Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
PESAN MORAL TRADISI BUDAYA MALAM SATU SURO
PADA ETNIS SUKU JAWA DI DESA WONOREJO
KECAMATAN MANGKUTANA
YAYU WULANDARI
Nomor Stambuk : 105650002615
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
ii
PESAN MORAL TRADISI BUDAYA MALAM SATU SURO
PADA ETNIS SUKU JAWA DI DESA WONOREJO
KECAMATAN MANGKUTANA
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk MenyelesaikanStudidanMemperoleh
GelarSarjana IlmuKomunikasi (S.Kom)
Disusun dan Diajukan Oleh
YAYU WULANDARI
Nomor Stambuk : 105650002615
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITASMUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Yayu Wulandari
Nomor Stambuk : 105650002615
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Menyatakan bahwa Skripsi ini dengan judul : Pesan Moral Tradisi Budaya
Malam Satu Suro Pada Etnis Suku Jawa Di Desa Wonorejo Kecamatan
Mangkutana adalah sepenuhnya merupakan karya sendiri. Tidak ada bagian di
dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain, tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika
keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap
menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian
ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini, atau ada
klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya ini.
Makassar, 28 April 2021
Yang menyatakan,
Yayu Wulandari
vi
ABSTRAK
Yayu Wulandari. Pesan Moral Tradisi Budaya Malam Satu Suro Pada Etnis
Suku Jawa Di Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana (dibimbing oleh Arni,
S.Kom,. M.I.Kom dan Wardah,S.Sos,. M.A).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa makna tradisi perayaan
budaya malam satu suro dan apa pesan moral perayaan tradisi budaya malam satu
suro. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Kemudian
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi, wawancara,
dokumentasi dan penelusuran referensi.
Hasil penelitian ini yaitu; makna dari perayaan tradisi budaya malam satu
suro ialah 1) Sebagai alat untuk mempererat tali silaturahmi. 2) Selalu ingat dan
mendekatkan diri kepada sang khalik. 3) Takir plontang yang dimaknai sebagai
bentuk solidaritas, menjaga kerukunan, kedamaian, dan keberkahan dalam
kehidupan. Adapun pesan moral dari perayaan tradisi budaya malam satu suro
yaitu: 1) Dapat meningkatkan keimanan kita terhadap Allah SWT. 2)Untuk
mengenang sejarah Nabi-Nabi pada malam satu suro. 3) Untuk melestarikan
tradisi peninggalan nenek moyang terdahulu dalam rangka datangnya bulan satu
muharram. 4) Memberikan jaminan kepada orang yang melakukan kebaikan pada
bulan Muharram tersebut.
Kata Kunci : Budaya, Malam Satu Suro vii
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pesan Moral Tradisi Budaya Malam Satu Suro Pada
Etnis Suku Jawa Di Desa Wonorejo Keamatan Mangkutana”. Skripsi ini
merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh
gelar sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat Orang Tua tercinta beserta segenap keluarga yang rela berkorban tanpa
pamrih dalam membesarkan, mendidik serta mendoakan keberhasilan penulis,
yang tiada hentinya memberi dukungan disertai segala pengorbanan yang tulus
dan ikhlas. Ibu Arni, S.Kom,. M.I.Kom selaku Pembimbing I dan Ibu Wardah,
S.Sos.,M.A selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya
membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Bapak Prof. Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E., M.M selaku Rektor
Universitas Muhammadiyah Makassar, Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si.
selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar. Bapak Dr. H. Muh. Tahir, M.Si. selaku Ketua Jurusan Program Studi
Ilmu Komunikasi dan Dian Muhtadiah Hamna, S.IP M.I.Kom., selaku Sekretaris
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar. Segenap Dosen dan seluruh jajaran Staf Fakultas Ilmu
viii
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah banyak
memberikan pengetahuan di mulai dari semester awal hingga semester akhir.
Teman seperjuangan di Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2015, dan Untuk
sahabat saya yang selama ini membantu dan mensupport selama pembuatan
skripsi, Kak Lukman, Aisyah Wulandari, Fatimah, Mega Nun Zitun, Mirnawati,
Melani Ramang, Evi Septiana, dan Anti Sahwa yang selalu sabar dan memberikan
motivasi dan saran kepada penulis. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya tak ada gading yang tak retak, tak ada ilmu yang memiliki
kebenaran mutlak, tak ada kekuatan dan kesempurnaan, semuanya hanyalah milik
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna penyempurnaan dan perbaikan Skripsi ini senantiasa dinantikan
dengan penuh keterbukaan
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Makassar, 2021
Penulis,
Yayu Wulandari
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN PENERIMAAN TIM ................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian....................................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 8
B. Pengertian Konsep dan Teori........................................................................... 12
C. Kerangka Pikir ................................................................................................. 32
D. Fokus Peneliian ............................................................................................... 34
E. Definisi Fokus Penilitian ................................................................................. 34
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................... 36
B. Jenis dan Tipe Penelitian ................................................................................. 36
C. Sumber Data .................................................................................................... 37
x
D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 38
E. Informan Penelitian ......................................................................................... 39
F. Teknik Analisis Data ........................................................................................ 39
G. Keabsahan Data ............................................................................................... 40
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................... 42
B. Makna Perayaan Tradisi Budaya Malam Satu Suro ........................................ 50
C. Pesan Moral Perayaan Tradisi Budaya Malam Satu Suro ............................... 57
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 70
B. Saran ................................................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... x
xi
DAFTAR GAMBAR
A. Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir .............................................................. 33
B. Gambar 4.1 letak Geografis Kaupaten Luwu Timur..................................... 42
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah Negara besar yang terkenal dengan suku,
bahasa dan kebudayaan. Kepulauan Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai
Merauke yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan sendiri-
sendiri. Kebudayaan merupakan suatu kebudayaan yang masih hidup, dalam artian
kebudayaan tersebut masih sering dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Suku
Jawa merupakan etnis terbesar dari Indonesia yang tersebar hampir semua wilayah
di Indonesia salah satu kebudayaan orang-orang Jawa adalah upacara tradisi malam
satu suro. Adat-istiadat budaya Jawa ini merupakan salah satu tradisi yang selalu
dilakukan setiap tahunnya.
Berdasarkan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan tentang warisan
budaya tak benda Indonesia pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa warisan budaya tak
benda Indonesia adalah berbagai hasil praktek, perwujudan, ekspresi, pengetahuan
dan keterampilan yang terkait dengan lingkup budaya yang diwariskan dari
generasi ke generasi secara terus menerus melalui pelestarian atau penciptaan
kembali serta merupakan hasil kebudayaan yang berwujud budaya tak benda
setelah melalui proses penetapan budaya tak benda. Dan pasal 2 menyatakan bahwa
warisan budaya tak benda Indonesia berasaskan:
2
a) Pancasila, b) undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c).
Bhinneka Tunggal Ika;zd). Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan e).
transparansi dan akuntabilitas. (UU tentang kebudayaan warisan budaya tak benda
tak benda Nomor 106:2013).
Samovar(2010:25) Komunikasi menjadi peranan penting dalam pemahaman
kita terhadap budaya dan mempengaruhi kita dalam perilaku kita sehari-hari.
Komunikasi dan budaya sangatlah berkaitan erat, karena budaya sangat
membutuhkan komunikasi begitupun sebaliknya. Budaya berpengaruh pada cara
pandang dan tingkah laku, bagaimana kita berpikir, bagaimana kita bertingkah laku
dan bagaimana kita melihat. Rodriguez (Samovar,2010:26) Tidak ada batasan
antara komunikasi dan budaya, seperti yang dikatakan Hall dalam Samovar budaya
adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya, maksudnya karena dalam suatu
budaya tidak terlepas dari komunikasi yang merupakan suatu set dari sikap,
perilaku, dan simbol-simbol yang dimiliki oleh manusia dan biasanya
dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sulawesi Selatan merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki
24 Kabupaten salah satunya yaitu kabupaten Luwu Timur. Kabupaten Luwu Timur
sendiri terdiri dari 11 Kecamatan salah satunya adalah Kecamatan Mangkutana.
Kecamatan Mangkutana telah ada sejak masih bergabung dengan
Kabupaten Luwu. Kemudian pada tahun 2003, Kabupaten Luwu Utara mengalami
pemekaran menjadi dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur
yang disahkan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2003. Setelah terbentuk
3
Luwu Timur, Kecamatan Mangkutana mengalami pemekaran desa menjadi 11
Desa salah satunya yaitu Desa Wonorejo.
Desa Wonorejo merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan
Mangkutana Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Indonesia di Desa
Wonorejo mayoritas penduduknya adalah orang Jawa dan beragama islam. Orang
Jawa khususnya Jawa Timur dan Jawa Tengah telah datang di Desa Wonorejo
sejak puluhan tahun yang lalu dengan membawa tradisi dan budaya Jawa,
kemudian banyak dari mereka yang tinggal menetap dan tidak kembali lagi ke
tanah Jawa. Seiring berkembangnya zaman banyak orang bugis Makassar atau
orang-orang dari daerah yang berbeda juga menetap di Desa Wonorejo. Di Desa
Wonorejo terdiri dari berbagai suku dan agama diantaranya suku Jawa, Pamona,
Bugis, Toraja dan agama yang dianut adalah agama Islam dan Kristen.
Berdasarkan observasi awal penduduk di Desa Wonorejo tercatat dengan
jumlah 2.150 jiwa pada tahun 2019 dengan berbagai suku atau etnis yang berbeda
beda yaitu suku bugis dengan jumlah 390 jiwa, Toraja dengan 8 jiwa, suku Jawa
berjumlah 1.658 jiwa dan terakhir adalah suku pamona yang berjumlah 8 jiwa.
(Mangkutana dalam angka 2019).
Di Desa Wonorejo merupakan Desa yang dihuni oleh suku Jawa terbanyak,
dan masyarakat Wonorejo juga memiliki tradisi sendiri yang dinamakan Tradisi
Budaya Malam Satu Suro. masyarakat Jawa khususnya Desa Wonorejo Kecamatan
Mangkutana Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan yang biasa menggunakan
bahasa Jawa dalam kesehariannya, masyarakat Jawa juga masih menanamkan
4
tradisi budaya yang masih dipertahankan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini
yaitu tradisi budaya malam satu suro yang merupakan warisan dari nenek moyang
terdahulu.
Tradisi Malam Satu Suro merupakan perayaan untuk menyambut datangnya
bulan suro atau biasa disebut dengan malam satu Muharram yang dilaksanakan
oleh suku jawa yang merupakan suatu perayaan tahun baru menurut kalender Jawa.
Dalam perhitungan Jawa malam satu suro dimulai dari terbenamnya matahari pada
bulan terakhir kalender Jawa. Masyarakat Jawa khususnya di Desa Wonorejo
melakukan perayaan ini sebelum terbenamnya matahari atau sebelum magrib.
Tradisi perayaan malam satu suro merupakan tradisi turun-temurun yang
dilaksanakan oleh masyarakat Jawa di Desa Wonorejo. Sejak masyarakat Jawa
datang di Desa Wonorejo, sejak itulah Desa Wonorejo sudah berada pada beberapa
generasi yang dikatakan orang Jawa, generasi pertama yang datang ke Wonorejo
tinggal dan menetap di Desa Wonorejo hingga saat ini.
Peristiwa malam satu suro merupakan hasil dari adanya proses komunikasi
yang melibatkan beberapa unsur. Secara garis besar dapat dilihat bahwa
masyarakat Wonorejo menyelenggarakan tradisi budaya malam satu suro berperan
sebagai komunikator yang menyampaikan pesan melalui tradisi malam satu suro.
Pesan-pesan yang disimbolkan dalam rangkaian tradisi malam satu suro kemudian
diterima oleh komunikan yang terdiri dari lapisan masyarakat awam hingga ahli,
dalam proses tersebut terdapat pemaknaan antara pesan yang disampaikan oleh
masyarakat Wonorejo.
5
Tradisi Malam Satu Suro ini juga menarik untuk dikaji karena sebuah tradisi
yang dilakukan oleh masyarakat Wanorejo memiliki makna dan pesan moral bagi
masyarakat setempat. Tradisi ini juga sangat unik, karena hanya ada dalam budaya
Jawa saja. Seperti yang terdapat dalam perayaan Malam Satu Suro ini, simbol-
simbol atau pesan yang terkandung didalamnya mempunyai arti yang sangat
penting bagi masyarakat Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana.
Seperti yang kita ketahui seiring berkembangnya zaman teknologi dan
kemajuan zaman seperti saat ini, kebudayaan adat dan istiadat mulai lagi tak
diperhatikan bahkan terancam punah, justru bukannya punah tapi tidak berkembang
pesat. Disisi lain pada era modern ini masyarakat Wonorejo masih percaya dengan
adanya perayaan tradisi nenek moyang terdahulu salah satunya yaitu tradisi budaya
Malam Satu Suro. Masyarakat Jawa masih mempercayai tradisi ini sehingga dalam
penelitian ini dengan menghimpun pandangan beberapa orang yang mewakili unsur
masyarakat yang terlibat dalam tradisi budaya malam satu suro.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran dan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Apa makna tradisi perayaan budaya malam satu suro di Desa Wonorejo
Kecamatan Mangkutana?
2. Apa pesan moral tradisi perayaan budaya malam satu suro di Desa Wonorejo
Kecamatan Mangkutana?
6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini tentunya tidak akan menyimpang
dari apa yang dipermasalahkan sehingga tujuannya sebagai berikut:
a) Untuk megetahui makna mengenai tradisi budaya malam satu suro di
Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana
b) Untuk mengetahui pesan moral mengenai perayaan tradisi budaya malam
satu suro di Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana
2. Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a) Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang
pemahaman tentang pesan moral dalam tradisi budaya Malam Satu Suro di
Desa Wonorejo.
b) Secara praktis
Diharapkan dapat berguna untuk menjadi rujukan dalam meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang kebudayaan Jawa yaitu tradisi budaya Malam
satu suro dan dapat memberi kontribusi agar penelitian ini dapat menjadi
7
referensi serta bahan guna menambah wawasan dan pengetahuan dimasa yang
akan datang.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian terdahulu
1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irvan Prasetiawan,2016
dengan judul penelitian Persepsi Masyarakat Jawa Terhadap Budaya Malam
Satu Suro Desa Margolembo. Dengan hasil penelitian malam satu suro adalah
malam yang keramat dan bertepatan dengan satu muharam. Pada saat malam
satu suro, seluruh benda-benda pusaka seperti keris, batu dan benda pusaka
lainnya dimandikan atau disucikan dengan bunga bunga. masyarakat
Margolembo melakukan ritual tersebut dengan bersemedi di tempat yang sakral
atau di tempat yang keramat seperti puncak gunung, pohon besar atau
dipemakaman yang keramat. Dimalam Satu Suro masyarakat dengan penuh
keyakinan meminta keselamatan, rezeki dan dipanjangkan umurnya, tradisi ini
dilakukan setiap tahunnya, apabila tradisi ini tidak dilaksanakan maka akan
menimbulkan bencana bagi masyarakat Margolembo.
2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deslaili Anggraini Sagita
2020 yang berjudul tradisi suronan dalam syiar Islam di Desa Rejomulyo
Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan. Dengan hasil penelitian
pelaksanaan suronan di Desa Rejomulyo selalu melaksanakan ritual tradisi
suronan adalah sebagai wadah penggalang persatuan dan kesatuan bagi seluruh
umat beragama dan melestarikan adat kebudayaan tradisional masyarakat Desa
Rejomulyo leluhur mereka. Selama tidak bertentangan dengan ajaran islamserta
9
syiar islam, untuk itu tradisi tradisi suronan ini dapat dikembangkan dan
dilaksanakan. Masyarakat mempercayai bahwa jika tradisi tidak diadakan atau
dilaksanakan maka akan terjadi malapetaka atau musibah yang akan datang
menghampiri mereka. Berdasarkan kepercayaan tersebutlah masyarakat Desa
Rejomulyo tetap menjalankan tradisi suronan.
3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Riza Ayu Purnamasari 2014
yang berjudul fenomena Kebo Bule kyai Klamet dalam kirab satu suro Keraton
Kasunan Surakarta. Dengan hasil penelitian yang dilakukan di Surakarta untuk
memperingati tahun baru Islam yang dilakukan dengan serangkaian ritual sarat
doa dan kirab pusaka. Dalam kirab malam satu suro terdapat terdapat simbol
keselamatan berupa Kebo Bule Kyai Slamet sebagai cucuk lampah yang berada
pada barisan terdepan kemudian diikuti barisan pusaka. Masyarakat Keraton
Kusunan memaknai Kebo Bule Kyai Slamet sbagai hewan yang berhubungan
dengan sejarah keraton Surakarta. Terdapat intrepretasi bahwa Kebo Bule
dianggap memiliki kekuatan magis. Kepercayaan tersebut menyebabkan
sekelompok kerbau albino diistimewakan, bahkan orang-orang rela berdesahan
berebut kotoran Kebo Bule Kyai Slamet yng berceceran dijalan untuk ngalab
berkah.
Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini tidak sama atau
tidak ada pengulangan dengan penelitian sebelumnya karena terdapat perbedaan
penelitian yaitu peneliti meneliti tentang pesan moral tradisi budaya malam satu
suro pada etnis suku Jawa Di Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana.
10
Tabel 1.1
Tabel Perbandingan Peneliti da Peneliti Sebelumnya
No Nama Peneliti dan Judul
Peneliti
Perbedaan
Peneliti
Persamaan
Penelitian
Peneliti
Terdahulu
Penelitian
Peneliti
1. Irvan Prasetiawa dengan
judul Persepsi Masyarakat
Jawa Terhadap Budaya
Malam Satu Suro di Desa
Wonorejo
Rumusan
masalah peneliti
1. bagaimana
persepsi
masyarakat
Jawa di Desa
Margolembo
kecamatan
Mangkutana
Kabupaten
Luwu Timur. 2.
Bagaimana
dampak
pelaksanaan
malam satu suro
di Desa
Wonorejo
Kecamatan
Mangkutana
Kabupaten
Luwu Timur.
Rumusan
masalah
peneliti 1. Apa
makna
perayaan
tradisi budaya
malam satu
suro di Desa
Wonorejo
Kecamatan
mangkutana. 2.
Apa pesan
moral tradisi
budaya malam
satu suro di
Desa Wonorejo
Kecamata
Mangkutana.
Jenis penelitian
kualitatif
2. Deslaili Anggraini Sagita
dengan judul Tradisi
Suroan dalam Syar Islam
di Desa Rejo Mulyo
Kecamatan Palas
Kabupaten Lampung
Selatan
Rumusan
masalah peneliti
1. Bagaimana
prosesi
terjadinya
pelaksanaan
tradisi suronan
di Desa
Rejomulyo
Kecamatan
Palas
Kabupaten
Lampung
Selatan
Rumusan
masalah
peneliti 1. Apa
makna
perayaan
tradisi budaya
malam satu
suro di Desa
Wonorejo
Kecamatan
mangkutana. 2.
Apa pesan
moral tradisi
budaya malam
satu suro di
Jenis penelitian
kualitatif
11
Desa Wonorejo
Kecamata
Mangkutana.
3. Fenomena Kebo Bule
Kyai Slamet dalam Kirab
Satu Suro Keraton
Kusunan Surakarta
Rumusan
masalah peneliti
1. Bagaimana
persepsi
masyarakat
keraton di
Surakarta
sebagai
komunikator
pada fenomena
kebo bule
slamet di kirab
malam satu suro
Keraton
Kusunan
Surakarta. 2.
Bagaimana
persepsi
masyarakat ahli
di Surakarta
sebagai
komunikan
pada fenomena
kebo bule kyai
slamet di kirab
malam satu suro
Keraton
Kusunan
Surakarta
Rumusan
masalah
peneliti 1. Apa
makna
perayaan
tradisi budaya
malam satu
suro di Desa
Wonorejo
Kecamatan
mangkutana. 2.
Apa pesan
moral tradisi
budaya malam
satu suro di
Desa Wonorejo
Kecamata
Mangkutana.
Jenis penelitian
kualitatif
12
B. Komunikasi
Komunikasi adalah proses interaksi antara seseorang dengan orang lain
dengan tujuan agar pesan tersampaikan dan memiliki kesamaan pandang. Kata
komunikasi dalam bahasa inggris disebut communication yang mempunyai
makna hubungan atau pemberitahuan. Buku dasar-dasar komunikasi
mengatakan Onong Effendi mengatakan bahwa komunikasi dlam bahasa latin
disebut communication atau communis yang berarti sama, sama makna atau
memiliki kesamaan pandangan. Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa
komunikasi dapat berlangsung apabila terjadi kesamaan makna atau pandangan
antara kedua pihak.
Komunikasi merupakan prasyarat dasar kehidupan, dimana aktivitas
hidup manusia tidak bisa dipisahkan dengan komunikasi. Kehidupan manusia
hampa atau tidak ada kehidupan sama sekali tanpa komunikasi. Karena tanpa
komunikasi maka interaksi antar manusia secara perorangan, kelompok,
organisasi, sosial maupun interasional tidak mungkin dapat terjad. Dua orang
dikatakan melakukan interaksi apabila masing-masing melakukan aksi-reaksi,
aksi dan reaksi yang dilakukan manusia ini (dalam berbagai tingkatannya), di
dalam ilmu komunikasi disebut sebagai tindakan komunikasi.
Dalam kehidupan sehari-hari, tak peduli dimana anda berada, anda selalu
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang-orang tertentu yang berasal dari
kelompok, ras, etnik, atau budaya lain. Berinteraksi atau berkomunikasi dengan
orang orang yang berbeda kebudayaan merupakan kegiatan sehari-hari yang
13
sangat popular dan pasti dijalankan dalam pegaulan manusia.
(Ansar,Akil;2007).
1. Komunikasi Verbal
Yaitu suatu jenis percakapan atau penyampaian pesan dan informasi
yang menggunakan kata-kata yang dapat dipahami oleh penerima berdasarkan
yang telah didengarnya. Pesan verbal menggunakan bahasa yang bisa diartikan
sebagai seperangkat kata yang telah tersusun secara struktur sehingga menjadi
kalimat yang mengandung arti, dan bahasa juga menjadi alat yang sangat
penting untuk memahami lingkungan, melalui bahasa kita dapat mengetahui
sikap, perilaku dan pandangan suatu masyarakat.
2. Komunikasi Non Verbal
Yaitu pesan yang digunakan dalam komunikasi dengan bahasa isyarat.
Manusia dalam berkomunikasi selain menggunakan pesan verbal juga
mengunakan pesan non verbal. Komunikasi non verbal tersebut hanya
memberikan pesan pada saat terjadi saat ini dan sekarang yang dapat
mengindikasikan sikap terkait subjek yang dibicarakan. Menurut Cangara
dalam (Anna Sherly;2018) bahwa pesan non verbal merupakan jenis pesan
dalam penyampaiannya dengan cara langsung atau bertatap muka secara
langsung dan pesan yang disampaikan dapat dipahami isinya oleh penerima
melalui gerak gerik, tingkah laku, dan ekspresi muka pengirim pesan. Pada
pesan non verbal hanya mengandalkan indera penglihatan yang berhubungan
dengan kelakuan.
14
Proses komunikasi merupakan aktivitas yang mendasar bagi manusia
sebagai makhluk sosial, dalam komunikasi tersebut mencakup sejumlah
komponen atau unsur, salah satunya adalah komponen pesan. Pesan yang
disampaikan komunikator. Pesan yang disampaikan komunikator adalah
pernyataan sebagai panduan, pikiran dan perasaan, ide, informasi, dan
keyakinan.
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang
disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara
tatap muka atau melalui media komunikasi. isinya bisa berupa ilmu
pengetahuan, hiburan, atau informasi.
Harrold Lasswell menyatakan bahwa komunikasi merupakan jawaban
dari pertanyaan Who Says (siapa berkata), what to whom (kepada siapa), with
what effect (dengan efek apa)? Berdasarkan pernyataan Lasswell tersebut dapat
diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain dan
tidak dapat dipisahkan, serta sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut yaitu :
a). Komunikator (communicator) b). Pesan (massage) c). Media (media,
channel) d). Komunikan (communicant, receiver) e). Efek (effect).
Melihat dari kelima unsur diatas, Laswell menjelaskan bahwa
komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator kepada
komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Salah satu bentuk
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat adalah komunikasi budaya.
15
Komunikasi budaya diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada
sejumlah masyarakat.
a. Pesan Komunikasi
Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh
komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan yang sebenarnya menjadi
pengarah didalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku
komunikan. Pesan dapat secara panjang lebar mengupas berbagai segi, namun
inti pesan dari komunkasi akan selalu mengarah kepada tujuan akhir
komunikasi. Adapun penyampaian pesan dapat dilakukan secara lisan, face to
face, langsung menggunakan media, saliuran dan sebagainya. Sementara
bentuk pesan bersifat informative, persuasive, dan koersif. (Onong
Effendy;2002)
Bentuk pesan yang bersifat informatif memberikan keterangan-
keterangan atau fakta-fakta, kemudian komunikan mengambil keputusan.
Dalam situasi tertentu pesan informative justru lebih berhasil daripada
persuasif, misalnya jika audiens adalah kalangan cendekiawan. Sementara
bentuk pesan persuasif lebih bersifat bujukan, yaitu membangkitkan pengertian
dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan kan memberikan
perubahan sikap, tetapi berubahnya adalah atas kehendak sendiri (bukan
dipaksakan). Perubahan tersebut diterima atas kesadaran sendiri. Bentuk pesan
koersif lebih bersifat memaksa dan dengan menggunakan sanksi-sanksi apabila
16
tidak dilaksanakan. Pesan yang ingin disampaikan haruslah tepat, pesan yang
mengenai harus memenuhi syarat-syarat sebagai berkut:
a. Umum berisikan hal-hal yang umum atau dipahami oleh audiens atau
komunikasi, bukan soal soal yang cuma berarti atau dipahami oleh
seseorang atau kelompok tertentu.
b. Jelas dan gambling, pesan haruslah jelas dan gambling, tidak samar
samar. Jika mengambil perumpamaan yang senyata mungkin. Untuk
tidak ditafsirkan menyimpang dari yang ksita maksudkan, maka pesan
tersebut benar-benar nyata.
c. Bahasa yang jelas sejauh mungkin hindarilah menggunakan istilah-
istilah yang tidak dipahami oleh audiens atau khalayak. Penggunaaan
bahasa yang jelas yang cocok dengan komunikan situasi daerah dan
kondisi dimana berkomunikasi. Begitu pula berbahasalah yang baik dan
benar.
d. Positif. Kodrat manusia selalu tidak ingin mendengar dan melihat hal-
hal yang tidak menyenangkan dirinya, oleh karena itu setiap pesan agar
diusahakan atau diutarakan dalam bentuk positif.
e. Seimbang. Pesan yang disampaikan hendaklah tidak ekstrim dan selalu
menetang baik dan buruk karena hal ini cenderung ditolak atau tidak
diterima oleh komunikan. Sebab itu jika kita berbicara seolah-olah
kelompok atu paling benar, paling sempurna dan paling bersih
sedangkan kelompok lain sebaliknya, pesan ini kecenderungan untuk
17
tidak diterima oleh komunika. Sebaliknya pesan ini dirumuskan
seimbang, yaitu dengan baik mengesampingkan kelemahan yang ada,
disamping menonjolkan keberhasilan yang telah dicapai.
f. Penyesuaian dengan keinginan komunikasi orang-orang yang menjadi
sasaran atau komunikan dari komunikasi yang kita lancarkan selalu
mempunyai keinginan atau kepantingan tertentu. Dalam hal ini
komunikator dapat menyesuaikan dengan keadaan waktu dan tempat.
Berdasarkan uraian diatas hambatan hambatan terhadap pesan sering
kali kita alami dalam berkomunikasi, lain yang dituju tapi lain yang
diperoleh. Dengan kata lain apa yang diharapkan tidak sesuai dengan
kenyataan. Jalaluddin dalam (Novita Asri:2019)
b. Pola Komunikasi
(Onong Uchjana;2002) Pola komunikasi merupakan serangkaian dua
kata, karena keduanya mempunyai keterkaitan makna sehingga mendukung
dengan makna lainnya. Maka lebih jelasnya dua kata tersebut akan diuraikan
tentang penjelasannya masing masing. Pola juga dapat dikatakan juga dengan
model yaitu cara untuk menunjukan sebuah objek yang mengandung
kompleksitas proses didalamnya dan hubungan antara unsur unsur
pendukungnya.
Sedangkan pola komunikasi dan pola budaya saling berhubungan,
seperti halnya kebudayaan dan komunikasi, karena kebudayaan adalah
komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan. Pola komunikasi dapat
18
dimaknai sebagai bentuk saat terjadinya proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan.
Menurut Effendi yang dimaksud dengan pola komunikasi adalah proses
yang dirancang untuk mewakili kenyataan keterpautan unsur-unsur yang yang
dicakup beserta keberlangsungannya guna memudahkan pemikiran secara
sistematik dan logis. (Onong Uchjana Effendy:2002)
Dari pengertian diatas pola komunikasi adalah gambaran dua orang atau
lebih dalam proses pengirimandan penerimaan pesan dengan tepat, sehingga
pesan yang dimaksud dapat tersampaikan dan mudah dipahami.
c. Proses Komunikasi
Sebelum mengetahui bentuk sebuah pola komunkasi apa yang
diterapkan dalam sebuah komunitas baik secara individu maupun organisasi,
maka kita perlu melihat proses komunikasinya., karena pola komunikasi
tersebut terlahir dari berbagai proses komunikasi sehingga keduanya tidak
dapat dipisahkan, karena menjadi sebuah kesatuan. Tanpa melihat proses
komunikasi yang terjadi dalam sebuah aktifitas komunikasi maka kita tidak
dapat mengetahui pola komunikasi apa yang digunakan.
Proses komunikasi terbagi menjadi dua menurut Onong Uchjana
Effendy, proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu primer dan
sekunder.
a) Proses komunikasi secara primer
19
Proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain
dengan menggunakan lambang atau simbol sebagai media. Lambang sebagai
media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa secara langsung mampu
menerjamahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Pertama komunikan menyandi pesan yang disampaikan kepada komunikan, ini
seperti memformulasikan pikiran atau perasaan kedalam bahasa yang
diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian menjadi giliran
komunikan untuk mengawa sandi (decode) pesan komunikator itu. Itu berarti ia
menafsirkan lambang yang mengandung pikiran atau perasaan komunikator
tadi dalam konteks pengertiannya. Yang penting dalam proses penyandiannya
(coding) itu bahwa komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat
mengawa sandi (decoding) hanya kedalam kata bermakna yang pernah
diketahui dalam pengalamannya masing-masing, karena komunikan
berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh
komunikan, dengan kata lain komunkasi adalah proses membuat sebuah pesan
setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan.
b) Proses komunikasi secara sekunder
Proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang
sebagai media pertama. Seperti yang telah diterangkan diatas pada umumnya
bahasa yang banyak digunakan dalam komunikasi karena bahasa sebagai
20
lambang mampu mentransmisikan pikiran, ide, pendapat dan sebagainya baik
mengenai hal yang abstrak maupun yang konkrit.
Sejalan dengan berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan
kebudayaan. Komunikasi mengalami kemajuan dengan memadukan
berlambang bahasa dengan komunikasi berlambang gambar dan warna. Akan
tetapi oleh para ahli komunikasi diakui bahwa keefektifan dan efisiensi
komunikasi bermedia hanya dalam menyebarkan pesan-pesan yang bersifat
informatif. Menurut mereka yang efektif dan efisien dalam menyampaikan
pesan persuasif adalah komunikasi tatap muka karena kerangka acuan
komunikan dapat diketahui oleh komunikator, sedangkan dalam proses
komunikasinya umpan balik berlangsung seketika dalam arti kata komunikator
mengetahui tanggapan atas reaksi komunikan pada saat itu juga (Onong
Uchjana:2002).
C. Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu
“buddhaya” bentuk jamak dari “buddhi” (budi atau akal) yang diartikan sebagai
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia Konetjaraningrat dalam
(burhan bungin;2011). Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut dengan
culture yang berasal dari bahasa latin, colere yaitu mengelolah atau
mengerjakan. Kata culture juga biasa diterjemahkan sebagai “kultur” dalam
bahasa Indonesia.
21
Arti budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003;169 dalam
(Rulli Narullah;2012) budaya bisa diartikan sebagai pikiran, akal budi, adat
istiadat, sesuatu yang mengenai kebudayaan yang sudah berkembang , dan
sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sulit untuk dirubah. Manusia yang
beretika akan menghasilkan budaya yang memiliki nilai etik. Budaya yang
memiliki nilai nilai etik adalah budaya yang mampu menjaga,
mempertahankan, bahkan mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia
itu sendiri. Simbol tersebut bermakna sebagai sesuatu ekspresi komunikasi
diantara manusia yang mengandung makna yang terus berkembang seiring
pengetahuan manusia dalam menjalani kehidupan. (Rulli,Nasrullah;2012).
Terkait dengan tradisi budaya yang ada dimasyarakat Wonorejo saat ini
menjelaskan bahwa benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, yang berupa perlaku dan benda benda yang bersifat
nyata, seperti pola perlaku, bahasa, organisasi sosial, religi dan seni dan
komunikasi berlangsung dalam konteks budaya tertentu karena komunikasi
dipengaruhi dan mempengaruhi kebudayaan suatu kehidupan masyarakat.
Kebudayaan adalah pandangan hidup dari kelompok masyarakat dalam bentuk
komunikasi simbol-simbol tentang keterampilan suatu kelompok perilaku
kepercayaan, pengetahuan, sikap, nilai dan makna yang mereka terima
masyarakat yang semuanya diwariskan melalui proses komunikasi dan peniruan
dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
22
Dalam komunikasi antarbudaya, setiap orang yang terlibat didalamnya
harus memahami proses komunikasi secara umum. Proses komunikasi
merupakan suatu proses timbal balik antara komunikator sebagai pengirim dan
komunikan sebagai penerima pesan dan menciptakan pengertian dan
penerimaan yang sama, serta menghasilkan tindakan yang sama untuk
mencapai tujuan : a) Tahap ideasi/gagasan (proses penciptaan gagasan atau
informasi yang di lakukan oleh komunikator, b). Tahap encoding (gagasan atau
informasi dibentuk menjadi simbol), c). Tahap pengiriman (gagasan atau pesan
telah disimbolkan melalui saluran media komunikasi), d). Tahap penerimaan
(pesan di terima oleh komunikan), e). Tahap Decoding (pesan-pesan yang
diterima diinterprestasikan, dibaca, diartikan dan diuraikan secara langsung
atau tidak langsung melalui proses berpikir) dan f). Tahap respon (tindakan
yang dilakukan oleh komunikan sebagai respon terhadap pesan-pesan yang
diterimanya merupakan tahap terakhir dalam proses komunikasi).
(Simanjuntak;2003).
Komunikasi antarbudaya terjadi bila pengirim pesan merupakan anggota
dari suatu budaya dan penerima pesannya merupakan anggota dari budaya lain.
Komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi antar orang-orang yang
berbeda budaya baik dalam arti ras, etnik maupun perbedaan sosioekonomi.
Tubbs dan Moss dalam(Ahmad sihabuddin;2017;13).
Komunikasi dan budaya tidak dapat dipisahkan dan sangatlah berkaitan
erat karena budaya sangat membutuhkan komunikasi begitupun sebaliknya.
23
Budaya berpengaruh pada cara pandang dan tingkah laku, bagaimana kita
berpikir dan bagaimana kita bertingkah laku dan melihat. Seperti yang
dikatakan Hall dalam Samovar budaya adalah komunikasi dan komunikasi
adalah budaya. Maksudnya karena dalam suatu budaya tidak terlepas dari
komunikasi yang merupakan suatu set dari sikap, perilaku dan simbol simbol
yang dimiliki manusia dan biasanya dikomunikasikan dari suatu generasi ke
generasi berikutnya (Samovar,2010;25).
Komunikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji bagaimana budaya
berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi: apa makna pesan verbal dan
nonverbal menurut budaya-budaya yang bersangkutan, apa yang layak
dikomunikasikan, bagaimana cara mengkomunikasikan nya (verbal dan
nonverbal) dan kapan mengkomunikasikannya. Mulyana(Heryadi
Silvana:2013).
D. Kaitan Komunikasi dan Budaya
Ruben dan Stewart mendefinisikan komunikasi yaitu sesuatu yang sangat
esensi bagi individu, relasi, kelompok, organisasi dan masyarakat. Komunikasi
merupakan garis yang menghubungkan manusia dengan dunia, bagaimana
manusia membuat kesan kepada dunia, komunikasi sebagai sarana untuk
mengekspresikan diri dan mempengaruhi orang lain. Karena itu jika manusia
tidak berkomunikasi maka dia idak dapat menciptakan dan memelihara relasi
dengan sesam kelompok, organisasi dan masyarakat. Komunikasi
24
memungkinkan manusia untuk mengkoordinasi semua kebutuhannya bersama
orang lain. (Liliweri Alo:2011).
Budaya merupakan sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan dan meliputi sisem idea dan gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia sehingga dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua masyarakat
pernah ada dalam kehidupan saat ini, menerima warisan kebudayaan dari
leluhur mereka. Warisan dan kebudayaan itu adanya berupa gagasan, ide atau
nilai-nilai luhur dan benda-benda budaya. Warisan kebudayaan ini boleh jadi
sebuah kecenderungan alamiah dari kehidupan manusia untuk terus-menerus
memberikan nilai dan fakta kebenaran yang ada.
Komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi dan
sangatlah berkaitan erat karena budaya sangat membutuhkan komunikasi
begitupun sebaliknya, budaya berpengaruh pada cara pandang dan tingkah laku,
bagaimana kita berpikir dan bagaimana kita bertingkah laku dan melihat.
Maksudnya karena dalam suatu budaya tidak terlepas dari komunikasi yang
merupakan suatu set dari sikap, perilaku dan simbol-simbol yang dimiliki
manusia dan biasanya dikomunikasikan dari suatu generasi kegenerasi
berikutnya. (Samovar, 2010)
Menurut Philipsen dalam (Damastuti;2016) mengatakan budaya bukan
hanya mempengaruhi komunikasi, tetapi juga dipengaruhi oleh komunikasi.
Komunikasi itu lahir karena manusia berpikir dan enyatakan eksistensinya,
sementara eksistensi itu ada karena manusia berpikir dan menyatakan
25
eksistensinya, sementara eksitensi itu adda karena pengakuan dari manusia
sekitarnya. Pengakuan itu lahir karena ada bahasa yang membuat manusia bisa
berinteraksi dengan manusia lainnya didalam masyarakat. Interaksi antara satu
individu dengan individu lainnya didalam masyarakat yang megakibatkan
lahirnya budaya.
Ketika berbicara peranan budaya dalam pembentukan pola komunikasi,
maka salah satu komponen budaya yang memiliki peran dalam pembentukan
pola komunikasi adalah kearifan lokal. Kearifan lokal dipahami sebagai cara
hidup suatu masyarakat yang didasarkan ajaran, ideology, falsafah hidup dari
suatu budaya yang dimiliki oleh suatu masyarakat terbntuk sebagai proses yang
terjadi dilingkungan hidupnya. (Damastuti;2016).
E. Makna
Makna adalah balasan terhadap pesan, suatu pesan terdiri dari tanda-tanda
dan simbol-simbol yang sebenarnya tidak mengandung makna. Makna baru akan
muncul ketika ada sesorang yang menafsirkan tanda dan simbol yang
bersangkutana dan berusaha memahami artinya. Makna pesan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah segala bentuk pesan yang terkandung dalam
perayaan tradisi malam satu suro di Desa Wonorejo Kecamatan mangkutana.
Dengan kata lain makna diartikan sebagai cara pandang seseorang pada realita
yang ditangkap oleh panca indera, baik secara verbal maupun non verbal sebagai
representasi dan informasi yang diterima dengan memberikan pemaknaan.
F. Pesan Moral
26
a. Definisi pesan
Menurut Arni Muhammad (2007:30) Pesan adalah seperangkat simbol
verbal atau non verbal yang mewakili perasaan, nilai gagasan atau maksud dari
suatu sumber yang disampaikan bisa memberikan pengaruh yang cukup berguna
dan efektif, pesan dapat ditujukan kepada satu individu kepada individu yang
lain penyampaian pesan dapat dilakukan melalui lisan, tatap muka secara
langsung dan isi pesan dapat berupa masukan yang dapat di terima masyarakat.
Cangara (Nasrullah;2012) pesan merupakan titik sentral dalam proses
komunikasi termasuk dalam komunikasi antarbudaya. Pesan merupakan
perwakilan dari image seta tujuan tujuan yang ingin dicapai. Cangara
menegaskan bahwa pesan merupakan sesuatu yang disampaikan pengirim
kepada penerima, dan penyampaiannya melalui tatap muka atau melalui media
komunikasi.
Bebicara tentang pesan dalam komunikasi, kita tidak terlepas dari apa yang
disebut dengan simbol dan kode, karena pesan yang dikirim komunikator kepada
komunikan. Sebagai makhluk sosial dan juga makhluk sosial berkomunikasi,
manusia dalam hidupnya diluputi oleh berbagai macam simbol, baik yang
diciptakan oleh manusia itu sendiri maupun yang bersifat alami.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita tidak dapat membedakan
pengertian antar simbol dan kode, bahkan banyak orang menyamakan kedua
konsep tersebut. Simbol merupakan lambang yang memiliki suatu objek,
27
sedangkan kode adalah seperangkat simbol yang telah disusun secara sistematis
dan teratur sehingga mempunyai arti. Sebuah simbol yang tidak memiliki arti
bukanlah kode kata David K.Berlo; dalam (Cangara;2003).
b. Definisi Moral
Menurut Lillie (Budiningsih;2008) moral menurut bahasa latin “mos”,
dalam bahasa jamak “mores” yang berarti tata cara dalam hidup ber-adat
istiadat. sedangkan menurut Suseno dalam (Budiningsih;2008) moral merupakan
baik buruknya sikap seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga
masayarakat.
Menurut Zakiah Darajat dalam (Dini indriani;2013) moral adalah kelakuan
tentang nilai-nilai masyarakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar
oleh rasa tanggung jawab atas perilaku tersebut. Ajaran moral membuat
pandangan tentang nilai dan norma yang terdapat diantara kelompok manusia.
Adapun kategori golongan berdasarkan pesan moral, yaitu;
a. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan
b. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri seperti ambisi, dan takut
c. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial
termasuk termasuk hubungan dengan alam.
Berdasarkan uraian tentang moral dapat diartikan sebagai sesuatu perilaku
yang dilakukan oleh individu yang berhubungan dengan kemampuan dalam
menentukan baik buruknya suatu perilaku pada diri seseorang yang berhubungan
28
dengan tingkah laku, akhlak, budi pekerti dan mental yang membentuk karakter
dalam diri seseorang sehingga dapat menilai baik buruknya perilaku seseorang.
c. Pesan moral
Cangara (Nasrullah;2012) Pesan merupakan titik sentral dalam proses
komunikasi termasuk dalam komunikasi antarbudaya. Pesan merupaka
perwakilan dari image serta tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Pesan merupakan
titik temu antara sender dan receiver. Cangara (Nasrullah:2012) menegaskan
bahwa pesan merupakan sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima.
Penyampaiannya biasa melalui tatap muka maupun media komunikasi dan
Moral merupakan kelakuan tentang nilai nilai masyarakat yang timbul dari hati
dan bukan paksaan dari luar oleh rasa tanggung jawab atas perilaku baik
buruknya sikap seseorang.
Berdasarkan penjelasan pesan dan moral dapat di simpulkan bahwa pesan
moral merupakan pesan yang terdapat muatan moral atau nilai-nilai kebaikan
atau keburukan pada seseorang. Nilai-nilai tersebut bersumber dari akal manusia
dan kebudayaan suatu masyarakat.
G. Tradisi budaya malam satu suro
Berdasarkan kepada kepercayaan terhadap nenek moyang terdahulu tradisi
berasal dari kata “traditium” pada dasarnya berarti segala sesuatu yang diwarisi
dari masa lalu. Tradisi merupakan hasil cipta dan karya manusia objek material,
kepercayaan. Khayalan, kejadian atau lembaga yang diwariskan dari sesuatu
29
generasi ke generasi berikutnya seperti misalnya adat-istiadat, kesenian dan
properti yang digunakan. Sesuatu yang di wariskan tidak berarti harus diterima,
dihargai atau disimpan sampai mati. Bagi para pewaris setiap apa yang mereka
warisi tidak dilihat sebagai tradisi. Tradisi yang diterima akan menjadi unsur
yang hidup di dalam kehidupan para pendukungnya. Ia menjadi bagian dari
masa lalu yang dipertahankan sampai skarang dan memiliki kedudukan yang
sama dengan inoovasi-inovasi baru. Tradisi merupakan suatu gambaran sikap
dan perilaku manusia yang telah berproses dala waktu yang lama dan dilakukan
secara turun temurun dimulai dari nenek moyang terdahulu. (Tasikuntan,
Pengertian tradisi:2012).
Malam satu suro dalam masyarakat Jawa adalah suatu perayaan tahun baru
menurut kalender Jawa dalam perhitungan masyarakat Jawa, malam satu suro ini
dimulai dari terbenamnya matahari pada terakhir bulan terakhir kalender Jawa
(29/30 bulan besar) sampai terbitnya sang matahari pada hari pertama bulan
pertama tahun berikutnya, masyarakat jawa merayakan malam satu suro dengan
melakukan suatu upacara kegiatan seperti berkumpul didalam masjid untuk
melakukan prosesi tradisi suro atau biasa disebut dengan satu muharram.
(Muhammad Sholikhin;2010).
Malam satu suro atau As-syura yang berarti sepulu, identik dengan satu
tradisi atau kebudayaan yang ada di Indonesia yang dilestarikan secara turun-
temurun khususnya masyarakat Desa Wonorejo yang bersuku Jawa
melaksanakan perayaan tradisi malam satu suro, masyarakat masih melestarikan
30
budaya satu suro ini, masyarakat melaksanakan tradisi ini dengan maksud dan
tujuan untuk keselamatan terhadap sang pencipta. Masyarakat Jawa menyebut
malam satu suro dengan istilah suroan artinya melakukan kegiatan pada bulan
suro atau biasa yang dikenal dalam kalender hijriyah Satu Muharram bahkan
dalam satu suro masyarakat menganggap hari yang sakral sehingga masih
dipertahankan sampai saat ini. Mereka percaya bahwa tradisi perayaan malam
satu suro ini dapat membawa berkah bagi masyarakat.
H. Kebudayaan dan tradisi Dalam Pandangan Islam
(M.Akil;2007) Kebudayaan Islam merupakan implemetasi ajaran Islam,
baik dalam bentuk pemkiran seni, sikap atau perbuatan yang didorong oleh
perintah wahyu. Jika ajaran agama Islam ini diamalkan sungguh-sungguh,
maka umat Islam akan menjadi maju dalam menciptakan kebudayaan. Menurut
sarjana dan pengarang Islam, Sidi Gazalba, kebudayaan Islam adalah cara
berpikir dan cara merasa Islam yang menyatakan diri dalam seluruh segi
kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan social dalam
suatu ruang dan suatu waktu. Meskipun agama Islam bukan agama budaya
namun sangat mendorong bahkan turut mengatur penganutnya untuk
membangun kebudayaan dan Islam membuat sendiri kebudayaannya yang
sesuai dengan ajaran Islam.
Sebagaimana ajaran Islam dalam Al-Qur’an surah QS. Al Imran/3: 103,
berbunyi :
31
Artinya :
“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu,
sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu)
kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana.
Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu
mendapat petunjuk.”
Maksud ayat diatas adalah berpegang teguhlah kepada Allah dan tetaplah
bersatu yakni upayakan sekuat tenaga untuk tetap bersatu dan janganlah berbuat
sesuatu yang mengarah kepada perpecahan. (kementrian Agama RI;2018)
Ketika sebuah tradisi dan budaya tidak bertentangan dengan agama, maka
Islam akan mengakui dan melestarikannya. Tetapi ketika sesuatu tradisi dan
budaya berentangan dengan nilai-nilai agama maka Islam akan memberikan
beberapa solusi, seperti menghapus budaya atau meminimalisir kadar madharat
budaya tersebut. Namun ketika suatu budaya dan tradisi masyarakat yang telah
berjalan tidak dilarang dalam agama maka dengan sendirinya menjadi bagian
bagian yang integral dari syariah Islam.
Seperti yang dijelaskan, tradisi menurut Al-Qur’an itu sendiri Allah
berfirman dalam QS. Al-A’raf/7: 199 berbunyi :
32
Artinya :
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf (tradisi
yang baik), sera berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”
I. Kerangka Berpikir
Kebudayaan merupakan warisan dari nenek moyang suatu masyarakat
yang akan terjadi pada generasinya yang akan datang. Salah satu budaya yang
masih dilestarikan sampai saat ini adalah budaya Malam Satu Suro, dimana
budaya ini dilakukan oleh masyarakat jawa di Indonesia. Desa Wonorejo
Kecamatan Mangkutana Kabupaten Luwu Timur merupakan salah satu daerah
yang mayoritasnya adalah suku Jawa, mereka setiap tahunnya melakukan tradisi
Malam Satu Suro.
Untuk melihat tradisi budaya malam satu suro ada dua rumusan masalah
yang akan dicari, yaitu rumusan pertama yakni makna dari perayaan tradisi
budaya malam satu suro yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa Di Desa
Wonorejo Kecamatan Mangkutana dan rumusan masalah kedua yaitu pesan
moral dari perayaan tradisi budaya malam satu suro di Desa Wonorejo
Kecamatan Mangkutana dengan menggunakan teori pesan yang dimana terdapat
pesan verbal dan nonverbal dalam penelitian perayaan tradisi budaya malam satu
suro.
33
Berdasarkan pemaparan kerangka pikir diatas dapat disederhanakan
sehingga mudah dipahami dengan bagan sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
Tradisi Budaya
Malam Satu
Suro
Makna
perayaan
tradisi budaya
malam satu
suro
Pesan Moral
Perayaan
tradisi budaya
malam satu
suro
Pesan Moral
Makna dan
Moral
-Pesan verbal
-pesan non
verbal
34
J. Fokus Penelitian
Untuk menghindari terjadinya penafsiran dari pembaca dan keluar dari
pokok permasalahan dalam penelitian ini, maka peneliti hanya berfokus pada
makna dan pesan moral tradisi budaya malam satu suro di Desa Wonorejo
Kecamatan Mangkutana.
K. Deskripsi Fokus Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang diuraikan diatas, dapat dideskripsikan
permasalahan dengan pendekatan penelitian ini bahwa ada beberapa hal yang
menyangkut tentang apa makna dan pesan moral pada perayaan tradisi budaya
Malam Satu Suro. agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap judul yang
dimaksud maka penulis akan menjelaskan beberapa variabel:
a. Tradisi Malam Satu Suro
Malam satu suro merupakan tradisi orang Jawa untuk menyambut
datangnya bulan Suro yang biasa disebut dengan satu Muharram yang
dilaksanakan oleh masyarakat Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana yang
masih dipertahankan hingga saat ini untuk mendapatkan keberkahan dan
ketentraman dalam hidup
b. Pesan Verbal
35
Pesan verbal merupakan pesan yang disampaikan secara lisan maupun
tertulis seperti ide-ide, gagasan yang mengandung arti. Kode verbal dalam
penggunaannya menggunakan bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai
seperangkat kata yang disusun secara berstruktur sehingga menjadi himpunan
kalimat yang mengandung arti.
c. Pesan Non Verbal
pesan non verbal merupakan jenis pesan dalam penyampaiannya dengan
cara langsung atau bertatap muka secara langsung dan pesan yang disampaikan
dapat dipahami isinya oleh penerima melalui gerak gerik, tingkah laku, dan
ekspresi muka pengirim pesan. Pada pesan non verbal hanya mengandalkan
indera penglihatan yang berhubungan dengan kelakuan.
d. Makna
Makna adalah balasan terhadap pesan, suatu pesan terdiri dari tanda-tanda
dan simbol-simbol yang sebenarnya tidak mengandung makna. Makna baru akan
muncul ketika ada sesorang yang menafsirkan tanda dan simbol yang
bersangkutana dan berusaha memahami artinya. Makna pesan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah segala bentuk pesan yang terkandung dalam
perayaan tradisi malam satu suro di Desa Wonorejo Kecamatan mangkutana.
Dengan kata lain makna diartikan sebagai cara pandang seseorang pada realita
yang ditangkap oleh panca indera, baik secara verbal maupun non verbal sebagai
represntasi dan informasi yang diterima dengan memberikan pemaknaan.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan diwilayah Desa Wonorejo Kecamatan
Mangkutana Kabupaten Luwu Timur yang berkaitan dengan “Pesan Moral Tradisi
Budaya Malam Satu Suro di Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana.
Adapun alasan memilih Lokasi ini adalah dikarenakan pada kawasan
masyarakat di Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana yang didominasi oleh suku
jawa yang masih mempertahankan budaya malam satu suro diera modern ini,
sehingga perlu diteliti mengenai pandangan dan makna pesan moral dari Budaya
Malam Satu Suro di Desa Wonorejo.
Adapun waktu penelitian dalam pengambilan data akan dilakukan selama 2
bulan setelah seminar proposal dilaksanakan.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kualitatif dengan jenis penelitian pendekatan deskriptif. Metode penelitian
diartikan sebagai sesuatu kegiatan ilmiah yang dilakukan secara bertahap dimulai
menentukan topik pengumpulan data, maka penelitian ini akan diarahkan untuk
mengidentifikasi, mendeskripsikan bagaimana Pesan Moral Tradisi Budaya Malam
37
Satu Suro di Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana. Dalam penelitian ini peneliti
memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan kemudian ditafsirkan
dan diberi makna sesuai dengan apa yang ingin dicapai dalam penelitian di
lapangan.
Penggunaan metode penelitian deskriptif ini untuk mengumpulkan suatu
kenyataan yang ada atau yang terjadi di lapangan agar dapat dipahami secara
mendalam, sehingga pada akhirnya dapat diperoleh data yang diperlukan sesuai
dengan tujuan penelitian. menggunakan pendekatan fenomenologi yang merupakan
suatu pendekatan yang digunakan untuk melihat hal hal yang terjadi pada objek
penelitian dengan menggambarkan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang
ada di lapangan (Moleong, 2007;5)
C. Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data primer
dan data sekunder:
a) Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui penelitian lapangan
dengan melakukan interview, yang berarti kegiatan langsung ke lokasi penelitian
untuk memperoleh data dari narasumber dengan cara melakukan Tanya jawab
yang berkaitan dengan “Budaya Malam Satu Suro”.
b) Data sekunder
Data sekunder merupakan data data yang dapat dijadikan sebagai pendukung
data pokok, atau dapat pula didefinisikan sebagai sumber data yang mampu atau
38
dapat memberikan informasi atau data tambahan yang dapat memperkuat data
pokok. Adapun sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data
sekunder adalah berupa buku, jurnal, majalah dan pustaka lain yang berkaitan
dengan tema penelitian.
D. Metode pengumpulan data
Dalam pengumpulan data metode yang digunakan yaitu ; observasi,
interview/wawancara dan dokumentasi. Dalam pengumpulan data penulis
menggunakan teknik :
a) Observasi
Observasi adalah suatu teknik penelitian yang digunakan oleh penulis
dengan turun lansung ke lapangan untuk mengamati objek secara langsung guna
mendapatkan data yang lebih jelas. Observasi dimaksudkan untuk
mengumpulkan data dengan melihat langsung ke lapangan terhadap objek yang
diteliti. Dalam pelaksanaan observasi penulis menggunakan alat bantu untuk
memperlancar observasi di lapangan yaitu buku catatan sehingga seluruh data-
data yang diperoleh di lapangan melalui observasi ini dapat langsung dicatat.
b) Wawancara
Wawancara merupakan proses tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan di mana dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan keterangan
secara mendalam dan detail. Dalam kaitannya dengan penelitian ini penulis
memilih melakukan metode wawancara tidak struktur, maksudnya melakukan
39
wawancara secara bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang tidak tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancaranya hanya berupa garis besar
permasalahan yang akan di pertanyakan. (Sugiyono,2009;73)
c) Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan bukti dan keterangan seperti foto,
kutipan materi, dan berbagai bahan referensi lain yang berada di lokasi
penelitian dan dibutuhkan untuk memperoleh data valid.
E. Informan penelitian
Menurut Moleong (2007;132) bahwa informan penelitian adalah orang orang
yang dimanfaantkan untuk memberi informasi tentang kondisi dan situasi latar
belakang penelitian, adapun informan penelitian merupakan seseorang yang menjadi
narasumber dan memberikan informasi maupun keterangan keterangan mengenai
fakta-fakta yang terjadi di lapangan disaat penelitian berlangsung. Informan
penelitian ini merupakan orang orang yang bertempat tinggal di Desa Wonorejo
Kecamatan Mangkutana yaitu: Kepala Desa Wonorejo, masyarakat Desa Wonorejo
dan Tokoh Agama di Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang akan digunakan penelitian ini adalah :
1. Reduksi data
40
Reduksi merupakan bentuk analisis yang digolongkan, mengarahkan
membuang yang tidak perlu dan mengumpulkan data dengan cara sedemikian
rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.
2. Display data
Display data adalah penyajian data ke dalam bentuk tertentu, sehingga
terlihat sosoknya secara utuh. Dalam penyajian data, penulis melakukan secara
induktif, yakni menguraikan setiap permasalahan dalam pembahasan penelitian
ini dengan cara pemaparan secara umum kemudian menjelaskan dalam
pembahasan yang lebih spesifik.
3. Penarikan kesimpulan
Dalam menganalisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi, setiap kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara
dan akan berubah apabila ditemukan bukti bukti kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Upaya penarikan kesimpulan yang
dilakukan peneliti mulai mencari arti penjelasan penjelasan. Kesimpulan
kesimpulan itu kemudian diverifikasi selama penelitian berlangsung dengan cara
memikir ulang dan meninjau lapangan sehingga terbentuk penegasan
kesimpulan.
Metode yang digunakan dalam penulisan dan pengumpulan data dalam
proposal ini yaitu dilakukan dengan sistem dokumentatif, yaitu mengambil
41
referensi bahan dari berbagai sumber-sumber yang relevan kemudian
menganalisisnya sesuai dengan kasus atau topik yang diangkat.
G. Keabsahan Data
Dalam setiap pelaksanaan penelitian data yang terkumpul tentunya tidak
semuanya valid dan kredibel. Untuk itu dalam menguji tingkat kredibilitas dan
keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber , yaitu dengan
mengecek data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.
Triangulasi Sumber, untuk menguji kredibilitas data dilakukan degan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber, data yang telah
dianalisis sehingga menghasilkan kesimpulan kemudian diminta kesepakatan dengan
sumber data. Pertama peneliti mengecek data dari berbagai sumber dan
mewawancarai narasumber pada tanggal 13 Agustus 2020 untuk mendapatkan data
yang valid, lalu peneliti mendatangi kembali narasumber pada tanggal 17 Agustus
2020 untuk mendapatkan data yang lebih valid lagi setelah mewawancarai
narasumber dalam berbagai cara dan waktu yang digunakan akhirnya peneliti
mengambil kesimpulan kemudian diverifikasi selama penelitian berlangsung
sehingga mendapatkan data yang valid.
42
BAB 1V
HASIL DAN PEBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
1. Letak geografis Kabupaten Luwu Timur
Sumber: Webside resmi Kabupaten Luwu Timur
Kabupaten Luwu Timur merupakan Kabupaten paling timur di
Propinsi Sulawesi Selatan yang berbatasan dengan Propinsi Sulawesi
43
Tengah di sebelah Utara. Sedangkan di sebelah Selatan berbatasan
dengan Propinsi Sulawesi Tenggara dan Teluk Bone. Sementara itu,
batas sebelah Barat merupakan Kabupaten Luwu Utara. Tepatnya di
antara 2o03'00"-3o03'25" Lintang Selatan dan 119o28'56"-121o47'27"
Bujur Timur, dengan luas wilayah 6,944.88 km2. Sekitar 11,14 persen
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan luas wilayah Kabupaten Luwu
Timur. Kabupaten Luwu Timur yang beribukota di Malili.
Kabupaten Luwu Timur secara administrasi memiliki 11 Kecamatan
yaitu:
a) Kecamatan Burau
b) Kecamatan Wotu
c) Kecamatan Tomoni
d) Kecamatan Tomoni Timur
e) Kecamatan Angkona
f) Kecamatan Malili (Regional Administratif)
g) Kecamatan Towuti
h) Kecamatan Nuha
i) Kecamatan Wasponda
j) Kecamatan Mangkutana
k) Kecamatan Kalaena
44
Salah satunya adalah Kecamatan Mangkutana, Kecamatan
Managkutana berada pada posisi Lintang Selatan dan Bujur Timur degan
luas wilayah 1.300,96 km. kecamatan yang terletak di sebelah Barat ibu
kota Kabupaten Luwu Timur ini berbatasan langsung dengan Provinsi
Sulawesi Tengah di sebelah Utara. Kecamatan Mangkutana terdiri dari
11 Desa salah satunya yaitu desa Wonorejo. Desa Wonorejo terletak 0
km dari Ibu Kota Kecamatan atau 55 Km dari Ibu Kota Kabupaten Luwu
Timur dengan luas wilayah 5,1 Km2 yang merupakan daerah dataran
lahan persawahan dan sedikit perbukitan. Lahan persawahan merupakan
daerah yang terluas dan menjadi penghasil terbesar dari sektor pertanian
(tanaman padi). Desa Wonorejo memiliki batas batas antara lain:
a) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pancakarsa, Kecamatan
Mangkutana
b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Maleku, Kecamatan
Mangkutana
c) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Wonorejo Kecamatan
Mangkutana
d) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Maleku Kecamatan
Mangkutana. (Profil Kecamatan Mangkutana;2018)
2. Profil Kecamatan Mangkutana
Kecamatan Mangkutana merupakan salah satu yang ada di
Kabupaten Luwu Timur dengan luas wilayah 1.300,96 km2, Kecamatan
45
yang terletak di Sebelah Barat ibukota Kabupaten Luwu Timur yang
berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah Utara,
Kecamatan Wasuponda dan Kalaena sebelah Timu, sebelah Sealatan
berbatasan dengan Kecamatan Tomoni dan Tomoni Timur dan di sebelah
Barat berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara. Kecamatan
Mangkutana. Kecamatan Mangkutana memiliki 11 Desa yang salah
satunya ialah Desa Wonorejo. (Profil Kecamatan mangkutana;2018)
3. Sejarah Desa Wonorejo
Pada tahun 1938, Datang Penduduk dari Jawa di Celebes (Sulawesi)
di distrik kalaena yang sekarang disebut mangkutana. Kedatangan
penduduk dari jawa itu dibawa oleh kolonial Belanda, Maka disebut
masyarakat kolonialisasi dan para penduduk kolonialisasi tiba di distrik
kalaena ditempatkan disuatu tempat yang kondisinya masih hutan. Pada
tahun 1940 hutan tersebut telah dibuka dan digarap menjadi satu
kampung Wonorejo yang artinya (Wono itu Hutan dan Rejo itu Ramai)
pada saat itu dikepalai oleh Pakem Sanjaya. Pada waktu itu
kehidupan/nasib penduduk kolonialisasi sangat menderita, Karena
adanya kerja Rodi dari Pemerintah Belanda. Pada tahun 1949 setelah
kepemimpinan pakem Pakem Sanjaya berakhir kemudian diganti dengan
R. Kandar. Pada waku iu pembangunan sudah mulai Nampak
berkembang dan araf hidup masyarakat sudah mulai membaik. Pada
tahun 1958 gerombolan DI. TII membumi hanguskan kampung
46
Wonorejo. Rumah-rumah, kantor , dan bangunan peninggalan Belanda
dibakar, yag tersisah hanya rumah ibadah yaitu Masjid. Pada saat itu
masyarakat setempat mengungsi ke Palopo, Lamasi, Poso, dan sebagian
lagi mengungsi kehutan selama 3 tahun lamanya akitbat kejadian itu
suasana kampung Wonorejo seperti daerah yang tak berpenghuni. Pada
tahun 1961 keadaan kampung Wonorejo sudah pulih kembali karena TNI
dapat menguasai kampung tersebutdan gerombolan DI.TII pun sudah
meninggalkan kampung Wonorejo. Penduduk yang tadinya mengungsi
kambali ke kampung Wonorejo, walaupun sebagaian ada yang tetap
bertahan di daerah pengungsian mereka. Pada tahun 1965 Bapak Sajad
mengakhiri jabatannya sebagai kepala kampung dan digantikan oleh
Reso Husodo. Pada tahun 1967 sesuai dengan aturan pemerintah pusat
yang menghendaki adanya keseragaman administrasi pemerintah, ,maka
kampung Wonorejo diubah menjadi Desa Wonorejo yang pada saat itu
terdiri dari 2 Dusun yaitu Dusun Wonorejo dan Dusun Sendang Sari,
kepala Desa pertama adalah Yasmidi HPE dari POLRI. Pada tahun 1975
Yasmidi ditarik kembali ke Polsek dan digantikan oleh M. Saad dari
POLRI. Pada tahun 1983 M. Saad ditarik kembali ke Polsek dan
digantikan oleh Bapak ABD. Hamid. Pada tahun 1995 masa jabatan
kepala Desa ABD.Hamid berakhir dan digantikan oleh kepala Desa
terpilih yaitu bapak Meslan dari TNI. Pada tahun 2001 kepala Desa
Meslan ditarik kembali ke Kesatuan dan digantikan Pjs. Oleh D.
47
Sudarpo. Pada tahun 2003 masa jabatan kepala Desa Sudarpo berakhir.
Pada tahun 2004-2008 Desa Wonorejo dikepalai oleh kepala Desa
terpilih yaitu Djumadi. Pada tahun 2009 Desa Wonorejo dijabat
sementara oleh Markijan. Pada tahun 2011-2016 Desa Wonorejo di
Kepalai oleh kepala Desa terpilih yakni Yueni Tirtosari dan tahun 2017
dijabat sementara oleh Pjs. Darmawati,SE selaku kasi Pemerintah di
Kecamatan mangkutana. Lalu pada tahun 2018 Desa Wonorejo dikepalai
oleh kepala Desa terpilih yaitu Ibu Hj. Nurhayati hingga sekarang.
(sejarah singkat Desa Wonorejo Kabupaten Luwu Timur; 2018)
4. Kondisi Desa
Desa Wonorejo merupakan salah satu Desa yang terdiri dari 11 Desa
yang ada di Kecamatan Mangkutana, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi
Sulawesi Selatan. Desa Wonorejo terdiri dari 4 Dusun yaitu :
a. Dusun Sendang Sari 01
b. Dusun Sendang Sari 02
c. Dusun Sendang Rejo
d. Dusun Sendang Mulyo
Desa Wonorejo terletak 0,5 Km dari Ibu Kota Kecamatan, atau 55
Km dari Ibu Kota Kabupaten Luwu Timur dengan luas wilayah 5,1 Km,
yang merupakan daerah dataran (lahan persawahan) sedikit perbukitan.
Panjang Jalan Provinsi 1200 M, Luas Pemukiman 180 Ha, dan Luas
48
Persawahan 365 Ha, Lahan Persawahan merupakan daerah yang terluas
dan menjadi penghasil terbesar dari sktor pertanian (tanaman padi).
5. Deskripsi Tadisi Malam Satu Suro
Malam satu suro merupakan tradisi budaya yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Wonorejo setiap tahunnya dalam rangka menyambut
datangnya bulan suro atau biasa disebut dengan malam satu Muharram
atau tahun baru Islam menurut kalender Jawa yang biasa dilaksanakan
oleh masyarakat Jawa yang masih dipertahankan tradisi perayaan malam
satu suro oleh masyarakat Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana.
Tradisi perayaan budaya malam satu suro merupakan gambaran atas rasa
syukur pada masyarakat Desa Wonorejo, malam satu suro bagi
masyarakat Jawa malam satu suro adalah malam yang penuh dengan
keberkahan bagi masyarakat, dengan harapan agar masyarakat Desa
Wonorejo mendapatkan keberkahan untuk kehidupan di Tahun yang
akan datang.
6. Prosesi Perayaan Tradisi Budaya Malam Satu Suro
Adapun prosesi pelaksanaan perayaan tradisi budaya malam satu suro
adalah sebagai berikut :
a. Melakukan tahlil dan berdoa bersama
Doa-doa yang dimaksud adalah agar masyarakat Desa Wonorejo
dapat diberi keberkahan, kesejateraan, dan kemakmuran dalam
49
kehidupan diawal tahun baru islam. Pada dasarnya tahlil merupakan
kegiatan dzikir untuk bermunajat kepada Allah SWT.
Adapun doa yag dibaca yaitu “aku berlindung kepada Allah dari
syetan yang terkutuk, denga ama Allah Yang Maha Pegasih lagi
Maha Penyayang. Ya Allah yang Maha Pengasih semua rasa syukur
hanya saya tujuka kepada Allah yang meciptaka dunia dan isinya.
Allah telah memberi kenikmatan dan kesehatan mohon kami diberi
maaf atas dosa dan kehilafan kami. Ya Allah hanya kepadamulah
kami meminta pertologan dan perlindungan. Ya Alah yang Maha
Agung dengan hati yang tulus kami warga Desa Wonorejo mohon
diberi berkah. Ya Allah yang Maha Bijaksana kami warga Desa
Wonorejo kami saat ini sedang menyelenggarakan acara adat guna
meneruskan pengetahuan peninggalan para leluhur. Kegiatan ini
dilakukan guna untuk melestarikan ajaran leluhur serta cikal bakal
tradisi Desa Wonorejo. Ya Allah yang Maha Pemurah kami warga
Desa Wonorejo serta yang bertempat tinggal di Desa Wonorejo agar
diberikan kesehatan dan keselamatan serta mendapatkan kekuatan
lahir batin dan tetap diberikan, iman dan kebaikan sehingga Desa
Wonorejo menjadi makmur. Ya Allah mudahkankalah urusa kami
dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka. Amin ya Robbalalamin.
b. Melakukan Tausyiah
50
Mengadakan Tausyiah adalah merupakan salah satu tradisi yang
rutin dilaksanakan masyarakat Desa Wonorejo dalam menyambut
datangnya tahun baru Islam atau bulan suro. Adapun acara ini dibuka
oleh sambutan kepala Desa dan warga yang hadir ditempat. Adapun
acara ini dipimpin oleh pak ustadz dari Desa Wonorejo yang dimulai
dari penyampaian tausyiah dengan malam satu suro ini. kemudian
dilanjutkan dengan membaca tahlil, tahmid dan zikir. Setelah itu
pembaaan doa akhir tahun kemudian sebagai tanda terimakasih
kapada Allah SWT dipanjatkan doa awal tahun. Setelah itu selepas
doa tersebut seluruh jamaah saling bersalaman.
c. Santuan anak yatim
Tradisi dalam menyantuni anak yatim sudah menjadi tradisi Desa
Wonorejo dalam setiap tahunya. Dalam pelaksanaan tradisi, hal
ini baik untuk dilakukan dengan tujuan yaitu secara tehnis
diharapkan dapat membantu anak yatim piatu untuk dapat
terpenuhinya kebutuhan dasar dan hak-haknya agar dapat hidup
layak seperti anak-anak pada umumnya. Salah satunya kebutuhan
dasar akan pendidikan dalam rangka pembangunan kesejahteraan
sosial, sekaligus memberikan perlidungan dini untuk anak yatim
terhadap permasalahan-permasalahan sosial secara dini.
d. Melakukan takir plontang atau berbagi makanan
51
Setelah tausyiah masyarakat langsung melakukan takir plontang.
Takir plontang adalah tradisi yang dilakukan setiap tahunnya pada
saat menyambut datangnya malam satu suro atau malam tahun baru
Islam, acara takir plontang guna untuk berbagi makanan untuk orang
orang yang membutuhkan.
B. Makna Tradisi Perayaan Tradisi Budaya Malam Satu Suro Bagi
Mayarakat Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana
Makna adalah balasan terhadap pesan. Suatu pesan terdiri dari tanda-
tanda dan simbol-simbol yang sebenarnya tidak mengandung makna.
Makna baru akan muncul ketika ada seseorang yang menafsirkan tanda
dan simbol yang bersangkutan dan berusaha memahami artinya.
Pelaksanaan penyambutan bulan suro dikalangan masyarakat Jawa
mempunyai makna sebagai awal tahun tahun yang dianggap sakral dan
suci.
Makna pesan mengaenai tradisi perayaan budaya malam satu suro
diantaranya ialah sebagai berikut :
1. Sebagai alat untuk mempererat tali silaturahmi
2. Selalu bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya dan rizki
bagi semua umat serta saling menghormati satu sama lain.
3. Selalu ingat dan mendekatkan diri kepada sang khalik.
52
4. Takir plontang yang dimaknai sebagai bentuk solidaritas,
menjaga kerukunan, kedamaian, dan keberkahan dalam
kehidupan. Takir plontang terdiri dari : a). taker merupakan
wadah yang terbuat dari daun pisang yang dilengkungkan
menjadi mangkok yang fungsinya sebagai wadah atau tempat
untuk menaruh makanan. b). janur kuning yang artinya adalah
pemisah antara hal yang baik dan buruk. Janur kuning
dilingkarkan pada sisi daun pisang yaitu disebut dengan taker
plontang. c). lidi untuk merekatkan daun dan janur kuning yang
artinya sebagai mempererat tali persaudaraan, dan menjaga
kerukunan. d). nasi dan lauk pauk yang merupakan simbol dari
hasil bumi yang melimpah.
Penelitian yang telah dilaksanakan di Desa Wonorejo Kecamatan
Mangkutana dengan menggunakan metode wawancara langsung dengan
beberapa informan diantaranya, warga suku Jawa yakni bapak Bollo,
Syamsuri, Bibet, Rahmat, bapak Jumadi dan Tokoh Agama yakni bapak
Muhfit dan bapak zainal.
Seperti yang dikatakan oleh bapak muhfit selaku tokoh agama di
Desa Wonorejo mengatakan bahwa :
“makna sasi suro itu tadi adalah ya itu Allah mengingatkan kita,
peringatilah hari sasi suro itu karena banyak yang saya sejarahkan
kepadamu wahai semua hamba hambaku. Ya itu lantarannya kita
membawa nasi nasi itu untuk memperingati sasi suro ini supaya kita
bersedekah untuk orang orang yang membutuhkan. Yaitu dengan kita
meminta ampunan atas dosa kita, meminta pengetahuan yang luas,
53
selalu ingat serta mendekatkan diri kepada sang khalik, itu maknanya
disitu.”
Dari hasil wawancara diatas menyimpulkan bahwa makna yang
terkandung dalam tradsisi upacara malam satu suro adalah Allah selalu
mengingat kita dengan tujuan kita dapat meminta ampunan atas dosa
yang telah diperbuat dan meminta rezeki yang belimpah dan selalu
mendekatkan diri kepada sang khalik. Yaitu dengan kita meminta
ampunan atas dosa-dosa yang kita lakukan baik kita sengaja atau tidak di
sengaja karena jangan sampai ada yang merasa tersinggung dengan apa
yang kita lakukan dan menyakiti orang lain karena itu dapat menjadi
dosa dan kita harus segera minta maaf dan minta ampunan kepada allah
SWT, meminta pengetahuan yang luas, selalu ingat serta mendekatkan
diri kepada sang khalik, itu maknanya disitu.
Adapun yang dikatakan juga oleh bapak bollo selaku Warga Desa
Wonorejo mengatakan bahwa :
“maknanya lek wong jowo ngarani galengan talaut artinya landasan
awalnya, maksudnya bulan satu suro ini sangat wajib dan suci yang
bertujuan untuk selalu waspada dan elling (ingat) serta mendekatkan
diri pada sang khalik”.
Dari hasil wawancara diatas menyimpulkan bahwa makna dan tujuan
dari tradisi malam satu suro ini adalah landasan awal karena bulan satu
suro ini adalah bulan yang sakral bagi orang Jawa dan memiliki tujuan
yang sama yaitu selalu waspada dan ingat serta mendekatkan diri kepada
sang khalik.
54
Begitu juga yang dikatakan oleh bapak syamsuri selaku tokoh
agama di Desa Wonorejo mengakatakan bahwa :
“maknane yo adewe iso beramal, iso kumpol karo sesama, illeng
karo seng kuoso, ben diadohke karo penyaket.
(artinya yaitu maknanya kita bisa berkumpul dan beramal kepada
sesama, serta berkumpul dengan kerabat dan agar dijauhkan oleh
penyakit yang mematikan.)
Dari hasil wawancara diatas menimpulkan bahwa tradsi upacara
malam satu suro memiliki makna dan tujuan yang baik karena
masyarakat Wonorejo dapat beramal kepada sesama serta berkumpul
dengan kerabat serta dijauhkan oleh penyakit yang berbahaya.
Begitupun yang dikatakan oleh bapak Bibet selaku warga Desa
Wonorejo mengatakan bahwa :
“maknanya terutama semua orang Islam yang menganut ajaran ini
supaya diselamatkan oleh Allah SWT dan tidak mengingkari apa
yang telah dilakukan tujuannya untuk menyelamatkan, terutama
diri kita, kedua Desa kita yang ketiga yaitu untuk semua umat yang
berdomisili di Wonorejo.”
Hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa malam satu suro
memiliki makna yang sangat baik bagi masyarakat karna bertujuan
selalu waspada dan ingat kepada sang pencipta dan mengendalikan
hawa nafsu dengan hati yang ikhlas untuk mencapai kebahagiaan dunia
akhirat serta dijauhkan oleh segala penyakit bagi masyarakat wonorejo
dan dapat memberi segi positif bagi yang melakukannya.
Tradisi ini merupakan bentuk antusias dari masyarakat yang mau
mengikutinya, jadi perlengkapan yang dibutuhkan yaitu taker plontang.
55
Seperti yang dikatakan oleh bapak Bibet selaku warga Desa
Wonorejo mengatakan bahwa prosesi malam satu suro itu terdapat
beberapa proses didalamnya yakni :
“Taker yaitu sebuah wadah yang digunakan untuk tempat
dilaksanakan kegiatan malam satu suro yaitu sebuah wadah yang
dibuat seperti mangkuk yang terbuat dari daun pisang yang
fungsinya sebagai tempat atau wadah untuk meletakkan makanan.
Lalu janur kuning yang artinya adalah pemisah antara yang baik
dan buruk. Janur kuning dilingkarkan pada sisi dari taker maka
disebut dengan taker plontang. Selanjutnya lidi yang telah dipotong
dan berbentuk runcing untuk membentuk taker itu, selanjutnya
yaitu nasi kuning dan lauk pauk yang merupakan sarana untuk
melakukan prosesi malam satu suro tersebut yang merupakan
simbol dari hasil bumi yang melimpah.
Dari hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa malam satu suro
merupakan malam yang baik untuk berbagi terhadap sesama seperti
membagikan makanan kepada sesama muslim disitu kita dapat
mengambil hikmah bahwa indahnya hidup bila kita berbagi terhadap
sesama. Taker yaitu sebuah wadah yang digunakan untuk tempat
dilaksanakan kegiatan malam satu suro yaitu sebuah wadah yang dibuat
seperti mangkuk yang terbuat dari daun pisang yang fungsinya sebagai
tempat atau wadah untuk meletakkan makanan. Lalu janur kuning yang
artinya adalah pemisah antara yang baik dan buruk. Janur kuning
dilingkarkan pada sisi dari taker maka disebut dengan taker plontang.
Selanjutnya lidi yang telah dipotong dan berbentuk runcing untuk
membentuk taker itu, selanjutnya yaitu nasi dan lauk pauk yang
56
merupakan sarana untuk melakukan prosesi malam satu suro tersebut
yang merupakan simbol dari hasil bumi yang melimpah.
Dari hasil penelitian ini sejalan dengan landasan teori pesan,
Cangara (Nasrullah;2012) pesan merupakan titik sentral dalam proses
komunikasi yang disampaikan pengirim kepada penerimadan
penyampaiannya melalui tatap muka atau melalui media komunikasi.
dimana terdapat pesan simbol yang bersifat verbal dan non verbal yaitu:
1. Pesan verbal
Pesan verbal yaitu pesan yang disampaikan secara lisan maupun
tertulis seperti ide-ide, gagasan yang mengandung arti. Yaitu perayaan
tradisi ini malam satu suro menceritakan kisah-kisah para Nabi pada
saat malam satu suro banyak Nabi-Nabi yang mendapatkan keajaiban
serta pertolongan pada bulan suro ini. malam satu suro merupakan
malam tahun baru Islam bagi masyarakat Jawa yang mengandung
banyak kebaikan didalamnya yang merupakan suatu penghormatan
dimalam satu suro ini. bahwa makna yang terkandung dalam tradsisi
upacara malam satu suro adalah Allah selalu mengingat kita dengan
tujuan kita dapat meminta ampunan atas dosa yang telah diperbuat dan
meminta rezeki yang belimpah dan selalu mendekatkan diri kepada sang
khalik.
2. Pesan non verbal
57
Yaitu suatu jenis pesan yang disampaikan dengan cara langsung
atau bertatap muka secara langsung dan pesan yang disampaikan dapat
dipahami isinya oleh penerima melalui gerak gerik, tingkah laku dan
ekspresi muka pengirim pesan. Dimana perayaan tradisi budaya malam
satu suro ini terdapat pesan non verbal yaitu Takir plontang yang
dimaknai sebagai bentuk solidaritas, menjaga kerukunan, kedamaian,
dan keberkahan dalam kehidupan. Terdapat makna dalam perayaan
tradisi ini yaitu : takir plontang yang terdiri dari a) takir merupakan
wadah yang terbuat dari daun pisang yang dilengkungkan menjadi
mangkok yang fungsinya sebagai wadah atau tempat untuk menaruh
makanan. b) janur kuning yang artinya adalah pemisah antara hal yang
baik dan buruk. Janur kuning dilingkarkan pada sisi daun pisang yaitu
disebut dengan takir plontang. c) lidi untuk merekatkan daun dan janur
kuning yang artinya sebagai mempererat tali persaudaraan dan menjaga
kerukunan. d) nasi dan llauk pauk yang merupakan simbol dari hasil
bumi yang melimpah.
C. Pesan Moral mengenai perayaan tradisi budaya malam satu suro
di Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana
Pesan moral merupakan pesan yang terdapat muatan moral atau nilai
nilai kebaikan pada seseorang. Nilai-nilai tersebut bersumber dari akal
manusia dan kebudayaan suatu masyarakat.
58
Pesan yang moral yang terdapat pada perayaan tradisi budaya
malam satu suro yang masih rutin dilaksanakan setiap datangnya tahun
baru Islam atau Malam Satu Muharram yaitu:
1. Dapat meningkatkan keimanan kita terhadap Allah SWT
2. Untuk mengenang sejarah Nabi-Nabi pada malam satu suro
3. Untuk melestarikan tradisi peninggalan nenek moyang terdahulu
dalam rangka datangnya bulan satu muharram.
4. Memberikan jaminan kepada orang yang melakukan kebaikan
pada bulan Muharram tersebut
5. Untuk mewujudkan keselamatan dan ketentraman dengan
harapan agar tahun berikutnya lebih baik dari tahun yang
sebelumnya.
Adapun terdapat pesan moral yang terkandung dalam tradisi malam
satu suro menurut bapak Bibet selaku warga Desa Wonorejo
mengatakan bahwa :
“pesan moralnya yaitu semua orang harus mengikuti yang ada
dalam kandungan bulan satu muharram ini, kalau bisa kalau tidak
ya tidak apapa, dan supaya umat dari Desa Wonorejo itu selamat
dunia dan akhirat”.
Dari hasil wawancara diatas menyimpukan bahwa tradisi malam
satu suro ini memiliki pesan moral yang baik salah satunya yaitu semua
orang mengikuti yang sudah ada dalam kandungan dibulan muharram
ini. pesan moralnya yaitu semua orang harus mengikuti yang ada dalam
kandungan bulan satu muharram ini, kalau bisa kalau tidak ya tidak
59
apapa, dan supaya umat dari Desa Wonorejo itu selamat dunia dan
akhirat.
Bapak muhfit selaku toko agama di Desa Wonorejo mengatakan
bahwa terdapat nilai nilai islami dari tradisi malam satu ini ia
mengatakan bahwa:
“Terdapat nilai islami dalam tradisi malam satu suro ini bahwa kalau
pribadi saya ya bagus sekali karena Allah SWT itu memberikan
jaminan kepada orang yang melaksanakan kebaikan disasi suro itu
InsyaAllah akan dipanjangkan umur, dijauhkan dari segala balak
dan segala penyakit”.
Dari hasil diatas menyimpulkan bahwa nilai nilai yang terdapat
ditradisi malam satu suro adalah memberikan jaminan kepada orang
melaksanakan kebaikan dimalam satu suro ini dengan tujuan dapat
dijauhkan dari segala balak dan penyakit. Karena malam satu suro
adalah malam yang di percaya pahala yang didaptkan akan berlipat
ganda.
Menurut bapak Bollo selaku warga Desa Wonorejo mengatakan
bahwa :
“pesan moral yang terkandung bahwa kita seolah mengingat
kejadian didalam malam satu suro itu bahwa malam satu suro ini
adalah malam yang sangat bagus dan banyak kebaikan kebaikan
didalamnya”.
Dari hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa tradsi malam satu
suro memiliki pesan moral yang baik karena dalam malam satu suro ini
banyak mengandung kebaikan didalamnya. pesan moral yang
terkandung bahwa kita seolah mengingat kejadian didalam malam satu
60
suro itu bahwa malam satu suro ini adalah malam yang sangat bagus
dan banyak kebaikan kebaikan didalamnya
Bapak Rahmat selaku warga Desa Wonorejo pun juga berpendapat
bahwa:
“nak andewe wong Jowo yo pengene apik, selalu ingat karo seng
kuoso karena malam sasi suro iku apik, dadi andewe seng sek
enom harus melestarikan tradisi ini karena tradisi adalah bulan
yang bagus banyak kebaikan kebaikan didalamnya, seperti minta
rezeki pada gusti Allah, dipanjangkan umurnya dan dijauhkan dari
segala penyakit.”
(artinya: kalau kita orang Jawa ya maunya bagus, selalu ingat
pada yang kuasa karena malam satu suro itu bagus, jadi kita yang
masih muda harus melestarikan dan meneruskan tradisi ini karena
tradisi malam satu suro adalah bulan yang bagus banyak kebaikan
didalamnya, seperti meminta rezeki pada sang khaliq,
dipanjangkan umurnya serta dijauhkan dari segala penyakit dan
musibah.)
Dari hasil wawancara diatas menyimpulkan bahwa tradisi malam
satu suro memiliki pesan moral bagi masyarakat Desa Wonorejo seperti
kita merasa bersyukur atas limpahan karunia yang telah diberikan oleh
Allah SWT, dipanjangkan umur serta dijauhkan dari segala penyakit
dan mala petaka/musibah bagi masyarakat Jawa khususnya di Desa
Wonorejo masih mempertahankan tradisi malam satu suro yang didalam
nya terdapat pesan-pesan yang baik bagi masyarakat yang masih
dilakukan hingga saat ini.
Bapak Zainal selaku tokoh agama di Desa Wonorejo pada
pelaksanaan tradisi malam satu suro di Desa Wonorejo masyarakat
banyak mempersiapkan beberapa kegiatan setiap tahunnya seperti :
61
“mengadakan tahlil dan doa bersama, tausyiah dan santunan anak
yatim juga menjadi agenda yang dilakukan setiap tahunnya di
Desa Wonorejo untuk menyambut datangnya bulan satu
Muharram”.
Dari hasil wawancara diatas menyimpulkan bahwa kegiatan
malam satu suro merupakan kegiatan yang baik karena ada makna dan
proses pesan-pesan kebaikan yang terkandung didalamnya. mengadakan
tahlil dan doa bersama, tausyiah dan santunan anak yatim juga menjadi
agenda yang dilakukan setiap tahunnya di Desa Wonorejo untuk
menyambut datangnya bulan satu Muharram.
Seperti yang dijelaskan oleh bapak Zainal selaku tokoh agama di
Desa Wonorejo mengatakan bahwa:
“kalau menurut saya kegiatan ini ya sudah sangat jelas positif,
artinya kalau kita nilai dalam segi positifnya sangat banyak sekali
selain kita yang terlibat beberapa pihak ada juga yang dari warga
artinya kita bersedekah, ada juga penyampaian penyampaian
sedikit tauziah juga. Ini kalau kita berbicara secara positif sangat
banyak sekali karena ada pembacaan sholawat Nabi, memberi
santunan. Saya berharap kedepannya bisa dikelola dengan yang
muda-muda. Yang muda muda saya berharap paham dengan
tradisi yang seperti ini.”
Dari hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa malam satu
merupakan malam yang baik untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif
seperti kegiatan keagamaan. berbicara engenai kegiatan positif sangat
banyak sekali karena ada pembacaan sholawat Nabi, memberi santunan.
semoga harapan kedepannya kegiata seperti ini bisa dikelola oleh
generasi muda-muda agar dapat dilestarikan dan harapan ke depannya
paham dengan tradisi seperti ini. karena ini menyangkut tradisi dan
62
budaya malam satu suro yang dilakukan secara turun temurun oleh
masyarakat Desa wonorejo.
Seperti yang dijelaskan oleh bapak muhfit selaku tokoh agama di
Desa Wonorejo mengatakan bahwa :
“malam satu suro iku menceritakan kisah kisah Nabi yunus,
waktu nabi yunus menyeberang dilaut ditelan sama ikan hiu
bertepatan dengan satu suro. Yang kedua pada waktu satu suro
nabi yusuf dimasukan kedalam sumur dengan saudaranya karena
kegantengannya. Tapi nabi yusuf tidak meninggal juga karena
pertolongan dari allah SWT”
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa malam
satu suro itu berisi sejarah tentang nabi Yunus yang menyeberang dilaut
yang ditelan ikan hiu namun tidak meningal karena berkat pertolongan
Allah Swt. Pada saat itu bertepatan dengan malam satu suro. Suatu
kejadian yang dialami oleh nabi yunus merupakan pristiwa sejarah yang
benar terjadi dan tertulis dalam al-quran, sejarah nabi selalu diceritakan
oleh tokoh agama agar menjadi pelajaran bagi umat manusia khususnya
umat islam sebagai ujian agar kita bersabar atas musibah yang terjadi
karena allah tidak akan menguji suatu kaum melainkan dari
kesanggupannya untuk itu kita harus beriktiar dan bersabar karena di
balik itu semua pasti ada hikmahnya..
Tidak jauh berbeda dengan yang dikatakan oleh bapak zainal
selaku toko agama di Desa Wonorejo mengatakan bahwa:
“sejarah tahun baru islam atau satu suro itu banyak termasuk nabi
Adam ketika diterima taubatnya itu bertepatan dibulan suro, terus
nabi yunus bisa keluar dari perut ikan itu pas dibulan suro, dan
63
Nabi Musa ketika ada kejaran fir’aun itu ketika dilaut merah itu
juga dibulan suro dan Nabi Ibrahim ketika dikejar oleh Raja
Namrud pas beliau apinya mati juga berepatan pada bulan suro.
makanya sejarah sejarah dibulan suro itu sangat kental bahkan itu
sebelum Nabi Muhammad sudah ada yang istimewa yang
berkaitan dengan bulan Asyuro, dan salah satu ulama hadist
mengatakan bulan suro itu bulan “idil yatama”. Idil yatama itu
bermakna hari rayanya anak-anak yatim. Diakhir hadist Allah
berfirman barang siapa yang mebelai rambut anak yatim pas
dibulan suro tanggal 10 maka dapat pahala seperti hitungannya
rambut yang dihelai”.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pada bulan
suro banyak nabi nabi yang mendapatkan keajaiban serta pertolongan
pada bulan suro, dan pada bulan itu juga disebut dengan idil yatama
yang artinya hari anak anak yatim dimana dalam hadist Allah berfirman
barang siapa yang membelai rambut anak yatim pas dibulan suro akan
mendapatkan pahala seperti hitungan rambut yang dibelai. sejarah
sejarah dibulan suro itu sangat kental bahkan itu sebelum Nabi
Muhammad sudah ada yang istimewa yang berkaitan dengan bulan
Asyuro dan salah satu ulama hadist mengatakan bulan suro itu bulan
“idil yatama”. Idil yatama itu bermakna hari rayanya anak-anak yatim.
Diakhir hadist Allah berfirman barang siapa yang mebelai rambut anak
yatim pas dibulan suro tanggal 10 maka dapat pahala seperti
hitungannya rambut yang dihelai pada anak yatim, pahala yang di
peroleh akan sangat banyak ketika kita menyedekahkan harta yang kita
miliki, karena di balik rezeki yang kita miliki ada sebagain harta orang
lain.
64
Seperti yang dikatakan oleh bapak bollo selaku warga Desa
Wonorejo menjelaskan bahwa :
“malam satu suro itu kalau menurut kita orang Jawa Islam adalah
malam yang sakral karena itu malam tahun baru islam. Tapi ada
juga dikalangan masyarakat jawa yang kebiasaan dimalam sasi
suro itu mengadakan ritual untuk menyambut satu suro itu. Tapi
pada intinya itu satu suro itu adalah satu muharram kalau orang
islam mengatakan satu muharram itu banyak mengandung
kebaikan kebaikan didalamnya. Ya itu tadi yang namanya hari
besar islam kan harus kita peringati karena ada penghormatan
dihari malam satu suro itu sendiri.”
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa malam
satu suro adalah malam yang sakral bagi orang Jawa karena malam satu
suro adalah malam tahun baru islam bagi masyarakat Jawa islam yang
mengandung banyak kebaikan didalamnya yang merupakan suatu
penghormatan dimalam satu suro ini. mengadakan kegiatan keagamaan
untuk menyambut satu suro itu dalam bahasa arab satu suro merupakan
malam tahun baru islam. Tetapi pada intinya itu satu suro itu adalah satu
muharram kalau orang islam mengatakan satu muharram itu banyak
mengandung kebaikan kebaikan didalamnya. Ya itu tadi yang namanya
hari besar islam kan harus kita peringati karena ada penghormatan
dihari malam satu suro itu sendiri.
Seperti yang dijelaskan oleh bapak Bibet selaku warga Desa
Wonorejo mengatakan bahwa :
“saya melakukan tradisi ini, malam sasi suro menurut saya adalah
itulah tradisi orang Jawa yang selalu dihormati dan dihargai lalu
dilaksanakan tiap satu suro”.
65
Bapak Bibet pun berpendapat bahwa :
“malam satu suro itu adalah tradisi yang secara turun temurun
biasanya ada yang melaksanakan dan biasanya ada yang tidak
melaksanakan cuman itu sama saja semua menghormati artinya
untuk bulan sasi suro itu untuk melaksanakan hajatan selamatan
dan memberikan perlindungan semua masyarakat di Desa
Wonorejo. Artinya tradisi ini adalah kegiatan yang di lakukan
secara turun temurun guna melestarikan tradisi budaya jawa yang
berisi nilai- nilai keagamaan khususnya agama islam.
Lalu ditambahkan oleh istri dari bapak Bibet bahwa ia mengatakan
bahwa :
“Malam sasi suro itu nak wong jowo ngomong malam seng apik
menurut wong jowo, biasane wong doo berlomba-lomba
ngelakoni kebaikan.”
(artinya: Malam satu suro itu malam adalah malam yang baik
menurut orang Jawa, biasanya masyarakat Desa Wonorejo
berlomba-lomba melakukan kebaikan dihari itu.) “
Dari hasil wawancara diatas menyimpulkan bahwa bagi orang Jawa
malam satu suro itu adalah malam yang sangat baik untuk melakukan
kegiatan keagamaan karena malam satu suro tidak boleh melakukan
kegiatan lain kecuali ibadah, malam satu suro adalah tradisi yang secara
turun temuru yang dilaksanakan untuk menghargai dan menghormati
orang-orang terdahulu yang melakukan kegiatan tersebut artinya bulan
satu suro digunakan untuk melaksanakan hajatan selamatan dan rasa
syukur terhadap allah SWT yamg telah memberikan perlindungan
kepada semua masyarakat di Desa Wonorejo. Artinya tradisi ini adalah
kebaikan yang harus dilakukan dan tidak boleh dilupakan, karena bulan
66
sasi suro itu adalah yang baik untuk melakukan kegiatan keagamaan
seperti bersedekah dan menyantuni anak yatim dan orang miskin.
Sama halnya yang dijelaskan oleh bapak Rahmat selaku warga
Desa Wonorejo mengatakan bahwa:
“tradisi sasi suro menurut andewe wong Jowo to, yo pertama islam
yang kedua memperingati tahun baru islam seng wes dadi tradisi
wong jowo sampe saiki wes dadi turun temurun seko nenek
moyang mbiyen yang harus diteruskan kegenerasi berikutnya”.
(artinya tradisi satu suro menurut kita orang Jawa, yang pertama
islam yang kedua memperingati tahun baru islam yang sudah
menjadi tradisi orang Jawa sampai sekarang sudah menjadi turun-
temurun dari nenek moyang terdahulu yang harus diteruskan oleh
generasi generasi berikutnya).
Dari hasil wawancara diatas menyimpulkan bahwa tradsi malam
satu suro adalah tahun baru Islam bagi orang Jawa yang sudah menjadi
tradisi dan adat istiadat turun temurun dari nenek moyang terdahulu yang
harus diteruskan kegenerasi berikutnya agar para generasi mengetahui
tradisi malam satu suro tersebut.
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam mempertahankan
tradisi malam satu suro di Desa Wonorejo yaitu:
Bapak Bibet selaku Warga Desa Wonorejo mengatakan bahwa:
“langkah-langkahnya yaitu melakukan taker plontang ya supaya
kita selamat, melakukan shalat malam, banyak zikir agar kita
semua sehat dan terhindar dari segala balak dan meneruskan tradisi
dari nenek moyang terdahulu”.
Dari hasil wawancara diatas menyimpulkan bahwa langkah langkah
yang digunakan masyarakat untuk mempertahankan tradisi malam satu
67
suro adalah melakukan taker plontang, melakukan shalat malam,
perbanyak zikir agar tehindar dari musibah dan mala petaka seperti yang
dilakukan oleh nenek moyang terdahulu.
Bapak Syamsuri pun menjelaskan bahwa :
“langkah langkahnya ya kita shalat malam, berdoa supaya mintanya
rukun, damai, ndak masyarakat saja tapi seluruh Indonesia, itu yang
namanya tolak balak, kita berdoa tolak, balak penyakit,
menghindari segala penyakit.”
Dari hasil wawancara menyimpulkan bahwa langkah langkah yang
digunakan masyarkat untuk mempertahankan tradisi malam satu suro
adalah dengan cara shalat malam, perbanyak zikir, agar masyarakat Desa
Wonorejo selalu rukun dan terhindar dari segala penyakit.
Seperti yang dijelaskan juga oleh bapak Muhfit langkah langkah
untuk mempertahankan tradisi malam satu suro yang digunakan yaitu:
“melakukan shalat malam, banyak zikir, baca sholawat, ingat
kepada Allah akan kematian, dipanjangkan umur, diberikan rezeki
yang halal insyaAllah kalau kita memang betul-betul ikhlas.”
Dari hasil wawancara diatas menyimpulkan bahwa langkah langkah
yang digunakan untuk mempertahankan tradisi malam satu suro adalah
dengan cara melakukan shalat malam, perbanyak zikir, baca sholawat,
selalu ingat kepada Allah Swt dengan ikhlas.
Adapun bapak Jumadi kepala Desa Wonorejo memberikan
dukungan atas kegiatan malam satu suro ini ia mengatakan bahwa tradisi
malam satu suro tersebut sangat bagus untuk dilakukan di Desa
Wonorejo karena mengandung banyak kebaikan kebaikan didalamnya.
68
Ia mengatakan bawa :
“wah ini sangat bagus, masalah beginikan bagus artinya menambah
wawasan karena dari generasi muda itu yang tidak tahu harus tahu,
karena sekarang kan paham itu banyak tapi kalau ada tradisi begini
itu kita bisa artinya ada toleransi. Karena ini kan juga budaya jadi
harus kita lestarikan budaya budaya kita. Supaya generasi yang
akan datang bisa tahu”.
Dari hasil wawancara diatas menyimpulkan bahwa kepala desa
sangat mendukung dengan adanya tradisi malam satu suro ini karena
budaya ini adalah tradisi yang harus dilestarikan agar generasi berikutnya
dan bisa mengetahui tradisi tradisi yang ada di Desa Wonorejo saat ini.
Karena ini kan juga budaya jadi harus kita lestarikan budaya budaya kita.
Supaya generasi yang akan datang bisa tahu.
Dari kesimpulan diatas mengenai pesan moral malam satu suro
yakni Dapat meningkatkan keimanan kita terhadap Allah SWT. Dapat
mempererat tali silaturahmi sesama muslim. Untuk mewujudkan rasa
syukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT sehingga kita
dapat berbagi rezeki kepada sesama. Untuk melestarikan tradisi
peninggalan nenek moyang terdahulu dalam rangka datangnya bulan satu
muharram.
Hasil penelitian ini sejalan dengan landasan teori pesan oleh
Cangara yaitu terdapat pesan verbal dan non verbal pada perayaan tradisi
malam satu suro ini ialah :
1). Pesan Verbal
69
yaitu penyampaian pesan dan informasi yang menggunakan kata
kata yang dapat dipahami oleh penerima berdasarkan yang telah
didengarnya. Pesan verbal menggunakan bahasa yang bisa diartikan
sebagai seperangkat kata yang telah tersusun secara struktur sehingga
menjadi kalimat yang mengandung arti, dan bahasa juga menjadi alat
yang sangat penting untuk memahami lingkungan, melalui bahasa kita
dapat mengetahui sikap, perilaku dan pandangan suatu masyarakat.
Adapun pesan verbal dalam perayaan tradisi budaya malam satu
suro ini yang masih rutin dilaksanakan ialah untuk meningkatkan
keimanan kita terhadap Allah SWT, untuk mengenang sejarah-sejarah
para Nabi, memberikan jaminan kepada orang yang melakukan kebaikan
pada bulan Muharram tersebut. Yang dimana bahwa tradisi malam satu
suro ini memiliki pesan moral yang baik salah satunya yaitu semua orang
mengikuti yang sudah ada dalam kandungan bulan Muharram ini dan
memiliki nilai islami bagi umat Islam yaitu memberikan jaminan kepada
orang yang melakukan kebaikan dimalam satu suro ini dengan tujuan
dijauhkan dari segala balak dan penyakit.
2). Pesan Non Verbal
Yaitu pesan yang digunakan dalam komunikasi dengan bahasa
isyarat. Komunikasi non verbal tersebut hanya memberikan pesan pada
saat terjadi saat ini dan sekrang. Pesan yang disampaikan adalah sebuah
70
pernyataan yang berupa ide, informasi, dan keyakinan. Pesan yang
disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi.
isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, atau informasi. Seperti
dalam perayaan tradisi budaya malam satu suro memiliki makna dan
pesan moral bagi masyarakat Desa Wonorejo, pesan yang disampaikan
memiliki makna dan arti tersendiri. Pesan non verbal yang terdapat
dalam perayaan tradisi ini ialah bahwa pada bulan suro banyak nabi nabi
mendapatkan keajaiban serta pertolongan dibulan suro. Hadist Allah
berfirman barang siapa yang membelai rambut anak yatim pas dibulan
suro maka akan mendapat pahala seperti hitungan rambut yang dihelai
anak yatim, pahala yang diperoleh akan snagat banyak ketika kita
menyedekahkan harta yang kita miliki, karena dibalik rezeki yang kita
miliki ada sebagian harta orang lain.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kesimpulan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Makna perayaan tradisi malam satu suro yakni tradisi yang masih
dipertahankan oleh masyarakat Desa Wonorejo karena dalam
pelaksanaanya masyarakat sangat menunggu datangnya hari
71
tersebut sehingga mereka sangat antusias dalam menyambut
datangnya bulan Muharam ini atau biasa yang disebut dengan
malam satu suro.
a. Sebagai alat untuk memererat tali silaturahmi
b. Selalu bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh
Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya dan
rizki bagi semua umat serta saling menghormati satu sama lain.
c. Selalu ingat dan mendekatkan diri kepada sang khalik.
d. Takir plontang yang dimaknai sebagai bentuk solidaritas,
menjaga kerukunan, kedamaian, dan keberkahan dalam
kehidupan. Takir plontang terdiri dari : 1) . taker merupakan
wadah yang terbuat dari daun pisang yang dilengkungkan
menjadi mangkok yang fungsinya sebagai wadah atau tempat
untuk menaruh makanan. 2). janur kuning yang artinya adalah
pemisah antara hal yang baik dan buruk. Janur kuning
dilingkarkan pada sisi daun pisang yaitu disebut dengan taker
plontang. 3). lidi untuk merekatkan daun dan janur kuning yang
artinya sebagai mempererat tali persaudaraan, dan menjaga
kerukunan. 4). nasi dan lauk pauk yang merupakan simbol dari
hasil bumi yang melimpah.
2. Pesan moral dalam perayaan tradisi malam satu suro yaitu :
a) Dapat meningkatkan keimanan kita terhadap Allah SWT
72
b) Untuk mengenang sejarah Nabi-Nabi pada malam satu suro
c) Untuk melestarikan tradisi peninggalan nenek moyang
terdahulu dalam rangka datangnya bulan satu muharram.
d) Memberikan jaminan kepada orang yang melakukan kebaikan
pada bulan Muharram tersebut.
e) Untuk mewujudkan keselamatan dan ketentraman dengan
harapan agar tahun berikutnya lebih baik dari tahun yang
sebelumnya.
B. Saran
berdasarkan dari ksimpulan diatas dapat diajukan saran sebagai berikut :
1. Perayaan tradisi malam satu suro di Desa Wonorejo merupakan salah
satu tradisi fenomena kepercayaan didalam masyarakat yang dimana
masyarakat masih memegang teguh pada tradisi malam satu suro dan
perlu kajian historis tentang persebaran tradisi malam satu suro
tersebut sehingga menjadi milik masyarakat Desa.
2. Pemerintah serta masyarakat hendaknya turut mempertahankan dan
melestarikan perayaan tradisi malam satu suro karena tradisi ini
merupakan tradisi yang dilaksanakan secara turun-temurun dari
nenek moyang terdahulu yang juga merupakan aset budaya daerah,
sehingga diperlukan langkah yang baik dari pemerintah Desa
Wonorejo yang demikian tradisi perayaan budaya malam satu suro
bukan sebagai acara ritual melainkan dapat dijadikan sebagai
73
tuntunan bagi masyarakat. Maka dari itu, diharapkan masyarakat
Desa Wonorejo maupun pemerintah sadar akan pentingnya menjaga
tradisi warisan para leluhur.
DAFTAR PUSTAKA
Akil,Ansar. 2007. Komunikasi Antar Budaya. Gowa.: Pusaka Almaida
Budiningsi,Asri. 2008. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta
Bungin,Burhan. 2011. Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada
Group.h.54
Cangara,Hafied. 2003. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.cet.4.hal.101
-------------------. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Rajawali Pers
74
Effendy, Onong Uncjana. 2002. Dinamika Komunikasi. Bandung :
Rosdakarya.h.6.
Liliweri,Alo. 2011. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya.
Yogyakarta : PT. LKiS Printing Cemerlang.
Mangkutana Dalam Angka. 2019. Data Kependudukan Desa Wonorejo
Kecamatan Mangkutana
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif cet.2. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Muhammad, Arni. 2007. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara,
hal.30
Mulyana. Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Jakarta :
Rosdakarya.h.63
------------. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Nasrullah, Rulli. 2012. Komunikasi Antar Budaya: Di Era Budaya Siber:
Kencana Prenada Media Group,h.40
Nurhadi,Fz. 2015. Teori-Teori Komunikasi dalam Perspektif Penelitian
Kualitatif, Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia. h.41-42
Profil Kecamatan Mangkutana Tahun. 2018. Dinas Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Luwu Timur
Ridwan,Aang. 2016. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Cv: Pustaka
Setia.
Samovar.L.A. dan Porter, R.E. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta:
Salemba Humanika.
Sholikin. Muhammad. 2010. Misteri Bulan Suro. Perspektif Jawa.
Yogyakarta : Penerbit Narasi
Sihabudin,Ahmad. 2017. Komunikasi Antar Budaya. Jakarta : Bumi Aksara.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung : Alfabeta.
75
UU tentang Kebudayaan Warisan Budaya Tak Benda. Nomor 106:2013
Winarno. Herimanto. 2017. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta : Bumi
Aksara
Jurnal :
Afdjani,Hardiono.2010. Makna Iklan Televisi (studi fenomenologi pemirsa
di Jakarta terhadap iklan televisi minuman “Kuku Bima Energi”
Versi Kolam Susu). Jurnal ilmu komunikasi, Nomor 1, Volume 8
Jurnal Kebudayaan Islam Vol.9 nomor 2
(http://www.ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/ibda
Rini. Damastuti. 2016. Gethok Tular Pola Komunikai Gerakan Sosial
Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Samin di Sukolilo. Jurnal
ASPIKOM. Volume 3 Nomor 1
Silvana, Heryadi. 2013. Komunikasi Antar Budaya Dalam Masyarakat
Multikultur. Jurnal Kajian Komunikasi. Volume 1. No. 1
Skripsi :
Indriani, Indri. 2013. Analisis Narasi Pesan Moral Dalam Novel Bumi Cinta.
Skripsi
Kamriani, Sherly Anna. 2018. Pesan Moral Dalam Film “Melawan Takdir”
(Analisis Semiotika Roland Barthes). Skripsi
Novita. Asri. 2019. Makna Pesan Simbolik Pada Tradisi Mappadendang Di
Kelurahan Atakkae Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo. Skripsi
Prasetiawan. Irvan. 2016. Persepsi Masyarakat Jawa Terhadap Budaya
Malam Satu Suro (Studi Kasus Di Desa Margolembo Kecamatan
Mangkutana Kabupaten Luwu Timur). Skripsi
Purnama, Ayu. 2014. Fenomena Kebo Bule Kyai Slamet dalam Kirab 1 Suro
Keraton Kasunanan Surakarta. Skripsi.
Sagita, A.D. 2019. Tradisi Suronan Dalam Syiar Islam Di Desa Rejomulyo
Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi
Internet :
76
Beni,Jo. 2020. Dalil Tenang Bulan Muharram di Alquran dan Makna
Kemuliaannya.
https:/tirto.id/dalil-tentang-bulan-muharram-di-al-quran-dan-
makna-kemuliayaannya-fXdz diakses/pada/3/November/2020
Tasikuntan.2012.Pengertian Tradisi.
https://tasikuntan.wordpress.com/2012/11/30/pengertian-tradisi/
/(Diakses pada tanggal 25 Oktober 2020).