Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
PENDAMPINGAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(Studi Kasus Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga “Pelangi Bahagia” Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung)
Disusun Oleh:
WENING INDAH LESTARI NIM 17510038
PROGRAM STUDI PEMBANGUNAN SOSIAL
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2021
SKRIPSI
PENDAMPINGAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(Studi Kasus Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga “Pelangi Bahagia” Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Disusun Oleh:
WENING INDAH LESTARI NIM 17510038
PROGRAM STUDI PEMBANGUNAN SOSIAL
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2021
i
iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Wening Indah Lestari
NIM : 17510038
Program Studi : Pembangunan Sosial
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENDAMPINGAN PEREMPUAN KORBAN
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi Kasus Lembaga Konsultasi Kesejahteraan
Keluarga “Pelangi Bahagia” Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung)” adalah
benar-benar merupakan karya sendiri dan seluruh aumbeber yang dikutip maupun dirujuk adalah
saya nyatakan dengan benar.
Yogyakarta, 26 Januari 2021
Yang menyatakan
Wening Indah Lestari
NIM 17510038
iv
MOTO
“I had bad worst past, so someday I will create the best future”
(Wening Indah Lestari)
“Why do we Fall, So we Can learn to pick Ourselves up”
(Alferd,Batman Begins)
“Education is the key to unlocking the world, a passport to freedom”
(Oprah Winfrey)
“Education’s purpose is to replace an empty mind with an open one”
(Malcolm Forbes)
“Kita tidak akan bisa menaklukkan dunia, tidak akan bisa meraih prestasi-prestasi besar, jika kita
belum mampu menaklukkan rasa takut kita sendiri. Takut akan gagal, takut akan ketidakpastian, takut
akan rasa malu.”
(NN)
“Many of life’s failures are people who did not realize how close they were to success when they gave
up”
(Thomas Edison)
“Work hard in silence, let success be your noise”
(Frank Ocean)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Segala puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmatNya. Akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan target. Skripsi ini saya
persembahkan kepada orang-orang yang selalu menyemangati dan memberikan dukungan kepada saya
dalam menyelesaikan pendidikan saya.
1. Orang tua saya Bapak Samsuri dan Ibu Maryati yang telah mendukung saya dalam segala hal, baik
secara moral, materi, doa. Orang tua saya yang selalu berjuang demi kebahagiaan saya.
Terimakasih bapak dan ibu saya bangga menjadi anak-mu.
2. Ibu Oktarina Albizzia, M.Si. yang memberikan saya kesempatan menjadi mahasiswa tambahan
dalam kuota bidikmisi pada tahun 2017 lalu dimana saya hamper saja gap-year pada saat itu.
3. Dosen pembimbing saya Ibu Ratna Sesotya Wedadjati, S.Psi., M.Si., Psi. yang telah banyak
membantu dan memberikan semangat serta support dalam membimbing saya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Ibu MC. Chandra Rusmala Debyorini, M.Si yang sangat membatu perihal perizinan karena pada 12
Oktober 2020 lalu saya sudah Booking Ticet ternyata surat izin sudah belum diterbitkan.
5. Seluruh pengurus dan staff LK3 “Pelangi Bahagia” Kabupaten Belitung Ibu Fahriani, S.H, Pak
Khamim, dan Kak Retno yang telah membantu dalam proses pencarian data skunder dan primer
dalam skripsi yang saya tulis.
6. Informan dalam penulisan skripsi saya para perempuan-perempuan hebat yang telah berani
mengambil keputusan baik dan bersuara atas apa yang telah dialami saat ini AZ, CT, AS, HN, DS,
LI, dan MI. Dengan ini semoga kisah yang ditulis dalam skripsi ini bisa memotivasi banyak
perempuan untuk berani mengambil keputusan atas hidupnya.
7. Direktur perusahaan Fiktif PT. Masa Depan Cerah, Wisnu Maulana Yusuf yang telah banyak
membantu meluangkan waktu, tenaga, pikiran, jiwa dan raga dalam penulisan skripsi
vi
8. Terimakasih untuk sahabat jannah-ku Fadillah Eka Saputri, Irna Dwi Andini, Rina Ardianti, dan
Titik Tias Nurhayati yang selalu mengajak aku story telling dan sharing tentang berita terkini.
Semoga kelak kita menjadi orang yang sukses di pasar saham hingga menggeser 9 Naga.
9. Sahabat saya dikampung halaman Pulau Belitung yang menjadi support system dan moodboster
selama magang dan penelitian Elvina Saudur Sinaga, Githa Safitri, Jennifer, Yara Karira Gunawan.
10. Teman berkemah Indotang, M. Fazar F. A dan Sabariah. Serta rekan-rekan alumni Dewan Kerja
Cabang Belitung Eka Sri Rahayu, Jaka Lesmana, dan Nurul Aida
11. Adik-adik saya Oky Wardahana dan Juwita Puji Rahayu yang sangat-sangat merepotkan selama
penelitian.
12. Seluruh dosen Ilmu Pembangunan Sosial terimakasih atas ilmu yang telah di berikan selama masa
perkuliahan
13. Almamaterku STPMD “APMD” YOGYAKARTA yang sudah memberikan kesempatan untuk
saya menuntut ilmu
14. Serta semua yang tekait dalam penyelesaian skripsi ini dan yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur patut kita panajatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kasih-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan baik. Penyusun skripsi ini
merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan strata 1 (S1) di Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa, STPMD “APMD” Yogyakarta. Adapun judul skripsi penelitian ini
yaitu :
PENDAMPINGAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(KDRT) (Studi Kasus Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga “Pelangi Bahagia” Kabupaten
Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung).
Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun
tidak langsung. Karena itu pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan ucapan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Sutoro Eko Yunanto Selaku ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa,
STPMD “APMD” Yogyakarta. Yang telah member izin peneliti kepada penyusun.
2. Bapak Dra. Oktarian Albizzia, M.Si. Selaku Ketua Prodi Ilmu Sosiatri STPMD “APMD”
3. Ibu Ratna Sesotya W. S.Psi., M.Si. Psi Sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak
membantu penyusun dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Ilmu Sosiatri Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa, STPMD “APMD”
Yogyakarta.
5. Ketua Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang telah memberikan izin
Penelitian.
6. Kepala Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) “Pelangi Bahagia” Kabupaten
Belitung serta seluruh guru dan karyawan yang telah membantu dan member izin selama
pelaksanaan penelitian.
7. Seluruh pihak yang membantu dan mendukung dalam penelitian ini yang tidak bisa peneliti
sebutkan satu persatu.
viii
Akhirnya, semoga Karya Ilmiah (Skripsi) ini bisa memberikan manfaat, pengetahuan, dan
wawasan bagi para intelektual kampus yang selalu haus akan ilmu pengetahuan dan juga semoga
berguna bagi Kampus tercinta STPMD “APMD” Yogyakarta, Masyarakat, Bangsa, dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Yogyakarta, 26 Januari 2021
Wening Indah Lestari
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia angka kekerasan terhadap perempuan tergolong tinggi
terbukti dari tahun ke tahun angka kekerasan terhadap perempuan terus
bertambah, bentuk kekerasan terhadap perempuan terbagi menjadi 4 yaitu
kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomi. Yang terbagi pula dalam 3 sektor
yaitu ranah personal, komunitas, dan negara. Data yang tercatat di Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir angka kekerasan terhadap perempuan meningkat
sangat pesat.
Tabel I.1 Jumlah perempuan korban kekerasan tahun 2019 dalam catahu 2020
54,425
143,586
105,103
119,107
216,156
279,688
293,220
321,752
259,150
348,446
406,178
431471
Jumlah KTP Tahun 2008 - 2019CATAHU 2020
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
2
Diagram di atas menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 12 tahun,
kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792% (hampir 800%) artinya
kekerasan terhadap perempuan diIndonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8
kali lipat. Diagram di atas masih merupakan fenomena gunung es, yang dapat
diartikan bahwa dalam situasi yang sebenarnya, kondisi perempuan Indonesia
jauh mengalami kehidupan yang tidak aman. Tak terkeculi dimasa pandemi
Covid-19 dimana banyak orang yang harus dirumahkan karena fenomena ini.
Dimasa pandemi Covid-19 diberitakan bahwa kekerasan pada
perempuan meningkat. Selama masa pandemi kekerasan pada perempuan naik
sebesar 75 % Angka tersebut merupakan data yang tercatat oleh Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama
Komnas Perempuan.(News.detik.com diakses 22 September 2020)
"Pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) dan
Komnas Perempuan mencatat peningkatan kasus pada perempuan sebesar 75
persen sejak pandemi COVID-19," kata dr Reisa dalam siaran langsung yang
ditayangkan akun YouTube BNPB, Jumat (10/7/2020).
75%
24%
1%
Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Dimasa
Pandemi
Ranah Personal
Ranah Komunitas
Ranah Negara
3
Tabel I.2 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Dimasa
Pandemi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Kemen PPPA) bersama Komnas Perempuan.
Total kasus kekerasan terhadap perempuan selama pandemi sebanyak
14.719 yang dibagi menjadi 3 kategori yaitu ranah personal sebesar 75,4 persen
atau 11.105 kasus, ranah komunitas 24,4 persen atau 3.602 kasus, dan ranah
negara 0,08 persen atau 12 kasus.
Dari data diagram diatas bisa disimpulkan bahwa menunjukkan ranah
yang paling beresiko bagi perempuan, yaitu kekerasan dalam ranah personal,
yaitu diantaranya perkawinan atau dalam rumah tangga (KDRT), dan dalam
hubungan personal (hubungan pribadi/pacaran) yaitu sebesar 75% atau sebesar
11.105 kasus.
Ranah pribadi setiap tahunnya secara konsisten menempati angka
tertinggi kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan selama 5 tahun terakhir
dan tidak sedikit diantaranya mengalami kekerasan seksual.
Saat ini di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung selama masa pandemi
tercatat sampai bulan Juni sebanyak 202 Kasus Kekerasan terhadap perempuan
kasus ini meningkat dibandingkan tahun kemarin berdasarkan data Dinas
Pemberdayaan Perempuan, perlindungan Anak, Kependudukan Pencatatan Sipil
dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Provinsi
Kepulaun Bangka Belitung mencatat pada tahun 2019 total angka kekerasan
terhadap perempuan dan anak sebanyak 162 kasus berikut data jumlah kasus
kekerasan terhadap perempuan dan anak di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung
dalam kurun waktu 2019-2020
4
Data Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
menurut Jenis Kekerasan Di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung
Tahun 2019- Juni 2020
No Jenis Kekerasan
Tahun
2019 2020
1
2
Kekerasan Anak
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
112
50
148
54
Jumlah 162 202
Tabel I.3 Sumber Dinas Pemberdayaan Perempuan, perlindungan Anak,
Kependudukan Pencatatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga
Berencana (DP3ACSKB) Provinsi Kepulaun Bangka Belitung
Dari data tersebut menunjukan adanya kenaikan kasus kekerasan
terhadap perempuan dan anak. Pada kasus KDRT sampai Juni 2020 tercatat
terjadi kenaikan kasus sebanyak 5%. KDRT Menurut UU Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 1 ayat 1:
“Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama terhadap perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga”
Idealnya dalam perkawinannya pasti menginginkan dapat membangun
keluarga yang harmonis, damai, bahagia, karena saling mencintai. Sebuah
keluarga harmonis akan merasakan bahwa rumah merupakan tempat yang paling
aman dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling
menyayangi, melindungi. Rumah tangga yang baik ialah rumah tangga yang
pasangannya saling mengerti dan berbagi tugas sama lain.
5
Namun pada kenyataannya tidak semua rumah tangga dapat berjalan
seperti demikian. Di mana anggota keluarga tidak merasakan keharmonisan
dalam rumah tangga hal tersebut dapat berujung pada tindakan kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT). Tidak bisa dipungkiri bahwa kebanyakan korban KDRT
adalah perempuan. Menurut Arif Gosita yang dikutip oleh Moerti Hadiati
Soeroso (2010: 112), korban adalah:
“Mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan
orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain
yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita”.
Perempuan sangat rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah
tangga. Kurnia Mujarah (2010:113) menjelaskan banyak hal yang dapat
diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya kekerasan kepada perempuan/istri. Di
antara sebab-sebab utamanya adalah masih timpangnya relasi antara laki-laki
dan perempuan yang masih menganggap kaum laki-laki lebih dari kaum
perempuan dalam segala hal, sehingga dengan demikian istri/perempuan hanya
bertugas dalam urusan rumah tangga. Ketergantungan ekonomi istri terhadap
suami juga sebagai salah satu pemicu timbulnya kekerasan tersebut. Sehingga
suami melakukan kekerasan itu dengan maksud agar istri tidak lagi menolak
kehendak suami, juga untuk menunjukan maskulinitas. Pandangan serupa
dikemukakan oleh William P College seperti dikutip Kersti Yllo yang
menegaskan bahwa penindasan tersebut juga disebabkan oleh pandangan
subordinatif yang didukung oleh dinamika sosial politik yang berakar pada
tataran hierarkis, submissive dan mengesahkan kekerasan sebagai mekanisme
kontrol.
6
Korban yang mengalami kekerasan banyak yang pasif karena sampai
sekarang perspektif masyarakat terhadap KDRT masih dianggap sebagai aib
keluarga, sehingga banyak korban yang justru tidak melapor, oleh sebab itu
dalam permasalahan ini korban butuh pendamping untuk membantu
menyelesaikan masalahnya. Namun adanya kenaikan korban membuktikan
bahwa kesadaran masyarakat untuk melaporkan KDRT juga meningkat. Hal
tersebut mengacu kepada tingkat kepercayaan korban terhadap pendampingan
yang akan diberikan untuk menyelesaikan masalah mereka. Di kabupaten
Belitung terdapat lembaga yang memberikan pendampingan terhadap korban
KDRT yaitu Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga “Pelangi Bahagia”
Kabupaten Belitung (LK3 “Pelangi Bahagia”).
LK3 ini merupakan lembaga di bawah naungan Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan Anak dan Sosial Kabupaten Belitung (DPPPAS).
Pembentukan LK3 bertujuan untuk memberikan pendampingan, perlindungan,
penanganan dan pemenuhan hak perempuan dan anak korban kekerasan. LK3
Kabupaten Belitung merupakan lembaga yang mengupayakan kebutuhan korban
KDRT pelayanan yang mengupayakan kebutuhan korban seperti meningkatkan
kesehatan, Pendidikan dan ekonomi, serta mengatasi tindak kekrasan terhadap
korban, kemudian meningkatkan kondisi dan posisi perempuan dalam
masyarakat. LK3 juga menjadi pusat bermacam-macam data informasi
mengenai situasi dan kondisi perempuan korban tindakan kekerasan.
LK3 menjadi salah satu tempat pendampingan bagi korban kekerasan
yang mempunyai fasilitas pelayanan pengaduan masyarakat baik itu fisik
7
ataupun non fisik yang terdiri dari rujukan, kosultasi, informasi dan kegiatan
yang meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup perempuan.
Sejak sering terjadi fenomena kekerasan terhadap perempuan maka
terbentuklah Lembaga-lembaga yang peduli dengan perempuan dan anak,
lembaga LK3 di provinsi atau kabuaten/kota diharapkan dapat membantu
perempuan korban kekerasan dilingkungan masyarakat.
Melihat betapa pentingnya lembaga LK3 yang membantu dalam proses
pendampingan korban kekerasan oleh sebab itu, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pendampingan perempuan korban tindak
kekerasan dalam rumah tangga di LK3 Kabupaten Belitung, dengan
diadakannya pendampingan perempuan korban kekerasan ini sangat diharapkan
kepercayaan diri korban dapat muncul kembali. Namun dalam pelaksanaan
tentunya terdapat proses berbeda dalam mendampingi korban kekerasan dalam
rumah tangga. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses dan
strategi LK3 dalam melakukan pendampingan bagi perempuan korban kekerasan
dalam rumah tangga agar mendapatkan perlindungan dan keadilan. Dengan
demikian judul penelitian ini adalah “Pendampingan Perempuan Korban Tindak
Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Lembaga Konsultasi Kesejahteraan
Keluarga “Pelangi Bahagia” Kabupaten Belitung (LK3 “Pelangi Bahagia”).
8
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pendampingan perempuan korban tindak kekerasan dalam
rumah tangga di LK3 Pelangi Bahagia Kab. Belitung?
2. Apa saja hambatan selama proses pendampingan LK3 Pelangi Bahagia Kab.
Belitung?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1) Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang dirumuskan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
a. Menggambarkan proses pendampingan perempuan korban kekerasan
dalam rumah tangga di LK3 Pelangi Bahagia Kabupaten Belitung
b. Mengutarakan faktor penghambat dalam pelaksaan proses
pendampingan dalam menangani wanita korban kekerasan dalam rumah
tangga di LK3 Pelangi Bahagia Kabupaten Belitung
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tentang proses LK3 Pelangi Bahagia Kabupaten Belitung
dalam upaya pendampingan perempuan korban tindak kekerasan dalam
rumah tangga.
b. Untuk mengetahui tentang apa saja hambatan yang di alami LK3 Pelangi
Bahagia Kabupaten Belitung dalam melakukan pendampingan.
9
2) Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian Penelitian ini disusun dengan harapan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan memberikan
sumbangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan bidang ilmu
Pembangunan Sosial khususnya Konsentrasi Pekerja Sosial.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan memberi referensi tentang kegiatan yang
dilakukan oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga “Pelangi
Bahagia” Kabupaten Belitung
b. Informasi yang tersebar tentang Lembaga Konsultasi Kesejahteraan
Keluarga “Pelangi Bahagia” Kabupaten Belitung diharapkan dapat
membantu perempuan dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan untuk
mencari perlindungan dan keadilan.
D. Kerangka Teori
1. Pendampingan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Istilah pendampingan berasal dari
kata “damping” yang berarti “dekat” atau “menemani”, “menyertai” dan “bersama-
sama”. Menurut Milton Mayeraff (1993:15) “pendampingan” adalah menolong orang
lain bertambah mengaktualisasikan diri atau proses perkembangan hubungan antara
10
seseorang dengan orang lain. Sedangkan Pendampingan menurut Direktorat Bantuan
Sosial (2007:4) adalah suatu proses pemberian kemudahan yang diberikan
pendamping kepada klien dalam mengidentifikasi kebutuhan dan memecahkan
masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses pengambilan kepuutusan,
sehinggan kemandirian dapat diwujudkan.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian pendampingan
adalah usaha yang dilakukan seseorang kepada individu atau kelompok, supaya
seorang individu atau komunitas yang didampingi dapat tumbuh dan berkembang
serta dapat mengaktualisasikan dirinya secara utuh tanpa tergantung kepada orang
lain. Tujuan dari adanya sebuah pendampingan adalah memberdayakan atau
menguatkan kemampuan, potensi, sumber daya agar mampu membela dirinya sendiri
dan mampu menentang ketidak adilan dalam dirinya.
a. Proses Pendampingan
Menurut S. Hadayaningrat proses adalah serangakaian tahap kegiatan mulai
dari menentukan sasaran sampai tercapainya tujuan (2007). Definisi lain dari proses
adalah serangkaian kegiatan yang saling terkait atau berinteraksi yang mengubah
input menjadi output. Dari kedua pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Proses
adalah serangkaian langkah sistematis, atau tahapan untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Jika dikaikan dalam proses pendampingn maka proses merupakan
tahapan-tahapan yang dilakukan pendamping kepada klien (korban KDRT) untuk
membantu mencapai tujuan.
Keberhasilan pendampingan tidak dapat dipisahkan dari kemampuan maupun
ketrampilan yang dimiliki oleh pendamping. Keteraturan dalam melaksanakan tahapan
11
pendampingan menjadi kunci keberhasilan. Istianana Hermawati (2001:12-13) dalam
bukunya menyebutkan terdapat 5 tahap proses intervensi pekerjaan sosial antara lain :
1) Engagement, Intake and Contract, merupakan tahap awal atau tahap perkenalan
pekerja sosial dengan klien. Keterlibatan pekerja sosial di dalam situasi,
menciptakan komunikasi dan merumuskan hipotesa-hipotesa pendahuluan
mengenai permasalahan. Dalam tahap ini dillakukan kontrak dengan klien, yang
berisi berapa lama proses assesmen dan intervensi akan disepakati.
2) Asesmen, merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Pekerja Sosial, Psikolog dan
petugas lainnya dalam rangka mengungkap, menelaah,memahami, menganalisis
dan menilai masalah klien. Hasilnya sebagai bahan pertimbangan untuk
menempatkan klien dalam program yang tersedia. Pekerja sosial melaksanakan
assesmen terhadap aspek kebutuhan, kapasitas dan dukungan biopsikososial klien.
3) Perencanaan intervensi, merupakan perubahan dari pendefinisian masalah kepada
solusi masalah. Kegiatan ini dilakukan setelah mempelajari dan memahami hasil
asesmen, dilanjutkan membuat telaahan dan merencanakan pelayanan yang tepat
sesuai dengan kebutuhan klien. Dalam hal ini pekerja sosial melaksanakan
perencanaan dengan tindakan dan tujuan yang kongkrit serta koordinasi layanan.
4) Pelaksanaan pelayanan intervensi, kegiatan ini dilakukan sesuai dengan hasil
asesmen klien. Dalam pelaksanaannya klien harus bisa mandiri, apabila klien
belum bisa mandiri maka pekerja sosial akan membantunya.
5) Terminasi, merupakan pemutusan hubungan pekerja sosial dengan klien sesuai
kontrak yang telah disepakati bersama. Apabila tujuan-tujuan tidak dapat atau
belum tercapai, maka pekerja sosial dan klien menentukan kembali ke proses awal
12
atau mengakhiri. sehingga timbul kesadaran akan harga diri serta tanggung sosial
secara mantap.
b. Bentuk bentuk pendampingan
Kegiatan pendampingan satu dengan yang lainnya dilakukan secara
terintegrasi yaitu saling terkait sesuai dengan tingkat permasalahannya. Bentuk-
bentuk pendampingan menurut Departemen Sosial (2002:19) terdiri dari :
a. Fisik dan kesehatan, kegiatan ini dilaksanakan untuk menjaga dan memulihkan
kesehatan. Kegiatan tersebut berupa senam SKJ, Olahraga Permainan,
Konsultasi Kesehatan secara Individu dan kelompok.
b. Pendampingan mental dan spiritual mencakup keimanan dan ketakwaan,
kedisiplinan dan kebersihan lingkungan, serta pembentukan sikap seperti jujur,
sopan, ramah dan pendidikan karakter.
c. Pelatihan keterampilan, yang berisi : pelatihan keterampilan diberikan sesuai
dengan kemampuan wanita binaan, seperti pemberian pengetahuan tentang
keterampilan terkait, praktik ketrampilan, praktek kerja lapangan,
kewirausahaan.
c. Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan kegiatan
pendampingan.
Keberhasilan seorang pendamping di pengaruhi oleh faktor pendukung dan
faktor penghambat, faktor tersebut ada yang berasal dari dalam individu
(internal) ada juga yang berasal dari luar individu itu sendiri (eksternal).
1) faktor internal yang memperngaruhi pendukung dan penghambat
pendampingan ialah kondisi jasmaniah dan rohaniah seseorang dalam
13
melakukan kegiatan, termasuk dalam pengertian ini adalah potensi-potensi
(kemampuan terpendam) yang ada di dalam diri seseorang yang termasuk ke
dalam faktor intern nya adalah kecerdasan anatara lain bakat, minat,
perhatian, keadaan mental dan keadaan fisik
2) Faktor yang berasal dari luar individu mencakup :
a. Bahan atau materi yang dipelajari
b. Situasi atau kondisi lingkungan fisik
c. Situasi atau kondisi lingkungan sosial
d. Sistem pengajaran
Hal-hal tersebut sangat berpengaruh dalam faktor faktor pendukung dan
penghambat keberhasilan sebuah kegiatan pendampingan, jika faktor- faktor
pendukung terpenuhi maka akan tercapanya sebuah keberhasilan, begitupun
sebaliknya jika faktor-faktor tersebut banyak yang tidak terpenuhi maka akan terjadi
sebuah kegagalan dan menjadi faktor penghambat sebuah proses penampingan.
d. Peran Pendamping
Berikut peran pendamping menurut Direktorat Bantuan dan Jaminan Sosial
(2007:8)
1) Fasilitator, yaitu peranan untuk membantu korban tindak kekerasan sehingga
korban dapat berkembang dan memperoleh akses terhadap berbagai sumber yang
dapat mempercepat keberhasilan usahanya.
2) Perantara, yaitu peranan sebagai media yang dapat menghubungkan antara korban
dengan sistem sumber sehingga korban memperoleh akses yang baik akses terhadap
sumber-sumber tersebut.
14
3) Pendidik, yaitu peranan sebagai pembimbin yang peningkatan kemampuan dan
keterampilan korban dalam rangka pengembangan usaha yang dilakukan dan dalam
rangka mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapinya.
4) Motivator, Pendamping berperan memberikan dorongan semangat ke pada Korban
KDRT untuk bersikap positif, sehingga dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya
e. Tugas dan Tanggung Jawab Pendamping
Adapun tugas dan tanggung jawab pendamping adalah :
1) Memberikan pelayanan pendampingan kepada korban tindak kekerasan.
2) Memfasilitasi pelayanan yang ditujukan bagi korban tindak kekerasan.
3) Menghubungkan korban tindak kekerasan dengan sistem sumber yang ada dalam
masyarakat.
4) Mendidik dan melatih para korban tindak kekerasan.
5) Membantu korban tindak kekerasan
6) Menjalankan tugas sesuai dengan perananan.
2. Perempuan
Pengertian perempuan secara etimologis berasal dari kata empu yang berarti
“tuan”, yaitu orang yang mahir atau berkuasa, kepala, hulu, yang paling besar.
Namun menurut Zaitunah Subhan (2004:19) kata perempuan berasal dari kata empu
yang artinya dihargai. Lebih lanjut Zaitunah menjelaskan pergeseran istilah dari
perempuan ke wanita. Menurut Umar Nasarudin (1999:37) mengatakan bahwa
perempuan Merupakan makhluk lemah lembut dan penuh kasih sayang karena
15
perasaannya Yang halus. Secara umum sifat perempuan yaitu keindahan,
kelembutan serta Rendah hati dan memelihara. Perempuan memiliki organ
reproduksi yang baik akan memiliki kemampuan untuk mengandung, melahirkan
dan menyusui.
Sedangkan gambaran tentang perempuan menurut pandangan yang didasarkan
pada kajian medis, psikologis dan sosial, terbagi atas dua faktor, yaitu faktor fisik
dan psikis.Secara biologis dari segi fisik, perempuan dibedakan atas dasar fisik
perempuan yang lebih kecil dari laki-laki, suaranya lebih halus, perkembangan
tubuh perempuan terjadilebih dini, kekuatan perempuan tidak sekuat laki-laki dan
sebagainya. Dari segi psikis, perempuan mempunyai sikap pembawaan yang kalem,
perasaan perempuan lebih cepat menangis dan bahkan pingsan apabila menghadapi
persoalan berat (Muthahari, 1995:110). Menurut Kartini Kartono (1989:4),
perbedaan fisiologis yang dialami sejak lahir pada umumnya kemudian diperkuat
oleh struktur kebudayaan yang ada, khususnya oleh adat istiadat, sistem sosial-
ekonomi serta pengaruh pendidikan.
Kalangan feminis dalam konsep gendernya Mengatakan, bahwa perbedaan
suatu sifat yang melekat baik pada kaum laki-laki Maupun perempuan hanya
sebagai bentuk stereotipe gender. Misalnya, perempuan Itu dikenal lemah lembut,
kasih sayang, anggun, cantik, sopan, emosional, Keibuan, dan perlu perlindungan.
Sementara laki-laki dianggap kuat, keras, rasional, jantan, perkasa, dan melindungi.
Padahal sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang dapat dipertukarkan. Berangkat
dari asumsi inilah kemudian muncul Berbagai ketimpangan diantara laki-laki dan
perempuan.
16
Dari berbagai pendapat diatas bisa dilihat Keyakinan bahwa secara kodrat
perempuan itu lemah lembut dan posisinya berada di bawah laki-laki yakni hanya
melayani dan menjadikan perempuan sebagai properti (barang) milik laki-laki yang
berhak untuk diperlakukan semena-mena termasuk dengan cara kekerasan. Peluang
perempuan menjadi pelaku kekerasan lebih sebagai upaya untuk mempertahankan
diri atau membalas kekerasan yang dialami sesuai pendapat Straus & Gelles
(2003:215), while men and women alike employ violence to express anger, release
tension, or force communication, women tend to use violence for self-defense,
escape, and retaliation.
A. Psikologi Perkembangan Perempuan
Psikologi perkembangan menurut Ross Vasta (1992) merupakan ‘cabang
psikologi yag memepelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang
proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati. Menurut
Hurlock, masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira – kira
umur 40 tahun
Saat perubahan – perubahan fisik dan psikologis yang menyertai
berkurangnya kemampuan reproduktif. Pembagian usia tidak mutlak dan ketat.
Pembagian ini hanya menunjukkan umur rata – rata pria dan wanita. Pria dan
wanita mulai menunjukkan perubahan dalam penampilan, minat, sikap, dan
perilaku yang terkena tekanan – tekanan lingkungan tertentu dalam kebudayaan
akan menimbulkan masalah – masalah penyesuaian diri yang harus dihadapi
orang dewasa. Proses Adaptasi Perkembangan Psikologis Wanita Dewasa :
17
1. Adolensensi (Usia 17-19 tahun)
Pada masa adolensi remaja mulai menenemukan nilai-nilai hidup baru,
sehingga semakin jelaslah pemahaman tentan keadaan diri sendiri. Ia mulai
bersikap kritis terhadap kritis terhadap obyek-obyek di luar dirinya dan ia
mampu mengambil sintese antara dunia luar dan dunia internal.
Secara obyektif dan aktif ia melibatkan diri dengan kegiatan dunia luar,
sambil mencoba “mendidik” dirinya sendiri. Pada fase perkembangan ini
dibangun dasar-dasar yang definitif (esensial, menentukan) bagi pembentukan
kepribadiannya.
Pada usia ini yang sangat dibutuhkan oleh remaja ialah adanya pendidikan
dari orang tua yang berkepribadian sederhana serta jujur, yang tidak terlampau
banyak menuntut kepada anak didiknya dan membiarkannya tumbuh serta
berkembang sesuai dengan irama perkembangan dan kodratnya sendiri. Yang
penting saat ini ialah membiarkan remaja (anak gadis) :
a) Menghayati pengalaman-pengalaman itu sendiri
b) Remaja mampu menemukan arti dan nilai-nilai tertentu untuk menetapkan sikap
dan tujuan hidup sendiri.
c) Narsistik pada adolensensi sifatnya seringkali “banyak menuntut”. Narsistik
juga anak gadis sangat sensitif terhadap kekecewaan-kekecewaan, dan mudah
menggugah harga diri berlebihan yang pada umumnya kurang/tidak tahan
terhadap kritik-kritik betapapun kecilnya, khususnya kritik yang dilancarkan
oleh orang tua dan saudara-saudaranya.
18
d) Observasi Intensif ke dalam diri sendiri, yang juga menjadi ciri khas pada masa
adolensensi pada umumnya lebih kuat dan lebih lama berlangsung pada anak
gadis dari pada anak laki-laki. Oleh karena itu kegiatan untuk selalu sibuk
dengan diri sendiri secara intensif itu akan berlangsung terus menerus sepanjang
kehidupan wanita. Faktor ini pulalah yang menjadi sebab dan timbulnya dua ciri
khas wanita yaitu:
e) Intuisi yang halus dan tajam
f) Subjektifitas yang lebih besar dalam memasak dan menilai semua proses hidup.
2. Dewasa Awal (20-40 Tahun)
Pengertian kedewasaan dalam kata kerja latin disebut dengan Istilah adult
atau “adolescene” yang berarti tumbuh menjadi Kedewasaan. Akan tetapi kata adult
berasal dari bentuk lampau Partisipel dari kata kerja adultus yang berarti telah
tumbuh menjadi Kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.
Dewasa dalam bahasa Belanda (2011:290) adalah “Volwassen” yang artinya Vol
Berarti penuh dan Wassen berarti tumbuh, sehingga “volwassen” Berarti sudah
tumbuh dengan penuh atau selesai tumbu . Oleh karena Itu, orang dewasa adalah
individu yang telah menyelesaikan Pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan
dalam masyarakat Bersama dengan orang dewasa lainnya.
Dewasa awal adalah rentang usia 20-40 tahun dimana tahap Perkembangan
seseorang sedang berada pada puncaknya. Dengan Kondisi fisik dan intelektual
yang baik. Peningkatan yang terjadi pada Masa dewasa ini akan dimanifestasikan
melalui berbagai macam hal, Seperti sosialisasi yang luas, penelitian karir, semangat
19
hidup yang Tinggi, perencanaan yang jauh kedepan, dan sebagainya. Berbagai
Keputusan yang penting yang berkaitan dengan kesehatan, karir, dan Hubungan
antar pribadi juga akan dialami pada masa dewasa awal.
Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa
dewasa awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan ke masa
mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan
tentang masa depan sudah lebih realistis. Ini juga terjadi pada perkembangan
psikologi wanita dewasa.
Dari segi fisik, masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan
fisik. Perkembangan fisik sesudah masa ini akan mengalami degradasi sedikit-demi
sedikit, mengikuti umur seseorang menjadi lebih tua. Segi emosional, pada masa
dewasa awal adalah masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar yang
didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Sehingga, ada steriotipe yang mengatakan
bahwa masa remaja dan masa dewasa awal adalah masa dimana lebih
mengutamakan kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam menyelesaikan suatu
masalah. Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan
sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan egosentris
menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang
peranan penting. Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri Terhadap
pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru.Masa dewasa adalah
kelanjutan dari masa remaja, sehingga ciri-ciri Masa dewasa awal tidak jauh berbeda
dari masa remaja. Ciri-ciri masa Dewasa awal menurut Hurlock (1986) sebagai
berikut :
20
a) Masa dewasa sebagai masa pengaturan
Pada generasi terdahulu mereka memandang bahwa jika anak Laki-laki dan
wanita mencapai usia dewasa secara syah, maka hari-Hari kebebasan telah berakhir
dan saatnya untuk menerima Tanggung jawab sebagai orang dewasa. Seorang pria
muda mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan menjadi kariernya, Sedangkan
wanita muda mulai menerima tanggung jawab sebagai Ibu dan pengurus rumah
tangga
b) Masa dewasa sebagi usia reproduktif
Masa dewasa awal adalah masa usia reproduktif. Masa ini Ditandai dengan
membentuk rumah tangga. Pada masa ini Khususnya wanita, sebelum usia 30 tahun,
merupakan masa Reproduksi, dimana seorang wanita siap menerima tanggung jawab
Sebagai seorang ibu. Pada masa ini alat-alat reproduksi manusia Telah mencapai
kematangannya dan sudah siap untuk melakukan Reproduksi.
c) Masa dewasa sebagi masa bermasalah
Pada masa dewasa rata-rata individu disibukkan dengan Masalah-masalah
yang berhubungan dengan penyesuaian diri Dalam berbagai aspek utama kehidupan
orang dewasa. Dalam Tahun-tahun sejak usia hukum sampai usia tiga puluh tahun,
Kebanyakan laki-laki dan wanita berupaya menyesuaikan diri Dalam kehidupan
perkawinan, peran sebagai orang tua, dan karir Mereka. Dalam dasawarsa 30-40
tahun penyesuaian diri lebih Dipusatkan pada hubungan dalam keluarga, karena
umumnya pada Usia ini orang menyadari bahwa sulit untuk memilih pekerjaan lain
Atau mencoba-coba mengembangkan suatu kemampuan baru.
21
d) Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja
Dalam jurnal ”Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja”
oleh Ika Sari Dewi pada tahun 2006, adanya ketakutan menghadapi krisis pernikahan
dan berujung perceraian merupakan hal atau kondisi yang membuat wanita bekerja
ragu tentang kesiapan menikah mereka. DitambahDitambah lagi maraknya
perceraian yang dipublikasikan di media massa saat ini sehingga dianggap menjadi
menjadi fenomena biasa. Salah satu penyebab wanita yang bekerja memutuskan
untuk menunda pernikahan adalah keraguan dapat berbagi secara mental dan
emosional dengan pasangannya.
Ketidak siapan menikah yang dimiliki wanita bekerja termanifestasi dengan
adanya ketakutan menghadapi krisis perkawinan serta ragu tentang kemampuan
mereka berbagi secar mosional dengan pasangannya kelak. Selain kesiapan psikis
juga ketidak siapan fisik. IndividuIndividu yang merasa memiliki kondisi kesehatan
yang tidak prima (sakit, misal Diabetes Militus) cenderung ragu melangkah menuju
jenjang pernikahan. Inilah yang umum terjadi pada perkembangan psikologi wanita
dewasa. UntukUntuk mengetahui apakah seseorang siap menikah atau tidak, ada
beberapa kriteria yang perlu diperhatikan:
1) Memiliki kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri.
2) Memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak.
3) Bersedia dan mampu menjadi pasangan menjadi pasangan dalam hubungan
seksual.
4) Bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim.
5) Memiliki kelembutan dan kasih sayang kepada orang lain.
22
6) Sensitif terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain.
7) Dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran, perasaan dan harapan.
8) Bersedia berbagi rencana dengan orang lain.
9) Bersedia menerima keterbatasan orang lain.
10) Memiliki kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah-masalah yang
berhubungan dengan ekonomi.
11) Bersedia menjadi suami isteri yang bertanggung jawab.
12) Individu yang memiliki kematangan emosi akan memiliki kesiapan menikah
yang lebih baik, artinya mereka mampu mengatasi perubahan-perubahan dan
beradaptasi setelah memasuki pernikahan.
e) Kemandirian Dewasa Awal
Adapun dalam jurnal yang berjudul “Kemandirian Mahasiswi UIN Suska
Ditinjau dari Kesadaran Gender” Oleh Hirmaningsih, S.Psi. ini, membuktikan
bahwa bahwa perbedaan perlakuan yang diterima anak laki-laki dan perempuan sejak
lahir akan mempengaruhi tingkat kemandirian. Semakin tinggi kesadaran gender
maka semakin tinggi kemandirian manusia tersebut.
Dengan makin tingginya kesadaran gender yang dimiliki seorang pria tentang
konsep mandiri dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki kesadaran gender
atau memiliki kesadaran gender yang rendah. Wanita yang memiliki kemandirian
tinggi akan lebih mudah menghadapi kehidupan, tantangan yang dihadapinya, serta
menjalin hubungan yang mantap dalam kehidupan sosialnya.
Dari pandangan psikologi terhadap perkembangan wanita dapat menjadi
salah satu acuan bahwa kebanyakan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah
23
pasangan yang tidak siap secara fisik, mental, biologi, dan ekonomi dalam
membangun rumah tangga. Dengan sifat lemah lembutnya perempuan dalam hal ini
yang membuat perempuan rawan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam penelitian ini perempuan yang menjadi obyek penelitian adalah perempuan
yang sudah menikah dalam rentan usia 18-40 Tahun yang mengalami kekerasan
dalam rumah tangga. Usia tersebut dipilih untuk membandingkan diusia mana yang
cenderung banyak korban mengalami KDRT
3. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), yang dimaksud dengan
kekerasan dalam rumah tangga adalah:
“Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.
Yang termasuk lingkup keluarga menurut UU No 23 tahun 2004 adalah:
a) suami, istri, dan anak;
b) orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, istri, dan anak,
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang
menetap dalam rumah tangga
c) orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut.
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia KDRT adalah
setiap tindakan yang mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan-penderitaan pada
24
perempuan secara psikologis, fisik, dan seksual termasuk ancaman tindakan tertentu,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi
di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi.
Dari beberapa pengertian di atas maka yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh anggota keluarga
terhadap anggota keluarga yang lain sehingga menimbulkan penderitaan atau
kesengsaraan baik secara fisik maupun nonfisik.
a. Bentuk – Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Komite Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan General Recommendation CEDAW Committee (1992:12) menjelaskan
bahwa kekerasan berbasis gender yang dimaksud adalah berbagai bentuk kekerasan
baik kekerasan fisik, psikis, dan seksual yang terjadi yang berakar pada perbedaan
berbasis gender dan jenis kelamin yang sangat kuat di dalam masyarakat.
Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan Menurut Undang-Undang No. 23
Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan ke
dalam 4 (empat) meliputi kekerasan fisik (Pasal 6), kekerasan psikis (Pasal 7),
kekerasan seksual (Pasal 8), dan penelantaran rumah tangga (Pasal 9) :
1) Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain
adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak),
menendang, menyulut dengan rokok, menyetrika, memukul/melukai dengan
25
senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur,
muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya. KDRT jenis ini biasanya terjadi
dikarenakan pelaku tidak bisa menahan emosi pada saat terjadi perselisihan.
2) Kekerasan Psikologis / Emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku
kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,
komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir
istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana
memaksakan kehendak. Kekerasan jenis ini terkadang belum disadari bahwa hal
ini adalah termasuk dalam KDRT. KDRT jenis ini juga akan berdampak negatif
terhadap perkembangan bayi, apabila korban sedang mengandung karena
tekanan-tekanan yang diderita.
3) Kekerasan Seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual
sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
4) Kekerasan Ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada
orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah
26
istri, bahkan menghabiskan uang istri. Nafkah merupakan suatu kewajiban
suami terhadap istri, sedangkan seorang istri yang bekerja sifatnya hanya
membantu.
b. Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dapat disebabkan oleh banyak hal.
Ihromi (1999) menyebutkan ada beberapa faktor penyebab yang dapat menjadi
pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, antara lain :
1. Komunikasi.
Dalam menjalani rumah tangga dan keluarga, diperlukan proses komunikasi
yang efektif, dengan tujuan menciptakan hubungan yang lebih terbuka di antara
para anggota keluarga, sehingga mampu menyampaikan keluhan-keluhannya.
Jika komunikasi dalam keluarga tidak dapat terjalin dengan baik, maka akan
menstimulus munculnya konflik yang berujung pada kekerasan. Aspek ini juga
dapat mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam bentuk psikologis pada
penyintas, dikarenakan ketidakmampuannya untuk menyampaikan hal-hal yang
dirasakan.
2. Perselingkuhan / Penyelewengan.
Rumah tangga yang dilingkupi hubungan ketiga dalam hubungan suami istri
akan menimbulkan masalah yang sangat besar, bahkan akan mengakibatkan
perceraian. Hal tersebut dapat dicontohkan jika seorang suami memiliki
selingkuhan, di saat sedang berkencan tiba-tiba tertangkap basah oleh sang istri.
Saat berada di rumah, istri menanyakan kebenaran hal tersebut, namun suami
27
tidak mau mengakui dan tidak terima hingga akhirnya terjadi pertengkaran yang
berujung pada kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami kepada istri.
3. Citra diri rendah dan frustrasi.
Faktor psikologis ini dapat terjadi pada kedua pihak suami dan istri yang
berkontribusi terhadap perlakuan kekerasan. Ketidakmampuan salah satu pihak
akan menjadi sumber stres yang dapat meledak kapan pun dan akan
menstimulus munculnya perilaku kekerasan
4. Perubahan Status Sosial.
Salah satu faktor yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga adalah gaya hidup yang dimiliki oleh masing-masing Gender Equality:
International Journal of Child and Gender Studies Gambaran Bentuk Kekerasan
dalam Rumah Tangga yang dialami Perempuan Penyintas pihak. Gaya hidup ini
yang kemudian mendasari munculnya perilaku yang akan mengarah pada tindak
kekerasan, khususnya yang dialami oleh perempuan.
5. Kekerasan dianggap sebagai sumber penyelesaian masalah.
Budaya kekerasan dalam rumah tangga berkaitan erat dengan masalah
kekerasan yang pernah dialami sejak lahir dan berada pada lingkungan yang
keras dan terus dididik dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan unsure
kekerasan, sehingga ketika menjalin hubungan keluarga, pelaku akan
menerapkan pola yang sama dengan apa yang pernah ia terima dalam
keluarganya. Pelaku menganggap bahwa kekerasan merupakan solusi tercepat
dan tepat untuk menyelesaikan suatu masalah. Kekerasan yang sudah mendarah
daging hingga setiap masalah harus diselesaikan dengan cara kekerasan.
28
c. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Berdasarkan data yang ada di Indonesia bahkan di seluruh dunia, istri
merupakan korban utama dalam kekerasan rumah tangga. Istri sebagai korban
kekerasan berasal dari semua golongan masyarakat yang tidak memandang dari segi
lapisan sosial, golongan pekerjaan, suku, bangsa, budaya, agama maupun rentang
usia tertimpa musibah kekerasan. Kekerasan yang dialami korban mengakibatkan
timbulnya berbagai macam penderitaan. Penderitaan tersebut berupa fisik yaitu
perbuatan yang bisa mengakibatkan rasa sakit, secara ekonomi karena tidak diberi
nafkah, penderitaan psikologis yang bisa mengakibatkan rasa takut, tidak percaya
diri dan sebagainya, sedangkan penderitaan secara seksual seperti pemaksaan
hubungan seksual. Adapun beberapa penderitaan tersebut di antaranya sebagai
berikut:
1) Jatuh sakit akibat stres seperti sakit kepala, asma, sakit perut, dan lain-lain.
2) Menderita kecemasan, depresi dan sakit jiwa yang bisa parah.
3) Berkemungkinan untuk bunuh diri atau membunuh pelaku.
4) Kemampuan menyelesaikan masalah rendah.
5) Kemungkinan keguguran dua kali lebih tinggi bagi korban yang hamil.
6) Bagi yang menyusui, ASI seringkali terhenti akibat tekanan jiwa.
7) Lebih berkemungkinan bertindak kejam terhadap anak karena tak dapat
menguasai diri akibat penderitaan yang berkepanjangan dan tak menemukan
jalan keluar.
29
4. Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut Arif Gosita yang dikutip oleh Moerti Hadiati Soeroso (2010: 112),
korban adalah: “Mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat
tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain
yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita”. Menurut
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 dalam Pasal 1 berbunyi:
“Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam
lingkup rumah tangga”.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban berbunyi:
“Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan kerugian
ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana”.
Dari beberapa definisi mengenai korban yang ada, maka dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan korban adalah seseorang/kelompok yang memperoleh
penderitaan baik fisik, mental, ekonomi karena suatu tindakan kekerasan maupun
ancaman. Korban KDRT yang sering dialami adalah perempuan sebagai istri, hal
tersebut karena ada anggapan bahwa laki-laki memiliki kekuatan yang lebih serta
kedudukan laki-laki sebagai kepala keluarga terkadang membuat laki-laki bebas untuk
melakukan apa saja, jika seorang istri dianggap bersalah. Istri sebagai korban
kekerasaan selama ini masih memiliki kecenderungan untuk diam terhadap perlakukan
suaminya.
a. Hak dan Kewajiban Korban
Sebagai warga negara, korban memiliki hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan. Apalagi dengan dibentuknya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004
30
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, maka hak dan kewajiban
korban semakin dihormati. Adapun hak korban pasal 10 Undang-undang Nomor 23
tahun 2004 adalah sebagai berikut :
1) Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,
lembaga sosial atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan
pemerintah perlindungan dari pengadilan.
2) Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
3) Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.
4) Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan perundangundangan.
5) Pelayanan bimbingan rohani. Jadi, dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2004
tersebut disebutkan bahwa korban memiliki hak baik dalam hal perlindungan,
pelayanan kesehatan, pendampingan serta bimbingan rohani, selain itu korban
berhak melaporkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya baik secara
lansung maupun dengan memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain yang
ditunjuk.
E. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif karena penelitian ini menyajikan, melukiskan atau
menggambarkan data secara deskriptif. Menurut Moleong (2012:6), penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
31
apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah. Dalam penerapannya, peneliti ini tidak
banyak menggunakan angka-angka statistik melainkan hanya menggunakan
uraian dalam bentuk kalimat. Alasan menggunakan metode kualitatif adalah
analisis data dilakukan tanpa berdasarkan perhitungan presentasi rata-rata dan
lain-lainnya dan adanya angka-angka hanya bersifatnya sebagai penunjang,
sedangkan penekananya pada proses kerja terdiri dalam kegiatan sehari-hari
yaitu fokus analisis yang terpaut langsung dengan masalah kehidupan manusia.
2. Ruang Lingkup Penelitian
a. Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah pokok bahasan dari penelitian yang telah diteliti
oleh penulis atau penelitian. Obyek penelitian ini adalah Peran Pendamping
terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga
b. Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan batasan-batasan dan istilah istilah penting
dalam penelitian sehingga arah dan tujuan dari penelitian tidak menyimpang.
Adapun konsep yang dimaksud yaitu :
1. Pendampingan
Pendampingan adalah usaha yang dilakukan seseorang kepada individu atau
kelompok, supaya seorang individu atau komunitas yang didampingi dapat tumbuh
32
dan berkembang serta dapat mengaktualisasikan dirinya secara utuh tanpa
tergantung kepada orang lain.
2. Perempuan
Perempuan merupakan makhluk lemah lembut dan penuh kasih sayang
karena perasaannya yang halus. Perempuan dalam penelitian ini adalah perempuan
yang sudah menikah. Dengan rentan usia 18-60 tahun.
3. KDRT
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan yang
dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga yang lain sehingga
menimbulkan penderitaan atau kesengsaraan baik secara fisik maupun nonfisik.
4. Korban KDRT
Korban KDRT adalah seseorang/kelompok yang memperoleh penderitaan
baik fisik, mental, ekonomi karena suatu tindakan kekerasan maupun ancaman.
c. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam Pendampingan Perempuan Korban Tindak
Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga
“Pelangi Bahagia” Kabupaten Belitung (LK3 “Pelangi Bahagia”) Kabupaten
Belitung yaitu :
1. Proses pendampingan perempuan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
LK3 Kab. Belitung
a. Engagement, Intake and Contract, antara pendamping dan korban
b. Asesmen yang dilakukan oleh pendamping
33
c. Perencanaan intervensi untuk korban Kekerasan dalam rumah tangga
d. Pelaksanaan intervensi untuk korban Kekerasan dalam rumah tangga
e. Terminasi
2. Faktor penghambat dalam pelaksanaan proses pendampingan oleh Pendamping
terhadap korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
3. Subyek Penelitian
Penentuan subyek penelitian dilakukan dengan mengambil sampel
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Peneliti menentukan secara mandiri sampel
yang akan diambil untuk mencari informasi yang terkait dengan penelitian dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Berikut merupakan subyek dalam penelitian
adalah
a. 1 orang penanggung jawab LK3
b. 3 orang Pendamping Korban KDRT
c. 7 orang Korban KDRT
Alasan pemilihan subyek penelitian tersebut didasarkan pada pertimbangan
sebagai pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam pendampingan perempuan
di Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga “Pelangi Bahagia” Kabupaten
Belitung (LK3 “Pelangi Bahagia”) Kabupaten Belitung, serta kebutuhan informasi
penelitian yang terkait sehingga mendapatkan informasi dari berbagai macam pihak
secara maksimal.
34
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data agar menangkap makna secara tepat, cermat, rinci,
dan komperhensif, maka dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1) Observasi
Observasi adalah suatu tenik atau cara mengumpulkan data dengan
mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Metode
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi
partisipasipasif (passiveparticipation), artinya penulis tidak terlibat dan hanya
sebagai pengamat independen (Sugiyono, 2014:227). Meski pun tidak ikut
terlibat dalam kegiatan,dengan observasi nonpartisipan data yang diperolehakan
lebih lengkap dan mengetahui pada tingkat mana dari setiap kegiatan subjek.
Pada penelitian ini, observasi nonpartisipan dilakukan dengan cara
penulis datang ketempat kegiatan lembaga yang diamati,tetapi tidak ikut terlibat
dalam kegiatan. Pada prosesnya observasi dilaksanakan sesuai dengan pedoman
observasi yang telah dibuat, observasi dilakukan pada dua aspek yaitu aspek
fisik dan non fisik. Aspek fisik tersebut meliputi keberadaan gedung, sarana
prasarana dan fasilitas yang digunakan. Sedangkan pada aspek non fisik peneliti
mengamati pelayanan yang diberikan LK3 Kab. Belitung kepada klien/calon
klien serta mengamati suasana dalam pelaksanaan pendampingan.
2) Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak,
yaitu pewawancara sebagai pengaju atau pemberi pertanyaan dan yang
35
diwawancarai sebagai pemberi jawaban (narasumber) atas pertanyaan itu.
Wawancara. Wawancara yang akan digunakan peneliti adalah wawancara
semiter struktur (Semi structure Interview) yaitu pertanyaan yang diajukantelah
dipersiapkan dan pertanyaan yang diajukan akan berkembang sesuai dengan
kebutuhan. Tujuannya untuk memperoleh keterangan,informasiatau penjelasan
seputarpermasalahan secara mendalam sehingga data yang diperoleh hasilnya
akurat dan terpecaya karena diperoleh secara langsung tanpa perantara.
Pedoman wawancara yang sebelumnya telah dibuat dimaksudkan agar
wawancara dapat berjalan sesuai dengan harapan dan kebutuhan untuk
mendapatkan hasil informasi yang optimal. Tujuan wawancara ini adalah untuk
mengungkap Pendampingan Perempuan Korban KDRT. Wawancara dilakukan
dengan narasumber yang telah ditentukan sebelumnya dalam penelitian ini,
antara lain: staf, pendamping dan korban KDRT serta pihak yang berkaitan
langsung dengan pelayanan yang diberikan LK3 Kab. Belitung terhadap
pendampingan perempuan korban KDRT di LK3 Kab. Belitung.
3) Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dokumentasi dalam penelitian ini menggunakan sumber-sumber
tertulis dari pendamping dan pengelola LK3 Kab. Belitung. Data tersebut dapat
berupa dokumen terkait yaitu data informasi kasus KDRT, leaflet LK3 Kab.
Belitung, Standar Oprasional Prosedur (SOP), laporan pelaksanaan kegiatan dan
sarana prasarana yang menunjang kegiatan pendampingan serta foto-foto
36
kegiatan yang berhubungan dengan Pendampinganperempuan korban KDRT.
Dokumentasi digunakan dengan maksud menguatkan fakta atau sebagai bukti
dari data yang diperoleh dengan teknik pengumpulan data yang lain.
4. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2014:89) analisis data dalam penelitian kualitatif
dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan,selama dilapangan, dan setelah
selesai dilapangan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan interactive model sebagaimana diungkapkan oleh Miles dan
Huberman (1992: 16-21) yang terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut:
a. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilahan data, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar”
yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Secara sederhana,
mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting.
b. Penyajian Data (Data Display)
Dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan dengan
menggunakan kata-kata atau teks naratif. Melalui penyajian data tersebut, maka
data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga akan semakin
mudah dipahami.
c. Kesimpulan/Verifikasi (Conclusing Drawing/Verification)
37
Penarikan kesimpulan adalah bagaimana peneliti mencari makna dari
data yang terkumpul kemudian menyusun suatu pola hubungan tertentu kedalam
suatu informasi yang mudah dipahami dan sesuai dengan data yang ada. Data
tersebut dihubungkan, digabungkan dan dibandingkan dengan yang lain
sehingga mudah ditarik kesimpulan sebagai jawaban.
d. Triangulasi
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pemeriksaan
triangulasi. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi
sumber dan triangulasi teknik. Menurut (Sugiyono, 2014: 372) triangulasi
sumber yaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek
data yang diperoleh melalui beberapa sumber. Sedangkan triangulasi teknik
adalah untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek
data kepada sumber yang sama dengan tehnik yang berbeda (Sugiyono 2014:
330).
Peneliti dalam memperoleh data berdasarkan sumber yang berbeda-beda.
Sehingga keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi
sumber karena menggunakan teknik yang sama pada sumber yang berbeda-beda.
Dalam prosesnya, peneliti akan membandingkan jawaban antar informan di
setiap pertanyaan yang sama baik dari pengelola, pendamping di LK3 Kab.
Belitung maupun dari pihak korban KDRT. Selain itu untuk memperkuat hasil
penelitiannya, peneliti melakukan observasi lapangan dengan membawa
pedoman observasi yang telah dibuat. Peneliti juga membandingkan dengan
38
dokumen yang diperoleh dari hasil lapangan, kegiatan ini dilakukan secara terus
menerus hingga hasilnya dapat dipercaya.
39
BAB II
GAMBARAN UMUM
LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARTGA PELANGI
BAHAGIA KABUPATEN BELITUNG
Gambaran umum menjelaskan Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Kab.
Belitung secara luas. Adapun arti luas disini adalah menggambarkan mengenai kondisi
dan data-data terkait dengan penelitian. Kondisi dan data yang dimaksud yaitu sejarah
lembaga, letak geografis, visi dan misi, tujuan dan fungsi lembaga, sasaran program,
sarana & prasarana layanan, kepegawaian, dan pelaksanaan pendampingan. Melalui
adanya penggambaran Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Kab. Belitung
diharapkan mampu memberikan gambaran yang utuh dalam penelitian ini. Berikut
gambaran umum Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Kab. Belitung:
A. Sejarah Lembaga
Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga “Pelangi Bahagia” Kabupaten
Belitung (LK3 “Pelangi Bahagia”) Pelangi Bahagia didirikan pada tahun 2001 oleh
dinas Kabupaten Sosial Belitung, lembaga ini dibentu dalam rangka mewujudkan
ketahanan social yang bertanggung jawab secara moral dan fungsional terhadap
perkembangan LK3. Sebagai organisasi formal yang dibentuk oleh pemerintah
dengan melibatkan masyarakat mandiri . lembaga ini merupakan lembaga yang
mengkhususkan diri pada keluarga, LK3 pada prinspinya merupakan sarana
konsultasi Konsultasi Kesejahteraan Sosial keluarga berbasis masyarakat.
40
LK3 sempat vakum cukup lama hingga kemudian mereka aktif kembali pada
tahun 2014. lembaga ini resmi mendapatkan SK kepengurusan dari Bupati Belitung
dengan nomor surat 188.45/211/JEP/DSPPA/2020 tentang kepengurusan Lembaga
Konsultasi Kesejahteraan Sosial (LK3) Pelangi Bahagia, mulai 2014 LK3 dengan
gencarnya melakukan sosialisasi untuk mengenalkan lembaga serta sejak tahun
tersebut lembaga ini mendapatkan anggaran dari APBD pada awal tahun lembaga
ini mulai dikenal oleh masyarakat pada tahun 2014 di mana LK 3 mulai
melaksanakan sosialisasi dari ruang lingkup masyarakat, sekolah, hingga siaran
radio agar lembaga ini dikenal, dan pada akhirnya lembaga ini mulai dikenal oleh
masyarakat luas dan dipercaya oleh masyarakat dapat menjadi sarana untuk mencari
solusi atas masalah dikeluarga mereka.
B. Identitas Lembaga
1. Nama Lembaga : Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga “Pelangi
Bahagia” Kabupaten Belitung (LK3 “Pelangi Bahagia”)
Pelangi Bahagia Kabupaten Belitung
2. Tahun Berdiri : 2001
3. Dasar : Surat Keputusan Bupati Belitung
No. 188.45/211/JEP/DSPPA/2020
4. Nama Ketua : Hj. Fahriani, S.H.
5. Alamat : Jl. Jend. A. Yani, Lesung Batang, Tanjungpandan
41
C. Visi dan Misi
Adapun Visi dan Misi dari Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga
Kab. Belitung adalah
1. Visi
Agar terwujudnya sakinah yang dilandasi mawadah warohmah.
2. Misi
a. Meningkatkan kesadaran atas pentingnya keutuhan keluarga.
b. Menumbuhkan rasa saling menghargai terhadap keluarga dan kelebihan
anggota keluarga.
c. Menciptakan lingkungan keluarga saling mendukung dan berkembangnya
anggota keluarga.
d. Membantu memecahkan masalah sosial dan psikososial.
e. Meningkatkan sumber daya manusia dalam keluarga yang bermutu dengan
berbagai program pemberdayaan.
f. Menjadikan keluarga yang tangguh terhadap tuntutan dan tantangan dan
kesempatan bersaing dalam kehidupan.
42
D. TUJUAN LEMBAGA
Adapun tujuan dari Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Kab. Belitung
sebagai berikut:
1. Tujuan
a. Mengurangi permasalahan sosial yang timbul dalam keluarga masyarakat
b. Membantu memecahkan masalah-masalah sosial psikososial dan
mengidentifikasi permasalahan lainnya
c. Meningkatkan kemampuan yang memungkinkan keluarga melaksanakan
fungsi-fungsi dalam keluarga
d. Motivasi keluarga dalam melaksanakan peran secara optimal
e. Memberikan informasi tentang berbagai hal yang terkait dengan pencegahan
dan pemecahan masalah keluarga
f. Peningkatan partisipasi keluarga miskin dan rawan kesejahteraan Sosial agar
dapat berperan aktif dalam pembangunan ekonomi sosial kesejahteraan lahir
batin menuju terwujudnya keluarga berbudaya, bahagia sejahtera maju dan
mandiri.
g. Mensosialisasikan warga masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
h. Meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi dan memahami
permasalahan serta menentukan alternatif pemecahan masalah yang tepat
43
2. Fungsi
Adapun beberapa fungsi yang ada di LK3 “Pelangi Bahagia” Kabupaten
Belitung yang saling berkaitan menunjang dan melengkapi terdiri dari:
a. Fungsi Pencegahan , yaitu menghindarkan terjadi, berkembang, dan terjadinya
kembali masalah yang dialami anggota keluarga.
b. Fungsi Pengembangan atau Pemberdayaan, yaitu meningkatkan kemampuan
(pemikiran, perasaan, dan perilaku) anggota keluarga dalam kaitannya dengan
peningkatan taraf kehidupan dan penghidupannya dalam rangka peningkatan
kemampuan pemecahan masalah.
c. Fungsi Rehabilitasi, yaitu menyembuhkan atau memulihkan dan
meningkatkan kedudukan dan peranan sosial anggota keluarga
d. Fungsi Perlindungan, yaitu memberikan konsultasi dan advokasi kepada
keluarga dari tekanan, ancaman, kekerasan, dan masalah yang bersumber dari
dalam maupun luar keluarga.
e. Fungsi Informatif, yaitu memberikan informasi bagi kepentingan
pengembangan kesejahteraan keluarga.
f. Fungsi Rujukan, yaitu menerima keluarga-keluarga yang dirujuk oleh pihak
terkait (mitra kerja) dan juga membuat rujukan pada lembaga pelayanan lain
yang berkompeten dan berkaitan dengan masalah kebutuhan klien.
g. Fungsi Pendampingan, yaitu memberikan pelayanan lanjutan kepada klien
44
E. SASARAN
Adapun sasaran pendampingan yang dilakukan oleh dari Lembaga Konsultasi
Kesejahteraan Keluarga Kab. Belitung, yaitu:
1. Keluarga retak dengan masalah pokok terganggunya hubungan suami istri dan
keluarga
2. Satu kepala keluarga keluarga cerai mati keluarga cerai hidup
3. Keluarga dengan anggota keluarga yang menyandang cacat tuna susila
kenakalan remaja eks narapidana maupun anak terlantar
4. Keluarga yang mengalami interaksi karena
5. Perbedaan sikap dan tingkah laku serta masalah penyesuaian diri
6. Kekerasan dalam keluarga
7. Keluarga dalam lingkungan yang tidak layak dalam kurung lingkungan kumuh
lingkungan asusila lingkungan kesejahteraan.
F. SARANA DAN PRASARANA
Peneliti telah melakukan observasi langsung ke LK3 “Pelangi Bahagia” untuk
mengamati bagaimana kondisi sarana dan prasarana yang disediakan oleh lembaga.
Fasilitas-fasilitas dan peralatan-peralatan yang disediakan oleh LK3 “Pelangi
Bahagia” sudah cukup lengkap dan mendukung untuk pelaksanaan kegiatan
pelayanan lembaga. Sarana dan prasarana LK3 “Pelangi Bahagia” dibagi menjadi
empat bagian, yaitu bangunan, administrasi, alat komunikasi, sarana penunjang.
Pertama, yang termasuk ke dalam bangunan, yaitu ruang kantor, ruang konsultasi,
papan kasus-kasus dan papan struktur organisasi. Kedua, yang termasuk ke dalam
45
administrasi, yaitu perangkat komputer, meja kursi, filling cabinet, printer, laptop,
lemari, dan lain-lain. Ketiga, yang termasuk ke dalam alat komunikasi, yaitu
telepon, fax dan internet. Keempat, yang termasuk ke dalam sarana penunjang,
G. ANGGARAN
Pendanaan pelaksanaan kegiatan LK3 “Pelangi Bahagia” Kabupaten Belitung
yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota bersumber dari Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD I & II) pemerintah Kabupaten Belitung dan
donator ataupun sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan bagi pelaksanaan
kebijakan, program dan kegiatan LK3 Pelangi Bahagia yang diselenggarakan oleh
pemerintah kabupaten. Pendanaan yang dimaksud digunakan untuk melaksanakan
kewenangan bupati, diantaranya untuk melakukan kegiatan:
1. Melaksanakan penguatan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan
LK3 Pelangi Bahagia
2. Menyediakan fasilitas sarana dan prasarana pelayanan LK3 Pelangi Bahagia
3. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi di kabupaten
46
H. ANGKA KASUS KDRT DI KABUPATEN BELITUNG DAN KASUS YANG
DITANGANI LK3
1. Kasus KDRT di Kab. Belitung
Tabel II.1 Angka KDRT Kabupaten Belitung oleh Dinas Sosial, Pemberdayaan
Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Belitung
Menurut Nina Kreasi dikutip dari posbelitung.com menjelaskan bahwa kasus
kekerasan pada perempuan dan anak mengalami penurunan di 2019 dibandingkan tahun
sebelumnya.Pada 2018, kasus kekerasan tersebut terdapat 46 kasus, sedangkan 2019 ada
44 kasus.
"Ini indikasi bahwa terjadi penurunan kasus yang dialami masyarakat ataukah karena
masyarakat belum banyak mengetahui fungsi dan keberadaan lembaga layanan
tersebut. Mengingat bahwa pada faktanya kasus kekerasan terhadap perempuan dan
anak adalah fenomena gunung es dimana yang tampak di permukaan hanyalah sedikit,
namun pada kenyataannya di bawahnya banyak," ujarnya Minggu (19/1).
2015 2016 2017 2018 2019
Kasus KDRT 40 77 88 46 44
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Table Kasus KDRT di Kab. Belitung
47
2. Kasus KDRT yang di tangani LK3
No Kasus
Jumlah/ Tahun
2019 Jan-Nov 2020
1 KDRT 11 15
2 ABH 1 3
3 Harta Gono Gini 2 1
4 Hutang Piutang 1 -
5 Sengketa Tanah 2 1
6 Konsultasi Pernikahan 1 6
7 Pembagian Harta Warisan - 1
8 Curanmor - 1
Total 18 Kasus 28 Kasus
Tabel II.2 Kasus berdasarkan jenis di LK3
I. JENIS LAYANAN
1. Konseling
Untuk membantu individu atau kelompok dalam mengatasi hambatan
perkembangan pribadinya dan untuk mencapai perkembangan kemampuan
pribadi yang dimilikinya secara optimal.
2. Konsultasi
Pemberian bantuan penasehatan secara profesional kepada suatu organisasi,
kelompok, masyarakat, keluarga atau individu oleh seseorang atau suatu tim
48
yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kualifikasi profesional
dibidangnya.
3. Informasi
Pemberian informasi yang berkaitan dengan isu-isu dan upaya-upaya
meningkatkan kemampuan pemenuhan kebutuhan dan pemecahan masalah
individu.
4. Pendampingan
Membantu dalam menyelesaikan atau meningkatkan kemampuan individu
maupun kelompok yang didampingi dalam rangka mencari alternatif
penyelesaian masalah yang dihadapinya.
5. Penjangkauan ( Home Visit)
Upaya-upaya tenaga profesional LK3 mengidentifikasi atau menemukan
klien yang membutuhkan pelayanan social
J. PROSES PENDAMPINGAN
Proses Pelayanan LK3 Pelangi Bahagia Dalam menangani permasalahan
psikososial keluarga, LK3 Pelangi Bahagia menggunakan praktik pekerjaan sosial,
berikut tahapan penanganannya:
1. Tahap Pendekatan Awal
Kegiatan yang dilakukan pekerja sosial dalam tahap ini ialah kontak awal
(engagement) dan kontrak (contract).
49
2. Pengungkapan Dan Pemahaman Masalah (Assessment)
Kegiatan yang dilakukan pekerja sosial dalam tahap ini ialah pengumpulan
data, pengecekan data, analisa data dan penarikan kesimpulan.
3. Penyusunan Rencana Pemecahan Masalah (Planning)
Penyusunan rencana pemecahan masalah adalah penentuan tujuan dalam
upaya menemukan kebutuhan apa yang harus dipenuhi dan tindakan yang perlu
diambil guna mengatasi masalah.
4. Proses Intervensi
Intervensi merupakan sebuah tindakan campurtnagan yang dilakukan LK3
terhadap permasalahan klien yang tidakan tersebut sesuai dengan pilihan klien
serta menghubungkan klien dengan berbagai sumber.
5. Terminasi
Setelah dilakukan penanganan masalah, ada proses terminasi yaitu proses
pengakhiran pelayanan pekerja sosial kepada klien
K. JEJARING DAN MITRA KERJA
LK3 “Pelangi Bahagia” berupaya merintis, mengembangkan dan mewujudkan
kerjasama antar berbagai pihak dengan melakukan pertukaran dan saling
memanfaatkan sumberdaya. Kerjasama yang dilakukan oleh LK3 “Pelangi Bahagia”
dengan pihak lain tidak hanya yang resmi saja. Beberapa lembaga mitra yang dapat
dikembangkan jejaring kerjanya, antara lain:
1. Departemen Agama Kab. Belitung.
2. RSUD Kabupaten Belitung
50
3. Badan kependudukan dan keluarga berencana Kab. Belitung
4. Lembaga Bantuan Hukum Belitung
5. Lembaga Pelayanan Kesejateraan Sosial Belitung
6. Instansi pemerintah, seperti Unit PPA Polres Belitung, BAPAS (Balai
Permasyarakatan), Kejaksaan, Pengadilan, Dinas Pendidikan, P2TP2A (Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak)
7. LK3 Kab. Belitung Timur
8. Pihak swasta, seperti LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) untuk
penitipan anak dan muhammadiyah, LBH (Lembaga Bantuan Hukum.
51
L. STRUKTUR ORGANISASI
Tabel kepengurusan LK3 Pelangi Bahagia Kab. Belitung
Periode 2020-2023
Tabel II.3
M. DATA PENDAMPING LK3
Pendamping merupakan orang yang memiliki keterampilan dalam
membimbing atau mengintervensi sesorang untuk keluar dari masalah yang
mereka hadapi, pendamping di LK3 merupakan orang yang dipilih oleh dinas
social setempat yang dirasa mampu untuk membimbing atau mengintervensi
Penaggung Jawab
A Eko Wijarnoko, S.H
Ahli Profesi
Ketua LK3
Hj. Fahriani S.H
Bendahara
Khamim
Sekretaris
Elsa Fendari
Bidang Agama
Drs. H. Asmaie Ahmad
Bidang Pendidikan
Dra. Sutiawati
Pekerja Sosial
Dwi Meliza, S.Sos.
Asih Ekawati, Amd
Devita Eka Indah S.Sos
Bidang Hukum
Brigadir Lartha
Angela, S.H
Psikologi
Putriani
52
sesorang lalu kemudian diikutkan dalam pelatihan pendamping di provinsi
ataupun pusat. Pendamping di LK3 Pelangi Bahagia adalah sebagai berikut :
No Nama Jabatan
1 Hj. Fahtriani, S.H. Ketua LK3
2 Khamim Bendahara
3 Dwi Meliza, S.Sos. Pekerja Sosial
4 Asih Ekawati, Amd Pekerja Sosial
5 Devita Eka Indah S.Sos Pekerja Sosial
Tabel II.4 Data Pedamping LK3 Pelangi Bahagia Kabupaten Belitung
DAFTAR PUSTAKA
Catatan tahunan komnas. 2020. Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan Diakses
dari https://www.komnasperempuan.go.id/reads-catatan-tahunan-kekerasan-
terhadap-perempuan-2020 diunduh pada tanggal 21 September 2020
Ciciek, F. 2005. ikhtiar mengatasi kekerasan dalam rumah tangga, belajar dari kehidupan
Rasulullah Saw. jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Edwin. 2020. Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Babel Meningkat di Banding 2019.
Diakses dari https://bangka.sonora.id/read/502250568/2020-kasus-kekerasan-
terhadap-perempuan-di-babel-meningkat-di-banding-2019?page=all diunduh pada
tanggal 23 September 2020
Hermawati, Istiana. 2001. Metode dan Teknik dalam Praktik Pekerjaan Sosial.Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa.
Husmiati. 2012. Asesmen Dalam Pekerjaan Sosial: Relevansi Dengan Praktek dan
Penelitian (Assesment in Social Work: Its Relevance to the Practice and Research).
ejournal.kemnsos.go.id
Kersti, Y. 1988. Feminist Perspective on Wife Abuse. London: Sage Publication, h. 178.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2020. Pengertian Damping. diakses dari
http://kbbi.web.id/pusat. Diunduh Pada 23 September 2020
Mayeraf, M. 1993. Mendampingi untuk menumbuhkan. Yogyakarta: kanisius,BPK Gunung
Mulya.
Mulyajaya 2017. Tahap Engagement calon penerima manfaat. Diakses dari: https://mulyajaya.kemsos.go.id/modules.php?name=AvantGo&op=ReadStory&sid=1
86 Diunduh Pada 23 Desember 2020
Moleong, L. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja.
Nasaruddin Umar. 1999. Kodrat Perempuan dalam Islam. Jakarta: Lembaga Kajian Agama
dan Jender
Nurmalitasari A. 2020. Kasus KDRT di Belitung Menurun, Analisis PPA Sebut
Dipermukaan Sedikit, Dibawah Banyak. Diakses dari
https://belitung.tribunnews.com/2020/01/19/kasus-kdrt-di-belitung-menurun-analis-
ppa-sebut-dipermukaan-sedikit-dibawah-banyak diunduh pada 25 Desember 2020
Reisa 2020. Kekerasan Berbasis Gender. Diakses dari https://youtu.be/bMqWeHx6Alw.
Diunduh pada 23 September 2020
Safitri. E 2020. Kasus Kekerasan Perempuan Naik 75% Selama Pandemi Corona. Diakses
dari https://news.detik.com/berita/d-5088344/kasus-kekerasan-perempuan-naik-75-
selama-pandemi-corona diunduh pada tanggal 22 September 2020
Situmorang, Chazali. h. 2007. Pedoman Pendamping Pada Rumah Perlindungan dan
Trauma Center. Jakarta : Departemen Sosial Republik Indonesia.
Soeroso, M. H. 2010. Kekerasan dalam rumah tangga dalam perspektif yuridis-
viktimologis. Surabaya : Sinar Grafika.
Soewarno. 2007. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: Haji
Masagung
Suharto, Edi. dkk. 2005. Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial: Studi Kasus Rumah
Tangga Miskin di Indonesia. Bandung: STKS Press hlm. 9
Sugiyono. 2014. Metode Penilitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Syafiq H. 2005. Pengantar Feminisme dan Fundamentalisme Islam Cetakan I. Yogyakarta:
LkiS
Zaitunah S.2004. Qodrat Perempuan Taqdir Atau Mitos. Yogyakarta: Pustaka Pesantren
Sumber Perundang-undang
1. UU Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 1 ayat 1
2. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri
4. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
5. Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 pasal 10 hak korban
Lain-lain
DP3ACSKB. Kasus kekerasa anak dan perempuan. 2019: Kependudukan Pencatatan Sipil
dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana.
Catatan tahunan komnas. Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Dimasa Pandemi. 2020:
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA)
bersama Komnas Perempuan.
LK3. Laporan tahunan. 2019: Dinas Sosial Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan
Anak Kabupaten Belitung
LK3. Laporan tahunan. 2020: Dinas Sosial Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan
Anak Kabupaten Belitung