Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Skripsi
IMPLEMENTASI PELAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN (PINDU) DI KABUPATEN PINRANG
Disusun dan Diusulkan Oleh
RAHMAYANI SAFIRA
Nomor Stambuk : 105610456012
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
i
IMPLEMENTASI PELAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN (PINDU) DI KABUPATEN PINRANG
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara
Disusun dan Diajukan Oleh
RAHMAYANI SAFIRA
Nomor Stambuk: 105610456012
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Rahmayani Safira
Nomor Stambuk : 10561 04560 12
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan
plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akandemik
sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.
Makassar, 3 Januari 2020 Yang Menyatakan,
Rahmayani Safira
v
IMPLEMENTASI PELAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN (PINDU) DI KABUPATEN PINRANG
Rahmayani Safira1 Mappamiring2 Abdi3 1) Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fisip Unismuh Makassar 2) Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fisip Unismuh Makassar 3) Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fisip Unismuh Makassar
ABSTRAC
The Purpose Of This study was To Know The Implementation Of PINDU Information And Complaints Services In Pinrang Regency. To Know the PINDU Structure Factor in Pinrang Regency. Research Type was Qualitative Research Prioritizing Data In The Form Of Sentences/Statements Sourced From Primary/Informant Data. The Informant was Selected from The Informant Related To The Research Object. In This Case Implementation of Information and Complaints Service (PINDU) in Pinrang Regency. The type of research used qualitative descriptive approach, which aimed to clearly described something about the problem of implementing information and complaint services (PINDU) in Pinrang district. Research Type used Systematic and Standard Procedures for Obtaining Data Using Observation, Interview, Documentation. The Results of This study showed That The Implementation of Pindu Program Services Had Been Running In Accordance with the Rules of the Standard Operational Procedure (Sop) of PINDU As well as PINDU Program Policy Services From Structural Factors Already Running In Accordance with Several Service Indicators From Terms of Structural Factors. Keywords: Implementation, Service, Information
ABSTRAK Tujuan Di Laksanakannya Penelitian Adalah Untuk Mengetahui Implementasi Pelayanan Informasi Dan Pengaduan PINDU Di Kabupaten Pinrang. Untuk Mengetahui Faktor Struktur PINDU Di Kabupaten Pinrang. Tipe Penelitia Adalah Kualitatif Yaitu Penelitian Yang Mengutamakan Data Dalam Bentuk Kalimat/Pernyataan Yang Bersumber Dari Data Primer/Informan. Informan Tersebut Di Pilih Sesuai Dengan Informan Terkait Dengan Obyek Penelitian. Dalam Hal Ini Implementasi Pelayanan Informasi Dan Pengaduan (PINDU) Di Kabupaten Pinrang. Tipe Penelitian Yang Digunakan Adalah Dengan Pendekatan Deskriptif Kualitatif Yaitu Bertujuan Mendeskripsikan Sesuatu Secara Jelas Terhadap Masalah Implementasi Pelayanan Informasi Dan Pengaduan (PINDU) Di Kabupaten Pinrang. Tipe Penelitian Yaitu Prosedur Yang Sistematis Dan Standar Untuk Memperoleh Data Dengan Menggunakan Observasi, Wawancara, Dokumentasi. Hasil Penelitian Ini Menunjukkan Bahwa Implementasi Pelayanan Program Pindu Telah Berjalan Sesuai Dengan Aturan Pada Standar Operasional Proedur (Sop) PINDU Serta Pelayanan Kebijakan Program PINDU Dari Faktor Struktur Sudah Berjalan Sesuai Dengan Beberapa Indikator Pelayanan Dari Segi Faktor Struktur. Kata Kunci: Implementasi, Pelayanan, Informasi
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, tercurah segala puji dan syukur bagi Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis. Tak
lupa shalawat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW
yang kita nantikan syafaatnya di yaumil akhir kelak. Aamiin. Atas segala
kehendak dan kekuasaan dari Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI PELAYANAN INFORMASI DAN
PENGADUAN (PINDU) DI KABUPATEN PINRANG” sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara, pada jurusan Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua
pihak yang telah memberikan banyak bantuan, arahan, bimbingan, saran, serta
dorongan baik secara moril maupun materil dari awal penyusunan hingga akhir
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. kepada yang terkasih dan terhormat:
1. Bapak Dr. H. Mappamiring , M.Si selaku Penasehat Akademik dan
sekaligus sebagai pembingbing 1 dan Bapak Dr. Abdi, M.pd. selaku selaku
pembimbing II dalam menyusun skripsi sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Dan IlmuPolitik Universitas Muhammadiyah Makassar.
vii
3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos, M.Pa selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar.
4. Seluruh staf dan Para Dosen jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis.
5. Kedua orangtua tercinta Bapak Jamal dan Ibu Mahira, terima kasih atas
kasih sayang, bantuan, dorongan, nasihat serta doa yang tak henti-hentinya
dipanjatkan untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. kepada Suami tercinta terimakasih telah mensupport saya dalam segala
hal, untuk anakku Rashdan tersayang makasih telah mengerti kesibukan
mami, dan Adik-adik saya tercinta Awi, Aqshal, Biya, dan Abyan
terimakasih serta Kakek/Nenek terimaksih telah membantu dalam menjaga
anak saya Rashdan serta support, didikan dan semangat yang diberikan,
Sepupuku Hamdan, kak Eri, Juli, Nur, Hikma, Masni, Nurul, Nana, kak
Lisna serta teman-temanku kak Dilla kak Hajrah adek Nora dan Risma
terimakasih telah banyak membantu dalam segala hal Kepada Seluruh
keluarga besar dari pihak Bapak dan Ibu yang selalu memberikan doa dan
dukungannya yang sangat berarti bagi penulis
7. Sahabatku, Asmaul Fadilah, Dina Oktaviana, Tetty nengsih, Sriyuiana,
Harmiati sahabat sekaligus sepupuku yang sudah bersama-sama dari
beberapa semester ini hingga sekarang, tempat berbagi keluh-kesah dalam
viii
segala hal, tawa canda bersama, terima kasih atas semangat, doa, dan
dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Terimakasih kepada seluruh Petugas PINDU Pinrang yang telah bersedia
peneliti wawancara dan telah membantu dalam proses penelitian saya
ucapkan banyak terimakasih. Dan Untuk semua pihak yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan
terima kasih yang tidak terhingga pada semua pihak yang terlibat. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak sekali kekurangan,
keterbatasan dan ketidaksempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah
milik Allah SWT dan setiap kesalahan yang ada pada diri penulis
merupakan proses pembelajaran bagi penulis untuk menjadi lebih baik lagi
di kemudian hari.
Aamiin.
Makassar, 22 Desembera 2019
Penulis
Rahmayani Safira
ix
DAFTAR ISI
Halaman Pengajuan Skripsi ................................................................... i
Halaman Persetujuan .............................................................................ii
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ..................................... iii
Abstrak ................................................................................................ iv
Kata Pengantar ...................................................................................... v
Daftra Isi..............................................................................................vii
Daftar Tabel ......................................................................................... ix
Daftar Gambar ....................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 6 B. Rumusan Masalah ..................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 6 D. Keguaan Penelitian.................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian, Konsep dan Teori ................................................... 8 B. Kerangka Pikir ........................................................................ 29 C. Fokus Penelitian ...................................................................... 31 D. Deskripsi Fokus Penelitian ...................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................. 33 B. Jenis dan Tipe Penelitian ......................................................... 33 C. Sumber Data ............................................................................ 34 D. Informan Penelitian ................................................................. 34 E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 36 F. Teknik Analisis Data ............................................................... 37 G. Pengabsahan Data ................................................................... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
x
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................... 40 Implementasi Pelayanan Informasi Dan Pengaduan (PINDU) di Kabupaten Pinrang .............................................................. 50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 67 B. Saran ........................................................................................ 68
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 70
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. kerangka fikir ............................................................................ 30
Tabel 2. Informan Penelitian ................................................................... 35
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Organisasi PINDU .................................................. 49
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terciptanya suatu tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) (SOP), kesesuaian proses pemberian pelayanan dengan SOP
yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan dalam pemberian
pelayanan serta kemudahan pengaduan masyarakat (BAPPENAS: 2011).
Sesuai dengan fokus pembangunan aparatur negara, yaitu peningkatan
kualitas pelayanan publik dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN), upaya peningkatan kualitas pelayanan publik selain dimulai dari
sistem pelayananannya, tetapi dimulai dengan memfokuskan pada perbaikan
pelayanan yang didasarkan pada penjaringan informasi melalui keterlibatan
partisipasi masyarakat. Penjaringan partisipasi dari masyarakat ini sejalan
dengan Surat Edaran Menpan No. SE/20/M.PAN/6/2004 tentang
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.
Pelayanan merupakan tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur,
sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Tugas ini telah jelas digariskan
dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat, yang meliputi 4 (empat)
aspek pelayanan pokok aparatur terhadap masyarakat, yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan
2
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Ruang lingkup pelayanan dan jasa-jasa publik (public services)
meliputi aspek kehidupan masyarakat yang sangat luas. Pelayanan dan jasa
publik bahkan dimulai sejak seseorang dalam kandungan ketika diperiksa
oleh dokter pemerintah atau dokter yang dididik di universitas, mengurus
akta kelahiran, menempuh pendidikan di universitas negeri, menikmati
bahan makanan yang pasarnya dikelola oleh pemerintah, menempati rumah
yang disubsidi pemerintah, memperoleh macam-macam perijinan yang
berkaitan dengan dunia usaha yang digelutinya hingga seseorang meninggal
dan memerlukan surat pengantar.
Luasnya ruang lingkup pelayanan dan jasa publik cenderung sangat
tergantung kepada ideologi dan sistem ekonomi suatu negara. Negara-
negara yang menyatakan diri sebagai negara sosialis cenderung memiliki
ruang lingkup pelayanan lebih luas dibandingkan negara-negara kapitalis.
Tetapi luasnya cakupan pelayanan dan jasa-jasa publik tidak identik dengan
kualitas pelayanan itu sendiri. Karena pelayanan dan jasa publik merupakan
suatu cara pengalokasian sumber daya melalui mekanisme politik, bukannya
lewat pasar, maka kualitas pelayanan itu sangat tergantung kepada kualitas
demokrasi. Konsekuensi dari hal ini adalah negara-negara yang pilar-pilar
demokrasinya tidak bekerja secara optimal tidak memungkinkan pencapaian
kualitas pelayanan publik yang lebih baik. Bahkan sebaliknya, pelayanan
3
publik tanpa proses politik yang demokratis cenderung membuka ruang bagi
praktek-praktek korupsi.
Sebagai bagian dari sistem kenegaraan dengan konstitusi yang pekat
dengan norma keadilan, ekonomi Indonesia dicirikan oleh ruang lingkup
pelayanan publik yang sangat luas. Sayangnya, pelayanan publik yang
menyentuh hampir setiap sudut kehidupan masyarakat tidak ditopang oleh
mekanisme pengambilan keputusan yang terbuka serta proses politik yang
demokratis. Karena itu tidak mengherankan jika pelayanan publik di
Indonesia memiliki ciri yang cenderung korup, apalagi yang berkaitan
dengan pengadaan produk-produk pelayanan publik yang bersifat
kewajiban.
Kendati mungkin fenomena korupsi yang berkaitan dengan jenis-
jenis produk tadi hanya melibatkan biaya transaksi (antara sektor publik
dengan individu masyarakat) yang relatif kecil (pretty corruption), tetapi
biaya-biaya transaksi tersebut melibatkan porsi populasi yang sangat besar.
Karena itu pola korupsi dengan menggunakan instrumen produk-produk
pelayanan tersebut bisa jadi memiliki dampak yang sangat luas.
Masalahnya kemudian adalah bagaimana meminimalkan biaya-biaya
transaksi tersebut. Teramat sulit tentunya menjawab pertanyaan ini, kendati
jawabannya merupakan bagian terpenting dari strategi pemberantasan
korupsi di sektor publik. Karena itu kajian mengenai mekanisme pelayanan
publik, berikut biaya-biaya transaksinya menjadi elemen penting dari
strategi pemberantasan korupsi.
4
Sejalan dengan itu, prinsip market oriented organisasi pemerintahan
harus diartikan bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah (aparatur)
harus mengutamakan pelayanan terhadap masyarakat. Demikian juga
prinsip catalytic government, mengandung pengertian bahwa aparatur
pemerintah harus bertindak sebagai katalisator dan bukannya penghambat
dari kegiatan pembangunan, termasuk di dalamnya mempercepat pelayanan
masyarakat. Dalam konteks ini, fungsi pemerintah lebih dititikberatkan
sebagai regulator dibanding implementator atau aktor pelayanan. Sebagai
imbangannya, pemerintah perlu memberdayakan kelompok-kelompok
masyarakat sendiri sebagai penyedia atau pelaksanaan jasa pelayanan
umum. Dengan kata lain, tugas pemerintah adalah membantu masyarakat
agar mampu membantu dirinya sendiri (helping people to help themselves).
Inilah sesungguhnya yang dimaksud dengan prinsip self-help atau steering
rather than rowing.
Dalam upaya menciptakan pelayanan publik yang berkualitas
pemerintah kabupaten pinrang telah menyiapkan sarana bagi masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas, baik melalui informasi
produk jasa yang diberikan oleh pemerintah maupun mengoptimalkan
pelayanan dalam bentuk pengaduan dari masyarakat mengenai buruknya
pelayanan hal tersebut dapat diperoleh masyarakat melalui jaringan sistem
informasi dan pengaduan berbasis online. Pesatnya perkembangan media
digital. Di Indonesia sendiri, pengguna media digital kian bertambah seiring
dengan berjalannya waktu. Media digital menjadi suatu kebutuhan pada
5
masyarakat dalam mendapatkan sumber informasi. Dengan adanya
fenomena tersebut, hal ini dijadikan sebagai potensi bagi pemerintah untuk
melakukan pemantauan kinerja Kementerian dan Lembaga pemerintahan.
Sistem Informasi Manajemen sekarang tidak lagi berkembang dalam bidang
usaha saja, tapi sudah digunakan dalam berbagai bidang, dari mulai
pendidikan, pelayanan, industri, dan masih banyak lagi. Ini menandakan
bahwa Informasi yang akurat dan cepat dibutuhkan di berbagai bidang.
Sistem adalah satu kesatuan komponen yang saling terhubung dengan
batasan yang jelas bekerja bersama-sama untuk mencapai seperangkat
tujuan. Sistem informasi adalah kombinasi dari people, hardware, software,
jaringan komunikasi, sumber-sumber daya.
Perkembangan Sistem In-formasi Manajemen juga telah
menyebabkan perubahan-perubahan peran dari para manajer dalam
pengambilan keputusan, Mereka dituntut untuk selalu dapat memperoleh
informasi yang paling akurat dan terkini yang dapat digunakan dalam proses
pengambilan keputusan. Dengan perkembangan teknologi, semua pelayanan
publik bisa dilakukan menggunakan teknologi yang memudahakan dalam
pelayanan. Pelayanan publik yang meggunakan media elektronik seperti
pengaduan masyarakat. Pengaduan masyarakat yang terdapat di Kabupaten
Pinrang yang sering dikeluhkan oleh masyarakat, seperti keluhan mengenai
lalulintas, pendidikan, kesehatan, administrasi kependudukan serta sengketa
tanah. Dengan banyak pengaduan yang ada, masyarakat dan pemerintah
dapat menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat.
6
Mengenai pengaduan ini masyarakat dibutuhkan karena selama ini
masyarakat kabupaten Pinrang dibuat bingung harus mengeluh kepada siapa
atas buruknya pelayanan publik, Hal ini karena tidak ada mekanisme yang
jelas atas aduan dari masyarakat. Mekanisme pengaduan masyarakat di
Kabupaten Pinrang belum sepenuhnya terpublikasikan secara optimal dan
kurangnya sosialisasi. Sehingga masyarakat tidak berani untuk melaporkan
keluhannya karena tidaki tahu dimana letak lembaga pengaduan. Dengan
adanya pengaduan masyarakat, pemerintah kabupaten Pinrang memfasilitasi
pengaduan tersebut untuk di proses, dari uraian latar belakang diatas penulis
merasa berkepentingan untuk melakukan penelitian dengan judul
Implementasi Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU) Di Sekretariat
Daerah Kabupaten Pinrang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dipaparkan
sebelumnya maka rumusan maslahnya adalah:
1. Bagaimana Implementasi Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU) di
Kabupaten Pinrang ?
2. Bagaimana faktor struktur PINDU di Kabupaten Pinrang?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Implementasi Pelayanan Informasi dan Pengaduan
(PINDU) di Kabupaten Pinrang.
2. Untuk mengetahui faktor struktur PINDU di kabupaten Pinrang.
7
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Teoritis
a. Diharapkan bahwa dalam Implementasi Pelayanan Informasi dan
Pengaduan dapat terlaksana dengan baik.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi peneliti-peneliti
yang lain sebagai bahan referensi dan perbandingan
2. Kegunaan Praktis
a. Sebagai masukan kepada Pemerintah di Kabupaten Pinrang agar
kedepannya Implementasi Pelayanan Informasi dan pengaduan lebih
di tingkatkan lagi.
b. Sebagai bahan masukan untuk melakukan evaluasi diri dan
meningkatkan kinerja serta profesionalitas kerja.
c. Memenuhi kewajiban utama sebagai mahasiswa dalam
menyelesaikan studi agar memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1)
serta menambah wawasan pengetahuan dan keilmuan
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Konsep dan Teori
1. Implementasi Kebijakan
a. Definisi Implementasi Kebijakan
Secara umum, implementasi kebijakan adalah tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah maupun swasta, baik secara individu atau kelompok untuk mencapai
tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu dalam kebijakan. Sedangkan secara
sederhana implementasi dapat dikatakan suatu kegiatan penjabaran rumusan
kebijakan yang bersifat abstrak menjadi tindakan yang bersifat konkrit, atau
dengan kata lain pelaksana keputusan atau formulasi kebijakan yang menyangkut
aspek manejerial atau teknis proses implementasi setelah tujuan-tujuan dan
sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah disusun, serta dana telah tersedia
dan disalurkan untuk mencapai sasaran tersebut. (Mutiarin dan Arif, 2014:20)
Van Meter dan Van Horen (Sholthan, 2011:53) membatasi implementasi
kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau
pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan
pada pencapai tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijaksanaan. Jadi implementasi kebijakan dapat dikatakan sebagai tindakan
yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Kasmad (2014:62) mengatakan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu
aktivitas atau kegiatan dalam rangka mewujudkan atau merealisasikan kebijakan
9
yang telah ditetapkan sebelumnya, yang dilakukan oleh organisasi, badan pelaksana
melalui proses administrasi dan manajemen dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Howleyt dan Ramesh (Mutiarain
dan Arif, 2014:20) mengatakan bahwa implementasi kebijakan adalah proses
pelaksana program-program atau kebijakan-kebijakan, yang merupakan upaya
penerjemahan dari rencana ke dalam praktek. karena implementasi dikatakan sebagai
pelaksana program-program maka dapat disimpulkan bahwa implementasi
merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses kebijakan publik, hal tersebut
senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Odoji (Nawawi, 2009) yang
mengatakan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu yang penting bahkan lebih
penting dari pembuat kebijakan.
Sholtan (2011:52) juga mengatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan
tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Implementasi kebijakan dikataakan
sebagai tahap yang sangat penting dalam kebijakan karena implementasi merupakan
tahap yang sangat menetukan dalam proses kebijakan publik. Tujuan kebijakan
tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya proses implementasi. Dalam proses
implementasi sekurang-kurangnya ada tiga unsur mutlak yang harus ada (Mutiarin
dan Arif, 2014:23)
1. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan
2. Adanya kelompok target, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, dan
diharapkan akan menerima manfaat dari dari program tersebut.
10
3. Adanya pelaksana (implementor) baik organisasi atau perorangan yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksana maupun proses implementasi
tersebut.
Dewi (2016:15) mengatakan bahwa implementasi kebijakan adalah aturan yang
tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat,
mengatur perilaku dengan tujuan menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat.
Sedangkan implementasi kebijakan menurut Ripley dan Franklin (Winarno,
2012:148) adalah apa yang terjadi setelah undang-undang yang ditetapkan
memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau jenis keluaran
yang nyata (Tangible) output.
Implementasi kebijakan juga dapat dikatakan sebagai pelaksana keputusan
kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk
perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan
badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang di atasi,
menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara
untuk menstruktur atau mengatur proses implementasinya. Hal tersebut berarti bahwa
setelah keputusan diambil, langkah selanjutnya adalah melaksanakan keputusan
tersebut.
Masmanian dan Sabatier (Mutiarin dan Arif, 2014 : 19) juga menjelaskan konsep
implementasi, bahwa di dalam mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti
berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program
dijalankan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang
11
terjadi setelah proses pengesahan kebijakan negara, baik itu menyangkut usaha-usaha
pengadministrasian maupun juga usaha-usaha memberikan dampak tertentu dalam
masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa.
Kebijakan dianggap berkualitas dan dapat diimplementasikan, ditentukan oleh
beberapa elemen sebagai berikut (Mulyadi, 2016:62)
1. Tujuan yang ingin dicapai atau alasan yang dipakai untuk mengadakan kebijakan
itu. Tujuan atau alas an suatu kebijakan dapat dikatakan baik jika
Tujuan atau alasan itu memenuhi kriteria berikut:
a. Rasional
Artinya tujuan tersebut dapat dipahami atau diterima oleh akal sehat ini
terutama dilihat dari faktor-faktor pendukung yang tersedia. Suatu kebijakan
yang tidak mempertimbangkan faktor pendukung, tidak dapat dianggap sebagai
kebijakan yang rasional.
b. Diinginkan
Artinya tujuan dari kebijakan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak,
sehingga memperoleh dukungan dari banyak pihak.
2. Asumsi yang dipakai dalam proses perumusan kebijakan itu realistis. Asumsi
tersebut tidak mengada-ada. Asumsi ini menentukan tingkat validitas suatu
kebijakan.
3. Informasi yang digunakan cukup lengkap dan benar. Suatu kebijkan menjadi tidak
tepat apabila didasarkan pada informasi yang tidak benar atau sudah kadaluarsa.
12
Sementara itu, kebijakan yang didasarkan pada informasi yang kurang lengkap
boleh jadi tidak sempurna atau tidak lengkap.
Keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari proses dan tujuan yang
ingin dicapai sebagaimana yang dikemukakan oleh Marrile Grindle (Agustino,
2012:139) yang mengatakan bahwa untuk pengukuran keberhasilan implementasi
kebijakan dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksana
program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari
individu projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.
b. Model Implementasi Kebijakan
Model adalah sebuah kerangka yang digunakan untuk memudahkan penjelasan
terhadap suatu fenomena.. Model banyak digunakan untuk memudahkan dalam
melakukan penelitian bagi pelajar tingkat awal, karena tanpa model maka akan
banyak kesulitan yang akan ditemui jika fenomena sosial harus dijelaskan dengan
konsep yang abstrak. Oleh karena itu, model diperlukan untuk menyampaikan
fenomena yang rumit dan kopleks, dengan tujuan menyamakan persepsi terhadap
sebuah fenomena. (Indiahono, 2017:19).
a. Model implementasi Steelman
Konsep implementasi pelayanan yang diikemukakan Steelman (2010: 16)
menyatakan bahwa dalam pelaksanaan ada kondisi ideal yang mendorong pelayanan
dari waktu ke waktu. Kondisi ideal tersebut tergambarkan dari beberapa faktor atau
kegiatan yang saling terkait. Faktor yang dimaksud adalah faktor individu, faktor
struktur dan faktor budaya. Faktor-faktor ini menggambarkan bagaimana individu
13
dipengaruhi oleh struktur yang mengelilingi mereka dan bagaimana budaya
mempengaruhi baik struktur dan individu.
1. Faktor Individu
Faktor individu meliputi: (1) motivasi, (2) norma-norma dan harmoni,
dan (3) keselarasan. Motivasi merupakan stimulus yang mendorong individu
untuk mengubah situasi dan status dengan memilih pilihan rasional dari
gambaran teori kelembagaan, teori kebijakan dan teori manajemen. Motivasi
memperhitungkan apa yang mendorong kebijakan pengusaha atau pemimpin
untuk melakukan perubahan. Teori motivasi sebagai pendukung orang-orang
termotivasi untuk melakukan perubahan. Demikian juga, orang-orang yang
paham teori mampu merancang solusi alternatif. Hal ini menunjukkan bahwa
mereka harus memiliki beberapa tingkat kewenangan untuk melakukan
perubahan.
Norma dan harmoni menggambarkan keinginan individu untuk
menjalin hubungan kerja yang baik. Teori implementasi bottom-up dan
institusionalisme sosiologis mengatakan bahwa jika norma kerja konsisten
dengan implementasi inovasi, maka keharmonisan kerja akan bertahan sehingga
lebih mudah bagi individu untuk bekerja sama dan melakukan praktek inovatif.
Jika inovasi tidak konsisten dengan norma-norma kerja, maka individu yang
ingin mengejar praktek inovatif kemungkinan akan mengalami
ketidakharmonisan dengan teman kerja lainnya.
14
Keselarasan/kesesuaian menyiratkan nilai-nilai individu dalam budaya
organisasi. Jika nilai-nilai individu tidak sesuai atau tidak selaras dengan nilai-
nilai lembaga (budaya organisasi), maka sulit bagi individu tersebut untuk
melakukan praktek inovatif.
2. Faktor Struktur
Struktur mencakup (1) aturan dan komunikasi, (2) insentif, (3)
keterbukaan, dan (4) penolakan. Aturan dan komunikasi yang berasal dari teori
implementasi top-down, menunjukkan bahwa struktur dalam inovasi yang
berlangsung harus menyediakan dukungan administrasi yang jelas untuk praktek
inovatif. Jika struktur administrasi mendorong jalur komunikasi yang jelas,
aturan tertulis, dan pertukaran informasi jelas, maka kesempatan untuk
melaksanakan atau mengimplementasikan inovasi berpeluang besar.
Insentif ditarik dari pilihan rasional institusionalisme dan teori
implementasi top-down, yang menyiratkan bahwa kalkulus untung-rugi individu
untuk berpartisipasi dalam praktek inovatif dapat diarahkan sesuai dengan
insentif yang tepat. Jika struktur memberikan insentif yang tepat, maka
kesempatan praktik inovasi akan lebih baik atau lebih mudah dilaksanakan dari
waktu ke waktu.
Keterbukaan menunjukkan bahwa struktur politik harus terbuka untuk
mengubah dan membuka kesempatan agar semua struktur politik tidak sama baik
15
individu atau kelompok. Jika struktur kesempatan politik tertutup dalam memilih
kelompok hal tersebut sulit menciptakan sebuah perubahan inovatif. Jika struktur
bersifat terbuka maka lebih mudah untuk menciptakan perubahan pada tingkat
operasional dalam struktur politik. Hal ini dikarenakan inovasi tidak terlepas dari
struktur yang ada dan dinamika kekuasaan.
Penolakan dalam hal ini akan mengatasi kekuatan dinamika, kelompok
kepentingan, dan monopoli kebijakan dalam struktur yang dapat menghambat
pelayanan.
3. Faktor Budaya
Budaya memerlukan (1) guncangan, (2) pengelompokkan, dan (3)
pengakuan. Guncangan merujuk pada peristiwa katalitik yang memberikan
kesempatan untuk megingat kembali sesuatu yang kemungkinan akan
menghasilkan perubahan. Sebuah guncangan dapat memberikan dorongan untuk
melihat dunia secara berbeda dan memotivasi perubahan.
Pengelompokkan menyiratkan bahwa definisi masalah yang lebih luas
sehingga menghasut tindakan untuk melakukan sebuah alternatif solusi. Dengan
kata lain, pengelompokkan dilakukan sesuai persepsi masyarakat untuk membuat
mereka merasa dirugikan sehingga memberikan dorongan untuk mengambil
tindakan dan melakukan perubahan.
b. Model implementasi kebijakan Matland
16
Pada prinsipnya matrik matland memiliki “empat tepat” yang perlu dipengaruhi
dalam hal keefektifan implementasi kebijakan, yaitu:
1) Ketetapan kebijakan
2) Ketetapan Pelaksanaan
3) Ketetapan Target
4) Ketetapan Lingkungan
c. Model implementasi kebijakan Goggin
Variabel-variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan yang meliputi
yaitu:
a) Federal-level inducements and constraints
b) State and local level inducements and constraints
c) Organizational capacity
d) Ecologycal capacity
e) Feedback and policy redesign (Suratman, 2017: 131)
2. Pelayanan Publik
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu
sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah
dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan
kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk
melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
17
masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan
bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional.
Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah
merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi
masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh
birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari
suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga
Administrasi Negara (1998), diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan
umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa
baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupu dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan
yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan
indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo,
2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan
kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan
18
aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk
melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya.
Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik harus
dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana,
transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat
membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan
masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam
Widodo, 2001). Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan
kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap
anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya untuk mengatur
dan menentukan masa depannya sendiri.
Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan
oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur
pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut :
1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran;
2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara
mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan
oleh masyarakat yang meminta pelayanan;
3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya kejelasan dan
kepastian mengenai :
a. Prosedur/tata cara pelayanan;
b. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif;
19
c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan;
d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya;
e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.
4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat
penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta
hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara
terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun
tidak diminta;
5. Efisiensi, mengandung arti :
a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan
pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara
persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan;
b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan
masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan
dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.
6. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat
dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan;
7. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang
menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani;
8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan
aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang.
20
Dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis di atas, birokrasi publik
dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan
pelayanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka
melayanai, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi
suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis dan dari cara-
cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha dalam
Widodo, 2001). Dengan revitalitas birokrasi publik (terutama aparatur pemerintah
daerah) ini, pelayanan publik yang lebih baik dan profesional dalam menjalankan apa
yang menjadi tugas dan kewenagan yang diberikan kepadanya dapat terwujud.
Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh
pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public
service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi
perlindungan (protection function).
Hal yang terpenting kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat
mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa
(pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat
yang membutuhkannya. Selain itu, pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip
equity dalam menjalankan fungsi-fungsi tadi. Artinya pelayanan pemerintah tidak
boleh diberikan secara diskriminatif. Pelayanan diberikan tanpa memandang status,
pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak
yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
21
Meskipun pemerintah mempunyai fungsi-fungsi sebagaimana di atas, namun
tidak berarti bahwa pemerintah harus berperan sebagai monopolist dalam pelaksanaan
seluruh fungsi-fungsi tadi. Beberapa bagian dari fungsi tadi bisa menjadi bidang tugas
yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pihak swasta ataupun dengan
menggunakan pola kemitraan (partnership), antara pemerintah dengan swasta untuk
mengadakannya. Pola kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam
memberikan berbagai pelayanan kepada masyarakat tersebut sejalan dengan gagasan
reinventing government yang dikembangkan Osborne dan Gaebler (1992).
Namun dalam kaitannya dengan sifat barang privat dan barang publik murni,
maka pemerintah adalah satu-satunya pihak yang berkewajiban menyediakan barang
publik murni, khususnya barang publik yang bernama rules atau aturan (kebijakan
publik). Barang publik murni yang berupa aturan tersebut tidak pernah dan tidak
boleh diserahkan penyediaannya kepada swasta. Karena bila hal itu dilakukan maka
di dalam aturan tersebut akan melekat kepentingan-kepentingan swasta yang
membuat aturan, sehingga aturan menjadi penuh dengan vested interest dan menjadi
tidak adil (unfair rule). Karena itu peran pemerintah yang akan tetap melekat di
sepanjang keberadaannya adalah sebagai penyedia barang publik murni yang
bernama aturan.
Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat
sebenarnya merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan
masyarakat. Karena itu, kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum
(public services) sangat strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana
22
pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat,
yang dengan demikian akan menentukan sejauhmana negara telah menjalankan
perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya.
Dipandang dari sudut ekonomi, pelayanan merupakan salah satu alat pemuas
kebutuhan manusia sebagaimana halnya dengan barang. Namun pelayanan memiliki
karakteristik tersendiri yang berbeda dari barang. Salah satu yang membedakannya
dengan barang, sebagaimana dikemukakan oleh Gasperz (1994), adalah outputnya
yang tidak berbentuk (intangible output), tidak standar, serta tidak dapat disimpan
dalam inventori melainkan langsung dapat dikonsumsi pada saat produksi.
Karakteristik pelayanan sebagaimana yang dikemukakan Gasperz tadi secara
jelas membedakan pelayanan dengan barang, meskipun sebenarnya kaduanya
merupakan alat pemuas kebutuhan. Sebagai suatu produk yang intangible, pelayanan
memiliki dimensi yang berbeda dengan barang yang bersifat tangible. Produk akhir
pelayanan tidak memiliki karakteristik fisik sebagaimana yang dimiliki oleh barang.
Produk akhir pelayanan sangat tergantung dari proses interaksi yang terjadi antara
layanan dengan konsumen.
Dalam konteks pelayanan publik, dikemukakan bahwa pelayanan umum
adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik,
mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan kepada
publik (publik=umum). Senada dengan itu, Moenir (1992) mengemukakan bahwa
pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu
23
dalam usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Dalam versi
pemerintah, definisi pelayanan publik dikemukakan dalam Surat Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993, yaitu segala bentuk
pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam buku Delivering Quality Services karangan Zeithaml, Valarie A.
(et.al), 1990, yang membahas tentang bagaimana tanggapan dan harapan masyarakat
pelanggan terhadap pelayanan yang mereka terima, baik berupa barang maupun jasa.
Dalam hal ini memang yang menjadi tujuan pelayanan publik pada umumnya adalah
bagaimana mempersiapkan pelayanan publik tersebut yang dikehendaki atau
dibutuhkan oleh publik, dan bagaimana menyatakan dengan tepat kepada publik
mengenai pilihannya dan cara mengaksesnya yang direncanakan dan disediakan oleh
pemerintah.
Kemudian, untuk tujuan tersebut diperinci sebagai berikut :
1. Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya;
2. Memperlakukan pengguna pelayanan, sebagai customers;
3. Berusaha memuaskan pengguna pelayanan, sesuai dengan yang diinginkan mereka;
4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas;
5. Menyediakan cara-cara, bila pengguna pelayanan tidak ada pilihan lain.
24
Berangkat dari persoalan mempertanyakan kepuasan masyarakat terhadap apa
yang diberikan oleh pelayan dalam hal ini yaitu administrasi publik adalah
pemerintah itu sendiri dengan apa yang mereka inginkan, maksudnya yaitu
sejauhmana publik berharap apa yang akhirnya diterima mereka.
Dengan demikian dilakukan penilaian tentang sama tidaknya antara harapan
dengan kenyataan, apabila tidak sama maka pemerintah diharapkan dapat mengoreksi
keadaan agar lebih teliti untuk peningkatan kualitas pelayanan publik.
Selanjutnya dipertanyakan apakah terhadap kehendak masyarakat, seperti
ketentuan biaya yang tepat, waktu yang diperhitungkan dan mutu yang dituntut
masyarakat telah dapat terpenuhi. Andai kata tidak terpenuhi, pemerintah diharapkan
mengkoreksi keadaan, sedangkan apabila terpenuhi dilanjutkan pada pertanyaan
berikutnya, tentang berbagai informasi yang diterima masyarakat berkenaan dengan
situasi dan kondisi, serta aturan yang melengkapinya.
3. Pengaduan Masyarakat
a. Defenisi Pengaduan
“Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum
seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.” (Pasal 1
angka 25 KUHAP).
Ruang lingkup materi dalam pengaduan adalah adanya kepastian telah terjadi
sebuah tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan, dimana tindakan seorang
pengadu yang mengadukan permasalahan pidana delik aduan harus segera ditindak
25
lanjuti dengan sebuah tindakan hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses penerimaan
pengaduan dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang, harus bisa menentukan
apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh seorang pengadu merupakan sebuah
tindak pidana delik aduan ataukah bukan.
b. Prinsip Pengaduan Masyarakat
Suatu perubahan ke arah yang lebih baik tanpa melibatkan masyarakat lebih
tepat disebutkan sebagai mobilisasi, dan bukan pembangunan. Oleh karena itu salah
satu unsur utama dalam proses pembangunan yang harus dilakukan adalah dengan
memberikan akses kepada masyarakat untuk terlibat langsung dalam setiap perubahan
ke arah yang lebih baik dan terencana. Dalam konteks ini partisipasi merupakan salah
satu bentuk yang sangat mendasar dan sekaligus mengajak seluruh komponen
masyarakat untuk bertanggungjawab dalam setiap proses pembangunan mulai dari
tajap perencanaan sampai pada pengawasan dan evaluasi.
Pada hakekatnya partisipasi merupakan kemandirian, kemauan dan
kemampuan diri sendiri melakukan kegiatan, bukan karena pemaksaan. Sedangkan
menurut Ismawan (dalam Mubyarto, 1984) merupakan kesediaan untuk membantu
berhasilnya suatu program, sesuai kemampuan setiap orang tanpa harus
mengorbangkan diri sendiri. Kemudian Margono dalam Yustina & Sudradjat (2003)
partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut
dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati
hasil-hasil pembangunan. Berbagai pengertian partisipasi tersebut di atas, maka dapat
26
diartikan bahwa partisipasi pada dasarnya adalah kerelaan individu, kelompok untuk
ikut serta melakukan kegiatan pembangunan. Untuk melakukan partisipasi diperlukan
beberapa syarat mutlak yaitu :
a. merasa senasib dan sepenanggungan,
b. ada keterkaitan dari tujuan hidup,
c. kemahiran menyesuaikan diri,
d. ada prakarsa,
e. ada iklim partisipasi, yang meliputi, (i) kedaulatan peserta dihormati, (ii) wewenang
yang dilimpahkan dihormati, (iii) tenggangrasa, (iv) mempunyai perasaan bahwa
keikutsertaannya berarti bagi dirinya dan masyarakat (Pasaribu dan Simanjuntak,
1986).
Sementara itu, menurut Margono S (dalam Yustina & Sudradjat, 2003) syarat-
syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi terbagi atas 3 golongan
yaitu:
a. Adanya kesempatan untuk membangun kesempatan dalam pembangunan;
b. Adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu; dan (3) adanya kemauan
untuk berpartisipasi.
Menurut Listyawati (2003), bentuk-bentuk dari pada partisipasi meliputi: a.
Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap muka; b.
Partisipasi dalam bentuk iuran atau barang, dana dan praswarana sebaiknya datang
dari masyarakat sendiri dan masyarakat pada umumnya, kalaupun terpaksa
diperlukan dari luar hanya bersifat sementara dan sebagai umpan; c. Partisipasi dalam
27
bentuk dukungan; d. Partisipasi dalam bentuk pengambilan keputusan e. Partisipasi
representative dalam memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang duduk
dalam organisasi. Proses penyadaran masyarakat tentang betapa pentingnya
pembangunan dalam menjaga proses kelangsungan hidup individu dan masyarakat itu
sendiri perlu ditingkatkan.
Kemudian siapa yang harus melakukan proses penyadaran masyarakat
tersebut juga adalah masyarakat itu sendiri, yang telah memiliki kesadaran, kemauan
dan kemampuan dalam mendorong masyarakat lain yang buta pembangunan ke arah
melek pembangunan “learning process”. Upaya tersebut dilakukan
berkesinambungan agar tujuan pembangunan, sesuai harapan masyarakat dapat
diwujudkan. Pencapaian tujuan pembangunan sebagai harapan kolektif masyarakat,
membutuhkan kerja sama produktif antar individu dalam menggerakkan aktivitas
sosial, ekonomi di kota dan desa yang lahir dan berkembang melalui proses prakarsa
yang ada di lingkungan masyarakat sendiri. Oleh karena itu, peran individu sebagai
mahluk sosial dibutuhkan proses saling berinteraksi dalam upaya untuk
menggerakkan dinamika kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Upaya
menggerakkan aktivitas dalam melakukan perubahan ke arah yang lebih baik
membutuhkan proses penyadaran untuk melakukan perubahan terencana terhadap
masyarakat. Proses penyadaran tersebut tentunya tidak dapat dilakukan secara invidu,
melainkan secara kolektif masyarakat dengan mengoptimalkan seluruh potensi
sumber daya yang tersedia untuk digunakan yang juga demi kepentingan kolektif.
28
Upaya kolektif tersebut dilakukan agar lebih efisien dan efektif dalam melakukan
perubahan ke arah yang lebih baik (Muksin dan Bustang, 2010)
Tujuan umum penanganan pengaduan (PP) adalah menyediakan sistem,
prosedur, dan mekanisme yang memungkinkan segala keluhan ataupun protes dari
semua pihak dapat terkelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan gejolak dan
mengganggu kelancaran jalannya kegiatan suatu institusi pemerintah. Adapun prinsip
dasar dalam pengaduan adalah :
a. Prinsip dasar pertama adalah jawaban atas pertanyaan “kepada siapa anda
mengabdi?” di dalam hatinya pastilah bertujuan untuk mengabdi dan membantu
masyrakat. Maka, dasar penanganan pengaduan haruslah ”demi kepentingan
masyarakat.”
b. Tidak Mengontrol Sumber dan Alur Masuk Pengaduan. Prinsip ini didasarkan pada
tiga fakta berikut: (a) pilihan strategi dan pendekatan dalam menjalankannya memang
mendorong masyarakat untuk lebih meningkatkan kualitas partisipasi psikis dan
intelektual,
c. Sangat luasnya wilayah dan letak geografis Indonesia, dsb. Dua fakta ini
mengakibatkan hampir mustahil bagi siapapun untuk dapat mengontrol masyarakat
sebagai sumber pengaduan. Artinya, nyaris mustahil kita “memaksa” masyarakat
hanya menyalurkan pengaduan melalui jalur formal yang tersedia, yaitu jalur internal
institusi, atau melalui kotak pos, atau jalur telelpon/email khusus.
Sangat mungkin terjadi bahwa masyarakat akan menyalurkan pengaduan
mereka secara menyebar, misalnya melalui media massa, melalui LSM, atau bahkan
29
ke DPR atau DPRD. Dalam kadar tertentu, keberanian masyarakat mengadu ke
lembaga-lembaga tersebut harus membuat kita bangga karena kita tengah
mendampingi masyarakat yang memiliki kesadaran kritis tinggi. Mengontrol
Responds Kelembagaan. Karena hampir mustahil mengontrol sumber dan jalur
masuk pengaduan, maka yang harus dikontrol adalah respon kelembagaan atas
berbagai kemungkinan jenis dan asal pengaduan. Manajemen Pengaduan sebaiknya
menerapkan sistem berjenjang sesuai dengan jenis pengaduan dan jenis
penanganannya.
Jenis pengaduan yang cukup ditangani di tingkat pemerintahan yang paling
rendah akan direspon oleh para fasilitator di tingkat desa atau kelurahan. Meskipun
pengaduannya ditujukan langsung kepada instansi pemerintah pusat dan/atau
pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota. Hanya jika fasilitator tidak sanggup
menangani, maka pengaduan tersebut akan direspon oleh spesialis atau manajemen
yang lebih tinggi tingkatannya, dan seterusnya. Jenis pengaduan yang memerlukan
respon oleh pengambil keputusan di tingkat manajemen, meskipun disalurkan secara
berjenjang melalui Fasilitator, akan direspon oleh Manajemen yang paling
berkompeten.
B. Kerangka Pikir
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik, maka salah satu
upaya yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Pinrang adalah dengan membuka
aduan dan pelayanan informasi kepada masyarakat, upaya ini ditujukan agar
mengetahui apa yang menjadi keluhan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan.
30
Alur kerangka pikir yang dibangun dalam penelitian ini, adalah menempatkan
undang-undang pelayanan publik sebagai dasar pelaksanaan pelayanan dimasyarakat,
undang-undang ini juga menjadi dasar bagi pemerintah kabupaten Pinrang untuk
membuat pengaduan pelayanan dan informasi.
Indikator yang akan diteliti yaitu bagaimana manajemen pelayanan
Pengaduan yang dimiliki pemerintah kabupaten Pinrang dalam mendukung program
pengaduan pelayanan dan infomasi, selanjutnya regulasi atau perangkat peraturan
yang dimiliki untuk mendukung program pengaduan dan pelayanan informasi,
selanjutnya aparatur pelaksana yang akan menjalankan sistem pengaduan.
Bagan I Kerangka Pikir
PINDU Implementasi
Pelayanan Informasi dan
Pengaduan Masyarakat
Terkelola dengan baik
Faktor Struktur
- Aturan dan
komunikasi
- Insentif
- Keterbukaan
- penolakan
31
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah mengarahkan perhatian tempat, aktor, tindakan. Pada
penelitian ini yang menjadi fokus tempat adalah bidang informasi dan pengaduan
pada sekertariat daerah kabupaten Pinrang. Sementara yang aktor adalah seluruh dan
pengaduan kepada masyarakat kaitanya dengan pemberian Pelayanan kepada
masyarakat. pegawai yang bertugas pada bidang informasi dan pengaduan kabupaten
Pinrang, Aktifitas adalah serangkaian tindakan yang diberikan oleh petugas
Informasi.
D. Definisi Fokus Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka peneliti ingin melihat bagaimana
implementasi PINDU di kabupaten Pinrang dari segi Faktor struktur dengan
menggunakan teori yang dikemukakan oleh Steelman. Indikator tersebut ialah
sebagai berikut:
1. Aturan dan komunikasi menunjukkan bahwa dukungan administrasi yang jelas
akan mendukung suatu pelayanan. Aturan adminstrasi yang teratur dan jelas akan
memudahkan pertukaran informasi sehingga kesempatan untuk melaksanakan
atau mengimplementasikan pelayanan tersebut berpeluang besar.
32
2. Insentif menyiratkan bahwa kesediaan sarana dan prasarana yang sesuai dan tepat,
maka akan mendukung pelayanan yang dapat diarahkan sesuai dengan insentif
yang tepat.
3. Keterbukaan ditunjukkan dari struktur politik yang terbuka. Jika struktur bersifat
terbuka maka lebih mudah untuk melakukan sebuah pelayanan.
4. Penolakan dilihat dari dinamika, kelompok kepentingan, dan monopoli kebijakan
dalam struktur yang dapat menghambat proses pelayanan.
Dengan indikator tersebut maka akan menghasilkan hasil penelitian
implementasi dari PINDU.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu dalam penelitian ini akan dilaksanakan selama tiga bulan. Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pinrang. Pemilihan Kabupaten Pinrang,
karena Kabupaten Pinrang adalah Kabupaten yang memiliki pusat pelayanan
informasi dan pengaduan.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif yaitu penelitian yang
mengutamakan data dalam bentuk kalimat/pernyataan yang bersumber dari
data primer/informan. Informan tersebut di pilih sesuai dengan informan
terkait dengan obyek penelitian. Dalam hal ini Manajemen Pelayanan
Informasi dan Pengaduan di Sekretariat Daerah Kabupaten Pinrang.
2. Tipe penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
pendekatan deskriptif kualitatif yaitu menghadirkan gambaran tentang situasi
atau penomena sosial secara detail. Yang bertujuan mendeskripsikan sesuatu
secara jelas terhadap masalah manajemen pelayanan informasi dan
pengaduan di kantor Bupati Pinrang.
34
C. Sumber Data
Sehubungan dengan permasalahan penelitian maka data yang diperlukan
dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer
Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan dari informan.
Data ini diperoleh dari hasil observasi dan wawancara langsung dengan
informan melalui daftar pertanyaan wawancara yang dicatat oleh peneliti
secara langsung tentang Implementasi Pelayanan Informasi dan Pengaduan di
Sekretariat Daerah Kabupaten Pinrang.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung
kepada obyek penelitian yang dapat berupa dokumen, buku, catatan-catatan,
makalah, laporan, arsip, monografi, dan lain-lain, terutama yang berkenaan
dengan Implementasi Pelayanan Informasi dan Pengaduan di Sekretariat
Daerah Kabupaten Pinrang
D. Informan penelitian
Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Informan adalah
orang-orang yang benar-benar mengetahui permasalahan yang akan diteliti,
35
dalam penelitian ini terdapat informan utama yang terdiri dari lima orang dengan
tujuan untuk mengetahui manajemen pelayanan pengaduan di Sekretariat Daerah
Kabupaten Pinrang serta tanggapannya Terhadap Manajemen Pengaduan di
Sekretariat Daerah Kabupaten Pinrang yaitu :
NAMA JABATAN JUMLAH
BUPATI PINRANG Pembina 1 Orang
SEKRETARIS DAERAH
KAB. PINRANG
Pengarah 1 Orang
KABAG ORGANISASI
DAN TATA LAKSANA
Penanggung Jawab
KOORDINATOR PINDU Koordinator
1. JUMIATI
2. ANDI NISWATI
Pengelola Informasi
2 Orang
1. ASTIASARI, SH
2. HARTSIATY NAJIB
Pengelola Pengaduan
2 Orang
SKPD/OPD/PPID Operator
Masyarakat
JUMLAH
36
37
E. Tekhnik Penumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data, karena
itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan
data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar
untuk memperoleh data yang diperoleh. Teknik yang digunakan untuk
memperoleh data-data dilapangan antara lain:
1. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data yang dikumpulkan secara
langsung dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap cara kerja
aparat dalam melayani masyarakat. Serta langsung pada instansi terkait pada
yang ada kaitannya langsung dengan masalah yang akan diteliti guna
melengkapi data yang diperoleh dari teknik wawancara dan teknik
dokumentasi.
2. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan dengan menggunakan alat yang dinamakan
interview guide (pedoman wawancara/ daftar pertanyaan) yang telah
disiapakan. Tujuan penulis menggunakan metode ini, untuk memperoleh data
secara jelas dan kongkrit tentang perilaku kebiasaan dalam manajemen
pelayanan informasi dan pengaduan dikantor Bupati Pinrang.
38
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bahan baik melalui kajian literature Undang-
Undang, Dokumen, Surat-surat, keputusan-keputusan, majalah, surat kabar,
dan foto-foto di lokasi penelitian. Pencatatan berupa pengumpulan data
dengan cara mencatat data yang telah ada pada instansi terkait yang belum
tercantum didalam pedoman wawancara. Tujuan di gunakan metode ini untuk
memperoleh data secara jelas dan kongkrit yang ada kaitannya dengan
masalah yang diteliti yang dimaksudakan disini adalah laporan keuangan
manajemen pelayanan informasi dan pengaduan yang diteliti.
F. Tekhnik Analisis Data
Untuk menganalisa data yang diperoleh tentang manajemen pelayanan
pengaduan di Sekretariat Daerah Kabupaten Pinrang, maka menggunakan teori
Miles dan Huberman (Emzir, 2010) menyatakan bahwa terdapat tiga macam
kegiatan analisis data kualitatif yaitu :
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu di
catat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memeilih hal-
hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya dan membuang yang tidak perlu.
2. Model data ( Data Display)
Setelah data di Reduksi, maka langkah berikutnya adalah mendisplaykan data.
Display data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk, uraian
39
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sebagainya.yang
paling sering digunakan dalam untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif dengan teks yang bersifat naratif. Selain dalam bentuk naratif,
display dapat juga berupa grafik, matriks, network (jejearing kerja).
3. Penarikan/Verifikasi kesimpulan
Penarikan kesimpulan verifikasi merupakan kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Namun bila kesimpulan telah didukung oleh bukti-bukti yang
valid dan konsisten maka kesimpulan yang di kemukakan adalah kesimpulan
yang kredibel (dapat dipercaya).
G. Keabsahan Data
Dalam pengujian pengabsahan data, peneliti menggunakan validitas data
sebagai alat pembuktian bahwa data yang diperoleh peneliti sesuai dengan apa
yang benar-benar terjadi dilapangan. Untuk menguji validitas data maka peneliti
menggunakan metode triangulasi, yaitu:
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
40
3. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
pengecekan data melalui wawancara, observasi, dan teknik lain dalam waktu
atau situasi yang berbeda (Sugiono, 2012: 241)
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Profil Kabupaten Pinrang
Kabupaten Pinrang adalah salah satu daerah tingkat 2 di provinsi
Sulawesi selatan, Indonesia. Kabupaten ini terletak 185 km dari Makassar arah
utara yang berbatasan dengan Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi
Barat, Luas Wilayah 1.961,77 km2 yang terbagi dalam 12 Kecamatan, meliputi
68 Desa dan 36 Kelurahan yang tediri dari 86 Lingkungan dan 189 Dusun.
Kabupaten Pinrang dengan ibu kota Pinrang terletak disebelah 185 km
utara ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, berada pada posisi 3.19’13’’ sampai
4.10’30’’ bujur timur. Secara administratif, Kabupaten Pinrang terdiri atas 12
Kecamatan, 39 Kelurahan dan 65 Desa. Batas Wilayah Kabupaten ini adalah
sebelah Utara dengan Kabupatn Tanah Toraja, sebelah Timur dengan Kabupaten
Sidenreng Rappang dan Enrekang, sebelah Barat Kabupaten Polmas Provinsi
Sulawesi Barat dan Selat Makassar, Luas Wilayah Kabupaten mencapai 1.961,77
km2.
Kabupaten Pinrang memiliki garis pantai sepanjang 93 Km sehingga
terdapat areal pertambakan sepanjang pantai, pada dataran rendah Didominasi
oleh areal persawahan, bahkan sampai perbukitan dan pegunungan. Kondisi ini
mendukung Kabupaten Pinrang sebagai daerah Potensial untuk sektor pertanian
42
dan pemungkinkan berbagai komoditi pertanian (Tanaman Pangan, Perikanan,
Perkebunan dan Peternakan), untuk dikembangkan. Ketinggian Wilayah 0-500
mdpl (60,41%), ketinggian 500-1000 mdpl (19,69% ) dan ketinggian 1000 mdpl
(9,90%)
2. Pemerintah Kabupaten Pinrang
Pemerintahan Kabupaten Pinrang dipimpin oleh H. A. Aslam Patonangi, SH,
M.Si selaku Bupati dan Muh. Darwis Bastama, SP sebagai Wakil Bupati dengan
masa kepemimpinan tahun 2014 hingga 2019. Adapun visi, misi dan motto
Kabupaten Pinrang tahun 2014 – 2019 adalah sebagai berikut:
a. Visi:
“Terwujudnya Masyarakat Sejahtera Secara Dinamis Melalui Harmonisasi
Kehidupan, Akselerasi, Produktivitas Kawasan Dan Revitalisasi Peran
Poros Utama Pemenuhan Pangan Nasional.”
b. Misi:
Meningkatkan apresiasi dan pengamalan nilai-nilai keagamaan dan
kearifan lokal sebagai nilai utama kemasyarakatan dan pengembangan
karakter pemuda yang tangguh.
Memperkokoh toleransi, soliditas dan kohesivitas sosial serta
pengembangan nilai-nilai demokrasi.
Meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia termasuk
pengarusutamaan gender.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan aparatur pemerintah.
43
Memantapkan tatakelola pemerintahan dan reformasi birokrasi.
Mengembangkan kerjasama dan integrasi pembangunan.
Meningkatkan fungsional infrastruktur serta jaringan pengairan dan
koridor perdagangan komoditas unggulan.
Mengembangkan kawasan andalan dan kegiatan ekonomi produktif
masyarakat.
Mengentaskan penduduk miskin dan perluasan kesempatan kerja
melalui pendekatan multi sektor.
Melestarikan lingkungan dan pengelolaan potensi bencana.
Mengembangkan penciptaan masyarakat sejahtera dan derajat
kesehatan yang semakin meningkat dan kualitas pendidikan yang
semakin membaik.
c. Motto:
“PINRANG BERSERI (Pinrang Bersih, Sehat, Elok, Rapih dan Indah)”
3. PINDU
a. Latar belakang terbentuknya pindu
Pemerintahan yang baik dan berintegrasi merupakan pondasi untuk
melaksanakan reformasi birokrasi. Dalam perspektif tersebut terdapat 2
(dua) aspek pokok yaitu membangun kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) dan memberikan pelayanan terbaik bagi warga masyarakat. Dalam
pembangunan, warga masyarakat tidak hanya sebagai sasaran atau
44
penerima manfaat saja (beneficeris of development), melainkan sekaligus
sebagai pelakunya (subject of development). (Fatimah, 2015: 67)
Setiap warga masyarakat dijamin haknya oleh undang-undang untuk
mendapatkan informasi dan pelayanan yang baik. Ketersediaan informasi
akan membantu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
pada semua tingkatan sehingga melahirkan SDM yang berwawasan baik,
produktif dan kompetitif. Pelayanan terbaik bagi publik akan mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan khususnya dalam pelaksanaan aktivitas
ekonomi warga masyarakat, pembangunan sarana dan prasarana
transportasi, sanitasi dan kesehatan, pendidikan, energi, pariwisata, serta
administrasi dan kependudukan.
Dalam upaya mendekatkan warga masyarakatnya dengan sumber
informasi serta menyediakan pelayanan yang baik, Bupati Kabupaten
Pinrang membentuk Pusat Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU).
PINDU hadir dalam rangka meningkatkan praktek demokrasi
pemerintahan dengan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pengawasan program pembangunan, peningkatan
kinerja pemerintah dan pelayanan publik. Selain itu, PINDU menjadi
sarana masyarakat dalam memperoleh informasi dan menyampaikan
pengaduan melalui berbagai media yang mudah diakses dan terpadu
dengan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam lingkup Pemerintah
Kabupaten Pinrang.
45
b. Tugas pokok dan fungsi organisasi
1. Melaksanakan etika dalam memberia pelayanan, sebagaimana diatur
dalam peratura Bupati ini;
2. Menerima permohonan informasi dari pengguna layanan sesuai
dengan etika dan tata cara pelayanan informasi PINDU Pemkab
Pinrang;
3. Menanyakan/Mengecek identitas pengguna layanan;
4. Mengisi formulir permohonan sebagaimana terdapat pada lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan peraturan Bupati;
5. Menggali informasi terkait permohonan pengguna layanan dengan
menggunakan pertanyaan apa, siapa, dimana, kapan, kenapa, dan
bagaimana;
6. Melakukan verifikasi kemudian konfirmasi terhadap isi formulir
permohonan informasi kepada pengguna layanan. Bila pengguna
layanan telah menyetujui isi formulir tersebut maka petugas PINDU
meminta pengguna layanan untuk menandatangani formulir yang telah
diisi;
7. Memberikan nomor registrasi/ID tiket penerimaan permohonan
informasi kepada pengguna layanan dan menjelaskan cara
penggunaannya dalam memantau tindak lanjut permohonan
informasi/penanganan pengaduannya;
8. Melaukan penelahaan terhadap permohonan informasi yang diterima;
46
9. Menyampaikan respon terhadap permohonan pelayanan informasi
kepada pengguna layanan. Apabila materi permohonan informasi telah
tersedia di PINDU dan telah menjadi kewenangan petugas PINDU
unruk menyampaikan, maka akan direspon langsung oleh Petugas
PINDU. Namun apabila materi informasi yang dimohonkan bukan
kewenangan PINDU dan atau/memerlukan koordinasi dan sejumlah
waktu dalam penyediaannya, maka akan direspon dengan memberikan
informasi kepada pengguna layanan bahwa informasi yang diajukan
belum termasuk kewenangan petugas PINDU dan/atau akan diproses
terlebih dahulu, Pengguna Layanan akan memperoleh informasi awal
terkait perkembangan tindak lanjut dan/atau hasil dari permohonannya
paling lama dalam kurun waktu 2 kali 24 jam.
10. Menyalurkan permohoa informasi yang bukan kewenangan PINDU
kepada SKPD/pejabat terkait untuk diproses melalui operator PPID
SKPD, dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan koordinator
PINDU;
11. Melakukan pemantauan dan evaluasi atas tindak lanjut permohonan
informasi yang dilakukan oleh SKPD / Pejabat terkait.
12. Menyampaikan respon awal terhadap perkembangan tindak lanjut
dan/atau hasil dari permohonan informasi yang bukan kewenangan
PINDU kepada pengguna layanan sesuai dengan respon yang masuk
47
dari SKPD/Pejabat terkait, paling lama dalam kurun waktu 2 kali 24
jam;
13. Mengelola data yang telah menjadi kewenangan petugas PINDU untuk
diinformasikan sesuai dengan materi permohonan informasi dari
pengguna layanan.
14. Menghimpun dan memutakhirkan data/informasi secara berkala;
15. Mengelola website informasi PINDU sesuai arahan dari koordinator;
16. Mengecek secara rutin dan berkala (paling cepat setiap 15 menit)
permohonan informasi dan tindak lanjutnya yang masuk ke PINDU
Pemkab Pinrang melalui berbagai saluran layan yang disediakan.
17. Memelihara sarana dan prasarana di PINDU Pemkab Pinrang.
18. Membuat laporan kegiatan pelayanan informasi secara rutin dan
berkala; dan
19. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan dan
koordinator sesuia dengan tugas pokok dan fungsi.
c. Profil pindu
Tepat pada peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-69 yakni
tanggal 17 Agustus 2014 dilakukan pencanangan (launching) beroperasinya secara
resmi Pusat Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU) Kabupaten Pinrang.
Pencanangan tersebut dilakukan oleh Bupati Pinrang yang turut dihadiri Wakil Bupati
Pinrang, pejabat lingkup Kabupaten Pinrang, tokoh agama, tokoh masyarakat,
masyarakat umum dan undangan lainnya. Dalam sambutannya, Bupati Pinrang
48
menyampaikan bahwa untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang
bersih, akuntabel dan transparansi maka dibentuklah PINDU. Kehadiran PINDU ini
diharapkan agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau dan memperoleh
informasi yang dibutuhkan serta berpartisipasi untuk mendorong peningkatan kualitas
pelayanan publik pada semua aspek pembangunan, melakukan kontrol atau
pengawasan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dan Unit Kerja Pemerintah Kabupaten Pinrang.
Pusat Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU) Kabupaten Pinrang
ditetapkan berdasarkan Peraturan Bupati Pinrang Nomor 25 Tahun 2014 tentang
Pembentukan Pusat Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU) Pemerintah
Kabupaten Pinrang. PINDU merupakan inovasi yang dilakukan oleh pemerintah
Kabupaten Pinrang dalam rangka meningkatkan praktek demokrasi dalam
pemerintahan dengan memberi kesempatan kepada warga masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pengawasan program pembangunan, peningkatan kinerja
pemerintah dan pelayanan bagi publik.
PINDU akan menjadi sarana bagi warga masyarakat dalam memperoleh
informasi dan menyampaikan pengaduan melalui berbagai media yang mudah
diakses dan terpadu dengan seluruh SKPD dan unit kerja pemerintah
Kabupaten Pinrang.
PINDU sebagai sebuah lembaga yang dikelolah dalam kerangka peningkatan
kualitas SDM dan mendorong partisipasi warga masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik di
49
Kabupaten Pinrang, maka dirumuskan visi, misi dan motto PINDU sebagai
berikut.
PINDU berpegang pada motto “selangkah mendapatkan jawaban”. Visi
PINDU adalah “Mewujudkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat
untuk mendorong tercapainya pelayanan publik yang Prima di Kabupaten
Pinrang’’. Misi PINDU ada empat poin yaitu sebagai berikut:
1. Memperkuat kesadaran aparatur tentang tugas pokok dan fungsinya
dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
publik,
2. Membangun kesadaran masyarakat tentang posisi dan perannya dalam
pembangunan kemasyarakatan,
3. Memperkuat aksesibiltas informasi bagi masyarakat yang terkait
dengan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan masyarakat,
dan
4. Mengembangkan sistem pelayanan pengaduan masyarakat yang
mudah, cepat dan praktis.
Dalam operasionalisasinya, PINDU dikelola oleh Bagian Organisasi dan
Tata laksana Sekretariat Daerah Kabupaten Pinrang yang menugaskan 2 (dua)
orang sebagai Petugas pelayanan informasi dan 2 (dua) orang sebagai Petugas
Pelayanan Pengaduan. Petugas-petugas tersebut akan melakukan fasilitasi,
mediasi, menerima serta mengelola informasi maupun pengaduan serta
50
memantau dan mengevaluasi, pemberian informasi dan penyelesaian
pengaduan. Struktur organisasi PINDU dapat dilihat pada bagan dibawah ini.
51
STRUKTUR ORGANISASI PUSAT PELAYANAN INFORMASI DAN
PENGADUAN (PINDU) PEMERINTAH KABUPATEN PINRANG
Mengakses Pindu dengan cara warga masyarakat yang akan
memanfaatkan fasilitas PINDU dan atau menyampaikan pengaduan terkait
pelayanan oleh pegawai dan pejabat SKPD atau unit kerja pemerintah
Kabupaten Pinrang dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
1. Berkunjung langsung ke PINDU yang beralamat di Jl. Bintang No. 1
Kabupaten Pinrang, gedung baru Kantor Bupati Pinrang Lantai 1.
2. Menghubungi saluran telpon / fax : (0421) 922759
Pengarah
Pembina
Penanggung Jawab
Koordinator
Pengelola Pengaduan
Pengelola Informasi
Operator SKPD
52
3. Mengirimkan SMS ke 081391471171
4. Mengirim email ke : [email protected]
5. Membuka akses layanan pada situs : https://pindu.pinrangkap.go.id
Untuk mempermudah dan mengefektifkan proses pelayanan yang diberikan
PINDU bagi warga masyarakat yang ingin memperoleh informasi dan
menyampaikan pengaduan terkait pelayanan yang diberikan oleh pegawai
dan pejabat SKPD atau unit kerja pemerintah Kabupaten Pinrang disediakan
sejumlah peralatan dan fasilitas. Setiap jenis peralatan dan fasilitas memiliki
kegunaan yang berbeda, dimana semuanya bertujuan untuk kenyamanan bagi
warga masyarakat saat berada dalam ruangan PINDU. Ada beberapa jenis
fasilitas yang dimiliki PINDU untuk menunjang fungsinya memberikan
informasi dan pelayanan pengaduan, diantaranya, Ruang Tunggu,
Perpustakaan, Kursi Untuk Masyarakat Rentan, call Center, Ruang Mediasi,
Nomor Antrian, TV Antrian dan Informasi, Kotak Saran, Meja Petugas, Rak
Buku, Ruangan Pengaduan, Sound System, Rak Koran, Ruangan Full AC.
B. Implementasi Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU) di Kabupaten
pinrang
Kelahiran PINDU dilatari oleh komitmen yang kuat dari Bupati Pinrang,
Andi Aslam Patonangi untuk menghadirkan pemerintahan yang baik dan
berintegritas (good governance) di Kabupaten Pinrang, dan hal ini sejalan
dengan strategi besar (grand strategy) reformasi birokrasi dengan 8 (delapan)
area perubahan yang dicanangkan oleh pemerintah. Pemerintahan yang baik
53
dan berintegritas merupakan pondasi untuk melaksanakan reformasi birokrasi.
Dalam perspektif tersebut, terdapat 2 (dua) aspek pokok, yaitu membangun
kualitas sumberdaya manusia (SDM) dan memberikan pelayanan terbaik bagi
warga masyarakat. Dalam pembangunan, warga masyarakat tidak hanya
sebagai sasaran atau penerima manfaat saja (beneficeries of development),
tetapi sekaligus sebagai pelakunya (subject of development).
Dalam setiap arahannya, Bupati selalu memberikan penekanan bahwa
kualitas SDM warga masyarakat yang baik akan membangun cara pandang
(mindset) yang baik dalam menaggapi penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan. Warga masyarakat akan lebih kritis dalam berinisiatif serta
berpartisipasi menjalankan fungsi kontrolnya. Dari sisi pemerintah sendiri,
kondisi ini akan melahirkan lingkungan pemerintahan yang kondusif dimana
dapat merangsang kreativitas dan program-program inovasi, sehingga
memudahkan untuk mencapai sasaran pembangunan di daerah. Selain itu
pelayanan yang baik juga harus dilakukan oleh SKPD dan unit kerja, karena
dengan pelayanan yang baik warga masyarakat akan langsung merasakan nilai
manfaat adanya birokrasi pemerintah yang melayani.
Berangkat dari komitmen dan gagasan Bupati untuk menghadirkan kualitas
SDM warga masyarakat dan pelayanan publik yang baik di Kabupaten Pinrang,
maka sekretaris Daerah, Drs. H. Syarifuddin Side, M.Si, MH yang didukung
oleh Kepala Bagian Ortala, Andi Mirani, AP, M.Si menjabarkan secara
operasional gagasan Bupati dengan menyediakan wahana yang akan mensuplai
54
informasi dan memberikan pelayanan bagi warga masyuarakat. Prinsip dan
strategi pelaksanaannya dilakukan dengan; (i) penataan pengelolaan pelayanan
publik, (ii) penerapan teknologi dalam mendukung pelayanan publik, (iii)
membangun etos dan budaya pelayanan dari aparatur, dan (iv) kebijakan serta
komitmen untuk mendukung pelayanan terbaik bagi warga masyarakat.
Wahana yang dimaksud merupakan sebuah sistem dan model yang akan
memudahkan warga masyarakat untuk mendapatkan informasi, menegekkan
hak-haknya, menjalankan kewajiban-kewajibannya serta membantu
mempercepat proses mengefektifkan pelayanan publik oleh pemerintah
Kabupaten Pinrang. Wahana yang dimaksud diwujudkan dalam bentuk
membangun pusat pelayanan informasi dan pengaduan (Center of Information
Services and Complain) yang disebut PINDU.
Dalam implementasi program pusat pelayanan informasi dan pengaduan
melibatkan banyak pemangku kepentingan, antarorganisasi yang terlibat dalam
implementasi program pusat pelayanan informasi dan pengaduan maka sangat
tepat jika menggunakan model implementasi Steelman, Untuk melihat
implementasi PINDU ini maka ada 4 (empat) indikator atau kriteria yang
digunakan peneliti.
Aturan dan Komunikasi PINDU
Aturan dan komunikasi, dilihat dari aturan administrasi, komunikasi
serta pertukaran informasi mengenai PINDU. Dalam hal ini peneliti
membagi menjadi beberapa pembahasan mengenai aturan-aturan di
55
PINDU. Aturan tersebut meliputi aturan petugas PINDU, aturan pengadu
serta aturan tim teknis PINDU dengan Bagian Organisasi dan Tatalaksana.
a. Aturan Petugas PINDU
Dalam Peraturan Bupati Nomor 25 Tahun 2014 tentang Pembentukan
Pusat Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU) Pemerintah
Kabupaten Pinrang, diuraikan tugas pokok dan fungsi masing-masing para
petugas tim teknis PINDU. Keseluruhan tugas pokok dan fungsi tersebut
telah dijalankan dengan baik oleh para petugas.
Selain menguraikan tugas pokok dan fungsi masing-masing petugas
PINDU, dalam Peraturan Bupati tersebut juga diatur etika petugas PINDU
dalam pemberian layanan kepada masyarakat. Salah satuetika tersebut
ialah melaksanakan Budaya 5 S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan
Santun).
Dari hasil pengamatan peneliti menunjukkan keramahan petugas
PINDU dalam menyambut masyarakat yang ingin menggunakan layanan
PINDU khususnya masyarakat yang melakukan kunjungan langsung ke
PINDU. Ketika masyarakat mulai membuka pintu PINDU terlihat 2 (dua)
orang petugas pelayanan informasi menyambut dengan senyum dan sapa
dengan berdiri dan mempersilahkan masyarakat duduk. Setelah itu, salah
seorang petugas pelayanan menanyakan maksud dan tujuan masyarakat.
Jika masyarakat membutuhkan layanan pengaduan maka akan diarahkan
56
ke ruang pengaduan. Jika masyarakat membutuhkan informasi maka
petugas layanan informasi memberikan selembar formulir untuk diisi.
Di ruang pengaduan, petugas pelayana pengaduan juga menyambut
ramah pengunjung menanyakan maksud dan tujuan serta memberikan
pelayanan yang baik dengan ramah.
Selain itu, selama melakukan observasi, peneliti selalu diberikan
informasi data yang dibutuhkan. Namun, terkait identitas pengadu yang
diminta oleh peneliti, petugas PINDU dengan halus menolak hal tersebut.
Hal ini dikarenakan sudah menjadi tugas dan kewajiban petugas PINDU
untuk melindungi dan merahasiakan identitas pengadu.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa petugas PINDU
memberikan pelayanan yang sangat baik dan menolak layanan tersebut
secara halus jika memang bertentangan dengan Standar Operasional
Prosedur (SOP) dan aturan PINDU.
Hasil wawancara peneliti dengan petugas pelayanan informasi
mengatakan bahwa:
“kami selalu berusaha untuk mematuhi aturan yang ada karena kami
selalu dikontrol dan diawasi oleh atasan. Di PINDU, kami dikontrol oleh koordinator. Selain itu, pengawasan dari bagian Ortala juga tak pernah lepas melalui pengawasan dari Ibu Kepala Sub Bagian.”
Petugas layanan informasi lainnya menambahkan: “sangat sulit bagi kami untuk tidak mematuhi aturan karena bukan
hanya dari segi pengawasan dari atasan, ini juga merupakan tanggung jawab kami sebagai petugas PINDU.”
57
Selain itu, koordinator tim teknis PINDU juga berpendapat: “jika kami yang melanggar sedikit saja aturan, misalnya membeberkan
atau membocorkan identitas pengguna ataupun mengubah pengaduan dan jawaban pengaduan tentu saja sangat mudah kami lakukan. Akan tetapi kembali lagi pada rasa tanggung jawab serta kesadaran moral kami atas posisi ini. Jika kami yang menyalahgunakan wewenang tersebut maka bagaimana jadinya daerah ini. Kami sudah disumpah jabatan, jadi kami tidak akan melakukan hal itu.”
Keterangan tersebut sangat jelas bahwa petugas PINDU melaksanakan
tugas sesuai peraturan yang ada. Meskipun ada peluang untuk mengubah
informasi, mengubah pengaduan ataupun jawaban pengaduan serta
membocorkan identitas pengguna, namun petugas PINDU tidak
melakukan pelanggaran aturan pelayanan. Para petugas PINDU sadar akan
tanggung jawab dan menjunjung profesional kerja serta konsekuensi yang
akan diterima jika menyalahgunakan wewenang.
b. Aturan Pengguna PINDU
Dalam menggunakan layanan PINDU telah diatur pula dalam
Peraturan Bupati. Permohonan informasi dan pengaduan dapat
disampaikan secara lisan dan/atau tertulis. Permohonan
Informasi/Pengaduan secara lisan sebagaimana disampaikan dengan cara :
1) Langsung kepada petugas PINDU dengan melakukan kunjungan
ke sekretariat PINDU; atau
2) Melalui telepon/call center dengan nomor (0421) 922759 atau
0811-416-7599.
58
Dalam hal permohonan informasi/ pengaduan secara lisan baik
pengguna layanan maupun petugas PINDU yang menerima
permohonan wajib mengisi formulir permohonan informasi atau
pengaduan.
Sementara permohonan informasi/Pengaduan secara tertulis
dapat disampaikan melalui :
1) Short Message Service (SMS) dengan Nomor 081-391-471-171
dengan Format #NO.KTP#NAMA#ALAMAT#ISI
PENGADUAN;
2) Internet dengan Website : https://pindu.pinrangkab.go.id; atau
3) E-mail dengan alamat : [email protected].
Pada permohonan informasi/pengaduan tertulis pengguna harus
mengisi data:
1) Identitas pengguna layanan yang paling sedikit memuat data
Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nama, Alamat, Nomor
Telpon yang bisa dihubungi;
2) Materi Informasi yang dimohonkan / Pengaduan;dan
3) Waktu Pengajuan Permohonan/Pengaduan.
Dalam hal permohonan informasi/pengaduan secara tertulis,
permohonan wajib mengisi formulir permohonan informasi/pengaduan sesuai
data yang dibutuhkan petugas PINDU.
59
Jenis informasi dan pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada
PINDU adalah informasi/pengaduan yang berkaitan dengan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Pemerintah
Kabupaten Pinrang.
c. Aturan PINDU dengan Bagian Organisasi dan Tatalaksana.
Selain aturan untuk PINDU serta aturan untuk para pengguna, PINDU
juga harus selalu berkomunikasi dengan bagi Organisasi dan Tatalaksana.
Aturan dan jalur koordinasi tersebut selalu berjalan dengan baik. Pengawasan
bagian Organisasi dan Tatalaksana sebagai penanggungjawab PINDU tak
pernah lepas setiap hari. Semua layanan PINDU diproses oleh tim teknis
PINDU dan diketahui oleh Bagian Organisasi dan Tatalaksana.
Jalur koordinasi tersebut juga dapat dilihat dari pengaduan yang
disetor PINDU kepada bagian Organisasi dan Tatalaksan setiap hari Jumat
untuk setiap pekannya. Jika terdapat masalah terhadap pengaduan tersebut
maka bagian Organisasi dan Tatalakasana melalui Kepala Sub Bagian
Tatalaksana dan Analisis Jabatan segera mengkooridnasikan pengaduan
tersebut sebelum pengaduan itu diberikankepada Bupati setiap hari Senin.
Aturan selanjutnya ialah sebelum mengadakan rapat mediasi, terlebih
dahulu petugas PINDU melalui koordinator tim teknis PINDU harus
mengkoordinasikan hal tersebut kepada Bagian Organisasi dan Tatalaksana.
60
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara peneliti dengan beberapa
informan PINDU diketahui bahwa aturan dan komunikasi di PINDU sangat
jelas serta diterapkan dengan baik.
Kepala Bagian Organisasi dan Tatalaksana mengatakan bahwa:
“apapun yang dilakukan oleh PINDU dalam memberikan layanan seta
memproses pengaduan harus kami ketahui. Mereka tidak boleh melakukan sesuatu yang tidak ada dalam aturan. Jika mereka ingin melakukan gerakan tambahan, harus dengan persetujuan kami terlebih dahulu.”
Koordinator tim teknis PINDU juga mengatakan: “kami selalu menaati aturan sesuai Standar Operasional Prosedur serta
perintah dari atasan. Perintah dari atasan tersebut misalnya jika kami diberikan tugas tambahan harus kami terima.”
Dengan demikian, segala bentuk upaya yang dilakukan oleh PINDU
selalu dikoordinasikan dengan bagian Organisasi dan Tatalaksana.
Selanjutnya ialah jalur koordinasi antara PINDU dengan operator
PINDU pada masing-masing SKPD.
Dari hasil wawancara peneliti dengan coordinator tim teknis PINDU
mengatakan bahwa:
“setiap ada pengaduan yang masuk dan telah kami kanalisasi, kami
menghubungi operator masing-masing SKPD memberitahukan bahwa ada pengaduan yang masuk berkaitan dengan SKPD bersangkutan. Sebenarnya bukan tugas kami untuk menghubungi mereka, para operator tersebut seharusnya yang mengecek akun mereka setiap 15 menit sekali sesuai dengan SOP.”
Hasil wawancara tersebut diketahui bahwa operator PINDU SKPD
wajib membuka dan mengecek akun mereka setiap 15 menit sekali. Namun
kenyataan yang terjadi menunjukkan bahwa para operator tersebut hanya
61
membuka akun mereka saat mendapatkan pemberitahuan dari petugas PINDU
bahwa ada pengaduan yang masuk.
Hal ini diakui oleh operator PINDU pada Dinas Kebersihan,
Pertamanan dan Kebakaran. Beliau mengatakan bahwa:
“dalam SOP PINDU kami harus membuka akun untuk mengecek
apakah ada pengaduan yang masuk atau tidak. Namun, jujur sejauh ini saya belum menerapkan hal tersebut karena selain sebagai operator PINDU saya juga memiliki tugas disini sehigga masih sulit bagi saya untuk selalu stand by sesuai aturan yang ditetapkan.”
Operator Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal
juga mengatakan hal yang serupa bahwa:
“memang dalam aturan seperti itu tapi sejauh ini saya belum menerapkannya. Saya hanya membuka akun PINDU ketika mendapat pemberitahuan dari petugas PINDU bahwa ada pengaduan yang masuk.” Selain hasil wawancara tesebut, peneliti juga melakukan observasi
pada beberapa SKPD dengan datang langsung ke lokasi SKPD tersebut untuk
memastikan para operator selalu stand by ditempantya. Namun, dari beberapa
SKPD yang dikunjungi, peneliti mendapatkan 2 (dua) SKPD yang tidak
sedang berada ditempat.
Saat mengunjungi Badan Lingkungan Hidup (BLH), operator PINDU
tidak berada ditempat dikarenakan alasan kurang sehat. Selain itu, peneliti
juga mengunjungi Kantor Pusat Perpustakaan. Hasil yang sama, operator
PINDU uga sedang tidak berada ditempat dikarenakan ke luar kota.
62
Namun, ketidakhadiran para operator tersebut tidak menjadi kendala
bagi PINDU untuk memberikan layanan informasi dan pengaduan. Meskipun
para operator tidak sedang bertugas, namun tugas oar operator untuk tetap
memproses pengaduan dengan tidak melewati batas waktu yang diberikan.
Hal ini menjadi ketegasan PINDU dan bagian Organisasi dan Tatalaksana
agar pengaduan cepat direspon dan tidak diabaikan meskipun operator
berhalangan hadir pada jam kerja kantor.
d. Komunikasi PINDU
Jalur koordinasi pada PINDU telah digambarkan secara jelas dalam
Standar Operasional (SOP) PINDU serta dalam Peraturan Bupati Nomor 25
Tahun 2014. Kejelasan jalur koodinasi tersebut menghasilkan komunikasi
yang baik bagi para pengelola PINDU. Komunikasi serta petukaran informasi
yang dilakukan oleh para petugas dilakukan baik melalui media SMS, telepon
serta bertemu langsung antar petugas. Dengan demikian, komunikasi pun
berjalan lancar dan efektif.
Namun, komunikasi PINDU kepada masyarakat masih kurang. Hal ini
berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan masih kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang kehadiran PINDU serta cara mengakses PINDU. Dengan
demikian, dapat dikataan bahwa komunikasi PINDU terhadap masyarakat
masih kurang.
20. Insentif PINDU
63
Untuk mengukur insentif PINDU maka dilihat dari sarana dan
prasarana yang diberikan dalam menjalankan tugas. Dari hasil observasi
peneliti, sarana yang terdapat pada PINDU sudah memadai. Sarana tersebut
meliputi:
1) Ruang tunggu yang dilengkapi dengan beberapa sofa dan meja dengan
ruangan full AC;
2) Rak Koran yang dapat digunakan masyarakat untuk mengatasi kejenuhan
saat menunggu;
3) Nomor antrian elektronik;
4) TV antrian dan Informasi;
5) Sound System;
6) 4 buah komputer untuk petugas PINDU, masing-masing diantaranya 2
orang petugas pelayanan informasi, 1 orang petugas pelayanan pengaduan
langsung, serta 1 orang petugas pengelola website dan pengelola
perpustakaan;
7) Ruang pengaduan langsung yang dilengkapi pendingin ruangan. Ruangan
ini adalah ruangan khusus untuk warga masyarakat yang ingin melakukan
pengaduan secara langsung;
8) Ruang mediasi yang dilengkapi pendingin ruangan, meja dan kursi
mediasi, berfungsi sebagai ruang penengah antara pihak-pihak yang terkait
dengan pengaduan. Dalam ruangan mediasi ini terdapat sebuah pohon
64
harapan yang digunakan pengunjung untuk menggantungkan harapannya
tentang Kabupaten Pinrang ke depannya;
9) Jaringan koneksi internet;
10) Perpustakaan yang dilengkapi beberapa rak buku;
11) Kotak saran; serta
Keseluruhan sarana tersebut digunakan untuk mengefektifkan proses
pemberian layan PINDU kepada msayrakat serta mengisienkan kinerja para
petugas. Para operator PINDU pada masing-masing SKPD juga telah
dilengkapi 1 (satu) buah unit komputer, printer serta koneksi internet.
Selain itu, prasarana yang diberikan kepada petugas PINDU adalah
sebuah telepon genggam untuk masing-masing para petugas pelayanan
informasi dan petugas pelayanan pengaduan. Telepon genggam tersebut
dijadikan Call Center yang digunakan untuk layanan via telepon dan SMS.
Sementara untuk masing-masing para petugas operator SKPD hanya
menggunakan telepon pribadi untuk berkomunikasi dengan petugas PINDU.
Dari hasil wawancara kepada petugas pelayanan pengaduan
mengatakan bahwa:
“fasilitas yang diberikan PINDU sudah sangat memadai dalam hal
pemberian pelayanan. Telepon genggam, komputer serta jaringan internet saja itu sudah cukup untuk memberika layanan pengaduan.”
Salah satu petugas pelayanan informasi juga mengatakan:
“sejauh ini Alhamdulillah saran dan fasilitas sangat lengkap. Selain fasilitas
yang diberikan kepada tenaga pelayanan, fasilitas untuk masyarakat yang bekunjung langsung ke PINDU juga dilengkapi disini. Ruangan ull AC,
65
nomor antrian, ruang tunggu sofa serta perpustakaan kami sediakan untuk masyarakat yang berkunjung langsung.”
Dari keterangan para petugas PINDU tersebut diketahui bahwa
insentif atas kelengkapan sarana dan parasarana yang diberikan oleh PINDU
sudah sangat memadai dalam memberikan sebuah pelayanan. Namun, berbeda
dengan para petugas tersebut, koordinator tim teknis PINDU berpendapat:
“sarana memang sudah lengkap. Akan tetapi jika masih bias jaringan koneksi
internet ditambah kecepatannya agar kami lebih cepatmenanggapi informasi atau pengaduan karena terkadanag kami masih terkendala pada jaringan koneksi internet.”
Koordinator tim teknis PINDU berharap agar jaringan koneksi internet
ditambah kecepatan dengan alasan jaringan yang sering tidak mendukung saat
memberikan pelayanan melalui wia web dan via e-mail. Jaringan koneksi
internet memang hal yang bersifat dinamis, terkadang jaringan beroperasi
dengan cepat namun kadang juga beroperasi lamban. Untuk itu, koordinator
tim teknis PINDU mengharapkan jaringan koneksi internet untuk lebih
dinaikkan agar akses internet dapat berjalan lancar.
21. Keterbukaan PINDU
Keterbukaan, dilihat dari transparansi serta keterbukaan antar struktur.
Di Pusat Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU), transparansi kinerja
serta pemberian layanan juga sangat jelas. Hal ini dilhat dari laporan
rekapitulasi informasi/pengaduan yang diterima serta diproses PINDU
dilaporkan dengan sangat jelas dan transparan kepada bagian Organisasi dan
66
Tatalaksana. Jika dalam sepekan tersebut terdapat pengaduan yang belum
diproses oleh pihak SKPD, maka petugas PINDU akan memberikan laporan
yang sama. Petugas PINDU sama sekali tidak melakukan rekayasa dalam hal
pelaporan rekapitulasi yang dilaporkan setiap pekan pada hari Jumat.
Selain itu, keterbukaan antar petugas PINDU juga berjalan dengan
baik. Artinya, setiap masalah yang dihadapi dalam hal pelayanan, para
petugas selalu memberitahukan kepada antar petugas atau atasan sehingga hal
tersebut tidak mengganggu kinerja para petugas PINDU.
“diantara kami tidak hal yang saling ditutupi karena kami bekerja
layaknya saling memiliki dan saling melengkapi satu sama lain. Jika salah seorang diantara kami yang berhalangan maka petugas lainnya membantu kinerja kami.”
Demikian hasil wawancara peneliti dengan petugas pelayanan
informasi. Koordinator tim teknis PINDU juga berkomentar bahwa:
“sebagai koordinator saya harus mampu mencairkan suasana kekeluargaan diantara kami agar tidak ada yang saling merahasiakan yang dapat mempengaruhi kinerja kami. Dengan begitu, keterbukaan akan membantu kami untuk saling melengkapi satu sama lain.”
Kepala Sub Bagian Talakasana dan Anjab berpendapat bahwa: “dengan selalu menjaga komunikasi diantara kami maka saling
terbuka dalam hal pelayanan juga selalu terjaga.” Selain itu, kepala Bagian Organisai dan Tatalaksana juga mengatakan
hal serupa bahwa:
“keterbukaan di PINDU sangat terbuka. Setiap pekan kami mengadakat rapat staf. Jadi pada rapat tersebut kami membicarakan apa saja kendala yang dihadapi para tim teknis PINDU.”
67
Dari hasil penelitian tersebut serta beberapa keterangan dari informan
diketahui bahwa keterbukaan yang terjadi antar struktur berjalan dengan baik
tanpa adanya masing-masing ego ataupun masalah pribadi yang
mengakibatkan penurunan kinerja para petugas PINDU. Selain itu,
ketidakcocokan antar petugas pun tidak terjadi. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa keterbukaan antar petugas PINDU terjalin baik dan terbuka.
Di sisi lain, keterbukaan PINDU kepada masyarakat masih kurang.
Hal ini dilihat dari kurangnya sosialisasi dan penyampaian PINDU kepada
masyarakat baik mengenai kehadiran PINDU maupun cara mengakses
PINDU serta aturan-aturan PINDU lainnya.
4. Penolakan (Resistance) PINDU
Penolakan dilihat dari keseimbangan petugas terhadap tekanan atasan
kepada bawahan serta pengaruh dari kelompok-kelompok berkepentingan.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan dari atasan yang
diberikan kepada para petugas PINDU ialah bekerja susai dengan aturan dan
Standar Operasional Prosedur. Bagian Organisasi dan Tatalaksana sebagai
atasan PINDU mampu dikelola dengan baik. Semua pengaduan-pengaduan
yang masuk harus diproses terlebih dahulu untuk kemudian disetor kepada
Bagian Organisasi dan Tatalaksana. Adapun kendala dalam menjawab
pengaduan, maka tim teknis PINDU harus memberitahukan kepada atasan
agar pengaduan dapat diselesaikan dengan baik.
68
Kelompok-kelompok berkepentingan dalam hal pemberian pelayanan
juga tidak terlepas dari layanan PINDU ini. Tak sedikit pegawai dari Dinas
yang diadukan meminta data identitas pengadu. Namun, petugas PINDU
menolak hal tersebut.
“meskipun kami sesama staf atau pegawai, jika mereka meminta data identitas pengadu, kami tidak akan memberitahukan. Ini sudah menjadi tugas kami.”
Demikian pernyataan dari salah satu petugas pelayanan informasi
PINDU. Selain itu, jika masyarakat menyampaikan pengaduan terkait dengan
dinas atau departemen yang mempunyai kerabat atau keluarga dengan petugas
PINDU maka petugas PINDU tetap memproses pengaduan tersebut tanpa
memandang status kekeluargaan maupun kekerabatan. Koordinator tim teknis
PINDU mengatakan:
“dalam kasus demikian, kami tetap mengolah dan memproses pengaduan tersebut sesuai aturan. Kami tidak akan menghapus atau mengabaikan pengaduan tersebut hanya karena pengaduannya menyangkut keluarga atau kerabat kami. Kami tetap professional dalam menjalankan tugas kami.”
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa petugas PINDU dapat
menghapus atau mengabaikan pengaduan yang diinginkan termasuk jika
pengaduan tersebut menyangkut sanak/keluarga/kerabat mereka. Akan tetapi,
demi terwujudnya pelayanan yang berkualitas serta menyangkut nama baik
pemerintah dan penerapan program PINDU, para petugas PINDU tetap
menjalankan tugasnya dengan memproses pengaduan tersebut sama dengan
pengaduan yang lain sesuai aturan yang ada.
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada Bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa
Implementasi pelayanan Program PINDU telah berjalan sesuai dengan aturan pada
Standar Operasional Proedur (SOP) PINDU serta Peraturan Bupati Pinrang Nomor 25
tahun 2014. Namun, dalam implementasi sosialisasi program kepada masyarakat
masih kurang.
2. pelayanan Kebijakan Program PINDU dari faktor struktur sudah berjalan sesuai
dengan beberapa indikator pelayanan dari segi faktor struktur. Hal ini dilihat dari
aturan dan komunikasi yang terjadi di PINDU sangat jelas. Para petugas PINDU
menjalankan tugas sesuai aturan yang ada, mengelola pengaduan berdasarkan Standar
Operasional Prosedur. Insentif PINDU yakni pemenuhan kelengkapan fasilitas,
sarana dan prasarana dalam pemberian pelayanan juga telah memadai. Selanjutnya,
ialah keterbukaan antar struktur di PINDU sangat terbuka. Rapat antar staf yang
sering dilakukan menunjukkan adanya keterbukaan tersebut. Selain itu, para petugas
yang saling menutupi dan saling melengkapi juga menunjukkan semakin jelasnya
keterbukaan, aturan dan komunikasi antar mereka. Indikator berikutnya adalah
penolakan. Para petugas PINDU mampu menyeimbangkan antara kepentingan
kelompok/pribadi serta tekanan dari atasan dengan kinerja mereka. Meskipun bayak
67
tugas dan tuntutan dari atasan serta berbagai kepentingan yang ada, petugas PINDU
tetap menjalankan tugas sesuai aturan yang ada. Petugas PINDU menjaga
profesionalitas dalam bekereja tanpa ada pembedaan antara pengaduan yang satu
dengan yang lainnya. Namun, masih terdapat beberapa indikator yang kurang dan
masih perlu ditingkatkan. Indikator tersebut ialah komunikasi dan keterbukaan
kepada masyarakat dalam bentuk sosialisasi kehadiran program PINDU sebagai
penyalur aspirasi masyarakat
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian di atas, maka diajukan beberapa
saran :
1. Pemerintah Kabupaten Pinrang diharapkan memperluas dan memperbanyak
pelaksanaan sosialisasi PINDU sehinggga masyarakat dapat lebih mengetahui
dan mengerti kehadiran PINDU serta alur dari pengaduan dan permintaan
Informasi yang sesuai Standar Operasional Pelayanan dari Pusat Informasi
dan Pengaduan Pemerintah Kabupaten Pinrang.
2. Disarankan untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana Pusat
Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU) Pemerintah Kabupaten
Pinrang, agar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan masyarakat lebih
meningkatkan partisipasinya.
ix
3. Pusat Informasi dan Pengaduan (PINDU) Pemerintah Kabupaten
Pinrang sebaiknya lebih memperhatikan aspirasi masyarakat yang
disampaikan oleh masyarakat melalui Pusat Informasi dan Pengaduan
(PINDU) Pemerintah kabupaten Pinrang, baik yang secara lisan maupun
tertulis yang digunakan.
x
DAFTAR PUSTAKA
A.S Moenir. 1992. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.
Agustino, Leo.2012. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Dewi, Kusuma Rahayu. 2016. Study Analisi Kebijakan. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Emzir. 2010. Metedologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Indiahono, Dwiyanto. 2017. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis. Yogyakarta: Gava Media.
Kasmad, Rulinawati. 2014. Analisis Jaringan Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Implementasi Kebijakan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Makassar. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Mulyadi, Deddy. 2016. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung: Alfabeta.
Mutiarin, dyah dan Arif Zaenudin. 2014. Manajemen Birokrasi dan Kebijakan.Yogyakarta:
Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy. Surabaya: PMN. Surabaya.
Pustaka Pelajar.
Sholthan, Azikin. 2011. Format Pemerintah Daerah Dalam Penyusunan Kebijakan APBDPasca Pilkada Langsung. Ombak: Yogyakarta.
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta
Suratman. 2017. Generasi Implementasi Dan Kebijakan Publik. Surabaya: Capia Publishing.Osborne, David, and Ted Gaebler. 1992.Reinventing Government : How The Entrepreneur Spirit is Transforming The Public Service, terjemahan :Mewirausahakan Birokrasi Mentransformasikan Semangat Wirausaha ke Dalam Sektor Publik. Alih BahasaAbdul Rosyid dan Ramelan. Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo.
Steelman, Toddi A. 2010. Implementing innovation : fostering enduring change in environmental and natural resource governance, Washington:Georgetown University Press.
Winarno, Drs budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS.
xi
Bappenas. 2010. Manajemen pengaduan masyarakat dalam pelayanan publik. https://www.bappenas.go.id/files/4013/7637/9049/Manajemen_Pengaduan_Masyarakat_Dalam_Pelayanan_Publik.pdf. (16 desember 2019).
Antonius taringan. 2001. Reformasi birokrasi program doctor universitas Indonesia.
Bappenas, Fantonius. 2019 Robiyati padungge. Mewujudkan Birokrasi yang Mengedepankan Etika
Pelayanan Publik. Mewujudkan-Birokrasi-Yang-Mengedepankan-Etika-Pelayanan-Publik. 2019
xii
LAMPIRAN
xiii
DOKUMENTASI PENELITIAN
xiv
xv
xvi
xvii
RIWAYAT HIDUP
RAHMAYANI SAFIRA JAMAL (105610456012) lahir di
Desa Padaelo Kecamatan Mattiro Bulu, Kabupaten Pinrang
pada tanggal 23 Desember 1993, sebagai anak pertama dari
lima bersaudara dari pasangan bapak Jamal Umar dan ibu
Mahira Sanatu. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SDN 77
Bottae lulus tahun 2006. Kemudian setelah lulus di SD penulis melanjutkan
pendidikan lanjutan pertama di SMP Swasta Pondok Pesantren Al-Mazaakhirah
Baramuli Pinrang dan lulus pada tahun 2009, kemudian melanjutkan pendidikan
tingkat menengah atas di SMA Negeri 7 Pinrang dan lulus pada tahun 2012.
Setelah menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Universitas
Muhammadiyah Makassar Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Makassar dan lulus pada
tahun 2019.