52
LAPORAN KELOMPOK PBL SISTEM REPRODUKSI DISTOSIA OLEH: KELOMPOK B-5 TUTOR: ........................... FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 1

Skenario Distosia Revisi B5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Skenario Distosia Revisi B5

LAPORAN KELOMPOK PBL

SISTEM REPRODUKSI

DISTOSIA

OLEH:

KELOMPOK B-5

TUTOR:

...........................

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2009

1

Page 2: Skenario Distosia Revisi B5

ANGGOTA KELOMPOK B-5

NAMA NIM

NURHANIS BT MALEEK C 111 05

CLAUDIA MAGDALENA C 111 07 012

ASTRINA NUR BAHRUN C 111 07 049

ANDI UMMUWASIAT C 111 07 100

RIZKI AMELIA C 111 07 116

M. FAWZI MOCHTAR C 111 07 132

ISWINA RENIARTI C 111 07 148

GABRIELA ANGEL MUSTAKIM C 111 07 164

SYUKRI LA RANTI C 111 07 180

JULCRITHNO C 111 07 196

IRMA RAHAYU C 111 07 212

WA ODE SITTI FATMA ZAHRA C 111 07 228

CHATRINE MERIANI W. C 111 07 244

NURUL AIN C 111 07

2

Page 3: Skenario Distosia Revisi B5

I. Skenario

Wanita 35 tahun, hamil anak ketiga dan persalinan tidak maju. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan bahwa tanda vital batas normal, tinggi fundus 3 jari bawah processus xyphoideus,

punggung di kanan ibu, bagian terendah kepala, perlimaan 2/5. jarak antara simfisis pubis-

tinggi fundus uteri 37 cm, lingkar perut ibu 95cm. Denyut jantung janin 130x/menit dengan

durasi 30-35 detik. Pembukaan serviks 4cm, ketuban utuh, penurunan sesuai bidang Hodge 2

dengan kondisi panggul dalam cukup.

II. Kata Sulit

• His. Adalah kontraksi otot polos dari dinding uterus yang dirasakan nyeri yang dimulai

sebagai gelombang dari salah satu sudut dimana tuba masuk ke dinding uterus yang di sebut

sebagai pace maker tempat his berasalan kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan

sifatnya involunter, intermitten, terasa sakit, terkoordinasi dan simetris, kadang-kadang

dapat dipengaruhi dari luar secara kimia dan psikis. Pada seluruh trimester kehamilan,

dicatat adanya kontraksi ringan dengan amplitudo 5 mmHg. His sesudah 30 minggu terasa

lebih kuat dan lebih sering. Sesudah 36 minngu aktivitas uterus lebih meningkat lagi sampai

perrsalinan mulai, yakni pada permulaan kala I. Amplitudo his meningkat terus sampai 60

mmHg pada akhir kala I dan frekuensi his menjadi 2-4 kontraksi tiap 10 menit. Juga durasi

his meningkat dari 20 detik pada permulaan partus sampai 60-90 detik pada akhir kala I. His

yang sempurna dan efektif bila ada koordinasi dari gelombang kontrakasi simetris dengan

dominasi di fundus uteri dan mempunyai ampitudo 40-60 mmHg yang berdursi 60-90 detik,

dengan jangka waktu antara kontraksi 2-4 menit dan pada relaksasi, tonus otot kurang dari

12 mmHg.(1,2)

• Bidang Hodge adalah suatu bagian panggul yang berada pada rongga panggul yang sifatnya

antara satu dengan yang lainnya sejajar, ditentukan pada pinggir atas simfisis, pada

pemeriksaan dalam untuk menentukan sejauh mana turunnya bagian terendah janin. Bidang

Hodge 2 berarti bagian terendah janin di pinggir bawah simfis. (3)

3

Page 4: Skenario Distosia Revisi B5

III. Kata Kunci

• Wanita 35 tahun, hamil anak ke tiga

• Persalinan tidak maju

• Tanda vital batas normal

• Tinggi fundus tiga jari di bawah processus xiphoideus : umur kandungan 32-36

minngu

• Punggung di kanan ibu

• Bagian terendah kepala

• Perlimaan 2/5 : 2 dari 5 jari yang dapat meraba kepala janin

• Jarak antara SOP-TFU adalah 37 cm

• Lingkar perut 95 cm

• DJJ 135 kali/ menit

• His 2x dalam 10 menit, durasi 30-35 detik

• Pembukaan serviks 4 cm

• Ketuban utuh

• Penurunan sesuai bidang hodge II

• Kondisi panggul cukup

IV. Pertanyaan

1. Apa saja hal yang dibutuhkan untuk persalinan normal dan bagaimana

mekanismenya?

2. Bagaimana mekanisme persalinan macet?

3. Bagaimana interpretasi dari kata kunci diatas?

4. Bagaimanakah penatalaksanaannya?

5. Apa saja komplikasi yang dapat ditemukan pada persalinan macet?

V. Jawaban

1. Persalinan normal

4

Page 5: Skenario Distosia Revisi B5

a. Anatomi 3,4,5

Panggul normal

Mekanisme persalinan pada dasarnya merupakan proses akomodasi janin terhadap

passage tulang yang harus dilewati janin tersebut. Oleh karena itu, ukuran dan bentuk

panggul sangat penting dalam obstetri. Baik pada wanita maupun laki – laki, panggul

membentuk cincin tulang yang dipakai untuk memindahkan berat badan ke ekstremitas

bawah, tetapi pada wanita, panggul mempunyai bentuk khusus yang beradaptasi untuk

melahirkan anak.

Panggul dewasa terdiri dari empat tulang: sakrum, koksigeus dan dua tulang

inominata. Masing – masing tulang innominata terbentuk dari fusi ilium, iskium dan pubis.

Tulang – tulang innominata itu bersendi secara kuat dengan sakrum pada sinkondrosis

sakroiliaka dan dengan tulang innominata lainnya di simfisis pubis.

Anatomi panggul: pertimbangan – pertimbangan obstetri

Linea terminalis memisahkan panggul palsu dari panggul sejati. Panggul palsu

terletak di atas linea terminalis dan panggul sejati di bawah batas anatomik ini. Panggul palsu

di bagian belakang dibatasi oelh vertebra lumbalis dan di lateral oleh fosa iliaka, dan di depan

batas – batasnya dibentuk oleh bagian bawah dinding abdomen anterior. Ukuran panggul

palsu berbeda – beda di antara para wanita sesuai dengan pelebaran tulang – tulang iliaka,

tetapi bagian ini tidak memiliki kepentingan obstetri.

Panggul sejati terletak di bawah linea terminalis dan merupakan bagian yang penting

dalam persalinan. Panggul sejati dibatasi di atas oleh promontorium dan ala sakrum, linea

terminalis, dan tepi – tepi atas tulang pubis, dan di bawah oleh pintu bawah panggul. Rongga

panggul sejati dapat digambarkan sebagai silinder bengkok yang terpotong secara oblik

dengan tinggi terbesar di bagian posterior, karena dinding anteriornya di simfisis pubis

berukuran sekitar 5 cm dan dinding posteriornya sekitar 10 cm.

Dinding samping panggul sejati normalnya agak cekung. Terdapat spina iskiadikus

menonjol dari pertengahan margo posterior masing – masing iskium. Tonjolan ini

mempunyai arti obstetri yang penting, karena jarak antara mereka biasanya menyatakan

diameter laterla terpendek rongga panggul. Lagipula karena spina iskiadika dapat diraba

dengan mudah pemeriksaan vaginal atau rektal, tonjol – tonjol ini berfungsi sebagai tanda

5

Page 6: Skenario Distosia Revisi B5

yang besar nilainya dalam menentukan seberapa jauh bagian presentasi janin telah turun ke

panggul sejati.

Gambar 1: Potongan sagital panggul

Sakrum membentuk dinding posterior rongga panggul. Tepi anterior atas, yang

berhubungan dengan korpus vertebra sakralis pertama, promontorium, dapat diraba pada

pemeriksaan vagina dan dapat memberikan titik tanda untuk pelvimetri klinis. Normalnya

sakrum mempunyai kecekungan vertikal yang jelas dan kecekungan horizontal yang kurang

mencolok, yang pada panggul abnormal, dapat mengalami variasi penting.

Sebuah garis lurus yang ditarik dari promontorium ke ujung sakrum biasanya

berukuran 10 cm, sementara jarak sepanjang lengkungan itu rata – rata 12 cm.

Bidang dan diameter panggul

Ada 4 bidang imajiner utama untuk dapat menerangkan bentuk panggul yakni:

a. Bidang atas panggul (pintu superior)]

6

Page 7: Skenario Distosia Revisi B5

b. Bidang bawah panggul (pintu inferior)

c. Bidang panggul tengah (dimensi panggul terkecil)

d. Bidang panggul terbesar

a. Pintu atas panggul

Pintu atas panggul di belakang dibatasi oleh promontorium dan ala sakrum, di lateral oleh

linea terminalis dan di anterior oleh rami horizontal tulang – tulang pubis dan simfisis pubis.

Empat diameter pintu atas panggul biasanya disebutkan: anteroposterior, transversal,

dan dua oblik. Diameter anteroposterior yang penting secara obstetrik adalah jarak terpendek

antara promontorium sakrum dan simfisis pubis yang disebut konjugata obstetrik.

Diameter anteroposterior pintu atas panggul yang diidentifikasi sebagai konjugata

vera, tidak mewakili jarak terpendek promontorium sakrum dan simfisis pubis. Jarak

terpendeknya adalah konjugata obstetrik yang merupakan diameter anteroposterior terpendek

yang harus dilewati kepala untuk turun melalui pintu panggul.

Gambar 2: Tiga diameter anteroposterior pintu atas panggul

Konjugata obstetrik tidak dapat dikur secara langsung oleh karena itu cara

menentukannya adalah dengan pengukuran secara tidak langsung dengan mengukur dari tepi

bawah simfisis ke promotorium sakrum yakni konjugata diagonalis, dan mengurangi 1,5 – 2

cm dari hasil ini.

7

Page 8: Skenario Distosia Revisi B5

b. Panggul Tengah

Panggul tengah di tingkat spina iskiadika (bidang tengah atau dimensi terkecil

panggul) mempunyai kepetingan kuhus dalam obstetri setelah kepala janin engage di dalam

persalinan yang terhalang. Diameter interspinosa, 10 cm atau agak lebih, biasanya merupakan

diameter terkecil panggul. Diameter anteroposterior, sampai tinggi spina iskiadika,

normalnya berukuran sekurang – kurangnya 11, 5 cm. Komponen posterior antara sakrum

dan perpotongan dengan diameter interspinosa biasanya sekurang – kurangnya 4,5 cm.

c. Pintu bawah panggul

Pintu bawah panggul terdiri dari dua daerah yang kira – kira berbentuk segitiga tidak

pada bidang yang sama, yang merupakan satu garis yang ditarik di antara dua tuberositas

iskium. Tiga diameter pintu bawah panggul biasanya disebut: anteroposterior, transvrsal dan

sagital posterior. Diameter anteroposterior (9,5 sampai 11, 5 cm) berjalan dari tepi bawah

simfisis pubis ke ujung sakrum. Diameter transversal (11 cm) adalah jarak antara tepi – tepi

dalam tuberositas iskium. Diameter sagital posterior berjalan dari ujung sakrum ke

perpotongan tegak lurus dengan suatu garis antara kedua tuberositas iskium. Normalnya,

diameter sagital posterior berukuran 7,5 cm.

Pada partus macet yang disebabkan oleh sempitnya panggul tengah dan/atau pintu

bawah panggul, prognosis untuk persalinan pervaginam sering tergantung pada panjang

diameter sagital posterior pintu bawah panggul.

d. Bidang dimensi panggul terbesar

Bidang dimensi panggul terbesar tidak mempunyai kepentingan obstetrik. Sebagai

yang dikesankan oleh namanya, bagian ini sangat lapang. Bidang ini membentang dari

pertengahan permukaan posterior simfisis pubis ke persambungan vertebra sakral kedua dan

ketiga dan berjalan ke lateral melewati tulang – tulang iskium di atas permukaan asetabulum.

Diameter rata – rata anteroposterior dan transversalnya adalah 12,5 cm. Karena diameter

obliknya berujug pada foramina obturatoria dan takik sakroskiatika, panjangnya tidak dapat

dipastikan.

Bentuk – bentuk panggul

Di masa lalu, pelvimetri x-ray sering digunakan pada wanita yang dicurigai

mengalami disproposrsi sefalopelvik atau malpresentasi janin. Caldwell dan Moloy (1933,

8

Page 9: Skenario Distosia Revisi B5

1934) mengembangkan sebuah klasifikasi pelvis yang hingga saat ini masih digunakan, dan

kekhususan yang dimiliki oleh masing – masing – masing panggul sangat membantu dalam

memberikan pemahaman kepada obstetris mengenai mekanisme persalinan.

Klasifikasi Caldwell-Moloy didasrkan pada pengukuran diameter transversal terbesar

pintu dalam panggul dan divisi anterior dan posterior. Berdasrkan pengukuran ini, dibagi 4

macam panggul yakni gynecoid, antrhopoid, android dan platypelloid. Karkater segmen

posterior sangat menentukan tipe pelvis, dan karater segmen anterior menentukan

kepentingannya.

Berdasarkan bentuk panggul, maka konfigurasi yang pailing sesuai untuk persalinan

semua fetus seharusnya yang berbentuk gynecoid. Bentuk yang menyulitkan dalam

persalinan adalah yang berbentuk android karena diameter sagital posterior yang sempit dapat

membatasi masuknya bagian posterior kepala bayi. Apalagi kalau penyempitannya ekstrem.

Prognosis persalinan pervaginam sangat buruk.

Hal – hal yang berkaitan dengan mekanisme persalinan

Pada saat persalinan posisi janin yang tepat pada saluran kelahiran sangat penting

dalam mendukung proses persalinan.

Letak, presentasi, sikap dan posisi

Letak janin: Faktor letak berhubungan dengan aksis panjang janin terhadap ibu, apakah janin

terletak transversal atau longitudinal. Kadang, aksis janin terhadap ibu menyilang dengan

sudut 45 derajat, membentuk letak oblik, yang dengan mudah dapat berubah menjadi letak

longitudidal atau transversal selama persalinan. Posisi longitudinal dapat ditemukan pada

99% proses persalinan cukup waktu. Faktor predisposisi letak transversal adalah multiparitas,

plasenta previa, hidramnion, dan anomali uterus.

Presentasi janin: merupakan bagian janin yang terdekat dengan saluran kelahiran. Untuk

mengetahui ini dapat diketahui dengan menyentuh serviks saat pemeriksaan dalam vagina.

Berdasarkan letak longitudinal, bagian yang dapat menjadi presentasi bayi adalah kepala

janin atau breech/sungsang/terbalik.

Presentasi kepala. Presentasi seperti ini diklasifikasikan

berdasarkan hubungan antara kepala dan badan janin.

9

Page 10: Skenario Distosia Revisi B5

Gambar 3: Variasi presentasi longitudinal pada janin. (A) vertex, (B) sinciput, (C)

kening, (D) wajah

Biasanya, kepala akan tertekuk dalam sehingga dagu janin dapat menyentuh dadanya.

Fontanela oksipital menjadi presentasi terbawah janin, presentasi seperti ini disebut

presentasi vertex atau oksiput. Yang paling jarang ditemui adalah leher janin terekstensi kuat

sehingga okspit dan belakang berdekatan dan wajah bayi menjadi bagian terdekat dengan

jalan lahir-presentasi wajah. Pada beberapa kasus, dapat ditemui presentasi fontanela besar

atau bregma yang disebut dengan presentasi sinsiput. Ada dapat pula presentasi yang

menggambarkan leher bayi sedikit ekstensi atau persentasi kening. Dua presentasi terkahir

ini, biasanya bersifat sementara. Seiring dengan perkembangan persalinan, kedua presentasi

ini dapat berkonversi menjadi presnetasi vertex ataupun wajah melalui proses ekstensi dan

fleksi leher. Kegagalan melakukan proses konversi ini dapat menghantarkan pada macet

persalinan.

Presentasi bokong. Ketika janin berpresentasi sungsang, ada tiga konfigurasi yang

umum ditemukan yakni, frank, complete, dan presentasi kaki.

Sikap janin atau postur. Pada beberapa bulan setelah kehamilan, janin diasumsikan memiliki

sikap atau perilaku tertentu. Sebagai aturan, janin membentuk massa ovoid yang sesuai

dengan bentuk ruang uterus. Janin menjadi terlipat dengan sendirinya secara konveks; kepala

menekuk hingga dagu menyentuh dada; paha terlipat pada perut; kaki terlipat pada lutut. Pada

semua presentasi kepala, lengan biasanya bersilangan di atas dada atau sejajar pada kedua

sisi, dan tali pusar terletak di ruang antara kedua lengan dan ekstremitas bawah. Karakteristik

sikap ini dikarenakan oleh pertumbuhan janin yang diakomodasi oleh ruang uterus.

Posisi janin. Posisi menyatakan

hubungan antara porsi yang

dipresentasikan oleh janin terhadap jalan

lahir pada ibu. Terdapat dua posisi utama

yakni kiri dan kanan. Oksiput janin, dagu

10

Page 11: Skenario Distosia Revisi B5

dan sakrum menentukan posisi pada presentasi verteks, wajah dan kaki. Karena presentasi

posisi ada dua macam maka terdapat pembagian oksiput kanan atau kiri (RO/LO), dagu

kanan atau kiri (RM/LM) dan sakral kanan atau kiri (RS/LS).

Gambar 4: Posisi oksiput. Presentasi, posisi dan variasi ditentukan berdasarkan arah

jarum jam

Sekitar 2/3 presentasi vertex berada pada posisi oksiput kiri dan 1/3-nya oksiput kanan.

Diagnosis Presentasi Janin dan Posisi.

Beberapa metode dapat digunakan untuk memdiagnosis presentasi janin dan

posisinya. Beberapa diantaranya adalah palpasi abdominal, pemeriksaan dalam vagina,

auskultasi dan pada beberapa kasus yang meragukan dapat digunakan USG dan MRI.

Palpasi abdominal-Manuver Leopold. Pemeriksaan abdominal terdiri dari 4 manuver yang

sangat mudah aplikasikan. Namun manuver – manuver ini sulit dilakukan pada kasus ibu

yang obes, kelebihan cairan amnion atau plasenta yang terimplantasi di anterior.

Manuver pertama. Manuver ini dapat mengidentifikasi bagian teratas janin yang terdekat

dengan fundus uterus. Pada organ teratas bukan kepala, akan memberikan sensasi luas, masa

nodular, sedangkan pada presentasi kepala terdapat sensai keras dan bulat serta lebih mudah

digerakkan dan mudah dipungut.

Manuver kedua. Setelah menentukan letak janin, telapak tangan diletakkan pada kedua sisi

perut ibu dan secara lembut telapak tangan menekan abdomen. Pada satu sisi, jika dirasakan

ada bagian keras-belakang- dan pada sisi lain dapat dirasakan sejumlah organ – organ kecil,

tidak beraturan, dan bagian – bagian yang dapat digerakkan-ekstremitas janin.

Manuver ketiga. Menggunakan ibu jari pada satu tangan, porsi terbawah perut ibu digenggam

di atas simfisis pubis. Jika yang ditemukan adalah bagian yang tidak terkunci , dapat

digerakkan, biasanya menandakan kepala. Perbedaan antara kepala dengan letak sungsang

ditentukan pada manuver pertama. Jika yang dirasakan pada manuver ini adalah bagian yang

terkunci, bagiamanapun, secara sederhana dapat dianggap bahwa bagian terbawah ini adalah

pelvis. Namun untuk detailnya dapat ditentukan pada manuver keempat.

11

Page 12: Skenario Distosia Revisi B5

Manuver keempat. Pada manuver ini, wajah pemeriksa mengarah pada kaki ibu dan dengan

ujung tiga jarinya pada masing – masing tangan menekan pada arah aksis pintu masuk

panggul. Pada nyak kejadian,ketika kepala sudah turun ke pelvis, bahu anterior dapa

dibedakan dengan baik pada manuver ketiga.

Pemeriksaan dalam vagina. Sebelum persalinan, diagnosis presentasi dan posisi janin

dengan pemeriksaan dalam vagina sering tidak dapat disimpulkan karena pemeriksaan harus

dilakukan melalui serviks yang tertutup dan segmen bawah uterus. Sedangkan saat persalinan

terjadi, presentasi vertex dan posisinya dapat dikenali saat mempalpasi sutura dan fontanela.

Presentasi wajah dan bokong juga dapat dibedakan dengan cara ini.

Saat mencoba menentukan presentasi dan posisi janin dengan pemeriksaan dalam

vagina, disarankan melakukan 4 gerakan utama yakni:

1. Dua jari yang bersarung tangan dimasukkan ke dalam vagina hingga ditemukan

bagian terbawah janin. Perbedaan antara vertex, wajah dan bokong dapat ditentukan

dengan ini.

2. Jika vertex yang berada pada bagian terbawah, jari langsung diarahkan pada aspek

posterior vagina. Jari kemudian merambat ke depan melalui kepala janin hingga

mencapai simfisis os pubis. Selama pergerakan ini, sebaiknya dilewatkan sutura

sagitalis janin.

3. Posisi kedua fontanela kemudian ditentukan. Jari dilewatkan pada bagian paling

anterior sutura sagitalis, dan fontanela yang ditemukan kemudian diidentifikasi;

kemudian dengan gerakan menyapu, jari dilewatkan di sepanjang sutura hingga

sampai pada bagian ujung fontanela kepala yang lain.

4. Stasiun atau daerah pelvis yang menjadi daerah perhentian janin sementara saat

menuruni pelvis, juga dapat ditentukan melalui pemeriksaan ini.

Auskultasi. Meskipun auskultasi dengan fetoskop monoaural tidak dapat memberikan

informasi yang dibutuhkan untuk menentukan presentasi dan posisi janin, temuan auskultasi

kadang dapat memperkuat temuan yang didapatkan dari auskultasi. Daerah abdomen ibu

yang dapat membuat kita mendengar suara denyut jantung janin paling jelas bervariasi

tergantung presentasi janin.

Karakteristik Persalinan Normal

12

Page 13: Skenario Distosia Revisi B5

Cara untuk menangani persalinan akan lebih dimudah diketahui jika kita dapat mengenali

permulaannya. Defenisi terbatas dari persalinan-kontraksi uterin yang menyebabkan dilatasi

dan pembukaan serviks-tidak banyak membantu klinisi dalam menentukan apakah persalinan

sudah dimulai atau tidak, karena diagnosis seperti ini hanya dapat dibuat secara retrospektif.

Beberapa metode digunakan untuk menentukan kapan seseorang dikatakan mulai bersalin.

Salah satu caranya adalah dengan menentukan saat pertama kontraksi menyakitkan mulai

bersifat teratur. Sayangnya, aktifitas uterin yang menyebabkan ketidaknyamanan, tapi tidak

menandakan persalinan, sering juga terjadi saat kehamilan sedang berlangsung. His palsu

sering berhenti secara spontan atau tiba – tiba dengan cepat menjadi kontraksi yang efektif

memicu persalinan.

Metode kedua yang digunakan untuk mendefenisikan saat pertama kali persalinan adalah

dengan menggunakan kodefikasi yang dibuat oleh O’Driscoll dkk (1984). Kodefikasi ini

memuat kriteria yakni kontraksi uterus yang menyakitkan disertai salah satu dari tanda

berikut: 1) pecahnya selaput, 2) adanya bercak dara, 3) pembukaan serviks lengkap.

Di AS, penentuan persalinan sering didasarkan pada perluasan dilatasi serviks yang disertai

oleh kontraksi yang menyakitkan. Ketika seorang wanita datang dengan membran yang

masih intak, diltasi serviks 3-4 cm atau lebih maka sudah bisa dianggap bahwa wanita ini

telah berada diambang batas untuk diagnosis persalinan.

Kala I Persalinan

Friedman mengembangkan konsep tiga divisi persalinan untuk menguraikan tujuan fisiologis

dari setiap divisi. Meskipun serviks berdilatasi selama divisi persiapan, komponen jaringan

ikat serviks ikut mengalami perubahan. Sedasi dan induksi analgesia mampu menghentikan

divisi persalinan ini. Divisi dilatasi, masa ketika dilatasi berlangsung dengan sangat cepat,

tidak dapat lagi dipengaruhi oleh sedasi ataupun induksi analgesia. Divisi pelvik ditandai

dengan fase perlambatan dilatasi serviks. Mekanisme klasik dari persalinan yang melibatkan

presentasi kepala-engagement, fleksi, descent, internal rotation, ekstensi dan external

rotation- berpersan sangat penting dalam masa divisi pelvik. Pada praktek nyata, divisi pelvik

sangat sulit untuk diidentifikasi.

13

Page 14: Skenario Distosia Revisi B5

Ada dua fase utama dalam proses dilatasi serviks. Fase laten yang berhubungan dengan divisi

persiapan dan fase aktif yang berhubungan dengan divisi dilatasi. Friedman membagi fase

aktif menjadi 3 yakni fase akselerasi, fase maksimum, dan fase deselerasi.

Fase laten. Fase ini, menurut Friedman, dimulai saaat ibu mulai menerima kontraksi reguler.

Fase laten pada wanita biasanya berakhir pada dilatasi antara 3 hingga 5 cm. Batasan ini

secara klinik sangat penting untuk mendefenisikan batasan dilatasi serviks sebelum fase aktif

yang dapatdiperkirakan.

Friedman dan Sachtleben mendefenisikan pemanjangan fase laten jika fase ini berlangsung

lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara. Faktor – faktor yang

mempengaruhi perlamaan fase ini antara lain sedasi berlebihan, kondisi serviks yang sejak

awal sudah tidak memadai seperti tebal, tidak bisa membuka atau berdilatasi, dan his plasu.

Pada kondisi ini amniotomi tidak dianjurkan karena 10 persen insidens adalah his palsu.

Konsep fase laten ini memiliki sangat penting untuk memahami persalinan normal manusia

karena persalinan dianggap lebih lama jika fase laten dimasukan.

Fase aktif. Dilatasi serviks 3 hingga 5 cm atau lebih, disertai adanya kontraksi uterin, dapat

dianggap sebagai ambang batas untuk fase aktif. Friedman menemukan bhawa rata – rata

lama fase aktif pada wanita nulipara adalah 4,9 jam. Dengan standar deviasi 3,4 jam. Karena,

fase aktif yang pernah dilaporkan secara statistik bisa mencapai 11,7 jam. Memang,

kecepatan dilatasi memiliki jangakaun 1,2 hingga 6,8 cm/jam. Friedman juga menemukan

kemajuan wanita multipara lebih cepat difase aktif meskipun kecepatan normal minimum

dilatasi adalah 1,5 cm/jam. Descent dimulai pada fase lanjut dilatasi aktif, ditandai dengan

pembukaan 7 hingga 8 cm pada nulipara dan menjadi sangat cepat setelah lebih dari 8 cm.

Abnormalitas pada fase aktif persalinan cukup sering ditemukan. Sokol dkk. (1977)

melaporkan 25 persen nulipara mengalaminya dan 15 persen dialami oleh wanita

multigravida.

Friedman membagi abnormalitas fase aktif menjadi kelainan protraction dan arrest. Dia

mendefeinisikan protraction sebagai lambatnya dilatasi atau descent, yang untuk nulipara

kecepatan dilatasi kurang dari 1,2 cm per jam atau descent kurang dari 1 cm per jam.

Sedangkan untuk multipara proctation terjadi bila kecepatan dilatasi kurang dari 1,5 cm/jam

atau descent kurang dari 2 cm/jam. Dia mendefenisikan arrest sebagai terhentinya dilatasi

14

Page 15: Skenario Distosia Revisi B5

atau descent secara total. Henti dilatasi didefinisikan jika tidak ada perubahan dilatasi serviks

selama lebih dari 2 jam, dan henti descent bila selama 1 jam janin tidak juga turun.

Friedman menemukan, 30 persen wanita yang mengalami kelainan proctation memiliki

masalah disproporsi fetopelvik, kelainan yang sama terjadi pada 45 persen kasus henti

persalinan.

Kala II persalinan

Kala ini dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan berakhir ketika janin berhasil

dikeluarkan. Durasi median untuk nulipara adalah 50 menit sedangkan untuk multipara

adalah 20 menit, tapi ini dapat berubah – ubah. Wanita dengan tingkat paritas tinggi yang

vagina dan perineumnya sudah terdilatasi mungkin saja durasinya lebih singkat. Sedangkan

apabila wanita dengan rongga pelvis kecil atau janin yang besar, maka durasinya dapat lebih

lama lagi.

b. Fisiologi Persalinan 3

Kehamilan normal manusia lamanya kira – kira 40 minggu, dihitung sejak hari pertama

haid terakhir, atau mendekati 38 minggu sejak masa ovulasi dan konsepsi.

Selama beberapa minggu terakhir masa kehamilan, sejumlah peristiwa berbeda terjadi,

yang kulminasinya terjadi saat persalinan terjadi. Semua peristiwa ini, termasuk saat

keluarnya janin dari rahim disebut dengan parturition. Pada hampir semua kehamilan, terjadi

pemisahan relatif otot – otot polos myometrium satu sama lain, dan uterus tersegel pada pintu

masuknya,oleh serat kolagen tidak fleksibel. Semua peristiwa ini dipicu dan diatur oleh

progesteron. Selama beberapa minggu terakhir masa kehamilan, sebagai akibat meningkatnya

estrogen, sel otot polos membentuk connexin, protein yang membentuk gap junction antara

sel, yang dapat menyebabkan terjadinya kontraksi myometrium secara terkoordinasi. Secara

simultan, leher serviks menjadi lunak dan flkesibel akibat perstiwa enzimatik yang

memecahkan serat kolagen yang menyegelnya. Pembentukan enzim ini dimediasi oleh

sejumlah mediator, termasuk estrogen dan prsotaglandin, yang proses pembentukannya

dipicu oleh estrogen. Hormon peptida relaksin yang disekresi oleh ovarium juga terlibat.

Estrogen juga memiliki fungsi penting lain terhadap myometrium selama proses persalinan

terjadi yakni hormon ini menginduksi pembentukan reseptor hormon oksitosin, yang

merupakan stimulator paling kuat untuk kontraksi otot polos uterus.

15

Page 16: Skenario Distosia Revisi B5

Persalinan terjadi karena kontraksi kuat berirama otot – otot polos myometrium.

Meskipun sebenarnya kontraksi uterine yang lemah dan jarang sudah terjadi sejak masa 30

minggu kehamilan yang kemudian meningkat baik secara bertahap dalam hal kekuatan dan

frekuensi seiring dengan tuanya masa kehamilan.

Selama beberapa bulan terakhir, keseluruhan isi uterine bergeser ke bawah sehingga

membawa janin lebih dekata dengan serviks. Pada 90 persen kelahiran, kepala bayi berada

pada bagian bawah rahim dan berfungsi sebagai pengungkit untuk mendilatasi serviks ketika

persalinan dimulai. Beberapa kasus ditemukan posisi bayi yang berorientasi kaki pada bagian

bawah rahim (breech presentation), yang membutuhkan persalinan melalui jalan operasi.

Baik sebelum ataupun saat persalinan terjadi, selaput ketuban dapat pecah sehingga cairan

amnion mengalir melalui vagina dan membantu proses kelahiran. Ketika persalinan

mendekati puncaknya, kontraksi uterin menjadi lebih kuat dan terjadi dalam interval 10

hingga 15 menit. Kontraksi dimulai dari daerah fundus lalu menjalar ke segemen bawah

uterus.

Begitu kontraksi rahim meningkat dalam hal intensitas dan frekuensi, serviks secara

bertahap mulai berdilatasi hingga mencapai diameter maksimum 10 cm. Hingga pada titik ini,

kontraksi belum menggerakkan bayi keluar dari uterus. Pada saat seperti ini, kontraksi

menggerakkan bayi dari serviks menuju vagina. Jika sudah sampai keadaan ini, ibu dapat

mulai mengedan untuk membantu pengeluaran bayi dengan kekuatan otot – otot perut.

Plasenta dan tali pusar masih berfungsi hingga keduanya benar – benar tertekan lalu terjadi

penghentian aliran darah menuju plasenta. Setelah bayi keluar biasanya ini terjadi lalu pada

saat inilah plasnetaterlepas dari dinding rahim.

Biasanya, proses kelahiran yang normal terjadi tanpa harus ada bantuan medis. Namun

pada beberapa persen kasus, terjadi malposisi bayi dan komplikasi pada ibu sehingga

mengganggu proses persalinan. Posisi bayi dengan presentasi kepala sangatlah penting

karena beberapa alasan:

a. Jika bagian tubuh lain yang berada pada bagian bawah rahim, maka biasanya

kurang efektif menjadi pengungkit untuk mendilatasi serviks

b. Kepala bayi merupakan bagian yang tubuh yang diameternya lebih besar

dibanding bagian tubuh lain sehingga jika persalinan berlangsung terjadi macet

16

Page 17: Skenario Distosia Revisi B5

dengan bagian kepala sudah berada di luar rahim, maka bayi dapat secara otomatis

berusaha bernapas

Adapun mekanisme yang berperan dalam proses persalinan adalah:

a. Saraf autonom uterus menjadi tidak terlalu berperan ketika persalinan terjadi sehingga

dapat dilakukan anestesi untuk mengurangi rasa nyeri saat melahirkan yang tidak

mengganggu proses persalinan

b. Sel otot polos myometrium memiliki irama yang beraturan dan dapat melakukan

kontraksi yang otonom sehingga dapat melar dengan sendirinya ketika proses

kehamilan terjadi

c. Uterus yang sudah cukup bulan dapat mensekresi sejumlah prostaglandin (PGE2 dan

PGF2α) yang merupakan stimulator poten untuk kontraksi otot polos uterus.

d. Oksitosin, salah satu hormon yang disekresikan oleh lobus posterior kelenjar hipofisis

adalah stimulator paling kuat dalam menrangsang kontraksi rahim. Hormon ini tidak

saja berperan langusung dalam menstimulasi kontraksi tapi juga menstimulasi

pembentukan prostaglandin. Oksitosin secara refleks disekresi dari lobus posterior

hipofisis setelah mendapat masukan impuls dari hipotalamus yang berasal dari

reseptor di daerah serviks. Perlu juga diketahui bahwa, selama masa kahir kehamilan,

jumlah reseptor osktosin mengalami peningkatan.

e. Selama masa kehamilan, pengaruh hormon progesteron sangat besar dalam

memberikan efek penghambatan terhadap kontraksi uterus melalui proses penurunan

sensitifitas reseptor estrogen, oksitosin dan prostaglandin.

17

Hipofisis Posterior

Kontraksi Uterus

Dilatasi serviks

Oksitosin

Prostaglandin

Page 18: Skenario Distosia Revisi B5

c. Mekanisme His

Beberapa faktor yang berperan dalam persalinan adalah :his, kontraksi otot-otot perut,

kontraksi diafragma, dan aksi dari ligament.

His adalah kontraksi otot-otot polos dari dinding uterus yang dirasakan nyeri pada perut

bagian samping tembus ke belakang, datangnya berulang-ulang, sifatnya teratur atau tidak

teratur.

Ferkwensi his adalah jumlah his dalam waktu tertentu. Amplitudo x frekwensi dalam

10 menit menggambarkan keaktifan uterus, dan ini diukur dengan unit montevideo.

Tiap his dimulai sebagai gelombang dari salah satu sudut dimana tuba masuk ke

dinding uterus yang disebut sebagai pace maker tempat gelombang berasal. Gelombang

bergerak kedalam dan kebawah dengan kecepatan 2 cm tiap detik sampai keseluruh uterus.

Kontraksi otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna dengan sifat-sifat :

o Kontrasksi simetris

o Fundus dominan

o Diikuti relaksasi

his paling tinngi di fundus uteri yang lapisan ototnya paling tebal dan puncak kontraksi

terjadi simultan di seluruh bagian uterus. Sesudah tiap his, otot –otot korpus uteri menjadi

lebih pendek dari sebelumnya yang disebut sebagai retraksi.

Pada seluruh trimester kehamilan, dicatat adanya kontraksi ringan dengan amplitudo 5

mmHg. His sesudah 30 minggu terasa lebih kuat dan lebih sering. Sesudah 36 minngu

aktivitas uterus lebih meningkat lagi sampai perrsalinan mulai, yakni pada permulaan kala I.

Amplitudo his meningkat terus sampai 60 mmHg pada akhir kala I dan frekuensi his menjadi

18

Page 19: Skenario Distosia Revisi B5

2-4 kontraksi tiap 10 menit. Juga durasi his meningkat dari 20 detik pada permulaan partus

sampai 60-90 detik pada akhir kala I. His yang sempurna dan efektif bila ada koordinasi dari

gelombang kontrakasi simetris dengan dominasi di fundus uteri dan mempunyai ampitudo

40-60 mmHg yang berdursi 60-90 detik, dengan jangka waktu antara kontraksi 2-4 menit

dan pada relaksasi, tonus otot kurang dari 12 mmHg.

Pada waktu kontraksi, otot-otot rahim menguncup sehingga tebal dan lebih pendek.

Kavum uteri menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan kantung amnion ke arah segmen

bawah rahim dan serviks.sifat-sifat lain his adalah involuntir, intermitten, terasa sakit,

terkoordinasi dan simetris, serta dapat dipengaruhi dari lua secara fisik, kimia dan psikis.

d. Mekanisme nyeri persalinan

Belum ada kesesuaian pendapat mengenai mekanisme nyeri dalam persalinan.

Teori mekanisme yang sering dikemukakan adalah :

1. membukanya mulut rahim atau serviks uteri

2. kontraksi dan peregangan otot rahim pada lapisan miometrium pada segmen atas rahim

3. peregangan jalan lahir bagian bawah (perineum)

4. pengaruh faktor fisik

5. pengaruh psikologis

Penyebab rasa nyeri persalinan :

1. ketegangan emosi yang disebabkan oleh kecemasan dan ketakutan

2. tarikan peritonium dan serviks uteri selama kontraksi atau usaha mengedan

3. penekanan oleh bagian terendah janin pada vesica urinaria, colon dan organ sensitif

lain dalam struktur panggul

4. hipoksia disebabkan oleh terganggunya sirkulasi miometrium dan jaringan

sekitarnya akibat adanya kontraksi uterus

Apa yang menyebabkan uterus mulai berkontraksi (inpartu) sampai saat ini belum

diketahui dengan pasti. Diperkirakan adanya sinyal biomolekuler dari janin yang diterima

otak ibu akan memulai kaskade penurunan progesteron , estrogen dan peningkatan

prostaglanding dan oksitosin sehingga terjadilah tanda-tanda persalinan.

Perasaan sakit pada waktu his amat subyektif, tidak hanya bergantung pada intensitas

his, tapi juga pada keadaan mental orangnya. Nyeri pada waktu melahirkan dianggap nyeri

19

Page 20: Skenario Distosia Revisi B5

yang fisiologis sehingga ada pendapat yang menyatakan tidak perlu dikurangi intensitasnya.

Perasaan sakit pada his mungkin juga disebabkan oleh iskemia dalam korpus uteri tempat

terdapat banyak serabut saraf dan diteruskan melaului saraf sensorik di pleksus hipogastrik ke

sistem saraf pusat.

2. Persalinan Macet

Distosia (secara harfiah persalinan sulit) ditandai dengan kemajuan persalinan yang

lambat. Keadaan ini terjadi karena emapt macam abnormalitas, yang dapat ditemukan secara

tunggal maupun kombinasi.

1. Abnormalitas pada tenaga ekspulsi, yaitu tenaga uterus yang tidak cukup kua atau

yang tidak terkoordinasi dengan tepat untuk menghasilkan penipisan dan dilatasi

serviks (disfungsi uterus) atau upaya otot volunter yang tidak memadai pada

persalinan kala dua

2. Abnormalitas pada presentasi, posisi atau perkembangan janin

3. Abnormalitas tulang panggul ibu

4. Abnormalitas pada jalan lahir yang bukan tulang panggul sehingga menghambat

proses turunnya janin

Untuk lebih sederhanya abnormalitas ini dibagi menjadi 3 kategori yakni:

1. Abnormalitas kekuatan – kontraktilitas uterus dan usaha ekspulsif ibu

2. Abnormalitas yang melibatkan janin

3. Abnormalitas jalan lahir

Mekanisme Distosia

Pada akhir masa kehamilan, kepala janin melintasi jalan lahir, berhadapan dengan

segmen bawah rahim yang menebal dan serviks yang tidak berdilatasi. Otot fundus uterus

tidak terlalu berkembang dan kurang bertenaga. Kontraksi uterin, resistensi serviks dan

tekanan ke depan oleh kepala janin merupakan faktor yang sangat berperan dalam kala satu

persalinan.

20

Page 21: Skenario Distosia Revisi B5

Setelah dilatasi serviks lengkap, bagaimanapun juga, hubungan mekanik antara kepala

janin, posisi dan kapasitas pelvis, yang disebut dengan proporsi fetopelvik, menjadi lebih

jelas ketika bayi mulai mengalami penurunan. Otot – otot uterin menjadi lebih tebal dan

kekuatannya bertambah. Jadi abnormalitas fetopelvik menjadi lebih jelas terlihat ketika

persalinan kala dua sudah tercapai.

Malfungsi otot uterus dapat berasal dari kelebihan distensi uterin atau his yang macet

atau keduanya. Dengan demikian, his yang tidak efektif secara umum dapat diterima sebagai

salah satu kemungkinan tanda peringatan disproporsi fetopelvik. Secara sederhana,

pembagian abnormalitas persalinan menjadi disfungsi uterus dan disproporsi fetopelvik

tidaklah tepat, karena keduanya sangat berkaitan erat. Tentu saja, menurut ACOG, tonjolan

tulang – tulang pelvik bukanlah faktor, dengan sejumlah pengecualian yang jarang terjadi,

yang membatasi persalinan lewat vagina.

Abnormalitas tenaga pendorong

Dilatasi serviks dan pendorongan dan pengeluaran janin disebabkan oleh kontraksi

uterus, dibantu oleh aksi otot dinding perut yang disadari maupun tidak. Kedua faktor ini

mungkin saja kurang intens dan berakibat pada tertundanya atau terganggunya persalinan.

Diagnosis disfungsi uterus pada fase laten sangat sulit dilakukan dan terkadang hanya dapat

dilakukan dengan metode retrospektif. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan adalah

melakukan penatalaksanaan disfungsi uterus pada wanita yang belum berada pada fase

persalinan aktif.

Ada tiga hal yang penting diperhatikan dalam penanganan disfungsi uterus, yakni:

a. Semakin lama persalinan terjadi maka semakin besar tingkat mortalitas dan

morbiditas pada masa perinatal

b. Penggunaan infus intravena dilusi oksitosin dapat dilakukan pada sejumlah tipe

disfungsi uterus

c. Lebih baik menggunakan metode cesar ketika penggunaan forceps yang dibantu

dengan oksitoksin gagal memberikan hasil yang lebih baik.

Tipe – tipe disfungsi uterus.

21

Page 22: Skenario Distosia Revisi B5

Reynolds dkk. (1948) menemukan bahwa kontraksi uterus pada persalinan normal

ditandai oleh adanya gradien aktifitas myometrial, yang terasa kuat dan lama pada fundus lalu

kemudian hilang secara bertahap di daerah serviks. Caldeyro-Barcia dkk. (1950) pernah

memasukan balon kecil dalam myometrium pada berbagai kedalaman. Mereka melaporkan

selain adanya gradien aktivitas, terdapat pula waktu diferensial pada onset kontraksi di

fundus, zona tengah, dan segmen bawah rahim. Larks (1960) menguraikan bahwa stimulus

diawali pada sebuah cornu dan kemudian beberapa milidetik kemudian terjadi pada kornu

yang lain, proses ini kemudian bergerak dari daerah fundus hingga segmen bawah rahim

seperti gelombang.

Grup Montevideo juga memastikan bahwa batas terendah tekanan kontraksi yang

dibutuhkan untuk mendilatasi serviks adalah 15 mmHg. Namun ada juga temuan lain oleh

Hendricks dkk. (1959), yang melaporkan bahwa kontraksi normal yang spontan sering

mengeluarkan tekanan kira – kira 60 mmHg. Dari dua penemuan ini, sangat mungkin untuk

mendefenisikan 2 tipe disfungsi uteri, yakni disfungsi uteri hipotonik dan disfungsi uteri

hipertonik. Pada Hypotonic uterine dysfunction, tidak terdapat hipertonus basal dan kontraksi

uterine memiliki pola gradien yang normal (sinkron), tapi kenaikan tekanan selama kontraksi

tidak cukup untuk mendilatasi serviks. Sedangkan pada hypertonic dysfunction uterine atau

inkoordinate uterine dysfunction, disebabkan oleh peningkatan cukup besar hipertonik basal

atau karena gradien tekanan yang berubah – ubah dan tidak sinkron. Kacaunya gradien

tekanan dapat disebabkan oleh kontraksi yang lebih kuat pada segmen bawah uterus

dibanding fundus atau asinkronisme sempurna impuls yang bermula dari tiap kornu ataupun

kombinasi keduanya.

KelainanKala I.

Abnormalitas persalinan secara klinik dibagi menjadi 2 yakni, progres yang lebih

lambat dari normal atau persalinan yang memanjang dan henti persalinan. Seorang wanita

harus berada di fase aktif persalinan dengan dilatasi serviks minimal 3 sampai 4 cm agar

dapat didiagnosa pada dua kategori kelainan persalinan. Handa dan Laros (1993)

mendiagnosa terhentinya fase aktif , jika tidak terjadi dilatasi serviks selama 2 jam atau lebih.

Protraction disoorder tidak terlalu banyak ditemukan sebab interval waktu yang dibutuhkan

untuk diagnosis belum dapat didefenisikan. WHO mengajukan penanganan persalinan

dengan partograf yang mana protaction didefenisikan sebagai dilatasi serviks yang kurang

dari 1 cm/jam selama minimal 4 jam.

22

Page 23: Skenario Distosia Revisi B5

Kriteria yang diajukan oleh ACOG untuk diagnosis proctation dan henti persalinan

adalah sebagai berikut:

Pola Persalinan Nullipara Multipara

Proctation Disorder

a. Dilatasi

b. Descent

< 1,2 cm/h

< 1,0 cm/h

< 1,5 cm/h

< 2,0 cm/h

Arrest disorder

a. No dilatation

b. No descent

>2 h

>1 h

>2 h

>1 h

Hauth dkk. (1986, 1991) melaporkan bahwa ketika persalinan diinduksi secara efektif

atau dipicu oleh oksitosin, 90% wanita dapat mencapai 200 hingga 250 Montevideo unit.

Hasil ini memberikan referensi mengenai aktivitas uterine minimum yang harus dicapai

sebelum melakukan operasi caesar pada kasus distosia. Menurut ACOG, sebelum diagnosis

henti persalinan dibuat selama fase pertama, maka ada 2 kriterai yang harus dipenuhi yakni:

a. Fase laten sudah dilewati, dengan dilatasi cervix mencapai 4 cm atau lebih

b. Pola kontraksi uterin adalah 200 unit Montevideo atau lebih dalam periode 10 menit

selama 2 jam tanpa adanya perubahan serviks.

Namun Rouse dkk. (1999) menantang aturan 2 jam ini dengan mengajukan waktu

yang lebih lama yakni diperlukan waktu 4 jam untuk dapat menganggap fase aktif persalinan

telah gagal.

Beberapa faktor yang berperan dalam menyebabkan disfungsi uterus adalah:

1. Penggunaan analgesia epideural. Dilaporkan oleh Sharma dan Leveno (2000)

Analgesik epidural dapat memperlambat proses persalinan terutama pada kala I dan

kala II persalinan.

2. Korioamnionitis. Karena adanya hubungan antara persalinan yang lama dengan

infeksi intrapartum, beberapa klinisi menganggap infeksi memegang peranan penting

dalam menyebabkan disfungsi uterus. Namun tampaknya, beberapa klinisi

menganggap bahwa infeksi hanyalah salah satu efek dari macetnya persalinan.

23

Page 24: Skenario Distosia Revisi B5

3. Posisi ibu saat bersalin. Sejumlah laporan terbaru mengatakan bahwa berjalan selama

persalinan dapat membantu mempercepat proses persalinan, mengurangi penggunaan

oksitosin dan menurunkan frekuensi operasi bantu persalinan lewat vagina. Sebab saat

berbaring terlentang, penggunaan otot – otot untuk mendorong janin tidak maksimal

sehingga dapat menjadi resiko macet persalinan. Namun ACOG menyimpulkan

bahwa berjalan tidak terlalu berperan dalam membantu proses persalinan namun dapat

memberi kenyamanan bagi ibu.

Kelainan Kala II.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya diatas, beberapa kelainan yang sering

terjadi pada persalinan kala II paling sering disebabkan oleh disproporsi janin terhadap

pelvik. Entah itu karena kapasitas pelvis yang terlampu kecil, ukuran janin yang terlampau

besar atau kombinasi keduanya.

Kapasitas Pelvis. Segala hal yang dapat mengurangi kapasitas pelvis dapat menyebabkan

distosia. Baik itu karena hambatan di pintu masuk panggul, panggul tengah, pintu keluar

panggul ataupun kombinasi ketiganya. Biasanya

Dimensi janin pada Disproporsi fetopelvik. Pada masa lalu ukuran janin raksasa yang

menyebabkan distosia pada jalan lahir adalah 5000 gram (1903) lalu akhirnya mengalami

perubahan hingga saat ini ukuran raksasa janin jika beratnya lebih dari 4500 gram. Namun

hingga saat ini masih sering terjadi macet kelahiran meskipun ukuran janin masih berada

dalam ambang batas normal. Bahkan Rumah Sakit Parkland melaporkan bahwa sejak tahun

1989-1999 kebanyakan kasus macet persalinan yang dibantu dengan operasi caesar

merupakan bayi – bayi yang beratnya kurang dari 3700 gram. Dengan demikian, disproporsi

fetopelvik tidak saja disebabkan oleh ukuran janin raksasa. Faktor – faktor lain seperti

malposisi kepala janin-contohnya posisi oksiput, wajah dan dahi-dapat menyumbat jalan

lahir.

Banyak yang menganggap ukuran kepala janin juga berperan dalam proses macet

persalinan namun hingga saat ini belum ada cara pasti untuk mengukur besarnya kepala janin.

Pada tahun 1993, Thorp dkk. Melakukan evaluasi dengan manuver Mueller-Hillis untuk

memantau proses persalinan. Dan mereka menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara

distosia dengan kegagalan turunnya kepala.

24

Page 25: Skenario Distosia Revisi B5

3. Interpretasi

Adapun interpretasi kasus di atas adalah sebagai berikut:

Wanita 35 tahun, multigravida , persalinan tidak maju dengan usia kehamilan berdasarkan

TFU adalah antara ± 36 minggu. Sikap janin : punggung di kanan ibu, presentasi janin adalah

presentase kepala (macam presentase kepala tidak diketahui, apakah bagian terbawahnya

belakang-kepala (vertex), presentasi muka, presentasi sinsiput ataukah presentasi dahi. Pada

presentasi sinsiput dan dahi akan beralih sesuai majunya persalinan), dengan perlimaan 2/5 :

2 jari yang dapat teraba, dan 3 jari bagian kepala telah masuk PAP.

Jarak antara simfisis os pubis-tinggi fundus uteri 37 cm, linkar perut 95 cm. Mengetahui jarak

antara simfisis os pubis (SOP-TFU) dan lingkar perut ibu (LPI) membantu kita menafsirkan

berat janin dengan cara :

Berat janin = SOP-TFU x LPI

Jadi tafsiran berat janin = 37 x 95

= 3515 gram

( untuk ukuran indonesia, berat janin lumayan besar)

Denyut jantung janin, normal. His 2 x dalam 10 menit dengan durasi 30-35 detik

menunjukkan bahwa his belum sempurna dan efektif. Pembukaan serviks belum

sempurna,yaitu 4 cm. Ketuban masih utuh, penurunan sesuai bidang Hodge II ( bagian

terendah janin di pinggir bawah simfisis), keadaan pangul cukup yang tidak terdeskripsikan

dengan jelas.

4. Penatalaksanaan

Penanganan

Inersia Uteri

Dahulu selalu diajarkan bahwa mennggu merupakan sikap terbaik dalam menghadapi

inersia uteri selama ketuban masih utuh. Pendapat ini dianut terutama karena bahaya besar

yang menyertai tindakan pembedahan pada waktu itu. Sekarang kebenaran menunggu itu ada

batasnya, karena disadari bahwa menunggu terlampau lama dapat menambah bahaya

kematian janin, dan karena risiko tindakan pembedahan kini sudah lebih kecil daripada

dahulu.

25

Page 26: Skenario Distosia Revisi B5

Setelah diagnosis Inersia Uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan serviks, presentasi

serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul. Kemudian

harus disusun rencana menghadapi persalinan yang lambat ini. Apabila ada disproporsi

sefalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan seksio sesarea.

Apabila tidak ada disproporsi atau ada disproporsi ringan dapat diambil sikap lain. Keadaan

umum penderita sementara itu diperbaiki, dan kandung kemih serta rectum dikosongkan.

Apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam panggul, penderita disuruh berjalan-

jalan. Tindakan ini kadang-kadang menyebabkan his menjadi kuat, dan selanjutnya

persalinan berjalan lancer. Pada waktu pemeriksaan dalam, ketuban boleh dipecahkan.

Memang sesudah tindakan ini persalinan tidak boleh berlangsung terlalu lama, namun hal

tersebut dapat dibenarkan oleh karena dapat merangsang his, dan dengan demikian

mempercepat jalannya persalinan. Kalau diobati dengan oksitosin, 5 satuan oksitosin

dimasukkan ke dalam larutan glukosa 5% da diberikan secara infuse intravena dngan

kecepatan kira-kira 12 tetes/menit, yang perlahan-lahan data dinaikkan sampaikkan sampai

kira-kira 50 tetes, tergantung pada hasilnya. Kalau 50 tetes tidak membawa hasil yang

diharapkan, maka tidak banyak gunanya untuk memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih

tinggi. Bila infuse oksitosin diberikan, penderita harus diawasi dngan ketat dan tidak bleh

ditinggalkan. Kekuatan dan kecepatan his, keadaan dan denyut jantung janin, harus

diperhatikan dengan teliti. Infus harus dihentikan kalu kontraksi uterus berlangsung lebih dari

60 detik, atau kalau denyut jantung janin menjadi lebih cepat atau menjadi lambat.

Menghentikan infuse umumnya akan segera memperbaiki keadaan. Sangat berbahaya untuk

memberikan oksitosin pada panggul sempit dan pada adanya regangan segmen bawah uterus.

Dmikian pula oksitosin jangan diberikan pada grande multipara dan kepada penderita yang

telah megalami seksio sesarea atau mimektomi, karena memudahan terjadinya rupture uteri.

Pada penderita dengan partus lama dan gejala-gejala dehidrasi dan asidosis, di samping

pemberian oksitosin dengan jalan infuse intravena gejala-gejala tersebut perlu diatasi.

Maksud pemberian ksitosin ialah memperbaiki his, sehingga serviks dapat membuka.

Satu ciri khas oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya tampak alam waktu singkat oleh

karena itu tak ada gunanya untuk memberikan oksitosin berlarut-larut. Sebaiknya oksitosin

diberikan beberapa jam saja; kalau ternyata tidak ada kemajuan, pemberiannya dihentikan,

supaya penderita dapat beristirahat. Kemudia dicoba lagi untuk beberapa jam; kalau masih

tidak ada kemajuan, lebih baik dilakukan seksio sesarea. Oksitosin yang diberikan dengan

suntikan intramuskuler dapat menimbulkan incoordinate uterine action. Tetapi ada kalanya

terutama dalam kala II, hanya diperlukan sedikit penambahan kekuatan his supaya persalinan

26

Page 27: Skenario Distosia Revisi B5

dapat diselesaikan. Di sini seringkali 0.5 satuan oksitosin intramuskulus sudah cukup untuk

mencapai hasil yang diinginkan. Oksitosin merupakan obat yang sangat kuat, yang dahulu

dengan pemberian sekaligus dalam dosis besar sering menyebabkan kematian janin karena

kontraksi uterus terlalu kuat dan lama, dan dapat menyebabkan pula timbulnya ruptur uteri.

Pemberian intrvena dengan jalan infuse (intravenous drip) yang memugkinkan masuknya

dosis sedikit demi sedikit telah mengubah gambaran ini, dan sudah pula dibuktikan bahwa

dengan jalan ini dapat diberikan dengan aman apabila penentuan indikasi, pelaksanaan dan

pengawasan dilakukan dengan baik.

27

Page 28: Skenario Distosia Revisi B5

• Partograf

28

Page 29: Skenario Distosia Revisi B5

• Informasi klinik tentang kemajuan persalinan, asuhan, pengenalan penyulit dan

membuat keputusan klinik

• Data dalam Partograf

• Informasi tentang ibu dan riwayat kehamilan/persalinan

• Kondisi janin

• Kemajuan persalinan

• Jam dan waktu

• Kontraksi uterus

• Obat-obatan dan cairan yang diberikan

• Kondisi ibu

• Asuhan, tatalaksana dan keputusan klinik

• Air Ketuban

Catat warna air ketuban setiap kali memeriksa vagina:

• U : selaput ketuban utuh

• J : selaput sudah pecah, cairannya jernih

• M : selaput pecah, cairan dgn mekonium

• D : selaput pecah, cairan dgn darah

• K : selaput pecah, cairan tdk ada (kering)

• Kompresi kepala (molding/molase) : Perubahan bentuk kepala janin

• 1: sutura (pertemuan dua tulang tengkorak yg

tepat/bersesuaian);

• 2: sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki;

• 3: sutura tumpang tindih & tidak bisa diperbaiki.

• Pembukaan Servik: Dinilai saat melakukan pemeriksaan vagina dan ditandai dengan

huruf (X). Mulailah pengisiannya di partograf pada saat pembukaan 4 cm.

• Garis Waspada: Garis yang dimulai saat pembukaan servik 4 cm hingga titik

pembukaan penuh yg diperkirakan 1 cm per jam.

• Garis Tindakan: Paralel dan 4 jam kesebelah kanan dari garis waspada

• Lamanya(Jam)

Lihat lamanya waktu yang telah berlalu sejak permulaan fase aktif persalinan (yang

diamati atau diekstrapolasi)

• Waktunya (pkl)

Catat waktu yang sebenarnya.

29

Page 30: Skenario Distosia Revisi B5

• Oksitosin: Catat banyaknya oksitosin per volume cairan IV dalam hitungan

tetes per menit setiap 30 menit bila dipakai.

• Obat yang diberikan: Catat semua obat tambahan yang diberikan.

• Nadi: Catat setiap 30 menit dan tandai dgn titik (!).

• Tekanan Darah : Catat setiap 4 jam dan tandai dengan panah.

• Suhu: Catat setiap 2 jam.

• Protein, acetone dan volumenya: Catat setiap kali berkemih.

Partograf WHO yang sudah dimodifikasi

Contoh partograf untuk persalinan normal

kontraksi yang kurang baik dikoreksi dengan pemberian oksitosin

30

Page 31: Skenario Distosia Revisi B5

Fase aktif persalinan yang lama

31

Page 32: Skenario Distosia Revisi B5

Persalinan yang macet/terhalang

32

Page 33: Skenario Distosia Revisi B5

33

Page 34: Skenario Distosia Revisi B5

5. Komplikasi

Efek distosia terhadap ibu dan janin.

Efek terhadap ibu.

1. Infeksi intrapartum. Infeksi dapat menjadi komplikasi yang memperlama proses persalinan dan dapat memberikan efek serius terhadap janin dan ibu. Setelah membran ruptur, bakteri dapat memasuki cairan amnion, melewati amnion, dan menginvasi pembuluh darah desidua dan plasenta, sehingga dapat menyebabkan bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Selain itu pemeriksaan serviks menggunakan jari harus dikurangi saat terjadi distosia karena dapat menjadi salah satu jalan masuknya infeksi.

2. Ruptur uterin. Penipisan abnormal pada segmen bawah rahim dapat membahayakan selama proses persalinan terutama pada wanita dengan tingkat paritas tinggi. Ketika terjadi disproporsi antara kepala janin dengan pelvis sehingga tidak terjadi penguncian atau penurunan, segmen bawah uterin mengalami pemelaran yang dapat diikuti terjadinya robekan.

3. Pembentukan fistul. Ketika bagian tebawah janin mengungkit bagian bawah pelvis namun tidak terjadi kemajuan persalinan seiring berjalannya waktu, jaringan pada jalan lahir mengalami penekanan yang luar biasa. Karena sirkulasi yang terganggu, nekrosis dapat terjadi dan beberapa hari setelah melahirkan, akan timbul fistula vesikovaginal, vesikorektal, dan vesikoserviks.

4. Cedera panggul. Selama proses kelahiran bayi, lantai panggul terekspos oleh penekanan kepala janin yang diperkuat oleh usaha mengedan ibu. Tekanan yang kuat ini dapat menggeser otot, saraf dan jaringan ikat. Pergeseran ini dapat menimbulkan tanda – tanda inflamasi.

Efek terhadap janin.

1. Caput succedaneum. Jika pelvis mengalami kontraktur, selama persalinan terjadi perubahan bentuk kepala janin yang luar biasa. Yang apabila berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan otak pada janin.

2. Kepala janin menyusut (molding). Jika terlalu lama molding terjadi pada janin maka dapat menyebabkan fraktur tulang kepala bahkan dapat merusak otak.

34

Page 35: Skenario Distosia Revisi B5

Sintesis Masalah dan Kesimpulan

Bersadarkan kasus di atas, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan untuk dapat

memberikan penanganan yang sesuai antara lain:

a. Usia ibu 35 tahun yang berada pada border-line usia kehamilan aman (17-35 tahun). Bisa

jadi merupakan salah satu faktor yang bisa menjadi faktor resiko macetnya persalinan

akibat tenaga yang sudah berkurang, kontraktilitas otot yang melemah dan jaringan ikat

yang sudah mengalami degenerasi.

b. Kehamilan anak ketiga di sini tidak diberikan defenisi yang jelas apakah kedua anak

sebelumnya lahir dengan selamat dan tanpa masalah. Jika berasumsi kedua anak

sebelumnya lahir dengan normal tanpa masalah maka yang dapat menjadi sumber

masalah macetnya persalinan kali ini adalah adanya kemungkinan rusaknya jaringan

lunak pada jalan lahir entah itu otot, jaringan ikat atau syaraf yang dapat mengganggu

lewatnya janin. Jaringan – jaringan itu bisa jadi mengalami inflamasi lalu setelah masa

resolusi mengalami hipertrofi dan fibrosis sehingga jalan lahir tidak lagi elastis dan

menyempit secara relatif. Selain itu, riwayat pernah hamil beberapa kali sebelumnya

dapat menyebabkan otot – otot dinding uterus mengalami pelebaran yang dapat berakibat

pada kelemahan kontraktilitas ataupun asinkronisasi kontraksi rahim.

c. Tinggi fundus dan lingkar perut ibu dapat digunakan untuk memperkirakan berat janin.

Pada kasus ini berat janin yang dikandung oleh ibu adalah 3515 gram. Menurut beberapa

sumber, berat janin ini masih berada dalam batas normal. Namum beberapa laporan

menyebutkan bahwa di rumah sakit Parkland, banyak kasus persalinan yang berakhir

pada operasi caesar meskipun berat janin masih dalam batas normal.

d. Janin pada kasus ini memiliki presentasi kepala. Sayangnya, tidak dijelaskan lebih jauh,

presentasi kepalanya seperti apa. Sebab presentasi kepala memiliki 4 variasi yakni

vertex, sinsiput, dahi/bregma dan presentasi wajah. Di antara keempat presentasi ini,

yang prognosisnya baik adalah presentasi vertex. Sedangkan yang paling buruk

presentasinya adalah presentasi wajah. Dua presentasi yang di tengah hanya sementara

terjadi karena masih dapat mengalami konversi menjadi presentasi vertex atau wajah

selama proses persalinan. Kelainan presentasi dapat menjadi pemicu sulitnya persalinan

akibat disproporsi fetopelvik.

Meskipun pada kasus ini dikatakan bahwa kondisi panggul dalam cukup, tapi hal itu

bersifat relatif jika pada akhirnya janin menampilkan presentasi wajah.

35

Page 36: Skenario Distosia Revisi B5

e. Denyut jantung janin pada kasus ini masih berada dalam batas normal. Dengan demikian,

kondisi janin masih baik.

f. His pada persalinan ini belum adekuat. Hal ini bisa menjadi salah satu faktor penting

yang menyebabkan persalinan macet.

Kesimpulan

Kemungkinan besar, persalinan yang tidak mengalami kemajuan pada pasien ini disebabkan

oleh salah satu atau kombinasi dari faktor disproporsi fetopelvik dan inersia uteri. Faktor

yang mendukung disproporsi fetopelvik antara lain letak presentasi kepala janin yang

kemungkinan besar berpresentasi wajah, dengan asumsi panggul dalam cukup. Faktor inersia

uteri juga dapat dicurigai karena hingga bukaan serviks 4 cm, his persalinan tidak juga

adekuat. Selain itu faktor multipara juga ikut mendukung kemungkinan ini. Penanganan

pada kasus seperti ini harus didasarkan pada kausa penyebab kemacetan. Entah itu melalui

induksi kehamilan ataupun operasi caesar.

36

Page 37: Skenario Distosia Revisi B5

Daftar Pustaka

1. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP

2. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fiologi/Obstetri Patologi Edisi 2.

Jakarta: ECG

3. Vander, Sherman, Luciano. Parturition: Human Physiology, Ed. 9, McGraw-Hill,

New York: 677-678. 2005

4. Cuningham dkk. Normal Labor and Delivery: William’s Obstetrics. 22nd Ed. USA. McGraw-

Hill: 410-440, 2005

5. Lukas, Efendi. 2009. Bahan kuliah: Fisiologi Kehamilan. Makassar: Universitas

Hasanuddin

37