Upload
nilam-siti-rahmah
View
24
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
1
Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induce Hearing Loss (NIHL))
A. Pengertian Bising
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85
desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran
Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya
terjadi pada kedua telinga.
B. Klasifikasi Bising
Terpapar bising dengan intensitas diatas 85 dB dengan durasi latihan rata-rata dua
sampai empat jam yang memiliki risiko merusak pendengaran khususnya telinga
dalam. Faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kurang pendengaran akibat
bising selain intensitas dan lama paparan antara lain, kerentanan individu, jarak dari
sumber bunyi, tipe bising yang dihasilkan instrumen.
Berdasarkan sifatnya bising dapat dibedakan menjadi:
1. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas
Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo kurang
lebih 5dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut. Contoh: dalam kokpit pesawat
helikopter, gergaji sirkuler, suara katup mesin gas, kipas angin, suara dapur pijar,
dsb.
2. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit
Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu saja (misal 5000, 1000
atau 4000 Hz), misalnya suara gergaji sirkuler, suara katup gas.
3. Bising terputus-putus
Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu kebisingan tidak
berlangsung terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Contoh
kebisingan ini adalah suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang dll
4. Bising impulsif
2
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu
sangat cepat dan biasanya me-ngejutkan pendengarnya. Contoh bising impulsif
misalnya suara ledakan mercon, tembakan, meriam dll.
5. Bising impulsif berulang-ulang
Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulang misalnya pada mesin
tempa. Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran adalah
bising yang bersifat kontinu, terutama yang memilikis pektrum frekuensi lebar
dan intensitas yang tinggi. Untuk melindungi pendengaran manusia (pekerja) dari
pengaruh buruk kebisingan, Organisasi Pekerja Internasional/ILO (International
Labour Organization) telah mengeluarkan ketentuan jam kerja yang
diperkenankan, yang dikaitkan dengan tingkat intensitas kebisingan
lingkungan kerja sebagai berikut (Tabel 1).
C. Definisi Noise Induced Hearing Loss
Noise Induced Hearing Loss (NIHL) adalah gangguan pendengaran yang biasanya terjadi
secara bertahap dari waktu ke waktu karena kontak yang terlalu lama dengan
tingkat kebisingan yang berlebihan lebih besar dari 85 desibel (dB). Hal ini juga
dapat terjadi dari jangka pendek suara yang sangat intens, seperti ledakan bahan
peledak atau senjata api.
D. Etiologi dan Klasifikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan:
3
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang1. Intensitas kebisingan
4
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
2. Frekwensi kebisingan
3. Lamanya waktu pemaparan kebisingan
4. Kerentanan individu
5. Jenis kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah
Klasifikasi:
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2 kategori yaitu:
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS)
Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai
perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi
pada frekwensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “notch” yang
curam pada frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal
terjadi pengeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga
NITTS. Apabila beristirahat di luar lingkungan bising biasanya pendengaran
dapat kembali normal.
2. Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS)
Di dalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasusu kehilangan pendengaran akibat
suara bising, dan hal ini disebut dengan “occupational hearing loss” atau kehilangan
pendengaran kkarena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat kebisingan industri.
Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja
dilingkungan bising selama 10-15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada:
Kepekaan seseorang terhadap suara bising
NIPTS biasanya terjadi disekitar frekwensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat
dan menyebar ke frekwensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan,
tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah (2000
dan 3000
Hz) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseornag akan mengalami kesulitan untuk
mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi apabila sudah menyebar ke
4
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
frekwensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar
suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000-6000 Hz, dan setelah
beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekwensi yang lebih
tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekwensi 4000 Hz akan terus bertambah dan
menetap setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat.
E. Epidemiologi
NIHL bisa terjadi di semua usia, termasuk anak-anak, remaja, dan orang tua. Di Amerika
15% orang berumur 20-69 tahun sering terkena NIHL dikarenakan terpapar suara berisik
di tempat kerja dan kehidupan sehari-hari. NIHL juga terjadi disetiap jenis kelamin.
Pekerjaan sangat mempengaruhi terjadinya NIHL jika bekerja di tempat yang sering
terpapar suara berisik/ribut yang terus menerus.
F. Faktor Resiko
Faktor resiko NIHL :
Terpapar bising lebih dari 85dB
Tidak memakai pelindung telinga
G. Patofisiologi
1. NIHL adalah kehilangan pendengaran bersifat sensorineural dengan onset yang
gradual dan biasanya irreversible. Umumnya, degenerasi sel rambut pada
Organ Corti terjadi lebih dahulu pada 4 hingga 6 kHz. Bising yang
berlebihan menghasilkan hostile acoustic environment dengan masking wanted
signals (eg speech or warning signals), dan dengan pajanan kronis, dengan blokade
sentral terhadap sinyal auditori.
2. Bising merusak telinga mulanya pada frekuensi 4 kHz dan alasannya adalah
karakteristik resonansi akustik pada telinga luar. Saluran berdinding keras ini yang
tertutup pada ujungnya, mengeraskan energi akustik pada frekuensi tinggi kira-
5
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembangkira
10 dB. Transduksi getaran suara menjadi impuls saraf terjadi di koklea. Sel rambut
6
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
yang ada di Organ Corti mengalami kerusakan langsung akibat bising, dan tidak
langsung karena suara yang terlalu tinggi dan terus menerus menyebabkan
vasokonstriksi stria vascularis yang mensuplai koklea. Vasokonstriksi ini
menyebabkan sel rambut menjadi anoxic dan menjadi rusak secara sekunder.
3. Jumlah sel rambut yang rusak secara langsung bergantung pada intensitas bising.
Diatas frekuensi dan intensitas minimum, OHC menunjukkan kelelahan metabolik
dengan adanya stereosilia yang menjadi terkulai (merunduk, layu). Ini berhubungan
dengan fenomena temporary threshold shift (TTS), yang dapat pulih dalam beberapa
jam. Bising selanjutnya semakin merusak OHC meliputi destruksi jembatan
intersilia, sehingga pemulihan menjadi lebih lama. Bahkan ising yang keras dapat
menyebabkan kolapsnya stereosilia dan sel rambut akhirnya difagositosis.
4. OHC berperan sebagai amplifier dengan cara borkontraksi ketika distimulasi oleh
suara sehingga menyebabkan penambahan gerakan membran basilar pada koklea.
Sehingga meningkatkan stimulus yang disampaikan ke IHC yang berfungsi untuk
transduksi gerakan mekanik menjadi sinyal listrik pada ujung saraf afferen N.
VIII. Jika OHC tidak berfungsi, dibutuhkan stimulasi yang lebih besar untuk
menginisiasi impuls saraf, sehingga ambang sensitivitas IHC bertambah
sehingga muncul gangguan pendengaran. Sel rambut pada bagian basal koklea
adalah bagian yang paling sensitif terhadap kerusakan akibat bising. Dimana sel
rambut ini bertanggungjawab untuk transduksi frekuensi tinggi sehingga penderita
NIHL terjadi Hair high frequency hearing loss.
Mengapa gangguan hanya pada telinga kiri?
Dalam penelitian tahun 2014, ditemukan bahwa pada petani terdapat prevalensi yang
tinggi pekerja pria yang mengalami gangguan pendengaran pada telinga kiri
disebabkan karena ketika mengoperasikan traktor, telinga kiri lebih terpajan
oleh suara bising sedangkan telinga kiri terlindungi oleh fenomena yang disebut
“head shadowing”.
7
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Pada Tn. Mahmud mungkin terjadi gangguan telinga yang asimetris karena bising
pekerjaannya lebih mengenai ke telinga kiri, namun harus ditanyakan apakah Tn.
Mahmud menggunakan pelindung telinga pada telinga kanan saja atau tidak? Atau
bentuk pekerjaannya yang mengakibatkan telinga kiri lebih terpajan hebat?.
Selain itu untuk menentukan apakah memang terjadi gangguan pendengaran akibat
bising, harus dipastikan bahwa tidak ada penyebab lain di retro-koklea seperti
acoustic neuroma, cerebelo-pontine angle tumors, head injury, Meniere’s disease, dan
perilymphatic fistula.
5. Temporary Threshold Shift
Merupakan peningkatan ambang pendengaran yang bersifat sementar. Peningkatan
ambang pendengaran ini berhubungan dengan kerusakan OHC yang berfungsi
sebagai amplifier sehingga terjadi usaha yang lebih keras dari IHC untuk
menyampaikan impuls sehingga tampak manifestasi TTS. Penderita mengeluh tuli
atau kesulitan mendengar (percakapan ditempat yang ramai, dll). pada periode ini
ambang pendengaran masih dapat kembali normal dalam 48 jam. Pada TTS terjadi
perubahan intraselular pada sel sensori (sel rambut) koklea dan pembengkakan
auditory nerve endings. Faktor lain seperti metabolic exhaustion pada sel mungkin
berpengaruh. Jika waktu tidak cukup bagi TTS untuk mengalami perbaikan, dan
bising dirasakan terus menerus, perubahan ambang pendengaran ini dapat menjadi
permanen, yang disebut Permanent Threshold Shift (PTS).
6. Mengapa terjadi Tinnitus? (Discordant Theory)
Tinitus disebabkan disfungsi yang bertentangan dari OHC yang rusak dan IHC yang
intak. Bising dan agen ototoksik pada awalnya merusak OHC pada bagian basal, jika
berlanjut dan berulang, akan merusak IHC, karena IHC lebih resisten terhada
kerusakan. IHC adalah sel reseptor untuk tranduksi suara dan hampir 95% serabut
saraf afferen menginervasi IHC. Sebaliknya, OHC berfungsi sebagai amplifier
(pengeras) mekanik yang meningkatkan suara lemah dengan menyediakan
sampai
50 dB. Saat OHC lebih rusak dari IHC maka terjadi disinhibition (berkurangnya
8
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
pembatasan) pada neuron di DCN (dorsal Cochlear Nuclei). Terjadi peningkatan
9
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
aktivitas spontan ketika neuron di DCN menerima eksitasi dari IHC tapi tidak
dari OHC. Normalnya terdapat sedikit gap antara bagian atas silia IHC dengan
bagian bawah dari membrana tektoria. Namun pada OHC yang rusak maka
membran tektoria dapat menyentuh silia sehingga menyebabkan IHC
terdepolarisasi. Tinitus tidak terjadi pada penderita tuli total dimana OHC dan IHC
rusak sama sekali. Hipotesa bahwa tinitus menunjukkan mekanisme adaptasi
sentral ketika sistem auditory menderita gangguan pendengaran. Kerusakan
OHC merangsang penyesuaian pada DCN, menyebabkna DCN menjadi
hiperaktif. Hipotesa ini adalah akibat reduksi input auditory nerve menyebabkan
disinhibition.
7. Recruitment
Ketika volume suara meningkat melewati ambang pendengaran, penderita dengan
rekruitment mengalami peningkatan tiba-tiba persepsi terhadap suara. Rekruitment
terjadi ketika terdapat ambang pendengaran yang tinggi. Ketika
ambang pendengaran meningkat, mengakibatkan Kekerasan suara ditingkatkan,
menyebabkan suara terdengar lebih keras dibandingkan orang normal.
Contohnya bila kita berbicara keras yang biasa dipersepsikan seperti berteriak..
8. Masking
Masking terjadi ketika suara latar belakang membuat percakapan menjadi tidak
dapat dimengerti. Masking memerankan bagian pada ketidakmampuan penderita
NIHL untuk berkomunikasi pada ruangan yang ramai. Sedangkan, mereka
dapat mendengar percakapan dari telpon dengan jelas. Fenomena Masking terjadi
karena hanya sumber suara yang paling keras yang dapat terdengar, sedangkan
semua sumber suara yang yang volume nya lebih rendah tertutup oleh suara yang
paling keras. Pada penderita gangguan pendengaran frekuensi tinggi, suara
dengan frekuensi rendah lebih terdengar keras. Percakapan manusia berada pada
frekuensi sedang sampai tinggi.
10
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
H. Patogenesis
1. Pada pajanan >= 140 dB, sebagian area Organ Corti lepas dari posisinya pada
membran basilar dan sering ditemukan melayang didalam skala media.
Penebalan sel rambut ditemukan pada tepi lesi dan tanda kerusakannya ditemukan
serabut saraf yang tidak bermyelin. Pajanan bising yang intens seperti pada ledakan
dapat menyebabkan tuli mendadak atau yang disebut dengan istilah trauma akustik.
2. Pada pajanan level-moderate pada durasi yang lama misalnya pada bising
industri (<= 90 dB) beberapa sel rambut mengalami degenerasi didalam Organ Corti
selama pekerjaan bersangsung. Umumnya NIHL terjadi berangsur-angsur atau
progresif. Jumlah kerusakan struktural menentukan gangguan pendengaran. Semakin
lama pajanan, semakin banyak kehilangan sel sensoris. Bising moderate awalnya
hanya akan menyebabkan TTS. Bila penderita tidak terpajan lagi dengan bising maka
thresholdnya dapat kembali normal dalam 18-24 jam. Namun, pajanan yang terus
menerus lama-kelamaan akan menyebabkan detoriation permanen dari ambang
pendengaran. Kerusakan inilah yang disebut sebagai NIHL.
3. Bising yang permanen awalnya menyebabkan degenerasi sel rambut. Walaupun
kedua tipe sel rambut dapat mengalami degenerasi, OHC lebih sensitif
terhadap bising dibandingkan dengan IHC. Dengan durasi pajanan yang lama
atau bising yang intens maka terjadi kerusakan OHC, IHC, dan sel-sel pendukung
lain.
4. Hipotesa yang diajukan untuk patogenesis NIHL adalah: 1. Penurunan aliran darah
selama pajanan bising (menyebabkna hipoxia dan pelepasan ROS di koklea. 2.
Metabolic Exhaustion pada sel rambut yang terstimulasi. 3. Pelepasan yang
berlebihan dari neurotransmiter selama pajanan menyebabkan kerusakan
eksitotoksik pada serabut saraf afferen. 4. Intermixing cairan koklea melalui lamina
retikularis yang rusak
5. Koklea yang terpajan bising mengalami perubahan pada histopatologinya yang
dapat dibedakan menjadi perubahan primer dan sekunder. Primer berupa degenerasi
sel rambung terutama OHC. Perubahan Sekunder mengikuti perubahan primer
11
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembangdan
12
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
berupa degenerasi progresif dari sel-sel penyokong, serabut saraf afferen dan
sel rambut yang lain.
6. Gangguan pendengaran pada telinga kiri bertambah berat karena gangguan
pendengaran NIHL bersifat progresif yaitu dipengarusi oleh intensitas bising, durasi
pajanan dan jenis bising (kontinyu atau intermiten). Kerusakan Neurosensori
berhubungan dengan degenerasi sel rambut dimana gejala gangguan
pendengaran berhubungan dengan jumlah sel rambut yang rusak. Semakin lama
durasi pajanan dan intensitas bising yang hebat, maka semakin banyak sel
rambut yang terdegenerasi.
I. Manifestasi klinis
Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising (noise induced hearing loss)
antara lain:
1. Bersifat sensorineural
2. Hampir selalu bilateral
3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat. Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d
75 dB.
4. Gangguan pendengaran tidak berlanjut setelah paparan bising dihentikan.
5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz,
dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Dengan
paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan
mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun. Selain pengaruh
terhadap pendengaran, bising yang berlebihan juga mempunyai pengaruh non
auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi,
gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.
6. Kebanyakan pasien turut mengalami tinnitus yang diasosiasikan baik dengan
TTS dan PTS. Individu yang menyadari bunyi di telinga mereka setelah paparan
bising mungkin telah mengalami lesi pada sistem auditori, minimal TTS.
TTS yang
1010
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
berulang secara perlahan akan berujung pada PTS. Tinitus setelah pajanan dan TTS
merupakan sinyal peringatan akan munculnya NIHL yang permanen.
J. Diagnosis Banding
1. Otosclerosis
Merupakan kelainan autosomal dominant dapat diderita oleh laiki-laki maupun
wanita. Otosklerosis menyebabkan tuli konduksi yang progresif dari awal dewasa
muda.
2. Barotrauma
Barotrauma dapat merusak telinga tengah dan telinga dalam. Gejala yang dialami
diantaranya vertigo, tinitus dan gangguan pendengaran bersifat sensorineural sebagai
gejala kerusakan telinga dalam, paling sering diderita pada orang yang sering selama
menyelam..
3. Menieres Disease
Adalah suatu penyakit berupa pembengkakan pada ruangan yang berisi endolymp.
Biasanya penderita mengalami kehilangan pendengaran sensorineural frekuensi
rendah dan low-pitched. Pasien mendeskripsikan perasaan penuh di telingan
dan berkembang menjadi vertigo.
4. Tumor
Tumor telinga dalam yang paling sering menyebabkan gangguan pendengaran
adalah acoustic neuroma. Gejala yang ditampakkan pasien adalah gangguan
pendengaran bersifat sensorineural pada salah satu telinga saja.
1111
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
1212
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
5. Ototoxic Drugs
Beberapa obat diketahui dapat menyebabkan kerusakan pada telinga dalam.
Obat- obat ini disebut obat ototoksik. Obat-obat ototoksik diantaranya adalah
golongan salisilat dan antibiotik aminoglikosida.
1313
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
6. Trauma
Trauma kepala, terutama trauma pada basis cranii dapat menyebabkan
kerusakan secara langsung terhadap struktur organ pendengaran.
K. Diagnosis Kerja
Dari anamnesis didapati riwayat pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan
bising dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 5 tahun.
Sedangkan pada pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan.
Untuk menegakkan diagnosis klinik dari ketulian yang disebabkan oleh bising dan
hubungannya dengan pekerja maka seorang dokter harus mempertimbangkan faktor-
faktor berikut:
1. Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya
2. Riwayat pekerjaan, jenias pekerjaan dan lamanya bekerja
3. Riwayat penggunaan proteksi pendengaran
4. Meneliti bising di tempat kerja, untuk menentukan intensitas dan durasi bising yang
menyebabkan ketulia.
5. Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja. Penting
mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja dengan melakukakn pemeriksaan
audiometri sebelum bekerja adalah bila audiogram menunjukkan ketulian, maka
dapat diperkirakan berkurangnya pendengaran tersebut akibat kebisingan di tempat
kerja.
6. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non industrial seperti
riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau riwayat penyakit sebelumnya.
Tujuan ditanyakannya riwayat :
a. Keluhan cairan dari telinga
b. Trauma kepala dan telinga
c. Darah tinggi
1414
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembangd. Kencing manis
1515
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Tujuan utamanya yaitu untuk menentukan etiologi dari gangguan pendengaran
yang dialami dan juga untuk mengetahui apa saja diagnosis banding dari kasus
a. Keluhan cairan dari telinga
Otitis Media Akut (OMA), Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) untuk
menyingkirkan kemungkinan DD lain yang juga bermanifestasi penurunan
pendengaran
b. Trauma kepala dan telinga
Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma,
sehingga terjadi gangguan pendengaran begitu juga dengan trauma telinga maka akan
terjadi kerusan organ-organ pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan
pendengaran
c. Darah tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat tahanan vaskuler yang
mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah dengan mensekresi factor
pertumbuhan dan proliferasi sel pembuluh darah yang disebut hipertrofi vaskuler
kurangnya pendengaran sensorineural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler
pembuluh darah pathogenesis system sirkulatorik dapat terjadi pada pembuluh darah
organ telinga dalam disertai peningkatan viskositas darah penurunan aliran darah
kapiler dan transport oksigen. Akibatnya terjadi kerusakan sel-sel auditori dan
proses transmisi sinyal yang dapat menimbulkan gangguan komunikasi dan
dapat disertai tinnitus.
d. Kencing manis
Diabetes melitus (DM) merupakan kelainan metabolik kronik yang ditandai oleh
hiperglikemia serta perubahan metabolisme lemak dan protein. Kelainan ini
mengakibatkan sejumlah komplikasi mikrovaskular yang umumnya
mempengaruhi mata dan ginjal, yang disertai dengan polineuropati difus pada
serat-serat saraf somatic maupun otonom.
Jaringan saraf dan pembuluh darah memainkan peranan penting dalam fungsi organ
pendengaran. Diabetes melitus dapat merusak sel-sel saraf dan pembuluh darah
1616
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembangtersebut, sehingga dapat juga membawa dampak negative bagi organ
pendengaran.
1717
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Sangat mungkin terdapat hubungan antara fungsi organ pendengaran dengan DM,
karena penyakit ini mempengaruhi organ-organ yang kaya akan pembuluh
darah misalnya koklea dan/atau saraf pusat termasuk otak yang berperan dalam jaras
pendengaran.
Gangguan fungsi koklea dapat menyebabkan penurunan pendengaran. Penurunan
pendengaran pada penderita DM biasanya bilateral, berlangsung bertahap,
bersifat sensorineural terutama pada frekuensi tinggi. Hubungan antara DM dan
penurunan pendengaran sampai saat ini masih menjadi perdebatan, masih belum
didapatkan konsensus yang adekuat. Beberapa peneliti melaporkan adanya hubungan
yang kuat antara DM dan penurunan pendengaran. Dikutip dari Austin DF2,
Fukushima dkk, menyatakan adanya hubungan antara DM dengan perubahan
patologi pada koklea berupa terjadinya penebalan pembuluh darah stria vaskular,
atrofi stria vaskular, dan berkurangnya sel rambut luar, tetapi tidak terjadinya
perubahan pada ganglion spiral dibandingkan dengan kontrol.
Bainbridge dkk pada penelitiannya terhadap penderita DM tipe 2 dengan komplikasi
mikrovaskuler dengan menggunakan alat ukur audiometri nada murni mendapatkan
hubungan yang kuat antara penurunan pendengaran dan DM tipe 2.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik biasanya tidak dijumpai kelainan. Pemeriksaan THT tidak
dijumpai kelainan.
Pemeriksaan audiologi
TES RINNE
Tujuan pemeriksaan:
Untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pada telinga
yang diperiksa.
Cara memeriksa:
Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus pasien, setelah
tidak terdengar lg penala dipegang di depan telinga pasien kira-kira 2,5 cm.
1818
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne
negatif (-).
Gambar. Tes Rinne. Hantaran udara dan hantaran tulang dibandingkan pada
telinga yang sama. a. Tanpa kelainan konduksi, hantaran udara terdengar lebih
keras atau lebih lama dibanding hantaran tulang. b. Pada tuli konduksi hantaran
tulang terdengar lebih keras atau lebih lama dibanding hantaran udara.
TES WEBER
Tujuan pemeriksaan: Untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan
kanan. Cara memeriksa:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (verteks, dahi,
pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu).
Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut
Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana
bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
1919
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Gambar. Tes Weber dilakukan dengan meletakkan garpu tala pada pertengahan tulang
tengkorak. a. Pada pendengaran simetris di kedua telinga, getaran akan diterima
sama di kedua sisi telinga. b. Pada tuli sensorineural, lateralisasi ke telinga sehat.
c. Pada tuli konduksi, lateralisasi ke telinga sakit.
2020
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Gambar. Klasifikasi tuli konduksi dan tuli sensorineural berdasarkan tes penala Rinne
dan Weber. Telinga sehat (normal) akan memberikan hasil yang sama dengan tuli
sensorineural bilateral.
TES SCHWABACH
Tujuan pemeriksaan:
- Untuk membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa.
- Cara memeriksa:
- Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus pasien
sampai tidak terdengar bunyi.
- Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus
telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
- Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek.
- Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan
cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa
lebih dulu, setelah tidak terdengar kemudian dipindahkan ke prosesus
mastoideus pasien.
- Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila
pasien dan pemeriksa kira-kira sama mendengarnya disebut dengan Schwabach
sama dengan pemeriksa.
Interpretasi Pemeriksaan Penala
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis
Positif Tidak ada
lateralisasi
Sama dengan
pemeriksa
Normal
Negatif Lateralisasi ke
telinga sakit
Memanjang Tuli Konduktif
2121
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH PalembangPositif Lateralisasi ke
telinga sehat
Memendek Tuli
sensorineural
2222
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, rinne bisa masih positif
Rinne : kedua telinga kanan dan kiri positif dapat mengindikasikan
telinga normal atau tuli sensorineural
Weber : Ada lateralisasi ke telinga kanan, berarti ada lateralisasi ke
telinga yang sehat mengindikasikan tuli sensorineural
Schwabach : telinga kanan schwabach sama dengan pemeriksa
mengindikasikan telinga normal, sedangkan telinga kiri schwabach
memendek mengindikasikan tuli sensorineural.
Dari ketiga pemeriksaan diatas dapat disimpulkan bahwa Tn. Mahmud
menderita tuli sensorineural auricula sinistra.
Pada pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber
lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach
memendek. Kesan jenis ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya
mengenai kedua telinga.
Ketulian timbul secara bertahap dalam waktu bertahun-tahun, yang biasnaya
terjadi dalam 8-10 tahun pertma paparan. Pemeriksaan audiometri
nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekwensi tinggi (umumnya
3000 –
6000 Hz) dan pada frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch)
yang patogenomik untuk jenis ketulian ini.
Sedangkan pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (Short
Increment Sensitivity Index), ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance)
dan Speech Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen yang khas
untuk tuli saraf koklea.
L. Tatalaksana
Pekerja pabrik sebaiknya menggunakan alat pelindung pendengaran saat bekerja untuk
menghindari gejala yang semakin parah. Alat pelindung yang dapat digunakan berupa
2323
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembangsumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff), dan pelindung kepala
(helmet).
2020
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION
(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYASekr etar ia t:
Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang
Kombinasi antara sumbat telinga (ear plug) dan tutup telinga (ear muff)
memberikan proteksi yang terbaik. Bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan
kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan
alat bantu dengar (hearing aid). Latihan pendengaran dapat dilakukan agar dapat
menggunakan sisa pendengaran dengan alat bantu dengar secara efisien dibantu
dengan membaca ucapa bibir, mimik, dan gerakan anggota badan. Pada pasien yang
telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan
koklea.
M. Pencegahan
1. Bising lingkungan kerja harus diusahakan lebih rendah dari 85 desibel.
2. Menggunakan alat pelindung telinga pada lokasi kerja yang bising (>85dB)
N. Komplikasi
Apabila tidak segera ditatalaksana, dapat mengakibatkan tuli bilateral (kedua telinga) dan
dapat menjadi lebih berat.
O. Prognosis
Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya
menetap, dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka
prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan
terjadinya ketulian