48
Alen_Skenario 2_Syncope | 1 Blok XX Skenario 2 Pandanganku Gelap Seorang laki-laki berusia 49 tahun dibawa teman sekantornya ke IGD karena pingsan kira-kira 30 menit yang lalu saat mengikuti upacara bendera. Dari anamnesis setelah pasien sadar, pasien mengatakan bahwa dirinya tiba-tiba merasa pandangan gelap dan kepala terasa ringan saat upacara kemudian ia tak sadar dan setelah sadar sudah berada di mobil yang membawanya ke rumah sakit. Pasien mengeluhkan nyeri dada dan merasa napasnya agak berat. Pasien mengaku sudah sejak lama mengkonsumsi obat-obat jantung seperti digoksin 1x1 tablet, kaptopril 2x1 tablet, furosemid 1x1 dan asetosal 1x1. Riwayat darah tinggi & kencing manis disangkal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 90/60 mmHg, nadi 55x/menit tidak teratur, pernapasan 22x/menit. Auskultasi : suara jantung ireguler- ireguler, murmur sistolik. Edema minimal pada kedua ekstremitas bawah. Hasil pemeriksaan laboratorium rutin masih dalam batas normal. Keyword Laki-laki, 49 tahun. Pingsan kira-kira 30 menit yang lalu, saat upacara bendera. Anamnesis (setelah pasien sadar): tiba-tiba merasa pandangan gelap dan kepala terasa ringan, kemudian tidak sadar. Nyeri dada dan napas agak berat. Konsumsi obat-obat jantung sejak lama: digoksin 1x1 tablet, kaptopril 2x1 tablet, furosemid 1x1 dan asetosal 1x1. Riwayat darah tinggi (-) Riwayat kencing manis (-). Px. Fisik: TD 90/60 mmHg, N 55x/menit iregular, RR 22x/menit. Auskultasi: suara jantung ireguler-ireguler, murmur sistolik. Edema minimal pada kedua ekstremitas bawah. Hasil px. laboratorium rutin dbn. Pertanyaan: 1. Kenapa pasien tiba-tiba tidak sadarkan diri? (kenapa padangan gelap dan kepala terasa ringan?) 2. Hubungan nyeri dada dan napas agak berat dengan kondisi kehilangan kesadaran yang dialami oleh pasien? 3. Hubungan konsumsi obat jantung dengan kondisi pasien? 4. Apa arti adanya suara jantung iregular dan ada murmur sistolik? 5. Mengapa ada edema yang minimal pada ektermitas bawah pasien? 6. Kemungkinan penyakit dan diagnosa banding pada pasien? 7. Bagaimana pendekatan diagnosis yang dilakukan pada pasien (px. pada pasien)? 8. Bagaimana penatalaksaan pada pasien?

Skenario 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Skenario 2

Citation preview

Page 1: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 1

Blok XXSkenario 2 Pandanganku Gelap

Seorang laki-laki berusia 49 tahun dibawa teman sekantornya ke IGD karena pingsan kira-kira 30 menit yang lalu saat mengikuti upacara bendera. Dari anamnesis setelah pasien sadar, pasien mengatakan bahwa dirinya tiba-tiba merasa pandangan gelap dan kepala terasa ringan saat upacara kemudian ia tak sadar dan setelah sadar sudah berada di mobil yang membawanya ke rumah sakit. Pasien mengeluhkan nyeri dada dan merasa napasnya agak berat. Pasien mengaku sudah sejak lama mengkonsumsi obat-obat jantung seperti digoksin 1x1 tablet, kaptopril 2x1 tablet, furosemid 1x1 dan asetosal 1x1. Riwayat darah tinggi & kencing manis disangkal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 90/60 mmHg, nadi 55x/menit tidak teratur, pernapasan 22x/menit. Auskultasi : suara jantung ireguler-ireguler, murmur sistolik. Edema minimal pada kedua ekstremitas bawah. Hasil pemeriksaan laboratorium rutin masih dalam batas normal.

Keyword Laki-laki, 49 tahun. Pingsan kira-kira 30 menit yang lalu, saat upacara bendera. Anamnesis (setelah pasien sadar): tiba-tiba merasa pandangan gelap dan kepala terasa ringan,

kemudian tidak sadar. Nyeri dada dan napas agak berat. Konsumsi obat-obat jantung sejak lama: digoksin 1x1 tablet, kaptopril 2x1 tablet, furosemid 1x1

dan asetosal 1x1. Riwayat darah tinggi (-) Riwayat kencing manis (-). Px. Fisik: TD 90/60 mmHg, N 55x/menit iregular, RR 22x/menit. Auskultasi: suara jantung

ireguler-ireguler, murmur sistolik. Edema minimal pada kedua ekstremitas bawah. Hasil px. laboratorium rutin dbn.

Pertanyaan:1. Kenapa pasien tiba-tiba tidak sadarkan diri? (kenapa padangan gelap dan kepala terasa ringan?)2. Hubungan nyeri dada dan napas agak berat dengan kondisi kehilangan kesadaran yang dialami

oleh pasien?3. Hubungan konsumsi obat jantung dengan kondisi pasien?4. Apa arti adanya suara jantung iregular dan ada murmur sistolik?5. Mengapa ada edema yang minimal pada ektermitas bawah pasien?6. Kemungkinan penyakit dan diagnosa banding pada pasien?7. Bagaimana pendekatan diagnosis yang dilakukan pada pasien (px. pada pasien)?8. Bagaimana penatalaksaan pada pasien?9. Apakah kondisi yang dialami pasien ini dapat berulang? Jika iya, mengapa demikian dan

bagaimana pencegahannya? (Prognosis pasien)

Obat-Obatan Pada PasienDigoksin 1x1 tabletKardiak GlikosidaCara kerja Meningkatkan tenaga (force) dan velositas (kecepatan) kontraksi sistolik miokardial (aksi inotropik positif), menurunkan (memperlambat) heart rate, dan menurunkan konduksi melalui nodus atriventriluar.Indikasi Terapi CHF, fibrilasi atrial, flutter atrial, takikardi atrial paroksismal, syok kardiogenik.Kontraindikasi Fibrilasi ventrikular; takikardi ventrikular (kecuali pada beberapa kasus); Toksisitas digitalis; beriberi heart disease; hipersensitivitas terhadap digoxin; beberapa kasus dari sindroma sinus karotis hipersensitivitas.

Page 2: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 2

Route/DosageADULTS: Rapid digitalization with loading dose: IV 0.4 to 0.6 mg or PO tablets 0.5 to 0.75 mg or capsules 0.4 to 0.6 mg in previously undigitalized patients; additional doses may be given cautiously at 6 to 8 hr intervals (IV 0.1 to 0.3 mg or PO tablets 0.125 to 0.375 mg or capsules 0.1 to 0.3 mg) until clinical response is achieved; thereafter adjust dosage based on levels (usual range 0.125 to 0.5 mg/day as single daily dose). In previously digitalized patients, adjust dosage in proportion to ratio of desired vs current serum levels. Efek SampingCV: Aritmia (aritmia supraventrikular lebih umum pada bayi dan anak-anak), meliputi takikardi ventrikular dan kontraksi prematur ventrikular. CNS: Sakit kepala; kelemahan; apati; drowsiness (keadaan mengantuk); depresi mental; konfusi (kebingungan); disorientasi. EENT: Gangguan visual (penglihatan kabur, efek halo). GI: Anoreksia; nausea; muntah; diare.

OVERDOSAGE: SIGNS & SYMPTOMS

May involve signs and symptoms of the following: GI tract (eg, anorexia, nausea, vomiting, diarrhea); nervous system (eg, headache, weakness, apathy, drowsiness, visual disturbances such as blurred, yellow or green vision, halo effect), depression, confusion, restlessness, disorientation, seizures, EEG abnormalities; delirium, hallucinations, neuralgia and psychosis; cardiovascular system (eg, ventricular tachycardia, PVCs, paroxysmal and nonparoxysmal nodal rhythms, AV dissociation, accelerated nodal rhythm and premature atrial contraction with block, atrial fibrillation, ECG changes, all alterations in cardiac rate and rhythm). Conduction disturbances are common manifestations of toxicity in children.

Kaptopril 2x1 tabletKelas: Antihipertensi/ACE inhibitorAksi Secara kompetitif menghambat enzim konversiv angiotensin I, mencegah konversi angiotensin I menjadi angiotension II, merupakan vasokonstriktor poten yang juga menstimulasi sekresi aldosteron. Menyebabkan penuruna tekanan darah, retensi potassium, dan reduksi reabsorpsi sodium.Indications Treatment of hypertension, CHF in patients unresponsive to or uncontrolled by conventional therapy, left ventricular dysfunction after MI, diabetic nephropathy. Unlabeled use(s): Treatment of hypertensive crisis, neonatal and childhood hypertension; rheumatoid arthritis; diagnosis of anatomic renal artery stenosis and primary aldosteronism; treatment of hypertension related to scleroderma renal crisis and Takayasu's disease; idiopathic edema; Bartter's and Raynaud's syndrome; asymptomatic left ventricular dysfunction after MI.Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap ACE inhibitors.Rute/Dosis HypertensionADULTS: Initial dose: PO 25 mg bid to tid; then gradually increase q 1 to 2 wk if satisfactory effect is not achieved. Usual dose: 25 to 150 mg bid to tid. Usual dose does not exceed 50 mg 3 times daily. Max daily dose is 450 mg.Severe HypertensionCHILDREN: PO 0.01–0.5 mg/kg/day.Heart Failure

Page 3: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 3

ADULTS: Initial dose: PO 6.25 to 12.5 mg tid; then titrate to usual daily dosage within next several days. Genereally to be used in conjunction with a diuretic and digitalis.Left Ventricular Dysfunction after MIADULTS: PO 6.25 mg 3 days after MI; then 12.5 mg tid and 25 mg tid for next several days. Target dose: 50 mg tid over next several weeks.Diabetic NephropathyADULTS: PO 25 mg tid.InteraksiAmiodarone, anticholinergics, bepridol, benzodiazepines, ACE inhibitors, clarithromycin, cyclosporine, diltiazem, erythromycin, indomethacin, itraconazole, propafenone, quinidine, quinine, tetracycline, verapamil: May increase digoxin serum levels Adverse ReactionsCV: Chest pain; palpitations; tachycardia; orthostatic hypotension. CNS: Headache; sleep disturbances; paresthesias; dizziness; fatigue; malaise. DERM: Rash; pruritus; alopecia. EENT: Rhinitis. GI: Nausea; abdominal pain; vomiting; gastric irritation; aphthous ulcers; peptic ulcer; jaundice; cholestasis; diarrhea; dysgeusia; anorexia; constipation; dry mouth. GU: Oliguria; proteinuria. HEPA: Elevated liver enzymes and serum bilirubin. HEMA: Neutropenia; agranulocytosis; thrombocytopenia; pancytopenia. META: Hyperkalemia; hyponatremia; elevated uric acid and blood glucose. RESP: Chronic dry cough: dyspnea; eosinophilic pneumonitis. OTHER: Gynecomastia; myasthenia.PrecautionsHypotension/first-dose effect: Significant decreases in BP may occur after first dose, especially in patients with severe salt or volume depletion or those with CHF.

OVERDOSAGE: SIGNS & SYMPTOMS Hypotension

Furosemid 1x1

Loop DiuretikAksi Menghambat reabsorpsi sudium dan klorida pada proksimal dan distal tubulus dari lengkung henle.Indikasi Pengobatan edema yang disebabkan oleh CHF, serosis hepatik, dan penyakit renal; hipertensi.Kontraindikasi Hpersensitivitas terhadap sulfonilurea; anuria.Dosis EdemaDewasa: PO 20-80 mg/hari dosis tunggal; dapat ditingkatkan tiga kali hingga 600 mg/hari. IV/IM 20-40 mg qd atau bid.HipertensiDewasa: PO 40 mg bid. Dosis Maksimal: 6 mg/kg.CHF dan Gagal Ginjal KronikDewasa: PO Hingga 2-2.5 g/hari. IV Hingga 2-2.5 g/hari. IV bolus maksimal: 1 g/hari selama 30 menit.Edema Pulmoner AkutDewasa: IV 40 mg (selama 1-2 menit). Jika tridak berespon memuaskan dalam 1 jam, tingkatkan hingga 80 mg. Interaksi

Page 4: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 4

Digitalis glikosida: gangguan eelektrolit dapat menjadi predisposisi terjadinya aritmia yang diinduksi oleh digitalis. Efek SampingCV: hipotensi ortostatik; tromboplebitis; aortitis kronik. CNS: Vertigo; sakit kepala; pusing; parestesia; susah beristirahat (restlessness); demam. DERM: fotosensitivitas; urtikaria; pruritus; necrotizing angiitis (misalnya, vaskulitis, cutaneous vaskulitis); eksfoliatif dermatitis; erithema multiform; rash; umumnya, iritasi lokal dan nyeri pada penggunaan parenteral. EENT: Pengkaburan penglihatan; xanthopsia (penglihatan kuning); tinnitus; gangguan pendengaran. GI: Anoreksia; nausea; muntah; diare; iritasi oral dan gastrik; kramp; konstipasi; pankreatitis. GU: Spasme bladder; interstitial nefritis; glikosuria. HEMA: Anemia; leukopenia; purpura; anemia aplastik; trombositopenia; agranulositosis. HEPA: Jaundice; ischemic hepatitis. META: Hyperuricemia; hyperglycemia; hypokalemia; metabolic alkalosis. OTHER: Spasme otot; kelemahan.

OVERDOSAGE: SIGNS & SYMPTOMS

Acute profound water loss, volume and electrolyte depletion, dehydration, reduction of blood volume, circulatory collapse with possibility of vascular thrombosis and embolism

Asetosal 1x1.???????REMIDIUM NAMA BAHAN OBAT KHASIAT/ FUNGSI

Cardinale Acetosal (antipiretik) Nyeri ringan sampai sedang, demam

A. OBAT1. Dosis Obat

Dosis seharusnya (dewasa) Acetosal = 300-900 mg/pemberian, max 4 gr/ hari

2. Jadwal Pemberian Acetosal = setelah makan, durasi tiap 4-6 jam bila diperlukan, interval 3-4 x/hari

3. Interaksi Obat Acetosal

NSAID= meningkatkan efek sampingAntasid dan adsorben= meningkatakan ekskresiAntikoagulan= meningkatkan perdarahanAntiepileptik= peningkatan fenitoin & valproat

Hubungan konsumsi Obat-obatan Jantung dengan kondisi pasienAsetosal????Digoksin, Furosemid, dan Kaptopril dapat menyebakan efek samping kondisi hipotensi ortostatik pada penggunanya karena obat-obatan ini dapat menyebabkan penurunan tekanan darah, ditambah dengan efek dari Kaptopril (ACE inhibitor) yang dapat meningkatkan level dari Digoksin. Ketiga obat ini dapat menyebabkan aritmia jantung. (Efek samping: lihat pada masing-masing obat)

Nyeri Dada dan Sesak Pada PasienNyeri DadaMasalah dan Lokasi Kualitas, Keparahan Waktu, dan Gejala TerkaitKardiovaskularAngina Pektoris Kualitas: Menekan, seperti diremas, sesak,

Page 5: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 5

Retrosternum atau seluas dada anterior, kadang menjalar ke bahu, lengan, leher, rahang bawah, atau abdomen atas.

Infark MiokardiumSama seperti pada angina

PerikarditisPrekardium: Dapat menjalar sampai ke ujung bahu dan leher

Retrosternum

Diseksi Aneurisma AortikDada anterior, menjalar sampai ke leher, punggung, atau abdomen

Paru TrakeobronkitisSternum atas atau pada kedua sisi sternum

Nyeri PleuraDinding dada di atas terjadinya proses penyakit

Gastroinstestinal dan LainnyaRefleks EsofagitisRetrosternum, dapat menjalar ke punggung

Spasme Esofagus DifusRetrosternum, dapat menyebar ke punggung,

berat, kadang terasa seperti terbakarKeparahan: Ringan sampai sedang, kadang terasa hanya ketidaknyamanan bukan nyeriWaktu: Biasanya 1-3 menit tetapi dapat mencapai 10 menit; episode memanjang sampai 20 menitGejala Terkait: Kadang dispnea, mual, bengkak

Kualitas: Sama seperti anginaKeparahan: Sering namun tidak selalu, dirasakan berupa nyeri hebatWaktu: 20 menit sampai beberapa jamGejala Terkait: Mual, muntah, berkeringat, kelemahan

Kualitas: Tajam, seperti ditusuk pisauKeparahan: Sering hebatWaktu: PersistenGejala Terkait: Tergantung penyakit dasarnya

Kualitas: Seperti tergerusKeparahan: HebatWaktu: PersistenGejala Terkait: Tergantung penyakit dasarnya

Kualitas: Seperti dirobekKeparahan: Sangat hebatWaktu: Awitan tiba-tiba, puncak lebih dini, persisten selama beberapa jam atau lebihGejala Terkait: Sinkope, hemiplegia, paraplegia

Kualitas: Seperti terbakar Keparahan: Ringan sampai sedangWaktu: BervariasiGejala Terkait: Batuk

Kualitas: Tajam, seperti tertusuk pisauKeparahan: Sering hebatWaktu: PersistenGejala Terkait: Bergantung penyakit dasarnya

Kualitas: Seperti terbakar, mungkin seperti diremas Keparahan: Sedang sampai beratWaktu: BervariasiGejala Terkait: Kadang regurgitasi, disfagia

Kualitas: Biasanya seperti diremas-remas Keparahan: Sedang sampai berat

Page 6: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 6

lengan, dan rahang

Nyeri Dinding DadaSering di bawah mammae kiri atau sepanjang kartilago kostal; juga di tempat lain

AnsietasPrekordium, di bawah mammae kiri, atau di dada anterior

Waktu: BervariasiGejala Terkait: Disfagia

Kualitas: Seperti ditikam, ditusuk, atau tumpul, sangat sakit Keparahan: BervariasiWaktu: Cepat hilang beberapa jam atau beberapa hariGejala Terkait: Sering kali nyeri tekan lokal

Kualitas: Seperti ditikam, ditusuk, atau tumpul, sakit Keparahan: BervariasiWaktu: Cepat hilang beberapa jam atau beberapa hariGejala Terkait: Tanda napas, palpitasi, kelemahan, ansietas

DispneaMasalah Waktu Faktor Pencetus dan PeredaGagal Jantung Kiri (gagal ventrikel kiri atau stenosis mitral)

Bronkitis Kronis (mungkin ditemukan pada PPOM)

Penyakit Paru Obstruktif Menahun

Asma

Dispena mungkin berkembang perlahan-lahan atau tiba-tiba, seperti pada edema paru akut

Batuk produktif kronis diikuti oleh dispnea progresif yang lambat

Perkembangan dispnea perlahan; selanjutnya batuk relatif ringan

Episode akut, dipisahkan oleh periode bebas gejala; episode nokturna umum terjadi

↑ dengan pengerahan tenaga yang berlebihan, berbaring↓ dengan istirahat, duduk tegak, walaupun dispnea mungkin menjadi persistenGejala terkait: sering batuk, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, kadang disertai mengi.

↑ dengan pengerahan tenaga yang berlebihan, inhalasi iritan, infeksi respiratori↓ dengan eksperotasi, istirahat, walaupun dispnea mungkin menjadi persistenGejala terkait: Batuk produktif kronik, infeksi pernapasan yang berulang, kemungkinan mengi.

↑ dengan pengerahan tenaga ↓ dengan istirahat, walaupun dispnea menjadi persistenGejala terkait: batuk disertai dengan sputum encer

↑ oleh alergen, iritan, infeksi pernapasan, latihan fisik, emosi↓ dengan menghindari faktor penyebab/pemicuGejala terkait: Mengi, batuk,

Page 7: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 7

Penyakit Paru Interstisial Difus (sarkoidosis, neoplasma menyebar, asbestosis, dan fibrosis paru idiopatik)

Pneumonia

Pneumotoraks Spontan

Embolisme Paru Akut

Dispnea progresif yang bervariasi dalam laju perkembangan dan penyebabnya

Penyakit akut; waktu bervariasi sesuai dengan agen penyebab

Awitas dispnea yang tiba-tiba

Awitas dispnea yang tiba-tiba

dada seperti diikat

↑ dengan latihan fisik↓ dengan istirahat, walaupun dispnea dapat menjadi persistenGejala terkait: sering mengalami kelemahan, keletihan; batuk jarang terjadi dibanding penyakit paru lainnya

Gejala terkait: Nyeri peluritik, batuk, sputum, demam, walaupun tidak selalu ada tanda ini

Gejala terkait: Nyeri pleuritik, batuk

Gejala terkait: Seringkali tidak ada; nyeri hebat retrosternum jika sumbatan masif; nyeri pleuritik, batuk, dan hemoptisis mungkin menyertai embolisme jika dipastikan terjadi embolisme paru; gejala ansietas.

Kemungkinan terbesar adallah kondisi pasien disebabkan oleh akibat adanya gangguan kardiovaskular (baca keterangan nyeri sesuai dengan kondisi diatas).Gambar Dispena

Hypothetical model for integration of sensory inputs in the production of dyspnea. Afferent information from the receptors throughout the respiratory system projects directly to the sensory

Page 8: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 8

cortex to contribute to primary qualitative sensory experiences and provide feedback on the action of the ventilatory pump. Afferents also project to the areas of the brain responsible for control of ventilation. The motor cortex, responding to input from the control centers, sends neural messages to the ventilatory muscles and a corollary discharge to the sensory cortex (feed-forward with respect to the instructions sent to the muscles). If the feed-forward and feedback messages do not match, an error signal is generated and the intensity of dyspnea increases. (Adapted from Gillette and Schwartzstein.)

Page 9: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 9

Edema Minimal Pada Ektremitas Bawah PasienProses Edema

Page 10: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 10

Sequence of events leading to the formation and retention of salt and water and the development of edema. ANP, atrial natriuretic peptide; RPF, renal plasma flow; GFR, glomerular filtration rate; ADH, antidiuretic hormone. Inhibitory influences are shown by broken lines.

Distribusi Edema

Distribusi edema merupakan hal penting dalam menentukan penyebab dari edema tersebut. Edam yang sifatnya terbatas pada satu kaka atau pada satu tangan biasanya disebabkan oleh obstruksi vena dan/atau obstruksi limfatik. Edema yang disebabkan oleh hiponatremia umumnya bersifat general (menyeluruh), namun terdapat bukti bahwa jaringan yang sangat lunak pada kelopak mata dan wajah cenderung lebih tampak nyata pada pagi hari karena postur tubuh pada malam hari yang mempengaruhi penyebaran edema. Edema wajah dapat disebabkan juga oleh (namun jarang terjadi) trikhinosis, reaksi alergi, dan myxedema. Edema yang dihubungkan dengan gagal jantung, cenderung lebih napak jelas pada ekstremitas bawah dan lebih jelas pada sore hari, kondisi ini juga sangat ditentukan oleh postur tubuh. Ketika pasien dengan gagal jantung berada di tempat tidur, edema lebih nyata pada regio presakral. Paralisis yang menyebabkan reduksi drainase vena dan limfatik pada sisi yang bersangkutan dan berperan dalm perkembangan edema unilateral.

Edema General

Page 11: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 11

Penyebab Uatama Edem General: Riwayat, Pemeriksaan Fisik, dan Temuan Lab

Sistem Organ

Riwayat Pemeriksaan Fisik Temuan Lab

Kardio Dispnea dengan eksersi prominen-sering diasosiasikan dengan ortopnea- atau paroxysmal nocturnal dyspnea

Peningkatan tekanan vena jugularis, ventricular (S3) gallop; umumny dengan perubahan tempat atau pulsasi apikal diskinetik; Sianosis perifer, ektremitas dingin, ketika berat terjadi tekanan pulsasi kecil

Peningkatan rasio urea nitrogen-kreatinin; peningkatan asam urat; sodium serum sering menurun; enzim liver sering meningkat dengan adanya kongesti hepatik

Hepatik Dispnea tidak sering, kecuali diasosiasikan dengan derajat ascites yang signifikan; sering muncul pada riwayat penyalahgunaan etanol

Sering dihubungkan dengan ascites; tekanan vena jugularis dapat normal atau menurun; tekanan darah lebih rendah dibandingkan pada penyakit renal atau jantung; Mungkin dapat muncul satu atau lebih tanda tambahan dari kondisi penyakit liver kronik (jaundice, palmar erythema, Dupuytren's contracture, spider angiomata, male gynecomastia; asterixis dan tanda-tanda lain dari ensefalopati)

Jika berat, reduksi dari albumin serum, kolesterol, protein hepatik lainnya (transferrin, fibrinogen); peningkatan enzim liver, bergantung pada penyebab dan adanya kerusakan/cederra liver didapat; cenderung menuju kondisi hipokalemia, alkalosis respiratori; makrositosis karena defisiensi folat

Renal Biasanya kronik: dapat dihubungkan dengn gejala dan tanda uremik, meliputi penurunan nafsu makan, perubahan rasa lidah (metallic or fishy), perubahan pola tidur, kesulitan berkonsentrasi, restless legs atau myoclonus; dispnea dapat muncul, namun kurang nyata dibandingkan pada kondisi gagal jantung

Tekanan darah dapat meningkat; retinopati hipertensi atau diabetik pada kasus tertentu; nitrogenous fetor; edema periorbital dapat predominan; pericardial friction rub pada kasus berat dengan uremia

Albuminuria, hipoalbuminemia; kadang terjadi peningkatan kreatinin serum dan nitrogen; hiperkalemia, asidosis metabolik, hiperphosphatemia, hipocalcemia, anemia (biasanya normositik)

Kesimpulan: kemungkinan besar edema pada kaki pasien disebabkan oleh dua hal 1)adanya obstruksi vena atau sistem limfatik, yang umumnya akan menyebabkan edema salah satu kaki atau tangan; 2)adanya gagal jantung pada pasien: umumnya akan memberikan manifestasi berupa gangguan edema perifer lebih dulu, kemudian sesuai progresfitasnya akan menyebar secara general ke seluruh tubuh (edema general).

Page 12: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 12

Adanya Murmur Sistolik Pada Pasien

Penyebab Murmur

Systolic Murmurs

Sistolik Dini

Mitral

Acute MR

VSD

Muscular

Nonrestrictive with pulmonary hypertension

Tricuspid

TR with normal pulmonary artery pressure

Mid-systolic

Aortic

Obstructive

Supravalvular—supravalvular aortic stenosis, coarctation of the aorta

Valvular—AS and aortic sclerosis

Subvalvular—discrete, tunnel or HOCM

Increased flow, hyperkinetic states, AR, complete heart block

Dilatation of ascending aorta, atheroma, aortitis

Pulmonary

Obstructive

Supravalvular—pulmonary artery stenosis

Valvular–pulmonic valve stenosis

Subvalvular–infundibular stenosis (dynamic)

Increased flow, hyperkinetic states, left-to-right shunt (e.g., ASD)

Dilatation of pulmonary artery

Late systolic

Mitral

MVP, acute myocardial ischemia

Tricuspid

TVP

Holosystolic

Atrioventricular valve regurgitation (MR, TR)

Left-to-right shunt at ventricular level (VSD)

Systolic murmurs begin with or after the first heart sound (S1) and terminate at or before the component (A2 or P2) of the second heart sound (S2) that corresponds to their side of origin (left or right, respectively).

Page 13: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 13

Kemungkinan Penyebab Hilangnya Kesadaran Pasien

Page 14: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 14

SyncopeSyncope adalah kondisi dimana terjadi kehilangan kesadaran yang nyata diikuti dengan

jatuhnya orang yang mengalami kondisi ini. Kondisi ini dapat disebakan oleh adanya gangguan atau kehilangan fungsi tiba-tiba dari formasi retikularis batang otak, dimana biasanya disebabkan oleh iskemia temporer dan hipoksia jaringan. Syncope dapat berasal dari kondisi vasomotor atau kardiogenik.Reflex circulatory syncope, merupakan penyebab syncope tersering, dapat dipresipitasi oleh tingakt emosi yang tinggi (e. g., the sight of blood, anticipatory anxiety), panas, berdiri yang lama, atau nyeri fisik. Orang yang terkena kondisi ini akan menjadi pusing (dizzy), akan melihat titik (spots) hitam sebelum mata pasien, menjadi lebih pucat, berkeringat sangat banyak, dan kemudian kolaps. Pasien kemudian dapat sadar dan orientasi kemabali dengan sempurna pada hampir sebagian besar pasien. Subtipe etiologi dari reflex circulatory syncope meliputi idiopathic vasomotor collapse pada remaja, pressor syncope setelah batuk yang lama, micturition syncope, swallowing syncope, and extension syncope (seringnya dilihat pada pasien muda yang berdiri dengan cepat dari posisi jongkok). Orthostatic syncope merupakan manisfestasi dari berbagai penyakit neurologis (e. g., multisystem atrophy). Carotid sinus syncope merupakan kondisi yang cukup jarang. Vestibular syncope muncul, misalnya pada acute paroxysmal positioning vertigo.Cardiogenic syncope umumnya terjadi lbih sering pada pasien yanng berusia lebih tua. Penyebabnya dapat berupa cardiac arrhythmias (thirddegree AV block, sick sinus syndrome, tachycardias) dan berbagai tipe dari heart disease (e. g., valvular aortic stenosis, atrial myxoma, and chronic pulmonary hypertension with cor pulmonale).“Convulsive syncope”: episode syncope kadang diikuti dengan klonus otot yang nyata. Kondisi ini kadang menyebabkan klonus syncope ini sulit dibedakan dengan episode epilepsi.

Page 15: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 15

Causes of blackoutsVasovagal syncope

Sebagai respon peningkatan aktivitas vagal dan penurunan aktivitas simpatetik, jatung akan melambat dan sehingga darah berada di perifer. Cardiac output menurun dan terjadi kondisi dimana perfusi otak menjadi inadekuat ketika pasien berada dalam posisi berdiri. Pasien kemudian akan kehilangan kesadaran, jatuh, dan menjadi berada pada posisi yang lebih horisontal, venous return membaik, cardiac output membaik dan kemudian kesadaran akan kembali. Serangan akan memburuk ketika pasien berada dalam posisi berdiri dan akan membaik (dapat dicegah) dengan kepala pasien berada dalam posisi yang lebih rendah dari posisi jantung.Gambaran umum dari kondisi ini adalah sebagai berikut: Kondisi ini lebih sering pada remaja dan dewasa muda; Kondisi ini dapat distimulasi oleh berdiri dalam waktu yang cukup lama, peningkatan emosi

(mendengar berita buruk,); Pasien mendapat tanda-tanda awal seperti pusing (dizziness), visual blurring, merasa kedinginan

atau kepanasan, berkeringat, pallor;

Page 16: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 16

Pasien tidak sadar untuk periode yang singkat (30–120 detik), pada waktu ini pasien akan tampak mioklonik kemudian pasien akan tampak flaccid dan tidak bergerak;

Pasien merasa ingin muntah dan berkeringat ketika sadar, namun kondisi ini akan membaik dalam waktu sekitar 15 menit atau lebih.

Postural hypotension

Pada kondisi penurunan aktivitas simpatetik yang mempengaruhi jantung dan sirkulasi perifer, tidak munculnya respon normal berupa cardioacceleration dan peripheral vasoconstriction yang muncul ketika perubahan posisi dari supinasi menjadi posisi berdiri tegak, maka cardiac output dan perfusi serebral menjadi inadekuat pada saat berdiri, sehing akan menyebabkan hilangnya kesadaran. Kondisi ini akan berlanjut seperti pada vasovagal syncope. Penyebab dari penurunan aktivitas simpatetik ini biasanya adalah obat-obatan (aksi berlebihan dari agen antihipertensi aatau efek samping dari obat lain), namun biasanya lebih sering diakibatkan karena adanya lesi fisik pada jalur simpatetik pada sistem saraf pusat dan perifer.Postural hypotension harus disuspek pada pasien: • Usia menengah (setengah baya) atau pada usia tua, dan sedang dalam pengobatan tertentu;• Mengeluhkan pusing (dizziness) atau kepala terasa ringan (lightheadedness) ketika sedang

berdiri;• Hanya mengalami serangan ketika berada dalam posisi berdiri dan dapat mencegah kondisi ini

dengan duduk atau berbaring;• Memiliki tekanan darah sistolik yang lebih rendah dari 30mmHg atau lebih ketika dalam posisi

berdiri dibandingkan dengan ketika pada posisi supinasi.

Hyperventilation

Pasien yang bernapas berlebihan, akan membersihkan karbon dioksida dari darah mereka. Arterial hypocapnia merupakan stimulus vasoconstrictive serebral yang sangat kuat. Pasien akan mulai merasa kepalanya sangat ringan (lightheaded), persaan tidak nyata dan peningkatan diosiasi dari lingkungan disekitarnya.Hiperventilasi dianggap sebagai penyebab hilangnya kesadaran pada kondisi:• Pasien muda dan lebih sering pada wanita;• Pasien memiliki gangguan kecemasan atau sedang berada dalam kondisi cemas atau panik;• Pasien menyebutkaan bahwa pasien mengalami kesulitan untuk bernapas seiring dengan

perkembangan serangan;• paraesthesiae dan/atau tetany pada ekstremitas distal (dikarenakan peningkatan eksitabilitas

saraf yang muncul karena konsentrasi ion kalsium pada plasma menurun ketika terjadi alkalosis respiratorik);

Page 17: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 17

• Simptom dapat terjadi kembali ketika pasien melakukan hiperventilasi secara sengaja.

Cardiac arrhythmia

Ketika ouput dari ventrikel kanan tidak adekuat karena tachyarrhythmia atau bradyarrhythmia, cardiac output dan perfusi serebri dapat menjadi tidak adekuat untuk mengatur kesadaran. Arrhythmia biasanya paling sering (namun tidak selalu demikian) disebabkan oeh ischaemic heart disease. Bentuk klasik dari kondisi ini adalah dikenal sebagai Stokes–Adams attack, muncul ketika ada gangguan konduksi atrioventricular yang menyebabkan adanya periode rata-rata ventrikular yang sangat lambat dan/atau asystole.Kondisi ini dipertimbangkan ketika:• Pasien usia menengah atau pada pasien yang lebih tua;• Serangan tidak terkait dengan postur tubuh;• Ada riwayat ischaemic heart disease;• Pasien diketahui berada dalam kondisi palpitasi yang nyata;• Episodes of dizziness and presyncope occur as well as episodes in which consciousness is lost;• marked colour change and/or loss of pulse have been observed by witnesses during the attacks;• Pasien memiliki gangguan ritmik jantung ketika dilakukan pemeriksaan;• ECG menunjukkan adanya iskemik, kelainan konduksi atau kelainan ritmik jantung.

Hypoxia

Hipoksia merupakan kondisi yang tidak umum sebagai penyebab dari hilangnya kesadaran tiba-tiba. Bahkan sekalipun pasien berada dalam kondisi gangguan respirasi yang sangat berat, misalnya pada serangan asma, kesadaran biasanya masih tetap terjaga.

Hypoglycaemia

Kecuali pada pasien diabetes yang mengkonsumsi agen hypoglycaemic oral atau insulin, hypoglycaemia merupakan penyebab yang tidak umum dari hilangnya kesadaran tiba-tiba. Kondisi ini terjadi karena penyebab lain dari hypoglycaemia sangat jarang (e.g. insulinoma pankreas). Pada kondisi diabetes, hipoglikemia merupakan penyebab utama dari hilangnya kesadaran tiba-tiba.

Page 18: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 18

Serangan hypoglycaemic:• Dapat diawali oleh perasaan sangat lapar dan perut terasa kosong;• Dihubungkan dengan pelepasan adrenalin (Salah satu mekanisme homeostasis tubuh untuk

melepas glukosa dari penyimpanan glikogen hepar pada kondisi hypoglycaemia). Hal ini menjelaskan kondisi palpitasi, tremor dan berkeringat pada kondisi serangan hipoglikemia;

• Tidak terjadi kehilangan total dari kesadaran; kondisi ini hanya menyebabkan terjadinya episode bicara abnormal, konfusi atau perilaku yang aneh dan tidak biasanya;

• Dapat berproses secara cepat menjadi kondisi pingsan dan koma (faintness and drowsiness to coma), terutama pada anak-anak;

• Dibuktikan dengan rendahnya kadar glukosa darah saat serangan, namun tidak selalu bisa dilakukan pembuktian dengan penilaian glukosa darah ini.

Vertebro-basilar transient ischaemic attacks

Serangan Vertebro-basilar transient ischaemic merupakan penyebab hilanganya kesadaran yang jarang dan biasanya kondisi ini tanpa disertai dengan gejala tambahan dari disfungsi batang otak. Materi emboli-trombus berasal dari jantung atau dari ateri proksimal yang besar pada dada dan leher, dapat menyumbat aarter-arteri kecil yang munsuplai batang otak. Kondis ini akan menyebabkan iskemia jaringan batang otak selama tidak terjadi lisis atau fragmentasi dari meboli tersebut. Vertebro-basilar ischaemia dicurigai apabila:• Pasien usia pertengahan atau pada pasien yang lebih tua;• Jika pasien diketahui memiliki riwayat arteriopathic (i.e. riwayat myocardial infarction, angina,

intermittent claudication atau stroke), atau memiliki sumber emboli yang dapat didefinisikan secara jelas;

• Jika pasien mengalami serangan transient ischaemic yang tidak melibatkan hilangnya kesadaran, e.g. episodes monocular blindness, speech disturbance, hemiplegia, hemianaesthesia, diplopia, ataxia, etc.

Epilepsy

Page 19: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 19

Epilepsy dapat bersifat general atau fokal. Pada epilepsi general aktivtas elistrikan abnormal berasal dari garis tengah struktur otak dalam kemudian akan menyebar ke semua bagian dari korteks serebri secara simultan. Kondisi ini akan menyebabkan kondisi tonic–clonic dan terjadinya absen dari kejang dimana kesadaran akan menurun secara bervariasi. Pada epilepsi fokal, aktivitas kelistrikan abnormal terlokalisasi pada satu area dari korteks serebri. Pada kejang fokal ini, terjadi gangguan fungsi kasar dari bagian otak dimana aktiviast epileptik muncul, sementara bagian otak lainnya akan relatif normal. Selama seizure ini terlokalisasi, maka kesadaran akan terjaga. Pada kondis aktivitas epileptik fokal muncul pada lobus temporalis, regio dimana terjadi kerusakan atau disrupsi memori ketika serangan terjadi, pasien akan mencari pertolongan untuk kondisi kehilangan kesadaran dimana pasien tidak dapat mengingat kondisi yang terjadi ketika serangan. Kondisi ini lebih dititikberatkan pada memori.

‘Psychogenic non-epileptic’attacks

Beberapa pasien akan mencoba mencari perhatian, pada kondisi sadar ataupun setengah sadar dengan tiba-tiba mengalami kehilangan kesadaran. Pada saat serangan mungkin terjadi kehilagan kesadaran dan pasien mungkin akan jatuh, kadang dengan gerakan konvulsi pada wajah dan ekstremitas. Pasien akan melaporkan bahwa pasien tidak mengingat kondisi yang terjadi atau mengatakan bahwa pasien tidak sadar ketika serangan berlangsung, atau pasien dapat berkata bahwa pasien sadar namun tidak dapat mengendalikan kondsi yang terjadi pada diri pasien ketika serangan terjadi. Such psychologically mediated non-epileptic attacks:• Lebih umum pada remaja dan usia dewasa muda;• Dihhubungkan dengan adanya riwayat kekerasan seksual atau kekerasan fisik;• Dihubungkan dengan gerakan yang terkoordinasi ketika serangan terjadi (berteriak, memegang

atau menjambak sesuatu, membanting diri, menggerakkan kepala secaa simultan dan sistematis);

• Dapat muncul dan diasosiasikan denga epilepsi. It is easy to understand why a young person with epilepsy might respond to adversity by having non-epileptic attacks rather than developing some other psychosomatic disorder;

• are disabling, very difficult to manage, and potentially dangerous if treated inappropriately with anticonvulsant drugs such as intravenous benzodiazepines.

Page 20: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 20

Cecil MedicineChapter 427 – SYNCOPE Roger P. SimonDefinisi

Syncope merupakan fenoma terjadinya kehilangan kesadaran yang dihubungkan dengan hilangnya postural tone (postural tubuh). Episode ini disebabkan oleh gangguan global dari aliran darah ke otak; umumnya, hipoperfusi secara nyata akan mengganggu batang otak, hemisfer serebri, dan akan melibatkan struktur lain yang menyebabkan kondisi hilang kesadaran. Syncope harus dibedakan dari seizure, yang mana dapat bermanifestasi serupa namun memiliki patofisiologi yang berbeda serta terapi yang berbeda pula.

Riwayat Pasien

Karena hampir sebagian besar episode dari hilang kesadaran ini muncul ketika berada diluar observasi medis, penggalian riwayat pasien merupakan hal yang paling penting sebagai bagian proses evaluasi pasien. Jika episode syncope telah terjadi berulang kali, maka harus dicari kesamaan antar episode tersebut, sehingga bagian-bagian kecil dari riwayat pasein tersebut dapat dikombinasikan dan membentuk suatu profil patofisiologi. Setiap episode syncope harus dilakukan penilaian pada detail-detailnya yang mengacu pada tiga elemen penting: kejadian dan gejala yang terjadi sesaat sebelum episode syncope muncul, apa yang terjadi ketika pasien hilang kesadaran, dan waktu pencapaian orientasi kembali setelah pasien sadarkan diri. Elemen pertama dari tiga elemen penting ini dapat diperoleh dengan bertanya langsung pad apasien, namun biasanya untuk poin kedua dan dan ketiga (lebih seringnya) sulait diperoleh langsung dari pasien itu sendiri. Informasi dari saksi mata sangat penting dan membantu alam menggali riwayat pasien untuk evaluasi pasien dan dapat diperoeh dengan wawancara via telepon, interview langsung, atau dengan penjadwalan kembali saksi mata yang telah mengamati satu atau lebih episode syncope.

Sebelum Episode Syncope Dalam posisi apakah pasien ketika setiap serangan akan terjadi?

Seizures atau aritmia jantung dapat terjadi ketika tubuh pasien berada dalm posisi apapun, namun syncope vasovagal (jarang terjadi) dan hipotensi ortostatik tidak pernah terjadi ketika pasien sedang dalam posisi berbaring. Pada pasien dengan syncope berulang, jika satu episode saja dapat muncul dengan pasien pberada dalam posisi berbaring, maka syncope dengan penyebab vasovagal dan ortostatik dapat dieksklusi secara tidak langsung.

Gejala prodromal apa yang dirasakan pasien sebelum episode syncope muncul?

Gejala-gejala dari hipoperfusi serebral harusnya dapat diamati, berupa kepala terasa sangat ringan, kepala serasa berputar (dizziness, namun pada kondisi yang amat jarang dapat terjadi vertigo), tinitus bilateral, nausea, kelemahan tubuh difus, dan pada akhirnya, berkurangnya penglihatan karena hipoperfusi retinal. Gejala prodromal ini menunjukkan kemungkinan patofisiologi dari episode syncope ini berupa hipoperfusi serebral; seperti hipoperfusi yang disebabkan oleh gangguan jantug, ortostatik, atau karena gangguan refleks. Hilang kesadaran yang terjadi begitu cepat dimana mungkin tidak ditemukan gejala prodromal, mungkin dapat terjadi pada kondisi seizure dan pada beberapa kondisi aritmia jantung seperti asistol, dimana dapat menyebabkan hilangnya kesadaran setelah 4-8 detik ketika berada dalam posisi berdiri namun pada posisi berbaring hilangnya kesadaran terjadi setelah 12-25 detik. Palpitasi yang terjadi pada fase prodromal menunjukkan adanya takiaritmia, namun dapat muncul juga pada syncope vasovagal.

Page 21: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 21

Aktivitas apa yang dilakukan pasien sesaat sebelum episode terjadi?

Indentifikasi adanya eksersi berlebihan (kardiak), stimulus emosi dan nyeri (vasovagal), prubahan cepat dari pstur tubuh (ortostatik), dan mengejan saat berkemih (situational) dapat membantu dalam mengidentifikasi penyebab syncope.

Saat Syncope Berlangsung Hal-hal apa yang terjadi yang dideskripsikan oleh saksi mata ketika episode syncope

berlangsung?

Walaupun kekakuan tubuh dan sentakan ekstremitas dikenal baik sebagai fenomena yang terjadi pada proses kehilangan kesadaran yang dihubungkan dengan seizure general, pergerakan motorik yang sangat mirip mungkin dapat muncul pada kondisi hipoperfusi serebral. Pergerakan motorik ini muncul terutama ketika aliran darah serebral tidak diperbaiki secara cepat dengan penghentian aritmia atau dengan berbaring pada kondisi syncope refleks atau vasovagal. Hentakan otot pada kondisi penurunan aliran darah serebral biasanya multifokal dan dapat sinkron atau asinkron. Berbeda dengan seizures epileptik, dimana umumnya terjadi aktivitas tonik-klonik sekitar 1-2 menit, hentakan otot pada syncope biasanya jarang bertahan hingga lebih dari 30 detik. Jika aritmia terjadi secara terus-menerus atau pasien dibuat tetap berada dalam posisi berdiri atau tubuh tegak (misalnya pingsan ketika menerima telepon atau ketika sedang duduk di toilet), makan kekakuan tonik dari tubuh akan terjadi (i.e., opisthotonos) dan kemudian diikuti dengan hentakan gerakan dari ekstremitas. Biasanya pergerakan motorik yang identik dengan seizure tonik-klonik akan muncul, dan dapat salah didiagnosa sebagai epilepsi. Adanya inkontinensia urin ketika terjadi episode kehilangan kesadaran sering membantu dalam menunjukkan bahwa diagnosis epilepsi dapat disingkirkan; namun, pingsan dalam kondisi antung kemih penuh dapat menyebabkan kondisi inkontinensia, sementara seizures dengan kantung kemih kosong tidak akan menyebabkan inkontinensia. Jika pasien terlihat menggigit lidah, maka diagnosis lebih cenderung diarahkan pada kejang.

Periode Setelah Syncope Kapan dan dalam konteks apa kesadaran dan orientasi penuh diperoleh kembali oleh pasien?

Aspek riwayat ini merupakan hal yang paling bermanfaat ketika berhadapan dengan adanya keungkina seizure sebagai penyebab episode serupa syncope. Kembalinya atau perbaikan dari orientasi dan kesadaran setelah syncope vasi=ovagal atau syncope dimediasi oleh refleks muncul secara simultan. Kembalinya orientasi setelah syncope yang disebabkan oleh gangguan jantung biasanya proporsional terhadap durasi dari ketidaksadaran, namun biasanya terjadi secara cepat (0 hingga 10 detik); dimana aritmia malignan akan memproduksi periode ketidak sadaran sekitar 2 menit, konfusi saat sadar bertahan kurang 30 detik. Setlah seizures, terjadi periode konfusi yang sering disertai dengan agitasi, terus berlangsung sekitar 2 hingga 20 menit setelah kesadaran kembali.

Pathobiology Neurocardiogenic Syncope

Istilah neurocardiogenic syncope (Tabel dibawah) digunakan untuk mendeskripsikan episode syncope yang terjadi karena adanya hipperfusi serebral transien dengan absennya bukti penyebab dari kelainan jantung yang dapat diamati dan dinilai. Mekanisme dari vasodiltasi dan hipensi dapat bersifat vagotinik, situasional, atau karena penyabeba yang tidak diketahui. Fenomena yang umum terjadi adalah aktivasi dari baroreseptor dan mekanoreseptor kardiopulmoner yang menyebabkan kondisi yang tidak sesuai berupa pooling darah, bradikardi yang tidak seharusnya, dan pada

Page 22: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 22

beberapa kasus terjadi kombinasi kedua hal ini. Gejala prodromal (misalnya, lightheadedness/kepala terasa ringan, tinnitus, dan berkurangnya penglihatan) dan pola dari perbaikan kondisi syncope (kembalinya atau perbaikan kesadaran serta orientasi yang simultan) sesuai dengan penyebab kondisi ini.

TABLE -- Penyebab Syncope dan Prevalensinya

PENYEBAB NEUROKARDIOGENIK

Vasovagal (8–41% pasien)

Situasional (1–8% pasien) Mikturisi

Defekasi

Menelan

Batuk

Syncope sinus karotis (0.4% pasien)

Neuralgia

Gangguan psikiatrik

Pengobatan, olaharaga (exercise)

HIPOTENSI ORTOSTATIK (4–10% PASIEN) PENURUNAN OUTPUT JANTUNG

Obstruksi aliran (1–8% pasien)

Obstruksi lairan keluar atau aliran kedalam ventrikel kiri: stenosis aorta, kardiomiopati obstrukstif hipertropik, stenosis mitral, myxoma

Obstruksi lairan keluar atau aliran kedalam ventrikel kanan: stenosis pulmonar, embolisasi pulmonar, hipertensi pulmonar, myxoma

Penyakit jantung lainnya

Kegagalan pompa jantung, infrak miokardium, penyakit arteri koroner, spasme koroner, tamponade, diseksi aorta

Aritmia (4–38% pasien)

Bradiaritmia: sinus node disease, blok atriventrikular derajat dua dan tiga, malfungsi pacemaker, bradiartimia induksi obat

Takiaritmia: takikardi ventrikular, torsades de pointes (e.g., diasosiasikan dengan sindroma kongenital interval QT panjang atau pemanjangan interval QT yang diperoleh), takikardi supraventrikular

PENYAKITA NEUROLOGIS DAN PSIKIATRIK (3–32% PASIEN)

Migrain

Transient ischemic attacks (TIA)

PENYEBAB TIDAK DIKETAHUI (13–41% PASIEN)

Adapted from Kapoor W: Approach to the patient with syncope. In Braunwald E, Goldman L (eds): Primary Cardiology, 2nd ed. Philadelphia, Saunders, 2003.

Page 23: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 23

Syncope Vasovagal

Syncope vasovagal, atau pingsan sederhana, merupakan syncope yang umum terjadi. Episode syncope ini muncul pada semua kleompok usia, perbandingannya sama antara pria dan wanita, dan dapat muncul secara sering pada keluarga tertentu. Faktor yang mempresipitasi kondisi ini meliputi nyeri (terutama pada nyeri yang disebabkan prosedur medis), trauma, fatigue, kehilangan darah, atau berdiri diam dalam waktu yang cukup lama. Hipotensi dan bradikardi yang dimediasi oleh respon vagal akan menyebabkan hipoperfusi serebral dengan hasil gejala prodromal berupa kepala terasa ringan, nausea, tinitus, diaporesis, salivasi, pallor, dan kaburnya penglihatan. Takikardi merupakan manifestasi insial dari kondisi ini. Syncope tipe ini biasanya dimulai ketika berada dalam posisi berdiri atau pada saat sedang duduk, namun instumentasi medis (misalnya, plebotomi atau insersi intrauterine device) dapat menginduksi episode ketika pasien dalam posisi horisontal/berbaring. Pasien akan kehilangan ksadaran dan tonus postural dan kemudian jatuh dengan kondisi ekstremitas kaku atau flasid; mata biasanya terbuka, biasanya dengan gerakan nistagmus ke arah atas. Pasien tampak pucat dan diaporesis dan pupil tampak berdilatasi. Pustur tubuh tonik atau beberapa hentakan mioklonus simetris atau asimetris dapat muncul, terutama jika pasien berada dalam posisi semi berdiri. Gerakan hentakan inni bukan merupakan epilepsi; rekaman elektroensefalografi (EEG) rmenunjukkan gelombang lambat. Kesadaran akan kembali secara cepat ketika posisi pasien mnejadi lebih horisontal. Tidak terjadi konfusi postiktak. Gejala gangguan nervus (nervousness), dizziness (pusing), nausea, dan keinginan untuk defekasi mungkin dapat bertahan, dan syncope dapat muncul kembali jika pasien berdiri.

Syncope Situational

Syncope neurokardigenik dimediasi oleh vagal dapat diinduksi oleh mikturisi, defekasi, atau menelan atau dapat muncul ketika ada episode dari neuralgia nervus glosofaringeal. Syncope ketika mikturisi dapat muncul sebelum, ketika sedang mikturisi, atau setelah mikturisi ketika sedang berada dalam posisi berdiri. Bradikardi karena rangsang vagal biasanya yang menyebabkan kondisi ini. Syncope mikturisi sering terjadi ketika bangun dari tidur untuk miksi. Walaupun lebih jarang terjadi, tapi kondisi yang serupa juga dapat terjadi ketika proses defekasi. Refleks batang otak yang menstimulasi terjadinya bradiaritmia yang diinduksi vagal, dimana kemudian akan terjadi syncope, dapat muncul ketika sedang melakukan refleks menelan, dengan atau tanpa nyeri berat pada pilar tonsilar, yang mana nyeri ini dapat mejalar hingga ke telinga (neuralgia glosofaringeal). Nyeri dapat dicegah dengan pemberian carbamazepine (400 hingga 1000 mg/hari, pemberian peroral). Pada kondisi berulang, phenytoin (dilantin) 300 mg/hari dapat ditambahkan.

Syncope situasional yang dimediasi oleh respon nonvagal dapat terjadi pada batuk (syncope batuk). Pad apasien dengan predisposis, batuk akan meningkatkan tekanan vena intratorasik, dimana kemudian akan ditransmisikan menuju vena intrakranial; sehingga akan menghasilkan kondisi peningkatan tekanan intrakranial transien yang adekuat untuk menyebabkan gangguan aliran darah. Syncope dapat muncul dalam posisi apapun. Gejal prodromal biasanya absen, dan gangguan kesadaran hanya terjadi beberapa detik.

Syncope Sinus Karotis

Syncope sinus karotis disebabkan oleh stimulasi vagal sinus karotis yang kemudian mengakibatkan hipotensi atau bradikardi. Sindroma ini tidak lazim terjadi, laki-laki memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalami kondisi ini, dan mempengaruhi terutama pasien yang berusia lebih dari 60 tahun. Penggunaan propanolol, digitalis, atau metildopa dapat mempredisposisi terjadinya syncope sinus karotis. Diagnosa dapat dibuat dengan melakukan prosedur massase sinus

Page 24: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 24

karotis namun dengan syarat berupa tidak adanya bruit karotis atau riwayat takikardi ventrikular, stroke, atau infark miokardium. Prosedur ini akan menginduksi terjadinya kondisi asistol selama 3 detik atau lebih, induksi hipotensi, atau induksi keduanya, diman hasil ini menunjukkan uji bernilai positif. Sementara hasil false-positive sering ditemukan, terutama pada psien dengan oklusi karotis kontralateral, karena massase sinus karotis ipsilateral biasanya akan menyebabkan terjadinya oklusi karotis ipsilateral dan dapat mencegah aliran darah karotis bilateral. Bradikardi simptomatik dapat ditatalaksanai dengan implan pacemaker.

Syncope Psikiatri

Syncope neuropsikiatri merupakan diagnosis yang sering adapat dieksklusi namun dapat dicurigai apabila terjadi pada usia muda, episode syncope yang sering muncul, gejala-gejala multipel (misalnya, dizziness, vertigo, lightheadedness, parastesia), dan duplikasi simptom pasien dengan hiperventilasi menggunakan mulut untuk dua sampai tiga menit. Dimana syncope dan kejang muncul dengan mata terbuka, sering dengan deviasi pandangan, kejadian psikogenik biasanya sering diawali dengan kondisi mata tertutup.

Hipotensi Ortostatik

Hipotensi psotural dapat menyebabkan syncope yang mungkin dapat terjadi secara berulang. Riwayat pasien akan memberikan konfirmasi bahwa pasien berada dalam posisi tegak teika terjadi serangan (duduk tegak atau berdiri), gejal prodromal yang muncul adanlah akibat hipoperfusi serebral, dan gejala akan berkurang serta membaik ketika pasien diletakkan pada posisi berbaring. Diagnosis ditegakkan dengan penurunan 30 mm Hg atau lebih tekanan darah sistolik ketika diperiksa dalam kondisi berdiri dibandingkan saat berada dalam posisi berbaring. Penyebab kondisi ini cukup banyak, antara lain obat-obatan, polineuropati, dan gangguan neurodegeneratif.

Syncope Kardiogenik

Syncope yang muncul ketika sedang melakukan aktivitas (exercise) atau dihubungkan dengan palpitasi menunjukkan kemungkinan syncope yang disebabkan oleh gangguan jantung. Riwayat keluarga mungkin ditemukan pada beberapa kasus sindroma pemanjangan interval QT. Syncope kardiogenik mucnul pada kondisi gangguan organik jantung yang menyebabkan obstruksi aliran ke dalam jantung (myxoma, perikarditis konstriktif) atau aliran keluar jantung (stenosis aorta atau pulmonar, kardiomiopati hipertropik) atau diakibatkan oleh bradiaritmia atau takiaritmia. Gejala pre syncope mungkin disebabkan oleh hipoperfusi serebral (pingsan, tinitus, dan kaburya pandangan), tetapi gejala ini mungkin tidak munculdengan bradiartimia karena hilangnya (penurunan) secara cepat ouput jantugn dan mempresipiatsi penurunan aliran darah serebral sehingga menyebabkan hilangnya kesadaran secara mendadak, terutama ketika tubuh berada dalam posisi tegak. Evaluasi aritmia harus dimulai dengan rhythm strip, dimana dapat menegakkan diagnosis sekitar 5%, kemudian diikuti dengan monitoring Holter selama 24 jam; gejala dapat muncul selama monitoring pada sekitar 20% pasien. Dengan adanya kejadian syncope berulang, maka long-term ambulatory loop electrocardiography (ECG) bermanfaat dalam merekam ritme jantung ketika sedang dalam serangan dan hasil rekaman tersebut dapat membantu mengkonfirmasi atau mengeksklusi adanya aritmia. Tehnik ini mampu mengidentifikasi sekitar 20% sampai 25% pasien. Tes Elektrofisiologi sering digunakan dalam menginduksi aritmia pada psien yang memiliki gangguan jantung organik atau dengan temuan ECG berupa blok konduksi (terutama pada orang tua dengan resiko tinggi untuk mengalami cedera atau trauma yang diinduksi oleh syncope); Uji ini mampu menegakkan diagnosis sekitar 50%.

Syncope Serebrovaskular

Page 25: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 25

Hilangnya kesadaran dapat merupakan komponen dari arteri basilaris transient ischemic attack, namuan hilangnya kesadaran ini sendiri secara tunggal biasanya bukan merupakan gejala inisial. Gejala batang otak lainnya biasa mengawali atau terjadi bersama syncope. Gejal yang paling sering terjadi adalah vertigo, namun diplopia atau gangguan lapang pandang, prastesi hemifasial atau perioral (numbness), dan disartria atau ataksia juga sering terjadi. Pulihnya kesadaran meungkin membutuhkan waktu sekitar 30 hingga 60 menit. Pasien ini, yaitu mereka yang memiliki resiko untuk mengalami stroke ateri basilaris, harus ditatalaksanai dengan aspirin, kemudian harus dilakukan evaluasi ateri serebralis melalui prosedur non invasif, dan harus dipertimbngkan untuk diberikan tatalaksana yang sesuai untuk gejala dan sesuai anatomi.

Stenosis ateri subklavia dapat menyebabkan aliran darah retrograde dari arteri vertebralis menuju salah satu tangan, dimana akan menyebabkan hipoperfusi batang otak (misalnya, subclavian steal syndrome). Tekanan darah ekstremitas atas yang asimetris dengan rata-rata perbedaan sekitar 45 mm Hg biasanya hampir selalu muncul pada pasien. Gejala batang otak yang serupa dengan basilar transient ischemic attacks akanm muncul dan dapt mengikutsertakan hilangnya kesadaran; stroke sekunder yang disebabkan oleh subclavian steal jarang ditemukan. Syncope juga dapat muncul pada lebih dari 10% pasien dengan migrain ateri basilaris. Kondisi ini dapat memiliki manifestasi postural (ortostatik) atau dihubungkan dengan gejala arteri basilaris lainnya.

Syncope Pada Orang Tua

Orang tua biasanya memiliki banyak faktor yang berkontribusi pada kejadian syncope, meliputi situasional, refleks, jantung, serebrovaskular, dan neurologis. Syncope ortostatik biasanya muncul sekitar 15-75 menit setalh mengkonsumsi makanan atau mengikuti secara cepat perubahan postur tubuh, bahkan pada kondisi tidak adanya penyakit neurologis atau gastrointestinal. Reduksi tekanan sistolik postprandial pada orang tua normal biasanya sekitar 14 mm Hg, dibandingkan pada mereka yang memiliki riwayat syncope (24 mm Hg). Pengobatan dengan efek samping berupa hipotensi (agen antihipertensi, sedatif, antidepresan, pengobatan antianginal, dan pengobatan antiparkinson, terutama fluoxetine, haloperidol, dan L-dopa), bahkan sekalipun diberikan pada dosis standar, umumnya kana menginduksi hipotensi simptomatik pada orang tua. Episode panjang dari kondisi tanpa respon biasanya bertahan hingga lebih dari 4 jam dan sering terjadi pada orang tua, terutama ketika berada di rumah sakit. Investigasi biasanya tidak menunjukkan penyebab kondisi pada orang tua ini. Gangguan siklus tidur mungkin berperan pada kondisi ini.

Diagnosis Riwayat dan pemeriksaan fisik merupakan panduan dalam pendektan diagnosis (Pada tabel

dan bagan di bawah). Pada pasien tanpa ada bukti dari ganguan struktural jantung atau gangguan serebrovaskular, gejala-gejala tipikal dapat muncul ketika dilakukan head-up tilt-table testing, membuat meja berada dalam posisi kemiringan 70 derajat selama 45 menit; sensitivitas dapat ditingkatkan dengan penambahan atau pemberian infus isoproterenol untuk memberikan efek serupa pelepasan katekolamin. Pasien yang melakukan uji ini, sepertiganya memiliki respon vasodepresor dan dua pertiga pasien mengalami respon kardioinhibitor.

TABEL -- Tampakan Klinis yang Merujuk Ke Penyebab Spesifik SyncopeGejala atau Temuan Klinis Pertimbangan DiagnosisSegera setelah nyeri, rasa takutl, perasaan tidak nyaman, penglihatan yang menakutkan, suara, atau bau yang tidak disangka

Vasovagal

Posisi berdiri diam yang lama Vasovagal

Page 26: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 26

Pada atlit terlatih setelah eksersi (tanpa penyakit jantung)

Vasovagal

Tiba-iba saat atau setelah mikturisi, batuk, menelan, atau defekasi

Situational syncope

Syncope denga nyeri leher atau wajah (neuralgia glossopharyngeal atau trigeminal)

Neurocardiogenic syncope dengan neuralgia

Dengan rotasi kepala, tekanan pada sinus karotis (seperti pada tumor, shaving, tight collars)

Syncope Sinus Karotis

Segera setelah berada dalam posisi berdiri Hipotensi Ortostatik Pengobatan yang dapat menyebabkan terjadinya sindroma QT panjang, ortostasis, atau bradikardia

Induksi Obat

Dihubungkan dengan sakit atau nyeri kepala Migraine, seizuresDihubungkan dengan vertigo, disartria, diplopia Transient ischemic attack, subclavian steal,

basilar migraineDengan olahraga (aktivitas) tangan Subclavian stealKebingungan setelah kehilangan kesadaran lebih dari 5 menit

Seizure

Tekanan darah atau pulsasi nadi yang berbeda pada kedua tangan

Subclavian steal atau aortic dissection

Syncope dan murmur dengan perubahan posisi (dari duduk kemudian berbaring, bending, berbalik pada tempat tidur)

Atrial myxoma atau trombus

Syncope dengan eksersi (Exertion) Aortic stenosis, pulmonary hypertension, mitral stenosis, obstructive hypertrophic cardiomyopathy, coronary artery disease

Riwayat kematian tiba-tiba dalam keluarga Sindroma QT Panjang, Sindroma BrugadaEpisode kehilangan kesadaran yang nyata, tanpa gejala prodromal, dengan disertai penyakit jantung

Aritmia

Syncope yang frekuen, keluhan somatik, tanpa kelainan jantung

Gangguan psikiatrik

From Kapoor WN: Syncope. N Engl J Med 2000;343:1856–1862.

Page 27: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 27

Gambar Pendekatan Diagnosis Untuk Pasien dengan Syncope. CT = computed tomography; ECG = electrocardiogram; EEG = electroencephalogram; EPS = electrophysiologic study; NSR = normal sinus rhythm. (Adapted from Linzer M, Yang EH, Ester NA, et al: Diagnosing syncope. Part 1. Value of history, physical examination, and electrocardiography. The Clinical Efficacy Assessment Project of the American College of Physicians. Ann Intern Med 1997;126:989-996; and Linzer M, Yang EH, Ester NA, et al: Diagnosing syncope. Part 2. Unexplained syncope. The Clinical Efficacy Assessment Project of the American College of Physicians. Ann Intern Med 1997;127:76-86. From Braunwald E, Goldman L [eds]: Primary Cardiology, 2nd ed. Philadelphia, Saunders, 2003.)

Page 28: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 28

Pasien dengan riwayat syncope yang diinduksi oleh kegiatan olahraga (exercise), penyakit iskemik jantung dideteksi melalui riwayat pasien atau dengan melihat adanya abnormalitas pada pemeriksaan elektrokardiografi, atau bukti auskultasi dari penyakit organik jantung harus dilakukan penilaian secara inisial melalui elektrokardiografi dan kemudian dengan exercise stress testing. Riwayat yang menunjukkan adanya bradiaritia (misalnya, kehilangan kesadaran yang cepat) or takiarItia (mislanya, palpitasi yang mengawali syncope) harus diinvestigasi dengan monitoring Holter 24 jam atau dengan monitoring loop jangka panjang. Pada pasien dengan riwayat syncope berulang dan sulit didiagnosa, makan implantable loop recorder lebih efektif dan lebih baik jika dibandingkan dengan kombinasi dari tilt testing, external loop recorder, dan tes elektrofisiologik.

Tes EEG Rutin tidak membantu; bahkan pada pasien dengan epilepsi, studi tunggal EEG dapat muncul dengan hasil normal. Epilepsi merupakan diagnosis klinis. Hal pendukung utama dari kondisi ini adalah periode kunfusi postiktal yang memanjang. Kerusakan struktural otak merupakan kondisi yang jarang menyebabkan kondisi kehilangan kesadaran (merupakan penyebab yang tidak umum), dan studi imaging otak rutin tidak diindikasikan. Pemeriksaan Doppler Karotis dapat memabantu menunjukkan berbagai derajat daari stenosis, terutama pada pasien usia lanjut. Namun demikian, gangguan kesadaran akan terjadi pada londisi disfungsi bihemisferik; sehingga, stenosis karotis unilateral tidak dapat menyebabkan syncope. Tes Transcranial Doppler atau magnetic resonance angiography dari arteri basilaris diindikasikan hanya jika terjadi kemunculan dari simptom iskemik batang otak sebagai tambahan dari episode kehilangan kesadaran; tes yang menunjukkan hasil false-positive sering terjadi, terutama seiring dengan peningkatan usia.

Tatalaksana Tatalaksana harus diarahkan langsung pada penyebab dari syncope, seperti dengan penggantian katup pada stenosis aorta; medikasi untuk kondisi obstruksi, kardiomiopati hipertrofi; medikasi, kardioversi, pacemaker, atau implan cardioverter-defibrillator untuk aritmia; dan penggantian cairan untuk hipotensi ortostatik.Pasien dengan syncope neurokardiogenik harus diberikan pengetahuan bagaimana mencegah episode berulang dengan menghindari situasi yang dapat memprovokasi simptom yang mereka miliki dan diminta juga untuk meningkatkan intake cairan dan garam. Pasien harus diajarkan bagaimana cara menegangkan (meregangkan) tangan dan kaki, serta melakukan grip pada lengean mereka ketika muncul gejala prodromal untuk meningkatkan resistensi perifer dan meningkatkan tekanan darah sistemik.Jika syncope neurokardiogenik berulang, selain denga memodifikasi pola hidup pasien, maka fludrokortison (0.1 mg/hari, dosis awal) dapat digunakan untuk meningkatkan volume intravaskular. Midodrine, agonis reseptor α1 dan vasokonstriktor (2.5 mg tid) dan paroxetine, selective serotonin re-uptake inhibitor (20 mg/hari), menunjukkan hasil yang baik pada uji randomisasi pada pasien syncope neurokardiogenik. Uji randomisasi menunjukkan hasil campuran (bernilai positif dan disatu sisi juga tidak bermanfaat) pada β-blockers (misalnya, atenolol, metoprolol, dan propranolol). Double-blind randomized trial dari terapi pacing (pemasangan pace maker) gagal menunjukkan penurunan pada kemunculan kembali syncope pada pasien syncope vasovagal.

Prognosis Adanya syncope menunjukkan kemungkinan untuk kejadian berulang dari syncope ini. Angka

mortalitas lebih tinggi pada pasien dengan kelainan jantung sebagai penyebab syncope dibandingkan dengan pasien yang mengalami syncope oleh penyebab non-kardia atau pada mereka yang dengan penyebab syncope yang tidak jelas. Namun, kondii syncope sendiri tidak meningkatkan angka mortalitas atau peningkatan resiko kematina; kondisi ini lebih disebabkan karena penyakit jantung yang menjadi etiologi syncope, karena syncope merupakan suatu gejala bukan merupak suatu diganosis.

Page 29: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 29

Adam’s Principal NeurologyProsedur Pemeriksaan Khusus

Pada pasien yang mengeluhkan pingsan berulang atau syncope namun tidak mengalami serangan spontan ketika sedang dalam pemeriksaan, maka usaha untuk memproduksi serangan pada pasien dapet membantu dalam mendiagnosis. Hal yang penting untuk diingat bahwa seseorang yang berada dalam kondisi normal dapat pingsan jika dibuat berada dalam posisi jongkok dan kemudian diminta untuk bernapas sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dan kemudian diminta untuk berdiri dan menahan napas mereka (Valsalva maneuver). Prolonged standing at attention in the heat often causes even well-conditioned soldiers to faint, as does compression of the chest and abdomen while holding one’s breath, as in the parlor trick of adolescents (“fainting lark”).

Ketika kondisi kecemasan diikuti dengan pingsannya seseorang, maka pola dari gejala ini dapat diproduksi kembali dengan meminta subjek pemeriksaan untuk melakukan hiperventilasi—yaitu pasien bernapas cepat dan dalam untuk 2-3 menit. Tes ini juga dapat bersifat sebagai terapi pada pasien, karena dengan melakukan tes ini maka pasien dengan kecemasan dapat mengetahui gejala awal sebelum mereka pingsan dan biasanya dapat dicegah dengan mengontrol pernapasan secara baik (latihan mengatur pernapasan).

Sebagian besar pasien dengan tussive syncope tidak dapat memproduksi kembali poas serangannya dengan manuver Valsalva namun kadang dapat diproduksi kembali dengan batuk yang cukup kuat secara volunter. Pada pasien juga dapat dilakukan prosedur Valsalva yang berbeda dari umumnya, dimana dilakukan lebih dari 10 detik (akan meyebabkan trapping darah dibelakang katup vena yang tertutup) sementara pulsasi dan tekanan darah diukur.

Pada setiap kondisi yang dijelaskan diatas, poin penting yang harus diingat adalah bukan kapan diproduksi kembali tapi kapan kondis-kondisi diatas dapat menciptakan pola gejala yang sama yang muncul pada serangan spontan.

Kondisi lain dimana serangan diklarifikasi dengan memproduksi kembali serangan adalah pada kondisi hipersensitivitas sinus karotis (massase satu atau sinus karotis lainnya) dan hipotensi ortostatik (observasi pulsasi nadi, tekanan darah, dan gejala pada kondisi berbaring dan posisi berdiri, atau lebih baik dengan melakukan prosedur ini pada tilt table).

Tilt table test saat ini merupakan prosedur rutin yang dilakukan untuk memproduksi kembali syncope ketika diagnosis syncope tidak dapat dibuktikan melalui pemeriksaan fisik dan studi rutin seperti electrocardiography (ECG), hitung darah, dand bedside sphygmomanometry. There is a distinct difference in the cardiovascular challenge imposed by a tilt table and that created by the simple act of standing up from a sitting or recumbent position , as discussed below. It should be re-emphasized that, from the perspective of detecting an underlying autonomic failure, having the patient stand abruptly from a lying position and then recording the blood pressure every 30 to 60 s for up to 3 min is more informative than interposing a period of sitting between the lying and standing positions. Patients with sympathetic failure of central or peripheral type, and those with hypovolemia will show a drop in blood pressure within 30 s; those with a propensity to reflex fainting may take much longer, or show no drop at all.

Careful, continuous monitoring of the ECG in the hospital or by using a portable recorder may determine whether an arrhythmia is responsible for the syncopal episode. A continuous cardiac loop ECG recorder (which continually records and erases cardiac rhythm) permits prolonged (a month or longer) ambulatory monitoring at reasonable cost. The diagnostic yield from loop recording is much greater than that from Holter monitoring (Linzer et al). The signal-averaged ECG is reportedly a useful means of identifying individuals at risk for ventricular tachycardia as a cause of syncope (Manolis).Tilt-Table Testing There are two types of abnormal response to upright tilting: early hypotension (occurring within moments of tilting), which signifies inadequate sympathetic tone and baroreceptorfunction; and a delayed (several minutes) hypotension and syncope, which indicates a neurocardiogenic mechanism. The normal response to an 60- to 80-degree head-up tilt for 10 min is

Page 30: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 30

a transient drop in systolic blood pressure (5 to 15 mmHg), a rise in diastolic pressure (5 to 10 mmHg), and a rise in heart rate (10 to 15 beats per minute). Abrupt and persistent declines in blood pressure of greater than 20 to 30 mmHg systolic and 10 mmHg diastolic and a drop (or failure to rise) of the heart rate are considered abnormal; often these findings are associated with faintness and sometimes with syncope. Although controversial, in some circumstances the infusion of the catecholamine isoproterenol (1 to 5 mg/ min for 30 min during head-up tilt) may be a more effective means of producing hypotension (and syncope) than the standard tilt test alone (Almquist et al; Waxman et al).

TatalaksanaKetika melihat pasien yang sedang berada dalam kondisi prdromal sebelum kehilangan

kesadaran atau pasien yang telah kehilangan kesadaran, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah menempatkan pasien pada posisi yang dapat membantu menyediakan aliran darah serebral yang maksimal, misalnya jika pasien berada dalam kondisi terduduk, maka kepala pasien diletakkan diantara lutut pasien atau jika pasien dalam kondisi terlentang, maka kaki pasien dapat diangkat/dielevasikan (ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi). Pakaian atau atribut lain yang mengekang secara kuat pada tubuh pasien harus dilonggarkan dan kepala serta tubuh pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat dihindari aspirasi muntahan pada psien. Tidak boleh ada sesuatupun yang diberikan melalui mulut pasien, hingga pasien telah memperoleh kesadarannya kembali. Pasien diharapkan untuk tidak bangun dulu hingga pasien merasa bahwa kelemahan fisik yang dialami oleh pasien telah membaik dan ketika pasien ingin merubah posisi dari duduk menjadi posisi berdiri atau dari terlentang menjadi posisi berdiri atau duduk, pasien harus diawasi dengan hati-hati.

Sesuai dengan aturan, seorang dokter harus memberikan penjelasan pada pasien setelah pasien sadar, pemeriksa harus menjelaskan mengapa kondisi ini terjadi pada pasien dan bagaimana cara menjegah terjadinya kejadian seperti ini di waktu-waktu selanjutnya. Satu hal yang harus dipikirkan pertama kali, adalah penyebab pasien pingsan merupakan kondisi emergensi yang harus diterapi dengan segera. Kondisi emergensi ini antara lain perdarahan internal yang masif dan infark miokard, dimana mungkin kondisi ini tidak menyebabkan nyeri, dan juga aritmia jantung. Pada orang tua, ketika pasien pingsan tiba-tiba tanpa penyebab yang jelas, maka harus diarahkan paa kecurigaan adanya blok jantung lengkap atau aritmia jantung lainnya. Pencegahan dari kondisi pingsan ini (fainting) bergantung pada mekanisme yang terkait dengan kondisi pasien.

Pada kasus pingsan yang disebabkan oleh vasodepresor pada remaja, dimana cenderung terjadi pada kondisi yang menyebabkan vasodilatasi (lingkungan yang hangat, kelaparan, fatig, intoksikasi alkohol) dan dapat distimulasi oleh perubahan emosi yang tiba-tiba, maka untuk pencegahannya pasien cukup diminta untuk menghindari kondisi-kondisi yang dianggap sebagai pencetus tersebut.

Pada hipotensi postural, pasien harus berhati-hati dan waspada ketika merubah posisi tubuhnya secara tiba-tiba, dari berbaring di tempat tidur tiba-tiba berdiri atau duduk. Pasien ini hharus mengerak-gerakkan kaki mereka untuk beberapa detik, kemudian pasien duduk bersandar di ujung tempat tidur, dan mereka harus memastikan bahwa mereka tidak merasa pusing atau merasa kepal mereka sangat ringan sebelum pasien mulai untuk berdiri dan berjalan. Berdiri untuk waktu yang cukup lama terkadang dapat ditoleransi tanpa perlu menyebabkan pasien pingsan dengan memaksa menyilangkan kaki pasien sekuat mungkin. Sebagai tambahan, harus dilakukan identifikasi apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menyebabkan kondisi ortostasis. Agen yang memblok Beta-adrenergik, diuretik antidepresan, dan antihipertensi simpatolitik merupakan penyebab utama dari kondisi ortostasis ini. Pada sindroma hipotensi ortostatik kronik, obat-obatan kortikosteroid khusus seperti fludrokortison asetat (Florinef) 0.05 to 0.4 mg/hari dalam dosis terbagi dan peningkatan intake garam untuk meningkatkan volume darah sangat membantu perbaikan kondisi pasien dengan kondisi ortostasis. Penelitian terbaru menunjukkan studi pada populasi yang kecil, pemberian agonis alpha-1 midodrin, pada dosis awal 2.5 mg setiap 4 jam dan dengan

Page 31: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 31

peningkatan dosis secara perlahan hingga 5 mg setiap 4-6 jam, menunjukkan hasil yang positif, namun pengobatan ini memiliki efek potensial yang dapat memperburuk kondisi pasien dan harus digunakan dengan pengawasan yang ketat. Sleeping with the headposts of the bed elevated on wooden blocks 8 to 12 in. High and wearing a snug elastic abdominal binder and elastic stockings are measures that often prove helpful. Tiramin dan monoamin oksidase inhibitor memberikan perbaikan kondisi yang terbatas pada beberapa kasus sindroma Shy Drager, dan beta blockers (propranolol atau pindolol) dan indomethacin (25 to 50 mg tid) pada kondisi lain.

Neurally mediated syncope (neurocardiogenic atau vasodepressor syncope), diidentifikasi sebagian besar melalui konteks klinis dan dengan upright tilt-table testing, dapat dicegah dengan penggunaan agen yang memblok beta-adrenergik. Pemberian acebutolol 400 mg per hari, dimana obat ini memiliki aktivitas parsila alpha-adrenergik, yang mana meningkatkan baseline tekanan darah, memiliki dampak yang efektif yang sebanding dengan atenolol 50 mg. Agen antikolinergik juga digunakan untuk kondisi ini. Obat-oabtan lain (misalnya, ephedrine, metoclopramide, dihydroergotamine) menunjukkan hasil yang bervariasi pada pasien individual, namun tingkat pemanfaatan obat-obatan ini sebagai pengobatan standar masih diteliti; medikasi yang diberkan lebih cenderung pada pemberian agen beta-blocker.

Tatalaksana dari syncope sinus karotis, first of all, instructing the patient in measures that minimize the hazards of a fall (see below). A loose collar should be worn, dan pasie harus belajar bagaimana membelokkan seluruh badannya, dibadingkan hanya dengan menolehkan kepala saja, ketika melihat ke satu sisi tertentu. Atropine atau obat-obatan golongan simpatomimetik dapat digunakan pada kondisi ini, terutama pada pasien dengan bradikardi atau hipotensi ketika berada dalam serangan. Jika atropine tidak berhasil meredakan serangan dan serangan syncope semakin kuat, maka insersi dual-chamber pacemaker harus dipertimbangkan. Radiasi atau denervasi bedah dari sinus karotis memberikan hasil yang baik pada beberapa pasien, namun proseddur ini jarang diperlukan.

Serangan vasovagal biasnya berespon baik terhadap pemberian agen antikolinergik (propantheline, 15 mg tid).

Pada orang usia lanjut, pingsan tiba-tiba meningkatkan kemungkina terjadinya fraktur atau trauma lainnya karena pasien akan jatuh tiba-tiba. Maka pasien dengan syncope berulang harus melapisi kamar mandinya dengan alas karet dan seluruh lantai rumanya dengan karpet. Ketika berjalan di luar rumah, maka pasien harus memilih untuk berjalan pada daerah yang tidak keras (misalnya diatas rerumputan) dan pasien harus menghindari untuk berdiri dalam waktu yang cukup lama.

Harrison Principle of Internal MedicinePendekatan pada Pasien SyncopePembuatan diagnosis syncope kadang cukup sulit. Penyebab syncope mungkin hanya muncul ketika serangan sedang terjadi, hanya menyisakan beberapa petunjuk (jika ada) ketika pasien diperiksa kemudian oleh dokter. Hal yang harus pertama dipikirkan oleh seorang dokter adalah penyebab syncope mungkin memerlukan terapi emergensi, kondisi-kondisi yang dimaksud seperti perdarahan internal atau infark miokardium, mungkin dapat tanpa nyeri, dan aritmia jantung. Pada orang yang berusia lanjut, pingsan tiba-tiba, tanpa penyebab yang jelas, pemeriksa harus mengarahkan kecurigaan blok jantung sempurna atau mungkin takiaritmia, bahkan walaupun mungkin akan didapatkan temuan negatif ketika dilakukan pemeriksaan pada pasien. Gambar dibawah menunjukkan algoritma pendekatan pada syncope. Penggalian riwayat merupakan alat diagnostik yang paling penting, baik untuk menentukan kira-kira penyebab syncope yang tepat dan untuk mengeksklusi kemungkinan penyebab yang penting. Kejadian-kejadian yang terjadi sesaat sebelum, ketika syncope terjadi, dan setelah syncope terjadi sering membantu dalam memberikan petunjuk etiologi.

Hilangnya kesadaran pada kondisi tertentu, misalnya pada saat dilakukan venipuncture atau ketika mikturiksi atau dengan adanya deplesi volume, menunjukkan abnormalitas dari

Page 32: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 32

tonus vaskular. Posisi pasien ketika terjadi episode syncope sangat penting; syncope yang terjadi ketika

pasien dalam posisi terlentang kurang mendukung diagnosis dari vasovagal dan lebih merujuk pada aritmia atau seizure. Syncope yang terjadi pada sindroma sinus karotis dapat terjadi ketika seseorang memakan baju dengan kerah leher yang ketat, memiringkan kepala (ketika menolehkan kepala saat berkendara), atau ketika terjadi manipulasi leher (ketika sedang bercukur).

Obat-obatan pasien harus diperhatikan, termasuk obat-obatan yang tidak disresepkan pada pasien atau suplemen yang dibeli di toko kesehatan, terutama yang dianggap mungkin dapat menyebabkan perubahan pada kondisi pasien.

Gambar Algoritma Pendekatan pada Pasien Syncope

Pemeriksaan fisik harus melibatakan evaluasi dari denyut jantung dan tekanan darah ketika dalam posisi berbaring, duduk, dan pada posisi berdiri.

Pada pasien dengan syncope berulang yang tidak dapat dijelaskan, perlu dilakukan usaha untuk mereproduksi kembali serangan syncope untuk dapat membantu diagnosis. Serangan panik yang diinduksi oleh hiperventilasi dapat diproduksi dengan meminta pasien untuk bernapas cepat dan dalam selama 2 sampai 3 menit. Syncope karena batuk dapat diproduksi kembali dengan menginduksi syncope menggunakan manuver Valsalva. Massase sinus karotis harus dihindari, hingga ultrasound karotis menunjukkan hasil yang negatif untuk ateroma, karena spesifisitas diagnosis dengan massase ini masih belum diketahui dan prosedur ini dapat memprovokasi terjadinya transient ischemic attack (TIA) atau stroke pada individu dengan ateroma karotis.

Tes DiagnostikPilihan untuk tes diagnostik harus berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik pasien.

Page 33: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 33

Penilaian elektrolit serum, glukosa serum, dan pemeriksaan hematokrit biasanya diindikasikan.

Pemeriksaan enzim kardiak harus dilakukan jika pasien merupakan suspek infark miokardium. Pemeriksaan panel toksologi darah dan urin dapat membantu memperlihatkan adanya alkohol

dan obat-obatan lain. Pada pasien dengan kemungkinan insufisiensi adrenokortikal, pemeriksaan level plasma

aldosteron dan mineralokortikoid harus dilakukan. EKG (Eleektrokardigram) superfisial sulit memberikan diagnosis definitif, namun dapat

membantu menyediakan petunjuk penyebab syncope dan harus dilakukan pada hampir sebagian besar pasien. Adanya abnormalitas konduksi (interval PR yang memanjang dan bundle branch block) menunjukkan adanya bradiaritmia, sementara gelombang Q patologik atau pemanjangan interval QT menunjukkan adanya takiartimia ventrikular. Pasien yang masuk rumah sakit harus mendapat monitoring elektrokardigrafi secara terus-menerus dan kontinyu; Pasien rawat jalan harus menggunakan alat monitoring Holter untuk 24–48 jam setelah keluar rumah sakit. Jika mungkin simptom harus berkorelasi dengan kemunculan aritmia. Monitoring elektrokardiografi secara kontinyu dapat membantu dalam memperoleh penyebab syncope pada sekitar 15% pasien. Monitoring kejadian kardiak (Cardiac event) dapat bermanfaat pada pasien dengan simptom yang infrekuen, terutam pada pasien presyncope. Monitoring dengan alat implan mungkin diperlukan pada pasien dengan episode sinkops yang sangat jarang terjadi. Munculnya potensial lambat pada rerata sinyal (signal-averaged) elektrokardiogram dihubungkan dengan peningkatan resiko untuk kejadian takiaritmia ventrikular pad apasien dengan riwayat infark miokardium. Voltase rendah (secara visual tidak tampak) pada gelombang T dihubungkan dengan perkembangan dari aritmia ventrikular.

Invasive cardiac electrophysiologic testing dapat membantu memberikan informasi diagnostik dan prognostik berdasarkan fungsi nodus sinus, konduksi AV, dan aritmia supraventrikular dan aritmia ventrikular. Pemanjangan dari nodus sinus (sinus node) recovery time (>1500 ms) merupakan temuan spesifik (85–100%) untuk diagnosis disfungsi sinus node namun memiliki senssitivitas yang rendah; monitoring elektrokardiograf secara kontinyu biasanya lebih efektif untuk mendiagnosa abnormalitas ini. Pemanjangan interval HV dan blok konduski di bawah bundel His mengindikasikan penyakit His-Purkinje sebagai penyebab syncope. Stimulasi terprogram aritmia ventrikular palng bermanfaat pada pasien yang mengalami infark miokardium; sensitivitas dan spesifitas tehnik ini lebih rendah pada pasien dengan jatung normal atau pada mereka dengan penyakit jantung selain penyakit arteri koroner.

Upright tilt table testing diindikasikan untuk syncope berulang, syncope tunggal yang disebabkan oleh cedera, atau syncope tunggal pada kondisi dimana pasien berada dalam resiko tinggi (pilot, Pengemudi kendaraan umum, pekerja tambang, pekerja bangunan dan lain-lain), dengan ada atau tidak riwayat dari penyakit jantung sebelumnya atau riwayat episode vasovagal sebelumnya. Pada pasien yang disuspek dengan kondisi ini, pasien dimirngkan (setengah tegak) pada meja pemeriksaan pada sudut antara 60° dan 80° selama 30-60 menit dapat menginduksi episode vasovagal. Lama pelaksanaan prosedur ini dapat dikurangi jika prosedur ini dikombinasikan dengan pemberian obat yang menyebabkan pooling pada vena atau obat-obatan yang meningkatkan stimulasi adrenergik (isoproterenol, nitroglycerin, edrophonium, atau adenosine). Sensitivitas dan spesifisitas tes ini sulit diperoleh spesifisitas dari tes ini mencapai 90%, namun akan berkurang ketika provokasi ni dilakukan bersamaan dengan pemberian obat-obatan yang dimaksud diatas. Rata-rata sensitivitasnya sekitar (20-74%).

Tes lain yang dapat digunakan untuk menilai adanya kerusakan struktural pada jantung yang dapat menyebabkan syncope adalah echocardiogram dengan Doppler yang dapat mendeteksi abnormalitas valvular, miokardial, dan perikardial. Echocardiogram merupakan "gold standard" untuk mendiagnosis kardiomiopati hipertropik dan myxoma atrial. Pemeriksaan MRI kardiak dapat membantu dalam memberikan gambaran kondisi jantung dan sifatnya non invasif pada psien dengan gambaran ekokardiogram yang sulit diperoleh, dan bermanfaat pada psien yang

Page 34: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 34

diduga memiliki displasia ventrikel dekstra aritmiogenik atau pada pasien dengan right ventricular outflow tract ventricular tachycardia (kedua kondisi ini lebih baik diperiksa dengan MRI dibandingkan dengan ekokardiogram). Exercise testing dapat mendeteksi iskemia atau aritmia yang diinduksi oleh aktivitas. Pada beberapa pasien kateterisasi jantung mungkin diperlukan untuk mendiganosa adanya coronary artery disease atau abnormalitas valvular dan menilai keparahannya. Ultrafast CT scan, ventilation-perfusion scan, atau pulmonary angiography diindikasikan pada psien yang mengalami syncope yang mungkin karena adanya embolisasi pulmoner.

Pada kasus kemungkinan adanya syncope serebrovaskular, uji neuroimaging dapat diindikasikan, termasuk dengan studi ultrasound Doppler karotid dan sistem vertebrobasilar, MRI, magnetic resonance angiography, dan x-ray angiography of dari vaskularisasi serebri. Elektroensefalografi diindikasikan jika ada dugaan seizures.

Tatalaksana SyncopeTatalaksana syncope adalah sesuai dengan penyebab langsung dari syncope tersebut. Penjelasan dibawah akan dititikberatkan pada gangguan dari kontrol autonomik.Tindakan pencegahan harus dilakukan berdasarkan kondisi penyebab syncope.

Pada saat tanda pertama dari gejala syncope ini, pasien harus diusahakan agar dapat menghindari cedera yang mungkin terjadi ketika mereka mengalami kehilangan kesadaran. Pasien dengan episode syncope yang frekuen, atau mereka yang memiliki riwayat syncope tanpa adanya tanda-tanda yang mengawali syncope, harus menghindari situasi dimana terjadi kehilangan kesadaran yang tiba-tiba yang mungkin menyebabkan cedera (misalnya, menaiki anak tangga, berenang sendirian, mengoperasikan alat berat, atau berkendara).

Pasien harus memposisikan kepala mereka lebih rendah dan dipertimbangkan untuk lebih baik dalam posisi berbaring. Merendahkan kepala mereka dengan menjepit kepala diantara kedua paha atau pinggang harus dihindari karena kan menyebabkan adanya kemungkinan gangguan aliran balik vena ke jantung.

Pasien yang telah mengalami kehilangan kesadaran harus ditempatkan pada posisi yang dapat memaksimalkan liran darah serebral, harus diberikan perlindungan dari trauma, dan harus diamankan jalan napasnya. Jika dimungkinkan, pasien harus diletakkan dalam posisi terlentang dengan kepala menghadap ke arah samping untuk mencegah aspirasi dan mencegah lidah menghalangi jalan napas.

Pemeriksaan pulsasi dan auskultasi langsung jantung dapat membantu dalam menentukan episode syncope yang dihubungkan dengan bradiaritmia atau takiaritmia. Pakaian yang mengekang dan sangat ketak pada bagian leher ataupun pada bagian pinggang harus dikendurkan. Stimulasi perifer, seperti dengan memercikan air dingin pad awajah, mungkin dapat membantu. Pasien tidak boleh diberikan apapun melalui mulut atau diperbolehkan untuk berdiri hingga rasa kelemahan fisik pada psien telah lewat.

Pasien dengan vasovagal syncope harus diinstruksikan untuk menghindari situasi atau stimulus yang dapat menyebabkan mereka kehilangan kesadaran dan memerak harus berada dalam posisi berbaring ketika gejala awalan sebelum syncope muncul. Hanya dengan modifikasi perilaku ini saja mungkin sudah cukup untuk pasien dengan episode yang relatif jarang dan pasien dengan syncopeyang benigna, terutama ketika kehilangan kesadaran ini terjadi karena stimulus spesifik. Tilt training (berdiri dan bersandar pada tembok untuk periode yang semakin lama semakin diperpanjang setiap harinya) dapat memberikan manfaat yang terbatas, terumata untuk pasien dengan intoleransi ortostatik.

Episode yang dihubungkan dengan deplesi volume intravaskular dapat dicegah dengan intake garam dan cairan yang cukup.

Terapi obat syncope vasovagal diberikan ketika pasien mengalami resistensi dengan prosedur perubahan perilaku sebagaimana yang dijelaskan diatas, ketika episode muncul semakin sering, atau ketika syncope dihubungkan dengan resiko signifikan untuk mengalami

Page 35: Skenario 2

A l e n _ S k e n a r i o 2 _ S y n c o p e | 35

cedera. Antagonis reseptor Beta- Adrenergik (metoprolol, 25–50 mg bid; atenolol, 25–50 mg qd; atau nadolol, 10–20 mg bid; semuanya dosis awalan), merupakan agen yang paling sering digunakan, dapat meningkatkan kontraktilitas miokardium yang mestimulasi mekanoreseptor ventrikel kiri dan juga memblok reseptor sentral serotonin. Serotonin reuptake inhibitors (paroxetine, 20–40 mg qd; atau sertraline, 25–50 mg qd), nampaknya efektif untuk beberapa pasien. Bupropion SR (150 mg qd), jenis antidepresan, juga dapat digunakan untuk kasus ini. Antagonis reseptor Beta-Adrenergik dan serotonin reuptake inhibitors dapat ditoleransi dengan baik dan sering digunakan sebagai agen lini pertama untuk pasien muda. Hydrofludrocortisone (0.1–0.2 mg qd), mineralokorticoid, menyebabkan retensi sodium, ekspansi volume, dan vasokonstriksi perifer dengan meningkatkan sensitivitas Beta-receptor terhadap katekolamin endogen. Hydrofludrocortisone bermanfaat pasda pasien dengan deplesi volume intravaskular dan untuk mereka yang mengalami hipotensi psotural. Proamatine (2.5–10 mg bid atau tid), an alpha-agonist, digunakan sebagai agen lini pertama untuk sebagian pasien. Pada beberapa aspein, proamatine dan hydrofludrocortisone dapat meningkatkan tekanan darah sistemik saat berbaring, dimana dapat menjadi msalah pada mereka yang dengan hipertensi. Disopyramide (150 mg bid), merupakan obat vagolitik antiaritmia dengan efek inotropik negatif, dan transdermal scopolamine, vagolitik lainnya, juga digunakan untuk mentatalaksanai syncope vasovagal, seperti juga penggunaan theophylline dan ephedrine. Efek samping yang berhubungan dengan obat-obatan ini menyebabkan penggunaan obat-obatan ini bersifat terbatas dan sesuia indikasi, disopyramide merupakan obat antiaritmia tipe 1A dan harus digunakan dibawah pengawasan yang ketat, dimana dapat meningkatakan resiko perburukan pada pasien dengan aritmia ventrikular.

Patients dengan orthostatic hypotension harus dinstruksikan untuk berdiri secara perlahan dan sistematik (dari berbaring kemudian duduk, lalu kemudian berdiri) dari tempat tidur atau kursi. Pergerakan kaki sebelum berdiri membantu memfasilitasi aliran balik vena dari ekstremitas bawah. Jika dimungkinkan, medikasi yang meyebabkan peningkatan keparaha kondisi pasien (vasodilators, diuretics, dan lain-lain) harus dihentikan pemberiannya. Elevasi kepala pada tempat tidur [20–30 cm (8–12 in.)] dan penggunaan stocking pengkompresi dapat membantu. Modalitas terapi tambahan meliputi pemberian intake garam dan berbagai varietas dari agen farmakologi termasuk agen sympathomimetic amines, monamine oxidase inhibitors, beta blockers, dan levodopa.

Glossopharyngeal neuralgia ditatalksanai dengan carbamazepine, yang dimana efektif untuk syncope dan juga untuk nyeri.

Pasien dengan hipersensitivtas sinus karotis harus diinstruksikan untuk menghindari pakaian ketat dan situasi yang dapat menstimulasi baroreseptor sinus karotis. Pasien ini harus menggerakan seluruh badan ke arah tertentu ketika ingin melihat sesuatu, dibandingkan hanya menggerakan kepala mereka. Mereka dengan syncope yang tidak terdeteksi karena respon kardioinhibitor terhadap stimulasi sinus karotis harus dipasankan implan pacemaker permanen.

Pasien dengan syncope harus dirawat di rumah sakit ketika ada kemungkinan episode syncope terjadi karena adanya kondisi yang mnegancam yawa atau jika berulangnya syncope dengan kemungkinan adanya cedera yang signifikan. Indivisu ini harus diusahakn untuk berada dalam posisi berbaring dengan monitoring elektrokardiografi yang kontinyu. Pasien yang diketahui memilikijantung yang normal dan mereka yang berdasarkan riwayatnya dicurigai secara kuat adanya syncope vasovagal atau syncope situasional diatatalaksanai sambil rawat jalan jika episode tidak sering dan tidak berat.