146
BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Isu pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia tertuang dalam tujuan 7 target 10 dari Tujuan Pembangunan Millenium (Millennium Development Goals). Target 10 tujuan 7 tersebut berbunyi “Menurunkan Sebesar Separuh, Proporsi Penduduk Tanpa Akses Terhadap Sumber Air Minum yang aman dan berkelanjutan serta Fasilitas Sanitasi Dasar pada 2015”. Pembangunan sektor sanitasi yang dituangkan dalam RPJMN 2011-2014 pada rencana aksi bidang kesehatan sebagai berikut. Tabel 1.1 RPJMN 2011-2015 Bidang Kesehatan Prioritas 3 Rencana Aksi Bidang Kesehatan Tema prioritas Penitikberatan pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan preventif, tidak hanya kuratif, melalui peningkatan kesehatan masyarakat dan lingkungan diantaranya dengan perluasan penyediaan air bersih, pengurangan wilayah kumuh sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan angka harapan hidup dari 70,7 tahun pada tahun 2009 menjadi 72,0 tahun pada tahun 2014, dan pencapaian keseluruhan sasaran Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Penanggung jawab Menteri Kesehatan Bekerjasama dengan Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat N o Substansi inti/ kegiatan prioritas Sasaran Indikator Target Indik asi Pagu (Rp Milyar ) K/L 2011 2012 2013 2014 2015 Total 1. Kesehatan masyarakat Strategi Sanitasi Kabupaten Boyolali Tahun 2012-2016 II - 1

ssk bab 1 - 7

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANGIsu pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia tertuang dalam tujuan 7 target 10 dari Tujuan Pembangunan Millenium (Millennium Development Goals). Target 10 tujuan 7 tersebut berbunyi Menurunkan Sebesar Separuh, Proporsi Penduduk Tanpa Akses Terhadap Sumber Air Minum yang aman dan berkelanjutan serta Fasilitas Sanitasi Dasar pada 2015. Pembangunan sektor sanitasi yang dituangkan dalam RPJMN 2011-2014 pada rencana aksi bidang kesehatan sebagai berikut.Tabel 1.1 RPJMN 2011-2015 Bidang KesehatanPrioritas 3Rencana Aksi Bidang Kesehatan

Tema prioritasPenitikberatan pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan preventif, tidak hanya kuratif, melalui peningkatan kesehatan masyarakat dan lingkungan diantaranya dengan perluasan penyediaan air bersih, pengurangan wilayah kumuh sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan angka harapan hidup dari 70,7 tahun pada tahun 2009 menjadi 72,0 tahun pada tahun 2014, dan pencapaian keseluruhan sasaran Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015.

Penanggung jawabMenteri Kesehatan

Bekerjasama denganMenteri Pekerjaan Umum, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

NoSubstansi inti/ kegiatan prioritasSasaranIndikatorTargetIndikasi Pagu (Rp Milyar)K/L

20112012201320142015Total

1. Kesehatan masyarakat Pelaksanaan upaya kesehatan preventif terpadu yang meliputi penurunan tingkat kematian ibu saat melahirkan dari 228 (2007) menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup (2014), penurunan tingkat kematian bayi dari 34 (2007) menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup (2014); pemberian nutrisi dasar kepada 90% bayi pada tahun 2014, penyediaan akses sumber air bersih yang menjangkau 67% penduduk dan akses terhadap sanitasi dasar berkualitas yang menjangkau 75% penduduk pada tahun 2014.

1Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksiMeningkatnya kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi1. Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih 2. Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal3. Persentase fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan KB sesuai standar84

84

1086

86

4088

90

7589

93

9090

95

1002.194,0Kementrian Kesehatan

2Pembinaan pelayanan kesehatan anakMeningkatnya kualitas pelayanan kesehatan anak1. Cakupan kunjungan neonatal pertama2. Cakupan pelayanan kesehatan bayi3. Cakupan pelayanan kesehatan balita84

8478

86

8580

88

8681

89

8783

90

9085

1.723,0Kementrian Kesehatan

3Pembinaan imunisasi dan karantina kesehatanMeningkatnya pembinaan di bidang imunisasi dan karantina kesehatanPersentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap80828588901.205,9Kementrian Kesehatan

4Bantuan operasional kesehatan (BOK)Tersedianya BOK untuk puskesmasJumlah puskesmas yang mendapatkan BOK dan menyelenggarakan lokakarya mini untuk menunjang pencapaian SPM3008.6088.7378.86890004.940,0Kementrian Kesehatan

5Penyehatan lingkunganMeningkatnya penyehatan dan pengawasan kualitas lingkungan1. Persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas2. Persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat3. Persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat62

85

6462,5

90

6763

95

6963,5

100

7267

100

752.054,5Kementrian Kesehatan

6Pengaturan, pembinaan, pengawasan, pengembangan sumber pembiayaan dan pola investasi serta pengembangan sistem penyediaan air minum1.063 kawasan dan 4.650 desaJumlah kawasan dan desa yang terfasilitasi pembangunan air minum159 kawasan, 1.472 desa179 kawasan, 1.165 desa195 kawasan, 500 desa247 kawasan, 1000 desa263 kawasan, 700 desa9.900,0Kementrian Pekerjaan umum

7Pengaturan, pembinaan, pengawasan, pengembangan sumber pembiayaan dan pola investasi, serta pengelolaan pengembangan infrastruktur sanitasi dan persampahan387 kawasan (bukan target kumulatif)Jumlah kawasan dan desa yang terfasilitasi pembangunan sanitasi (air limbah, sampah, drainase)9410712213713810.845,0Kementrian Pekerjaan umum

Pencapaian indikator kinerja SPM Bidang Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2009 sebagai berikut: Tabel 1.2. Pencapaian Indikator Kinerja SPM Bidang Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2009NoJenis PelayananJumlah Indikator KinerjaCapaian Indikator Kinerja th 2008 thd TargetCapaian Indikator Kinerja th 2009 thd Target

1Pelayanan Kesehatan Dasar186 (33,33%)5 (27,78%)

2Pelayanan Kesehatan Rujukan20 (0,00%)0 (0,00%)

3Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa/KLB10 (0,00%)1 (100,00%)

4Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat10 (0,00%)0 (0,00%)

Jumlah226 (27,27%)6 (27,27%)

Sumber data: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009Pencapaian indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal tahun 2009 ini dibandingkan dengan target tahun 2010 dan 2015 sesuai dengan target yang tercantum dalam Permenkes RI No. 741/MENKES/PER/VII/2008. Pencapaian indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2009 secara rinci sebagai berikut :Tabel 1.3. Daftar Pencapaian Indikator Kinerja SPM Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2009> 50% 40% 50%< 40%

1 Kabupaten (2,86%)1. Kab. Pati (54,5%)20 Kabupaten/kota (57,14%)1. Kota Surakarta (50%)2. Kota Salatiga (50%)3. Kota Pekalongan (50%)4. Kab. Wonosobo (50%)5. Kab. Kudus (50%)6. Kota Semarang (45,5%)7. Kab. Sukoharjo (45,5%)8. Kab. Kendal (45,5%)9. Kab. Kebumen (45,5%)10. Kab. Karanganyar (45,5%)11. Kab. Jepara (45,5%)12. Kab. Demak (45,5%)13. Kab. Banyumas (45,5%)14. Kota Magelang (40,9%)15. Kab. Temanggung (40,9%)16. Kab. Tegal (40,9%)17. Kab. Purbalingga (40,9%)18. Kab. Pekalongan (40,9%)19. Kab. Boyolali (40,9%)20. Kab. Batang (40,9%)14 Kabupaten/Kota (40%)1.Kab. Semarang (36,4%)2.Kab. Rembang (36,4%)3.Kab. Purworejo (36,4%)4.Kab. Pemalang (36,4%)5.Kota Tegal (31,8%)6.Kab. Wonogiri (31,8%)7.Kab. Magelang (31,8%)8. Kab. Banjarnegara (31,8%)9.Kab. Klaten (27,3%)10. Kab. Grobogan (27,3%)11. Kab. Cilacap (27,3%)12. Kab. Sragen (22,7%)13. Kab. Brebes (22,7%)14. Kab. Blora (22,7%)

Sumber data: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009Pencapaian Indikator Kinerja SPM Bidang Kesehatan Kabupaten Boyolali tahun 2009 berada pada urutan ke-19 dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut di atas mendorong Pemerintah Kabupaten Boyolali untuk ikut serta dalam program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) pada tahun 2011 yang merupakan program bersama lintas sektor dan lintas kementrian yang tergabung dalam Project Management Unit (PMU) dibawah koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) didukung oleh 3 (tiga) Project Implementation Unit (PIU) yaitu PIU Teknis (Kementrian Pekerjaan Umum), PIU Advokasi (Kementrian Kesehatan) dan PIU Kelembagaan (Kementrian Dalam Negeri). PMU dan PIU telah mempersiapkan skenario besar berupa replikasi penyusunan strategi pembangunan sanitasi di 330 kabupaten/kota agar pembangunan di daerah berjalan dengan efektif, bersifat menyeluruh, dan berkelanjutan. Program yang berlangsung 2010-2014 ini berjalan sesuai dengan tiga target pembangunan sanitasi, yaitu: 1) Stop Buang Air Besar Sembarangan pada tahun 2014; 2) Penanganan sampah melalui pengurangan timbulan dari sumber dan penerapan sistem sanitary landfill untuk TPA dengan prioritas di 240 kota; 3) Pengurangan genangan air di sejumlah kota/kawasan perkotaan seluas 22.500 Ha.Program ini mempunyai tujuan mensinergikan kerja dinas-dinas yang berkaitan dengan sanitasi dalam satu wadah untuk memperbaiki kinerja dan konsep sanitasi masyarakat. Keikutsertaan Kabupaten Boyolali dalam PPSP didahului dengan adanya surat Bupati Boyolali Nomor 094/00179/23/2011 tanggal 12 Januari 2011 perihal Pernyataan Minat Mengikuti Program PPSP Tahun 2011, menindaklanjuti surat Direktur Permukiman dan Perumahan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 0118/Dt.6.03/2011 tanggal 7 Januari 2011 perihal Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP).PPSP Kabupaten Boyolali mulai dilaksanakan bulan Juni 2011 sebagai implementasi dari surat Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 611/1538/IV/Bangda tanggal 7 April 2011 perihal Penetapan Provinsi, Kabupaten/Kota Pelaksana Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun 2011. Program ini dilaksanakan serentak di 63 (enam puluh tiga) kota/kabupaten di Indonesia. Dalam rangka melaksanakan program tersebut Pemerintah Kabupaten Boyolali telah membentuk Tim Koordinasi dan Kelompok Kerja (Pokja) Operasionalisasi Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) dengan Surat Keputusan Bupati Boyolali Nomor 050/489 Tahun 2011 tanggal 12 April 2011, dimana Sekretaris Daerah Kabupaten Boyolali selaku Penanggung jawab, Kepala Bappeda Kabupaten Boyolali selaku Ketua Pokja Tim Koordinasi Operasionalisasi Kebijakan AMPL dan Kepala Bidang Fisik Prasarana dan Sumber Daya Alam Bappeda Kabupaten Boyolali selaku Ketua Pokja Operasionalisasi Kebijakan AMPL.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Boyolali adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif di wilayah Kabupaten Boyolali. Guna menghasilkan strategi sanitasi skala kabupaten tersebut diperlukan suatu kerangka kerja yang menjadi dasar dan acuan penyusunan strategi sanitasi kabupaten dengan tujuan agar strategi sanitasi tersebut memiliki dasar hukum yang jelas dan dapat diimplementasikan. Kerangka kerja sanitasi Kabupaten Boyolali merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Strategi Sanitasi Kabupaten Boyolali. Kerangka kerja sanitasi ini merupakan salah satu produk yang dihasilkan oleh kelompok kerja air minum dan penyehatan lingkungan (Pokja AMPL).Maksud dari penyusunan SSK adalah tersusunnya dokumen rencana strategis pembangunan sanitasi kabupaten jangka menengah (5 tahunan) sektor sanitasi yang dapat digunakan sebagai rujukan bagi pemerintah kabupaten dan pihak terkait dalam pelaksanaan pembangunan sanitasi yang komprehensif pada tingkat kabupaten.Tujuan dari penyusunan SSK adalah: a. Tujuan UmumSSK sebagai pedoman pembangunan sanitasi mulai tahun 2012 sampai dengan tahun 2016. b. Tujuan Khusus1) SSK dapat memberikan gambaran tentang arah kebijakan pembangunan Sanitasi Kabupaten Boyolali selama 5 tahun yaitu Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2016.2) Dipergunakan sebagai dasar penyusunan rencana operasional tahapan pembangunan sanitasi.3) Dipergunakan sebagai dasar dan pedoman bagi semua pihak (instansi, masyarakat dan pihak swasta) yang akan melibatkan diri untuk mendukung dan berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi di Kabupaten Boyolali.

1.3. LANDASAN HUKUM1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Tengah.2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman.3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 Tentang Tata Pengaturan Air.13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai.14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.17.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.20. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJM) Tahun 2010-2014.21. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.22. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2001 Tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.23. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2002 Tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2001 Tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.24. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi degan AMDAL.25. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 35/MENLH/7/1995 tentang Program Kali Bersih.26. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu air Limbah Domestik.27. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1205/Menkes/Per/X/2004 tentang Pedoman Persyaratan Kesehatan Pelayanan Sehat Pakai Air (SPA).28. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Kedudukan dan Tugas Pokok Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Boyolali (Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2008 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 102).29. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 1 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Boyolali Tahun Anggaran 2011 (Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2011 Nomor 1).30. Peraturan Bupati Boyolali Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah Kabupaten Boyolali Tahun Anggaran 2011 (Berita Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2011 Nomor 1). 31. Keputusan Bupati Boyolali Nomor 900/402 Tahun 2010 tentang Standar Satuan Harga Tahun Anggaran 2011.32. Peraturan Bupati Boyolali Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Boyolali Tahun Anggaran 2011 (Berita Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2011 Nomor 1) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Bupati Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bupati Boyolali Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Boyolali Tahun Anggaran 2011 (Berita Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2011 Nomor 15).

1.4. METODE PENYUSUNANMetode penyusunan SSK adalah sebagai berikut:1. Studi dokumen dan analisis data sekunder2. Pengamatan secara langsung ke lapangan untuk mendapatkan gambaran kondisi nyata.3. Wawancara mendalam kepada nara sumber kunci4. Diskusi kelompok terfokus dengan pihak terkait untuk mendapatkan hasil analisa secara lebih luas.5. Analisis SWOT dan matriks ranking isu prioritasProses penyusunan SSK terdiri dari beberapa tahapan yang tidak dapat terlepas antara satu dengan lainnya, antara lain sebagai berikut:1. Melakukan penilaian dan pemetaan kondisi sanitasi kabupaten Boyolali saat ini yang berupa buku putih sanitasi kabupaten yang di dalamnya menggambarkan kondisi pengelolaan sektor sanitasi untuk belajar dari fakta sanitasi guna menetapkan kondisi sanitasi yang tidak diinginkan.2. Menetapkan kondisi sanitasi yang diinginkan ke depan yang dituangkan kedalam visi dan misi sanitasi kabupaten, tujuan dan sasaran pembangunan sektor sanitasi kabupaten.3. Menilai kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diinginkan untuk mengidentifikasi dimana kekuatan, kelemahan, tantangan/ancaman serta peluang Kabupaten Boyolali dalam melangkah untuk mencapai visi dan misi sanitasi Kabupaten Boyolali tahun 2016.4. Merumuskan strategi sanitasi kabupaten yang menjadi basis penyusunan program dan kegiatan pembangunan sanitasi kabupaten jangka menengah (5 tahunan).

Sistematika PENYAJIANSistematika dokumen SSK terdiri dari 7 bab yaitu sebagai berikut::Bab pertama berisi pendahuluan yang menggambarkan tentang latar belakang, maksud dan tujuan penyusunan SSK, landasan hukum, metode penyusunan dan sistematika dokumen.Bab kedua menyajikan arah pengembangan sektor sanitasi kabupaten yang menggambarkan tentang gambaran umum sanitasi kabupaten, visi dan misi sanitasi kabupaten, kebijakan umum, tujuan dan sasaran dan arahan pentahapan pencapaian.Bab ketiga memaparkan isu-isu strategis dan tantangan yang dihadapi sektor sanitasi kabupaten Kebumen, yang mendasari perlunya penyusunan SSK, termasuk didalamnya mengulas aspek non teknis layanan sanitasi serta masing-masing sub sektor sanitasi dan aspek higiene-nya.Bab keempat menguraikan kerangka kerja strategi sanitasi kabupaten Kebumen, termasuk didalamnya tujuan, sasaran dan tahapan pencapaian yang akan dilaksanakan dalam penerapan strategi pada masing-masing sub sektor termasuk pada aspek non teknis layanan sanitasi Kabupaten Kebumen.Bab kelima memaparkan program-program yang diimplementasikan dalam bentuk kegiatan seluruh sub sektor sanitasi (sub sektor air limbah, sub sektor persampahan, sub sektor drainase), sektor air bersih serta sub sektor higiene di Kabupaten Kebumen.Bab keenam memaparkan gambaran umum struktur monev sanitasi, peran dan tanggung jawab lembaga yang menangani sanitasi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan sanitasi serta sistem pelaporannya.Bab ketujuh adalah penutup berisi kesimpulan dan rekomendasi.Lampiran meliputi gambar dan kertas kerja proses penyusunan strategi.

BAB IIARAH PENGEMBANGAN SEKTOR SANITASI

2.1. TATA RUANG WILAYAH KABUPATENDalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali disebutkan antara lain bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Boyolali dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah;Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten Boyolali adalah kebijakan Pemerintah Daerah yang menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi, lokasi pengembangan kawasan budidaya termasuk kawasan produksi dan kawasan permukiman, pola jaringan prasarana dan wilayah-wilayah dalam Kabupaten Boyolali yang akan diprioritaskan pengembangannya dalam kurun waktu perencanaan.

2.1.1 Rencana Pengembangan Sistem PerdesaanPengembangan sistem permukiman perdesaan di Kabupaten Boyolali diarahkan pada usaha pemerataan pembangunan dan perkembangan wilayah sebagai salah satu usaha mencegah kesenjangan wilayah. Hal ini terutama karena hambatan-hambatan strategis yang meliputi kondisi geografis yang mempengaruhi pola distribusi dengan tingkat kesulitan aksesibilitas yang cukup tinggi, yang ditunjukkan adanya hambatan-hambatan fisik kawasan dan sistem jaringan yang belum memadai. Berdasarkan kondisi tersebut maka pengembangan kawasan perdesaan di Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut: Memilih desa-desa potensial menjadi desa-desa pusat pertumbuhan. Pengembangan aktivitas wisata yang mendukung pertanian berupa agrowisata, agrobisnis dan agroindutri yang terpadu dan saling terkait. Peningkatan sumber daya manusia dan buatan, agar keberadaan manusia menjadi prioritas utama pengembangan wilayah perdesaan yang cenderung terbelakang.Berdasarkan hal tersebut maka rencana pengembangan sistem pusat perdesaan di Kabupaten Boyolali adalah diarahkan di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Boyolali yang ditentukan berdasarkan adanya KTP2D. Secara rinci pengembangan DPP di Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut: Desa Candisari dan Ngadirojo di Kecamatan Ampel Desa Klakah di Kecamatan Selo Desa Sumur dan Karanganyar di Kecamatan Musuk Desa Tambak dan Dlingo di Kecamatan Mojosongo Desa Karangduren di Kecamatan Sawit Desa Kismoyoso di Kecamatan Ngemplak Desa Semawung di Kecamatan Andong Desa Sarimulyo di Kecamatan Kemusu Desa Kalinanas dan Repaking di Kecamatan WonosegoroSelain pengembangan DPP, sistem permukiman perdesaan di Kabupaten Boyolali juga dikembangkan kawasan minapolitan dan agropolitan. Kawasan minapolitan terletak di Desa Tegalrejo (Kecamatan Sawit), sedangkan kawasan agropolitan terletak di Kecamatan Ampel, Selo, dan Cepogo. Pengembangan PPL di Kabupaten meliputi:a. Kecamatan Simo;b. Kecamatan Mojosongo;c. Kecamatan Sawit;d. Kecamatan Juwangi;e. Kecamatan Cepogo;f. Kecamatan Musuk;g. Kecamatan Andong;h. Kecamatan Selo;i. Kecamatan Nogosari;j. Kecamatan Wonosegoro;k. Kecamatan Kemusu; danl. Kecamatan Klego.

2.1.2 Rencana Pengembangan Sistem PerkotaanSistem permukiman diarahkan pada perkembangan linear wilayah, mengikuti jaringan jalan regional dan kondisi fisik wilayah di Kabupaten Boyolali. Sistem permukiman dikembangkan untuk membentuk struktur perkotaan yang dinamis dan akomodatif, dengan pola pengembangan kota yang berkelanjutan dengan proses pembangunan yang terpadu. Keberadaan perkotaan dalam suatu wilayah kabupaten merupakan barometer perkembangan wilayah secara umum, dengan berbagai karakteristik tertentu yang menjadi pendukung perkembangannya. Untuk itu, perkotaan yang ada harus dikembangkan sebagai satu pintu pengembangan wilayah Kabupaten Boyolali secara keseluruhan, yang terintegrasi dengan pola pengembangan wilayah secara umum.Berdasarkan konsep tersebut maka arahan pengembangan sistem perkotaan dapat dilakukan dengan beberapa hal berikut ini :a. Menentukan hirarki kota-kota sebagai pusat-pusat pengembangan wilayah kabupaten.b. Pengembangan wilayah perkotaan dengan peningkatan fungsi dan peran kota-kota yang terbentuk dalam sistem perkotaan yang terintegrasi, dalam fungsi utama sebagai pusat pengembangan wilayah sekitarnya sesuai dengan hirarki kotanya, untuk membentuk struktur perkotaan yang dinamis dan terintegrasi.c. Membuka kesempatan investasi keuangan dan jasa dalam usaha meningkatkan fungsi dan peran kota, dengan beberapa hal berikut ini : Dengan kemudahan-kemudahan penanaman modal yang telah diatur dalam tata aturan perundangan yang berlaku. Meningkatkan sarana dan prasarana wilayah yang lebih memadaiSelanjutnya rencana dari sistem perkotaan dapat dilakukan dengan beberapa hal berikut ini, sebagai langkah-langkah integral dalam rangka membuka kran-kran pembangunan bagi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, yaitu :a. Membuat pola hirarki kota dalam sistem distribusi pengembangan wilayah dan rangkaian sistem jaringan sebagai pembentuk struktur kota-kota, dengan 1 (satu) kota utama yaitu Kota Boyolali; Teras, 6 (enam) kota berhirarki II yaitu Kota Ampel, Banyudono, Karanggede, Sambi, Simo, dan Ngemplak; 4 (empat) kota berhirarki III yaitu Kota Mojosongo, Sawit dan Juwangi; serta 8 (delapan) kota berhirarki IV yaitu Kota Cepogo, Musuk, Andong, Selo, Nogosari, Wonosegoro, Kemusu, dan Klego. Sistem ini dirangkaikan dalam pola distribusi, pola sebaran dan pola pelayanan yang saling memperkuat dan dinamis.b. Meningkatkan dan mengembangkan kinerja sistem jaringan yang ada terutama dalam pola pelayanan baku bagi pengembangan wilayah dengan wujud membuka sistem jaringan yang lebih memudahkan aksesibilitas antar wilayah.Berdasarkan beberapa hal yang dijadikan bahan pertimbangan maka rencana pengembangan sistem pusat permukiman perkotaaan akan diarahkan pada kawasan-kawasan yang cepat berkembang, kawasan di sepanjang jalur potensial dan juga kawasan-kawasan pusat-pusat pelayanan. Pada pengembangan kawasan permukiman perkotaan diperbolehkan dilakukan alih fungsi pada lahan persawahan yang berada di sepanjang jalan, kurang lebih 100 m kanan kiri jalan yang potensial perkembangannya. Jalan yang potensial perkembangannya yang boleh dilakukan alih fungsi lahan adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan pusat-pusat PKL serta jalan kolektor sekunder yang menghubungkan antar kecamatan. Sedangkan untuk jalan arteri tidak diperbolehkan terjadi alih fungsi lahan.Rencana Sistem Pusat Kegiatan dilakukan berdasarkan skenario terpilih yang telah diungkapkan dalam konsep pengembangan tata ruang wilayah dan juga berdasarkan karakteristik wilayah secara keseluruhan. Wilayah pengembangan dan kawasan pengembangan dalam struktur tata ruang Kabupaten Boyolali ditentukan berdasarkan efisiensi jangkauan pelayanan dan kawasan-kawasan strategis. Pengembangan tersebut secara efektif tidak termasuk pada kawasan-kawasan yang dilindungi (kawasan lindung). Titik simpul pengembangan (kota-kota), baik sebagai pusat pertumbuhan maupun pusat-pusat pelayanan dari permukiman. Sistem pusat kegiatan wilayah kabupaten merupakan simpul pelayanan sosial, budaya, ekonomi dan atau administrasi masyarakat di wilayah kabupaten tersebut. Dalam rencana sistem pusat pelayanan terdiri dari PKN, PKW dan PKL yang berada pada wilayah kabupaten serta pusat-pusat lain di dalam wilayah kabupaten yang terdiri dari PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa serta PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan) yang berfungsi melayani kegiatan skala antar desa. Selain itu Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) merupakan pusat kegiatan yang di kemudian hari dapat dipromosikan sebagai PKL (dengan notasi PKLp).Berdasarkan hal tersebut pembagian sistem pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut: PKW yang mencakup wilayah Kecamatan Boyolali PKL yang mencakup wilayah Kecamatan Ampel PKLp yang mencakup wilayah Kecamatan Banyudono dan Karanggede PPK yang mencakup wilayah Kecamatan Teras, Sambi, dan Ngemplak

Strategi Sanitasi Kabupaten Boyolali Tahun 2012-2016II - 1

Gambar 2.1. Peta Sebaran Penduduk Kabupaten Boyolali Proyeksi Tahun 20152.2. GAMBARAN UMUM SANITASI KABUPATEN2.2.1. KESEHATAN LINGKUNGANSecara umum kesehatan lingkungan dapat dilihat dari seberapa besar akses masyarakat dalam mendapatkan layanan sanitasi yang layak. Kesehatan lingkungan mencakup sektor sanitasi yang meliputi sub sektor air limbah, sub sektor persampahan, dan sub sektor drainase.Dalam Rencana Aksi Program Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun 2011 2015 pada capaian kinerja program tahun 2009; berdasarkan profil kesehatan jumlah rumah seluruhnya 235.091 buah, diperiksa 85.254 buah (36,3%) dengan kondisi rumah sehat 59.863 buah (70,2%). Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar menurut kecamatan, jumlah 261.470 KK diperiksa 83.763 KK yang memiliki persediaan air bersih 75.900 KK (90,81%), memiliki jamban 54.965 KK (65,62%), memiliki tempat sampah 58.589 KK (69,95%), memiliki pengelolaan air limbah 22.451 KK (26,80%). Tempat-tempat umum seperti hotel sebanyak 14 buah, diperiksa 11 buah dan yang sehat 8 buah (72,7%), restoran/rumah makan sebanyak 524 buah diperiksa 146 buah dan yang sehat 84 buah (57,5%), pasar sebanyak 88 buah diperiksa 41 buah dan yang sehat 10 buah (24,4%), sedangkan institusi yang ada sebanyak 6.275 buah dibina 1.682 (26,8%).Akses terhadap sanitasi dasar selama ini kurang dapat dipantau secara baik, hal ini disebabkan karena akses hanya berdasarkan pada cakupan sarana, misalnya cakupan jamban 59% maka diperkirakan akses buang air besar juga sebesar 59%. Hal ini sebenarnya belum menggambarkan secara pasti akses buang air besar di jamban. Dengan adanya program Pamsimas kegiatan ini dapat terpantau sebelum dan sesudah adanya intervensi. Jumlah desa Pamsimas tahun 2008 sebanyak 9 desa, tahun 2009 sebanyak 16 desa dan tahun 2010 sebanyak 13 desa. Kegiatan ini mempunyai daya ungkit yang cukup tinggi dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih dan jamban keluarga. Pamsimas tahun 2008 dapat meningkatkan jumlah jamban sebanyak 997 buah dan akses buang air besar di jamban sebanyak 5.179 orang. Sedangkan tahun 2009 meningkatkan jumlah jamban sebanyak 3.375 buah dan meningkatnya akses masyarakat buang air besar di jamban sebanyak 17.670 orang. Jumlah sarana air bersih terbanyak menggunakan perpipaan dengan mengambil sumber air yang berasal dari air tanah melalui pengeboran maupun berasal dari penampungan mata air.Berdasarkan hasil studi EHRA terlihat bahwa sebagian besar responden menggunakan air sumur gali tidak terlindungi untuk minum, masak, mencuci piring dan gelas, mencuci pakaian dan gosok gigi sebanyak 35,94% responden. Responden yang mengggunakan air bersih dari air sumur gali terlindungi sebanyak 17,72% dan sebanyak 12,62% menggunakan air bersih dari PDAM.Grafik 2.1. Sumber air yang digunakan oleh responden Studi EHRA untuk minum, masak, mencuci piring dan gelas, mencuci pakaian dan gosok gigi di Kabupaten Boyolali (N = 1.600)

Berdasarkan hasil analisis studi EHRA menunjukkan bahwa jika sumber air minum responden dari sumur gali (SGL) atau sumur pompa tangan (SPT), jarak sumber air tersebut dengan tempat penampungan/pembuangan tinja sebanyak 22% berjarak kurang dari 10 M, dan sebanyak 37% jaraknya lebih dari 10 M, sekitar 10% responden menjawab tidak tahu atau lupa. Sekitar 32% responden sumber air minumnya tidak berasal dari SGL atau SPT.

Grafik 2.2. Jarak sumber air (SGL dan SPT) ke tempat penampungan/pembuangan tinja (N= 1.600)

Berdasarkan hasil analisis studi EHRA terkait dengan keamanan pengolahan air minum diketahui bahwa responden yang mengolah air minumnya dengan cara direbus menunjukkan mayoritas yaitu sebanyak 98,69%. Sekitar 1,06% menambahkan kaporit, dan sekitar 0,25% menggunakan filter keramik.

Grafik 2.3. Cara responden mengolah air untuk diminum (N= 1.600)

Data sekolah sehat di Kabupaten Boyolali dilaporkan oleh Dinas Kesehatan terkait kegiatan Monitoring Higiene dan Sanitasi Sekolah Program Pamsimas Komponen B. Data tahun 2009 di 27 sekolah TK, SD, MI dengan 139 unit kelas di 9 kecamatan menunjukkan siswa STOP BABS 96,10%, siswa CTPS 73,60%, tempat sampah 93,20%, SPAL 81,48%. Jamban siswa laki-laki dan perempuan di 27 sekolah yang sudah dipisahkan 55,55%, belum dipisahkan 37,04%, belum ada jamban 7,41%. Sedangkan jamban guru laki-laki dan perempuan 22,22% sudah dipisahkan, 55,56% belum dipisahkan, 22,22% belum ada jamban. Sarana CTPS di 27 sekolah tersebut 89,65% tersedia air bersih, 72,41% ada tempat CTPS, 65,52% ada sabun, 89,65% ada kain lap, 0% media.Data tahun 2010 di 60 sekolah TK, SD, MI, SMP dengan 275 unit kelas di 10 kecamatan menunjukkan siswa STOP BABS 84,30%, siswa CTPS 81,80%, tempat sampah 73,30%, SPAL 50%. Jamban siswa laki-laki dan perempuan di 60 sekolah yang sudah dipisahkan 50%, belum dipisahkan 16,67%, belum ada jamban 33,33%. Sedangkan jamban guru laki-laki dan perempuan 21,67% sudah dipisahkan, 40% belum dipisahkan, 38,33% belum ada jamban. Sarana CTPS di 60 sekolah tersebut 81,67% tersedia air bersih, 81,67% ada tempat CTPS, 75% ada sabun, 73,33% ada kain lap, 0% media.

2.2.2. KESEHATAN DAN POLA HIDUPSecara umum tingkat kesehatan dan Pola Hidup Masyarakat di Kabupaten Boyolali dapat terlihat dari angka kejadian penyakit yang disebabkan oleh sanitasi buruk seperti ditunjukkan melalui angka kesakitan HIV/AIDS, IMS (infeksi menular seksual), DBD, Diare pada balita, dan Malaria. Jumlah kasus penyakit yang disebabkan oleh sanitasi buruk tahun 2009 yaitu HIV/AIDS 2 kasus, IMS 5 kasus, DBD 334 kasus, Diare 13.963 kasus dimana jumlah penderita diare balita 3.847 orang, Malaria klinis 20 orang. Desa terkena KLB ada 2 desa yang berada di kecamatan Musuk dan Kecamatan Simo.Kualitas lingkungan digambarkan dari kondisi kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan. Kesehatan masyarakat dapat digambarkan dengan profil angka penyakit yang perantaranya air (water borne disease). Sedangkan untuk kesehatan lingkungan diindikasikan dengan banyaknya kasus pencemaran akibat pembuangan limbah rumah tangga. Sebagai gambaran, berikut data pola 10 besar penyakit di Puskesmas dan Rumah Sakit di Kabupaten Boyolali.

Tabel 2.1. Pola 10 Besar Penyakit Di Kabupaten Boyolali Tahun 2010NoJenis PenyakitJumlah

1Influenza79.117

2Diare14.684

3Thypus2.924

4Diare Berdarah1.108

5Demam berdarah Dengue227

6Campak71

7Pneumonia57

8Gonorhoe21

9Hepatitis10

10Tetanus3

Sumber data : Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

Seluruh jenis penyakit utama tersebut berkaitan dengan derajat kesehatan lingkungan masyarakat. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali melalui Bidang Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dan Seksi Penyehatan Lingkungan serta Seksi Promosi Kesehatan mencoba mengatasi masalah tersebut menggunakan pendekatan STBM, yaitu pemberdayaan masyarakat melalui kesadaran buang air besar sesuai syarat kesehatan. Hal ini didasarkan pada hasil studi kasus WHO (2007) yang menyebutkan akses masyarakat terhadap sarana sanitasi dasar dapat menurunkan kejadian Diare 32%, perilaku mencuci tangan pakai sabun 45% dan perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga 39%. Sedangkan, dengan mengintegrasikan ketiga perilaku tersebut, Diare menurun sebesar 94%. Kabupaten Boyolali pada 14 September 2011 mendeklarasikan 8 desa berstatus Desa Open Defecation Free (ODF) artinya tidak ada satupun penduduk desa tersebut yang Buang Air Besar (BAB) di sembarang tempat. Desa yang sudah mendeklarasikan diri sebagai desa ODF adalah Desa Tarubatang dan Desa Suroteleng Kecamatan Selo; Desa Candigatak, Desa Genting, Desa Kembangkuning Kecamatan Cepogo; Desa Ngadirejo Kecamatan Ampel; dan Desa Kunti, Desa Sempu Kecamatan Andong.Rekapitulasi hasil perubahan sarana dan perilaku kegiatan STOP BABS program Pamsimas Kabupaten Boyolali tahun 2009 menunjukkan penurunan kasus diare. Tahun 2008 kasus diare menunjukkan angka 1.450, tahun 2009 semester II kasus diare menjadi 750, tahun 2010 semester I kasus diare 170, dan pada semester II turun menjadi 168. Munculnya berbagai macam waterborne disease di Kabupaten Boyolali dipengaruhi oleh berbagai macam hal, salah satunya adalah kesadaran warga akan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang kurang. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sudah melakukan beberapa program untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran warga dalam melakukan PHBS di lingkungannya yang disalurkan melalui UPTD Puskesmas maupun melalui perkumpulan ibu-ibu PKK di setiap desa. Sosialisasi dan Pendataan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat merupakan upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melakukan PHBS guna memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Tujuan dari kegiatan PHBS ini adalah meningkatnya rumah tangga sehat di Kabupaten Boyolali. Beberapa sosialisasi PHBS yang sudah pernah dilaksanakan antara lain sosialisasi penanganan sampah, saluran air limbah, dan pemberantasan sarang nyamuk 30 menit di Desa Sranten Kecamatan Karanggede.Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih sehat Kabupaten Boyolali tahun 2009 adalah 63.429 rumah tangga dipantau; rumah tangga dengan kategori pratama 4.094 (6,45%), rumah tangga kategori madya 20.274 (31,96%), rumah tangga kategori utama 33.801 (53,29%) dan rumah tangga kategori paripurna 5.260 (8,29%).Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih sehat Kabupaten Boyolali tahun 2010 adalah 152.807 rumah tangga dipantau; rumah tangga dengan kategori pratama 5.501 (3,60%), rumah tangga kategori madya 45.114 (29,52%), rumah tangga kategori utama 96.174 (62,94%) dan rumah tangga kategori paripurna 6.018 (3,94%).Upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) di Kabupaten Boyolali di 19 kecamatan tahun 2009 dengan jumlah desa/kelurahan 267, Desa Siaga aktif 188 buah (70,41%), Forum Kesehatan Desa (FKD) aktif 88 buah (70,41%), jumlah Poskesdes 201 buah dan Posyandu 1.767 buah.

2.2.3. KUANTITAS DAN KUALITAS AIRPencemaran air tanah atau penurunan kualitas air tanah yang terjadi pada suatu daerah berhubungan erat dengan tingkat kepadatan penduduk di daerah tersebut, sebab semakin banyak jumlah penduduk maka limbah yang dibuang ke lingkungan akan semakin besar. Pencemaran air bawah tanah terutama diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik seperti adanya rembesan air limbah rumah tanggga, hotel, industri dan lain sebagainya. Hal ini akan sangat membahayakan bagi kesehatan penduduk pengguna air sumur. Sumur gali yang terdapat pada rumah-rumah penduduk yang dibuat dekat dengan permukaan tanah (dangkal) rentan mengalami pencemaran.Tabel 2.2. Pemeriksaan Bakteriologis Air Bersih, Air Badan Air, dan Air MinumNoLokasiHasil PemeriksaanKadar Maksimum yang diperbolehkanpHKesimpulanKet.

MPN/100mlMPN/100ml

Gol.ColiColi Tinja

1Mata Air Tlatar (Pengilon)240-507,5Tidak memenuhi syarat bakteriologisAir Bersih

Kebon Bimo Boyolali

2Mata Air Sidalem 75-507,6Tidak memenuhi syarat bakteriologisAir Bersih

Mudal Boyolali

3Sungai Pepe (Hulu) Mudal1500-10007Tidak memenuhi syarat bakteriologisAir Bersih

Boyolali

4Kran PDAM Singkil 2,22,207,8Tidak memenuhi syarat bakteriologisAir Bersih

Karangeneng, Boyolali

5Sungai Gede 210000-10007Tidak memenuhi syarat bakteriologisAir Badan Air

Siswodipuran, Boyolali

6Sumur Kridanggo 43-507,2Memenuhi Syarat BakteriologisAir Bersih

Siswodipuran, Boyolali

7Mata Air Guyangan1100-507,1Tidak memenuhi syarat bakteriologisAir Bersih

Pengging Banyudono Boyolali

8Sungai Tempuran46000-10007Tidak memenuhi syarat bakteriologisAir Badan Air

Pengging Banyudono Boyolali

9Sumur Warga23-507Memenuhi Syarat BakteriologisAir Bersih

Pengging Banyudono Boyolali

10IKK Teras161607,2Tidak memenuhi syarat bakteriologisAir Minum

Teras Boyolali

11Sumur Masjid Teras23-507,1Memenuhi Syarat BakteriologisAir Minum

Teras Boyolali

12SR PAM Warga0007Memenuhi Syarat BakteriologisAir Minum

Teras Boyolali

Sumber : Hasil Laboratorium, Laporan Bantek Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Boyolali 2011Keterangan: MPN : Most Propable Number Satuan : Jumlah Per 100 ml Sampel SAB : Sarana Air Bersih SR : Sambungan Rumah Air Minum Mengacu Keputusan Menteri Kesehatan RI No.907/MENKES/SK/VII/2002 Air Bersih Mengacu Keputusan Menteri Kesehatan RI No.416/MENKES/Per/IX/1990 Air Badan Air Mengacu PP No.82 Th.2001

Dalam Laporan Bantek Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Boyolali Tahun 2011, identifikasi mikrobiologis dilakukan dengan mengambil sampel sumber-sumber air yang digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Boyolali. Parameter yang digunakan adalah Total Coli (Coliform) untuk mengetahui pencemar yang berasal dari kegiatan/buangan limbah domestik. Air Permukaan (Air Sungai)Air sungai yang digunakan sebagai sampel diambil dari 3 sungai yakni Sungai Pepe bagian hulu di wilayah Mudal, Sungai Gede di wilayah Siswodipuran dan Sungai Tempuran di wilayah Pengging. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri coli di Sungai Pepe sebesar 1.500 MPN; di Sungai Gede sebesar 210.000 MPN dan di Sungai Tempuran sebesar 46.000 MPN. Hasil uji kualitas air ketiga sungai tersebut telah melebihi baku mutu badan air menurut PP no.82 Tahun 2001 dimana seharusnya kadar maksimum bakteri coli yang diperbolehkan adalah 1000 MPN. Konsentrasi coli yang tinggi akan memberikan indikasi sebagai berikut :a. Terdapat sumber pencemar dari kegiatan domestik yang membuang limbahnya dan telah mencemari sungai-sungai tersebut.b. Terdapat kegiatan yang belum melakukan pengelolaan limbah domestiknya dengan baik dan benar karena langsung membuang limbahnya ke sungai-sungai tersebutc. Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pengelolaan limbah domestiknya.d. Belum adanya regulasi yang mengatur pengelolaan sungai dan sanksi tegas bagi pencemar.e. Belum adanya budaya hidup sehat untuk menganggap sungai sebagai komponen yang harus dilindungi dan bukan sebagai tempat buangan.Mata AirMata Air yang digunakan sebagai sampel diambil dari mata air Pengilon di Tlatar, mata air Sidalem di Mudal, dan mata air Guyangan di Pengging. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri coli di mata air Pengilon sebesar 240 MPN; di mata air Sidalem sebesar 75 MPN; dan mata air Guyangan sebesar 1.100 MPN. Hasil uji kualitas air ketiga mata air tersebut telah melebihi baku mutu air bersih menurut Permenkes RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 dimana kadar maksimum coli yang diperbolehkan adalah 50 MPN. Konsentrasi coli yang tinggi memberikan indikasi sebagai berikut :a. Terdapat sumber pencemar dari kegiatan domestik yang membuang limbahnya dan telah mencemari mata air tersebut.b. Terdapat kegiatan di sekitar mata air yang belum melakukan pengelolaan limbah domestiknya dengan baik dan benar dan langsung membuang limbahnya ke mata air tersebut.c. Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pengelolaan limbah domestiknya.d. Belum adanya regulasi yang mengatur pengelolaan mata air dan sanksi tegas bagi pencemar.e. Belum adanya budaya hidup sehat untuk menganggap mata air sebagai komponen yang harus dilindungi dan bukan sebagai tempat buangan.Air TanahAir tanah yang digunakan sebagai sampel diambil dari sumur gali Kridanggo di Kelurahan Siswodipuran Kecamatan Boyolali, sumur gali masjid di wilayah Teras, dan sumur gali warga di Kelurahan Pengging Kecamatan Banyudono. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri coli di sumur Kridanggo sebesar 43 MPN; di sumur masjid Teras sebesar 23 MPN, dan di sumur Pengging sebesar 23 MPN. Hasil tersebut dua diantaranya sudah memenuhi syarat sebagai air bersih sedangkan satu sumur lainnya yaitu sumur Kridanggo masih belum memenuhi syarat air bersih menurut Permenkes RI No. 416/MENKES/Per/IX/1990 dimana kadar maksimum Coli yang diperbolehkan adalah 50 MPN. Konsentrasi coli yang tinggi memberikan indikasi sebagai berikut :a. Septic Tank yang dimiliki penduduk telah melebihi usia pengurasan, sehingga kemampuan pengolahan dan resapan tidak optimal.b. Konstruksi Septic Tank yang dimiliki tidak sesuai dengan standar teknis.c. Terdapat kelompok masyarakat yang tidak memiliki septic tank sehingga limbah tinja mencemari air tanah.d. Masih adanya masyarakat yang belum memiliki kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah domestiknya.Air Bersih dari PDAMAir bersih yang digunakan sebagai sampel diambil dari Hidran umum di wilayah Teras, kran air penduduk di wilayah Teras dan kran penduduk di daerah Singkil, Kelurahan Karanggeneng Kecamatan Boyolali. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri coli di Hidran umum Teras sebesar 16 MPN; di SR Teras sebesar 0 MPN; dan di SR Singkil sebesar 2,2 MPN. Hasil tersebut menunjukkan bahwa air dari PDAM ada yang terkontaminasi coli. Adanya bakteri coli memberikan indikasi berikut :a. Terdapat kebocoran sistem perpipaan sehingga bakteri coli yang bersumber dari limbah domestik mampu mengkontaminasi air dari PDAMb. Desinfeksi yang dilakukan PDAM kurang optimalc. Terdapat sumber pencemaran limbah domestik pada sekitar sistem penyediaan air bersih.d. Perilaku Masyarakat Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada sekitar sumber air bersih belum baik.

2.2.4. LIMBAH CAIR RUMAH TANGGAAir limbah adalah limbah hasil buangan dari perumahan, bangunan perdagangan, perkantoran dan sarana sejenisnya. Air limbah rumah tangga (domestic) juga diartikan sebagai air buangan yang tidak dapat dipergunakan lagi untuk tujuan semula baik yang mengandung kotoran manusia (tinja) atau aktifitas dapur, kamar mandi dan cuci, dimana volume air limbah atau grey water sekitar 50-80% dari kebutuhan air bersih rata-rata sebesar 125 liter/orang, sehingga volume air limbah grey waternya 100 liter/orang per hari. Untuk air limbah black water sebesar 0,2 kg/ orang per hari. Sehingga total volume air limbah grey water dan black water di Kabupaten Boyolali sebagai berikut.

Tabel 2.3. Total volume air limbah grey water dan black water Tahun 2010NoKawasanJumlah Penduduk (Jiwa)Volume timbulan air limbah grey water (liter/orang/hari)Total timbulan grey water(m3/hari)Volume timbulan air limbah black water (kg/orang/hari)Total timbulan black water(Ton/hari)

1Kota Boyolali68.943100 6.894,30,213,79

2Kabupaten953.83910095.383,90,2190,77

Sumber data: hasil analisis Keterangan: Estimasi air limbah yang dihasilkan adalah 80% kebutuhan air bersih per jiwa yang tercatat pada PDAM.

Kabupaten Boyolali sudah memiliki institusi pengelola limbah domestik yaitu Badan Lingkungan Hidup, tetapi belum memiliki bangunan IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja). Teknis pengelolaan limbah domestik di Kabupaten Boyolali diwujudkan dalam beberapa program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali, antara lain :1. Pengujian Limbah Cair Domestik2. Pengujian Air Sungai dan Badan Air yang lain 3. Perlindungan pada sumber - sumber Mata Air4. Penegakan Hukum terhadap pelanggaran baku mutu lingkunganUpaya yang dilakukan oleh BLH dan Dinas Kesehatan sebagai SKPD yang berwenang dalam pemantauan dan pengawasan terhadap limbah domestik antara lain melalui beberapa kegiatan yaitu :1. Meningkatkan Pemantauan Kualitas Lingkungan 2. Meningkatkan Pengendalian dan Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup3. Meningkatkan Pembinaan Teknis Pengendalian Lingkungan Hidup4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengedalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.Dalam Laporan Bantek Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Boyolali Tahun 2011 disebutkan kondisi pengelolaan air limbah domestik yang ada saat ini hanyalah berupa penyediaan sarana buang air besar. Pada umumnya jamban/tempat buang air besar sendiri berada di daerah perkotaan (urban) sedangkan tempat buang air besar komunal/umum, sungai, dan lainnya sebagian besar berada di daerah perdesaan.Jenis jamban yang ada di Kabupaten Boyolali sebagian besar sudah menggunakan kloset leher angsa meskipun ada beberapa wilayah yang masih menggunakan kloset jenis cemplung bahkan masih buang air besar di sungai. Berikut adalah tabel akses buang air besar warga di Kabupaten Boyolali yang diperoleh dari data Rekapitulasi Sarana Sanitasi Dasar Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun 2010.Tabel 2.4. Akses Buang Air Besar Warga Kabupaten BoyolaliNo.Jenis JambanRumah Tangga (%)

1.Milik sendiri72,1

2.Bersama4,9

3.Umum /Tidak memiliki23,0

Sumber data : Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, 2010Tabel 2.5. Jenis Jamban Yang Digunakan Warga Di Kabupaten BoyolaliNo.Jenis JambanRumah Tangga (%)

1.Leher angsa43,77

2.Cemplung 24,97

3.Sembarang tempat 31,26

Sumber data : Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, 2010Berikut adalah gambar jamban dan septictank yang digunakan masyarakat Kabupaten Boyolali.

Kloset Leher Angsa Septic tankGambar 2.1. Sarana Sanitasi (Sumber: Dokumentasi Konsultan, 2011)Berdasarkan hasil studi EHRA anggota keluarga yang sudah dewasa bila ingin buang air besar (BAB) adalah ke jamban pribadi sebanyak 76,31%. Tetapi masih ada anggota keluarga yang BAB ke sungai sekitar 9,30% dan ke kebun/pekarangan sekitar 2,13%.Grafik 2.4. Perilaku anggota keluarga yang sudah dewasa bila ingin buang air besar (N= 1.600)

Berdasarkan hasil studi EHRA kemana tempat penyaluran akhir tinja responden, diketahui sebanyak 67,50% membuang limbah tinjanya ke tangki septic, sekitar 13,69% membuang limbah tinjanya ke cubluk/lubang tanah, dan sekitar 6,56% membuang limbah tinjanya ke sungai.Grafik 2.5. Tempat penyaluran buangan akhir tinja (N = 1.080)Hasil analisis studi EHRA menunjukkan aman tidaknya tangki septic terhadap pencemaran lingkungan. Suspect tidak aman ditunjukkan oleh banyaknya responden yang tidak pernah mengosongkan tangki septicnya yaitu sebanyak 52,44%.

Grafik 2.6. Kapan tangki septic terakhir dikosongkan (N= 1.080)

Berdasarkan studi EHRA menunjukkan bahwa bila tangki septic dikosongkan kemana Lumpur tinja dibuang hasilnya adalah ke sungai sekitar 2,44% dan 1,76% dikubur. Mengingat Kabupaten Boyolali belum memiliki IPLT dikhawatirkan pembuangan Lumpur tinja akan mencemari sungai dan air tanah.Grafik 2.7. Tempat pembuangan Lumpur tinja (N= 1.080)

Diagram sistem sanitasi (DSS) pengelolaan air limbah domestic

2.2.5. LIMBAH PADADalam Laporan Periodik Sampah Kabupaten Boyolali Tahun 2010 penanganan persampahan digambarkan sebagai berikut:

Wilayah Perkotaan/Administrasi Timbulan Sampah perkotaan : 81,8 m3/ hari Sampah Terangkut : 65,2 m3/ hari Tabel 2.6. Tabel Volume Timbulan Sampah Tahun 2010NoKawasanJumlah Penduduk (Jiwa)Volume timbulan sampah (Kg/orang/hari)Total timbulan sampah(Ton/hari)

1Kota Boyolali68.9430,320,68

2Kabupaten953.8390,3286,152

Sumber data: hasil analisis

Metode pengelolaan TPA yang digunakan adalah controll landfill menuju sanitary landfill.1. Teknologi pengomposan : A. Pengomposan di TPA Kuncen Winong dan Sie Pertamanan DPUPPK a. Sampah yang masuk TPA mula-mula dipilahkan menurut jenisnya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Jenis sampah organik selanjutnya diproses menjadi kompos dengan menggunakan alat pengomposan yang sudah tersedia di TPA;b. Sampah organik dimasukkan dalam mesin pencacah. Sampah yang sudah dicacah diberi campuran bahan-bahan antara lain katul, disiram dengan air yang telah dicampur dengan tets dan EM4 untuk mempercepat proses pengomposan. Kemudian sampah yang telah dicampur bahan tadi ditutup dengan plastik untuk mempercepat proses fermentasi. Agar fermentasi dapat baik sampah tadi dibolak-balik, apabila diraba terasa panas ( 2 hari sekali). Setelah kurang lebih 2 bulan kompos sudah siap dipakai. Saat ini sampah yang dibuat kompos kurang lebih 20 M3/ bulan.

B. Pengomposan (Komposting Rumah Tangga) di Perumahan Warga yaitu di lokasi sebagai berikut : 1. Kampung Bhayangkara RW XV Kelurahan Siswodipuran yang terdiri dari RT 3 dan RT 4 ; 2. Perumahan Bumi Singkil Permai I RW X Desa Karanggeneng;3. Perumahan Bumi Singkil Permai II RW XI RT 08 Desa Karanggeneng;4. Perumahan Pulisen Kelurahan Pulisen;5. Perumahan Surodadi;6. Perumahan Surowedanan Hasil berupa :1. Pupuk Kompos organik 2. Pupuk Cair organik

C. Pengomposan di Sekolah yaitu di lokasi sebagai berikut : 1. SMKN 1 Mojosongo;2. SMKN 1 Boyolali;3. SMUN 3 Boyolali;4. SMPN 1 Boyolali;5. SMPN 2 Boyolali;6. SMPN 4 Boyolali;6. SD N 4 Boyolali;7. SD N 9 Boyolali.Gambar :

2. Teknologi Pembuatan kertas daur ulang dan plastik :Masyarakat/warga yang mengolah sampah kertas bekas menjadi produk tersebut berlokasi di Perumahan Bumi Singkil Permai.

3. Teknologi pembakaran :Pembakaran sampah dengan menggunakan incinerator dilaksanakan di RSU Pandanaran dan Puskesmas Kota I Boyolali. Karakteristik sampah yang dibakar adalah sampah medis. Pada Tahun 2010 ini kegiatan dari DAK Bidang Lingkungan Hidup digunakan untuk pengadaaan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan khususnya pemanfaatan sampah menjadi sumber energi (briket sampah, dan kompor gasifikasi).a. Unit 3R (reduce, reuse, recycle) I. Volume sampah yang dibuat kompos untuk saat ini adalah sebagai berikut :(i). Kegiatan pengomposan oleh masyarakat sebesar 10 kg/ hari, yang terinci sebagai berikut : Kampung Bhayangkara RW XV sebesar 2 kg/ hari Perumahan Bumi Singkil Permai I sebesar 2 kg/ hari Perumahan Bumi Singkil Permai II sebesar 4 kg/ hari Perumahan Madu Mulyo, Pulisen sebesar 1 kg/ hari Perumahan Surodadi sebesar 1 kg/ hari Perumahan Surowedanan hijau 20 kg/ minggu(ii). Kegiatan pengomposan oleh Pemkab Boyolali sebesar 0,8 m3 / hari, yang terinci sebagai berikut: TPA Winong sebesar 0,7 m3/ hari Sie Pertamanan sebesar 0,1 m3/ hari(iii) Kegiatan pengomposan oleh Sekolah sebesar 5-10 kg/ hariII. Pelaksana komposting 1. Komposting yang dilakukan di tingkat perumahan/pemukiman dilakukan oleh masyarakat Kampung Bhayangkara, Masyarakat Bumi Singkil Permai I dan II dengan pembinaan dari dinas/ instansi terkait, Camat Boyolali bersama perangkat Kalurahan;2. Komposting Alam Lestari dilaksanakan oleh Subdin Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran DPUPPK;3. Sedangkan untuk lokasi sekolahan dilaksanakan oleh para siswa/pelajar dengan pembinaan guru. b. Proses 3 R 1. Proses pengomposan yang digunakan di TPA Kuncen Winong saat ini adalah dengan menggunakan Dana Alokasi Khusus Tahun 2007 yaitu berupa mesin pencacah sampah dengan kapasitas 500 kg/ jam2. Proses 3 R yang digunakan di Perumahan dan Sekolahan adalah- Pemilahan Sampah organik dan anorganik rumah tangga;- Pencacahan sederhana sampah Organik;- Pengomposan dengan gentong/ drum, komposter c. Siklus atau alur sistem 3 R sedikitnya meliputi sumber sampah-unit proses 3R produk 3R-pemanfaat produk 3 R. Uraian singkat proses 3 R di Kota Boyolali;1. Sumber sampah berasal dari Jalan, Rumah Tangga, Sekolah, Kantor dsb. 1.a.Sebagian Sampah organik rumah tangga dipisahkan dan dibuat komposting oleh warga masyarakat dengan menggunakan teknologi sederhana dan memanfaatkan gentong-gentong;1.b. Kompos yang sudah jadi dan bisa dimanfaatkan sendiri. 2. Sebagian sampah yang masih tercampur dikumpulkan ke dalam tong-tong sampah;3. Pengangkutan sampah dengan gerobak sampah.4. Pengumpulan sampah di TPS-TPS tertutup;5. Sampah diangkut dengan menggunakan truk pengangkut sampah;6. Sampah yang sudah terangkut dibawa ke TPA;6.a. Sebagian sampah organik dipisahkan dan dicacah untuk dijadikan kompos.I, II Proses pengoposan dan hasil yang dapat dimanfaatkan untuk pemupukan tanaman di wilayah perkotaan6.b Sebagian sampah plastik dipilah dan dikumpulkan oleh pemulung;7,8 Sampah yang tersisa (residu) dikelola dengan menggunakan sistem Sanitary Landfill.Berdasarkan hasil studi EHRA diketahui bahwa sampah rumah tangga dikelola oleh sebagian besar responden dengan cara dibakar sekitar 69,94%, dibuang ke lahan kosong sekitar 12,81%, dan dibuang dan dikubur sekitar 10,06%. Sedangkan responden yang menerima pelayanan dari petugas pengangkut sampah hanya sekitar 1,44%.

Grafik 2.8. Bagaimana sampah rumah tangga dikelola (N = 1.600)

Hasil analisis studi EHRA menunjukkan bahwa dari sebanyak 1,44% penerima pelayanan dari petugas pengangkut sampah sebanyak 1,06% responden mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah setiap hari, dan sekitar 0,38% beberapa kali dalam seminggu.Grafik 2.9. Seberapa sering petugas mengangkut sampah dari rumah (N = 23)

Berdasarkan hasil studi EHRA diketahui bahwa sebanyak 1,25% responden mengatakan pelayanan pengangkutan sampah tepat waktu dan sekitar 0,19% mengatakan sering terlambat.

Grafik 2.10. Ketepatan pengangkutan sampah (N= 23)

Hasil analisis studi EHRA menunjukkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga dengan cara melakukan pemilahan sampah dilakukan sering oleh sekitar 10% responden dan 24,19% responden melakukannya kadang-kadang. Grafik 2.11 Perilaku pemilahan/pemisahan sampah di rumah sebelum dibuang (N= 1.600)

Hasil analisis studi EHRA menunjukkan bahwa hanya 13,69% responden yang melakukan daur ulang sampah rumah tangga untuk dibuat kompos atau pupuk hijau.

Grafik 2.12. Apakah sampah rumah tangga didaur ulang (N= 1.600)

Diagram sistem sanitasi (DSS) pengelolaan sampah

2.2.6. DRAINASE LINGKUNGANSistem drainase berfungsi untuk mengalirkan dan menghilangkan genangan air kotor di permukaan ke badan air penerima sehingga kota dan lingkungan permukiman yang dilengkapi dengan drainase akan lebih baik dan sehat.Pada saat ini kondisi yang terjadi di Kabupaten Boyolali penggunaan saluran drainase difungsikan bukan hanya sebagai penyalur air hujan atau air banjir, tetapi juga sebagai penampung atau penyalur air limbah domestik (rumah tangga). Jaringan drainase yang ada umumnya masih menyatu dengan jaringan sanitasi (limbah rumah tangga dari mandi dan cuci). Jaringan drainase memanfaatkan sungai dan jaringan irigasi, sebagai jaringan pematusan dan tempat bermuara akhir aliran air. Dinas PUPPK pada Bidang Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Boyolali belum memiliki database yang mencatat panjang saluran drainase. Tahun ini kabupaten Boyolali menerima bantuan program penyusunan master plan dan DED drainase dari Dinas PU PLP Provinsi Jawa Tengah. Pada titik-titik lokasi tertentu, kawasan perkotaan masih ada genangan akibat luapan/limpasan yang disebabkan drainase perkotaannya kurang optimal atau tidak sesuai lagi dimensi badan saluran karena tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan, kawasan jasa dan perdagangan menjadi kawasan terbangun.Ketika curah hujan puncak terjadi banjir yang melanda beberapa desa antara lain Desa Banyudono dan Desa Cangkringan di Kecamatan Banyudono, Desa Karangduren di Kecamatan Sawit, Desa Sawahan dan Desa Pandeyan di Kecamatan Ngemplak, dan Desa Ngleses di Kecamatan Juwangi. Banjir terjadi rata-rata 2 jam dimana luas jangkauan banjir ke daerah aman berjarak antara 100-200 M. Penanganan korban banjir dilakukan secara insidental karena dinilai tidak membahayakan yaitu dengan menyelamatkan jiwa dan harta masyarakat, dievakuasi ke daerah terdekat yang aman dari banjir.

Gambar 2.2. Peta Genangan Kabupaten BoyolaliBerdasarkan hasil studi EHRA diketahui bahwa sebanyak 32,25% responden mempunyai SPAL berupa parit, sekitar 8,38% mempunyai sumur resapan, dan sekitar 3,81% drainase lingkungannya berupa sarana lain.Grafik 2.13. Keberadaan drainase lingkungan (N= 1.600)

Berdasarkan hasil studi EHRA menunjukkan bahwa sebanyak 3,25% responden terkena banjir sekali dalam setahun, sekitar 1,13% beberapa kali dalam setahun, dan sekitar 0,06% sesekali atau beberapa kali dalam setahun.

Grafik 2.14. Kejadian banjir di rumah atau lingkungan sekitar rumah (N= 1.600)

Berdasarkan hasil studi EHRA juga diketahui bahwa responden yang terkena banjir sebanyak 0,31% lama banjirnya kurang dari 1 jam, sekitar 1,75% lama banjirnya antara 1-3 jam, sekitar 1,31% lama banjirnya setengah hari, dan sekitar 0,75% lama banjirnya satu hari atau lebih dari 1 hari.

Grafik 2.15. Lama banjir mengering (N= 71)

Diagram sistem sanitasi (DSS) pengelolaan drainase lingkungan

2.2.7. LIMBAH INDUSTRILimbah industri adalah air limbah bersumber dari pabrik atau industri rumah tangga yang biasanya banyak menggunakan air dalam sistem prosesnya. Di samping itu ada pula bahan baku mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya air harus dibuang. Air ditambah bahan kimia tertentu kemudian diproses dan setelah itu dibuang. Air terikut dalam proses pengolahan kemudian dibuang misalnya ketika dipergunakan untuk pencuci suatu bahan sebelum diproses lanjut. Semua jenis perlakuan ini mengakibatkan buangan air. Bahan pencemar yang terdapat dalam limbah cair industri antara lain kandungan BOD5 dan COD.Kabupaten Boyolali terbagi atas 19 Kecamatan dan 263 Desa serta 4 Kelurahan dengan kepadatan penduduk rata-rata 938 jiwa/km2 tahun 2009. Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah tumbuhnya dunia industri di Kabupaten Boyolali yang terus meningkat. Dari sumber Boyolali Dalam Angka (BDA) jumlah industri mengalami kenaikan, untuk jumlah industri kecil menengah, industri agro sebanyak 2.846 buah, industri kimia dan hasil hutan sebanyak 3.174 buah dan industri logam mesin dan perekayasaan sebanyak 189 buah. Disatu sisi, industri ini membawa peningkatan dalam bidang ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Namun disisi lain timbul permasalahan-permasalahan baru di bidang lingkungan. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali mengawasi, memantau dan melakukan monitoring pengelolaan air limbah oleh usaha dan atau kegiatan non skala menengah ke atas seperti industri, hotel, rumah makan, rumah sakit dan industri besar, juga menangani pengelolaan air limbah kegiatan usaha skala kecil (USK) dan pengelolaan air limbah domestik penduduk. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali melalui Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan beserta DPUPPK dan Dinas Peternakan dan Perikanan dari tahun 2000 sampai pada tahun 2010 telah membangun beberapa IPAL Biogas Ternak, IPAL Biogas Industri Kecil Tahu, dan IPAL Domestik Komunal. Berikut adalah beberapa IPAL yang pernah dibangun dengan bantuan dana dari pemda maupun dari pemerintah pusat.Tabel 2.7. IPAL Biogas Ternak dan Industri Kecil Tahu Di Kabupaten BoyolaliNoNamaAlamatJenis UsahaKeterangan

1.BejoDs. Pelem, SimoInd kecil tahuBant. pemda 2000

2. SugiyantoDs. Gagak Sipat, NgemplakInd kecil tahuBant Pemda 2002

3.H. DaryonoDs. Bendan, BanyudonoInd kecil tahuBant. pemda 2002

4.WinarnoDs. Bendan, BanyudonoInd kecil tahuBant Pemda 2003

5.Suwarto An KUB Gotong royongDs. Donohudan, NgemplakInd kecil tahuBant. pemda 2003

6.Hadi SakinuDs. Singosari, MojosongoTernak SapiSwadaya & bantuan Pemda 2000

7.Wiryo parnoDs. Tambak, MojosongoTernak SapiBant Pemda 2004

8.Wiyadi Ds. Winong, BoyolaliTernak SapiBant. pemda 2004

9KUB Subur MakmurDs. Donohudan, NgemplakInd kecil tahuBant Pemda 2005

10SuradiDs. Pengkol, KaranggedeInd kecil tahuBantuan pemda 2005

11JokoDs. Bantengan, KaranggedeInd kecil tahuBantuan Pemda 2006

12MarjonoDs. Sruni, MusukTernak SapiDAK 2007

13SuyonoDs. Sruni, MusukTernak SapiDAK 2007

14AbdurrahmanDs. Mliwis, CepogoTernak SapiDAK 2007

15PriyonoDs. Mliwis, CepogoTernak SapiDAK 2007

16SriyantoDs. Kemiri, MojosongoTernak SapiDAK 2007

17MaeyanoDs. Kemiri, MojosongoTernak SapiDAK 2007

18DomoDs. Kemiri, MojosongoTernak SapiDAK 2007

19SuwarnoDs. Urut Sewu, AmpelTernak SapiDAK 2007

20NardiDs. Karanggeneng, BoyolaliTernak SapiDAK 2007

21Hadi SumarjoDs. Winong, BoyolaliTernak SapiDAK 2007

22SumidiDs. Gagak Sipat, NgemplakInd kecil tahuDAK 2007

23Budi Ds. Gagak Sipat, NgemplakInd kecil tahuDAK 2008

24SutarnoDs. Sruni, MusukTernak SapiDAK 2008

25SlametDs. Pagerjurang, MusukTernak SapiDAK 2008

26SumantoDs. Kemiri, MojosongoTernak SapiDAK 2008

27MiyonoDs. Madu, MojosongoTernak SapiDAK 2008

28SutoyoDs. Metuk, MojosongoTernak SapiDAK 2008

29Kelompok Tani Karya TaniDs. Kaligentong, AmpelTernak SapiDAK 2008

30Kelompok Tani Karya TaniDs. Kaligentong, AmpelTernak SapiDAK 2008

31Jiyo kusnan Ds. Bendan, BanyudonoInd kecil tahuDAK 2008

32ParjoDs. Gagak Sipat, NgemplakInd kecil tahuDAK 2008

33Wito hadi SukamtoDs. Jelok, CepogoTernak SapiDAK 2009

34SuharnoDs. Paras, CepogoTernak SapiDAK 2009

35WarsitoDs. Sruni, MusukTernak SapiDAK 2009

36SarmoDs. Cluntang, MusukTernak SapiDAK 2009

37Wasi SudomoDs.Singosari, MojosongoTernak SapiDAK 2009

38PurwantoDs.Mojosongo , MojosongoTernak SapiDAK 2009

39HaryadiDs. Gagak Sipat, NgemplakInd kecil tahuDAK 2009

40JiyarnoDs. Kragilan, MojosongoInd kecil tahuDAK 2009

41WiradatDs. Sukorejo, MusukTernak SapiDAK 2010

42NartoDs. Pagerjurang, MusukTernak SapiDAK 2010

43GunantoDs. Candi Gatak, CepogoTernak SapiDAK 2010

44Joko RudiyantoDs. Candi Gatak, CepogoTernak SapiDAK 2010

45Agus HaryonoDs.Butuh , MojosongoTernak SapiDAK 2010

Sumber : Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali, 2010

2.2.8. LIMBAH MEDISKabupaten Boyolali mempunyai 10 Rumah Sakit (3 Rumah Sakit Daerah, 7 Rumah Sakit Swasta) dibawah pemantauan Badan Lingkungan Hidup, dan 29 Puskesmas dibawah pemantauan Dinas Kesehatan dalam pengelolaan limbah padat dan air limbahnya. Sejumlah 5 Puskesmas dan 1 Rumah Sakit Daerah sudah memiliki incinerator, serta seluruh Rumah Sakit sudah memiliki IPAL. Bagi Puskesmas dan Rumah sakit yang tidak memiliki incinerator pemusnahan akhir sampah dirujuk ke 5 Puskesmas dan 1 Rumah Sakit Daerah serta ke Rumah Sakit Swasta Dr. Oen di Surakarta.Pengelolaan limbah medis padat dinilai tidak menimbulkan masalah karena sudah dipilahkan dari sumber/asal timbulan sampah. Secara umum, di setiap sarana pelayanan kesehatan sudah dilakukan pemisahan antara sampah medis maupun non medis, selanjutnya limbah medis padat dimusnahkan dengan incinerator yang berada di 5 Puskesmas dan 1 Rumah Sakit Daerah serta Rumah Sakit Swasta Dr. Oen di Surakarta.

2.3. VISI DAN MISI SANITASI KABUPATENVisi misi sanitasi telah dirumuskan untuk memberi arahan bagi pengembangan sanitasi Kabupaten Boyolali dalam rangka mencapai visi misi kabupaten. Sandingan visi, misi Kabupaten dan visi misi Sanitasi dapat dilihat pada matriks berikut.Visi misi Kabupaten BoyolaliVisi misi AMPL Kabupaten BoyolaliVisi misi SanitasiProvinsi Jawa TengahVisi misi SanitasiKabupaten Boyolali

1. VisiKabupaten Boyolali Yang Lebih Sejahtera, Berdaya Saing dan Pro Investasi.

2. Misi1.Meningkatkan perekonomian rakyat yang bertumpu pada sektor unggulan daerah dan mempertahankan prestasi sebagai lumbung padi.2.Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dalam rangka mendukung peningkatan daya saing daerah.3. Menciptakan iklim usaha dan iklim investasi yang kondusif, didukung dengan peningkatan infrastruktur yang memadai dan berkelanjutan. 4. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui penguatan sistem pemerintahan dan pemberantasan korupsi dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat.1. Visi

Meningkatkan cakupan sarana air minum dan sanitasi dasar serta meningkatnya akses masyarakat terhadap air minum dan sanitasi dasar.

2. Misi1. meningkatkan kapasitas air bersih/air minum2. meningkatkan kapasitas pengelolaan sampah3. meningkatkan pembangunan drainase 4. meningkatkan penanganan limbah 5. meningkatkan kesadaran masyarakat dalam PHBS

1. Visi

Jawa Tengah 2015; Menuju Sehat Air dan Sehat Lingkungan.

2. Misi1. Mewujudkan Ketersediaan Air Baku Air Minum Yang Berkualitas dan Kontinyu Bagi Masyarakat.2. Meningkatkan Pembangunan Sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Yang Kontinyu Dan Berkualitas. 3. Mewujudkan Kelembagaan Pengelola AMPL Yang Optimal. 4. Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat Di Sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan.

1. Visi

Meningkatkan kondisi lingkungan untuk mendukung masyarakat Boyolali sehat, mandiri dan berkeadilan melalui partisipasi seluruh pemangku kepentingan.

2. Misi1. Meningkatkan sarana dan prasarana serta akses pembangunan air limbah di perkotaan dan perdesaan untuk perbaikan kesehatan lingkungan.2. Meningkatkan lingkungan kabupaten yang sehat dan bersih melalui pengelolaan sampah rumah tangga dengan pengurangan timbulan sampah dari sumbernya3. Mempercepat pematusan genangan air hujan di permukiman ke saluran pembuangan akhir.4. Mendorong masyarakat layak sanitasi dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

2.3.KEBIJAKAN UMUM DAN ARAH STRATEGI SANITASI Mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Boyolali Tahun 2010-2015 maka arah kebijakan umum dan strategi pembangunan sektor sanitasi mengacu kepada arah kebijakan umum dan strategi pembangunan Kabupaten Boyolali sebagai berikut.

2.3.1Kebijakan Umum Terkait Sanitasi a. Bidang Kesehatan1. Peningkatan kualitas dan akses pelayanan kesehatan.2. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam rangka berperilaku hidup bersih dan sehat, perbaikan gizi masyarakat dan perbaikan sanitasi lingkungan serta pencegahan dan penanggulangan penyakit dan KLB.3. Semua masyarakat terjamin pemeliharaan kesehatan.4. Meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan.

b. Bidang Prasarana Wilayah1. Meningkatkan ketercukupan sarana dan prasarana wilayah secara kuantitas dan kualitas 2. Mengupayakan pengembangan kawasan untuk menyediakan lahan perumahan bagi penduduk Kabupaten Boyolali.3. Mengoptimalkan upaya pengembangan pelaku perumahan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan perumahan.4. Meningkatnya/terpeliharanya prasarana dan sarana dasar bagi kawasan perumahan / pemukiman dan lingkungannya.5. Meningkatkan efektivitas peran Rencana Tata Ruang sebagai pedoman keruangan dalam pembangunan daerah.6. Mewujudkan Pengelolaan sumberdaya air, baik air tanah, mata air, sungai, waduk dan air hujan secara bijaksana untuk kepentingan yang domestik, pertanian maupun industri.7. Meningkatkan kapasitas pelayanan air bersih/ air minum pada warga masyarakat terutama pada daerah/ wilayah yang mengalami kesulitan air bersih karena kondisi lingkungan dan sumberdaya alam yang tidak mendukung diantaranya melalui air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL).8. Meningkatkan kapasitas pengelolaan sampah melalui perbaikan teknologi pengolahan sampah pada TPA dan peningkatan efektifitas pengumpulan dan pengangkutan sampah dari sumber sampah ke TPS dan TPA, serta peningkatan kesadaran masyarakat maupun industri untuk mengurangi sampah melalui gerakan 3R (Re-use, Re-place dan Re-cycle).9. Meningkatkan pembangunan saluran drainase sesuai dengan kebutuhan wilayah.10. Mengembangkan dan meningkatkan kinerja pengelolaan persampahan11. Mengendalikan dan mencegah pencemaran dan perusakan lingkungan hidup12. Meningkatkan penanganan limbah atau pengelolaan lingkungan yang baik.13. Mengoptimalkan penyediaan data perencanaan pembangunan untuk masing-masing urusan. 14. Mengupayakan terwujudnya koordinasi baik secara vertikal maupun horisontal agar tercipta program dan kegiatan sinergis antar berbagai urusan.15. Meningkatkan kapasitas kelembagaan perencanaan pembangunan daerah.16. Mengoptimalkan pengawasan penggunaan lahan oleh aparat agar penggunaan lahan sesuai dengan peruntukannya.c.Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial1. Meningkatkan ketercukupan lapangan pekerjaan dan semakin meningkatnya daya beli masyarakat sehingga mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan daerah. pemberdayaan masy desa2. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat di perdesaan dan masyarakat kurang mampu dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informatika.3. Meningkatkan kapasitas dan peran lembaga-lembaga sosial dan organisasi sosial masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.3.2 Arah Strategi Pembangunan Sanitasia. Strategi AMPL1. Memprioritaskan perluasan cakupan pelayanan PDAM pada kawasan perkotaan dan kawasan pengembangan pelayanan PDAM (kawasan potensial PDAM); 2. Menerapkan pendekatan berbasis masyarakat untuk perluasan cakupan akses air minum yang layak dan berkelanjutan di kawasan perdesaan dan kawasan yang tidak terjangkau pelayanan PDAM;3. Menggalang kerjasama pendanaan dengan dunia usaha bagi perluasan akses air minum dan sanitasi pada kawasan-kawasan komersil;4. Menggalakkan program STBM bagi desa/kawasan dengan tingkat cakupan sarana dan akses sanitasi rendah/di bawah rata-rata kabupaten;5. Menggalakkan kampanye PHBS melalui mobilisasi tenaga promosi kesehatan, tokoh masyarakat, kelompok masyarakat, dan media massa;6. Percepatan pencapaian desa ODF dan Kecamatan ODF;7. Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan sumber daya air untuk menjamin kuantitas, kualitas, dan kontinuitas pasokan air baku;8. Meningkatkan koordinasi lintas program dan lintas pelaku pembangunan air minum dan sanitasi melalui penguatan peran Bappeda; 9. Mengoptimalkan upaya pengendalian pencemaran;10. Meningkatkan alokasi APBD untuk memenuhi minimal 40% kebutuhan investasi AMPL Kabupaten Boyolali dalam rangka pencapaian target 7C MDGs. Adapun sisanya (60%) diupayakan melalui pendanaan APBD provinsi, APBN, CSR, dunia usaha, dan lembaga keuangan/perbankan. b.Strategi Prasarana Wilayah1. Pembangunan prasarana dan sarana untuk pengembangan ekonomi. 2. Pengembangan kualitas dan kuantitas Prasarana dan Sarana Daerah.3. Peningkatan pembangunan dukungan infrastruktur daerah.

c. Strategi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup1. Meningkatkan pengawasan dan pelanggaran hukum terhadap pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah.2. Mewujudkan integrasi dalam pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidupd. Strategi Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial1. Meningkatkan ketercukupan lapangan pekerjaan dan semakin meningkatnya daya beli masyarakat sehingga mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan daerah. 2. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat di perdesaan dan masyarakat kurang mampu dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informatika.3. Meningkatkan kapasitas dan peran lembaga-lembaga sosial dan organisasi sosial masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.4 Tujuan, Sasaran SANITASI dan Arahan Pentahapan PencapaianTujuan umum pembangunan sektor sanitasi Kabupaten Boyolali tahun 2012 2016 adalah untuk mendukung pencapaian Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten yang juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan arah dan tujuan pembangunan Kabupaten Boyolali sebagaimana tertuang dalam dokumen RPJMD 2010-2015 Kabupaten Boyolali.

2.4.1.Tujuan Sektor Sanitasi 1. Meningkatkan akses prasarana dan sarana air limbah baik sistem on site maupun off site di perkotaan dan perdesaan untuk perbaikan kesehatan lingkungan2. Meningkatkan lingkungan kabupaten yang sehat dan bersih melalui pengelolaan sampah rumah tangga dengan pengurangan timbulan sampah dimulai dari sumbernya3. Mempercepat pematusan genangan air hujan di permukiman ke saluran pembuangan akhir4. Mendorong masyarakat layak sanitasi dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat yang berkelanjutan5. Meningkatnya desa ODF dan Kecamatan ODF6. Meningkatkan akses sanitasi yang layak dan berkelanjutan

2.4.2.Sasaran Sektor Sanitasi1. Meningkatnya cakupan Sarana buang air besar yang layak dari 69.8 % menjadi 83,45 % dan akses buang air besar di jamban dari 79.1 % menjadi 89.55 %;2. Meningkatnya cakupan SPAL dari 56.3 % menjadi 67.2 %; 3. Terbangunnya IPLT pada tahun 20134. Meningkatnya tempat sampah dari 72.4 % menjadi 79.3 %;5. Meningkatnya pengelolaan sistem TPA dari semi controll landfiil menjadi controll landfill 6. Meningkatnya cakupan pelayanan sampah di perkotaan dari 26,31% menajadi 40%7. Meningkatnya pengelolaan sampah 3R di 6 kampung menjadi 16 kampung8. Meningkatnya jaringan drainase sekunder dan primer sepanjang 5000 M9. Meningkatnya jaringan drainase tersier dari 50% menjadi 75%10. Desa ODF belum ada (0%) menjadi 134 desa (50 %);11. Meningkatnya cakupan penduduk yang menerapkan PHBS dari 71% menjadi 85%; 12. Meningkatnya cakupan rata-rata sanitasi kabupaten dari 68.3 % menjadi 76.2 %;

2.4.3.Arahan Pentahapan Pencapaian Sektor SanitasiArahan pentahapan pembangunan sanitasi disesuaikan dengan arahan pentahapan pembangunan Kabupaten secara menyeluruh. Berdasarkan arahan pembangunan Kabupaten maka penetapan pentahapan pembangunan sanitasi di Kabupaten Boyolali tahun 2012 2016 merupakan pentahapan pencapaian sasaran pembangunan secara bertahap dengan perkembangan linier yang tetap mengacu pada kebijakan pengelolaan belanja daerah dengan menitik beratkan alokasi pada bidang-bidang urusan wajib dan urusan pilihan yang sesuai dengan prioritas pembangunan daerah. Pencapaian sasaran pembangunan setiap tahun mengalami kenaikan secara bertahap atau merata sepanjang tahun dengan tetap memperhatikan kinerja sektor sanitasi pemerintah kabupaten.

2.4.3.1.Sub Sektor Air LimbahDi dalam SSK ini telah dilakukan penentuan wilayah prioritas pengembangan sistem pengelolaan air limbah (apakah on site maupun off site). Beberapa kriteria telah digunakan dalam penentuan prioritas tersebut, yaitu: kepadatan penduduk, klasifikasi wilayah (perkotaan atau perdesaan), karakteristik tata guna lahan/Center of Business Development (CBD) (komersial atau rumah tangga), serta resiko kesehatan lingkungan.Berdasarkan kriteria tersebut dihasilkan suatu peta yang menggambarkan kebutuhan sistem pengelolaan air limbah untuk perencanaan pengembangan sistem. Peta tersebut terbagi dalam beberapa zonasi, dimana zona tersebut sekaligus merupakan dasar bagi kabupaten dalam merencanakan pengembangan jangka panjang pengelolaan air limbah Kabupaten Boyolali. Rencana pengembangan tersebut diilustrasikan sebagai berikut: Zona 1, merupakan area dengan tingkat resiko kecil yang dapat diatasi dalam jangka pendek dengan pilihan system setempat (on site) dengan skala rumah tangga (household based). Diperkirakan sampai dengan tahap perencanaan jangka panjang, system ini akan tetap digunakan. Tahapan penanganannya dengan kegiatan utama untuk perubahan perilaku dan pemicuan. Zona ini mencakup 122 desa di 14 kecamatan, yaitu kecamatan Musuk, Mojosongo, Teras, Selo, Cepogo, Ampel, Sambi, Simo, Klego, Andong, Nogosasi, Karanggede, Wonosegoro, Kemusu dan Kecamatan Juwangi. Dalam peta zonasi sub sector air limbah diberi warna hijau tua dan warna hijau muda. Zona 2, merupakan area dengan tingkat resiko menengah yang dapat diatasi dalam jangka pendek dengan perubahan perilaku dilakukan dengan program-program pemicuan (CLTS) dan oleh karena merupakan daerah padat penduduk maka pemilihan systemnya adalah system setempat dengan pendekatan komunal (tidak berbasis rumah tangga).Sistem komunal ini masih bisa digunakan sampai dengan jangka panjang. Zona ini mencakup 129 desa di 18 kecamatan, yaitu kecamatan Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras, Cepogo, Ampel, Banyudono, Sawit, Sambi, Ngemplak, Simo, Klego, Andong, Nogosasi, Karanggede, Wonosegoro, Kemusu dan Kecamatan Juwangi. Dalam peta zonasi sub sector air limbah diberi warna biru. Zona 3, merupakan area dengan tingkat resiko tinggi karena merupakan kawasan padat, CBD serta kondisi topografi kurang menguntungkan. Dalam jangka pendek masih bisa menggunakan system on site berbasis rumah tangga, dalam jangka menengah harus diatasi dengan pilihan system terpusat (off site), dan dalam jangka panjang dengan offsite terpusat. Zona ini mencakup 26 desa/kelurahan di 12 kecamatan, yaitu kecamatan Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras, Cepogo, Ampel, Banyudono, Sawit, Ngemplak, Simo, Andong, dan Kecamatan Karanggede. Dalam peta zonasi sub sector air limbah diberi warna merah muda.

Gambar 2.2 Peta Pengembangan Pengelolaan Air Limbah kabupaten Boyolali Tahun 2012-2016

2.4.3.2Sub Sektor PersampahanSistem pelayanan persampahan di Kabupaten Boyolali akan diperluas ke lima kawasan perkotaan yang meliputi kawasan perkotaan/IKK di Kecamatan Boyolali, Ampel, Ngemplak, Banyudono, dan Teras. Dari kelima kecamatan tersebut, baru Kecamatan Boyolali yang mendapatkan pelayanan persampahan yaitu sebesar 26,31% dari jumlah timbulan sampah di kawasan perkotaan Kecamatan Boyolali.Berdasarkan kriteria yang ada dalam Standar Pelayanan Minimun (SPM), wilayah pengembangan pelayanan persampahan dapat diidentifikasi. Terdapat 2 (dua) kriteria utama dalam penetapan prioritas penanganan persampahan saat ini yaitu tata guna lahan/klasifikasi wilayah (komersial/CBD, permukiman, fasilitas umum, terminal, dsb) dan kepadatan penduduk. Hasil dari penentuan wilayah dan kebutuhan pelayanan persampahan Kabupaten Boyolali terdapat 3 (tiga) zona yang diilustrasikan sebagai berikut: Zona 1, merupakan area yang harus terlayani dengan system tidak langsung yakni dari rumah tangga ke Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) baru ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA). Zona ini mencakup 108 desa di 11 kecamatan, yaitu kecamatan Cepogo, Ampel, Sambi, Simo, Klego, Andong, Nogosasi, Karanggede, Wonosegoro, Kemusu dan Kecamatan Juwangi. Dalam peta zonasi sub sector persampahan diberi warna coklat dan warna ungu. Zona 2, merupakan area yang dalam jangka waktu menengah (medium term action) harus terlayani dengan system layanan langsung dari sumber ke TPA. Zona ini mencakup 140 desa di 18 kecamatan, yaitu kecamatan Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras, Cepogo, Ampel, Banyudono, Sawit, Sambi, Ngemplak, Simo, Klego, Andong, Nogosasi, Karanggede, Wonosegoro, Kemusu dan Kecamatan Juwangi. Dalam peta zonasi sub sector persampahan diberi warna kuning. Zona 3, merupakan area padat dan kawasan bisnis (Central Business District/CBD) karena itu harus terlayani penuh 100% (full coverage) yang harus diatasi dengan pilihan system langsung ke TPA dalam jangka waktu pendek. Zona ini mencakup 19 desa/kelurahan di 11 kecamatan, yaitu kecamatan Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras, Cepogo, Ampel, Banyudono, Ngemplak, Simo, Andong, dan Kecamatan Karanggede. Dalam peta zonasi sub sector persampahan diberi warna biru. Gambar 2.3 Peta Pengembangan Pengelolaan Persampahan Kabupaten Boyolali Tahun 2012-20162.4.3.3 Sub Sektor Drainase LingkunganDaerah-daerah yang terlayani drainase perkotaan hanya daerah yang terletak pada Kawasan Perkotaan Kabupaten Boyolali yang meliputi Kecamatan Boyolali, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Nogosari dan Kecamatan Banyudono. Sistem drainase yang ada di kecamatan tersebut mengalami permasalahan yang disebabkan antara lain topografi yang rendah (terutama daerah selatan), banyaknya alih fungsi lahan pada sempadan sungai, ukuran saluran drainase yang kurang sesuai dengan debit air, belum adanya drainase (50% dilimpahkan ke sawah), masih bercampurnya drainase dengan irigasi, perilaku masyarakat terhadap saluran drainase. Dalam menentukan wilayah pengembangan saluran drainase yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah di tingkat desa/kelurahan, maka disusun prioritas pengembangan sistem drainase. Penentuan daerah prioritas ini disusun berdasarkan 5 (lima) kriteria seleksi yang mengacu ke SPM, yaitu kepadatan penduduk, tata guna lahan (perdagangan, jasa, maupun permukiman), daerah genangan air hujan, serta tingkat risiko kesehatan.Perencanaan penanganan ke depan dapat diilustrasikan sebagai berikut: Zona 1, merupakan area dengan tingkat risiko yang relative kecil yang dapat diatasi dalam jangka panjang mencakup 194 desa di 16 kecamatan, yaitu kecamatan Musuk, Mojosongo, Teras, Cepogo, Ampel, Banyudono, Sawit, Sambi, Simo, Klego, Andong, Nogosasi, Karanggede, Wonosegoro, Kemusu dan Kecamatan Juwangi. Dalam peta zonasi sub sector persampahan diberi warna hijau. Zona 2, merupakan area dengan tingkat risiko menengah yang dapat diatasi dalam jangka menengah dan panjang mencakup 4 desa di 3 kecamatan, yaitu kecamatan Cepogo, Ampel, Sambi, Simo, Klego, Andong, Nogosasi, Karanggede, Wonosegoro, Kemusu dan Kecamatan Juwangi. Dalam peta zonasi sub sector persampahan diberi warna kuning. Zona 3, merupakan area dengan tingkat resiko relatif tinggi karena merupakan kawasan padat dan kawasan bisnis (Central Business District/CBD) yang harus diatasi dalam jangka pendek, mencakup 68 desa/kelurahan di 19 kecamatan, yaitu kecamatan Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras, Selo, Cepogo, Ampel, Banyudono, Sawit, Sambi, Ngemplak, Simo, Klego, Andong, Nogosasi, Karanggede, Wonosegoro, Kemusu dan Kecamatan Juwangi. Dalam peta zonasi sub sector persampahan diberi warna merah muda.

Gambar 2.4 Peta Pengembangan Pengelolaan Drainase Kabupaten Boyolali Tahun 2012-2016

BAB IIIISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KABUPATEN

Strategi layanan sanitasi pada dasarnya adalah untuk mewujudkan Tujuan dan Sasaran pembangunan sanitasi yang bermuara pada pencapaian Visi dan Misi Sanitasi kabupaten. Kabupaten Boyolali merumuskan strategi layanan sanitasi didasarkan pada isu-isu strategis yang dihadapi pada saat ini. Paparan isu strategis dan tantangan layanan sanitasi kabupaten ini mencakup isu strategis aspek non teknis yang terdiri dari aspek; kebijakan daerah dan kelembagaan, keuangan, komunikasi, keterlibatan swasta/pelaku bisnis, pemberdayaan masyarakat, jender dan kemiskinan, sumber daya manusia, demografi dan lingkungan hidup, sosial budaya, serta monitoring dan evaluasi. Sedangkan paparan isu strategis aspek teknis terdiri dari; sub sektor air limbah domestik, sub sektor persampahan, sub sektor drainase lingkungan, sektor air bersih dan aspek perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

3.1 Program dan kegiatan aspek Teknis dan PHBS3.1.1 Air LimbahIsu-isu utama/strategis yang teridentifikasi dalam pengelolaan sub-sektor Air Limbah di Kabupaten Boyolali terdiri dari isu teknis operasional maupun non teknis. Masalah teknis operasional berkaitan dengan layanan pengelolaan air limbah dan ketersediaan sarana prasarananya, sedangkan isu non teknis adalah masalah operasional yang muncul yang terkait dengan dukungan aspek-aspek lain dalam pengelolaan air limbah. Adapun isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah di Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut:1) Isu teknis operasional layanan pengelolaan air limbah domestik Kabupaten Boyolali menerima bantuan teknis penyusunan DED IPLT, IPAL komunal di RSH (rumah sehat sederhana) dan IPAL komunal di kawasan MBR dari Satker PU PLP Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Kabupaten Boyolali belum memiliki Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan truk tinja sehingga lumpur tinja hasil pengurasan tangki septik oleh pengusaha sedot tinja dari Surakarta dibuang ke sungai atau saluran irigasi. Sudah adanya IPAL industri dan rumah sakit dapat mengurangi pencemaran lingkungan Hasil pemeriksaan bakteriologis air bersih, air badan air, dan air minum di 12 lokasi sumber air menunjukkan kualitas air turun, hanya 4 lokasi yang memenuhi syarat bakteriologis. Kabupaten Boyolali diuntungkan oleh topogragi dan porositas tanah yang tinggi sehingga mengurangi risiko genangan.2) Isu kebijakan daerah dan kelembagaan Perda SOTK pengelola air limbah sudah ada tetapi belum dilengkapi dengan penjabaran tupoksi yang mengikat. Keberadaan Pokja AMPL dapat mensinkronkan pembangunan AMPL dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi sehingga diharapkan pembangunan sektor sanitasi lebih tepat sasaran. Upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) di 19 kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan 267, Desa Siaga aktif 188 buah (70,41%), Forum Kesehatan Desa (FKD) aktif 88 buah (70,41%), jumlah Poskesdes 201 buah dan Posyandu 1.767 buah. Sumber Daya Manusia pengelola air limbah masih kurang jumlahnya dan perlu adanya peningkatan kapasitas Keberadaan organisasi profesi kesehatan dapat turut mendorong peningkatan pengelolaan air limbah sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan Organisasi kemasyarakatan seperti PKK dan Dawis diberdayakan untuk turut mensosialisasikan dan mendorong masyarakat sadar kesehatan lingkungan.3) Isu keuangan Kabupaten Boyolali memiliki keterbatasan sumber pembiayaan dari pemerintah daerah Tersedia sumber-sumber potensial pendanaan sanitasi dari APBN dan APBD Provinsi yang berpotensi untuk diakses oleh kabupaten yang mempunyai perencanaan sector sanitasi.4) Isu komunikasi Bagian Humas Informatika dan Protokol Setda Kabupaten Boyolali membuka akses informasi antara Pemkab dan masyarakat melalui perangkat komunikasi berupa media cetak dan elektronik lokal serta media Luar Ruang, kegiatan yang dilakukan dengan membuat dan memasang spanduk, baliho.Adanya media elektronik Lembaga Komunikasi Masyarakat dan Forum Informasi Masyarakat belum berfungsi optimal. Keberadaan media elektronik swasta dapat dimanfaatkan untuk media sosialisasi dan advokasi pengelolaan air limbah rumah tangga.5) Isu keterlibatan pelaku bisnis BLH menjalin hubungan kerjasama dengan swasta, BUMD/ BUMN dalam bentuk CSR, serta sebatas bekerja sama dalam penyelenggaran event (barter).6) Isu peran serta masyarakat Adanya pendekatan STBM, yaitu pemberdayaan masyarakat melalui kesadaran buang air besar sesuai syarat kesehatan. SLBM dikelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang ada di masing-masing wilayah SLBM. Pola penyakit masyarakat didominasi oleh ISPA dan diare yaitu penyakit yang disebabkan oleh kualitas air yang buruk.7) Isu monev BLH dan Dinas Kesehatan sebagai SKPD yang berwenang dalam pemantauan dan pengawasan terhadap limbah domestik BLH mengawasi, memantau dan melakukan monitoring pengelolaan air limbah oleh usaha dan atau kegiatan non skala menengah ke atas seperti industri, hotel, rumah makan, rumah sakit dan industri besar.

3.1.2 Limbah padat (persampahan)1)Isu teknis operasional layanan pengelolaan persampahan Kabupaten Boyolali sudah memiliki dokumen RPIJM yang diperbaharui. Target pelayanan persampahan disesuaikan dengan target MDGs yaitu pada tahun 2015 minimal 50% penduduk terlayani dari jumlah penduduk yang belum terlayani sampah hal ini mengakibatkan perlunya menambah sarpras pengelola sampah. Sistem open dumping banyak digunakan diluar wilayah pelayanan yang diakibatkan oleh cakupan pelayanan baru ada di 1 kecamatan yaitu Kecamatan Boyolali. Kabupaten Boyolali menerima bantuan teknis penyusunan dokumen DED TPA dari Satker PLP Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011.2) Isu kebijakan daerah dan kelembagaan Institusi pelayanan untuk pengelolaan persampahan di Kabupaten Boyolali adalah Dinas PU-PPK, Badan Lingkungan Hidup, dan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pengelolaan Pasar. Sumber Daya Manusia pengelola persampahan masih kurang jumlahnya dan perlu adanya peningkatan kapasitas terkait dengan rencana penambahan cakupan pelayanan dari 1 kecamatan menjadi 5 kecamatan. Sudah ada mekanisme dan Penanggung jawab Pengelolaan Sampah di tingkat kabupaten.3) Isu keuangan DAK Bidang Lingkungan Hidup digunakan untuk pengadaaan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan khususnya pemanfaatan sampah menjadi sumber energi (briket sampah, dan kompor gasifikasi). Proses pengomposan yang digunakan di TPA Kuncen Winong saat ini adalah de