110
STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119 Tujuan Umum Format SPK Pernyataan Standar Risiko Kehamilan Kendala Kesehatan Maternal Pedoman Merujuk Pre Eklamsia SPGDT Dinkes Jateng

STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Embed Size (px)

DESCRIPTION

STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119. Tujuan Umum. SPGDT Dinkes Jateng. Format SPK. Pernyataan Standar. Risiko Kehamilan. Kendala Kesehatan Maternal. Pedoman Merujuk. Pre Eklamsia. STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI. - PowerPoint PPT Presentation

Citation preview

Page 1: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN

OBSTETRI EMERGENSICALL CENTER 119

STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN

OBSTETRI EMERGENSICALL CENTER 119

Tujuan Umum

Format SPK

Pernyataan Standar

Risiko Kehamilan

Kendala Kesehatan Maternal

Pedoman Merujuk

Pre Eklamsia

SPGDT Dinkes Jateng

Page 2: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN

OBSTETRI EMERGENSI

STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN

OBSTETRI EMERGENSI

Dr RATNASARI DWI CAHYANTI, MsiMed, SpOG

Dr R SOERJO HADIJONO SpOG-K, DTRM&B(Ch)

Sub Bagian Obginsos FK Undip – RSUP Dr Kariadi SemarangP2KS- Jaringan Nasional Pelatihan Klinik – Kesehatan Reproduksi

Dr RATNASARI DWI CAHYANTI, MsiMed, SpOG

Dr R SOERJO HADIJONO SpOG-K, DTRM&B(Ch)

Sub Bagian Obginsos FK Undip – RSUP Dr Kariadi SemarangP2KS- Jaringan Nasional Pelatihan Klinik – Kesehatan Reproduksi

Page 3: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

TUJUAN UMUMTUJUAN UMUM

● Agar dalam pelaksanaan pelayanan ke-bidanan didapatkan hasil yang memenuhi standar tertentu yang aman dan efektif.

● Masyarakat agar mempunyai keper-cayaan yang lebih mantap terhadap pelaksana pelayanan kebidanan.

● Untuk menentukan kompetensi yang di-perlukan bagi Bidan praktek.

● Untuk menentukan kebutuhan opera-sional.

● Agar dalam pelaksanaan pelayanan ke-bidanan didapatkan hasil yang memenuhi standar tertentu yang aman dan efektif.

● Masyarakat agar mempunyai keper-cayaan yang lebih mantap terhadap pelaksana pelayanan kebidanan.

● Untuk menentukan kompetensi yang di-perlukan bagi Bidan praktek.

● Untuk menentukan kebutuhan opera-sional.

Ke Menu

Page 4: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

04/20/23 4

FORMAT SPKFORMAT SPK

Tujuan Pernyataan Standar

Hasil Prasyarat

Proses

Tujuan Pernyataan Standar

Hasil Prasyarat

Proses

Ke Menu

Page 5: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

04/20/23 5

FAKTOR KUALITAS PELAYANAN

FAKTOR KUALITAS PELAYANAN

●SDM provider●Sistem & standar pelayanan kebidanan

●Fasilitas●Perilaku / budaya masyarakat

●Tingkat pendidikan & pengetahuan masyarakat

●Sosial ekonomi masyarakat

●SDM provider●Sistem & standar pelayanan kebidanan

●Fasilitas●Perilaku / budaya masyarakat

●Tingkat pendidikan & pengetahuan masyarakat

●Sosial ekonomi masyarakat

Ke Menu

Page 6: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

TUJUAN :Merupakan tujuan standar.

PERNYATAAN STANDAR :Pernyataan pelayanan kebidanan yang dilakukan – tingkat kompetensi yang diharapkan.

HASIL :Yang akan dicapai, dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur.

PRASYARAT :Hal - hal yang diperlukan obat, alat, ketrampilan.

PROSES :Langkah - langkah yang perlu diikuti.

TUJUAN :Merupakan tujuan standar.

PERNYATAAN STANDAR :Pernyataan pelayanan kebidanan yang dilakukan – tingkat kompetensi yang diharapkan.

HASIL :Yang akan dicapai, dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur.

PRASYARAT :Hal - hal yang diperlukan obat, alat, ketrampilan.

PROSES :Langkah - langkah yang perlu diikuti.

Ke Menu

Ke Menu

Page 7: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

04/20/23 7

INGAT :Hal - hal yang perlu diingat,

Ringkasan, hasil penelitian, yang berpengaruh terhadap

pelayanan kebidanan.

INGAT :Hal - hal yang perlu diingat,

Ringkasan, hasil penelitian, yang berpengaruh terhadap

pelayanan kebidanan.

Ke Menu

Page 8: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

SETIAP KEHAMILAN BERISIKO

PENDEKATAN TERBARU UNTUK MENURUNKAN KEMATIAN IBU

SETIAP KEHAMILAN BERISIKO

PENDEKATAN TERBARU UNTUK MENURUNKAN KEMATIAN IBU

Ke Menu

Page 9: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Kendala Kesehatan Maternal

Kendala Kesehatan Maternal

●Keterbatasan akses pada pertolongan persalinan oleh tenaga terampil dan sistem rujukan yang tidak memadai mengakibatkan:• hampir 40% wanita melahirkan tanpa

pertolongan tenaga kesehatan terampil dan

• 70% tidak mendapatkan pelayanan pasca persalinan dalam waktu 6 minggu setelah persalinan.

●Keterbatasan akses pada pertolongan persalinan oleh tenaga terampil dan sistem rujukan yang tidak memadai mengakibatkan:• hampir 40% wanita melahirkan tanpa

pertolongan tenaga kesehatan terampil dan

• 70% tidak mendapatkan pelayanan pasca persalinan dalam waktu 6 minggu setelah persalinan.

Ke Menu

Page 10: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Tiga terlambat penyebab kematian ibu

Tiga terlambat penyebab kematian ibu

●Terlambat satu : terlambat memutuskan untuk mencari pertolongan baik secara individu, keluarga atau keduanya.

●Terlambat dua : terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.

●Terlambat tiga : terlambat mendapatkan pelayanan yang adekuat.

●Terlambat satu : terlambat memutuskan untuk mencari pertolongan baik secara individu, keluarga atau keduanya.

●Terlambat dua : terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.

●Terlambat tiga : terlambat mendapatkan pelayanan yang adekuat.

Ke Menu

Page 11: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Empat TERLALUEmpat TERLALU

●Terlalu muda untuk menikah (< 20 tahun)

●Terlalu tua untuk hamil (> 35 tahun)●Terlalu sering untuk hamil (< 2 tahun)●Terlalu banyak melahirkan (> 4 anak)

• disamping mempunyai pengaruh terhadap angka kematian ibu, juga mempunyai dampak terhadap angka kematian bayi dan pertumbuhan & perkembangan bayi

●Terlalu muda untuk menikah (< 20 tahun)

●Terlalu tua untuk hamil (> 35 tahun)●Terlalu sering untuk hamil (< 2 tahun)●Terlalu banyak melahirkan (> 4 anak)

• disamping mempunyai pengaruh terhadap angka kematian ibu, juga mempunyai dampak terhadap angka kematian bayi dan pertumbuhan & perkembangan bayi

Ke Menu

Page 12: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Ke Menu

Page 13: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

MERUJUKMERUJUK

●KERJASAMA TIM RUJUKAN

●STABILISASI

●KOMUNIKASI

●KERJASAMA TIM RUJUKAN

●STABILISASI

●KOMUNIKASI

Ke Menu

Page 14: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

MENGENALI MERUJUK MENANGGAPI

Ke Menu

Page 15: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

MENGENALI ● Ibu A, 22 tahun, G1P0A0, hamil 38 minggu, dengan riwayat preeklampsia ringan pada kunjungan 1 minggu y.l. dengan hasil pemr.:• Tensi 140/90 mmHg, Nadi 84/menit,

keluhan pusing (-), nyeri epigastrium (-), gangguan penglihatan (-).

● Klien mengeluhkan adanya pusing dan nyeri pada daerah epigastrium• Tensi 150/110 mmHg, Nadi 84/menit,

terdapat keluhan pusing (+), nyeri pada daerah epigastrium (+) dan tidak didapatkan adanya gangguan penglihatan.

• Pemeriksaan laboratorium: Proteinuria 2+• His teratur 3 kali dalam 10 menit 40-50

detik. Bagian terbawah janin kepala dengan penurunan 3/5, pembukaan serviks 4 cm, kulit ketuban masih utuh.

● Ibu A, 22 tahun, G1P0A0, hamil 38 minggu, dengan riwayat preeklampsia ringan pada kunjungan 1 minggu y.l. dengan hasil pemr.:• Tensi 140/90 mmHg, Nadi 84/menit,

keluhan pusing (-), nyeri epigastrium (-), gangguan penglihatan (-).

● Klien mengeluhkan adanya pusing dan nyeri pada daerah epigastrium• Tensi 150/110 mmHg, Nadi 84/menit,

terdapat keluhan pusing (+), nyeri pada daerah epigastrium (+) dan tidak didapatkan adanya gangguan penglihatan.

• Pemeriksaan laboratorium: Proteinuria 2+• His teratur 3 kali dalam 10 menit 40-50

detik. Bagian terbawah janin kepala dengan penurunan 3/5, pembukaan serviks 4 cm, kulit ketuban masih utuh.

Ke Menu

Page 16: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

MENGENALI KEPUTUSAN KLINIK● G1P0A0, 22 tahun, hamil 38 minggu● Anak 1 hidup intrauterin, Letak

kepala sudah masuk ke panggul● Inpartu kala I, fase aktif● Preeklampsia beratSIKAP (Upaya stabilisasi)● Pasang infus Ringer Laktat dan

pemberian MgSO4 40% dosis inisial 4 gram, dosis pemeliharaan 6 gr MgSO4 / 6 jam

● Rujuk, pertimbangkan jarak ke RS Rujukan

● Komunikasi dengan RSUD/RS SWASTA/Puskesmas

KEPUTUSAN KLINIK● G1P0A0, 22 tahun, hamil 38 minggu● Anak 1 hidup intrauterin, Letak

kepala sudah masuk ke panggul● Inpartu kala I, fase aktif● Preeklampsia beratSIKAP (Upaya stabilisasi)● Pasang infus Ringer Laktat dan

pemberian MgSO4 40% dosis inisial 4 gram, dosis pemeliharaan 6 gr MgSO4 / 6 jam

● Rujuk, pertimbangkan jarak ke RS Rujukan

● Komunikasi dengan RSUD/RS SWASTA/Puskesmas

Ke Menu

Page 17: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

RUJUKAN

●Tenaga kesehatan terampil (Bidan)

●Alat●Keluarga●Surat rujukan●Obat●Kendaraan /

Transportasi●Uang

●Tenaga kesehatan terampil (Bidan)

●Alat●Keluarga●Surat rujukan●Obat●Kendaraan /

Transportasi●Uang

Ke Menu

Page 18: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

TANGGAP●Response time●Pengawasan keadaan

umum●Pengawasan

persalinan dengan partograf

●Koordinasi dengan Dr Spes. Anak / disiplin lain

●Tindakan●Jawaban Rujukan●Kontrasepsi

●Response time●Pengawasan keadaan

umum●Pengawasan

persalinan dengan partograf

●Koordinasi dengan Dr Spes. Anak / disiplin lain

●Tindakan●Jawaban Rujukan●Kontrasepsi

Ke Menu

Page 19: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PREEKLAMPSIAEKLAMPSIA

PREEKLAMPSIAEKLAMPSIA

Ke Menu

Page 20: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PENDAHULUANPENDAHULUAN

● 50,000 kematian ibu / tahun● Insidens Eklampsia di negara

berkembang 1:100 – 1:1700● Pergeseran penyebab kematian

utama di Jawa Tengah 31,29% tahun 2011

● MAGNESIUM SULFAT ditetapkan sebagai OBAT PALING EFEKTIF untuk mengatasi kejang eklampsia (Cochrane Database Syst Rev 2010)

● 50,000 kematian ibu / tahun● Insidens Eklampsia di negara

berkembang 1:100 – 1:1700● Pergeseran penyebab kematian

utama di Jawa Tengah 31,29% tahun 2011

● MAGNESIUM SULFAT ditetapkan sebagai OBAT PALING EFEKTIF untuk mengatasi kejang eklampsia (Cochrane Database Syst Rev 2010)

Page 21: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PRINSIP DASARPRINSIP DASAR

WANITA HAMIL ATAU BARU MELAHIRKAN MENGELUH NYERI

KEPALA HEBAT ATAU PENGLIHATAN KABUR

WANITA HAMIL ATAU BARU MELAHIRKAN MENDERITA KEJANG ATAU KEHILANGAN KESADARAN /

KOMA

WANITA HAMIL ATAU BARU MELAHIRKAN MENGELUH NYERI

KEPALA HEBAT ATAU PENGLIHATAN KABUR

WANITA HAMIL ATAU BARU MELAHIRKAN MENDERITA KEJANG ATAU KEHILANGAN KESADARAN /

KOMA

Page 22: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PENILAIAN KLINIKPENILAIAN KLINIKTEKANAN DARAH TEKANAN DARAH

MENINGKAT MENINGKAT

(( 140/90 140/90 mmHg)mmHg)

TEKANAN DARAH TEKANAN DARAH MENINGKAT MENINGKAT

(( 140/90 140/90 mmHg)mmHg)

NYERI KEPALA NYERI KEPALA GANGGUAN GANGGUAN

PENGLIHATAN PENGLIHATAN HIPERREFLEKSIA HIPERREFLEKSIA

PROTEINURIA PROTEINURIA KOMAKOMA

NYERI KEPALA NYERI KEPALA GANGGUAN GANGGUAN

PENGLIHATAN PENGLIHATAN HIPERREFLEKSIA HIPERREFLEKSIA

PROTEINURIA PROTEINURIA KOMAKOMA

HAMIL > 20 MGHAMIL > 20 MG

SUPERIMPOSESUPERIMPOSED D

PREECLAMPSIPREECLAMPSIAA

SUPERIMPOSESUPERIMPOSED D

PREECLAMPSIPREECLAMPSIAA

EKLAMPSIAEKLAMPSIAEKLAMPSIAEKLAMPSIA

PREEKLAMPSIPREEKLAMPSIA BERATA BERAT

PREEKLAMPSIPREEKLAMPSIA BERATA BERAT

PREEKLAMPSIPREEKLAMPSIA RINGANA RINGAN

PREEKLAMPSIPREEKLAMPSIA RINGANA RINGAN

HIPERTENSIHIPERTENSIHIPERTENSIHIPERTENSI

KEJANG +KEJANG +KEJANG +KEJANG +

KEJANG KEJANG ––KEJANG KEJANG ––

HIPERTENSI HIPERTENSI KRONIKKRONIK

HIPERTENSI HIPERTENSI KRONIKKRONIK

HAMIL < 20 MG HAMIL < 20 MG

Page 23: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PENILAIAN KLINIKPENILAIAN KLINIK

TEKANAN TEKANAN DARAH DARAH

NORMALNORMAL

TEKANAN TEKANAN DARAH DARAH

NORMALNORMAL

KEJANG KEJANG RIWAYAT RIWAYAT

KEJANG DEMAM KEJANG DEMAM (-) KAKU (-) KAKU KUDUK (-)KUDUK (-)

KEJANG KEJANG RIWAYAT RIWAYAT

KEJANG DEMAM KEJANG DEMAM (-) KAKU (-) KAKU KUDUK (-)KUDUK (-)

MALARIA MALARIA SEREBRAL SEREBRAL

MENINGITIS MENINGITIS ENSEFALITISENSEFALITIS

MALARIA MALARIA SEREBRAL SEREBRAL

MENINGITIS MENINGITIS ENSEFALITISENSEFALITIS

TETANUSTETANUSTETANUSTETANUS

MIGRAINEMIGRAINEMIGRAINEMIGRAINE

EPILEPSIEPILEPSIEPILEPSIEPILEPSI

DEMAM DEMAM NYERI KEPALA NYERI KEPALA

KAKU KUDUK (+) KAKU KUDUK (+) DISORIENTASIDISORIENTASI

DEMAM DEMAM NYERI KEPALA NYERI KEPALA

KAKU KUDUK (+) KAKU KUDUK (+) DISORIENTASIDISORIENTASI

TRISMUS TRISMUS SPASME OTOT SPASME OTOT

MUKAMUKA

TRISMUS TRISMUS SPASME OTOT SPASME OTOT

MUKAMUKA

NYERI KEPALA NYERI KEPALA GANGGUAN GANGGUAN

PENGLIHATAN PENGLIHATAN MUNTAH MUNTAH

RIWAYAT GEJALA RIWAYAT GEJALA SERUPASERUPA

NYERI KEPALA NYERI KEPALA GANGGUAN GANGGUAN

PENGLIHATAN PENGLIHATAN MUNTAH MUNTAH

RIWAYAT GEJALA RIWAYAT GEJALA SERUPASERUPA

Page 24: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

LEBIH SERING PADA PRIMIGRAVIDARISIKO MENINGKAT PADA

MASSA PLASENTA BESAR (GEMELI, PENYAKIT TROFOBLAS) HIDRAMNION DIABETES MELLITUS ISOIMUNISASI RHESUS FAKTOR HEREDITER MASALAH VASKULER

HIPERTENSI KARENA KEHAMILAN HIPERTENSI TANPA PROTEINURIA ATAU EDEMA PREEKLAMPSIA RINGAN PREEKLAMPSIA BERAT EKLAMPSIA

LEBIH SERING PADA PRIMIGRAVIDARISIKO MENINGKAT PADA

MASSA PLASENTA BESAR (GEMELI, PENYAKIT TROFOBLAS) HIDRAMNION DIABETES MELLITUS ISOIMUNISASI RHESUS FAKTOR HEREDITER MASALAH VASKULER

HIPERTENSI KARENA KEHAMILAN HIPERTENSI TANPA PROTEINURIA ATAU EDEMA PREEKLAMPSIA RINGAN PREEKLAMPSIA BERAT EKLAMPSIA

HIPERTENSI KARENA KEHAMILANHIPERTENSI KARENA KEHAMILAN

Page 25: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

TEKANAN DARAH DIASTOLIK > 110 mmHg PROTEINURIA 2+ OLIGURIA < 400 ml/24 JAM EDEMA PARU: NAFAS PENDEK, SIANOSIS, RONKHI NYERI EPIGASTRIUM/KUADRAN ATAS KANAN GANGGUAN PENGLIHATAN: SKOTOMA NYERI KEPALA HEBAT HIPERREFLEKSIA MATA: SPASME ARTERIOLER, EDEMA, ABLASIO

RETINA KOAGULASI: KOAGULASI INTRAVASKULER DISSEMI-

NATA, SINDROM HELLP PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT OTAK: EDEMA SEREBRI JANTUNG: GAGAL JANTUNG

TEKANAN DARAH DIASTOLIK > 110 mmHg PROTEINURIA 2+ OLIGURIA < 400 ml/24 JAM EDEMA PARU: NAFAS PENDEK, SIANOSIS, RONKHI NYERI EPIGASTRIUM/KUADRAN ATAS KANAN GANGGUAN PENGLIHATAN: SKOTOMA NYERI KEPALA HEBAT HIPERREFLEKSIA MATA: SPASME ARTERIOLER, EDEMA, ABLASIO

RETINA KOAGULASI: KOAGULASI INTRAVASKULER DISSEMI-

NATA, SINDROM HELLP PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT OTAK: EDEMA SEREBRI JANTUNG: GAGAL JANTUNG

DIAGNOSIS PREEKLAMPSIA BERATDIAGNOSIS PREEKLAMPSIA BERATDIAGNOSIS PREEKLAMPSIA BERATDIAGNOSIS PREEKLAMPSIA BERAT

Page 26: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

KEJANG DAPAT TERJADI TANPATERGANTUNG PADA BERATRINGANNYA HIPERTENSI

SIFAT KEJANG TONIK-KLONIK KOMA TERJADI SETELAH KEJANG DAN

DAPAT BERLANGSUNG LAMA

KEJANG DAPAT TERJADI TANPATERGANTUNG PADA BERATRINGANNYA HIPERTENSI

SIFAT KEJANG TONIK-KLONIK KOMA TERJADI SETELAH KEJANG DAN

DAPAT BERLANGSUNG LAMA

EKLAMPSIAEKLAMPSIA

Page 27: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

ISKEMIA UTEROPLASENTERSPASME ARTERIOLARKEJANG DAN KOMAPENANGANAN TIDAK TEPAT

ISKEMIA UTEROPLASENTERSPASME ARTERIOLARKEJANG DAN KOMAPENANGANAN TIDAK TEPAT

KOMPLIKASIKOMPLIKASI

Page 28: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PEMBATASAN KALORI, CAIRAN dan DIIT RENDAH GARAM TIDAK MENCEGAH HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN BAHKAN MEMBAHAYAKAN JANIN

MANFAAT ASPIRIN, KALSIUM DLL. BELUM TERBUKTI

DETEKSI DINI DAN PENANGANAN CEPAT-TEPAT

PEMBATASAN KALORI, CAIRAN dan DIIT RENDAH GARAM TIDAK MENCEGAH HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN BAHKAN MEMBAHAYAKAN JANIN

MANFAAT ASPIRIN, KALSIUM DLL. BELUM TERBUKTI

DETEKSI DINI DAN PENANGANAN CEPAT-TEPAT

PENCEGAHANPENCEGAHAN

Page 29: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

ALUR TERAPIALUR TERAPI

HIPERTENSI HIPERTENSI KARENA KARENA

KEHAMILAN KEHAMILAN TANPA TANPA

PROTEINURIAPROTEINURIA

HIPERTENSI HIPERTENSI KARENA KARENA

KEHAMILAN KEHAMILAN TANPA TANPA

PROTEINURIAPROTEINURIAHAMIL < 37 MGHAMIL < 37 MG

PREEKLAMPSIPREEKLAMPSIAA

PREEKLAMPSIPREEKLAMPSIAA

PEMANTAUAN PEMANTAUAN TEKANAN TEKANAN DARAHDARAH

PEMANTAUAN PEMANTAUAN TEKANAN TEKANAN DARAHDARAH

TERMINASI TERMINASI KEHAMILANKEHAMILANTERMINASI TERMINASI KEHAMILANKEHAMILAN

HAMIL > 37 MG HAMIL > 37 MG

MENINGKATMENINGKATMENINGKATMENINGKAT

Page 30: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

ALUR TERAPIALUR TERAPIPREEKLAMPSIPREEKLAMPSI

A RINGANA RINGANPREEKLAMPSIPREEKLAMPSI

A RINGANA RINGANHAMIL < 37 MGHAMIL < 37 MG

RAWAT INAPRAWAT INAP RAWAT INAPRAWAT INAP

PEMANTAUAN PEMANTAUAN TEKANAN DARAH, TEKANAN DARAH,

PROTEINURIA, PROTEINURIA, REFLEKS, KONDISI REFLEKS, KONDISI

JANINJANIN

PEMANTAUAN PEMANTAUAN TEKANAN DARAH, TEKANAN DARAH,

PROTEINURIA, PROTEINURIA, REFLEKS, KONDISI REFLEKS, KONDISI

JANINJANIN

TERMINASI TERMINASI KEHAMILANKEHAMILANTERMINASI TERMINASI KEHAMILANKEHAMILAN

HAMIL > 37 MG HAMIL > 37 MG

KENAIKAN KENAIKAN TEKANAN TEKANAN DARAHDARAH

KENAIKAN KENAIKAN TEKANAN TEKANAN DARAHDARAH

KENAIKAN KENAIKAN PROTEINURIAPROTEINURIA

KENAIKAN KENAIKAN PROTEINURIAPROTEINURIA

GANGGUAN GANGGUAN PERTUMBUHAPERTUMBUHA

N JANINN JANIN

GANGGUAN GANGGUAN PERTUMBUHAPERTUMBUHA

N JANINN JANIN

PREEKLAMPSIPREEKLAMPSIAA

PREEKLAMPSIPREEKLAMPSIAA

TERMINASI TERMINASI KEHAMILANKEHAMILANTERMINASI TERMINASI KEHAMILANKEHAMILAN

Page 31: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

JIKA KEHAMILAN < 37 MINGGU DAN TIDAK TERJADI PERBAIKAN, LAKUKAN PENILAIAN 2 KALI/MG RAWAT JALANPEMANTAUAN TEKANAN DARAH 2X/HR,

PROTEINURIA 1X/HR & KONDISI JANINBANYAK ISTIRAHATDIIT BIASATIDAK PERLU PENGOBATAN

JIKA KEHAMILAN < 37 MINGGU DAN TIDAK TERJADI PERBAIKAN, LAKUKAN PENILAIAN 2 KALI/MG RAWAT JALANPEMANTAUAN TEKANAN DARAH 2X/HR,

PROTEINURIA 1X/HR & KONDISI JANINBANYAK ISTIRAHATDIIT BIASATIDAK PERLU PENGOBATAN

PENGELOLAANPREEKLAMPSIA RINGANPENGELOLAANPREEKLAMPSIA RINGAN

Page 32: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

JIKA KEHAMILAN < 37 MINGGU DAN TIDAK MEMUNGKINKAN RAWAT JALAN, RAWAT DI RS PEMANTAUAN TEKANAN DARAH 2X/HR, PROTEINURIA 1X/HR &

KONDISI JANIN BANYAK ISTIRAHAT DIIT BIASA TIDAK PERLU PENGOBATAN TIDAK PERLU DIURETIK, KECUALI TERDAPAT EDEMA PARU,

DEKOMPENSASI KORDIS & GAGAL GINJAL AKUT PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT PERTIMBANGKAN

TERMINASI PROTEINURIA KELOLA SEBAGAI PREEKLAMPSIA BERAT

TEKANAN DIASTOLIK TURUN SAMPAI NORMAL PASIEN DIPULANGKAN ISTIRAHAT & PERHATIKAN TANDA PREEKLAMPSIA

BERAT TEKANAN DIASTOLIK NAIK RAWAT

JIKA KEHAMILAN < 37 MINGGU DAN TIDAK MEMUNGKINKAN RAWAT JALAN, RAWAT DI RS PEMANTAUAN TEKANAN DARAH 2X/HR, PROTEINURIA 1X/HR &

KONDISI JANIN BANYAK ISTIRAHAT DIIT BIASA TIDAK PERLU PENGOBATAN TIDAK PERLU DIURETIK, KECUALI TERDAPAT EDEMA PARU,

DEKOMPENSASI KORDIS & GAGAL GINJAL AKUT PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT PERTIMBANGKAN

TERMINASI PROTEINURIA KELOLA SEBAGAI PREEKLAMPSIA BERAT

TEKANAN DIASTOLIK TURUN SAMPAI NORMAL PASIEN DIPULANGKAN ISTIRAHAT & PERHATIKAN TANDA PREEKLAMPSIA

BERAT TEKANAN DIASTOLIK NAIK RAWAT

PENGELOLAANPREEKLAMPSIA RINGANPENGELOLAANPREEKLAMPSIA RINGAN

Page 33: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

JIKA KEHAMILAN > 37 MINGGU PERTIMBANGKAN TERMINASI KEHAMILANSERVIKS MATANG LAKUKAN INDUKSI

OKSITOSIN 5 IU / 500 ml DEKSTROSE 5% 10 TETES/MENIT ATAU PROSTAGLANDIN

SERVIKS BELUM MATANG PROSTAGLANDIN / MISOPROSTOL / KATETER FOLEY / BEDAH CAESAR

JIKA KEHAMILAN > 37 MINGGU PERTIMBANGKAN TERMINASI KEHAMILANSERVIKS MATANG LAKUKAN INDUKSI

OKSITOSIN 5 IU / 500 ml DEKSTROSE 5% 10 TETES/MENIT ATAU PROSTAGLANDIN

SERVIKS BELUM MATANG PROSTAGLANDIN / MISOPROSTOL / KATETER FOLEY / BEDAH CAESAR

PENGELOLAANPREEKLAMPSIA RINGANPENGELOLAANPREEKLAMPSIA RINGAN

Page 34: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

ALUR TERAPIALUR TERAPIPREEKLAMPSIPREEKLAMPSIA BERAT DAN A BERAT DAN EKLAMPSIAEKLAMPSIA

PREEKLAMPSIPREEKLAMPSIA BERAT DAN A BERAT DAN EKLAMPSIAEKLAMPSIA ANTI KONVULSAN ANTI KONVULSAN ANTI HIPERTENSI ANTI HIPERTENSI

PASANG INFUS PASANG INFUS KESEIMBANGAN CAIRAN KESEIMBANGAN CAIRAN PENGAWASAN PENGAWASAN OBSERVASI TANDA VITAL, OBSERVASI TANDA VITAL,

REFLEKS, DJJ, EDEMA PARU, UJI REFLEKS, DJJ, EDEMA PARU, UJI PEMBEKUAN DARAHPEMBEKUAN DARAH

ANTI KONVULSAN ANTI KONVULSAN ANTI HIPERTENSI ANTI HIPERTENSI PASANG INFUS PASANG INFUS KESEIMBANGAN CAIRAN KESEIMBANGAN CAIRAN PENGAWASAN PENGAWASAN OBSERVASI TANDA VITAL, OBSERVASI TANDA VITAL,

REFLEKS, DJJ, EDEMA PARU, UJI REFLEKS, DJJ, EDEMA PARU, UJI PEMBEKUAN DARAHPEMBEKUAN DARAH

ANTI KONVULSANANTI KONVULSANANTI KONVULSANANTI KONVULSAN

GAWAT JANINGAWAT JANINGAWAT JANINGAWAT JANINOLIGURIA OLIGURIA SINDROM SINDROM

HELLPHELLP

KOMAKOMA

OLIGURIA OLIGURIA SINDROM SINDROM

HELLPHELLP

KOMAKOMA

PERSALINAN 12 PERSALINAN 12 JAM (EKLAMPSIA) JAM (EKLAMPSIA)

/ 24 JAM / 24 JAM (PREEKLAMPSIA)(PREEKLAMPSIA)

PERSALINAN 12 PERSALINAN 12 JAM (EKLAMPSIA) JAM (EKLAMPSIA)

/ 24 JAM / 24 JAM (PREEKLAMPSIA)(PREEKLAMPSIA)

RUJUKRUJUKRUJUKRUJUKPARTUS PARTUS

PERVAGINAMPERVAGINAMPARTUS PARTUS

PERVAGINAMPERVAGINAM

KEJANGKEJANGKEJANGKEJANG

BEDAH BEDAH CAESARCAESARBEDAH BEDAH

CAESARCAESAR

Page 35: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PENGELOLAAN KEJANGANTI KONVULSANPERLENGKAPAN PENGELOLAAN KEJANGLINDUNGI DARI TRAUMAASPIRASI MULUT DAN TENGGOROKBARINGKAN PADA SISI KIRI, TRENDELENBURGO2 4-6 LITER/MEN

PENGELOLAAN KEJANGANTI KONVULSANPERLENGKAPAN PENGELOLAAN KEJANGLINDUNGI DARI TRAUMAASPIRASI MULUT DAN TENGGOROKBARINGKAN PADA SISI KIRI, TRENDELENBURGO2 4-6 LITER/MEN

PENGELOLAANPREEKLAMPSIA BERAT & EKLAMPSIA

PENGELOLAANPREEKLAMPSIA BERAT & EKLAMPSIA

Page 36: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PENGELOLAAN UMUM JIKA DIASTOLIK ≥ 110 mmHg BERIKAN ANTI HIPERTENSI

SAMPAI DIASTOLIK ANTARA 90-100 mmHgPASANG INFUS RINGER LAKTATUKUR KESEIMBANGAN CAIRANKATETERISASI URIN JIKA JUMLAH URIN < 300 ML/JAM PANTAU EDEMA

PARUPENGAWASANOBSERVASI TANDA VITAL, REFLEKS & DJJ TIAP 1 JAMLAKUKAN UJI PEMBEKUAN DARAH

PENGELOLAAN UMUM JIKA DIASTOLIK ≥ 110 mmHg BERIKAN ANTI HIPERTENSI

SAMPAI DIASTOLIK ANTARA 90-100 mmHgPASANG INFUS RINGER LAKTATUKUR KESEIMBANGAN CAIRANKATETERISASI URIN JIKA JUMLAH URIN < 300 ML/JAM PANTAU EDEMA

PARUPENGAWASANOBSERVASI TANDA VITAL, REFLEKS & DJJ TIAP 1 JAMLAKUKAN UJI PEMBEKUAN DARAH

PENGELOLAANPREEKLAMPSIA BERAT & EKLAMPSIAPENGELOLAANPREEKLAMPSIA BERAT & EKLAMPSIA

Page 37: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

Alternatif I Dosis awal

Sediaan MgSO440% : 10gr 25 cc 1gr = 2,5 cc

20% : 5gr 25 cc 1gr = 5cc

MgSO4 4 g IV selama 5 menit40% 10cc diencerkan 10cc20% 20cc

Segera dilanjutkan dengan MgSO4 6 g 40%(15cc) atau 20%(30cc) dalam larutan Ringer Asetat / Ringer Laktat selama 6 jam

Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 20%/ (40%) diencerkan 2 g IV selama 5 menit

Dosis Pemeliharaan

MgSO4 1 g / jam melalui infus Ringer Asetat / Ringer Laktat yang diberikan sampai 24 jam postpartum

Page 38: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

Alternatif II Dosis awal

MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% (diencerkan)/20% selama 5 menit

Dosis pemeliharaan

Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5 g IM dengan 1 ml Lignokain (dalam semprit yang sama)

Pasien akan merasa agak panas pada saat pemberian MgSO4

Page 39: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

Sebelum pemberian MgSO4 ulangan, lakukan pemeriksaan:

Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menitRefleks patella (+)Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhirFrekuensi pernafasan < 16 kali/menit

Hentikan pemberian MgSO4, jika:

Refleks patella (-), bradipnea (<16 kali/menit)Urin < 30 ml/jam pada hari ke 2

Siapkan antidotum Jika terjadi henti nafas:Bantu pernafasan dengan ventilatorBerikan Kalsium glukonas 1 g (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi

Page 40: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Pengelolaan antihipertensiPengelolaan antihipertensi

●Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam

● Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipin sublingual.

●Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan lagi Labetolol 20 mg oral.

●Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam

● Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipin sublingual.

●Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan lagi Labetolol 20 mg oral.

Page 41: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PENGELOLAAN DIASEPAMDOSIS AWAL Diasepam 10 mg IV selama 2 menit

DOSIS PEMELIHARAAN

Diasepam 40 mg / 500 ml Ringer LaktatTidak melebihi 100 mg/24 jam

Pemberian melalui rektum

Diasepam 20 mg dalam semprit 10 mlJika masih ada kejang dosis tambahan 10 mg/jamDapat diberikan melalui kateter urin ke dalam rektum

Page 42: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PREEKLAMPSIA BERAT PERSALINAN DALAM 24 JAM EKLAMPSIA PERSALINAN DALAM 12 JAM

BILA DILAKUKAN BEDAH CAESAR TIDAK ADA KOAGULOPATI ANESTESIA TERPILIH ANESTESIA UMUM

JIKA TIDAK TERSEDIA ANESTESI UMUM JANIN MATI BBLR LAKUKAN PERSALINAN PERVAGINAM

JIKA PEMATANGAN SERVIKS BAIK INDUKSI OKSITOSIN 5 IU / 500 ML DEKSTROSE 5% ATAU PROSTAGLANDIN

PREEKLAMPSIA BERAT PERSALINAN DALAM 24 JAM EKLAMPSIA PERSALINAN DALAM 12 JAM

BILA DILAKUKAN BEDAH CAESAR TIDAK ADA KOAGULOPATI ANESTESIA TERPILIH ANESTESIA UMUM

JIKA TIDAK TERSEDIA ANESTESI UMUM JANIN MATI BBLR LAKUKAN PERSALINAN PERVAGINAM

JIKA PEMATANGAN SERVIKS BAIK INDUKSI OKSITOSIN 5 IU / 500 ML DEKSTROSE 5% ATAU PROSTAGLANDIN

PENGELOLAAN PERSALINANPENGELOLAAN PERSALINAN

Page 43: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

OLIGURIA (< 400 ml/24 jam)Sindroma HELLP

(HEMOLYSIS, ELEVATED LIVER ENZYMES & LOW PLATELETS)

KOMA BERLANJUT > 24 JAM SETELAH KEJANG

OLIGURIA (< 400 ml/24 jam)Sindroma HELLP

(HEMOLYSIS, ELEVATED LIVER ENZYMES & LOW PLATELETS)

KOMA BERLANJUT > 24 JAM SETELAH KEJANG

LAKUKAN RUJUKAN BILA:LAKUKAN RUJUKAN BILA:

Page 44: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum / kejang terakhir

Anti hipertensi jika tekanan diastolik > 110 mmHg

Pemantauan jumlah urin

Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum / kejang terakhir

Anti hipertensi jika tekanan diastolik > 110 mmHg

Pemantauan jumlah urin

PERAWATAN POSTPARTUMPERAWATAN POSTPARTUM

Page 45: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Prosedur RujukanProsedur Rujukan● Rawat jalan dengan pengawasan pada kasus

preeklampsia ringan.● Rujukan konsultatif dan perawatan medis ke

Puskesmas PONED pada kasus preeklampsia ringan yang tidak menunjukkan perbaikan dengan istirahat.

● Rujukan konsultatif ke Puskesmas PONED pada kasus dengan hipertensi kronis dengan/tanpa tanda klinis preeklampsia.

● Rujukan perawatan medis ke rumah sakit kabupaten pada kasus dengan preeklampsia berat / eklampsia setelah pemberian MgSO4 dosis inisial (4 g iv) maupun dosis pemeliharaan (6 g / 6 jam dalam 500 ml RL).

● Rujukan perawatan medis diikuti tenaga kesehatan dengan perlengkapan pencegahan kejang dan kegawatdaruratan medis.

● Pada setiap kasus yang dirujuk harus dilakukan komunikasi terlebih dahulu / secara bersamaan dengan institusi pelayanan kesehatan tujuan rujukan.

● Rawat jalan dengan pengawasan pada kasus preeklampsia ringan.

● Rujukan konsultatif dan perawatan medis ke Puskesmas PONED pada kasus preeklampsia ringan yang tidak menunjukkan perbaikan dengan istirahat.

● Rujukan konsultatif ke Puskesmas PONED pada kasus dengan hipertensi kronis dengan/tanpa tanda klinis preeklampsia.

● Rujukan perawatan medis ke rumah sakit kabupaten pada kasus dengan preeklampsia berat / eklampsia setelah pemberian MgSO4 dosis inisial (4 g iv) maupun dosis pemeliharaan (6 g / 6 jam dalam 500 ml RL).

● Rujukan perawatan medis diikuti tenaga kesehatan dengan perlengkapan pencegahan kejang dan kegawatdaruratan medis.

● Pada setiap kasus yang dirujuk harus dilakukan komunikasi terlebih dahulu / secara bersamaan dengan institusi pelayanan kesehatan tujuan rujukan.

Page 46: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

DEMAM NIFASDEMAM NIFAS

Page 47: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PRINSIP DASAR PRINSIP DASAR

●Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan

●Suhu ≥ 38C antara hari ke 2 – 10 postpartum dan diukur per oral sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiding puerperalis.

●Kenaikan suhu tubuh di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak ditemukan sebab ekstragenital lain

●Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan

●Suhu ≥ 38C antara hari ke 2 – 10 postpartum dan diukur per oral sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiding puerperalis.

●Kenaikan suhu tubuh di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak ditemukan sebab ekstragenital lain

Page 48: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

FAKTOR PREDISPOSISIFAKTOR PREDISPOSISI● kurang gizi atau malnutrisi● anemia● higiene● kelelahan● proses persalinan bermasalah:

• partus lama/macet• korioamnionitis• persalinan traumatik• kurang baiknya proses pencegahan

infeksi• periksa dalam yang berlebihan

● kurang gizi atau malnutrisi● anemia● higiene● kelelahan● proses persalinan bermasalah:

• partus lama/macet• korioamnionitis• persalinan traumatik• kurang baiknya proses pencegahan

infeksi• periksa dalam yang berlebihan

Page 49: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Pemberian cairanPemberian cairan

●Suhu Basal kebutuhan cairan 2000 ml/24 jam

●Tambahan 500 ml untuk setiap peningkatan suhu 1 C

●Suhu Basal kebutuhan cairan 2000 ml/24 jam

●Tambahan 500 ml untuk setiap peningkatan suhu 1 C

Page 50: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Gejala dan tanda yang selalu

didapat

Gejala lain yang mungkin didapat

Kemungkinan diagnosis

●Nyeri perut bagian bawah

●Lokhia purulen dan berbau

●Uterus tegang dan subinvolusi

●Perdarahan pervaginam●Syok●Peningkatan sel darah

putih, terutama polimorfonuklear

Metritis (Endometritis / Endomiometriti

s)

●Nyeri perut bagian bawah

●Pembesaran perut bawah

●Demam terus menerus

●Dengan antibiotik tidak membaik

●Pembengkakan pada adneksa atau kavum Douglas

Abses pelvik

●Nyeri perut bagian bawah

●Bising usus tidak ada

●Perut yang tegang (rebound tenderness)

●Anoreksia/muntahPeritonitis

Page 51: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Gejala dan tanda yang

selalu didapat

Gejala lain yang mungkin didapat

Kemungkinan diagnosis

Nyeri payudara dan tegang

Payudara yang mengeras dan membesar (pada kedua payudara) Biasanya terjadinya antara hari 3-5 pascapersalinan

Bendungan pada

payudara

Nyeri payudara dan tegang/bengkak

Ada inflamasi yang didahului bendungan Kemerahan dengan batas jelasBiasanya hanya satu payudaraBiasanya terjadi antara 3 – 4 minggu pascapersalinan

Mastitis

Payudara yang tegang dan padat kemerahan

Pembengkakan dengan adanya fluktuasi Mengalir nanah

Abses payudara

Page 52: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Gejala dan tanda yang selalu

didapat

Gejala lain yang mungkin didapat

Kemungkinan diagnosis

Nyeri pada luka / irisan dan tegang/indurasi

Luka/irisan pada perut dan perineal yang mengeras/indurasiKeluar pusKemerahan

Selulitis pada luka (perineal / Abdominal)

Luka yang mengeras disertai pengeluaran cairan serous atau kemerahan dari luka; tidak ada / sedikit erithema dekat luka insisi

Abses atau hematoma pada luka insisi

Page 53: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Gejala dan tanda yang

selalu didapat

Gejala lain yang mungkin didapat

Kemungkinan diagnosis

Disuria

Nyeri dan tegang pada daerah pinggangNyeri suprapublikUterus tidak mengerasMenggigil

Infeksi pada traktus urinarius

Demam yang tinggi walau mendapat antibiotikamenggigil

Ketegangan pada otot kaki Komplikasi pada paru, ginjal, persendian, mata dan jaringan subkutan

Thrombosis vena dalam (deep vein thrombosis)Thromboflebitis:-pelviotrombo-flebitis-Femoralis

Page 54: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Gejala dan tanda yang selalu

didapat

Gejala lain yang mungkin didapat

Kemungkinan diagnosis

KonsolidasiBatukPeningkatan frekuensi nafas

Kerongkongan yang terasa penuhKeluar dahakKesukaran bernafasNyeri dada

Pneumonia

Mengigil Pembesaran liverPembesaran limpaKuningNyeri epigastrium

MalariaTifoid (b)Hepatitis (c)

Page 55: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

METRITIS METRITIS

●Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan, merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu.

●Dapat menjadi abses pelviks, peritonitis, syok septik, thrombosis vena yang dalam, emboli pulmonal, infeksi pelvik yang menahun, dispareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas.

●Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan, merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu.

●Dapat menjadi abses pelviks, peritonitis, syok septik, thrombosis vena yang dalam, emboli pulmonal, infeksi pelvik yang menahun, dispareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas.

Page 56: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PengelolaanPengelolaan● Transfusi PRC (Packed Red Cell) bila

dibutuhkan● Berikan antibiotika spektrum luas dosis

tinggi.• Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam • Gentamisin 5 mg/kg BB IV dosis

tunggal/hari• Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. • Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak

panas selama 24 jam.● Antitetanus profilaksis.● Bila dicurigai ada sisa plasenta, lakukan

pengeluaran (digital atau dengan kuret tumpul besar).

● Transfusi PRC (Packed Red Cell) bila dibutuhkan

● Berikan antibiotika spektrum luas dosis tinggi.• Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam • Gentamisin 5 mg/kg BB IV dosis

tunggal/hari• Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. • Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak

panas selama 24 jam.● Antitetanus profilaksis.● Bila dicurigai ada sisa plasenta, lakukan

pengeluaran (digital atau dengan kuret tumpul besar).

Page 57: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Catatan TambahanCatatan Tambahan

●Bila metronidazol infus tidak tersedia, dapat menggunakan metronidazol suppositoria

●Untuk memperbaiki subinvolusio uteri, bisa memanfaatkan misoprostol

●Evakuasi sisa plasenta yang tidak terlalu banyak bisa menggunakan teknik AVM

●Bila metronidazol infus tidak tersedia, dapat menggunakan metronidazol suppositoria

●Untuk memperbaiki subinvolusio uteri, bisa memanfaatkan misoprostol

●Evakuasi sisa plasenta yang tidak terlalu banyak bisa menggunakan teknik AVM

Page 58: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PenangananPenanganan

●Bila ada pus lakukan drainase (kalau perlu kolpotomi), ibu dalam posisi Fowler.

●Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada tanda peritonitis generalisata lakukan laparotomi dan keluarkan pus.

●Bila pada evaluasi uterus nekrotik dan septik lakukan histerektomi subtotal.

●Bila ada pus lakukan drainase (kalau perlu kolpotomi), ibu dalam posisi Fowler.

●Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada tanda peritonitis generalisata lakukan laparotomi dan keluarkan pus.

●Bila pada evaluasi uterus nekrotik dan septik lakukan histerektomi subtotal.

Page 59: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

BENDUNGAN PAYUDARA BENDUNGAN PAYUDARA

●Peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi.

●Bukan disebabkan overdistensi dari saluran sistem laktasi

●Peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi.

●Bukan disebabkan overdistensi dari saluran sistem laktasi

Page 60: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Bila ibu menyusuiBila ibu menyusui● Susukan sesering mungkin.● Kedua payudara disusukan.● Kompres hangat payudara sebelum

disusukan.● Bantu dengan memijat payudara untuk

permulaan menyusui.● Sangga payudara.● Kompres dingin pada payudara di antara

waktu menyusui.● Bila demam tinggi berikan Parasetamol

500 mg per oral setiap 4 jam.● Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk

mengetahui hasilnya

● Susukan sesering mungkin.● Kedua payudara disusukan.● Kompres hangat payudara sebelum

disusukan.● Bantu dengan memijat payudara untuk

permulaan menyusui.● Sangga payudara.● Kompres dingin pada payudara di antara

waktu menyusui.● Bila demam tinggi berikan Parasetamol

500 mg per oral setiap 4 jam.● Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk

mengetahui hasilnya

Page 61: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Bila ibu tidak menyusuiBila ibu tidak menyusui

●Sangga payudara.●Kompres dingin payudara untuk

mengurangi pembengkakan dan rasa sakit.

●Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

●Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.

●Pompa dan kosongkan payudara

●Sangga payudara.●Kompres dingin payudara untuk

mengurangi pembengkakan dan rasa sakit.

●Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

●Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.

●Pompa dan kosongkan payudara

Page 62: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

INFEKSI PAYUDARAINFEKSI PAYUDARA

Page 63: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

MastitisMastitis

● Payudara tegang / indurasi dan kemerahan

● Kloksasilin 500 mg / 6 jam selama 10 hari.

● Sangga payudara.● Kompres dingin.● Bila diperlukan Parasetamol 500 mg per

oral setiap 4 jam.● Ibu harus didorong menyusui bayinya

walau ada pus.● Pantau 3 hari setelah pengobatan.

● Payudara tegang / indurasi dan kemerahan

● Kloksasilin 500 mg / 6 jam selama 10 hari.

● Sangga payudara.● Kompres dingin.● Bila diperlukan Parasetamol 500 mg per

oral setiap 4 jam.● Ibu harus didorong menyusui bayinya

walau ada pus.● Pantau 3 hari setelah pengobatan.

Page 64: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Abses payudaraAbses payudara● Terdapat masa padat, mengeras di

bawah kulit yang kemerahan. ● Diperlukan anestesi umum (ketamin).● Insisi radial dari tengah dekat pinggir

aerola, ke pinggir supaya tidak memotong saluran ASI.

● Pecahkan kantung pus dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.

● Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.

● Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.

● Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan.

● Diperlukan anestesi umum (ketamin).● Insisi radial dari tengah dekat pinggir

aerola, ke pinggir supaya tidak memotong saluran ASI.

● Pecahkan kantung pus dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.

● Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.

● Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.

Page 65: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Abses payudaraAbses payudara

●Sangga payudara.●Kompres dingin.●Berikan Parasetamol 500 mg

setiap 4 jam bila diperlukan.●Ibu dianjurkan tetap memberikan

ASI walau ada pus.●Follow up selama 3 hari.

●Sangga payudara.●Kompres dingin.●Berikan Parasetamol 500 mg

setiap 4 jam bila diperlukan.●Ibu dianjurkan tetap memberikan

ASI walau ada pus.●Follow up selama 3 hari.

Page 66: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Abses pelvisAbses pelvis

● Bila ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-sac, lakukan kolpotomi atau dengan laparotomi. Ibu posisi Fowler.

● Antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi• Ampisilin 2 g IV kemudian 1 g setiap 6

jam, ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.

● Bila ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-sac, lakukan kolpotomi atau dengan laparotomi. Ibu posisi Fowler.

● Antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi• Ampisilin 2 g IV kemudian 1 g setiap 6

jam, ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.

Page 67: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PERITONITISPERITONITIS

● Pasang selang nasogastrik bila perut kembung akibat ileus.

● Infus (NaCL atau Ringer laktat) 3000 ml.

● Antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:• Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam,• Gentamisin 5 mg/kg BB IV dosis tunggal/hari• Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.

● Laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal lavage) bila terdapat kantong abses.

● Pasang selang nasogastrik bila perut kembung akibat ileus.

● Infus (NaCL atau Ringer laktat) 3000 ml.

● Antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:• Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam,• Gentamisin 5 mg/kg BB IV dosis tunggal/hari• Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.

● Laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal lavage) bila terdapat kantong abses.

Page 68: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

INFEKSI LUKA PERINEAL DAN LUKA ABDOMINALINFEKSI LUKA PERINEAL DAN LUKA ABDOMINAL

● Akibat kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik.

● Wound abcess, wound seroma dan wound hematoma pengerasan yang tidak biasa dengan mengeluarkan cairan serous atau kemerahan dan tidak ada/sedikit erithema sekitar luka insisi.

● Wound cellulitis didapatkan erithema dan edema meluas mulai dari tempat insisi.

● Akibat kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik.

● Wound abcess, wound seroma dan wound hematoma pengerasan yang tidak biasa dengan mengeluarkan cairan serous atau kemerahan dan tidak ada/sedikit erithema sekitar luka insisi.

● Wound cellulitis didapatkan erithema dan edema meluas mulai dari tempat insisi.

Page 69: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

INFEKSI LUKA PERINEAL DAN LUKA ABDOMINALINFEKSI LUKA PERINEAL DAN LUKA ABDOMINAL

● Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan pengeluaran serta kompres antiseptik.

● Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen.

● Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.

● Bila infeksi relatif superfisial, berikan Ampisilin 500 mg per oral selama 6 jam dan Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari.

● Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan pengeluaran serta kompres antiseptik.

● Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen.

● Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.

● Bila infeksi relatif superfisial, berikan Ampisilin 500 mg per oral selama 6 jam dan Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari.

Page 70: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

INFEKSI LUKA PERINEAL DAN LUKA ABDOMINALINFEKSI LUKA PERINEAL DAN LUKA ABDOMINAL

● Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri Penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (atau Ampisilin inj 1 g 4 x/hari) + Gentamisin 5 mg/kg berat badan per hari IV sekali + Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang. Lakukan jahitan sekunder 2 – 4 minggu setelah infeksi membaik.

● Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering ganti.

● Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri Penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (atau Ampisilin inj 1 g 4 x/hari) + Gentamisin 5 mg/kg berat badan per hari IV sekali + Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang. Lakukan jahitan sekunder 2 – 4 minggu setelah infeksi membaik.

● Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering ganti.

Page 71: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

TROMBOFLEBITISTROMBOFLEBITIS

●Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena dan cabang-cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis

●Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena dan cabang-cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis

Page 72: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

KLASIFIKASIKLASIFIKASI

●Pelviotromboflebitis●Tromboflebitis femoralis

●Pelviotromboflebitis●Tromboflebitis femoralis

Page 73: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PELVIOTROMBOFLEBITIS PELVIOTROMBOFLEBITIS

● Nyeri, perut bagian bawah dan/atau perut samping, timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas dengan atau tanpa panas.

● Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut:• Menggigil berulang. Menggigil inisial sangat

berat (30 – 40 menit) dengan interval beberapa jam dan kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.

• Suhu badan naik turun secara tajam (36C menjadi 40C), diikuti penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis).

● Nyeri, perut bagian bawah dan/atau perut samping, timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas dengan atau tanpa panas.

● Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut:• Menggigil berulang. Menggigil inisial sangat

berat (30 – 40 menit) dengan interval beberapa jam dan kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.

• Suhu badan naik turun secara tajam (36C menjadi 40C), diikuti penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis).

Page 74: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PELVIOTROMBOFLEBITIS PELVIOTROMBOFLEBITIS

● Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan.

● Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana-mana, terutama ke paru-paru.

● Gambaran darah:• Leukositosis (setelah endotoksin

menyebar ke sirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia).

• Kultur darah diambil pada saat yang tepat sebelum mulainya menggigil. Meskipun bakteri ditemukan di dalam darah selama menggigil, kultur sukar dibuat karena bakterinya anaerob.

● Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan.

● Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana-mana, terutama ke paru-paru.

● Gambaran darah:• Leukositosis (setelah endotoksin

menyebar ke sirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia).

• Kultur darah diambil pada saat yang tepat sebelum mulainya menggigil. Meskipun bakteri ditemukan di dalam darah selama menggigil, kultur sukar dibuat karena bakterinya anaerob.

Page 75: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PELVIOTROMBOFLEBITIS PELVIOTROMBOFLEBITIS

●Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena ialah vena ovarika yang sukar dicapai pada pemeriksaan.

●Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena ialah vena ovarika yang sukar dicapai pada pemeriksaan.

Page 76: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

KomplikasiKomplikasi

●Komplikasi paru: infark, abses, pneumonia

●Komplikasi ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan proteinuria dan hematuria

●Komplikasi pada persendian, mata dan jaringan subkutan

●Komplikasi paru: infark, abses, pneumonia

●Komplikasi ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan proteinuria dan hematuria

●Komplikasi pada persendian, mata dan jaringan subkutan

Page 77: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PengelolaanPengelolaan

● Rawat inap• Tirah baring untuk pemantauan gejala

penyakit dan mencegah emboli pulmonum.

● Terapi medik• Pemberian antibiotika dan heparin jika

terdapat tanda / dugaan emboli pulmonum.

● Terapi operatif• Pengikatan vena kava inferior dan vena

ovarika jika emboli septik terus berlangsung.

● Rawat inap• Tirah baring untuk pemantauan gejala

penyakit dan mencegah emboli pulmonum.

● Terapi medik• Pemberian antibiotika dan heparin jika

terdapat tanda / dugaan emboli pulmonum.

● Terapi operatif• Pengikatan vena kava inferior dan vena

ovarika jika emboli septik terus berlangsung.

Page 78: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

TROMBOFLEBITIS FEMORALIS

TROMBOFLEBITIS FEMORALIS

● Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7 – 10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke 10 – 20, yang disertai menggigil dan nyeri.

● Kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut:• Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke

luar serta sukar bergerak, lebih panas dibanding dengan kaki lainnya.

• Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas.

● Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7 – 10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke 10 – 20, yang disertai menggigil dan nyeri.

● Kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut:• Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke

luar serta sukar bergerak, lebih panas dibanding dengan kaki lainnya.

• Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas.

Page 79: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

TROMBOFLEBITIS FEMORALIS

TROMBOFLEBITIS FEMORALIS

● Nyeri hebat pada lipat paha dan paha.● Reflektorik akan terjadi spasmus arteria

sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin, pulsasi menurun.

● Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri, pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering mulai dari jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke atas.

● Nyeri pada betis, terjadi spontan atau dengan memijit betis atau dengan meregangkan tendo akhiles (tanda Homan)

● Nyeri hebat pada lipat paha dan paha.● Reflektorik akan terjadi spasmus arteria

sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin, pulsasi menurun.

● Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri, pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering mulai dari jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke atas.

● Nyeri pada betis, terjadi spontan atau dengan memijit betis atau dengan meregangkan tendo akhiles (tanda Homan)

Page 80: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PenangananPenanganan

●Perawatan• Kaki ditinggikan untuk mengurangi

edema, • lakukan kompres pada kaki. • Setelah mobilisasi, kaki tetap dibalut

elastik / memakai kaos kaki panjang yang elastik selama mungkin.

●Sebaiknya jangan menyusui.●Terapi medik: Antibiotika dan

analgetika.

●Perawatan• Kaki ditinggikan untuk mengurangi

edema, • lakukan kompres pada kaki. • Setelah mobilisasi, kaki tetap dibalut

elastik / memakai kaos kaki panjang yang elastik selama mungkin.

●Sebaiknya jangan menyusui.●Terapi medik: Antibiotika dan

analgetika.

Page 81: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Prosedur RujukanProsedur Rujukan● Rujukan konsultatif dan perawatan medis ke

Puskesmas PONED pada kasus infeksi nifas setelah pemberian antibiotika yang sesuai.

● Rujukan perawatan medis ke rumah sakit kabupaten ditentukan di puskesmas PONED setelah komunikasi konsultasi dengan rumah sakit kabupaten pada kasus dengan infeksi nifas setelah pemberian antibiotika yang sesuai.

● Rujukan perawatan medis diikuti tenaga kesehatan dengan perlengkapan pencegahan kegawatdaruratan medis.

● Pada setiap kasus yang dirujuk harus dilakukan komunikasi terlebih dahulu / secara bersamaan dengan institusi pelayanan kesehatan tujuan rujukan.

● Rujukan konsultatif dan perawatan medis ke Puskesmas PONED pada kasus infeksi nifas setelah pemberian antibiotika yang sesuai.

● Rujukan perawatan medis ke rumah sakit kabupaten ditentukan di puskesmas PONED setelah komunikasi konsultasi dengan rumah sakit kabupaten pada kasus dengan infeksi nifas setelah pemberian antibiotika yang sesuai.

● Rujukan perawatan medis diikuti tenaga kesehatan dengan perlengkapan pencegahan kegawatdaruratan medis.

● Pada setiap kasus yang dirujuk harus dilakukan komunikasi terlebih dahulu / secara bersamaan dengan institusi pelayanan kesehatan tujuan rujukan.

Page 82: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PERDARAHAN POSTPARTUMPERDARAHAN POSTPARTUM

Page 83: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN

● Definisi: Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.

● Perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan perubahan tanda vital (ibu mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan sistolik < 90 mmHg, nadi > 100/menit, Hb < 8 g%)

● Definisi: Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.

● Perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan perubahan tanda vital (ibu mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan sistolik < 90 mmHg, nadi > 100/menit, Hb < 8 g%)

Page 84: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

MASALAHMASALAH

● Perdarahan post partum dini yaitu perdarahan setelah bayi lahir dalam 24 jam pertama persalinan dan perdarahan post partum lanjut yaitu perdarahan setelah 24 jam persalinan.

● Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta dan kelainan pembekuan darah.

● Perdarahan post partum dini yaitu perdarahan setelah bayi lahir dalam 24 jam pertama persalinan dan perdarahan post partum lanjut yaitu perdarahan setelah 24 jam persalinan.

● Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta dan kelainan pembekuan darah.

Page 85: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PENGELOLAAN UMUMPENGELOLAAN UMUM● PENGELOLAAN SYOK● Selalu siapkan tindakan gawat darurat● Tata laksana persalinan kala III secara aktif● Minta pertolongan pada petugas lain untuk

membantu bila dimungkinkan● Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu

meliputi kesadaran nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu

● Jika terdapat syok lakukan segera penanganan ● Periksa kandung kemih, bila penuh kosongkan● Cari penyebab perdarahan dan lakukan

pemeriksaan untuk menentukan penyebab perdarahan

● PENGELOLAAN SYOK● Selalu siapkan tindakan gawat darurat● Tata laksana persalinan kala III secara aktif● Minta pertolongan pada petugas lain untuk

membantu bila dimungkinkan● Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu

meliputi kesadaran nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu

● Jika terdapat syok lakukan segera penanganan ● Periksa kandung kemih, bila penuh kosongkan● Cari penyebab perdarahan dan lakukan

pemeriksaan untuk menentukan penyebab perdarahan

Page 86: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

GEJALA & TANDA TANDA & GEJALA LAINDIAGNOSIS

KERJA

● Uterus tidak berkontraksi dan lembek

● Perdarahan segera setelah anak lahir

● Syok● Bekuan darah pada

serviks / posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar

Atonia uteri

● Darah segar yang meng-alir segera setelah bayi lahir

● Uterus kontraksi dan keras

● Plasenta lengkap

● Pucat● Lemah● Menggigil Robekan

jalan lahir

● Plasenta belum lahir setelah 30 menit

● Perdarahan segera (P3)● Uterus berkontraksi dan

keras

● Tali pusat putus akibat traksi berlebihan

● Inversio uteri akibat tarikan

● Perdarahan lanjutan

Retensio plasenta

Page 87: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

GEJALA & TANDATANDA & GEJALA

LAINDIAGNOSIS KERJA

● Plasenta / sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap

● Perdarahan segera (P3)

● Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang

Tertinggalnya sebagian plasenta

atau ketuban

● Uterus tidak teraba● Lumen vagina terisi

masa● Tampak tali pusat

(bila plasenta belum lahir)

● Neurogenik syok● Pucat dan limbung Inversio uteri

● Sub-involusi uterus● Nyeri tekan perut

bawah dan uterus● Perdarahan ● Lokhia mukopurulen

dan berbau

● Anemia● Demam

Endometritis atau sisa fragmen

plasenta Late postpartum

hemorrhagePerdarahan

postpartum sekunder

Page 88: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

ATONIA UTERIATONIA UTERI

● Terjadi bila miometrium tidak berkontraksi

● Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar

● Penyebab tersering perdarahan postpartum (2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri)

● Terjadi bila miometrium tidak berkontraksi

● Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar

● Penyebab tersering perdarahan postpartum (2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri)

Page 89: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Faktor risikoFaktor risiko

● Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal :• Polihidramnion• Kehamilan kembar• Makrosomia

● Persalinan lama● Persalinan terlalu cepat● Persalinan dengan induksi atau

akselerasi oksitosin● Infeksi intrapartum● Paritas tinggi

● Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal :• Polihidramnion• Kehamilan kembar• Makrosomia

● Persalinan lama● Persalinan terlalu cepat● Persalinan dengan induksi atau

akselerasi oksitosin● Infeksi intrapartum● Paritas tinggi

Page 90: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

MANAJEMEN AKTIF KALA IIIMANAJEMEN AKTIF KALA III

Suntikan Oksitosin 10 IU imPeregangan Tali Pusat Terkendali

Masase Uterus

Suntikan Oksitosin 10 IU imPeregangan Tali Pusat Terkendali

Masase Uterus

Page 91: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

●Suntikan Oksitosin• Periksa fundus uteri untuk

memastikan kehamilan tunggal.• Suntikan Oksitosin 10 IU IM.

●Peregangan Tali Pusat Terkendali• Klem tali pusat 5-10 cm dari vulva /

gulung tali pusat• Tangan kiri di atas simfisis menahan

bagian bawah uterus, tangan kanan meregang tali pusat 5-10 cm dari vulva

• Saat uterus kontraksi, tegangkan tali pusat sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial

●Suntikan Oksitosin• Periksa fundus uteri untuk

memastikan kehamilan tunggal.• Suntikan Oksitosin 10 IU IM.

●Peregangan Tali Pusat Terkendali• Klem tali pusat 5-10 cm dari vulva /

gulung tali pusat• Tangan kiri di atas simfisis menahan

bagian bawah uterus, tangan kanan meregang tali pusat 5-10 cm dari vulva

• Saat uterus kontraksi, tegangkan tali pusat sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial

Page 92: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

● Mengeluarkan plasenta• Jika tali pusat terlihat bertambah panjang dan

terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir.

• Bila tali pusat bertambah panjang tetapi belum lahir, dekatkan klem ± 5-10 cm dari vulva.

• Bila plasenta belum lepas setelah langkah diatas selama 15 menitSuntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m.Periksa kandung kemih, lakukan

kateterisasi bila penuhTunggu 15 menit, bila belum lahir

lakukan tindakan plasenta manual

● Mengeluarkan plasenta• Jika tali pusat terlihat bertambah panjang dan

terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir.

• Bila tali pusat bertambah panjang tetapi belum lahir, dekatkan klem ± 5-10 cm dari vulva.

• Bila plasenta belum lepas setelah langkah diatas selama 15 menitSuntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m.Periksa kandung kemih, lakukan

kateterisasi bila penuhTunggu 15 menit, bila belum lahir

lakukan tindakan plasenta manual

Page 93: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

●Masase Uterus• Segera setelah plasenta lahir,

melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)

• Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinanKelengkapan plasenta dan ketubanKontraksi uterusPerlukaan jalan lahir

●Masase Uterus• Segera setelah plasenta lahir,

melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)

• Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinanKelengkapan plasenta dan ketubanKontraksi uterusPerlukaan jalan lahir

Page 94: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Masase fundus uteriSegera sesudah plasenta lahir

(maksimal 15 detik)

Uterus kontraksi ?

Tidak

Uterus kontraksi ?

● Ajarkan keluarga melakukan Kompresi Bimanual Eksterna (KBE)● Keluarkan tangan (KBI) secara hati-hati● Suntikan Methyl ergometrin 0,2 mg i.m● Pasang infus RL + 20 IU Oksitosin, guyur● Lakukan lagi KBI

● Pertahankan KBI selama 1-2 menit● Keluarkan tangan secara hati-hati● Lakukan pengawasan kala IV

Evaluasi rutin

Tidak

Ya

Ya

● Evaluasi / bersihkan bekuan darah / selaput ketuban● Kompresi Bimanual Interna (KBI) maks. 5 menit

Page 95: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Ligasi arteri uterina dan/atau hipogastrikaB-Lynch method

● Rujuk siapkan laparotomi● Lanjutkan pemberian infus + 20 IU Oksitosin

minimal 500 cc/jam hingga mencapai tempat rujukan

● Selama perjalanan dapat dilakukan Kompresi Aorta Abdominalis atau Kompresi Bimanual Eksternal

Histerektomi

Perdarahan berlanjut

Tidak

Pengawasan kala IV

Ya

Pertahankan uterus

Perdarahan berhenti

Uterus kontraksi ?

Page 96: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

KOMPRESI BIMANUAL INTERNALKOMPRESI BIMANUAL INTERNAL

Page 97: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PERLUKAAN JALAN LAHIRPERLUKAAN JALAN LAHIR

Robekan PerineumHematomaVulva

Robekan dinding vaginaRobekan serviks

Ruptura uteri

Robekan PerineumHematomaVulva

Robekan dinding vaginaRobekan serviks

Ruptura uteri

Page 98: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Robekan perineumRobekan perineum

● Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum

● Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani

● Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani

● Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum

● Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum

● Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani

● Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani

● Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum

Page 99: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

● Robekan perineum tingkat I• dengan catgut secara jelujur atau

jahitan angka delapan (figure of eight).● Robekan perineum tingkat II

• Ratakan dahulu pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi.

• Pinggir robekan kiri dan kanan dijepit dengan klem, kemudian digunting.

• Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir vagina dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Jahitan mukosa vagina mulai dari puncak robekan, sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.

● Robekan perineum tingkat III & IV• Lakukan Rujukan

● Robekan perineum tingkat I• dengan catgut secara jelujur atau

jahitan angka delapan (figure of eight).● Robekan perineum tingkat II

• Ratakan dahulu pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi.

• Pinggir robekan kiri dan kanan dijepit dengan klem, kemudian digunting.

• Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir vagina dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Jahitan mukosa vagina mulai dari puncak robekan, sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.

● Robekan perineum tingkat III & IV• Lakukan Rujukan

Page 100: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Hematoma vulvaHematoma vulva● Bergantung pada lokasi dan besar hematoma. ● Hematoma kecil cukup dilakukan kompres.● Hematoma besar dilakukan sayatan di

sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang.

● Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong.

● Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut.

● Luka sayatan kemudian dijahit. ● Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain.

● Bergantung pada lokasi dan besar hematoma. ● Hematoma kecil cukup dilakukan kompres.● Hematoma besar dilakukan sayatan di

sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang.

● Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong.

● Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut.

● Luka sayatan kemudian dijahit. ● Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain.

Page 101: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Robekan dinding vaginaRobekan dinding vagina

●Robekan dinding vagina harus dijahit.

●Kasus kolporeksis dan fistula vesikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit.

●Robekan dinding vagina harus dijahit.

●Kasus kolporeksis dan fistula vesikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit.

Page 102: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Robekan serviksRobekan serviks

Page 103: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

RETENSIO PLASENTARETENSIO PLASENTA

Plasenta adhesivaPlasenta akreta

Plasenta inkarserata

Plasenta adhesivaPlasenta akreta

Plasenta inkarserata

Page 104: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

PENILAIAN KLINIK RETENSIO PLASENTAPENILAIAN KLINIK RETENSIO PLASENTA

GEJALASEPARASI /

AKRETA PARSIALPLASENTA

INKARSERATAPLASENTA AKRETA

KONSISTENSI UTERUS

KENYAL KERAS CUKUP

TFU PUSAT 2 JR < PUSAT PUSAT

BENTUK UTERUS DISKOID AGAK GLOBULER DISKOID

PERDARAHAN SEDANG-BANYAK SEDANGSEDIKIT - TIDAK

ADA

TALI PUSAT TERJULUR TERJULUR # TERJULUR

OSTIUM UTERI SEBAG TERBUKA KONSTRIKSI TERBUKA

SEPARASI PLASENTA

LEPAS SEBAGIAN SUDAH LEPASMELEKAT

SELURUHNYA

SYOK SERING JARANG JARANG

Page 105: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Plasenta manualPlasenta manual● Dengan narkosis● Pasang infus NaCl 0,9% ● Tangan kanan dimasukkan

secara obstetrik kedalam vagina.● Tangan kiri menahan fundus

untuk mencegah kolporeksis. ● Tangan kanan menuju ke ostium

uteri dan terus ke lokasi plasenta.

● Tangan ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas

● Dengan sisi ulner, plasenta dilepaskan

● Dengan narkosis● Pasang infus NaCl 0,9% ● Tangan kanan dimasukkan

secara obstetrik kedalam vagina.● Tangan kiri menahan fundus

untuk mencegah kolporeksis. ● Tangan kanan menuju ke ostium

uteri dan terus ke lokasi plasenta.

● Tangan ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas

● Dengan sisi ulner, plasenta dilepaskan

Page 106: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

SISA PLASENTASISA PLASENTA

Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat

menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (6 – 10 hari

pasca persalinan).

Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat

menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (6 – 10 hari

pasca persalinan).

Page 107: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Pengeluaran sisa plasentaPengeluaran sisa plasenta

● Pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.

● Dalam memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual.

● Kuretase harus dilakukan di rumah sakit.● Setelah tindakan pengeluaran,

dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

● Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

● Pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.

● Dalam memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual.

● Kuretase harus dilakukan di rumah sakit.● Setelah tindakan pengeluaran,

dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

● Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

Page 108: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Prosedur RujukanProsedur Rujukan● Rujukan konsultatif dan perawatan medis ke

Puskesmas PONED pada kasus sisa plasenta yang memerlukan tindakan kuretase.

● Rujukan perawatan medis ke rumah sakit kabupaten pada kasus dengan pendarahan pasca persalinan karena atonia uteri setelah tindakan stabilisasi dengan kompresi bimanual maupun pemberian uterotonika, retensio plasenta dan robekan porsio serta jalan lahir derajat III/IV.

● Rujukan perawatan medis diikuti tenaga kesehatan dengan perlengkapan pencegahan kegawatdaruratan medis.

● Pada setiap kasus yang dirujuk harus dilakukan komunikasi terlebih dahulu / secara bersamaan dengan institusi pelayanan kesehatan tujuan rujukan.

● Rujukan konsultatif dan perawatan medis ke Puskesmas PONED pada kasus sisa plasenta yang memerlukan tindakan kuretase.

● Rujukan perawatan medis ke rumah sakit kabupaten pada kasus dengan pendarahan pasca persalinan karena atonia uteri setelah tindakan stabilisasi dengan kompresi bimanual maupun pemberian uterotonika, retensio plasenta dan robekan porsio serta jalan lahir derajat III/IV.

● Rujukan perawatan medis diikuti tenaga kesehatan dengan perlengkapan pencegahan kegawatdaruratan medis.

● Pada setiap kasus yang dirujuk harus dilakukan komunikasi terlebih dahulu / secara bersamaan dengan institusi pelayanan kesehatan tujuan rujukan.

Page 109: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

Saya berharap dalam waktu yang akan datang dapat bekerja

sama dengan anda… untuk menyelamatkan kehidupan ibu

(to save women’s lives) !

Saya berharap dalam waktu yang akan datang dapat bekerja

sama dengan anda… untuk menyelamatkan kehidupan ibu

(to save women’s lives) !

Page 110: STANDAR OPERATING PROSEDUR DALAM PELAYANAN OBSTETRI EMERGENSI CALL CENTER 119

TERIMA KASIHATAS PERHATIAN ANDA

TERIMA KASIHATAS PERHATIAN ANDA