22
SSK Purbalingga BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SEKTOR SANITASI KABUPATEN PURBALINGGA Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK) Kabupaten Purbalingga 2010– 2014 disusun untuk menunjang pencapaian Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Purbalingga. Penyusunan SSK berdasarkan isu-isu strategis yang ada di dalam aspek teknis dan non- teknis untuk setiap sub-sektor sanitasi. Isu strategis aspek non teknis terdiri dari aspek: Kebijakan Daerah dan Kelembagaan, Keuangan, Komunikasi, Keterlibatan Pelaku Bisnis, Pemberdayaan Masyarakat, Aspek Jender dan Kemiskinan, serta aspek Monitoring dan Evaluasi, sedangkan isu strategis aspek teknis terdiri dari: Sub sektor Air Limbah, Sub sektor Persampahan, Sub sektor Darinase Lingkungan, Sektor Air Bersih dan Aspek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). 3.1. ASPEK NON TEKNIS 3.1.1 Kebijakan Daerah dan Kelembagaan Berdasarkan analisa SWOT ditemukan isu strategis pembangunan sanitasi untuk aspek Kebiijakan Daerah dan Kelembagaan, adalah sebagai berikut : Kebijakan pusat tentang struktur organisasi daerah; Tersedianya SDM yang berkualitas; Adanya Penganggaran untuk Kegiatan Pokja AMPL; 35

BAB III SSK Pbg

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ksjs

Citation preview

BAB I

SSK Purbalingga

SSK Purbalingga

BAB IIIISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SEKTOR SANITASI KABUPATEN PURBALINGGAStrategi Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK) Kabupaten Purbalingga 2010 2014 disusun untuk menunjang pencapaian Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Purbalingga. Penyusunan SSK berdasarkan isu-isu strategis yang ada di dalam aspek teknis dan non-teknis untuk setiap sub-sektor sanitasi. Isu strategis aspek non teknis terdiri dari aspek: Kebijakan Daerah dan Kelembagaan, Keuangan, Komunikasi, Keterlibatan Pelaku Bisnis, Pemberdayaan Masyarakat, Aspek Jender dan Kemiskinan, serta aspek Monitoring dan Evaluasi, sedangkan isu strategis aspek teknis terdiri dari: Sub sektor Air Limbah, Sub sektor Persampahan, Sub sektor Darinase Lingkungan, Sektor Air Bersih dan Aspek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

3.1. ASPEK NON TEKNIS3.1.1Kebijakan Daerah dan KelembagaanBerdasarkan analisa SWOT ditemukan isu strategis pembangunan sanitasi untuk aspek Kebiijakan Daerah dan Kelembagaan, adalah sebagai berikut : Kebijakan pusat tentang struktur organisasi daerah; Tersedianya SDM yang berkualitas; Adanya Penganggaran untuk Kegiatan Pokja AMPL;Kegiatan opersional Kelompok Kerja Air minum dan Penyehatan Lingkungan telah disetujui dan dianggarkan. Dana opersional ini penting dalam rangka berjalannya proses penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi kabupaten. Anggaran untuk operasional Pokja AMPL di Kabupaten Purbalingga untuk tahun 2010 dikucurkan melalui mekanisme APBD Perubahan dengan jumlah Anggaran Rp.50.000.000,-. Jika dihitung menurut asumsi kebutuhan dana, maka jumlah tersebut tergolong kecil, namun Pokja berusaha sekuat tenaga bahwa dengan dana tersebut kegiatan pokja bisa tetap berjalan. Dan untuk tahun 2011 melalui APBD Kabupaten Purbalingga menyediakan Anggaran sebesar Rp. 34.950.000,- untuk operasional Pokja AMPL dalam menyelesaikan Strategi Sanitasi Kota (SSK) serta kegiatan sanitasi lainnya. Belum ada Perda khusus tentang masalah Sanitasi;Sampai saat ini, di Kabupaten Purbalingga belum ada Peraturan daerah yang mengatur khusus masalah sanitasi (sampah, drainase, limbah dan air bersih). Peraturan yang ada baru sebatas Peraturan Bupati, seperti Peraturan Bupati Nomor 44 Tahun 2007 Tentang Mekanisme Ijin Pembuangan Limbah Cair di Kabupaten Purbalingga dan Keputusan Bupati Nomor 660.1/63 Tahun 2007 Tentang Penetapan Lokasi Tempat Pengolahan Sampah Organik di Kabupaten Purbalingga.. Perda dibidang sanitasi sangat diperlukan untuk menjadi acuan pola tindakan kegiatan sanitasi, baik oleh pemerintah, rakyat maupun pihak swasta. Telah dibentuknya Kelompok Kerja (Pokja) Air Minum dan Penyehatan Lingkungan dengan Surat Keputusan (SK) Bupati Purbalingga;Sebagai Motor penggerak dalam kegiatan Sanitasi, telah dibentuk Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) dengan dibekali Surat Keputusan Bupati Purbalingga. Adanya Pokja AMPL ini, diharapkan kegiatan pembangunan di bidang sanitasi lebih terkoordinasi dengan baik. Pokja AMPL diharapkan mampu menjadi pendorong pelaksanaan kegiatan sanitasi dapat berjalan secara optimal.

Rendahnya kemampuan lobi dan advokasi dan terbatasnya pengetahuan tentang sanitasi;Rendahnya kemampuan lobi dan advokasi salah satunya dikarenakan terbatasnya pengetahuan dalam hal pengelolaan sanitasi. Perlu adanya advokasi yang lebih kuat untuk memberikan pemahaman yang lebih kuat lagi akan pentingnya pembangunan sanitasi, sama halnya dengan pembangunan bidang yang lain. Sanitasi harus menjadi arus utama dalam program pembangunan, karena sanitasi merupakan salah satu peletak dasar terbentuknya manusia Indonesia yang cerdas dan tangguh.

Pokja AMPL masih bersifat Inklusif, belum melibatkan pihak di luar Pemerintah;Kelompok Kerja AMPL yang dibentuk, anggotanya semua dari unsur SKPD yang ada. Dampak dari hal tersebut adalah masukan untuk kegiatan masih bersifat sudut pandang pengambil kebijakan, seyogyanya unsur dari luar seperti LSM, Perguruan tinggi masuk dalam keanggotaan Pokja. Diharapkan dengan masuknya unsur luar SKPD akan memberikan sumbangan pemikiran yang lebih berwarna, karena tidak dari satu sudut pandang, melainkan banyak sudut pandang. Dengan banyaknya sudut pandang ini, akan memberikan langkah-langkah yang lebih banyak dengan berbagai jalan dalam rangka kegiatan sanitasi. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) mempunyai peluang untuk diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Sanitasi;Perencanaan program-program pembangunan yang telah disusun untuk 5 (lima) tahun kedepan (RPJMD) akan memudahkan penyusunan program-program pembangunan setiap tahunnya. Khusus program pembangunan Sanitasi di Kabupaten Purbalingga telah jelas digambarkan dari sasaran, tujuan, hasil, dampak, manfaat melalui Renstra SKPD terkait. Pembangunan sanitasi 5 (lima ) tahun ke depan bisa diselaraskan dan masuk RPJMD, berdasarkan hasil kajian Pokja AMPL.

Sifat Gotong royong dan berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi di masyarakat masih ada; Dalam kegiatan sanitasi yang berlangsung selama ini, masyarakat Purbalingga terlihat dengan jelas. Sebagai contoh masyarakat membangun sendiri septik tanknya. Dalam pembangunan sarana umum sanitasi, juga masyarakat masih berpartisipasi dengan menyumbang tenaga dan biaya. Sedangkan untuk pengelolaan sampah lingkungan, beberapa masyarakat di beberapa wilayah telah melakukan swadaya dengan cara membayar jasa pengangkutan sampah kepada swasta (pengelola tingkat lingkungan ) maupun Pemerintah dari TPS ke TPA. Sedangkan infrastruktur drainase lingkungan pada umumnya telah dibangun oleh Pemerintah dan disediakan oleh pengembang perumahan bagi masyarakat yang bermukim di perumahan. Investasi infrastruktur maupun pengelolaan sanitasi skala besar maupun kecil dimungkinkan dilakukan kerjasama dengan pihak swasta maupun masyarakat yang diharapkan hal tersebut dapat menghasilkan nilai investasi. Koordinasi antara Tim Teknis pokja serta kurang fokusnya Pokja dalam kegiatan sanitasi;Meskipun Pokja telah berupaya untuk menjadikan diri sebagai wadah koordinatif dan konsultatif dalam penyusunan rencana bersama dibidang sanitasi, dan menjadi wadah untuk menjamin keberlanjutan pembangunan sanitasi, namun ternyata dalam praktik Pokja masih terkendala untuk mampu menjalankan fungsi secara optimal. Hingga saat ini sulit bagi Pokja untuk melakukan koordinasi kegiatan perencanaan, implementasi dan monitoring serta evaluasi dalam pelaksanaan pembangunan sektor sanitasi. Hal ini terjadi karena kesibukan masing-masing anggota Pokja yang cukup tinggi karena target kerja yang harus dipenuhi serta terbatasnya sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing dinas terkait sering menjadi penghambat dalam koordinasi. Hal ini mengakibatkan terhambatnya implementasi program dan kegian serta monitoring dan evaluasi bidang sanitasi. Terbatasnya waktu Pokja untuk kegiatan sanitasi juga mengakibatkan kinerjanya dalam program dan kegiatan sanitasi menjadi kurang maksimal.3.1.2Keuangan

Berdasarkan analisa SWOT ditemukan isu strategis pembangunan sanitasi untuk aspek Keuangan, adalah sebagai berikut :

Ketersediaan anggaran sanitasi yang dialokasikan dalam APBD untuk SKPD terkait setiap tahunnya dengan nilai prosentase capaian rencana dan alokasi sama;Untuk saat ini program-program untuk kegiatan pembangunan sektor sanitasi pada setiap SKPD terkait telah dianggarkan dan direncanakan dengan baik sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini dikarenakan sistem anggaran Pemerintah Kabupaten Purbalingga merupakan anggaran berbasis kinerja, secara obyektif capaian kinerja dari program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga akan sangat mempengaruhi terhadap penganggaran untuk program dan kegiatan pada tahun berikutnya, termasuk dalam hal ini tentunya program-program kegiatan di bidang sanitasi. Dan yang lebih penting adalah setiap program dan kegiatan sanitasi yang telah dianggarkan dan direncananakan dapat dilaksanakan sesuai dengan target yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga program yang akan dilaksanakan pada periode berikutnya dapat lebih direncanakan dan dianggarkan dengan baik. Adanya trend kenaikan anggaran dalam sektor sanitasi dalam kurun waktu 2 (tahun) terakhir dalam APBD dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1,7 %;Dalam kaitannya dengan upaya Pemerintah Kabupaten Purbalingga untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dibidang sanitasi, sangat diperlukan peningkatan alokasi dana belanja langsung untuk sektor sanitasi. Tentunya pada setiap SKPD yang menangani sektor sanitasi untuk dapat menentukan perencanaan pendanaan dimasa datang dengan variabel-variabel yang perlu dipertimbangkan seperti makro ekonomi nasional dan daerah, kebijakan dan keputusan politik, rencana program aksi sanitasi jangka menengah. Dana Alokasi Khusus (DAK) sanitasi;Dialokasikannya dana alokasi khusus (DAK) untuk program dan kegiatan pembangunan sanitasi mempermudah pencapaian target pembangunan bidang sanitasi di Kabupaten Purbalingga. Dana bagi hasil cukai dan sosialisasi dana cukai belum intensif;Penerimaan dana bagi hasil cukai sangat diharapkan oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga sebagai sumber pendapatan. Agar dana bagi hasil cukai tersebut dapat dipergunakan secara optimal, diperlukan sosialisasi tenteng penerimaan dana bagi hasil cukai terhadap seluruh masyarakat Kabupaten Purbalingga. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui penggunaan dana bagi hagi hasil cukai. Dengan demikian diharapkan penyusunan program dan kegiatan sanitasi juga dapat memanfaatkan dana bagi hasil cukai sehingga pencapaian pembangunan sanitasi bisa lebih maksimal. Kepadatan pemukiman meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk;Peningkatan laju pertumbuhan penduduk mengakibatkan semakin luasnya kawasan pemukiman padat penduduk. Kondisi ini berdampak terhadap kondisi lingkungan kawasan tersebut yang menjadi semakin kumuh yang menimbulkan berbagai permasalahan sanitasi. Kawasan ini memerlukan perhatian yang lebih dari Pemerintah Kabupaten khususnya dalam hal pelayanan sanitasi. Peningkatan pelayanan sanitasi di lingkungan kawasan permukiman padat memerlukan anggaran yang lebih besar.

3.1.3Komunikasi

Berdasarkan analisa SWOT ditemukan isu strategis pembangunan sanitasi untuk aspek Komunikasi yang dapat mendorong percepatan penyebarluasan informasi pembangunan sanitasi, Isu-isu strategis tersebut diantaranya adalah sebagai berikut : Dukungan pemerintah Kabupaten Purbalingga dalam program pembangunan sanitasi;Pemerintah Kabupaten Purbalingga selaku pemegang kebijakan di daerah tentunya mempunyai kekuatan yang sangat penting dalam pembangunan sanitasi. Kewenangan yang dimiliki dalam menjalankan pembangunan dapat mendorong kepada SKPD terkait, masyarakat, dan pihak swasta untuk bersama-sama berperan serta aktif dalam percepatan pembangunan sanitasi di Kabupaten Purbalingga. Dukungan anggaran dana dari Pemerintah Kabupaten Purbalingga;Dukungan dana ini berupa penganggaran khusus untuk komunikasi dan promosi informasi layanan kepada masyarakat tentang program pemerintah yang diambilkan dari APBD melalui Bidang Humas Setda Kabupaten Purbalingga. Hal ini menjadi peluang dan penting untuk penyebarluasan informasi sekaligus sosialisasi khususnya tentang sanitasi kepada pemangku kepentingan dan masyarakat di Kabupaten Purbalingga. Diharapkan adanya peningkatan anggaran untuk komunikasi sanitasi untuk menunjukkan komitmen yang tinggi dari Pemerintah daerah.

Kerja sama dengan pihak swasta dan media massa dalam penyebarluasan informasi sanitasi;Masalah kesehatan lingkungan sekarang ini telah menjadi perhatian pihak-pihak swasta, bahkan untuk saat ini banyak perusahaan swasta yang telah memiliki anggaran khusus untuk kegiatan sosial dan kemasyarakatan yang lebih dikenal dengan istilah CSR (Coorporate Social Responbility). Untuk itu kerja sama yang harmonis antara Pemerintah Kabupaten Purbalingga dengan pihak swasta dan media massa dapat memperingan beban pemerintah dalam pemasaran program-program sanitasi ke masyarakat. Selain itu kerja sama ini juga dapat mendorong kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa sanitasi merupakan urusan kita bersama.

Pemanfaatan PKK dan peningkatan peran serta PMJK dalam komunikasi sanitasi;Keberadaan PKK sebagai organisasi masyarakat yang berada di tingkat desa merupakan nilai lebih untuk menjalankan sosialisasi sanitasi kepada masyarakat. Disamping itu peningkatan peran serta Pemberdayaan Masyarakat Jender dan Kemiskinan (PMJK) akan terwakili dengan adanya PKK sebagai media komunikasi sanitasi. Kerjasama yang terjalin akan mempermudah dan mempercepat penyebarluasan informasi sanitasi mengingat keberadaan ibu-ibu yang hampir setiap hari berurusan dengan sanitasi dan air bersih. Kurangnya pemanfaatan media yang ada sebagai sarana komunikasi;Di Kabupaten Purbalingga pemanfaatan media-media yang ada baik media massa surat kabar ataupun stasiun radio selama ini sebagai sarana komunikasi sanitasi masih belum dioptimalkan. Bahkan keberadaan kolom khusus sanitasi di media pemerintah ataupun swasta masih sedikit, hal ini tentunya diperlukan peran aktif dan kreatifitas pemangku kepentingan diperlukan untuk membuat dan melakukan sosialisasi tentang sanitasi melalui media-media komunikasi yang ada tersebut. Publikasi dan sosialisasi sanitasi melalui Advokasi yang memerlukan dana tidak sedikit;Harus dipahami penentuan media advokasi yang tepat akan sangat berpengaruh pada hasil pemahaman dimasyarakat tentang sanitasi. Namun biaya pembuatan dan pencetakan materi sosialisasi sanitasi (Iklan radio, poster, alat peraga, pamflet, dll) sering menjadi kendala dalam penyebarluasan informasi sanitasi. Oleh karena itu pemangku kepentingan dalam hal ini pokja sanitasi harus tepat memilih media apa yang akan digunakan dalam advokasi sanitasi sehingga dengan dana yang tersedia dapat lebih efektif dan efisien. Selain itu ada kemungkinan untuk bisa menjalin kerja sama dengan pihak lain/swasta pengelola media dengan prinsip saling menguntungkan. Meningkatkan peran tokoh masyarakat dan pemuka agama dalam penyampaian pentingnya sanitasi;Kepercayaan dan kepatuhan warga masyarakat di Kabupaten Purbalingga terhadap ketokohan seseorang seperti ketua RT, Ketua RW, Pemuka Agama dan Tokoh masyarakat cukup tinggi, hal ini akan bermanfaat dan lebih efektif untuk menunjang penyampaian pesan sanitasi dan mempercepat pembangunan sanitasi di masyarakat. Optimalisasi pertemuan dan penyuluhan sanitasi;Salah satu usaha untuk merubah perilaku masyarakat yang buruk terhadap sanitasi adalah adanya peningkatan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan masyarakat tentang sanitasi terutama di lingkungan tempat tinggalnya. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman ini dapat diperoleh dari informasi yang jelas terpercaya dan dilakukan secara kontinyu. Oleh karena itu pertemuan dan penyuluhan sanitasi secara rutin harus dilaksanakan dan direncanakan dengan baik.

Cakupan wilayah Kabupaten Purbalingga yang luas dan tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah;Luasnya cakupan wilayah Kabupaten Purbalingga yaitu 77.764.122 ha terbagi dalam 18 Kecamatan dan 239 desa/kelurahan tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi pemangku kepentingan dalam komunikasi sanitasi. Selain itu tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah.

3.1.4Keterlibatan Pelaku BisnisBerdasarkan analisa SWOT ditemukan isu strategis pembangunan sanitasi untuk aspek keterlibatan Pelaku Bisnis, adalah sebagai berikut : Banyak Pelaku Bisnis di Purbalingga;Dalam kegiatan pembangunan, keterlibatan pelaku bisnis/sektor swasta merupakan unsur penunjang yang juga berperan penting disamping peran utama pemerintah dan masyarakat. Dengan begitu banyaknya pelaku bisnis yang ada di Kabupaten Purbalingga, tentunya hal ini dapat menjadi investasi yang cukup berarti bagi pemerintah untuk pengembangan dan pembangunan sanitasi bilamana pemerintah Purbalingga dapat membuat satu sistem perencanaan penanganan sanitasi yang baik dan mudah untuk diimplementasikan secara terbuka pada semua lapisan masyarakat.Hal lainnya adalah dengan ketersediaan data para pelaku usaha di Purbalingga diharapkan dapat dijadikan dasar bagi para pengambil keputusan / kebijakan untuk membuat regulasi penanganan sanitasi yang dapat diterima oleh semua pihak dan mampu mendorong rasa empati para pelaku bisnis kearah yang semakin baik untuk menjadikan kebutuhan mereka dan bukan sebagai suatu kewajiban.

Perlu adanya Perda retribusi sampah dan air limbah domestik, berkaitan dengan materi dan substansinya;Dalam upaya pembangunan dan pengembangan sektor sanitasi khususnya pada sub sektor persampahan dan sub sektor air limbah domestik, di Kabupaten Purbalingga perlu melihat dan mengkaji secara mendalam apakah Peraturan Daerah (Perda) yang sudah ada yang mengatur tentang retribusi sampah dan air limbah domestik. Namun demikian, dengan mempertimbangkan tatanan perikehidupan yang bersifat global dan menjadikan setiap negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam mengupayakan kondisi sanitasi diwilayahnya menjadi semakin lebih baik, kiranya sangat perlu bilamana kemudian dikondisikan untuk melakukan penyempurnaan terhadap Perda dimaksud baik menyangkut materi maupun substansinya. Kurangnya kesadaran dan keterbukaan pentingnya sanitasi; Belum adanya Perda yang mengatur inisiasi kerjasama antara Pemerintah dengan pihak swasta dalam pengelolaan sanitasi;Belum adanya Perda di Kabupaten Purbalingga yang mengatur pihak swasta dan Pemerintah Kabupaten Purbalingga untuk melakukan kerjasama dalam penanganan kondisi sanitasi untuk menjadi lebih baik dan lebih sehat. Selama ini wujud kerjasama dalam penanganan sanitasi masih bersifat sektoral dan hanya berkaitan dengan sub sektor sanitasi yang ada pada tupoksi SKPD yang bersangkutan, sudah barang tentu bilamana kemudian diperlukan adanya perubahan format kerjasama sehingga hasilnya nanti diharapkan dapat lebih memberikan harapan terhadap penanganan sektor sanitasi secara menyeluruh dan menghasilkan tingkat keterpaduan yang lebih tinggi. Belum optimalnya penyerapan dana dari pihak swasta/pelaku bisnis karena mekanisme koordinasi yang lemah;Kabupaten Purbalingga memiliki begitu banyak potensi usaha yang beraktifitas dan mengembangkan kegiatannya, tetapi pada sisi yang lain, dana yang dapat dihimpun dari para pelaku usaha untuk penanganan sektor sanitasi masih sangat minim. Bilamana mengacu pada karakter dan semangat warga Kabupaten Purbalingga yang responsif terhadap hal-hal baru dan sangat positif, sudah saatnya bila penanganan sektor sanitasi dapat digarap lebih bersungguh-sungguh dan sekaligus juga dapat dipikirkan mulai dari sekarang agar potensi pelaku usaha yang ada di Kabupaten Purbalingga dapat diinventarisir dan dijadikan sebagai database untuk mengupayakan penghimpunan dana yang nantinya dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pembiayaan perbaikan dan pembangunan sektor sanitasi. Telah diberlakukannya regulasi Coorporate Social Responbility (CSR) dalam skala nasional;Dengan telah diberlakukannya regulasi CSR dalam skala nasional, tentunya harus dapat disikapi secara cepat oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga sebagai pembuat regulasi didaerah tentang CSR yang instrumennya disarankan agar disesuaikan dengan karakter dan budaya dari seluruh komponen warga Purbalingga yang terbuka, dinamis, dan memiliki komitmen tingggi. Tentunya regulasi yang dibuat tersebut, nantinya dapat segera disosialisasikan dan dapat diterima oleh semua pihak.

Terbukanya peluang diadakannya bentuk kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Purbalingga dengan pihak swasta didalam penanganan sektor sanitasi pada wilayah yang beresiko tinggi;Hasil Pemetaan kondisi sanitasi (penentuan wilayah beresiko pada Buku Putih Sanitasi) di Kabupaten Purbalingga menunjukkan bahwa ada 7 Desa/Kelurahan dengan kondisi sanitasi yang beresiko tinggi yaitu : Desa Toyareja, Kelurahan Purbalingga Wetan, Kelurahan Penambongan, Kelurahan Purbalingga Lor, Desa Selabaya, Desa Lamongan, dan Kelurahan Karangsentul. Kiranya ketujuh Desa/Kelurahan dimaksud kemudian dapat dijadikan sebagai data dasar oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga dan dapat dijadikan modal untuk melakukan pendekatan kepada pihak swasta dalam wujud rintisan untuk melakukan kerjasama dalam penanganan kondisi sanitasi untuk menjadi lebih baik dan lebih sehat.Kiranya perlu untuk dipahami bahwa wujud kerjasama yang ditawarkan tidak harus dengan lebih memperjelas apa saja hak dan kewajiban pemerintah dengan pihak swasta tetapi dapat diartikan untuk lebih mengarahkan kepada pihak swasta bilamana mereka nantinya menyisihkan sebagian dari keuntungannya dalam rangka penyaluran dana CSR, pihak swasta tidak perlu sulit-sulit untuk mencari lokasi (titik implementasi).

Dicanangkannya Konvensi Bumi di Bali tentang pengurangan emisi karbon untuk semua Pelaku Usaha / Pelaku Bisnis;3.1.5Pemberdayaan Masyarakat, Pelibatan Aspek Jender dan Kemiskinan

Berdasarkan analisa SWOT ditemukan isu strategis pembangunan sanitasi untuk aspek Pemberdayaan Masyarakat, Pelibatan Aspek Jender dan Kemiskinan, adalah sebagai berikut:

Adanya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sanitasi yang dikelola kelompok masyarakat secara mandiri, khususnya dalam pengangkutan persampahan permukiman dari tingkat rumah tangga ke Tempat Penampungan Sampah (TPS) serta kontribusi dalam pengelolaan SanimasIsu ini terkait dengan pemberdayaan masyarakat dalam aspek keuangan untuk mengelola kondisi sanitasi di lingkungannya, dimana tingkat keberdayaan masyarakat dapat dilihat dari sistem pengelolaan dan administrasi yang diterapkan, serta keberadaan organisasi lokal yang terlibat dalam pengelolaan sanitasi.

Aktifnya kegiatan-kegiatan sosial skala RT (Rukun Tetangga) baik bapak dan ibu dalam menjaga kebersihan lingkunganKondisi ini menggambarkan adanya peran aktif dari laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan sanitasi untuk skala RT walaupun belum dapat dinyatakan bahwa sudah terjadi kesetaraan jender dalam berbagai aspek pembangunan jender. Belum adanya LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang fokus dan bergerak dalam pembangunan sanitasi;Keberadaan lembaga lokal dalam hal ini LSM dapat mendorong pembangunan sanitasi dan mengisi kekosongan pembangunan yang belum bisa dilakukan oleh pemerintah.

Penekanan keberadaan dan keterlibatan perempuan dalam kepengurusan LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan) dan proses perencanaan Musrenbang;Perempuan sudah terlibat aktif dalam kepengurusan LPMK serta proses perencanaan partisipatif dalam Musrenbang di tingkat Desa/Kelurahan sampai tingkat Kabupaten, meskipun masih perlu ditingkatkan dalam kualitas keterlibatannya.

Kondisi sosial budaya masyarakat yang masih mengutamakan prestise atau juara mendorong keterlibatan aktif masyarakat untuk mengelola sanitasi lingkungannya;Kebanggaan menjadi juara atau yang terbaik dalam pengelolaan sanitasi mendorong keterlibatan seluruh komponen masyarakat untuk menunjukkan potensi terbaik mereka dalam pengelolaan sanitasi lingkungannya Beragamnya standard kemiskinan yang tersedia menyulitkan pihak terkait untuk menentukan secara pasti jumlah penduduk miskin sebagai sasaran penerima program;Keberagaman standard kemiskinan menyulitkan para pengambil keputusan dalam menentukan jumlah pasti masyarakat miskin penerima program dengan tepat. Hal ini berdampak pada kurang efektifnya program yang dijalankan.

Perlunya pemicuan tingkat kesadaran masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat dengan beberapa kasus KLB (Kejadian Luar Biasa)Sosial budaya masyarakat yang terbentuk secara turun menurun memerlukan proses penyadaran yang dipicu dengan kasus fatal penyakit akibat buruknya sanitasi, budaya ini dapat dirubah dengan menyadarkan masyarakat tentang alur proses terjadinya penyakit.3.1.6Monitoring dan Evaluasi

Berdasarkan analisa SWOT ditemukan isu strategis pembangunan sanitasi untuk aspek Monitoring dan Evaluasi, adalah sebagai berikut :

Pokja Sanitasi sebagai tim Ad-Hoc sanitasi dapat berperan dalam mengkoordinir pelaksanaan Monev sanitasi ke depan;Keberadaan tim Pokja Sanitasi Kabupaten Purbalingga sebagai tim Ad-Hoc sanitasi saat ini berperan dalam mengkoordinir penyusunan perencanaan strategi pembangunan sanitasi di Purbalingga, ke depan tim dapat berperan juga dalam mengkoordinir monitoring dan evaluasi sektor sanitasi. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan perubahan struktur kelembagaan Pokja Sanitasi disesuaikan dengan peran dan fungsinya. Keberadaan Bidang Monev diperlukan untuk melaksanakan peran dan sebagai koordinator proses monitoring, evaluasi dan laporan data-data yang terkait dengan kegiatan sanitasi. Sudah ada dan diterapkannya LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) sebagai sistem Monev kinerja SKPD;Penyusunan LAKIP SKPD merupakan amanat dari Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Penyusunan dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP secara substansi berisi tentang Monev dari masing-masing SKPD termasuk didalamnya adalah Monev kegiatan sanitasi bagi SKPD yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan sanitasi. LAKIP yang diterapkan dapat menjadi acuan atau dasar dalam pengembangan format monev sanitasi.

Belum optimalnya monitoring dan evaluasi untuk pengelolaan dan pembangunan sanitasi di Kabupaten Purbalingga.Penerapan Monev masih terbatas pada formalitas pemenuhan syarat birokrasi kepemerintahan, sehingga hasilnya belum dapat dimanfaatkan secara optimal dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintah Kabupaten Purbalingga. Belum diterapkannya sistem reward dan punishment sebagai indikator kinerja SKPD Sistem kepemerintahan Kabupaten Purbalingga yang baik perlu dukungan dari seluruh warga masyarakat Kabupaten Purbalingga. Penerapan pola reward dan punishment perlu untuk dilaksanakan agar SKPD dapat lebih terpacu meningkatkan kinerjanya. Hal ini dapat memacu kemampuan kerja para pegawai dalam rangka mewujudkan tercapainya pengakuan dari lingkungan eksternal bahwa mereka mampu menjalankan pekerjaan sesuai SOP. Faktor penting yang dicapai dari penerapan pola Reward and Punishment adalah adanya jaminan bahwa sektor sanitasi akan ditangani secara lebih baik dan lebih bermanfaat. Keterlibatan stakeholder dalam melakukan Monitoring dan Evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan sanitasiProses pembangunan sanitasi di Kabupaten Purbalingga dapat terwujud secara opotimal dan memberikan banyak manfaat kepada masyarakat apabila ada kontrol dari seluruh elemen masyarakat. Peran serta masyarakat pembangunan sanitasi tergambarkan dengan adanya proses perencanaan pembangunan mulai dari tingkat kelurahan sampai dengan tingkat kota, disamping itu proses pelaksanaan dan pengawasannya juga terbuka ruang bagi segenap stakeholder untuk terlibat didalamnya.

Kontrol terukur proses pembangunan sanitasi dilakukan oleh masyarakat, ormas, LSM, Media dan Perguruan Tinggi di Kabupaten Purbalingga dengan harapan pelaksanaan pembangunan sektor dapat berjalan dengan baik dan tanpa hambatan.

3.2ASPEK TEKNIS3.2.1Air Limbah

3.2.2Persampahan

3.2.3Drainase Lingkungan

3.2.4Air Bersih

3.2.5Higiene

35PAGE 48