masal
uji tuberculin secara Mantoux
b. isolasi penderita dan mengobati penderita
c. ventilasi harus baik, kepadatan penduduk dikurangi
1.2 pasteurilisasi susu sapi oleh karena banyak pula sapi yang mendekati
TB paru
2. Meningkatkan daya tahan tubuh
2.1 memperbaiki standar hidup :
a. makanan 4 sehat 5 sempurna
b. perumahan dengan ventilasi yang cukup
c. cukup tidur teratur
d. olah raga di udara segar
2.2 meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG
3. Pencegahan dengan mengobati penderita yang sakit dengan obat anti TB
PNEUMONIA
Pneumonia akut yang didapat di masyarakat (community acquired acute
pneumonia) disebabkan oleh bakteri. Tidak jarang infeksi ini terjadi stelah infeksi
saluran nafas atas virus. Onset biasnya mendadak, dengan demam yang tinggi,
menggigil, nyeri dada pleurutik, dan batuk mukoporulen produktif; kadang-
kadang terjadi hemoptisis Streptococcus pneumonia(atau pneumococcus)
merupakan penyebab tersering pneumonia akut didapat di masyarakat ini karena
itu, pneumonia pneumokokkus akan dibahas sebagai prototype dari sekelompok
ini. Infeksi ini infeksi pneumokus meningkat frekuensinya pada tiga kelompok
individu : 1. Mereka yang mengidap penyakit kronis seperti gagal ginjal jantung
kongestif, PPOK, atau diabetes; 2. Mereka yang menderita defek
immunoglobulin congenital atau didapat (missal, sindrom imuno defisiensi
didapat (AIDS) dan 3. Mereka yang fungsi limfanya berkurang atau lenyap
( missal penyakit sel sabit atau pasca splenoktomi). Yang terakhir terjadi karena
limfa adalah organ utama yang bartanggung jawab untuk membersihkan
pneumokokus dari darah.
KLASIFIKASI PNEUMONIA
Berdasarkan Berat Ringan
1. Pneumonia Ringan
- Batuk dan sedikit sesak tapi masi aktif bermain, mampu makan,
minum dan tidur seperti biasanya.
2. Pneumonia Sedang
- Sesak dgn retraksi otot pernafasan, lemah, tidak mampu makan
minum, gelisah
3. Pneumonia Berat
- Sesak hebat, sianosis dan penurunan kesadaran
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis mungkin berbeda-beda, misalnya :
- Pasien dengan bronchitis kromis mungkin menunjukkan gejala yang
kurang aukut dengan peningkatan sesak nafas dan peningkatan jumlah
sputum prulen dengan hanya sedikit atau tanpa demem.
- Orang tua mungkin menjadi kacau pikiran (confusion) atau mengalami
kekacauan mental yang menutupi gejala pernafasannya.
- Pasien di ICU, mungkin diduga menderita pneumonia jika frekuensi
pernafasannya meningkat, demam, foto ronsen dada dengan
perselubungan (shadow) atau penuruan PO2 arterial.
- Pada pasien imunosupresif, adanya batuk, demam atau sesak saja cukup
untuk menimbulkan kecurigaan akan adanya pneumonia.
PEMERIKSAAN RONSEN DADA
Foto ronsen PA dan lateral diperlukan untuk menyakinkan adanya
konsolidasi yang kecil, untuk membedakan konsolidasi dari kolaps dan untuk
menentukan letak perselubungan pada paru.
Pneumonia biasanya menyebabkan suatu daerah perselubungan yang
berbatas tegas yang didalamnya terdapat daerah yang masih terisi udara dan atau
bronchi yang berisi udara (air bronchogram). Biasanya pneumonia menyebabkan
adanya opasitas yang tidak jelas dan tersebar pada babarapa bagian paru.
Hilanganya sebagian volume pada lobus yang sakit (seperti yang ditunjuk
oleh letaka fisura, difrgma dan hilus) dan adanya air broncogram merupakan
petunuk adanya obstrucsi bronkus proksimal dari konsolidasi (oleh tumor atau
benda asing). Periksa juga sudut kostofrensik untuk melihat ada tidaknya efusi
pleura.
PEMERIKSAAN LAINNYA
Hitung lekosit dan diferensial. Lekositas ntrofil umum terjadi pada
pneumonia bacterial ringan, tetapi munkin tak ada pada pneumina yang
merupakan komplikasi bronchitis kromis, oprasi atau umur tua. Netropenia
mungkin terjadi pada pneumonia virus atau infeksi bakteri yang mengalami
septikemi atau infeksi bakteri mengalami septikemi berat.
Kultur darah seringkali positif terutama pada pneumonia pneumokokus
dan merupakan cara yang lebih pasti untuk mengidentifikasi organism disbanding
dengan kultur potensil terkontaminasi.
Pemeriksaan sputum. Pasien mungkin tak dapat menghasilkan sputum
dalam tahp pneumonia dini . pemeriksaan sputum ini sedikit sekali artninya dalam
penatalaksananya bronkitis kronis mengalmi komplikasi pneumonia.
Analisis gas darah arterial tidak merupakan pemeriksaan yang esensial
kecuali pada psien yang sangat sakit atau yang memiliki riwayat bronkitis kronis
berat atau penykit paru berat lainnya.
PENATALAKSANAAN
Tak semua pasian pneumonia akan sakit berat. Tergantung dari keadaan
pasien, keputusan harus diambil apakah ingin diberikan antibiotic setelah diperolh
informasi mikrobiologi atau segera diberikan antibiotic terhadap mikroorganisme
yang paling sering menginfeksi.
- Oksigen
Oksigen harus diberikan jika pasien sianosis, kacau (konfusi) atau
hipotensi. Analisis gas darah harus dilakukan sebelum memulai terapi
oksigen jika ada riwayat bronkitis kronis atau emfisema berat.jika PaCO2
normal atau rendah, oksigen dapat diberikan dengan masker atau nasal
dengan dosis awal 4L/menit atau pada konsentrasi 35%. Tetapi mungkin
perlu diberikan konsentrasi yang lebih tinggi dan ini aman untuk pasien
diberikan pada pasien.
- Hidrasi
Dehidrasi umum terjadi pada pasien pneumonia. Cairan dapat diberikan
sering-sering lewt mulut, namun infuse intravena diperlukan juga jika
pasien sangat sakit atu muntah-muntah.
- Pengobatan nyeri pleuritik
Obat anti inflamasi non steroid seperti endomthacine efektif tanpa
menekan pernafasan. Pengobatan nyeri penting untuk merangsang batuk
yang efektif.
- Batuk
Jika batuknya produktif atau jika sekretnya terdengar menggledak
(bubbling) pada saluran nafas besar dan jika pasien tak dapat
mengeluarkan secara efektif maka perlu dimintakan bantuan seorang
fisioterapis.
- Antibiotic:
Penicillin untuk pneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus
Perawatan untuk Haemophilus influenzae pneumonia adalah generasi
kedua cephalosporins atau ampicillin
Erythromycin untuk pneumonia yang disebabkan oleh Legionella atau
Mycoplasma
Sinusitis
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal yang dapat terjadi akibat faktor
alergi, infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sinus paranasal adalah suatu celah,
rongga, atau kanal antara tulang di sekitar rongga hidung. Sinus paranasal terdiri
dari empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua
mata), sinus frontalis (terletak di dahi), dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang
dahi). Sinusitis bisa terjadi pada masing-masing sinus tersebut tetapi yang paling
sering terkena adalah sinus maksilaris. Hal ini disebabkan sinus maksila adalah
sinus yang terbesar dan dasarnya mempunyai hubungan dengan dasar akar gigi,
sehingga dapat berasal dari infeksi gigi. Penyebab Berdasarkan penyebabnya,
sinusitis dibedakan menjadi: 1. Rhinogenik (penyebabnya adalah kelainan atau
masalah di hidung), Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung
dapat menyebabkan sinusitis. Bisa disebabkan oleh infeksi virus (misalnya setelah
suatu infeksi virus pada saluran pernapasan seperti flu/pilek), bakteri, dan jamur.
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya adalah kelainan gigi), yang sering
menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan
molar). Berdasarkan perjalanan penyakitnya, sinusitis bisa bersifat akut (beberapa
hari sampai beberapa minggu), subakut (beberapa minggu sampai beberapa
bulan), dan kronis (beberapa bulan sampai beberapa tahun). Penyebab sinusitis
kronis biasanya akibat asma, penyakit-penyakit alergi, gangguan sistem kekebalan
atau kelainan sekresi maupun pembuangan lendir. Gejala Gejala khas dari
kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun
pada pagi hari.Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri
tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang
timbul berdasarkan sinus yang terkena: Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri
pipi tepat di bawah mata, nyeri bisa merambat ke dahi dan bahkan ke gigi. Nyeri
dapat bertambah hebat bila penderita mengejan atau membungkuk. Sinusitis
frontalis menyebabkan nyeri di sekitar alis mata, makin siang makin sakit
kemudian menurun, nyeri juga bisa menyebar di seluruh kepala. Sinusitis
etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di
dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran
hidung di tekan, berkurangnya indera penciuman, dan hidung tersumbat. Sinusitis
sfenoidalis, ciri khasnya adalah sakit kepala di ubun-ubun, atau kadang bisa
menyebabkan sakit telinga dan sakit leher. Gejala lainnya adalah:- tidak enak
badan- demam- letih, lesu- batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam
hari- hidung meler atau hidung tersumbat Demam dan menggigil menunjukkan
bahwa infeksi telah menyebar ke luar sinus. Pada pemeriksaan selaput lendir
hidung tampak merah dan membengkak, dari hidung mungkin keluar nanah
berwarna kuning atau hijau. Pemeriksaan yang dapat dilakukan 1. Pemeriksaan
Transiluminasi (pemeriksaan dengan cahaya untuk menilai rongga sinus) 2.
Pemeriksaan radiologi (foto Rontgen) 3. Pemeriksaan biakan kuman dari
sekret/lendir rongga hidung Pengobatan Pengobatan sinusitis tergantung dari
penyebabnya. Antibiotika hanya diberikan untuk sinusitis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, tidak untuk sinusitis yang disebabkan oleh infeksi virus atau alergi
tidak. Selain antibiotika, obat golongan dekongestan juga digunakan untuk
mengurangi gejala penyumbatan. Obat golongan analgetik-antipiretik untuk
mengurangi rasa nyeri dan demam. Hal-hal berikut bisa dilakukan untuk
mengurangi rasa tidak nyaman:- Menghirup uap dari sebuah vaporizer atau
semangkuk air panas- Obat semprot hidung yang mengandung larutan garam-
Kompres hangat di daerah sinus yang terkena Bila pengobatan yang dilakukan
tidak berhasil maka kadang-kadang diperlukan suatu tindakan pembedahan,
dengan tujuan untuk membuka dan membersihkan daerah sinus paranasal yang
menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drainase dapat
lancar kembali. Pencegahan Yang paling mudah adalah jangan sampai terkena
infeksi saluran nafas. Rajin cuci tangan dan sedapat mungkin menghindari kontak
erat dengan mereka yangsedang terkena batuk pilek. Menjaga daya tahan tubuh
dengan cukup istirahat, mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan minum cukup
air.
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau
infeksi virus, bakteri maupun jamur.Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari
keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis).
PENYEBAB
Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun
kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-
bulan bahkan bertahun-tahun).Penyebab sinusitis akut:# Infeksi virus.Sinusitis
akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas
(misalnya pilek).# Bakteri.Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri
yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun
atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka
bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup
ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.# Infeksi jamur.Kadang infeksi
jamur bisa menyebabkan sinusitis akut.Aspergillus merupakan jamur yang bisa
menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan sistem kekebalan.Pada orang-
orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.#
Peradangan menahun pada saluran hidung.Pada penderita rinitis alergika bisa
terjadi sinusitis akut. Demikian pula halnya pada penderita rinitis vasomotor.#
Penyakit tertentu.Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan
sistem kekebalan dan penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis
kistik).Penyebab sinusitis kronis:# Asma# Penyakit alergi (misalnya rinitis
alergika)# Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun pembuangan
lendir.
GEJALA
Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika
penderita bangun pada pagi hari.Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang
sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada
gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena:# Sinusitis maksilaris
menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi dan sakit kepala.#
Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.# Sinusitis etmoidalis
menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di dahi.
Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung
di tekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.# Sinusitis
sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa
dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang
menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.Gejala lainnya adalah:- tidak enak
badan- demam- letih, lesu- batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam
hari- hidung meler atau hidung tersumbat.Demam dan menggigil menunjukkan
bahwa infeksi telah menyebar ke luar sinus.Selaput lendir hidung tampak merah
dan membengkak, dari hidung mungkin keluar nanah berwarna kuning atau
hijau.Sinusitis & Gangguan Sistem KekebalanPada penderita diabetes yang tidak
terkontrol atau penderita gangguan sistem kekebalan, jamur bisa menyebabkan
sinusitis yang berat dan bahkan berakibat fatal.Mukormikosis (fikomikosis)
adalah suatu infeksi jamur yang bisa terjadi pada penderita diabetes yang tidak
terkontrol.Pada rongga hidung terdapat jaringan mati yang berwarna hitam dan
menyumbat aliran darah ke otak sehingga terjadi gejala-gejala neurologis
(misalnya sakit kepala dan kebutaan).Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan mikroskopik terhadap jaringan yang mati tersebut.Pengobatannya
meliputi pengendalian diabetes dan pemberian obat anti-jamur amfoterisin B
secara intravena (melalui pembuluh darah).Aspergillosis dan kandidiasis
merupakan infeksi jamur pada sinus yang bisa berakibat fatal pada penderita
gangguan sistem kekebalan akibat terapi anti-kanker atau penyakit (misalnya
leukemia, limfoma, mieloma multipel atau AIDS).Pada aspergillosis, di dalam
hidung dan sinus terbentuk polip.Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan terhadap polip.Pengobatannya berupa pembedahan sinus dan
pemberian amfoterisin B intravena.
DIAGNOSA
Diganosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala, foto rontgen sinus dan hasil
pemeriksaan fisik.Untuk menentukan luas dan beratnya sinusitis, bisa dilakukan
pemeriksaan CT scan.Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen
gigi untuk mengetahui adanya abses gigi.
PENGOBATAN
Sinusitis akutUntuk sinusitis akut biasanya diberikan:# Dekongestan untuk
mengurangi penyumbatan# Antibiotik untuk mengendalikan infeksi bakteri# Obat
pereda nyeri untuk mengurangi rasa nyeri.Dekongestan dalam bentuk tetes hidung
atau obat semprot hidung hanya boleh dipakai selama waktu yang terbatas (karena
pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan penyumbatan dan pembengkakan
pada saluran hidung).Untuk mengurangi penyumbatan, pembengkakan dan
peradangan bisa diberikan obat semprot hidung yang mengandung
steroid.Sinusitis kronisDiberikan antibiotik dan dekongestan.Untuk mengurangi
peradangan biasanya diberikan obat semprot hidung yang mengandung
steroid.Jika penyakitnya berat, bisa diberikan steroid per-oral (melalui mulut).Hal-
hal berikut bisa dilakukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman:- Menghirup uap
dari sebuah vaporizer atau semangkuk air panas- Obat semprot hidung yang
mengandung larutan garam- Kompres hangat di daerah sinus yang terkena.Jika
tidak dapat diatasi dengan pengobatan tersebut, maka satu-satunya jalan untuk
mengobati sinusitis kronis adalah pembedahan.Pada anak-anak, keadaannya
seringkali membaik setelah dilakukan pengangkatan adenoid yang menyumbat
saluran sinus ke hidung.Pada penderita dewasa yang juga memiliki penyakit alergi
kadang ditemukan polip pada hidungnya. Polip sebaiknya diangkat sehingga
saluran udara terbuka dan gejala sinus berkurang.Teknik pembedahan yang
sekarang ini banyak dilakukan adalah pembedahan sinus endoskopik fungsional.
PPOK
Definisi
COPD atau PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan
beberapa gejala ekstrapulmonal yang signifikan, yang dapat mengakibatkan
tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini
ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses
inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat
memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat
diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan
partikel gas berbahaya.3
Bronchitis kronis adalah suatu definisi klinis yaitu ditandai dengan batuk-batuk
hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan
berturut-turut dalam satu tahun dan paling sedikit selama 2 tahun.
Emfisema adalah suatu perubahan anatomi paru-paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal disertai
kerusakan dinding alveolus.
2.2. Prevalensi
Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai
angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000
meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki
peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebro
vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per
tahunnya.
WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan
meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan
meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian akan
meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga
Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat
ke-6. Merokok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK disamping
faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.
Etiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari
partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita
mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang
berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.
Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan
kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah
dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari
faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah
defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari
protease serin.
Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel
iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :
Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada
orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada
“dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok
yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.
Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami
gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif
tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”.
Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada
janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan
perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu
sistem imun dari janin tersebut.Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas
beracun) Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan.
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu
bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk
memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP
memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan
seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita
dan anak-anak setiap tahunnya.
Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.
Infeksi saluran nafas berulang
Jenis kelamin
Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena
dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini
prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh
perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.
Status sosio ekonomi dan status nutrisi
Asma
Usia
Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan
Patogenesis
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari COPD ini
adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-
perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan
pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat
mukus yang kental dan adanya peradangan.4
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif
merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran
udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps
terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan
(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi
recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps.
Patofisiologi
Pada bronchitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas.
Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan
sesak.
Pada bronchitis kronik,saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2
mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini
terjadi juga oleh metaplasia sel goblet, saluran nafas besar juga menyempit karena
hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya
elastisitas paru-paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik
jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernafasan bagian bawah
paru akan tertutup.
Pada penderita bronchitis kronik dan emfisema, saluran-saluran pernafasan
tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak tertutup. Akibat cepatnya saluran
pernafasan tertutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi
tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan
ventilasi kurang atau tidak ada, akan tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran
udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata, atau
dapat dikatakan juga tidak ada keseimbangan antara ventilasi dan perfusi di
alveoli yang akhirnya menimbulkan hipoksia dan sesak nafas.
Pada PPOK terutama karena emfisema dapat terjadi kelainan
kardiovaskuler ,jantung menjadi kecil, ini disebabkan peningkatan retrosternal air
space.
Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni :
peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen
saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding
saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi
yang terjadi pada penderita asma.5
Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
2007, dibagi atas 4 derajat :
1. Derajat I: COPD ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran
udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang
tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2. Derajat II: COPD sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% <
VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam
tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas
yang dialaminya.
3. Derajat III: COPD berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk
(VEP1 / KVP < 70%; 30% £ VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang
semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang
yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV: COPD sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <
30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas
kronik dan gagal jantung kanan.
Diagnosa
Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-
batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan
dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesis
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya,
riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya,
komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.
2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :
Pernafasan pursed lips
Takipnea
Dada emfisematous atu barrel chest
Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
Pelebaran sela iga
Hipertropi otot bantu nafas
Bunyi nafas vesikuler melemah
Ekspirasi memanjang
Ronki kering atau wheezing
Bunyi jantung jauh
3. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:
Hiperinflasi
Hiperlusen
Diafragma mendatar
Corakan bronkovaskuler meningkat
Bulla
Jantung pendulum
Foto thorax pada bronchitis kronis memperlihatkan tubular shadow berupa
bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apex paru dan corakan
paru yang bertambah.
Pada emfisema paru thorax menunjukan adanya overventilasi dengan gambaran
diafragma yang rendah dan datar, peningkatan retrosternal air space dan bayangan
penyempitan jantung yang panjang, penciutan pembuluh darah pulmonal dan
penampakan ke distal.
Pada CT-Scan lebih sensitif daripada foto thorax biasa karena pada High-
resolution CT (HRCT) scan memiliki sensivitas tinggi untuk menggambarkan
emfisema, tapi tidak dianjurkan untuk pemeriksaan rutin.
4. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :
VEP1 < KVP < 70%
Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator <
80% prediksi
5. Uji Coba kortikosteroid
6. Analisis gas darah
Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi
Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan
Diagnosa Banding
COPD didiagnosa banding dengan :
Asma Bronkial
Gagal jantung kongestif
Bronkiektasis
Tuberkulosis
Penatalaksanaan
Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :
Mencegah progesifitas penyakit
Mengurangi gejala
Meningkatkan toleransi latihan
Mencegah dan mengobati komplikasi
Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualitas hidup penderita
Menurunkan angka kematian
Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan
selama tatalaksana COPD.
Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana, yaitu :
1. Evaluasi dan monitor penyakit
PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun
seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat
penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus
dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.
Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang
telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit :
Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan
Riwayat timbulnya gejala atau penyakit
Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru
Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik
lainnya
Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakit-
penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas
Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK
Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas,
kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi / cemas
Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok
Dukungan dari keluarga
2. Menurunkan faktor resiko
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam
mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas
penyakit.
Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok – 5 A :
1). Ask (Tanyakan)
Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan
2). Advise (Nasehati)
Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok
3). Assess (Nilai)
Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok
4). Assist (Bantu)
Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling
praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi
5). Arrange (Atur)
Jadwal kontak lebih lanjut
3. Tatalaksana PPOK stabil
Terapi Farmakologis
Bronkodilator
Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau
Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)
3 golongan :
Agonis b-2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,
salmeterol
Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid
Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi b-2 dan steroid belum
memuaskan
Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis
bronkodilator monoterapi
Steroid
- PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid
- PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)
- Eksaserbasi akut
Obat-obat tambahan lain
Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol
iodida
Antioksidan : N-Asetil-sistein
Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin
Antitusif : tidak rutin
Vaksinasi : influenza, pneumokokus
Terapi Non-Farmakologis
Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi
psikososial
Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD=
PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia
PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema
perifer karena gagal jantung, polisitemia
Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau
secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang
menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan
normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien
terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang
terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka.
Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari
50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap
PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi
terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup.
Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien
PPOK.
Nutrisi
Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungís paru atau
gerakan mekanik paru)
Penatalaksanaan menurut derajat PPOK
DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN
Semua
derajat
Hindari faktor pencetus
Vaksinasi influenza
Derajat I
(PPOK
Ringan)
VEP1 / KVP < 70 %
VEP1 ³ 80% Prediksi
Bronkodilator kerja singkat (SABA,
antikolinergik kerja pendek) bila perlu
Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai
terapi pemeliharaan
Derajat
II
(PPOK
sedang)
VEP1 / KVP < 70 %
50% £ VEP1 £ 80% Prediksi
dengan atau tanpa gejala
Pengobatan reguler dengan
bronkodilator:
Antikolinergik kerja
lama sebagai terapi
pemeliharaan
Kortikosteroid
inhalasi bila uji
steroid positif
LABA
Simptomatik
Rehabilitasi
Derajat
III
(PPOK
Berat)
VEP1 / KVP < 70%; 30% £
VEP1 £ 50% prediksi
Dengan atau tanpa gejala
Pengobatan reguler dengan
1 atau lebih
bronkodilator:
Antikolinergik kerja
lama sebagai terapi
pemeliharaan
LABA
Simptomatik
Rehabilitasi
Kortikosteroid
inhalasi bila uji
steroid positif
atau eksaserbasi
berulang
Derajat
IV
(PPOK
sangat
berat)
VEP1 / KVP < 70%; VEP1
< 30% prediksi atau gagal
nafas atau gagal jantung
kanan Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
bronkodilator:
Antikolinergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharaan
LABA
Pengobatan komplikasi
Kortikosteroid inhalasi bila memberikan
respons klinis atau eksaserbasi berulang
Rehabilitasi
Terapi oksigen jangka panjang bila gagal
nafas
pertimbangkan terapi bedah
4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti pada
PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama
10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk
S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:
Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask
Bronkodilator: inhalasi agonis b2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +
antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)
Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.
Steroid intravena: pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.
Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik
Indikasi rawat inap :
Eksaserbasi sedang dan berat
Terdapat komplikasi
Infeksi saluran napas berat
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Gagal jantung kanan
Indikasi rawat ICU :
Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.
Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi
Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50
mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
Behcet syndrome
Behçet penyakit (sindrom Behçet, Morbus Behçet, jalan sutra penyakit)
(pengucapan) adalah suatu bentuk vaskulitis yang dapat menyebabkan lesi ulserasi
dan lainnya. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai gangguan kronis dalam tubuh sistem
kekebalan. Sistem ini, yang biasanya melindungi tubuh terhadap infeksi melalui
dikontrol peradangan, menjadi terlalu aktif dan menghasilkan wabah tak terduga
berlebihan peradangan. Peradangan tambahan ini akan mempengaruhi pembuluh
darah, biasanya kecil. Akibatnya, gejala terjadi di mana saja ada adalah patch
peradangan, dan dapat di mana saja di mana ada darah pasokan.
Dikarasteristikkan oleh retinal vasculiti, berulang-ulang bilateral iridocycliti
dengan hypopyon, apthou ulser mulut dan genitalia, infeksi kulit, arthalgia,
thrombophlebiti, dan gangguan mengenai ilmu penyakit syaraf. Penyakit
mempengaruhi keduanya pria dan wanita, khususnya diantara umur 20 dan 30
tahun. Lesi pada kulit dan membran lendir paling sering yang menghadap ke
mata. lesi kulit mungkin consi infeksi kulit herpetiformi, erythema nodosum, dan
menyakitkan tidak dapat digolongkan kedalam nodul yang kecil-kecil
subcutaneous.
Etiologi
Etiologi tidak jelas, dan penyakit tampak seperti suatu kejadian yang biasa
di negara meditertanean. di antara faktor yang menyebabkan yang telah
menjelaskan hypersensitivity ke bakteri yang avirulent, infeksi
streptococcus viridans, dan infeksi staphylococcus albus. Behcet (1940)
dipercayai sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus, dan ditemukan
intracellular dan extracellular badan dasar di goresan dari aphtha dari
pasiennya. Sezan (1953) melaporkan isolasi virus dari vincou dan cairan
subretinal di tiga kasus dan mengklaim telah diproduksi penyakit
percobaan serupa dengan manusia di mata kelinci. ini tidak teruji, dan
hasil terbuka bagi pertanyaan. anggapan lain dari sindrom ;menjadi dalam
kaitan dengan retinal vasculitis dan beberapa kasus dengan pelanggaran di
retinal dengan rekaman hemorrhage. Penyebab diduga suatu proses
imunologik tetapi virus sebagai penyebab tidak dapat disingkirkan.HLA-
B51 adalah sangat terkait dengan Behçet penyakit
patofisiologi
Penyakit Behçet dianggap lebih umum di daerah sekitar rute perdagangan
sutra lama di Timur Tengah dan di Asia Tengah. Demikian, kadang-
kadang dikenal sebagai Silk Road penyakit. Namun, penyakit ini tidak
terbatas kepada orang-orang dari daerah ini. Sejumlah besar studi serologis
menunjukkan hubungan antara penyakit dan HLA-B51. HLA-B51 lebih
sering ditemukan dari Timur Tengah Siberia Timur Selatan, namun
kejadian B51 dalam beberapa penelitian adalah 3 kali lipat lebih tinggi
daripada populasi normal. Namun, cenderung B51 tidak ditemukan dalam
penyakit saat tertentu SUMO4 varian gen yang terlibat, dan gejala muncul
untuk menjadi lebih ringan ketika HLA-B27 hadir. Pada waktu saat ini,
yang serupa asal menular belum dikonfirmasi bahwa Behçet menyebabkan
penyakit, tetapi strain tertentu Streptococcus sanguinis telah ditemukan
untuk memiliki homolog antigenicity.
Gejala klinis berupa ulserasi oral, ulserasi genital, serta uveitis pertama
kali ditemukan oleh Hipocrates tetapi kini dikenal sebagai penyakit Behçet
sesuai dengan discripsi seorang spesialis kulit bangsa turki 50 tahun yang
lalu. Penyakit Behçet, yang dahulu disebut sindrom Behçet adalah kondisi
multisistem dengan serangkaian manifestasi, antara lain ulserasi oral,
arthritis, penyakit kardiovaskular, tromboplebitis, ruam-ruam kulit serta
penyakit neurologis.
Ditandai oleh 4 kelainan yaitu:
• Uveitis (iridosiklitis, retinitis, retinokoroiditid). Pada dasarnya
didapatkan peri arteritis dan end-arteritis yang menyebabkan vaskulitis
obliteratif sehingga dapat terjadi iskemia retina, perdarahan retina, serta
ablasi. Bila terdapat hipopion maka hal ini merupakan gejala yang lanjut.
• Kelainan pada rongga mulut berupa stomatitis aftosa yang dapat
mengenai bibir, lidah, mukosa bukal, palatum durum, serta palatum molle.
• Kelainan kulit berupa eritema nodusum, folikulitis, serta hipersensitivitas
kulit.
• Kelainan genital berupa ulserasi pada alat genital pria atau wanita.
Sindrom Behcet ditemukan pada usia 20-40 tahun, pria lebih banyak dari
wanita.
Pemeriksaan patologi dari penyakit mata menunjukkan exudate
serohemoragic berisi leukocyte poly morphonuclear di seperti kaca dan di
bagian anterior dan posterior (besar. 329). ada wilayah luas pada retinal
neutosis. leukocyte mononuclear dan polymorphonuclear lound di selaput
pelangi
Mikroskop:
1.leukosit mononuclear dan polymorphonuclearinfiltrasi ke
choroid.
2. coagulative yang luas dan nekrosis hemoragic dari retina
3. chronic non granulomatous iritis with menghancurkan
pigmen dari epithelium dan proliferasi jaringan granulasi ke
bagian posterior.
Diagnosis
Ulserasi oral yang berulang-ulang merupakan gambaran
penting penyakit Behçet, tetapi criteria lain yang diperlukan
untuk menegakkan diagnosa ini masih rancu. Sebuah
kelompok studi internasional belum lama ini menyajikan
serangkaian criteria yang disetujui untuk digunakan dimasa
mendatang. HLA-tyiping mungkin berguna karena adanya
hubungan kuat dengan HLA-B5
Kriteria untuk mendiagnosis penyakit Behçet
Ulserasi yang rekuren
Ulserasi genital rekuren
Lesi pada mata
Lesi-lesi kulit
Aptosa minor, aptosa mayor, atau ulserasi herpetiformis yang berulang
paling sedikit 3 kali dalam periode 12 bulan.
Ulserasi aptosa atau parut.
Uveitis anterior, uveitis posterior, atau sel-sel dalam badan kaca sewaktu
pemeriksaan belah (still examination); atau vaskulitis retina yang
ditemukan oleh dokter mata.
Eritema nodosum yang ditemukan oleh dokter umum atau penderita,
pseudofoikulitis, atau lesi papulopustular; atau nodula acneiformis yang
ditemukan oleh dokter pada pasien pasca remaja yang tidak dalam
pengobatan kortikosteroid.
Pengobatan
Dengan menggunakan chlorambucil. Lesi-lesi mulut harus diobati
gejalanya seperti pengobatan pada RAS. Penderita penyakit Behçet
mungkin memerlukan terapi imunosupresi secara sistemis dan cara ini
dapat meringankan gejala-gejala mulutnya. Keterlibatan okuler harus
dimonitor secara hati-hati karena uveitis yang oreogresif dapat
menimbulkan parut dan mungkin juga kebutaan.
Prognosis
Tergantung fase penyakit pada waktu pemberian chlorambucil. Kebanyakan orang
dengan penyakit Behcet dapat memimpin kehidupan produktif dan mengendalikan
gejala dengan obat yang tepat, istirahat, dan olahraga. Ketika pengobatan efektif,
flare biasanya menjadi kurang sering. Banyak pasien akhirnya memasuki masa
pengampunan (a menghilangnya gejala). Kadang-kadang, perawatan tidak
mengurangi gejala, dan secara bertahap gejala lebih serius seperti penyakit mata
dapat terjadi. Gejala serius mungkin muncul bulan atau tahun setelah tanda-tanda
pertama penyakit Behcet terjadi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.Tuberculosis (TBC) Adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mycobacterium tuberkulosa tipe humanus (jarang tipe M. bovines).
Meluasnya proses dapat dengan cara :
Penyebaran langsung ke sekitar
Penyebaran melalui saluran napas
Penyebaran melalui saluran limfe.
Penyebaran melalui limfe bertanggung jawab akan terjadinya proses di
pleura, dinding toraks dan tulang belakang
Penyebaran hematogen
Proses di paru yang menembus vena pulmonalis
Proses didinding vena yang pecah
Dari kelenjar mediasteum
Dari tuberkulosa ekstra pulmoner
Pathogenesis TBC primer :bakteri atau partikel menempel pada jalur nafas
kemudian menempel dan berkembang di makrofag yang kemudian akan
membentuk sarang primer di jaringan paru.
Pathogenesis TBC sekunder :adanya infeksi endogen kemudian invasi ke daerah
parenkim paru-paru dan dalam waktu 3-10 minggu akan membentuk tuberkel.
Gejala klinisnya yang biasanya terjadi adalah :kurus ,sesak nafas ,nyeri
dada ,demam ,batuk. Batuk dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :batuk kering ,batuk
produktif biasanya mengeluarkan sputum ,dan batuk berdarah karena pecahnya
pembuluh darah.
Manifestasi di rongga mulut :lesi yang ulseratif yang mengenai dorsum
lidah ,mukosa dan palatum ,granuloma tuberculosis ,pada pemeriksaan HPA
ditemukan giant cell langhans dan sebukan infiltrasi sel limfotik .
Pengobatan :pemberian obat
antibiotic ,isoniazid ,rifampisin ,pirazinamid ,streptomisin dan etambutol .
2. Pneumonia adalah
Peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme selain Mycobakterium
tuberculosis, yaitu bakteri, virus, jamur, parasit. Berdasar sumber kumannya :
pneumonia komuniti yang didapat di masyarakat, pneumonia nosokomial didapat
di rumah sakit, pneumonia aspirasi, dan pneumonia imunocompromised. Berdasar
penyebabnya : pneumonia bakterial/tipikal (staphylococus, streptococcus,
hemofilus influenza, klebsiella, pseudomonas), pneumonia atipikal (mycoplasma,
legionella, chlamydia), pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Berdasarkan
predileksinya : pneumonia lobaris lobularis, bronkopneumonia, pleuropneumonia,
dan pneumonia interstitial.
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis mungkin berbeda-beda, misalnya :
- Pasien dengan bronchitis kromis mungkin menunjukkan gejala yang
kurang aukut dengan peningkatan sesak nafas dan peningkatan jumlah
sputum prulen dengan hanya sedikit atau tanpa demem.
- Orang tua mungkin menjadi kacau pikiran (confusion) atau mengalami
kekacauan mental yang menutupi gejala pernafasannya.
- Pasien di ICU, mungkin diduga menderita pneumonia jika frekuensi
pernafasannya meningkat, demam, foto ronsen dada dengan
perselubungan (shadow) atau penuruan PO2 arterial.
- Pada pasien imunosupresif, adanya batuk, demam atau sesak saja cukup
untuk menimbulkan kecurigaan akan adanya pneumonia.
3.Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis diberi
nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansunusitis.
Etiologi
Sinusitis dapat disebabkan oleh
1. Bakteri : Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza,
Streptococcus group A,Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil
gram -, Pseudomonas.
2. Virus :Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus
3. Bakteri anaerob: fusobakteria
4. Jamur
Patofisiologi
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada dinding hidung dan sinus
sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan pada ostium sinus, dan
berpengaruh pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga
memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan
mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia
menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental,
yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen.
Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan
terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus.
Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam
sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya
bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan
silia dan aktiviitas leukosit.
Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak
adekuat , obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa
bakteri patogen.
4.PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala
ekstrapulmonal yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan
yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan
keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang
disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran
gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab
utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas
berbahaya.
5.Behcet syndrome adalah suatu bentuk vaskulitis yang dapat menyebabkan lesi
ulserasi dan lainnya. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai gangguan kronis dalam
tubuh sistem kekebalan. Sistem ini, yang biasanya melindungi tubuh terhadap
infeksi melalui dikontrol peradangan, menjadi terlalu aktif dan menghasilkan
wabah tak terduga berlebihan peradangan. Peradangan tambahan ini akan
mempengaruhi pembuluh darah, biasanya kecil. Akibatnya, gejala terjadi di mana
saja ada adalah patch peradangan, dan dapat di mana saja di mana ada darah
pasokan.
Etiologi
Etiologi tidak jelas, dan penyakit tampak seperti suatu kejadian yang biasa
di negara meditertanean. di antara faktor yang menyebabkan yang telah
menjelaskan hypersensitivity ke bakteri yang avirulent, infeksi
streptococcus viridans, dan infeksi staphylococcus albus. Behcet (1940)
dipercayai sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus, dan ditemukan
intracellular dan extracellular badan dasar di goresan dari aphtha dari
pasiennya. Sezan (1953) melaporkan isolasi virus dari vincou dan cairan
subretinal di tiga kasus dan mengklaim telah diproduksi penyakit
percobaan serupa dengan manusia di mata kelinci. ini tidak teruji, dan
hasil terbuka bagi pertanyaan. anggapan lain dari sindrom ;menjadi dalam
kaitan dengan retinal vasculitis dan beberapa kasus dengan pelanggaran di
retinal dengan rekaman hemorrhage. Penyebab diduga suatu proses
imunologik tetapi virus sebagai penyebab tidak dapat disingkirkan.HLA-
B51 adalah sangat terkait dengan Behçet penyakit
Kriteria untuk mendiagnosis penyakit Behçet
Ulserasi yang rekuren
Ulserasi genital rekuren
Lesi pada mata
Lesi-lesi kulit
Aptosa minor, aptosa mayor, atau ulserasi herpetiformis yang berulang
paling sedikit 3 kali dalam periode 12 bulan.
Ulserasi aptosa atau parut.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Soeparman dkk. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai
Penerbit UI
Junadi,Purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-2.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.
PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: 2006. p. 1-18.
Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4.
Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI, 2006. p. 984-5.
GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention.
USA: 2007. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat
dari:http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?
l1=2&l2=1&intId=989
GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of
Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial
online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116
Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.