Upload
ryo-betrix
View
13
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
materi
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
Sejak tahun 1970 hingga 2007, angka kelahiran secara sesar di Amerika
Serikat meningkat dari 4,5% menjadi 31,9%. Alasan peningkatan angka kelahira
sesar yang terus menerus ni tidak dipahami sepenuhnya namun terdapat beberapa
penjelasan lain yang di kemukakan antara lain pelahiran sesar secara elektif makin
banyak dilakukan dengan berbagai indikasi termasuk cedera panggul akibat cedera
pervaginam, kelahiran kurang bulan indikasi medis, untuk mengurangi risiko cedera
janin dan atas permintaan pasien.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Definisi
Seksio sesarea adalah kelahiran janin melalui insisi pada dinding
abdomen (laparotomy) dan dinding uterus (histerotomi) Definisi ini tidak
mencakup pengangkatan janin dari rongga abdomen pada kasus rupture
uterus atau pada kasus kehamilan abdominal. Tindakan ini dilakukan
untuk mencegah kematian ibu dan bayi karena kemungkinan-
kemungkinan komplikasi yang dapat timbul bila persalinan tersebut
berlangsung pervaginam.
1.2 Epidemiologi
Sejak tahun 1970 hingga 2007, angka kelahiran secara sesar di
Amerika Serikat meningkat dari 4,5% menjadi 31,9%. Alasan peningkatan
angka kelahira sesar yang terus menerus ni tidak dipahami sepenuhnya
namun terdapat beberapa penjelasan lain yang di kemukakan antara lain
pelahiran sesar secara elektif makin banyak dilakukan dengan berbagai
indikasi termasuk cedera panggul akibat cedera pervaginam, kelahiran
kurang bulan indikasi medis, untuk mengurangi risiko cedera janin dan
atas permintaan pasien.
Di Indonesia angka pelahiran secara seksio sesarea di 12 Rumah sakit
Pendidikan berkisar antara 2,1%-11,8%.
1.3 Klasifikasi
1. Seksio sesarea transperitoneal profunda merupakan suatu pembedahan
dengan melakukan insisi di segmen bawah uterus. Hampir 99% dari
seluruh kasus seksio sesarea dalam praktek kedokteran dilakukan
dengan menggunakan teknik ini, karena memiliki keunggulan seperti
kesembuhan lebih baik, dan tidak menimbulkan perleketan. Adapun
2
kerugiannya adalah terdapat kesulitan dalam mengeluarkan janin
sehingga memungkinkan terjadinya perluasan insisi dan menimbulkan
perdarahan.
2. Seksio sesarea klasik, yaitu insisi pada segmen atas uterus atau corpus
uteri. Pembedahan ini dilakukan apabila segmen bawah rahim tidak
dapat tercapai dengan aman (misalnya perleketan erat dengan vesika
urinaria akibat pembedahan sebelumnya atau terdapat mioma pada
segmen bawah uterus). Teknik ini juga memiliki banyak kerugian
antara lain proses penyembuhan yang relatif sulit, kemungkinan terjadi
rupture uteri pada kehamilan berikutnya.
3. Seksio sesarea yang diikuti dengan histerektomi, yaitu pengangkatan
uterus setelah seksio sesarea karena atonia uteri yang tidak dapat
teratasi atau pada rupture uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitan.
4. Seksio sesarea vaginal, yaitu pembedahan melalui dinding vagina
anterior ke dalam rongga uterus.
5. Seksio sesarea ekstraperitoneal, yaitu seksio yang dilakukan tanpa
insisi peritoneum dengan mendorong peritoneum keatas atau
mendorong kandung kemih ke bawah kemudian uterus dibuka dengan
insisi di segmen bawah.
1.4 Indikasi
Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan
suatu persalinan yaitu passage (jalan lahir), passenger (janin), power
(kekuatan ibu), psikologi ibu dan penolong.
Indikasi untuk seksio sesarea yaitu:
1. Indikasi medis
Terdiri dari 3 faktor : passage, passenger, power
2. Indikasi ibu
Usia
Tulang panggul
3
Persalinan sebelumnya dengan seksio sesarea
Faktor hambatan jalan lahir
Kelainan kontraksi lahir
Ketuban pecah dini
Rasa takut kesakitan
3. Indikais janin
Ancaman gawat janin (fetal distress)
Bayi besar (makrosomia)
Letak sungsang
Faktor plasenta : plasenta previa
Kelainan tali pusat ; prolapses tali pusat dan lilitan tali pusat
Seksio sesarea dilakukan bila diyakinai bahwa penundaan persalinan
yang lama akan menimbulkan bahaya yang serius pada ibu dan janin atau
bila persalinan secara pervaginam tidak aman untuk dilakukan. Di
berbagai negara maju seperti Amerika Serikat indikasi distosia merupakan
indikasi utama dan 85% seksio sesarea dilakukan pada riwayat pelahiran
sesar sebelumnya, gawat janin atau presentasi bokong.
1.5 Kontraindikasi
Pada prinsipnya seksio sesarea dilakukan untuk kepentingan ibu dan
janin sehingga pada praktik obstetric tidak ada kontraindikasi pada seksio
sesarea. Dalam hal ini adanya gangguan pada hemostasis ibu persalina
pervaginam lebih dianjurkan.
1.6 Komplikasi
Kelahiran seksio sesarea bukan tanpa komplikasi, baik pada ibu
maupun janinnya. Morbiditas seksio sesarea lebih besar dibandingkan
dengan persalinan pervaginam. Ancaman utama bagi wanita dengan
riwayat seksio sesarea berulang adalah rupture uteri. Peningkatan
4
terjadinya rupture uteri sebesar dua kali lipat pada wanita yang menjalani
riwayat seksio sesarea berulang.
Etiologi rupture uteri bisa disebabkan oleh anomaly atau kerusakan
yang telah ada sebelumnya, karena trauma. Paling sering terjadi pada
rahim yang telah diseksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Lebih lagi
jika uterus yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan
dirangsang dengan oksitosin.
Pasien yang beresiko tinggi antara lain persalinan yang mengalami
distosia, grandmultipara, penggunaan okstosin atau prostaglandin untuk
mempercepat persalinan, pasien hamil yang pernah melahirkan
sebelumnya melalui bedah sesar atau operasi lain pada rahimnya. Oleh
sebab itu untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas seksio sesarea
klasik berlaku semboyan “once caesarean section always caesarean
section” (ulangan) untuk mencegah rupture uteri dengan syarat janin
sudah matang. Di Amerika serikat dilakukan seksio sesarea apabila usia
kehamilan sudah mencapai 39 minggu, bila kurang dari usia kehamilan
tersebut maka pastikan pematangan paru sudah dilakukan.
Ancaman utama dari seksio sesarea pada wanita juga berasal dari
tindakan anestesi, keadaan sepsis yang berat, serangan tromboemboli dan
perlukaan pada traktus urinarius.
Demam pasca bedah hanya merupakan sebuah gejala bukan
merupakan sebuah diagnosis yang menandakan adanya komplikasi yang
serius. Morbiditas febris merupakan komplikasi yang sering terjadi pasca
pembedahan section sesarea.
Perdarahan masa nifas post seksio sesarea didefinisikan sebagai
kehilangan darah lebih dari 1000 ml. dalam hal ini perdarahan terjadi
akibat kegagalan homeostasis di tempat insisi uterus akibat atonia uteri.
Komplikasi pada bayi dapat berupa hipoksia, depresi pernafasan bahkan
sindrom gawat pernafasan dan trauma persalinan.
5
1.7 Teknik Insisi
1. Insisi vertical
Insisi vertical linea mediana adalah insisi yang paling cepat
dilakuakn. Insisi harus cukup panjng karena untuk memudahkan
bayi untuk dikeluarkan. Karena itu panjang insisi harus sesuai
dengan ukuran janin.
2. Insisi tranversal
Insisi ini dikenal dengan insisi pfanenstiel, insisi dilakukan
setinggi garis rambut dan diperluas melewati batas lateral musculus
rectus.
1.8 Teknik seksio sesarea
Teknik yang sering dilakukan adalah seksio transperitoneal profunda,
teknik tersebut yaitu:
1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut
2. Pada dinding perut dibuatan insisi mediana mulai dari simfisis
sampai dibawah umbilicus lapis demi lapis sehingga kavum
peritoneum terbuka
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim di lingkari dengan kasa
laparotomy
4. Menggunting peritoneum kandung kemih (plika vesikoyterina) di
depan segmen bawah rahim secara melintang. Plika vesikoyterina ini
disisihkan secara tumpul kearah samping dan bawah, dan kandung
kencing yang telah disisihkan kea rah bawah dan samping dilindungi
dengan speculum kandung kencing.
5. Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm dibawah irisan plika
vesikouterina secara tajam dengan pisau bedah lebih kurang 2 cm,
kemudian diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua jari
telunjuk operator. Arah insisi pada segmen bawah rahim dapat
6
melintang (tranversal) sesuai cara kerr atau membujur sagittal sesuai
cara kronig.
6. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin
dilahirkan dengan meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan
dengan mengait kedua ketiaknya. Tali pusat dijepit dan dipotong,
plasenta dilahirkan secara manual. Luka dinding rahim dijahit:
Lapisan 1 : dijahit jelujur, pada endometrium dan myometrium
Lapisan II : dijahit jelujur, pada myometrium saja
Lapisan III: dijahit jelujur pada plika vesikouterina
7. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi
8. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka
dinding perut dijahit.
1.9 Perawatan pasca operasi
1. Perawatan luka insisi
Luka insisi dibersihkan dengan alcohol dan larutan betadin lalu
ditutup dengan kain penutup luka. Secara periodic pembalut luka di
ganti dan luka dibersihkan.
2. Tempat perawatan paca bedah
Setelah tindakan dikamar operasi selesai, pasien dipindahkan
kekamar perawatan khusus dan bila kondisi pasien gawat, pasien
dipindahkan keruang ICU untuk perawatan bersama-sama dengan
unit anestesi karena faktor peralatan yang lebih lengkap. Setelah
pulih barulah pasien dipindahkan ke tempat perawatan semula.
3. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama pasien puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi dehidrasi.
7
4. Nyeri
Nyeri pasca operasi merupakan efek samping yang harus
diderita oleh mereka yang pernah mengalami operasi. Nyeri tersebut
dapat disebabkan oleh perlekatan perlekatan antar jaringan akibat
operasi. Nyeri tersebut hampir tida mungkin dihilangkan 100%, ibu
akan mengalami nyeri atau gangguan terutama bila katifitas berlebih
atau melakukan gerakan-gerakan kasar yang tiba-tiba.\sejak pasien
sadra dalam 24 jam perama rasa nyeri masih dirasakan didaerah
operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut diberikan obat-obat
anti nyeri seperti pethidin dengan dosis 100=150 mg atau morfin
sebanyak 10-15 mg.
5. Mobilisasi
Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk
membantu jalannya penyembuhan pasien. Mobilisasi untuk
mencegah terjadinya thrombosis dan emboli. Miring ke kanan dank e
kiri sudah dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah pasien sadar. Pada
hari kedua pasien dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
bernafas dalam-dalam lalu dihembuskan disetai batuk-batuk kecil
yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan.
8
BAB III
ILUSTRASI KASUS
1. Identitas pasien
Nama : Ny.S
Umur : 27 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Agama : islam
Suku : jawa
Alamat : koto baru
No.MR : 115958
2. Anamnesis
Seorang pasien masuk kamar bersalin RSUD Bangkinang pada tanggal 14
april 2015. Jam 15.00 WIB kiriman poli dengan G1P0A0HI.
Keluhan utama : G2P1A0H1 + prev SC 1x
HPHT : 7 juni 2014
TP : 14 maret 2015
RHM : mual (+), muntah (+), pusing (+)
RHT : mual (-), muntah (-), pusing (-)
PNC : 6 kali selama kehamilan, periksa rutin ke dokter
RMO : -
RPD : Ht (-), asma (-), alergi (-), DM (-)
RPK : Ht (-), asma (-), alergi (-), DM (-)
RP : pernikahan pertama, menikah usia 22 tahun, lama menikah 5
tahun
RK : melahirkan anak pertama dengan seksio sesarea, BBL 2600
gr, dengan jenis kelamin laki-laki
9
RKB : -
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 88 x per menit
RR : 20 x per menit
T : 36,50C
Gizi : baik
Edema : -
Sianosis : -
Anemis : -
Kepala : DBN
TB : 155 cm
BB : 60 kg
Kepala : DBN
Leher : DBN
THT : DBN
Paru : DBN
Jantung : DBN
Ekstremitas : superior : akral hangat, CRT < 3 detik
Inferior : akral hangat, CRT < 3 detik
4. Status obstetrikus
Muka : cloasma gravidarum (-)
Mammae : DBN
Abdomen : perut membesar sesuai usia kehamilan
Inspeksi : striae gravidarum (+), bekas operasi (+)
Palpasi : -
10
L1 : TFU 31 cm
L2 : puki
L3 : teraba bulat keras
L4 : sudah masuk PAP
TFU : 31 cm
Genetalia eksterna : Palpasi / inspeksi : -
Genetalia interna : Inspekulo vagina dan porsio : -
VT/Bimanual palpasi
Panggul dalam : promontorium : tidak dilakukan
Linea inominata : tidak dilakukan
Sakrum : tidak dilakuakan
Spina iskiadika : tidak dilakukan
Arkus pubis : tidak dilakukan
Os.koksigis : tidak dilakukan
Janin : presentasi : tidak dilakukan
Situs : tidak dilakukan
Station : tidak dilakukan
Posisi : tidak dilakukan
Ketuban : tidak dilakukan
Porsio : pembukaan : tidak dilakukan
Penipisan : tidak dilakukan
Konsistensi : tidak dilakukan
Arah sumbu : tidak dilakukan
5. Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap : Hb : 10,2
Leukosit : 16,6
6. Diagnosis
Diagnosis Kerja : G2P1A0H1 gravid aterm + SC elektiv a/I prev SC 1 x
11
7. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
8. Terapi
Simtomatik : injeksi ketorolac, injeksi asam traneksamat, injeksi
metronidazole
Supportive : IVFD RL
Kausal : injeksi cefotaxime
9. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
10. Diagnosis pasti
G2P1A0H0 gravid aterm + SC elektiv
11. Laporan tindakan
SC elektiv dilakukan pada tanggal 15 april 2015, bayi lahir sehat menangis
kuat, BB 3000 gr, PB 40 cm, LK 33 cm, LD 35 cm, bayi laki-laki.
12. Follow up
Nyeri post op (+), p/v (+), pusing (-), mual (-), muntah (-), BAK (+), ASI (-),
Mobilisasi (-).
13. Prognosa
Dubia ad bonam
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan, Jakarta : 2010
2. Cuningham, G, Obstetri Williams, Jakarta : EGC, 2012
3. Prawirohardjo, S. Ilmu bedah kebidanan, Jakarta : 2010
13