Skripsi-editan.docx-baru.docx

Embed Size (px)

Citation preview

1

A. Latar Belakang MasalahPrinsip pokok ajaran Islam adalah persamaan antar manusia, baik antara pria maupun wanita, bangsa, suku, dan keturunan. Perbedaan di antara mereka di hadapan Tuhan Yang Maha Esa hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya.[footnoteRef:1] Banyak ayat al-Quran menunjukkan bahwa pria dan wanita adalalah semartabat sebagai manusia, terutama secara spiritual. Toha Husein, dalam bukunya yang berjudul, al-Fitnatu al-Kubra, menjelaskan tiga prinsip dasar yang dibawa Nabi Muhammad yaitu keadilan (al-adalah), persamaan (al-sawa) dan musyawarah (al-syura).[footnoteRef:2] Hal ini membuktikan, bahwa Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan persamaan hak dalam menegakkan kedudukan wanita. [1: M.Quraish Shihab, Konsep Wanita Menurut al-Quran, Hadis dan Sumber-Sumber Ajaran Islam, dalam Lies M.Marcoes, Wanita Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual (Jakarta: INS,1993), hlm. 3.] [2: Dikutip oleh Khoiruddin Nasution, Fazlur Rahman Tentang Wanita, cet. Ke-1 (Yogyakarta: TAZAFFA dan ACADEMIA,2002), hlm. 20.]

Pada dasarnya Islam menjunjung tinggi harga diri dan kemuliaan wanita dengan menepatkannya setara dengan pria. Tetapi masyarakat Islam memahami ayat- ayat yang berhubungan dengan pria dan wanita secara timpang dan lebih mengunggulkan pria dibanding wanita. Terutama dalam persoalan hak, pria memperoleh hak yang lebih banyak dibanding dengan wanita, seperti warisan, wali, saksi dan menjadi Imam shalat. Hal tersebut didasarkan pada pemahaman terhadap teks hadis di antaranya tentang asal penciptaan wanita, kemampuan akal dan spiritual wanita yang lemah, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini :

[footnoteRef:3] [3: Imam Bukhori, Shahih al-Bukhori, Juz I (Beirut: Dar al-Fikr,t.th), hlm. 64.]

Seiring dengan berubahnya cara pandang masyarakat terhadap peran dan posisi kaum wanita di tengah-tengah masyarakat, maka kini sebagaimana kaum pria banyak kaum wanita yang berkarir, baik di kantor pemerintah maupun swasta bahkan ada yang berkarir di bidang kemiliteran dan kepolisian, sebagaimana pria. Dalam kehidupan modern banyak wanita dapat bekerja dan berkarir dimana saja selagi ada kesempatan. Ada yang berkarir dalam hukum dan jaksa. Ada yang terjun di bidang ekonomi, seperti menjadi pengusaha, pedagang, kontraktor dan sebagainya. Ada pula yang bergerak di bidang sosial budaya dan pendidikan, seperti menjadi dokter, arsitek, artis, penyanyi, sutradara, guru, dan lain-lain. Bahkan ada pula yang terjun dalam bidang politik, misalnya menjadi presiden, anggota DPR, MPR, DPA, Menteri dan lain-lain.[footnoteRef:4] [4: Huzaemah T. Yanggo, Fiqh Wanita Kontemporer,(Jakarta: Almawardi Prima,2001), hlm. 93.]

Keterangan di atas menunjukkan besarnya peran wanita dalam dunia kerja tetapi dunia kerja sangat tidak ramah terhadap wanita, salah satunya dengan menempatkan mereka pada posisi sekunder seperti di pabrik sepatu dimana wanita hanya bertugas memasukkan sepatu dalam kardus. Sedang posisi primer atau yang penting dalam sebuah perusahaan selalu dipegang oleh pria. Wanita ditempatkan pada posisi sekunder karena munculnya anggapan wanita cenderung lebih pasif dan memiliki intelektual lebih rendah dibanding dengan pria. Hal tersebut mengakibatkan pekerjaan yang hanya membutuhkan ketekunan, ketelitian, dan kerapihan, dan biasanya hanya mengerjakan satu jenis pekerjaan setiap hari selama bertahun-tahun.[footnoteRef:5]Pandangan yang merendahkan terhadap wanita sangat mempengaruhi mereka dalam dunia kerja seperti mereka harus menerima tindak pelecehan seksual di tempat mereka bekerja baik dari rekan kerjanya sendiri ataupun dengan atasannya, gaji rendah yang mereka peroleh dikarenakan wanita mengalami haid, hamil, melahirkan sehingga tidak mampu beraktivitas dengan semaksimal mungkin. Perusahaan tidak memberikan wanita jaminan kesehatan yang memadai kalaupun ada tidak semua wanita akan memperolehnya.[footnoteRef:6] [5: Jurnal Wanita vol.56 (jakarta: yayasan jurnal wanita,2007), hlm. 126.] [6: Ibid., hlm. 127.]

Meskipun sejumlah hak-hak wanita telah dilindungi melalui UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, sebagian besar hampir tidak memperhatikan masalah-masalah spesifik yang dialami pekerja wanita formal. Masalah umum yang dihadapi wanita di sektor publik adalah kecenderungan wanita terpinggirkan pada jenis-jenis pekerjaan yang berupah rendah, kondisi kerja buruk dan tidak memiliki keamanan kerja. Meski bukan fenomena baru, namun masalah wanita bekerja nampaknya masih terus menjadi perdebatan sampai sekarang. Bagaimanapun, masyarakat masih memandang keluarga yang ideal adalah suami bekerja di luar rumah dan isteri di rumah dengan mengerjakan berbagi pekerjaan rumah. Dalam perkembangan selanjutnya telah terjadi pergeseran peran wanita yang tidak lagi terbatas pada tempat dinding rumah tangga. Tiga dasawarsa terakhir, proses modernisasi yang berlangsung di Indonesia menunjukkan, walaupun dilain pihak masih dikatakan partisipasi wanita masih taraf bersifat kuantitatif. Mereka ikut bekerja dengan giat, baik untuk mendapatkan imbalan maupun karena tuntutan profesinya demi mencapai kemajuan dalam jabatan meskipun kadangkala tidak diimbangi dengan peningkatan upah. Mereka sadar bahwa dalam pembangunan dan mereka wujudkan partisipasi itu dengan bekerja.Saat ini dikenal ada tiga tipe wanita yang dikenal di sektor publik, yaitu wanita bekerja atau pekerja wanita, tenaga kerja wanita, dan wanita karir yang mengembangkan bakat dan potensinya. Ketiga tipe wanita tersebut sibuk bekerja menghabiskan waktunya dengan pekerjaan walaupun walaupun tujuan dan caranyaKadangkala berbeda. Wanita bekerja/wanita pekerja orientasi kerjanya untuk mendapatkan imbalan atau upah kadangkala tidak, tenaga kerja wanita adalah wanita yang mampu melakukan pekerjaan di dalam maupun di luar hubungan kerja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. sedangkan wanita karir orientasi kerjanya demi mendapatkan perbaikan dalam bidang kerja walaupun kadangkala tidak dibarengi dengan penambahan penghasilan yang terpenting ada kenaikan jabatan.Wanita berpendidikan maupun tidak, semuanya berperan serta dalam angkatan kerja nasional. Mereka berfikir dan bersikap lain dari wanita yang memandang dirinya hanya sekedar alat yang diciptakan untuk melayani dan menguatkan sistem patriarkhi yang diyakininya sebagi takdir Tuhan. Dalam kondisi seperti itu, wanita karir yang sedang sibuk demi kemajuan karirnya kadangkala waktunya lebih banyak mereka habiskan di luar rumah daripada di dalam rumah, apalagi jika bekerjanya itu untuk mendapatkan hasil demi memenuhi kebutuahan belanja hidup keluarganya. Melihat realita yang ada, kini sudah banyak wanita yang mandiri secara ekonomi dan bahkan menjadi tulang punggung keluarga, meskipun masih ada pandangan sebagian masyarakat dan bahkan pengakuan yuridis kerja atau penghasilan wanita dianggap sebagi penghasilan tambahan belaka. Melihat realitas masyarakat muslim dewasa ini, dalam kurun waktu yang panjang , mereka masih terus dihimpit oleh sejumlah problem yang sungguh-sungguh memprihatinkan: kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, rendahnya tingkat kesehatan, penindasan, dan perlakuan yang tidak adil oleh struktur sosial yang ada, merupakan persoalan-persoalan besar yang penanganannya membutuhkan kerja keras dan professional. Untuk tugas besar ini tidak mungkin hanya dapat dikerjakan kaum pria. Keterlibatan kaum wanita untuk menangani hal-hal ini merupakan keniscayaan. Kerja keras secara professional oleh kaum muslimin dan muslimat adalah tuntunan agama dan bernilai ibadah.[footnoteRef:7] [7: Ibid., hlm. 160.]

Namun sulitnya pengakuan sosial terhadap keterlibatan wanita di dunia publik. Selain disebabkan oleh faktor budaya, didasarkan pula oleh pemahaman agama yang mana ada pihak yang berkuasa berkepentingan atau kuat keinginan masyarakat untuk mempertahankan tradisi yang telah ada. Oleh karena itu menurut penilaian penyusun, saat ini sangat penting dilakukan satu pembahasan tentang isu teologis yang berkaitan dengan wanita dalam Islam agar tidak saja kaum wanita tetapi juga kaum pria muslim dapat terbebaskan dari struktur dan hukum yang tidak adil yang menyebabkan hubungan sejajar antara pria dan wanita tidak bisa terwujud Peneliti juga tertarik karena pembahasan mengenai Keterlibatan Wanita dalam Berkarir (Tinjauan Terhadap Kewajiban Wanita terhadap Keluarga)Karena wanita karir tidak akan pernah lepas dari pembicaraan mengenai wanita dan kedudukannya. Sedangkan kajian tentang kedudukan wanita dalam Islam termasuk hal yang sangat urgen dan sensitif; dimana persoalan wanita termasuk persoalan dalam masyarakat, sedang persoalan masyarakat adalah juga persoalan umat dan Negara.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:1. Bagaimana Pandangan Hukum Islam Terhadap Perempuan yang berkarir? 2. Apa dampak positif dan negatif bagi Perempuan yang berkarir dalam keluarganya?C. Tujuan dan kegunaanTujuan penelitian:1. Untuk mengetahui bagaimana Hukum Islam memberikan penjelasn tentang wanita yang berkarir2. Untuk memberikan penjelasan dari dampak kebaikan dan keburukan yang ditimbulkan oleh bagi wanita yang berkarir dalam keluarganya.Kegunaan penelitian:1. Memberikan sumbangan ilmiah dan pengembangan khazanah kajian keilmuan dalam bidang studi Islam.2. Memberikan pandangan dan menambah wacana baru bagi kaum wanita.

D. Telaah PustakaDalam telaah pustaka ini penyusun menjelaskan dan mendeskripsikan buku buku tulisan, atau hasil penelitian yang ada relevansinya dengan obyek kajian pembahasan. Masalah wanita yang ingin mengembangkan bakat dan potensinya di luar rumah atau biasa disebut dengan wanita karir. Kemudian ada sejumlah karya yang membahas wanita karir antara lain: Nasaruddin umar, dalam bukunya yang berjudul Kodrat Perempuan dalam Islam mengupas persoalan perempuan dengan perspektif jender. Dalam buku ini dibahas pengertian (konsep) kodrat perempuan, hak dan kewajiban perempuan antara lain: hak politik, hak memilih pekerjan dan memperoleh pekerjaan. Dalam hal pekerjaan, Nasaruddin tidak menjelaskan secara detail. Ia hanya memberikan batasan batasan secara umum dan contoh pekerjaan yang dilakukan wanita di masa Nabi.Nasaruddin hanya menegaskan bahwa memilih pekerjaan tersebut dilakukan secara terhormat, sopan dan tetap memilihara agama.[footnoteRef:8] Buku yang secara khusus membahas tentang perempuan yang bekerja (berkarir) ditulis oleh Maisar Yasin dengan judul Wanita Karier dalam Perbincangan. Buku ini menyorot dengan tajam para wanita karir yang bekerja di luar rumah. Maisar mengingatkan dampak negatif wanita yang bekerja di luar rumah. Beliau mengutip pendapat para cendekiawan barat tentang dampak negatif tersebut. Beliau juga menuturkan sejarah mengapa perempuan Eropa/ barat bekerja di luar rumah. Dalam buku ini, Maisar menekankan beberapa norma yang harus diperhatikan bila seorang muslimah harus bekerja di luar, kewajiban-kewajiaban yang harus dilakukan dan dampak dari pencampur bauran secara bebas. Akan tetapi beliau tidak menyinggung secara terperinci apa pekerjaan yang bisa dilakukan oleh muslimah. Maisar hanya memberi beberapa alternatif profesi atau pekerjaan[footnoteRef:9]. Fazlurrahman tentang Wanita buku yang dikutip oleh Khoiruddin Nasution ini menjelaskan tentang nash dalam hal kemitrasejajaran wanita dan pria serta nash diskriminasi terhadap wanita. Dalam buku ini juga dijelaskan tentang status wanita dalam Islam dan juga faktor sosial dan ekonomi. Namun isi buku tersebut tidak membahas secara khusus tentang wanita yang bekerja.[footnoteRef:10] [8: Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan Dalam Islam, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska,2000) hlm.45.] [9: Maisar Yasin, Wanita dalam Perbincangan (Terjemahan Ahmad Thabrano Masudi, Jakarta: Gema Insan Press,1997).hlm.34.] [10: Dikutip oleh Khoiruddin Nasution, Fazlur Rahman Tentang Wanita, cet. Ke-1(Yogyakarta: TAZAFFA dan ACADEMIA,2002).hlm.87.]

M.Nuruzzaman dalam bukunya Kiai Husein Membela Perempuan melihat Kiai Husein Muhammad seorang feminis yang selau membela hak asasi manusia dan relasi antara laki-laki dan perempuan yang adil. Serta latar belakang Kiai Husein berasal dari kalangan pesantren yang membuat perjuangan signifikansi semakin kuat. Dewasa ini sudah berkembang wanita oleh yang mengembangkan bakat dan potensinya di sektor publik. Mansoer Fakih dalam bukunya Analisis Gender dan Transformasi Sosial.[footnoteRef:11] juga dijadikan sumber oleh penyusun karena di dalamnya diterangkan mengenai peran wanita yang membawa perubahan sosial di sebuah masyarakat. Karya ilmiah mahasiswa UIN Sunan kalijaga yang membahas mengenai wanita karir antara lain: Skripsi Iim Fatimah,[footnoteRef:12] Ihdad Wanita Karir dalam Perspektif Hukum Islam membahas pandangan hukum Islam tentang ihdad wanita kaitannya dengan pekerjaan di luar rumah atau disektor publik namun tidak spesifik menjelaskan pendapat tokoh. Kemudian Skripsi Alex Iskandar,[footnoteRef:13] Ihdad Wanita Karir (Studi Pandangan Imam Syafii dan Imam Abu Hanifah) membahas pandangan dan metode istinbat hukum ihdad wanita karir menurut imam Syafii dan imam Abu Hanifah. [11: Mansour Fakih, Analisis Gender dan Tranformasi Sosial (Yogyakarta: INSIST Press,2008).hlm.23.] [12: Iim Fatimah, Ihdad Wanita Karir dalam Prespektif Hukum Islam, Skripsi S I UIN Sunan Kalijaga, (2003).hlm.56.] [13: Alex Iskandar, Ihdad Wanita Karir (Studi Pandangan Imam Syafii dan Imam Abu Hanifah) , Skripsi S I uin sunan kalijaga, (2007)hlm.12.]

Skripsi Chusnul Huda ,[footnoteRef:14] Wanita Karir (Studi Komparasi M.Quraish Sihab dan Paku Buwono IX ) membahas persaman dan perbedaan wanita karir pada pandangan kedua tokoh tersebut dengan menggunakkan tinjaun hukum islam dan hukum adat jawa. Skripsi yang membahas tokoh K.H. Husein Muhammad antara lain, Skripsi Sirajuddin,[footnoteRef:15] Konsep Perkawinan Milk Al-Ibahah (Studi atas Pemikiran K.H. Husein Muhammad) menitik beratkan kesetaraan seksual suami dan isteri dalam merealisasikan keluarga sakinah mawaddah dan warahmah. Skripsi Masjidah,[footnoteRef:16] Kedudukan Imam Wanita bagi Shalat Jamaah Pria Perspektif K.H. Husein Muhammad dan Prof. DR. Saad Abdul Wahid membahas boleh dan tidaknya wanita menjadi imam shalat bagi jamaah pria dalam pelaksanaan shalat wajib maupun dalam shalat sunnah menurut kedua tokoh tersebut. [14: Chusnul Huda, Wanita Karir (Studi Komparasi M.Quraish Sihab dan Paku Buwono IX) , Skripsi S I UIN Sunan Kalijaga, (2008).hlm.34.] [15: Sirajuddin, Konsep Perkawinan Milk Al-Ibahah (Studi atas pemikiran K.H. Husein Muhammad), skripsi S I UIN Sunan Kalijaga, (2007).hlm.44.] [16: Masjidah, Kedudukan Imam Wanita bagi Shalat Jamaah Pria Prespektif K.H. Husein Muhammad dan Prof. DR. Saad Abdul Wahid, Skripsi S I UIN Sunan Kalijaga, (2007).hlm.23.]

Sejauh ini sudah banyak buku dan karya ilmiah yang membahas wanita karir namun belum ada yang membahas wanita karir dalam perspektif hukum Islam studi pandangan K.H. Husein Muhammad. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti akan mengupas dan mengkaji pandangan Husein Muhammad tentang wanita karir dalam hukum Islam dan relevansi perkembangannya di Indonesia.

E. Kerangka TeoriTopik perbincangan antara para filosof, ilmuwan, aktifis LSM dan berbagai kalangan lainnya yang paling krusial dan rumit adalah ketika memperbincangkan tentang persamaan hak dan kedudukan antara pria dan wanita. Walaupun persoalan ini banyak digugat oleh berbagai kalangan, namun perkembangannya tidaklah semudah yang dibayangkan. Perjuangan untuk mewujudkan persamaan hak dan antara pria dan wanita akan selalu berhadapan dengan gelombang arus sosial budaya, sistem, bahkan agama yang sejak dahulu lebih dominan pada budaya patriarkhi yang lebih mengedepankan pria sebagai makhluk yang lebih unggul dibandingkan wanita.Konteks prinsip pokok ajaran Islam sesungguhnya adalah persamaan dan kesejajaran diantara pria dan wanita, apapun suku dan bangsanya, dalam hak maupun kewajibannya. Islam datang dengan ajaran egaliter, tanpa ada diskriminasi terhadap jenis kelamin yang berbeda. Yang membedakan diantara mereka hanyalah ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Allah.Menurut Hukum Islam visi kemanusian universal yang dibawa oleh Islam adalah bahwa Islam merupakan agama yang Rahmatan lil Alamin bukan hanya Rahmatan lil Muslimin aja., maka misi Islam adalah upaya membebaskan manusia dari segala bentuk diskriminasi atas dasar status sosial, penindasan dan perbudakan (penghambaan) manusia selain kepada Allah SWT. Al-Quran mengakui perbedaan anatomi antara pria dan wanita, al-Quran juga mengakui bahwa anggota masing-masing gender berfungsi dengan cara merefleksikan perbedaan yang telah dirumuskan dengan baik yang telah dipertahankan oleh budaya mereka.[footnoteRef:17] Al-Quran tidak berusaha untuk meniadakanperbedaan antara pria dan wanita atau menghapuskan hal fungsional dari perbedaan gender yang membantu agar setiap masyarakat dapat berjalan dengan lancar dan dapat memenuhi kebutuhannya. Jika dipahami secara benar, tidak ada satupun ayat-ayat al-Quran dan hadis Nabi yang menginformasikan bahwa wanita adalah bawahan (subordinat) pria. Di dalam al-Quran jelas dinyatakan dengan jelas, bahwa di hadapan Allah semua manusia adalah sama, baik pria maupun wanita mempunyai kedudukan yang setara, yang membedakan hanyalah ketakwaannya (Al-Hujurat : 13). Dalam surat At-Taubah : 1 juga tersirat bahwa prinsip hubungan kemitraan antar pria dan wanita demikian jelas dan nyata, kesetaraan tersebut tidak hanya berlaku bagi kaum wanita dan pria sebagai individu, tapi juga dalam konteks kehidupan berkeluarga antara suami isteri. [17: Amina Wadud, Quran Menurut Wanita, hlm. 43.]

Sehubungan dengan hal ini, kalau mengkaji ajaran Islam maka ditemukan bahwasannya Islam dengan segala konsepnya yang universal selalu memberikan motivasi-motivasi terhadap pria dan wanita untuk mengaktualisasikan diri secara aktif,[footnoteRef:18] disebutkan dalam al-Quran: [18: Huzaemah T. Yanggo, Fiqh Wanita Kontemporer, (Jakarta: Almawardi Prima,2001), hlm.100]

Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[footnoteRef:19] [19: Departemen Agama, Alquran dan terjemahannya, An-Nahl (16) : 97.]

Menurut Pemikir Islam (feminis), penting adanya teologi feminis dalam konteks Islam, dengan tujuan bukan saja untuk membebaskan kaum wanita, tetapi juga kaum pria dan struktur undang-undang yang tidak adil, yang pada akhirnya agar sesuai dengan cita Islam. Sebab ada ketidaksesuaian antara cita slam dengan praktek ummat sejauh menyangkut wanita. Dengan ungkapan lain, teologi dan budaya yang diciptakan dan fiqh tafsir yang lahir adalah berdasar perspektif pria, sementara perspektif wanita tidak terwakili di dalamnya.[footnoteRef:20] [20: Ibid.]

Surat an-Nahl ayat 97 menurut Zaitunah Subhan bahwa Islam dengan ajarannya mengangkat harkat dan martabat perempuan, tidak ada satupun ayat yang atau firman Tuhan (al-Quran) yang merendahkan wanita demikian Rasulullah Saw tidak menganggap wanita sebagai makhluk yang tidak sempurna atau inferior. Demikian juga dengan peran seorang ibu sebagai pendidik dan pengatur rumahtangga atau yang disebut dengan peran domestik yang mesti diakaui bahwa peran ini merupakan suatu terhormat Karena wanita tidak bisa dibesarkan secara mandiri yang akhirnya wanita adalah orang yang tergantung, padahal sebenarnya Islam memberikan keterangan yang sangat jelas bahwa wanita mempunyai struktur kemandirian atau individualitas sendiri, dan tidak diperlakukan sebagai pelengkap bagi siapapun. Dalam al-Quran Surat an-Nisa: 34

Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka) wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.[footnoteRef:21] [21: An-Nisa(4):34]

Lafadz qowwamun pada ayat tersebut diatas para mufassir ditafsirkan bahwa suami adalah pelindung, pemimpin, penanggung jawab, pengatur konteks kelurga, kadang ayat tersebut dijadikan sebuah landasan pengharaman bagi perempuan untuk diwilayah publik (lingkungan kerja) padahal menurut Amina Wadud, Azizah al-Hibri dan Riffat Hasan bahwa qawwamun mempunyai arti pencari nafkah atau orang-orang yang menyediakan sarana pendukung atau sarana kehidupan, walaupun demikian , wanita juga tidak ada larangan untuk bekerja, karena pria hanya menjadi pemimpin atas semua wanita dalam perkara dimana Tuhan memberikan kelebihan pria dibanding wanita. Kemudian konsep gender, yakni suatu sifat yang melekat pada kaum pria maupun wanita yang dikonstruksi secara sosial maupun cultural22. Pada umumnya wanita dinilai sebagai makhluk yang lemah, penakut, emosional, dan pekerjaannya adalah dalam rumah tangga (domestic). Sedangkan pria merupakan makhluk yang kuat, pemberani, rasional dan wilayah pekerjaannya adalah di sektor publik.Perbedaan-perbedaan tersebut kemudian diyakini sebagai kodrat yang diberikan Tuhan, sehingga pelanggaran terhadapnya berarti menyalahi kodrat dan menentang ketentuan Tuhan. Sifat-sifat semacam ini sesungguhnya merupakan konstruksi gender karena ia dibentuk oleh lingkungan sosial budaya masyarakat, sehingga dapat saling dipertukarkan antara pria dan wanita.Konsepsi tentang perbedaan gender berdasarkan perbedaan jenis kelamin antara pria dan wanita, selama berabad-abad telah menjadi momok bagi persoalan relasi antara pria dan wanita. Kenyataan sosial menunjukkan, adanya ketimpangan antara pria dan wanita telah melahirkan ketidakadilan, subordinasi, dan diskriminasi terhadap wanita sebagai pihak yang termarjinalkan. Hal inilah yang oleh Mansour Fakih disebut sebagai ketidakadadilan gender (gender inequalities), yang muncul karena adanya perbedaan gender (gender differences).[footnoteRef:22] Perbedaan gender (gender differences) sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan gender. Namun ketika ada struktur keadilan yang ditimbulkan oleh peran gender (gender role) dan perbedaan gender, maka hal ini kemudian menjadi masalah dan perlu digugat. Manifestasi ketidakadilan itu antara lain dapat ditemukan dalam bentuk: marginalisasi (pemiskinan ekonomi), subordinasi (anggapan tidak penting dalam keputusan public), setreotipe (pelabelan negatif), kekerasan (violence), beban kerja domestic lebih banyak dan lebih lama (burden), serta sosialisasi ideology peran gender.[footnoteRef:23] [22: Ibid,, hlm. 3.] [23: Ibid,, hlm. 13]

Ketidakadilan gender yang muncul karena antara pria dan wanita tersebut, telah terjadi dan melalui proses yang panjang secara sosial dan cultural, baik melalui ajaran keagamaan maupun Negara. Karena tanpa disadari, ternyata telah terjadi tarik menarik yang sulit dipisahkan antara sistem budaya dan agama yang memberikan kekuatan besar terciptanya subordinasi dan ketertindasan kaum wanita. Meskipun ada kesepakatan para kaum agamawan (ulama) bahwa agama tidak mungkin memberikan peluang bagi berlangsungnya sistem yang diskriminatif pada semua aspek kehidupan, tetapi realitas sosial memperlihatkan berlakunya sistem diskriminasi itu terutama dalam hal relasi antara pria dan wanita.Analisis gender dalam sejarah pemikiran manusia tentang ketidakadilan sosial dianggap suatu analisa baru, dibanding dengan analisa yang lain seperti analisa kelas, analisa hegemoni ideologi dan cultural sesungguhnya analisis gender tidak kalah mendasar.[footnoteRef:24] Yang diangkat dalam analisis ini adalah suatu konsep cultural yang membedakan antara pria dan wanita dipandang dari segi sosial budaya yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Persoalan gender merupakan sesuatu yang sangat penting karena akan berpengaruh dalam pembangunan, meningkatkan kesetaraan gender adalah bagian penting dari strategi pembangunan sehingga tidak ada pihak yang didiskriditkan. [footnoteRef:25]Dan pemahaman gender sangat diperlukan untuk memahami pelestarian ketidakadilan yang terjadi serta sebagai pembebasan wanita untuk menegembalikan pada nilai hakikinya.[footnoteRef:26] [24: Ibid, hlm. 4.] [25: Elizahabet M. King Dkk, Pembangunan Brespektif Gender, terj.T. Marlita, (Jakarta: Dian Rakyat,2005), hlm. 1.] [26: B.M Susanti, Penelitian tentang Wanita: dari pandangan androsentris ke prespektif gender Ekspresi, 1 Januari 2000, hlm. 3.]

Aspek-aspek keadilan dan kesetaraan gender:[footnoteRef:27] [27: Muhammad sodik, Keadilan dan Kesetaraan Gender, Modul Pelatihan Gender, PSW UIN Sunan Kalijaga.hlm.4.]

1. Akses: kesempatan yang sama dalam memperoleh hak-hak dasar.2. Partisipasi: pelibatan yang seimbang dalam memperoleh sumber daya3. Kontrol: keterlibatan dalam pengambilan keputusan4. Manfaat: keterjangkauan untuk mandapatkan hasil yang sama dari pembangunan.Keempat aspek tersebut di atas jika dipenuhi akan mewujudkan suatu masyarakat yang tidak bias gender, sehingga terpenuhi hak-hak dasar pria dan wanita yaitu: kualitas hidup, kesehatan, pendidikan, politik, ekonomi serta meminimalisir adanya problem yang berkisar tentang relasi gender.

F. Metode PenelitianMetode penelitian adalah suatu cara bertindak menurut sistem aturan atau tatanan yang bertujuan agar kegiatan praktis terlaksana secara rasional dan terarah sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal dan optimal.[footnoteRef:28] [28: Anton Bekker, Metode-metode Filsafat (Jakarta: Ghalia Indonesia,1986), hlm. 10.]

1. Jenis PenelitianJenis penelitian skripsi ini adalah jenis kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang kajiannya dilakukan dengan menelusuri dan menelaah literatur atau penelitian yang difokuskan pada bahan-bahan pustaka. Sumber-sumber data diperoleh dari berbagai karya tulis seperti buku, majalah, artikel dan jurnal yang secara langsung maupun tidak membicarakan persoalan yang diteliti, selain itu dengan wawancara terhadap subyek yang diteliti.2. Sifat PenelitianPenelitian ini bersipat deskriptif-analitik, yaitu mengolah dan mendiskripsikan data yang dikaji dalam tampilan data yang lebih bermakna dan lebih dapat dipahami sekaligus menganalisis data tersebut.3. Pendekatan PenelitianPendekatan yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah pendekatan analisis gender yakni pendekatan dengan menganalisis makna secara Hukum Islam4. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data adalah proses diperolehnya data dari sumber data, adapun sumber data adalah subyek dari penelitian dimaksud.31 Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data tertulis, yaitu pengumpulan data dari buku-buku, artikel, ensiklopedi, jurnal, majalah yang dipandang ada relevansinya dengan tema penelitian.32 Dan dalam pengumpulan data ini diambil dari dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. 5. Analisis DataPenelitian ini menggunakkan metode analisis deduktif yaitu metode yang dipakai untuk menganalisa data yang bersifat umum dan memiliki unsur kesamaan sehingga digeneralisasikan menjadi kesimpulan khusus. Sehingga nantinya data-data yang dikumpulkan menjadi satu.

G. Sistematika PembahasanUntuk memudahkan pembahasan dan penulisan, skripsi ini dibagi atas lima bab yang saling berkaitan satu sama lain. Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang yang menjadi dasar mengapa penulisan ini diperlukan, rumusan masalah digunakan untuk mempertegas pokok-pokok masalah agar lebih fokus, tujuan dan kegunaan menjelaskan tujuan dan urgensi penelitian ini, telaah pustaka menjelaskan tentang orsinalitas penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada. Kerangka teoritik memberikan tinjauan umum tentang permahaman wanita karir, adapun metode penelitian dimaksudkan untuk mengetahui cara, pendekatan dan langkah-langkah penelitian yang dilakukan, dan sistematika pembahasan untuk memberikan gambaran umum sistematis, logis dan kolektif mengenai kerangka bahasan penelitian.Bab kedua, membahas secara umum tentang wanita karir secara mendetail dari pengertian , dasar hukum, macam-macam, dampak dari wanita karir serta kedudukan wanita karir dalam islam agar tidak salah definisi sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam memaknai.Bab ketiga, membaahas secara mendalam tokoh-tokoh beserta dalil dalil dan alasan alasan para ulama yang mendukung dan kontra terhadap Keterlibatan Wanita dalam Berkarir (Tinjauan Terhadap Kewajiban Wanita terhadap Keluarga)Bab keempat, merupakan hasil analisis dari penelitian yang membahas tentang Keterlibatan Wanita dalam Berkarir (Tinjauan Terhadap Kewajiban Wanita terhadap Keluarga) beserta aspek positif dan Negatifnya.Bab kelima, merupakan bab terakhir dari rangkaian bab-bab yang ada dalam skripsi ini, bab ini menjelaskan hasil dari penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang diberikan oleh peneliti.

Daftar PustakaShihab, Quraish Konsep Wanita Menurut al-Quran, Hadis dan Sumber-Sumber Ajaran Islam, dalam Lies M.Marcoes, Wanita Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual, Jakarta: INS,1993

Nasution, Khoiruddin, Fazlur Rahman Tentang Wanita, cet. Ke-1 Yogyakarta: TAZAFFA dan ACADEMIA,2002

Bukhori,Imam Shahih al-Bukhori, Juz I ,Beirut: Dar al-Fikr,t.th.Huzaemah T. Yanggo, Fiqh Wanita Kontemporer,Jakarta: Almawardi Prima,2001.Jurnal Wanita vol.56 ,jakarta: yayasan jurnal wanita,2007Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan Dalam Islam, Jakarta: PT. Fikahati Aneska,2000Maisar Yasin, Wanita dalam Perbincangan ,Terjemahan Ahmad Thabrano Masudi, Jakarta: Gema Insan Press.

Khoiruddin Nasution, Fazlur Rahman Tentang Wanita, cet. Ke-1,Yogyakarta: TAZAFFA dan ACADEMIA,2002.

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Tranformasi Sosial, Yogyakarta: INSIST Press,2008.Iim Fatimah, Ihdad Wanita Karir dalam Prespektif Hukum Islam, Skripsi S I UIN Sunan Kalijaga, 2003Alex Iskandar, Ihdad Wanita Karir, Studi Pandangan Imam Syafii dan Imam Abu Hanifah, Skripsi S I uin sunan kalijaga, 2007Chusnul Huda, Wanita Karir (Studi Komparasi M.Quraish Sihab dan Paku Buwono IX) , Skripsi S I UIN Sunan Kalijaga, 2008Sirajuddin, Konsep Perkawinan Milk Al-Ibahah (Studi atas pemikiran K.H. Husein Muhammad), skripsi S I UIN Sunan Kalijaga, 2007Masjidah, Kedudukan Imam Wanita bagi Shalat Jamaah Pria Prespektif K.H. Husein Muhammad dan Prof. DR. Saad Abdul Wahid, Skripsi S I UIN Sunan Kalijaga, (2007).hlm.23.Departemen Agama, Alquran dan terjemahannya, An-Nahl (16) : 97.Elizahabet M. King Dkk, Pembangunan Brespektif Gender, terj.T. Marlita, (Jakarta: Dian Rakyat,2005B.M Susanti, Penelitian tentang Wanita: dari pandangan androsentris ke prespektif gender Ekspresi, 1 Januari 2000Muhammad sodik, Keadilan dan Kesetaraan Gender, Modul Pelatihan Gender, PSW UIN Sunan KalijagaAnton Bekker, Metode-metode Filsafat ,Jakarta: Ghalia Indonesia,1986.