Upload
nanananana
View
134
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
spektro
Citation preview
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)
Pendahuluan
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika mengamati garis-
garis hitam pada spectrum matahari. Spektroskpi serapan atom pertama kali digunakan pada
tahun 1995. Sesudah itu, tidak kurang dari 65 unsur diteliti dan dianalisis dengan cara
tersebut. Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsure-unsur logam
dalam jumlah sekelumit dan sangat kelumit. Cara analisis ini memberikan kadar total unsure
logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk mlekul dari logam dalam sampel
tersebut. Cara ini ocok untuk analisis sekelumit logam karena punya kepekaan yang tinggi
(batas deteksi kurang dari 1ppm), pelaksanaanya relatif sederhana, dan interferensinya
sedikit. Spektroskapi serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom
netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atu ultraviolet. Dalam garis besarnya
prinsip spektroskpi serapan atom sama saja dengan spektrofotometri sinar tampak dan
ultraviolet. Perbedaannya terletak pada bentuk spectrum, cara pengerjaan sampel dan alatnya.
Emisi dan Absorbsi
Interaksi materi dengan berbagai energi seperti energi panas, radiasi, kimia dan listrik
selalu memberikan sifat-sifat yang karakteristik untuk setiap unsure ( atau persenyawaan),
dan besarnya perubahan yang terjadi biasanya sebanding dengan jumlah unsure atau
persenyawaan yang terdapat didalamnya. Di dalam kimia analisis yang mendasarkan pada
proses interaksi itu antara lain cara analisis spektrofotometri atom yang bisa berupa cara
emisi dan cara absorbsi.
Pada cara emisi, interaksi dengan energi menyebabkan eksitasi atom yang mana
keadaan ini tidak berlangsung lama dan akan kembali ke tingkat semula dengan melepaskan
sebagian atau seluruh energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Frekuensi radiasi yang
dipancarkan bersifat karakteristik untuk setiap unsure dan intensitasnya sebanding dengan
jumlah atom yang tereksitasi dan yang mengalami proses de-eksitasi. Pemberian energi
dalam bentuk nyala merupakan salah satu cara untuk eksitasi atom ketingkat yang lebih
tinggi. Cara tersebut dikenal dengan nama spektrofotometri emisi nyala.
Pada absorbsi, jika pada populasi atom yang berada pada tingkat dasar dilewatkan suatu
berkas radiasi maka akan terjadi penyerapan energi radiasi ole atom-atom tersebut. Frekuensi
radiasi yang paling banyak diserap adalah frekuensi radiasi resonan dan bersifat karakteristik
untuk tiap unsure. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada
pada tingkat dasar.
Metode spekstroskopi serapan atom mendasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh
atom. Atom atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada
sifat unsurnya. Dengan menyerap energi maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu
atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi.
Misalkan, suatu unsure Na mempunyai konfigurasi electron 1s2, 2s2, 2p6, dan 3s1. Tingkat
dasar untuk electron valensi 3s1 ini dapat mengalami eksitasi ke 3p dengan energi 2,2 eV
atau ke tingkat 4p dengan energi 3,6 eV yang masing-masing bersesuaian dengan panjang
gelombang 589,3 nm dan 330,2 nm. Kita dapat memilih diantara panjang gelombang ini yang
dapat menghasilkan garis spectrum yang tajam dan dengan intensitas yang maksimal. Garis
inilah yang dikenal dengan garis resonansi.
Energi eksitasi
Keberhasilan analisis dengan SSA tergantung pada proses eksitasi dan cara
memperoleh garis resonansi yang tepat temperatur nyala harus sangat tinggi. Jumlah atom
natrium yang tereksitasi dari keadaan azas (3s) ke keadaan tereksitasi 3p adalah kecil ( misal
pada suhu 25000K ). Hal ini dapat diterangkan dengan menggunakan persamaan Bolzman.
Nj / No == Pj / Po exp (- Ej / KT )
Yang mana :
K : tetapan Boltzman ( 1,38 x 10-16 energi/ derajat Kelvin )
T : suhu dalam derajat ( Kelvin )
Ej : selisih energi ( dalam erg ) antara keadaan tereksitasi dengan keadaan azas
Nj : jumlah atom dalam keadaan tereksitasi
No: jumlah atom dalam keadaan azas
Pj : jumlah keadaan kuantum dengan energi yang sama pada keadaan tereksitasi
3,6 eV
2,2 eV
Panjang gelombang 330,3
Panjang gelombang 589,3
Keadaan tereksitasi 4p
Keadaan tereksitasi 3p
Keadaan dasar 3s
Po: jumlah keadaan kuantum dengan energi yang sama pada keadaan azas
Pentingnya suhu pada proses eksitasi untuk dilakukan pengukuran spektrofotometri
serapan atom dapat dilihat pada tabel berikut
Eksitasi pada berbagai suhu
( Khopkar, 1990 )
Atom Panjang gelombang Banyaknya atom yang tereksitasi
20000K 30000K 40000K
Cs 852 4 x 10-4 7 x 10-3 3 x 10-3
Na 590 1 x 10 –5 6 x 10-4 4 x 10-3
Ca 420 1 x 10-7 4 x 10-3 6 x 10-4
Zn 210 7 x 10-15 6 x 10-20 2 x 10-2
Lebar garis spektra pada serapan atom
Didalam nyala,atom natrium akan mampu menyerap sinar dengan panjang gelombang
yang sesuai dengan transisi dari tingkat azas ke salah satu tingkat energi electron tereksitasi
yang lebih tinggi (3p, 3d, 4p dst). Maka secara eksperimental dapat diperoleh puncak-puncak
serapan sinar oleh atom-atom natrium dengan panjang gelombang :
589 nm : sesuai dengan eksitasi 3s ke 3p
589,5 nm : sesuai dengan eksitasi 3s ke 3p
330,28 nm : sesuai dengan eksitasi 3s ke 4p
330,3 nm : sesuai dengan eksitasi 3s ke 4p
Garis-garis spektrum serapan atom yang timbul karena serapan sinar yang
menyebabkan eksitasi dari azas ke salah satu tingkat energi yang lebih tinggi disebut garis-
garis resonansi (Resonance line).
Ada perbedaan antara puncak-puncak serapan sinar oleh molekul-molekul senyawa
dengan puncak-puncak serapan oleh atom. Penyerapan sinar oleh senyawa menghasilkan
pita-pita panjang gelombang yang lebar karena didalam suatu molekul, disamping tingkat-
tingkat energi elektron terdapat juga tingkat-tingkat energi vibrasi dan rotasi yang
disuperposisikan pada tiap-tiap energi elektron tersebut. Sebaliknya dalam atom netral suatu
unsur hanya terdapat tingkat-tingkat energi electron saja dan tidak terdapat tingkat energi
vibrasi atau rotasi. Akibatnya puncak-puncak serapan atom berupa garis-garis yang tajam.
Pelebaran Doppler dan Pelebaran tekanan
Melebarnya garis-garis spectrum serapan atom, diamna bisa menjadi lebih dari 10-5nm
dapat disebabkan oleh dua peristiwa, yaitu pelebaran Dopler dan pelebaran tekanan.
Pelebaran Dopler disebabkan oleh karena aom-atom yang menyerap sinar itu (dalam nyata)
bergerak dengan cepat menuju sumber sinar ( lampu katoda berongga). Atom-atom yang
bergerak kearah sumber sinar maka panjang gelombang yang masuk secara efektif akan
diperkecil sehingga panjang gelombang-panjang gelombang yang lebih besar daripada
panjang gelombang pada puncak serapan juga ikut diserap. Hal ini menyebabkan terjadinya
pelebaran garis puncak serapan. Sebaliknya atom-atom yang bergerak menjauhi sumber sinar
maka maka panjang gelombang yang masuk secara efektif akan diperbesar sehingga panjang
gelombang –panjang gelombang yang lebih kecil dari panjang gelombang puncak serapan
juga ikut doserap sehingga juga akan memperlebar garis puncak serapan.
Pada pelebaran tekanan, peristiwa yang terjadi adalah tabrakan antar atom sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam tingkat energi azaz dari atom-atom
yang bersangkutan, akibatnya akan terjadi pelebaran garis puncak serapan.
INSTRUMENTASI SSA
Sistem peralatan spectrometer sarapan atom dapat dilihat pada gambar berikut ini :
1. Sumber sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow chatode
lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan
anoda. Katoda sendiri berbentuk selinder berongga yang terbuat dari logam atau
dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau
argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya lebih srering dipakai
karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah. Bila di antara anoda
dan latoda diberikan suatu selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan
memencarkan berkas – berkas electron yang bergerak menuju electron yang mana
kecepatan dan energinya sangat tinggi. Electron – electron dengan energy tinggi ini
dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas – gas mulia, yang
diisikan tadi.
Akibat dari tabrakan – tabrakan ini membuat unsure – unsure gas mulia akan
kehilangan electron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion – ion gas mulia yang
bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan
energy yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan di atas, pada katoda terdapat unsur
– unsur yang sesuai dengan unsure yang akan dianalisis. Unsur – unsur ini akan
ditabrak oleh ion – ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur – unsur akan
terlempar keluar dari permukaan katoda. Atom – atom unsur dari ketoda ini
kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energy – energy electron yang lebih
tinggi dan akan memancarkan spectrum pancaran dari unsur – unsur yang sama
dengan unsur yang akan dianalisis.
Salah satu kelemahan penggunaan lampu katoda berongga adalah satu lampu
digunakan untuk satu unsure, akan tetapi saat ini telah banyak dijumpai suatu lampu
katoda berongga kombinasi; yakni satu lampu dilapisi dengan beberapa unsure
sakaligus.
2. Tempat sampel
Dalam analisis dengan spectrofotometri serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom – atom netral yang masih dalam keadaan
asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah sautu sampel
menjadi uap atom – atom yaitu : dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala
(flameless)
a. Nyala (flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan
menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara
spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitaskan atom dari
tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi.
Suhu yang dapat dicapai oleh suatu nyala tergantung pada gas – gas yang
digunakan, misalnkan untuk dan batubara - udara, suhunya kira – kira sebesar
18000C; gas alam-udara : 17000C; asetilan-udara : 22000C; dan gas asetilan-dinitrogen
oksida (N2O) sebesar 30000C.
Pemilihan macam bahan pembakar dan gas pengoksidasi serta komposisi
perbandingannya sangat mempengaruhi suhu nyala. Pada umumnya nyala terdiri dari
gas asetilan-nitro oksida menunjukan emisi latar belakang (bavkground) yang kuat.
Efek emisi nyala dapat dikurangi dengan menggunakan keeping pemotong radiasi (-
chopper).
Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai
bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi. Propane-udara dipilih untuk logam
– logam alkali karena suhu nyala yan glebuh rendah akan mengurangi banyaknya
ionisasi. Nyala hydrogen-udara lebih jernih dari pada nyala asetilen-udara dalam
daerah UV (di bawah 220 nm), dan juga karena sifatnya yang mereduksi maka nyala
ini sesuai untuk penetapan arsenic dan selenium.
Nyala yang diperlukan untuk penetapan sebagai unsure, kisaran kerjanya, dan
batas detekdinya dapat dilihat pada table berikut
Cara pengatoman pada nyala
Pemasukan sampel ke dalam nyala dengan ajeg dan seragam membutuhkan suatu
alat yang mampu mendispersikan sampel secara seragam di dalam nyala. Ada
beberapa cara atomisasi dengan nyala ini, yaitu :
i. Cara langsung (pembakar konsumsi total atau total consumption burner)
Konstruksi alat pembakar ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Pada cara ini, sampel dihembuskan (diaspirasikan) secara langsung ke dalam
nyala, dan semua sampel akan dikonsumsi olehpembakar. Variasi ukuran kabut
(droplet) sangat besar. Diameter partikel rata – rata sebesar 20 mikron, dan
sejumlah pertkel ada yagn memiliki diameter lebih besar dari 40 mikron. Semakin
besar kabut yang membawa nyala (tanpa semuanya diuapkan), maka efisiensinya
semakin rendah.
ii. Cara tidak langsung
Pada model ini, larutan sampel dicampur terlebih dahulu dengan bahan pembakar
dan bahan pengoksidasi dalam satu kamar pencampur sebelum dibakar. Tetesan –
tetsan yang lebih besar akan tertahan dan tidak akan masuk ke dalam nyala.
Dengan cara ini, ukuran terbesar yang masuk ke dalam nyala ±10 mikron
sehingga nyala lebih stabil dibandingkan dengan cara langsung.
Masalah yang terkait dengan penggunaan cara ini adalah adanya kemungkinan
nyala membakar pencampur dan terjadi ledakan. Akan tetapi, hal ini dapat
dihindari dengan menggunakan lubang sempit atau dengan cara memetuhi aturan
yang benar terkait dengan cara menghidupkan gas.
b. Tanpa nyala (flameless)
Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena : atom gagal mencapai
nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala terlalu besar, dan proses atomisasi
kurang sempurna. Oleh karena itu, muncullah sautu teknik atomisasi yang baru yakni
atomisasi tenpa nyala. Pengatiman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit seperti
tungku yang dikembangkan oleh Mesmann.
Sejumlah sampel diambil sedikit (untuk sampel cair diambil hanya beberapa µL,
sementara sampel padat diambil beberapa mg). lalu diletakkan dalam tabung grafit,
kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan menggunakan sistem elektris dengan
cara melewatkan tabung listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan
dianalisis berubah menjadi atom – atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan
suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses
penyerapan energi sinyal yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif.
Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3 tahap yaitu :
penyaringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relative rendah; pengabuan
(ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk menghilangkan
matriks kimia dengan mekanisme voltalisasi atau pirolisis; dan pengatoman
(atomising). Pada umunya waktu dan suhu pemanasan tanpa nyala dilakukan dengan
cara terprogram.
3. Monokromator.
Pada SSA, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih gelombang
yang digunakan dalam analisis. Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat
suatu alat untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper.
4. Detektor.
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman.
Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube). Ada dua cara yang
dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu:
a. yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu.
b. Yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonnasi.
Pada cara pertama, output yang dihasilkan dari radiasi resonansi dan radiasi kontinyu
disalirkan pada sistem galvanometer dan setiap perubahan yang disebabkan oleh radisai
resonanasi akan menyebabkan perubahan output. Pada cara kedua, output berasal dari radiasi
resonansi dan radiasi kontinyu yang dipisahkan. Dalam hail ini, sistem penguat harus cukup
selektif untuk dapat membedakan radiasi. Cara terbaik adalah dengan menggunakan detektor
yang peka terhadap radiasi resonsnsi ysng termodulasi.
5. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapt juga diartikan sebagai sistem
pencatat hasil. Pencata hasil dilakukan dengansuatu alat yang telah terkalibrasi untuk
pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atuau kurva
dari suatu recorder yang menggambarkan absorbsi atau intensitas transmisi.
Analisis kuantitatif dengan SSA.
Untuk keperluan analisis kuantitatif dengan SSA, maka sampel harus dalam bentuk
lerutan. Untuk menyiapkan larutan, sampel harus diperlakuka sedemikian rupa yang
pelaksanaannya tergantung dari macam dan jenis sampel. Yang terpenting untuk diingat
adalah bahwa larutan yang akan dianalisis haruslah sangat encer.
Ada beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu :
1. langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai.
2. dilarutkan dalam suatu asam
3. dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan basa kemudian hasil leburan
dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
Metode pelarutan apapun yang akan dipilit untuk dilakukan analisis dengan SSA, yang
terpenting adalah bahwa larutan yang dihasilkan harus: jernih, stabil, dan tidak mengganggu
zat yang akan dianalisis.
Ada beberapa metode kuantitafikasi hasil analisis dengan menggunakan SSA yaitu
dengan menggunakan dua kurva kalibrasi; perbandingan langsung; menggunakan dua baku;
dan dengan metode standart adisi (penambahan baku).
1. Kuantitatif dengan kurva baku ( kurva kalibrasi)
SSA bukan merupakan metode analisis yang absolut. Suatu perbandingan dengan baku
(biasanya berair) merupakan metode yang umum dalam melakukan metode analisis
kuantitatif. Kurva kalibrasi dalam SSA dibuat dengan memasukkan sejumlah tertentu
konsentrasi larutan dalam sistem dilanjutkan dengan pengukuran. Dalam prekteknya
disarankan untuk membuat paling tidak empat bs\aku dan 1 blanko untuk membuat kurva
kalibrasi linier yang menyatakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi analit untuk
melekukan analisis. Disarankan absorbansi sampel tidak melebihi absorbansi baku tertinggi
dan tidak kurang dari absorbansi baku terendah .Dengan kata lain, absorbansi sampel harus
terlrtak pada kisaran absorbansi kurva kalibrasi, maka iperlukan pengenceran atau
pemekatan. Ekstrapolasi atau pembacaan absorbansi baku tidak direkomendasikan karena
kurang linieritas.
2. Kuantifikasi dengan cara perbandingan langsung
Cara ini hanya boleh dilakukan jika telah diketahui bahwa kurva baku hubungan antara
konsentrasi dengan absorbansi merupakan garis lurus dan melewati titik nol. Cara yang
dikerjakan adalah hanya dengan mengukur absorbansi larutan baku (Ab) dengan
konsentrasi tertentu (Cb) pada satu konsentrasi saja; lalu dibaca juga absorbansi larutan
sampai (As).
Kadar sample (Cs) dihitung dengan rumus:
Cs =
A s
A b x Cb …………………………………………. (12-2)
Yang mana:
Ab : Absorbansi baku
As : Absorbansi sampel
Cb : Konsentrasi baku
Cs : Konsentrasi sampel
3. Kuantifikasi dengan cara dua baku
Cara ini merupakan adaptasi dari cara (1) dan cara (2). Dibuat masing-masing 2 buah
larutan baku yang konsentrasinya sedikit lebih rendah dan lebih tinggi dari konsentrasi
sampel (konsentrasi baku yang dibuat kira-kira konsentrasi sampel - 5% dan konsentrasi
sampel + 5%).
Keuntungan cara ini adalah komposisi/konsentrasi larutan baku mendekati
komposisi/konsentrasi sampel sehingga akan diperoleh presisi dan akurasi yang baik.
4. Cara standar adisi (cara penambahan baku)
Kebanyakan analisis dilakukan pada sampel yang tidak identik dengan standar dalam
larutan air, karenanya pada kasus ini diperlukan pencampuran matriks dengan baku. Jika
matriks tidak diketahui atau bervariasi dari satu ke yang lain, maka metode standar adisi
seringkali digunakan. Metode ini digunakan untuk menghindari gangguan-gangguan, baik
gangguan kimia atau gangguan spectra. Prosedur metode standar adisi melibatkan
pengukuran absorbansi dengan SSA (S); selanjutnya sejumlah kecil standar (Sx)
ditambahkan pada sampel dan diukur absorbansinya (S + Sx). Langkah penambahan
standar ini diulangi dengan menggunakan konsentrasi baku Sx yang berbeda (Sx1, Sx2,
Sx3, dsb) dan dilanjutkan dengan pembacaan
absorbansinya.
x
x
x
x
Kurva standar adisi
Proses penambahan baku pada sampel ini disebut dengan spiking. Grafik yang terbentuk
diperlihatkan dalam gambar 12.5 dan banyaknya konsentrasi analit dalam sampel dapat
diperoleh dengan ekstrapolasi balik.
Gangguan –Gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Yang dimaksud dengan gangguan-gangguan (interference) pada SSA adalah
peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi
lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel
.
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut:
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya
sampel yang mencapai nyala.
Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni matriks tersebut
dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar/gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut
adalah : Viskositas, tegangan permukaan, berat jenis, dan tekanan uap.
Gangguan matriks yang lain adalah pengendapan unsur yang dianalisis sehingga jumlah
atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi yang seharusnya yang
terdapat dalam sampel.
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/ banyaknya atom yang terjadi di
dalam nyala.
KonsentrasiSampel yang tidak di-spiking
Sampel yang di-spiking
Banyaknya sampel
Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas didalam nyala sering
terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu : disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna,
dan ionisasi atom-atom di dalam nyala.
Terjadinya disosiasi yang tidak sempurna disebabkan oleh terbentuknya senyawa-
senyawa yang bersifat refraktorik (sukar diuraikan dalam api).Contoh : oksida-oksida dan
garam-garam fosfat, silikat, aluminat dari logam alkali tanah dan juga garam kalium
fluorotantalat. Dengan terbentuknya senyawa yang bersifat refraktorik ini , maka akan
mengurangi jumlah atom netral yang ada didalam nyala.
Ionisasi atom-atom dalam nyala dapat terjadi jika suhu yang digunakan untuk atomisasi
terlalu tinggi. Prinsip analisis dengan SSA adalah mengukur absorbansi atom-atom netral
yang berada dalam keadaan azas. Jika terbentuk ion maka akan mengganggu pengukuran
absorbansi atom netral karena spektrum absorbansi atom-atom yang mengalami ionisasi tidak
sama dengan spektrum atom dalam keadaan netral.
3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis;
yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.
Adanya gangguan –gangguan di atas dapat diatasi dengan menggunakan cara-cara sebagai
berikut:
a. Penggunaan nyala/ suhu atomisasi yang lebih tinggi
Dengan suhu yang lebih tinggi, maka senyawa-senyawa akan bereaksi secara
sempurna. Untuk menguraikan senyawa yang bersifat refraktorik, tidak hanya suhu yang
harus ditinggikan akan tetapi juga komposisi nyala; yakni perbandingan antara gas pembakar
dan gas pengoksidasi. Jika jumlah gas pembakar berlebih, maka nyala akan bersifat
mereduksi dan ini penting untuk membantu proses peruraian.
b. Penambahan senyawa penyangga
Senyawa penyanga akan mengikat gugusan pengganggu (silikat, fosfat, aluminat,
sulfat, dan sebagainya). Contoh unsur penyangga adalah Sr dan La yang ditambahkan pada
analisis Ca secara SSA. Dengan penambahan senyawa penyangga ini maka ion fosfat akan
terikat dan tidak akan membentuk Ca-fosfat yang bersifat refraktoris. Sementara itu, untuk
menghindari pengaruh gangguan karena ionisasi dapat ditambahkan unsur lain yang
mempunyai potensial ionisasi yang lebih rendah dari unsur yang dianalisis.
c. Pengekstraksian unsur yang akan dianalisis
Untuk mengekstraksi senyawa logam dalam pelarut organik, maka logam tersebut
harus dibuat dalam bentuk kompleks baru kemudian kompleks tersebut dapat diekstraksi
dengan pelarut organik. Sebagai contoh, analisis tantalum dapat diganggu dengan adanya
unsur kalium membentuk K2TaF6 yang bersifat refraktorik. Meskipun demikian, kompleks
taF4 dapat diekstraksi dengan pelarut metilisobutil keton.
d. Pengekstraksian ion atau gugus penganggu
Gangguan kimia yang ditimbulkan oleh ion atau gugus penganggu dapat dihindari
dengan jalan mengekstraksi ion atau gugus penganggu tersebut. Sebagai contoh, analisis
logam dalam jumlah sekelumit (trace analysis) dalam biji besi. Adanya besi dalam jumlah
yang besar dapat menganggu proses penetapan kadar. Gangguan dari besi ini dapat dihindari
dengan jalan mengekstraksinya menggunakan pelarut isobutil asetat.
4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non atomic absorption)
Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang
bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan non-atomik dapat disebabkan
adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala.
Cara mengatasi gangguan penyerapan non-atomik ini adalah dengan bekerja pada
panjang gelombang yang lebih besar atau pada suhu yang lebih tinggi. Jika kedua cara ini
masih belum bisa membantu menghilangkan gangguan penyerapan non-atomik ini, maka
satu-satunya cara adalah dengan mengukur besarnya penyerapan non atomik menggunakan
sumber sinar yang memberikan spektrum kontinyu. Alat yang digunakan dilengkapi dengan
lampu katoda nikel yang diisi dengan gas hidrogen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian tentang konsentrasi merkuri (Hg) pada daging dan tulang ikan
bandeng (Chanos chanos Forskal) di tambak keputih Sukolilo Surabaya ini digunakan
metode AAS untuk melakukan pengukuran karena metode ini bersifat selektif dan sensitivitas
yang tinggi terhadap logam. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa ikan bandeng yang
hidup di tambak keputih Sukolilo Surabaya telah tercemar kadar Hg, dimana di dalam tulang
ikan kandungan Hg lebih besar dibandingkan di daging ikan bandeng.
Konsentrasi rata-rata merkuri (Hg) pada tulang ikan bandeng (Chanos chano Forskal)
sebesar 0,074 mg/kg. Konsentrasi tersebut lebih tinggi dari konsentrasi merkuri (Hg) pada
daging. Logam berat dapat bersubtitusi dengan kalsium dalam tulang. Di dalam tulang rangka
terkandung 99% dari kalsium total tubuh dan berfungsi sebagai cadangan kalsium, dimana
tulang mempunyai fungsi sebagai cadangan kalsium, fosfat dan ion lain yang dapat
dibebaskan atau di timbun. Tulang merupakan gudang penyimpanan senyawa seperti logam
dalam matrik tulang.Tulang akan menyerap zat asing seperti logam berat dengan cara
pertukaran yang berlangsung antara permukaan tulang (kristal) dan cairan ekstraseluler, hal
inilah yang menyebabkan kandungan merkuri pada tulang ikan bandeng lebih besar daripada
kandungan merkuri di dalam daging ikan.
Penyebab tercemarnya daging dan tulang ikan bandeng karena di Tambak Keputih
Sukolilo Surabaya telah tercemar merkuri, diduga karena banyaknya industri yang
membuang limbah B3 ke anak kali Surabaya. Selain itu, Pantai Kenjeran merupakan tempat
bermuara dari 7 sungai besar. Masuknya merkuri dalam otot berasal dari pembuluh darah
yang mendistribusikan sari makanan dan xenobiotik yang berupa merkuri. Proses tersebut
berawal dari pakan yang dimakan oleh ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) yang sudah
tercemar logam berat merkuri.
Konsentrasi merkuri (Hg) pada ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) masih berada
dibawah batas maksimum. Namun demikian apabila dikonsumsi terus-menerus dapat
menyebabkan keracunan kronis setelah jangka waktu yang lama. Sehingga diperlukan
penghitungan batas aman konsumsi harian atau ADI pada ikan Bandeng (Chanos chanos
Forskal). Berdasarkan batasan aman konsumsi harian atau ADI ikan Bandeng (Chanos
chanos Forskal) yang tercemar merkuri (Hg) adalah 67 ekor/minggu setara dengan 9 ekor/
hari (2,4 kg/hari). Setiap individu mempunyai daya tahan yang berbeda. Pada umumnya
individu yang keracunan logam berat mengkonsumsi 0,2-2,0 mg/hari (Darmono, 1995).